BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab paling utama tingginya angka kesakitan (mordibity) dan angka kematian (mortality) terutama pada Negaranegara berkembang seperti halnya Indonesia. Penyakit infeksi merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya mikroba patogen (Darmadi, 2008). Salah satu penyebab penyakit infeksi adalah bakteri (Radji, 2011). Menurut penelitian WHO (World Health Organization) pada rumah sakit berasal dari 14 negara yang berada di empat kawasan (regional) WHO, sekitar 8.7% penderita yang dirawat di rumah sakit mengalami infeksi nosokomial rumah sakit. Studi surveilans dari tahun 2007-2010 pada unit perawatan intensif (Intensive Care Unit-ICU) di Amerika Latin, Asia, Afrika, dan Eropa, menunjukkan bahwa infeksi-infeksi yang berhubungan dengan sirkulasi darah, dan pneumonia akibat penggunaan alat ventilator, serta infeksi saluran kemih akibat penggunaan kateter yang dilaporkan dari negara-negara yang diteliti di luar USA lebih tinggi frekwensinya dibandingkan dengan kejadian yang dilaporkan dari ICU di USA. Penelitian
tersebut
juga
menunjukkan
bahwa
frekwensi
MRSA
(Methicillinresistant Staphylococcus aureus), spesies Enterobacter yang resisten terhadap ceftriaxone, serta Pseudomonas aeruginosa yang resisten terhadap fluoroquinolone juga lebih tinggi frekwensinya di negara-negara di luar USA. Suatu penelitian pada anak-anak di Afrika menunjukkan bahwa mikroba penyebab bakteremia nosokomial rumah sakit berbeda jenisnya dari mikroba penyebab bakteremia yang terjadi pada penduduk di luar rumah sakit. Bakteremia nosokomial menyebabkan meningkatnya angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) serta memperpanjang waktu rawat inap di rumah sakit. Karena data-data infeksi nosokomial rumah sakit di negara-negara miskin tidak diketahui, sehingga keadaan ini akan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang harus lebih diperhatikan. Sekitar 5-10% penderita yang dirujuk ke bagian kedaruratan rumah sakit atau fasilitas keperawatan, yang di USA saja dapat mencapai satu juta orang penderita setiap tahunnya. Infeksi yang didapat di rumah sakit biasanya berhubungan dengan tatalaksana diagnosis dan pengobatan
yang dilakukan terhadap penderita yang dirawat karena sakit atau karena mengalami cedera. The Centers for Disease Control (CDC) USA menyatakan bahwa 36% dari infeksi tersebut dapat dicegah melalui penatalaksanaan yang ketat dalam merawat penderita. Masalah yang menyebabkan infeksi ini sulit ditangani adalah bahwa pada waktu baru masuk rumah sakit, sistem imun kesehatan penderita sudah dalam kondisi yang rendah (immunocompromised). Penyakit nosokomial yang didapat di rumah sakit dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, atau parasit. Mikroorganisme ini bisa berasal dari dalam tubuh penderita sendiri (sumber endogin) atau mungkin berasal dari sumber eksogin, yaitu dari lingkungan, dari perlengkapan rumah sakit yang tercemar, dari petugas rumah sakit, atau berasal dari penderita lain yang sedang dirawat di rumah sakit tersebut. Sumber endogin adalah bagian tubuh yang biasanya menjadi tempat hidup koloni mikroorganisme, misalnya nasofaring, alat pencernaan atau saluran urogenital.
B. Tujuan Penulisan Untuk mengetahui epidemiologi dan pengendalian penyakit penyakit ( penyebab infeksi pada manusia ditinjau dari pengertian, etiologi, aspek fisiologi, pathogenesis , patologi diagnosa, terapi/ pengobatan dan pencegahan pada infeksi Nosokomial).
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Infeksi adalah peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme di dalam tubuh pejamu yang mampu menyebabkan sakit (Linda Tietjen, 2007). Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat seseorang dalam waktu 3x24 jam sejak mereka masuk rumah sakit (Depkes RI, 2010). Infeksi nosokomial diakibatkan oleh pemberian layanan kesehatan dalam fasilitas perawatan kesehatan. Rumah sakit merupakan satu tempat yang paling mungkin mendapat infeksi karena mengandung populasi mikroorganisme yang tinggi dengan jenis virulen yang mungkin resisten terhadap antibiotik (Perry & Potter, 2007).
B. Etiologi Mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial (WHO, 2002): a. Conventional pathogens Menyebabkan penyakit pada orang sehat, karena tidak adanya kekebalan
terhadap
kuman
tersebut:
Staphylococcus
aureus,
streptococcus, salmonella, shigella, virus influenza, virus hepatitis. b. Conditional pathogens Penyebab penyakit pada orang dengan penurunan daya tahan tubuh terhadap kuman langsung masuk dalam jaringan tubuh yang tidak steril: pseudomonas, proteus, klebsiella, serratia, dan enterobacter. c. Opportunistic pathogens Menyebabkan penyakit menyeluruh pada penderita dengan daya tahan tubuh sangat menurun: mycobacteria, nocardia, pneumocytis.
C. Aspek Fisiologi Nosokomial Infeksi Aspek fisiologi nosokomial dapat disebabkan oleh berbagai jenis patogen, yang berbeda jenisnya, tergantung pada perbedaan populasi penderita, pengaturan sarana perawatan kesehatan, dan perbedaan negara. Aspek fisiologi patogen penyebab infeksi nosokomial dapat berupa bakteri, virus, parasit dan jamur.
a. Bakteri Bakteri merupakan patogen yang paling sering menjadi penyebab infeksi nosokomial. Bakteri dapat dikelompokkan menjadi bakteri komensal (commensal bacteria) dan bakteri patogenik (patogenic bacteria). 1) Bakteri komensal Kelompok bakteri ini didapatkan sebagai flora normal usus manusia sehat, yang berperan penting dalam mencegah perkembang biakan mikroorganisme patogen. Sebagian bakteri komensal dapat menyebabkan infeksi jika hospes alaminya mengalami penurunan daya tahan tubuh. Misalnya, staphylococcus koagulase negatif yang terdapat di kulit dapat menimbulkan infeksi intravaskuler dan Escherechia coli yang terdapat di usus dapat menyebabkan infeksi saluran kencing. 2) Bakteri patogenik Bakteri kelompok ini memiliki virulensi yang tinggi, dan dapat menyebabkan infeksi yang sporadik atau epidemik, misalnya :
Bakteri anaerobik Gram-positif (misalnya Clostridium) yang menyebabkan gangren ;
Bakteri Gram-positif (misalnya Staphylococcus aureus yang terdapat di kulit dan hidung penderita atau staf rumah sakit) dapat menyebar melalui darah dan menyebabkan infeksi di paru, tulang, paru dan jantung. Kuman ini sering berkembang menjadi kuman yang kebal terhadap antibiotika. Selain Staphylococcus aureus, kuman Streptococcus beta-hemolyticus juga penting sebagai penyebab infeksi nosokomial.
Bakteri Gram-negatif: Enterobacteriaceae (misalnya Escherechia coli, Proteus, Klebsiella, Enterobacter, dan Serratia marcescens) yang terdapat melekat di pipa kateter, kateter kandung kemih, dan di tempat masuk kanula, pada penderita dengan imunitas rendah, dapat menyebabkan infeksi yang berbahaya (misalnya terjadi bakteremia,
infeksi
peritoneum,
infeksi
luka
di
tempat
pembedahan). Kuman-kuman ini juga bisa berkembang menjadi kuman yang resisten terhadap antibiotika.
Kuman Gram-negatif, misalnya Pseudomonas spp. Yang sering ditemukan di air dan tempat lembab, dapat berkembang biak di saluran pencernaan penderita yang sedang rawat inap di rumah sakit.
Bakteri yang berisiko untuk menimbulkan infeksi nosokomial di rumah sakit antara lain adalah Legionella spp., yang dapat menyebabkan pneumonia sporadik atau endemik melalui inhalasi udara yang mengandung air tercemar berasal dari AC, shower, atau aerosol terapeutik.
b. Virus Infeksi nosokomial dapat disebabkan berbagai jenis virus, termasuk virus-virus hepatitis B dan C, respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enterovirus. Virus hepatitis B dan C dapat ditularkan melalui darah transfusi, dialisis, suntikan, dan endoskopi, sedangkan enterovirus dapat ditularkan melalui jalur penularan tangan- ke mulut atau jalur penularan tinja-mulut. Virus-virus lain yang dapat ditularkan sebagai infeksi nosokomial. antara lain adalah cytomegalovirus, HIV, Ebola, virus infl uenza, virus herpes simplex dan virus vaicella-zoster. c. Parasit dan jamur Protozoa usus, misalnya Giardia lamblia mudah ditularkan dalam kelompok dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit lainnya merupakan organisme oportunis dan menyebabkan infeksi pada penderita yang mendapatkan pengobatan antibiotika dalam jangka waktu yang lama dan dalam keadaan imunosupresi yang berat. Contoh jamur dan parasit ini antara lain adalah Candida albicans, Aspergillus spp., Cryptococcus neoformans, dan Cryptosporidium. Organisme-organisme ini merupakan penyebab utama infeksi sistemik yang dialami oleh penderita-penderita dengan immunocompromised. Pencemaran lingkungan melalui udara dengan Aspergillus spp. yang berasal dari debu dan tanah juga dapat juga terjadi, terutama pada waktu dilakukan perbaikan/konstruksi rumah sakit. Sarcoptes scabiei penyebab penyakit scabies (gudig atau kudis) adalah
ektoparasit yang dapat menimbulkan wabah berulang di lingkungan fasilitas perawatan kesehatan.
D. Patogenesis penyakit nasokomial Infeksi akan dimulai dari tempat masuknya mikoorganisme dan akan menimbulkan infeksi setempat (lokal) dan menimbulkan gejala klinis yang terbatas. Sebagai contoh, luka operasi di perut yang mengalami infeksi, daerah sekitar luka akan menjadi merah, panas, dan nyeri. Infeksi umum akan terjadi jika organisme memasuki aliran darah dan akan menimbulkan gejala klinis sistemik, berupa demam, menggigil, penurunan tekanan darah, atau gangguan mental. Keadaan ini dapat berkembang menjadi sepsis, suatu keadaan yang berbahaya, karena menyerang berbagai organ dengan cepat dan bersifat progresif. Keadaan ini kadangkadang disebut “keracunan darah” yang dapat menyebabkan kematian penderita. Infeksi nosokomial rumah sakit dapat terjadi akibat tindakan pembedahan, penggunaan kateter pada saluran kemih, hidung, mulut atau yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah. Selain itu benda-benda yang berasal dari hidung atau mulut yang terhirup masuk ke dalam paru-paru. Infeksi nosokomial rumah sakit yang paling sering terjadi adalah infeksi saluran kemih (urinary tract infection-UTI), pneumonia karena penggunaan ventilator, dan infeksi luka operasi. Sumber-sumber infeksi lainnya dapat berasal dari kateter vena sentral, dan berasal dari pipa endotrakeal yang dimasukkan ke lambung dari mulut. Melalui kateter ini bakteri masuk ke dalam tubuh melewati bagian luar pipa kateter, lalu mendapatkan jalan masuk ke dalam aliran darah. Infeksi nosokomial yang ditularkan melalui kateter ini menjadi penyebab 4-20% kematian penderita.
E. Patologi Diagnosis Infeksi Nosokomial Patologi diagnosis infeksi nosokomial ditetapkan berdasar atas gejala klinis infeksi di tempat dilakukan operasi dan di tempat terjadinya infeksi. a. Gambaran klinis di daerah infeksi
Di tempat dilakukan operasi terjadi pengeluaran nanah, abses, atau penyebaran selulitis pada tempat operasi, beberapa bulan sesudah dilakukan operasi.
Infeksi pada saluran kencing menunjukkan kultur urine positif 1 atau 2 spesies bakteri dengan konsentrasi lebih dari 105 bakteri per ml, dengan atau tanpa gejala klinis.
Infeksi pada saluran pernapasan, terdapat sedikitnya dua gejala klinis yang dialami selama dirawat di rumah sakit antara lain batuk, dahak purulen, dan adanya infi ltrat baru di paru yang tampak pada gambaran radiografi dada yang terkait dengan infeksi yang sedang berlangsung.
Terjadi keradangan pada tempat cateter vaskuler, limfangitis atau pengeluaran cairan purulen pada tempat masuk kateter.
Demam septikemik terjadi dan sedikitnya terdapat satu kultur atau biakan darah yang positif.
b. Sebaran infeksi nosokomial Sebaran infeksi nosokomial menunjukkan bahwa saluran kemih merupakan sumber utama terjadinya infeksi nosokomial, diikuti oleh saluran pernapasan bagian bawah, tempat pembedahan, bagian lain saluran pernapasan, serta jaringan kulit dan jaringan lunak. 1) Infeksi saluran kemih. Infeksi nosokomial yang paling sering terjadi disebabkan penggunaan kateter kandung kemih. Infeksi pada saluran kencing meskipun morbiditasnya lebih rendah dibanding infeksi nosokomial lainnya, tetapi kadang-kadang menyebabkan terjadinya bakteremia dan kematian penderita. Kriteria mikrobiologi untuk menetapkan terjadinya infeksi nosokomial adalah: kultur urin positif lebih dari atau sama dengan 105 mikroorganisme per ml; paling banyak terdapat 2 spesies mikroba yang dapat diisolasi. Bakteri dapat berasal dari flora usus normal (Escherichia coli) atau yang didapat di rumah sakit (Klebsiella yang multiresisten). 2) Infeksi di tempat dilakukan operasi. Penetapan sebagai infeksi nosokomial berdasar pada gejala klinik berupa keluarnya nanah di sekitar luka atau tempat masuknya pipa saluran (drain), atau terjadi penyebaran selulitis dari luka bedah. Infeksi nosokomial yang terjadi di daerah pembedahan berkisar antara 0,5 sampai 15% tergantung pada jenis pembedahan dan keadaan kesehatan
penderita. Terjadinya infeksi nosokomial di daerah pembedahan memperpanjang masa rawat inap pasca bedah yang berkisar antara 3 dan 20 hari. Infeksi pada luka bedah dapat terjadi di tempat luka bedah selama operasi sedang berlangsung, dapat bersifat eksogen yang berasal dari luar daerah operasi, misalnya dari udara, berasal dari alat-alat bedah, dari dokter bedah dan perawat, atau bersifat endogen yang berasal dari flora kulit, atau dari tempat operasi, atau kadangkadang berasal dari darah yang digunakan dalam operasi. Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi nosokomial bermacam-macam jenisnya tergantung pada macam dan lokasi pembedahan, dan dari jenis antimikroba yang diberikan pada penderita. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial di tempat pembedahan selama berlangsungnya pembedahan adalah teknik dan cara kerja pembedahan (misalnya kebersihan), lama berlangsungnya operasi, dan kondisi kesehatan umum penderita. Faktor lainnya adalah adanya benda asing termasuk drain (pipa saluran), virulensi mikroorganisme, adanya infeksi di tempat lain, pencukuran rambut preoperasi, dan kerjasama tim pembedah. 3) Pneumonia nosokomial. Pneumonia nosokomial dapat terjadi pada berbagai kelompok penderita yang berbeda, yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU) yang dilengkapi ventilator. Mikroorganisme dapat ditemukan di dalam lambung, di jalan napas bagian atas dan bronki dapat menyebabkan infeksi paru (pneumonia). Mikroba penyebabnya terutama bersifat endogen yang berasal dari sistem pencernaan atau hidung dan tenggorok, atau dapat juga bersifat eksogen yang berasal dari alat bantu pernapasan yang tercemar mikroba. Dasar penetapan diagnosis pneumonia didasarkan pada kriteria klinik dan radiologik, adanya dahak bernanah, dan adanya demam. Disamping terkait dengan pencemaran ventilator, infeksi nosokomial pneumonia dipengaruhi oleh keadaan kesadaran penderita. Bronchiolitis viral (respiratory syncytial virus- RSV) sering ditemukan di unit perawatan anak, sedangkan influenza dan pneumonia bakterial sekunder sering ditemukan di rumah perawatan orang lanjut
usia. Pada penderita immunocompromized yang rendah daya tahan tubuhnya, pneumonia dapat disebabkan oleh Legionella dan jamur Aspergillus. Di negara-negara dengan jumlah penderita tuberkulosis yang tinggi, terutama yang multiresisten, penularan di pusat layanan kesehatan bisa menjadi masalah kesehatan yang penting. 4) Bakteremia nosokomial Meskipun frekuensi bakteremia nosokomial hanya 5% dari seluruh infeksi nosokomial, tetapi angka kematian akibat bakteremia nosokomial adalah tinggi. Pada beberapa jenis mikroorganisme angka kematian bisa lebih dari 50%, misalnya pada infeksi nosokomial oleh Staphylococcus koagulase-negatif yang multiresisten, dan yang disebabkan oleh Candida. Infeksi dapat terjadi pada kulit di tempat masuknya jarum pada tindakan intravaskuler, atau di tempat masuknya kateter di daerah subkutan (infeksi terowongantunnel infection).
Infeksi nosokomial lainnya. Tempat terjadinya infeksi nosokomial lainnya, adalah: o Infeksi kulit dan jaringan lunak, misalnya luka terbuka dan luka bakar, menjadi tempat berkembang biaknya bakteri yang kemudian menyebabkan terjadinya infeksi sistemik. o Infeksi pencernaan atau gastroenteritis nosokomial pada anak penyebab utamanya adalah rotavirus, sedangkan pada orang dewasa di negara berkembang penyebab utamanya adalah Clostridium difficale. o Sinusitis, infeksi enterik lainnya, infeksi mata dan konjungtiva dapat menjadi tempat awal terjadinya infeksi nosokomial. o Endometritis dan infeksi organ reproduktif yang terjadi sesudah proses persalinan dapat merupakan infeksi nosokomial.
F. Pengobatan/ Terapi Sesudah ditentukan penyebab infeksinya, jika penyebabnya adalah bakteri, dilakukan uji kepekaan terhadap antibiotika sehingga penderita dapat segera diobati dengan tepat. Sambil menunggu hasil uji kepekaan antibiotik, pengobatan dapat dimulai menggunakan antibiotik spektrum lebar, misalnya penisilin, cefalosporin, tetrasiklin, atau eritromisin. Jika bakteri yang ditemukan
sudah resisten terhadap antibiotik spektrum lebar standard yang dicobakan, maka antibiotik yang lebih kuat yang biasanya masih efektif dapat diberikan, yaitu vancomycin atau imipenem. Jika penyebab infeksi adalah jamur, dapat diberikan obat-obatan antijamur, misalnya amphotericin B, nystatin, ketoconazole, itraconazole dan fl uconazole. Virus tidak dapat diobati dengan antibiotik. Sejumlah obat antiviral telah diuji cobakan untuk menghambat reproduksi virus, misalnya acyclovir, ganciclovir, foscarnet, dan amantadine
G. Pencegahan Tindakan yang dapat dilakukan oleh rumah sakit untuk mencegah penyebaran infeksi nosokomial rumah sakit, antara lain adalah:
Isolasi penderita yang sudah diketahui penyebab infeksinya
Pengawasan dan pengendalian infeksi untuk setiap 200 tempat tidur
Identifikasi semua prosedur berisiko tinggi dan kemungkinan adanya sumber infeksi lainnya
Melaksanakan dengan tegas aturan untuk mencuci tangan bagi petugas kesehatan dan pengunjung untuk mencegah penularan mikroorganisme ke penderita atau penularan antar penderita yang dirawat
Melaksanakan dengan ketat pelaksanaan teknik aseptik pada semua prosedur termasuk penggunaan pakaian steril, sarung tangan, masker, dan alat pencegah penularan lainnya
Melakukan sterilisasi semua alat kesehatan yang digunakan ulang, misalnya ventilator, pelembab ruangan, dan semua hal yang berhubungan dengan saluran pernapasan
Mengganti sesering mungkin perban penutup luka dan memberikan salep antibiotik di bawah perban.
Lepaskan pipa nasogastrik dan endotrakeal sesegera mungkin sesudah tidak diperlukan lagi.
Menggunakan kateter vena yang sudah dibubuhi antibakteri untuk mencegah bakteri agar tidak dapat masuk ke dalam aliran darah
Mencegah kontak petugas kesehatan dengan sekresi pernapasan dengan menggunakan pelindung, misalnya masker
Menggunakan kateter urine yang sudah dilapisi silveralloy untuk mencegah bakteri menginfeksi kandung kemih
Kurangi penggunaan prosedur berisiko tinggi dan lama pemakaian alat-alat berisiko tinggi misalnya kateterisasi saluran kemih
Melakukan sterilisasi semua instrumen medis dan perlengkapan lainnya untuk mencegah kontaminasi
Mengurangi penggunaan antibiotik secara berlebihan agar tidak menganggu sistem imun penderita dan mengurangi terjadinya resistensi bakteri.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Infeksi
nosokomial diakibatkan oleh pemberian layanan kesehatan dalam
fasilitas perawatan kesehatan. Rumah sakit merupakan satu tempat yang paling mungkin mendapat infeksi karena mengandung populasi mikroorganisme yang tinggi dengan jenis virulen yang mungkin resisten terhadap antibiotik (Perry & Potter, 2007). Mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial (WHO, 2002): a. Conventional pathogens b. Conditional pathogens c. Opportunistic pathogens Aspek fisiologi patogen penyebab infeksi nosokomial dapat berupa bakteri, virus, parasit dan jamur. Patologi diagnosis infeksi nosokomial ditetapkan berdasar atas gejala klinis infeksi di tempat dilakukan operasi dan di tempat terjadinya infeksi. Gambaran klinis di daerah infeksi Sebaran infeksi nosokomial Tindakan yang dapat dilakukan oleh rumah sakit untuk mencegah penyebaran infeksi nosokomial rumah sakit, antara lain adalah:
Isolasi penderita yang sudah diketahui penyebab infeksinya
Identifikasi semua prosedur berisiko tinggi dan kemungkinan adanya sumber infeksi lainnya
Melaksanakan dengan tegas aturan untuk mencuci tangan bagi petugas kesehatan dan pengunjung untuk mencegah penularan mikroorganisme ke penderita atau penularan antar penderita yang dirawat
B. Saran Diharapakan mahasiswa keperawatan mengetahui epidemiologi dan pengendalian penyakit penyakit ( penyebab infeksi pada manusia ditinjau dari pengertian, etiologi, aspek fisiologi, pathogenesis , patologi diagnosa, terapi/ pengobatan dan pencegahan pada infeksi Nosokomial).
Soal 1. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat seseorang dalam waktu 3x24 jam sejak mereka masuk rumah sakit, dari penjelasan diatas merupakan pengertian dari… a. Perry, 2008 b. Depkes RI, 2010 c. Potter, 2007 d. Linda Tietjen, 2007 2. Yang merupakan patologi diagnosis infeksi nosokomial ditetapkan berdasar atas gejala klinis infeksi di tempat dilakukan operasi dan di tempat terjadinya infeksi adalah… a. Gambaran klinis di daerah infeksi b. Sebaran infeksi nosokomial c. A dan B benar d. A dan B salah 3. Aspek fisiologi patogen penyebab infeksi nosokomial adalah……. a. Bakteri, virus, dan Jamur b. Bakteri dan Virus c. Bakteri, parasit, dan jamur. d. Bakteri, virus, parasit dan jamur 4. Pencegahan infeksi nosokomial dibawah ini yang benar adalah….. 1) Isolasi penderita yang sudah diketahui penyebab infeksinya 2) Pengawasan dan pengendalian infeksi untuk setiap 200 tempat tidur 3) Identifikasi semua prosedur berisiko tinggi dan kemungkinan adanya sumber infeksi lainnya 4) Melaksanakan dengan tegas aturan untuk mencuci tangan bagi petugas kesehatan dan pengunjung untuk mencegah penularan mikroorganisme ke penderita atau penularan antar penderita yang dirawat a. 1 dan 4 b. 2 dan 3 c. 1,3 dan 4 d. Semua benar 5. Penyebab penyakit pada orang dengan penurunan daya tahan tubuh terhadap kuman langsung masuk dalam jaringan tubuh yang tidak steril:
pseudomonas, proteus,
klebsiella, serratia, dan enterobacter adalah pengertian dari……
a. Conditional pathogens b. Opportunistic pathogens c. Conventional pathogens d. Conditional opportunistic pathogens 6. Pengobatan yang bisa diberikan berupa obat pada pasien infeksi nosokomial yang disebabkan oleh jamur adalah… a. Ganciclovir dan foscarnet b. Acyclovir c. Amphotericin B, Nystatin, dan ketoconazole d. Acyclovir, ganciclovir, foscarnet, dan amantadine 7. Yang merupakan sebaran infeksi nosokomial dibawah yang paling benar
ini
adalah….. a. Infeksi saluran kemih, dan pneumonia nosokomial b. Infeksi di tempat dilakukan operasi, dan infeksi saluran kemih c. Pneumonia nosokomial, bakteremia nosokomial, infeksi saluran kemih dan Infeksi di tempat dilakukan operasi d. Bakteremia nosokomial, pneumonia nosokomial, dan infeksi saluran kemih 8. 1) Bakteri anaerobik Gram-positif 2) Bakteri Gram-positif 3) Bakteri Gram-negatif Yang di atas merupakan bagian dari bakteri…. a. Bakteri komensal b. Bakteri patogenik c. Bakteri anaerobic d. Bakteri Arobic 9. Menyebabkan penyakit pada orang sehat, karena tidak adanya kekebalan terhadap kuman tersebut: Staphylococcus aureus, streptococcus, salmonella, shigella, virus influenza, virus hepatitis adalah pengertian dari….. a. Conditional pathogens b. Opportunistic pathogens c. Conventional pathogens d. Conditional opportunistic pathogens
10. Infeksi akan dimulai dari tempat masuknya mikoorganisme dan akan menimbulkan infeksi setempat (lokal) dan menimbulkan gejala klinis yang terbatas… adalah penjelasan dari. a. Pengertian dari infeksi b. Pengobatan dari infeksi nosokomial c. Aspek fisiologi infeksi nosokomial d. Patogenesis penyakit nasokomial
DAFTAR PUSTAKA
Glossary for Nosocomial infections, 2013. Right Diagnosis from healthgrades. http://www.rightdiagnosis.com/-/ nosocomialinfection Glossary for Nosocomial infections,2013. Right Diagnosis from healthy grades. Glossary, Infectious Disease Department of Health, State Government of Victoria,2007.Epidemiology
and
surveillance
http://www.health.vic.gov.au WHO.2002. Prevention of hospital-acquired infections: A practical guide. 2nd edition WHO/CDS/CSR/EPH/2002/12