Bab 1 Newnewnewnew (1).docx

  • Uploaded by: Linawati DL
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 1 Newnewnewnew (1).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,060
  • Pages: 24
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan tentang kenakalan remaja pada saat ini makin tidak bisa terkendali, sejak dahulu sampai dengan sekarang kenalakan remaja tetap masih ada bahkan semakin meningkat. Akibatnya timbul masalah yang serius dan tidak dapat dianggap sebagai persoalan yang biasa,sebab kriminal. Sehingga untuk menangani masalah kenakalan remaja ini merupakan suatu hal yang penting karena salah satu penentu masa depan remaja tersebut dan menentukan masa depan bangsa(Dia Liawati, 2007). Masa remaja memang sangat menyenangkan dan masa yang sangat sulit untuk dilalui dalam hidup seseorang. Di masa ini remaja mulai mencari jati dirinya seperti apa. Seorang remaja tidak akan lagi disebut sebagai anak kecil, tetapi belum dapat juga dikatakan orang dewasa. Remaja ingin memiliki kebebasan dan kemandirian serta lepas dari orangtua dimana remaja tetap membutuhkan bantuan serta dukungan perlindungan dari orangtuanya (Dian mulyasri, 2010). Stanley Haldalam Mardiya (2011) menjelaskan kenakalan remaja itu sebagai ketidakstabilan perasaan serta emosi pada remaja awal ditandai dengan pergolakan, sehingga akan selalu mengalami perubahan dalam perbuatannya. Remaja mempunyai sikap yang eksploratif cenderung ambisius yang selalu bergolak dalam kehidupan dan lingkungannya. Remaja mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi dan selalu ingin mencoba atau mencari pengalaman-pengalaman baru walau kadangkala eksplorasi yang dilakukannya bersifat negatif. Akibatnya, seorang remaja mengembangkan perilaku yang menyimpang dan tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial (Kartono, 2003 &Drs. Mardiya, 2011). Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2017 mengatakan kenakalan remaja di Indonesia mencapai sebesar 9523,97 kasus dan tahun 2018 sekarang ini mengalami peningkatan sebanyak 10549,70 kasus. Angka tersebut mengalami kenaikan setiap tahunnya sebesar 10,7 persen. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kota Samarinda, dari Januari hingga akhir tahun 2017, terdapat sekitar 300 kasus yang berkaitan dengan anak, yang didominasi kasus asusila dan narkotika. (Lulu Putri Utami, 2016).Angka dari BPS dan KPAI menyebabkan kecemasan remaja menjadi harapan orangtua, keluarga, masyarakat dan bangsanya terjerumus dalam kenakalan remaja yang dapat berujung sebuah kejahatan, jika tidak segera di atasi serta

mencarikan solusi yang tepat untuk permasalahan yang berkepanjangan dikemudian hari.(Lulu Putri Utami, 2016). Remaja sudah mulai tumbuh seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan yang mereka hadapi. Hal yang paling terlihat dalam perkembangan remaja ini merupakan perubahan-perubahan seperti adanya perubahan fisik, alat reproduksi, dan psikososial. Perubahan fisik serta psikologis remaja disebabkan oleh adanya perubahan hormonal. Sedangkan perkembangan otak pada masa remaja awal sampai akhir masih belum berkembang dengan sempurna, sehingga pada masa ini kemampuan untuk mengendalikan emosi dan mental belum stabil. Peralihan sosial yang dialami remaja menunjukkan adanya perubahan hubungan sosial yaitu meningkatnya waktu untuk berhubungan dengan rekan-rekan nya, serta lebih mengakrabakan diri dengan lawan jenis. Pola pikir dan intelektualitas rendah yang dialami para remaja ini banyak terjebak dengan perilaku seks bebas yang berbahaya khususnya bagi remaja putri. Efek negatif dari sikap remaja ini bisa berubah menjadi penyalahgunaan napza yang akan merusak fisik serta mental remaja. Orangtua seharusnya mengawasi anak-anaknya untuk mencegah kenakalan-kenakalan yang akan dialami oleh anaknya(Drs.Mardiya,2011). Remaja yang memiliki hubungan kurang baik dengan orangtua ataupun keluarganya dapat mengembangkan hubungan yang kurang baik dengan orang-orang disekitarnya (Hurlock,1999). Apabila kondisi tersebut didukung akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku serta perbuatan-perbuatan negatif yang bisa melanggar aturan dan norma yang ada dimasyarakat. Pembentukan konsep diri salah satu aspek terpenting bagi remaja dalam berperilaku. Menurut Hurlock konsep diri merupakan gambaran seseorang mengenai tentang dirinya sendiri yang merupakan suatu gabungan dari keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional aspiratif, dan prestasi yang akan dicapai. Sedangkan menurut Mandel (2009) konsep diri yang negatif bisa menjadi salah satu faktor kontribusi untuk kenakalan remaja, jika remaja memiliki konsep diri negatif maka dalam perkembangan remaja melihat lingkungam, orangtua dan kehidupan ini dengan cara negatifGilda Riskinayasari, 2015). Konsep diri merupakan pendirian seseorang mengenai diri nya dengan berinteraksi kepada orang lain. Konsep diri akan menentukan faktor dalam berkomunikasi dengan orang lain. Perasaan dan pandangan yang kita miliki juga merupakan salah satu dari konsep diri. (Pratiwi wahyu widiarti,2017)

Konsep diri memiliki 4 konsep, yaitu pertama citra tubuh merupakan perilaku seseorang dengan dirinya sendiri dimana sering berubah pada persepsi pengalaman terbaru (Potter & Perry, 2005). Kedua yaitu, ideal diri merupakan pemahaman individu untuk bertingkah laku dengan cara yang baik menurut standarnya. Konsep ketiga harga diri merupakan penilaian diri yang dicapai untuk menganalisis kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya.Konsep keempat identitas diri merupakan konsep terpenting sebab pembentukan identitas timbul diberbagai konflik internal yang diperoleh pada masa peralihan, maka sangat perlu untuk mendapatkan penyelesaian yang baik guna membentuk ulang identitas dirinya (Steinberg,1993). Remaja memiliki persepsi bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan remaja yaitu faktor keluarga dan lingkungan. Keluarga merupakan faktor utama dalam hal tersebut karena peran yang tidak seimbang antara ayah dan ibu dalam mendidik anak, peran seorang ayah kurang memberikan perhatian terhadap kebutuhan psikis anak. Faktor lingkungan juga menjadi faktor penyebab kenakalan remaja karena pengaruh dari teman sebaya (Dia Liawati, 2007). Persepsi seorang remaja jika berasal dari keluarga yang penuh kasih sayang , perhatian dan hangat mempunyai suatu kemampaun untuk menyesuaikan dirinya bersosialisasi yang baik terhadap lingkungan sekitarnya (Hurlock, 1993). Tallent (1978) mengatakan jika seorang anak mampu menyesuaikan dirinya dengan baik disekolah, pada umumnya akan memiliki latar belakang yang harmonis, orangtua menerima masukan-masukan yang diberikan oleh anak dengan hangat. Keluarga yang harmonis akan membuat anak mempersepsikan rumah sebagai tempat yang sangat membahagiakan semakin sedikit permasalahan yang dihadapi anak dan orangtua, maka semakin sedikit juga permasalahan yang akan dihadapi anak dan begitu sebaliknya. Penelitian yang dilakukan oleh Dia Liawati dapat dikemukakan bahwa orangtua dan remaja memiliki persepsi berbeda tentang kenakalan remaja. Orangtua menganggap jenis tindakan yang berupa kenakalan remaja seperti berbohong, merokok, membolos, melawan orangtua, jarang pulang, pulat larut malam, berkelahi, minum-minuman keras, mencuri. Sedangkan remaja mengatakan bahwa tindakan kenakalan remaja itu merupakan seks bebas, mencuri, menggunakan napza, merampok. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Riza Amalia Nurhadi

(2013)mengungkapkan bahwa masih banyak remaja yang memiliki konsep diri negativedan sangat negatif (55%). Hasil uji hipotesis dengan analisis korelasi

menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara konsep diri dengan penyesuaian diri (r= 0,668 ;p< 0,05) yang artinya jika remaja memiliki konsep diri positif maka penyesuaian diri remaja akan baik dan jika remaja tersebut memiliki konsep diri negarif maka penyesuaian diri remaja akan buruk. Bertolak dari latar belakang, peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Persesi Remaja Terhadap Pengaruh Konsep Diri Penyebab Kenakalan Remaja”.

Penelitian

ini

dilakukan

di

Samarinda

Kelurahan

............................................ partisipan yang memiliki anak usia remaja mulai dari 1318 tahun.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah ada hubungan konep diri dengan persepsi terhadap kenakalan remaja?

C. Tujuan Penelitian Dari uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari peneltian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui hubungan konep diri dengan persepsi terhadap kenakalan remaja?

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Bagi IPTEK Penelitian ini dapat dijadikan penelitian lebih lanjut sebagai dasar untuk pemberian informasi tentang bagaimana persepsi remaja terhadap pengaruh konsep diri penyebab kenakalan remaja.

b. Bagi Institusi (Fakultas Ilmu Kesehatan) Penulisan ini diharapkan dapat memberi masukan atau tambahan materi dalam mata kuliah komunitas. c. Bagi Peneliti

Memenuhi tugas akhir penelitian sebagai syarat kelulusan Sarjana Keperawatan serta mengaplikasikan Ilmu Pengetahuan yang telah dipelajari selama menjadi pendidikan keperawatan di STIKES Wiyata Husada Samarinda. E. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti lebih lanjut Penelitian ini biasa digunakan sebagai bahan masukan dan dokumen ilmiah yang bermanfaat dalam mengembangkan ilmu serta dapat digunakan sebagai bahan perbandingan penelitian selanjutnya terutama penelitian serupa di daerah lainnya. b. Bagi Masyarakat Penelitian ini bagi masyarakat dapat berguna untuk menambah pengetahuan tentang pengalaman orangtua yang menghadapi anak yang mengalami keterlambatan berbicara.

1. Analisis (Kuesioner: konsep diri remaja) Kuesioner: persepsi remaja mengenai kenakalan remaja No

Pertanyaan

1

Saya memiliki tubuh yang sehat

2

Saya tidak menjaga kebersihan tubuh saya

3

Saya tidak puas dengan ukuran tubuh saya

4

Ada keinginan dalam hati saya untuk mengubah

Citra tubuh

bagian-bagian tertentu dari tubuh saya 5

Saya

merasa

penampilan

fisik

saya

tidak

sebagimana yang saya harapkan 6

Saya sering bolos sekolah

7

Saya sering terlambat bersekolah

8

Kadang-kadang saya menggunakan cara yang Ideal diri tidak jujur agar dapat maju

9

Saya melakukan segala cara demi mendapatkan apa yang saya inginkan

10

Saya tidak memakai atribut yang lengkap di Sekolah

11

Saya mempunyai keluarga yang membantu saya dalam menghadapi kesulitan apapun

12

Saya tidak dicintai oleh keluarga saya

13

Saya seorang anggota keluarga yang bahagia

14

Saya mudah menyesuaikan diri dengan orang lain

15

Saya tidak dipercaya oleh teman-teman saya

16

Saya seorang suka berteman

Harga diri

17

Saya sulit berkomunikasi dengan orang lain

18

Saya tidak mudah memaafkan kesalahan orang Identitas diri lain

19

Saya sulit untuk bersikap ramah terhadap orang lain

20

Saya mencoba melihat sisi baik dalam diri semua orang yang saya jumpai

No

Pertanyaan

1

Saya selalu diremehkan oleh guru yang membuat saya menjadi rendah diri

2

Guru saya selalu memberikan dukungan sehingga membuat saya percaya diri

3

Saya sering bolos sekolah karena guru saya selalu memarahi saya

4

Saya bersekolah di lingkungan yang kotor dan tidak teratur membuat saya malas untuk bersekolah

5

Saya mempunyai orangtua yang sangat sibuk dengan pekerjaannya, sehingga saya sering bepergian bersama teman saya

6

Saya membawa pacar ke kamar,tetapi orangtua saya tidak pernah menegur

7

Saya terlalu dimanja dengan orangtua, sehingga saya melakukan apapun dengan semaunya

8

Saya merokok tetapi tidak mendapatkan teguran oleh OrangTua

9

Saya sering melihat kekerasan yang sering terjadi di lingkungan tempat saya tinggal

10

Saya sering diabaikan dengan orangtua

S

SS

TS

STS

yang membuat saya tidak mempunyai pegangan kuat pada agama 11

Saya selalu dimanja orangtua saya sehingga saya bertindak semaunya

12

Saya terbiasa berbicara kasar

13

Saya diremehkan oleh orangtua, sehingga saya mencari perhatian kepada orang lain.

14

Saya

mendapatkan

kebebasan

oleh

orangtua saya.

2. Kesenjangan Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di Samarinda Kelurahan ............................................ partisipan yang memiliki anak usia remaja mulai dari 13-18 tahun.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Kenakalan Remaja 1. Definisi Remaja Papalia (2009) menjelaskan bahwa ada masa peralihan dimana masa kanakkanak menuju ke masa yang dewasa disebut dengan masa remaja. Masa remaja berlangsung pada saat usia 10 – 11 tahun atau bahkan lebih awal dan berakhir pada masa dewasa awal. Masa remaja biasanya ditandai dengan adanya perubahan-perubahan pada seorang diri remaja baik dari segi fisik, kognitif ataupun psikososial. Adapun hal lain selain perubahan yang terjadi pada diri remaja ada hal lain yang juga akan muncul yaitu terjadinya pubertar pada remaja yaitu proses kematangan seksual diartikan sebagai sudah memiliki kemampuan untuk melakukan reproduksi. Papalia juga menyebutkan bahwa remaja mempunyai emosi yang berebdabeda dengan seseorang yang sudah dewasa, sehingga remaja banyak melakukan perbuatan dikarenakan remaja mengikuti emosi dan perasaannya saja. Remaja melakukan perbuatan yang sesuai dengan keinginan mereka masing-masing, seperti menggunakan narkoba, penyalahgunaan alkohol dan juga melakukan seks bebas yang sanat beresiko. Sarwono (2011) mengatakan bahwa masa remaja penuh dengan keemosian yang tidak dapat di kendalikan. Emosinya tidak dapat dikendalikan karena adanya konflik peran yang dialami remaja tersebut, namun remaja biasanya ingin diperlakukan layaknya seseorang yang sudah dewasa tetapi dia masih diperlakukan seperti anak yang masih kecil. Cara berpikir yang belum matang dan terjadinya emosi tersebut membuat orangtua dan guru sulit untuk

menangani serta memahami jiwa remaja ini namun disisi lain emosi tersebut dapat memilki manfaat bagi remaja untuk mencari identitas diri mereka. 2. Definisi kenakalan remaja Santrock (2002)

mengatakan bahwa pengertian kenakalan remaja ini

merupakan perilaku yang luas karena dapat berupa perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial sampai tindakan kriminal. Perilaku yang tidak diterima secara sosial meliputi tingkah laku yang berlebihan saat disekolah, melakukan pelanggaran seperti tindakan kriminal mencuri dan melarikan diri dari rumah dansebagainya. Pelanggaran ini dibagi menjadi dua yaitu pelanggaran indeks dan pelanggaran status. Pelanggaran indeks ketika seorang remaja maupun orang dewasa melakukan sebuah tindakan kriminal. Tindakan-tindakan tersebut beragam diantaranya pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, melakukan kekerasan. Sedangkan untuk pelanggaran status merupakan tindakan yang biasanya dilakukan oleh anak muda dibawah usia tertentu. Pelanggaran ini bisa disebut sebagai pelanggaran remaja seperti bolos dari sekolah, melarikan diri dari rumah, penyalahgunaan alkohol serta ketidakmampuan mengendalikan dirinya. (Santrock, 2002) Menurut beberapa ahli kenakalan merupakan sebuah perlaku penyimpangan atau pelanggaran norma-norma yang berlaku. Perilaku penyimpangan ini disebabkan oleh kontrol diri pada remaja tersebut kurang dan dipengaruhi halhal negatif yang akhrinya remaja tersebut melakukan perilaku kejahatan karena mereka beranggapan bahwa jika dia melakukan sesuatu yang akan mendapat perhatian lebih oleh kelompok remaja tersebut. (Hartinah, 2008) 3. Bentuk-bentuk kenakalan remaja Kenakalan remaja bisa melalui kontak persoal ataupun sosio kultural. Perilaku ini bersifat fisiologis maupun psikologis baik secara perindividu maupun kultural (Hartinah 2008). Kenakalan remaja terbagi menjadi 4 bagian, yakni : a. Deliquency Individual Perilaku ini disebabkan oleh penyimpangan perilaku psikopat, gangguan mental, serta anti sosial. Perilaku ini dapat terjadi karena adanya rangsangan sosial yang buruk, berteman dengan seseorang

yang tidak tepat. Perilaku seperti ini muncul disebabkan oleh permasalan-permasalahan-permasalahan psikis yang bersifat kronis. b. Deliquency Situsional Perilaku ini merupakan tipe yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Perilaku tipe ini biasanya dilakukan anak-anak karenakan dipengaruhi tekanan lingkungan teman sebaya yang memberikan pengaruh buruk berisfat menekan, memaksa yang bisa mengalahkan unsur internal seperti pikirans ehat, perasaan dan hati nurani yang dapat memunculkan tingkah laku delinkuen situasional. c. Deliquency Sistematik Perilaku

ini

merupakan

tipe

penyimpangan

disistematisir.

Penyimpangan bentuk ini dibuat oleh remaja yang membentuk suatu organisasi dengan perilaku yang sama. Dorongan perilaku ini pada kelompok remaja biasanya dilakukan dalam keadaan yang tidak sadar karena kurangnya pengawasan mengkontrol diri maupun kontrol sosial. d. Deliquency Komulatif Penyimpangan bentuk ini hasil dari permasalahan-permasalahan budaya. Perilaku ini mempunyai ciri-ciri yaitu ; 1.

Kegelisahan yang ada pada diri remaja yang pada akhirnya mereka melakukan tindakan-tindakan negatif serta perilaku agresif yang tidak bisa dikendalikan.

2.

Pemberontakan sekelompok remaja dengan kekuasaan orang dewasa yang berlebihan. Pelanggaran-pelanggaran normal sosial serta hukum untuk menemukan identitas diri.

3.

Melakukan banyak penyimpangan seksual dikarenakan penundaan usia perkawinan dan sulitnya lapngan pekerjangaan ataupun disebabkan oleh faktor lainnya.

4.

Tindakan-tindakan yang sangat membahayakan dilakukan oleh sekelompok remaja ini untuk memenuhi kebutuhannya caranya dengan

kekerasan,

penculikan

dan

lain-lain.

Yang

akan

mengganggu dan meresahkan lingkungan masyaakat sekitar. (Hartinah 2008)

Gunarsa 2012 mengelompokkan kenakalan remaja menjadi 2 kelompok berkaitan dengan normal hukum, yakni : 1) Kenakalan remaja yang bersifat amoral dan asosial yang tidak diatur didalam undang-undang sehingga tidak dikelompokkan sebagai pelanggaran hukum. Gejala kenakalan remaja bersifat amoral dan asosial seperti : a.

Berbohong yakni menutupi semua kenyataan kesalahan.

b.

Membolos

dengan

meninggalkan

sekolah

tanpa

sepengetahuan sekolah. c.

Meninggalkan rumah tanpa sepengetahuan dari orang tua.

d.

Keluyuran dengan teman atau sendiri tanpa memiliki suatu tujuan yang jelas.

e.

Membawa atau memiliki benda yang berbahaya serta dapat membahayakan orang lain, misalnya pisau, pistol, pisat silet dan yang lainnya.

f.

Berteman dengan seseorang yang bisa membawa pengaruh buruk sehingga sangat mudah terpengaruh.

g.

Bersenang-senang tanpa pengawasan orang tua atau keluarga nya yang akan menimbulkan tindakan yang kurang bertanggung jawab.

h.

Membaca buku yang tidak pantas dan mengucapkan katakata yang tidaks sopan, sehingga menggambarkan kurang nya kasih sayang dan perhatian serta pendidikan dari orang dewasa.

i.

Makan diwarung bersama kelompoknya dan tidak bayar.

j.

Menjual diri sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup.

k.

Berpakaian tidak pantas , meminum-minuman keras, mencoba narkoba sehingga merusak dirinya ataupun orang lain.

2) Kenakalan yang melanggar hukum dengan penyelesaiannya sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku. Pelanggaran nya seperti yang diklasifikasikan sebagai berikut : a. Melakukan perjudian.

b. Melakukan pencurian, penjambretan, dan perampasan. c. Menggelapkan barang. d. Melakukan penipuan serta pemalsuan barang-barang, uang, serta surat-surat resmi. e. Menjual gambar porno dan melakukan pemerkosaan. f. Melakukan tindakan pembunuhan g. Melakukan aborsi. h. Melakukan penganiayaan dengan orang lain yang berujung pada kematian. Beberapa pendapat ahli mengatakan bahwa bentuk-bentuk kenakalan remaja diantaranya penyalahgunaan obat(Narkoba), seks bebas, melakukan kekerasan, perkelahian/tawuran, membolos sekolah, berbohong, kabur dari rumah,memiliki barang berbahaya, berkata kotor, membantah perintah roang tua, memutar balikkan kenyataan yang bertujuan untuk menipu orang lain atau menutupi kesalahan yang dilakukan orang lain, keluyuran yang tidak tahu arah tujuan, bergaul dengan teman yang membawa pengaruh buruk, berpakaian yang tidak sopan. 2. Konsep Diri Remaja 1. Pengertian konsep diri Konsep diri merupakan bagian terpenting dalam perkembangan untuk membentuk kepribadian. Rogers (dalam Hall & Lindzey 1985) mengatakan bahwa konsep kepribadian yang utama adalah diri. Diri merupakan ide-ide dan persepsi-persepsi serta nilai-nilai yang mencakup tentang diri sendiri. Konsep diri mencakup tentang identitas diri seperti karakteristik personal, pengalaman, peran dan status sosial. Calhaun dan Acocella (1990) mengatakan bahwa konsep diri merupakan pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang meliputi tiga dimensi yaitu : (1) pengetahuan yang diketahui tentang dirinya sendiri , (2) pengharapan tentang dirinya ini merupakan diri ideal , (3) penilaian untuk diri nya sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Fitts (1971) konsep diri merupakan diri yang dia alami dan dia rasakan sendiri. Rogers (Burn, 1993) menggunakan konsep diri sebagai menunjuk dan bagaimana seseorang memandang dan merasakan dirinya sendiri.

Brooks (1974) menjelaskan bahwa konsep diri adalah persepsi, sosial, dan psikologis tentang seorang individu yang didapat dengan pengalaman dan interaksi bersama orang lain. Sementara itu Hurlock (1975) mengatakan bahwa konsep diri merupakan gambaran tentang diri seorang individu dari gabungan keyakinan fisis, psikologis, emosional, aspirasi yang dingin dicapai. Dengan demikian konsep diri dapat diartikan sebagai penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri baik dari segi fisik, sosial, psiklogis yang terbentuk dari proses interaksi dengan diri ataupun lingkungannya. Chaplin (2006) mendefinisikan konsep diri sebagai pengenalan individu mengenai dirinya sendiri, penilaian mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan. Adapun William H. Fitts (Hendriati, 2006) mengatakan bahwa konsep diri aspek yang paling penting didalam diri seseorang, karena konsep diri merupakan pusat dalam berinteraksi dengan lingkungan. Konsep diri sangat memberikan pengaruh yang kuat dalam tingkah laku seseorang. Untuk memahami tingkah laku seorang individu kita harus mengetahui konsep diri orang tersebut. William H. Fitts berpendapat ketika seorang indvidu mempersepsikan, memberikan penilaian dan membentuk abstraksi tentang dirinya berarti ia sedang menunjukkan suatu kesadaran diri dan kemampuan untuk keluar dari diri serta melihat dirinya. Hendriati Agustina (2006) mengatakan bahwa penjelasan dari Fitts sebagai diri fenomenal yakni diri yang diamati, dialami, dan dinilai dengan individu sendiri. Hendriati Agustina memiliki definisi tentang konsep diri yakni gambaran seseorang tentang dirinya sendiri dengan dibentuk oleh beberapa pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Berdasarkan pendapat Hendriati, dasar konsep diri seorang individu itu sudah ditanamkan sejak usia dini dan menjadi dasar yang akan mempenagruhi tingkah laku tersebut. Definisi konsep diri menurut Rita L. Atkinson, Richard C. Atkinson dan Ernest R. Hilgard (2008) merupakan kumpulan dari berbagai gagasan, perasaan, dan sikap yang dimiliki orang mengenai diri mereka sendiri. Sedangkan menurut Rusli Lutan (Djukanda Harjasuganda, 2008) konsep diri sebagai penilaian seseorang tentang diri pribadi yang diakui dalam sikap yang dimiliki seseorang mengenai dirinya. 2. Perkembangan konsep diri

Konsep diri terbentuk melalui pengalaman yang tersusun secara hirarki. Berdasarkan pengamatan dari psikologi kognitif pengenalan diri pertama kali disebut dengan self-schema. Pengalaman dengan anggota keluarga akan memberikan informasi mengenai diri kita. Self-schema proses dimana memori seseorang meningkatkan kita mengenai sesuatu yang terjadi masa lalu. Peran yang akan dijalankan akan berkembang menjadi konsep diri. 3. Aspek konsep diri Menurut Staines (Burns, 1993) konsep diri mempunyai 3 aspek yaitu : a. Konsep diri dasar Aspek ini merupakan sebuah pandangan dari individu terhadap status , peranan, serta kemampuan dalam dirinya. b. Diri yang lain Aspek yang satu ini merupakan gambaran diri seseorang dengan penilaian orang lain. Ini yang menjadi titik paling utama untuk melihat gambaran pribadi seseorang. Tindakan-tindakan yang orang lain lakukan kepada individu yang didapat langkah demi langkah akan membentuk konsep diri yang diyakini individu tersebut dan yang akan di lihat oleh orang lain. c. Diri yang ideal Aspek ini merupakan sebuah gambaran aspirasi dan yang diharapkan oleh individu tersebut yang berupa keinginan dan berupa keharusan individu. Sedangkan, menurut Hurlock (2010) mengatakan bahwa konsep diri ini memiliki 2 aspek yaitu : a. Fisik Untuk aspek fisik terdiri dari konsep diri yang dimiliki individu dalam penampilan , kesesuaian dengan jenis kelamin, tubuh memiliki arti yang penting dalam hubungan perilaku, dan perasaan gengsi di hadapan orang lain karena disebabkan oleh keadaan fisiknya. b. Psikologis Sedangkan aspek psikologis terdiri dari harga diri seorang individu dan hubungan

dengan

ketidakmampuannya.

orang

lain

serta

kemampuan

dan

Hal utama dalam keadaan fisik adalah mempunyai kedayatarikan serta penampilan tubuh dihadapan orang lain (Uni Setyani, 2007). Seorang individu yang memiliki penampilan sangat menarik cenderung lebih mendapatkan sikap sosial yang menyenangkan dan sehingga akan membentuk konsep diri yang positif bagi individu tersebut. Sedangkan penilaian seorang individu dengan keadaan psikologinya bisa berpengaruh terhadap rasa kepercayaan diri dan harga dirinya. Untuk peningkatan seperti rasa percaya diri dan harga diri akan dialami individu yang merasa mampu menerimanya. Sedangkan untuk rasa tidak percaya diri serta rendah diri akan dialami seorang individu yang merasa tidak mampu untuk menerimanya. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri Menurut Fitts (Hendriati Agustiani, 2006) perkembangan konsep diri ini dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut : a. Pengalaman interpersonal yang akan memunculkan perasaan positif dan menjadi berharga. b. Persaingan didalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain. c. Aktualisasi diri, implementasi dan realisasi dari potensi yang sebenarnya. Sedangkan menurut Coopersmith (2010) 4 faktor yang berperan dalam pembentukan konsep diri yaitu : a. Faktor kemampuan. Setiap individu memiliki potensi masing-masing karena itu seorang individu harus diberikan kesempatan agar dapat melakukan sesuatu. b. Faktor perasaan. Seorang individu yang selalu ditanamkan dengan perasaan akan membentuk sebuah sikap positif didalam dirinya. c. Faktor kebajikan. Seseorang yang memiliki perasaan berarti akan tubuh kebajikan dalam dirinya. d. Faktor kekuatan. Perilaku seseorang berkarakteristik positif memberi kekuatan bagi seseorang untuk melakukan perbuatan baik. Sedangkan Pudjijogyanti (Yulius Beny Prawoto 2010) mengatakan bahwa beberapa faktor dapat mempengaruhi perkembangan konsep diri sebagai berikut : a. Peranan citra fisik

Tanggapan tentang keadaan fisik seseorang didasari oleh adanya keadaanf isik yang dianggap sempurna oleh orang tersebut atau penilaian masyarakat umum. Seseorang akan berusaha untuk menempuh standar dimana akan mendapatkan tanggapan positif dari orang lain karena mempunyai keadaan fisik yang sempurna. Kegagalan atau keberhasilan untuk mencapainya akan sangat mempenagruhi pembentukan citra fisik seseorang. b. Peranan jenis kelamin Peranan jenis kelamion ditentukan oleh perbedaan biologis yaitu laki-laki dan perempuan. Masyarakat masih beranggapan bahwa peranan perempuan hanya sebatas mengurus rumah atau urusan keluarga. Hal ini tentunya membuat para perempuan masih terkendala dalam mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Sementara di sisi lain, laki-laki snagat mempunyai peluang yang sangat besar untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki. c. Peranan perilaku orang tua Perilaku seseorang yang sangat utama dan pertama yang sangat mempengaruhi adalah lingkungan keluarga. Dalam hal ini keluarga adalah tempat yang sangat berperan penting dalam pembentukan konsep diri seseorang. Hal yang terkait dengan peranan orang tua dalam membentuk karakter diri seorang anak dengan cara orang tua dalam memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis anak. d. Peranan faktor sosial Membentuk konsep diri dapat melalui interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Struktur, peran serta status sosial bagi seseorang bisa menjadi landasan bagi orang lain dalam memandang orang tersebut. 3. Persepsi 1. Pengertian Persepsi Persepsi mempunyai arti yang berbeda disetiap individu dalam memandang suatu permasalahan yang ada. Persepsi setiap individu pasti berkaitan dengan pengalaman,kemampuan maupun daya persepsi yang diterimanya.Konsep diri manusia merupakan salah satu bagian dari persepsi. Persepsi pasti berhubungan

dengan peristiwa, objek dan lingkungan sekitarnya.

Manusia memandang dunia

melalui persepsi yang seringkali diartikan sebagai pendapat, sikap dan penilaian. Persepsi merupakan sebuah proses yang digunakan seorang individu dengan cara memilih, mengorganisasi dan menginterprestasikan kritikan-kritikan informasi untuk menciptakan gambaran dunia yang akan memikiki sebuah arti. Persepsi merupakan proses internal untuk melakukan pemilihan, mengevaluasi, dan mengorganisasikan dorongan dari lingkungan eksternal (Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, 1998). Persepsi tidak bergantung pada dorongan fisik tetapi bisa juga karena dorongan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar serta keadaan seorang individu yang mengalaminya (Davidoff dalam Bimo Walgito, 1997). Menurut Bono (2007) persepsi merupakan cara seorang individu melihat sesuatu, perasaan dan reaksi berdasarkan yang dilihat individu di balik semua itu. 2. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Persepsi pada seorang individu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Bimo Walgito (2003) mengatakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang bersifat didalam diri individu itu sendiri seperti pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor lingkungan yang mana persepsi itu berlangsung. 4. Kerangka Teori penelitian Citra tubuh

Konsep diri Merupakan pembentukan diri seseorang.

Ideal diri

Identitas diri

Persepsi remaja Peran diri

Memandang sebuah permasalahan yang ada. Kenakalan remaja

Faktor keluarga

Faktor sekolah

Faktor lingkungan masyarakat

Bentuk kenakalan dilakukan :     

Napza Merokok Seks bebas Berbohong Bolos sekolah

Gambar 1.1 Kerangka Teori Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa penelitian kuantitatif. Metode ini disebut dengan metode kuantitatif karena data penelitian berupa angkaangka dan analisis menggunakan statistik. Menurut Sugiyono metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, penggumpulan data menggunakan isntrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan (2014). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan konsep diri dengan persepsi terhadap kenakalan remaja. B. Variabel Penelitian Variabel merupakan obyek penelitian yang menjadi pusat perhatian suatu penelitian yang bervariasi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengaruh konsep diri dengan persepsi penyebab kenakalan remaja. C. Definisi Operasional Anshori dan Iswati emnjelaskan bahwa definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti atau menspesifikasi kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur varibael atau konstrak tersebut (2009). Lalu menurut Azwar definisi operasional diartikan suatu definisi mengenain variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati. Nazir mengatakan bahwa definisi operasional dapat dibedakan menjadi dua yakni definisi operasional yang diukur atau definisi operasional eksperimental. Definisi operasional yang diukur memberikan gambaran bagaimana varibael atau konstrak tersebut diukur, sedangkan definisi operasional eksperimental adalah mendefinisikan variabel atau konstrak dengan keterangan-keterangan percobaan yang dilakukan terhadap variabel atau konstrak tersebut. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Kenakalan Remaja Kenakalan remaja merupakan suatu perilaku menyimpang dan merujuk pada pelanggaran yang tidak dapat diterima secara sosial, dan merupakan pelanggaran pada norma-norma yang ada didalam masyrakat. Banyak kenakalan-kenakalan yang sudah biasa dilakukan oleh remaja diantaranya pada saat berada di bangku sekolah SMA, biasanya kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh remaja tersebut adalah seperti merokok, membolos sekolah, berbohong, berkata kotor, dan lain-lain. 2. Konsep Diri Konsep diri merupakan cara pandang individu terhadap dirinya dari beberapa aspek dengan menilai apa yang dilihat orang lain dari dirinya baik itu dari segi fisik, psikologis, sosial, etika-moral dan lain-lain. D. Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adala siswa SMA ........ Samarinda. Pemilihan subyek ke dalam sampel dilakukan dengan cara purporive sampling. Teknik ini dilakukan dengan memilih subyek berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat tertentu yang dipandang memiliki hubungan erat dengan ciri-ciri sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. (Hadi,1997). Berdasarkan hal tersebut, maka subyek yang diteliti adalah : a.

Subyek berjenis kelamin laki-laki dan perempuan

b.

Individu pada usia remaja dengan rentang usia 13-18 tahun.

E. Metode Pengumpulan Data Pen F. Kerangka Kerja G. Populasi, Sampel dan Sampling 1. Populasi Populasi dapat diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah remaja SMA. 2. Sampel 3. Sampling H. Identifikasi Variabel

Sugiyono 2014 menjelaskan variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Dinamakan variabel karena variasinya. Misalnya berat badan dapat dikatakan variabel, karena berat badan sekelompok orang itu bervariasi antara satu orang dengan yang lain. Prasetyo dan jannah mengatakan bahwa variabel dalam penelitian kuantitatif dapat dibedakan emnjadi dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat (2005). Menurut kasiram varibel bebas yaitu variabel yang menjadi sebab atau yang mempenagruhi variabel terikat, sedangkan variabel terikat yaitu variabel yang menajdi akibat atau dipengaruhi (2010). Penelitian terdiri dari dua variabel, yaitu satu variabel bebas (X=Konsep diri) dan satu variabel terikat (Y=Kenakalan remaja). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan konsep diri dengan kenakalan remaja dengan hanya memfokuskan bagaimana variabel konsep diri memengaruhi variabel kenakalan remaja. I. Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Instrumen 2. Lokasi 3. Prosedur 4. Cara analisis data J. Masalah Etika Etika penelitian berasal dari bahasa Yunani ethos. Istilah etika bila ditinjau dari aspek estimologis memiliki makna kebiasaan dan peraturan perilaku yang berlaku dalam masyarakat. Menurut Sastrapratedja (2004), etika dalam konteks filsafat merupakan refleksi filsafat atas moralitas masyarakat sehingga etika disebut pula etika sebagai filsafat moral. Etika membantu manusia untuk melihat secara kritis moralitas yang dihayati masyrakat, etika juga membantu kita untuk merumuskan pedoman etis yang lebih adekuat dan norma-norma baru yang dibutuhkan karena adanya perubahan yang dinamis dalam tata kehidupan masyarakat. Sedangkan etika dalam ranah penelitian lebih menunjuk pada prinsip-prinsip etis yang diterapkan dalam kegiatan penelitian. Secara garis besar, dalam melaksanakan sebuah penelitian ada empat prinsip yang harus dipegang teguh (Milton, 1999), yakni: 1. Menghormati harkat dan martabat manusia

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek untuk mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian. Beberapa tindakan yang terkait dengan prinsip menghormati harkat dan martabat manusia adalah peneliti mempersipakan formulir pesertujuan subjek, yang terdiri dari : a.

Penjelasan manfaat penelitian

b.

Penjelasan kemungkinan resiko dan ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan

c.

Penjelasan manfaat yang akan didapatkan

d.

Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan subjek berkaitan dengan prosedur penelitian

e.

Persetujuan subjek dapat mengundurkan diri kapan saja

f.

Jaminan anominitas dan kerahasiaan

2. Kehormatan privasi dan kerahasiaan subjek penelitian Setiap manusia memiliki hak-hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasan individu. Pada dasarnya penelitian akan memberikan akibat terbukanya-terbukanya individu termasuk informasinya diketahui oleh orang lain, sehingga peneliti memperhatikan hak-hak dasar individu tersebut. Dalam aplikasinya, peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas baik nama maupun alamat asal subjek dalam kursioner dan alat ukur apapun untuk menjaga anominitas dan kerahasiaan klentitas subjek. Peneliti dapat menggunakan koding (inisial atau identification number) sebagai pengganti identitas responden. 3. Keadilan dan inklusivitas Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk memenuhi prinsip keterbukaan,

penelitian

dilakukan

secara

jujur,

hati-hati

profesional,

berperikemanusiaan, dan memperhatikan faktor-faktor ketepatan kesesakmaan, kecemasan, intimitas, psikologis serta perasaan religius, subjek penelitian. Lingkungan penelitian dikondisikan agar memenuhi prinsip keterbukaan yaitu kejelasan prosedur penelitian. Keadilan memiliki bermacam-macam teori, namun yang terpenting adalah bagaimana keuntungan dan beban harus didistribusikan diantara anggota kelompok masyarakat. Prinsip keadilan menekankan sejauh mana kebijakan penelitian membagikan keuntungan dan beban secara merata atau menurut kebutuhan, kemampuan, kontribusi dan pilihan bebas masyarakat. Sebagai contoh dalam prosedur penelitian, peneliti mempertimbangkan aspek keadilan

gender dan hak subyek untuk mendapatkan perlakuan yang sama baik sebelum, selama, maupun sesudah berpartisipasi dalam peneltiian. 4. Memperhitungkan manfaa dan kerugian yang ditimbulan. Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek penelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi. Apabila intervensi penelitian berpotensi mengakibatkan cedera atau stress tambahan maka subjek dikeluarkan dari kegiatan penelitian untuk mencegah terjadinya cedera, kesakitan, stres, maupun kematian subjek penelitian.

Related Documents

Bab 1 Newnewnewnew (1).docx
November 2019 7
Bab 1
June 2020 41
Bab 1
May 2020 48
Bab 1
October 2019 61
Bab 1
November 2019 61
Bab 1
July 2020 45

More Documents from ""