Bab 1 Fix.rtf

  • Uploaded by: Diofani Putri
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 1 Fix.rtf as PDF for free.

More details

  • Words: 2,998
  • Pages: 14
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh seseorang. Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian di Negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebagaimana uraian tersebut, maka dalam makalah ini saya akan membahas mengenai salah satu masalah yang diakibatkan oleh terjadinya infeksi terhadap jaringan otak oleh virus, bakteri, cacing, protozoa, jamur, atau ricketsia, yang biasa disebut dengan encephalitis

Ensefalitis adalah infeksi intrakranial dapat melibatkan jaringan otak atau lapisan yang menutupi otak yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur. Penyembuhannya dapat sembuh total atau komplit sampai pada menimbulkan penurunan neurologis( Riyadi & Suharsono, 2010) 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud esefalitis ? 2. Apa tanda dan gejala dari ensefalitis ? 3. Bagaimana proses terjadinya ensefalitis ? 4. Tindakan apa yang dilakukan pada pasien ensefalitis ? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui penyakit ensefalitis pada anak 2. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari penyakit ensefalitis 3. Untuk mengetahui proses terjadinya penyakit ensefalitis 4. Untuk mengetahui tindakan yang baik pada pasien ensefalitis 1.4 Manfaat Mengetahui peyakit ensefalitis yang sangat berbahaya bagi anak dapat menjadikan kita lebih mengerti apa saja yang menyebab penyakit tersebut agar dapat berhati-hati dan tetap mejaga pola hidup bersih dan sehat agar terhindar dari penyakit-penyakit berbahaya dan mematikan.

BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Konsep Dasar Ensefalitis 1

Ensefalitis adalah infeksi intrakranial dapat melibatkan jaringan otak atau lapisan yang menutupi otak yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur. Penyembuhannya dapat sembuh total atau komplit sampai pada menimbulkan penurunan neurologis( Riyadi & Suharsono, 2010) Encephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi. Paling sering infeksi ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak. 2.2 Patofisiologi Rangkaian peristiwa yang terjadi berbeda-beda, sesuai dengan agen penyakit dan pejamu. Pada umumnya virus ensefalitis termasuk sistem limfatik, baik berasal dari menelan enterovirus akibat gigitan nyamuk atau serangga lain. Didalam sistem limfatik ini terjadi perkembangbiakan dan penyebaran ke dalam aliran darah yang mengakibatkan infeksi pada beberapa organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural), ditemukan penyakit demam nonpleura, sistemis, tetapi jika terjadi perkembangbiakan lebih lanjut dalam organ yang terserang, terjadi pembiakan dan penyebaran virus sekunder dalam jumlah besar. Invasi ke susunan saraf pusat akan diikuti oleh bukti klinis adanya penyakit neurologis. Kemungkinan besar kerusakan neurologis disebabkan oleh (1) invasi langsung dan destruksi jaringan saraf oleh virus yang berproliferasi aktif atau (2) reaksi jaringan saraf terhadap antigen-antigen virus. Perusakan neuron mungkin terjadi akibat invasi langsung virus, sedangkan respon jaringan pejamu yang hebat mungkin mengakibatkan demielinisasi, kerusakan pembuluh darah dan perivaskular. Kerusakan pembuluh darah mengakibatkan gangguan peredaran darah dan menimbulkan tanda-tanda serta gejala-gejala yang sesuai. Penentuan besarnya kerusakan susunan syaraf pusat yang ditimbulkan langsung oleh virus dan bagaimana menggambarkan banyaknya perlukaan yang diperantarai oleh kekebalan, mempunyai implikasi teraupetik; agen-agen yang membatasi multiplikasi virus diindikasikan untuk keadaan pertama dan agen-agen yang menekan respons kekebalan selular pejamu digunakan untuk keadaan lain. (Nelson, 1992). Pada ensefalitis bakterial, organisme piogenik masuk ke dalam otak melalui peredaran darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus. Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari radang fokal di bagian lain di dekat 2

otak. Penyebaran langsung dapat melalui tromboflebitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah dan sinus paranasalis. Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada jaringan otak. Biasanya terdapat di bagian substantia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai darah. Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluhpembuluh darah dan agregasi leukosit yang sudah mati. Di daerah yang mengalami peradangan tadi timbul edema, perlunakan dan kongesti jaringan otak disertai peradangan kecil. Di sekeliling abses terdapat pembuluh darah dan infiltrasi leukosit. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk ruang abses. Mula- mula dindingnya tidak begitu kuat, kemudian terbentuk dinding kuat membentuk kapsul yang konsentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit PMN, sel-sel plasma dan limfosit. Abses dapat membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subarakhnoid yang dapat mengakibatkan meningitis. (Harsono, 1996). Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja, juga sering mengenai jaringan selaput otak. Oleh karena itu ensefalitis virus lebih tepat bila disebut sebagai meningo ensefalitis. (Arif, 2000) Virus-virus yang menyebabkan parotitis, morbili, varisela masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut, VHS melalui mulut atau mukosa kelamin, virus yang lain masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau nyamuk. Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubella atau CMV. Virus memperbanyak diri secara lokal, terjadi viremia yang menyerang SSP melalui kapilaris di pleksus koroideus. Cara lain ialah melalui saraf perifer (gerakan sentripetal) misalnya VSH, rabies dan herpes zoster. Pertumbuhan virus berada di jaringan ekstraneural (usus, kelenjar getah bening, poliomielitis) saluran pernafasan atas mukosa gastrointestinal (arbovirus) dan jaringan lemak (coxackie, poliomielitis, rabies, dan variola). Di dalam SSP virus menyebar secara langsung atau melalui ruang ekstraseluler. Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron kemudian terjadi intracellular inclusion bodies, peradangan otak dan medulla spinalis serta edema otak. Terdapat juga peradangan pada pembuluh-pembuluh darah kecil, trombosis dan proliferasi astrosit dan mikroglia. Neuron yang rusak dimakan oleh makrofag disebut neurofagia yang khas bagi ensefalitisprimer. (Harsono, 1996). Kemampuan dari beberapa virus untuk tinggal tersembunyi (latent) merupakan hal yang penting pada penyakit sistem saraf oleh virus. Virus herpes simplek dan herpes zoster 3

dapat tinggal latent di dalam sel tuan rumah pada sistem saraf untuk dapat kembali aktif berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah infeksi pertama. (Khumer, 1987). Bakteri / Virus Mengenai CNS ENSEFALITIS

TIK

Kejaringan SSP

Panas/Sakit kepala

Mual ,muntah

Kerusakan SSP

Rasa Nyaman

BB turun

Gangguan Penglihatan

Kejang Spastik

Gangguan Bicara Nutrisi berkurang

Gangguan Pendengaran

Resiko Cedera

Gangguan Gerak

Resiko Kontraktur

Gangguan Sensori dan Motorik 2.3 Etiologi 1. Mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing, jamur,spirokaeta dan virus. Macam macam ensepalitis virus menurut robin : a. b.

Infeksi virus yang bersifat epidermik : golongan enterosvirus : poliomyelitis, virus coxsakie, virus ECHO. Golongan virus ARBO : Western equire encephalitis, St.louis encephalitis, Eatern

equir encephalitis, Japanese B.encephalitis, Murray velley encephalitis. Infeksi virus yang bersifat sporadic : rabies, herpes simplek, herpes zoster,

limfogranuloma, mumps, limphotic, choriomeningitis, dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.

4

c.

Encephalitis pacsa infeksio, pasca morbili, pacsca varisela, pasca rubella, pasca

vaksinia, pasca mononukleosis, infeksius dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik. 2. Reaksi toxsin seperti pada thypoid fever, campak, chicken pox. 3. Keracunan : arsenik, karbondioksida 2.4 Tanda dan Gejala Klinis Tanda dan gejala ensefalitis biasanya muncul antara 4-14 hari setelah gigitan nyamuk (masa inkubasi) dengan gejala utama berupa demam tinggi yang mendadak, perubahan status mental, gejala gastrointestinal, sakit kepala, disertai perubahan gradual gangguan bicara, berjalan, adanya gerakan involuntir ekstremitas ataupun disfungsi motorik lainnya. Pada anak, gejala awal biasanya berupa demam, sakit kepala dan biasanya pada bayi ditandai dengan jeritan, muntah, pusing, nyeri tenggorokan dan ekstremitas, malas, pucat, gelisah, gangguan kesadaran, dan kejang. Kejadian kejang terjadi pada 75% kasus anak. Sedangkan pada penderita dewasa, keluhan yang paling sering muncul adalah sakit kepala dan gejala peningkatan tekanan intrakranial. Ensefalitis bisa menyebabkan kematian, angka kematian akibat Ensefalitis berkisar antara 5-30%. Angka kematian ini lebih tinggi pada anak, terutama anak berusia kurang dari 10 tahun. Misalnya bertahan hidup, bisanya penderita seringkali mengalami gejala sisa (sekuele), antara lain gangguan sistem motorik (motorik halus, kelumpuhan, gerakan abnormal); gangguan perilaku (agresif, emosi tak terkontrol, gangguan perhatian, depresi); atau gangguan intelektual (retardasi); atau gangguan fungsi neurologi lain (gangguan ingatan/memori, epilepsi, kebutaan). Sampai saat ini belum ada obat khusus untuk menyembuhkan penyakit ini, hanya dapat mengurangi gejala (mencegah perburukan kasus). Oleh karena itu, upaya pencegahan sangat penting. Ensefalitis dapat dicegah dengan pemberian imunisasi dan menghindari gigitan nyamuk (vektor penular ensefalitis). 2.5 Pemeriksaan Penunjang yang Diperlukan 1. Pemeriksaan cairan serebrospinal Warna dan jernih terdapat pleocytosis berkisar dari 50-200 sel dengan dominasi sel limfosit. Protein agak meningkat sedang glukose dalam batas normal. 2. Pemeriksaan EEG Memperlihatkan proses inflamasi yang difus “bilateral” dengan aktivitas rendah. 3. Thorax photo 5

4. 5. 6.

Darah tepi : leukosit meningkat CT Scan untuk melihat keadaan otak Pemeriksaan virus

2.6 Penatalaksanaan Medis Penderita baru dengan kemungkinan Ensefalitis harus dirawat inap sampai menghilangnya gejala-gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan adalah mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah. Tatalaksana yang dikerjakan sebagai berikut : (Gunawan,2007) 1.

Isolasi bertujuan mengurangi stimulus/ rangsangan dari luar dan sebagai tindakan

pencegahan. 2. Bila ensefalitis dihasilkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV ensefalitis. Acyclovir diberikan dengan i.v dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan. 3. Mempertahankan ventilasi, bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (23l/menit) 4. Untuk mengatasi hiperpireksia, dapat diberikan kompres pada permukaan tubuh atau dapat juga diberikan antipiretik seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkingkan pemberian obat oral. 5. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada Ensefalitis biasanya berat. Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3 menit. 6. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 NS atau D5 - 1/4 NS (tergantung umur) dan pemberian oksigen. 7. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis. 8. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian sari jeruk. Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama. 6

BAB 3 Tinjauan Askep 3.1 Pengkajian Data-data yang diidentifikasikan masalah kesehatan yang dihadapi penderita, meliputi 1. Identitas Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur. 2. Keluhan utama Merupakan kebutuhan utama yang mendorong penderita untuk masuk rumah sakit, keluhan utama pada penderita ensefalitis yaitu panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun. 3. Riwayat penyakit sekarang Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan hebatnya keluhan, mulai timbul atau kekambuhan dari penyakit yang pernah dialami sebelumnya. Biasanya pada masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari ditandai dengan demam, 7

sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas dan pucat. Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala tersebut berupa gelisah, iritable, scraening attack, perubahan perilaku, gangguan kesadaran dan kejang kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal beurpa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan paralisis saraf otak. 4. Riwayat kehamilan dan kelahiran Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenetal, natal dan post natal. Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahir dalam usia kehamilan cukup atau tidak karena memperngaruhi sistem kekebalan terhadap penyakit pada anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit, contohnya aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah lahir. Contoh : BBLR, apgar score yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. 5. Riwayat penyakit yang lalu Kontak atau hubungan dengan kasus meningitis akan meningkatkan kemungkinan terjadinya peradangan atau infeksi pada jaringan otak (J.G. Chusid, 1993). Imunisasi perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana kekebalan tubuh anak. Alergi pada anak perlu diketahui untuk dihindarkan karena dapat memperburuk keadaan. 6. Riwayat kesehatan keluarga Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit yang diderita. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu diketahui, apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular yang ada hubungannya dengan penyakit yang dialami oleh klien (Soemarno Marram, 1983). Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh : Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus,Streptococcus , E , Coli, dll 7. Riwayat sosial Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Perjalanan klinik dari penyakit sehingga status mental, perilaku dan kepribadian. Perawat dituntut mengkaji status klien atau keluarga agar dapat memprioritaskan masalah keperawatannya (Ignataviius dan Bayne, 1991). 8. Kebutuhan dasar (aktivitas sehari-hari) 8

Pada penderita ensepatilitis sering terjadi gangguan pada kebiasaan sehari-hari antara lain : gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi karena mual muntah, hipermetabolik akibat proses infeksi dan peningkatan tekanan intrakranial. Pola istirahat pada penderita sering kejang, hal ini sangat mempengaruhi penderita. Pola kebersihan diri harus dilakukan di atas tempat tidur karena penderita lemah atau tidak sadar dan cenderung tergantung pada orang lain, perilaku bermain perlu diketahui jika ada perubahan untuk mengetahui akibat hospitalisasi fisik. 9. Pemeriksaan fisik Pada klien ensepalitis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pada pemeriksaan neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum meliputi : a. Keadaan umum Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami perubahan atau penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat proses peradangan otak. b. Gangguan sistem pernafasan Perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial menyebabkan kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan (F. Sri Susilaningsih, 1994). c. Gangguan sistem kardiovaskuler Adanya kompresi atau tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada daerah tersebut. Hal ini akan merangsang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya transmiter rangsang parasimpatis ke jantung. d. Gangguan sistem gastrointestinal Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan tekanan intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus vagus sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat pula terjadi diare akibat terjadi peradangan sehingga terjadi hipermetabolisme (F. Sri Susilaningsih, 1994). 10. Pertumbuhan dan perkembangan 9

Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronis atau mengalami hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan pertumbuhan dan perkembangan sangat besar. Hal ini disebabkan pada keadaan sakit fungsi tubuh menurun termasuk fungsi sosial anak. Tahun-tahun pertama pada anak merupakan “tahun emas” untuk kehidupannya. Gangguan atau keterlambatan yang terjadi saat ini harus diatasi untuk mencapai tugas-tugas pertumbuhan selanjutnya. Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak ini menjadi penting sebagai langkah awal penanganan dan antisipasi. 3.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada masalah ensefalitis adalah : a) Pola nafas inefektif b/d kejang kelelahan otot pernafasan b) Gangguang Perfusi jaringan b/d reaksi peradangan c) Gangguan Termoregulasi b/d reaksi kuman patologi dalam tubuh. d) Gangguan Pemenuhan nutrisi b/d kerusakan saraf V e) Nyeri b/d Kesulitan mengunyah akibat kerusakan saraf V f) Hambatan mobilitas fisik b/d supali nutrisi menurun g) Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun h) Resiko tinggi trauma b/d odem cerebral

3.3

Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Pola nafas tidak efektif b/d kejang kelelahan otot pernafasan

Gangguang Perfusi jaringan b/d reaksi peradangan

Intervensi - Ajarkan pasien teknik nafas dalama - Anjurkan pasien semifowler - Memfasilitasi kepatenan jalan udara - Keluarkan sekret dari jalan nafas - Mengidentifikasi, menangani, dan mencegah reaksi inflamasi didalam jalan nafas Kaji riwayat penyakit terdahulu Meningkatkan keadekuatan perfusi dan meminimalkan komplikasi pada pasien. Mengukur dan menginterpetasi data pasien untuk mengukur tekanan intrakranial. Mengumpulkan dan menganalisis data 10

pasien untuk neurologis. ° Gangguan Termoregulasi b/d reaksi

mencegah

komplikasi

- Pantau tingkat derajat suhu tubuh pasien - Kompres pasien dengan menggunakan air hangat. - Pertahankan suhu tubuh dalam batas normal (36-37C)

kuman patologi dalam tubuh

· Gangguan Pemenuhan nutrisi b/d kerusakan saraf V

· Nyeri b/d Kesulitan mengunyah akibat saraf V rusak

- Pantau makanan yang akan dikonsumsi pasien - Bantu pasien untuk makan - Memfasilitasi pencapaian berat badan - Analisis data pasien untuk mengatur keseimbangan cairan - Atur dan cegah komplikasi akibat perubahan kadar cairan dan elektrolit - Anjurkan makan dan cairan dengan diet yang seimbang - Lihat letak lokasi nyeri. - Kaji frekuensi nyeri - Ajarkan pasien untuk melakukan teknik nafas dalam - Kolaborasi dengan tim medis

· Hambatan mobilitas fisik b/d supali nutrisi menurun

- Tingkatkan kenyamanan dan keamanan pasien yang tidak mampu bangun dari tempat tidur - Memfasilitasi penggunaan alat bantu dan pergerakan dalam aktivitas sehari-hari - Menggunakan gerakan tubuh aktif dan pasif sesuai kemampuan pasien

3.4 Evaluasi Diagnosa 1 : Pola nafas inefektif b/d kejang kelelahan otot pernafasan Evakuasi : a. Pola nafas pasien menjadi efektif b. Melanjutkan tindakan keperawatan Diagnosa 2 : Gangguang Perfusi jaringan b/d reaksi peradangan Evaluasi : a. Melanjutkan tindakan keperawatan sampai berkurangnya reaksi peradangan 11

Diagnosa 3 : Gangguan Termoregulasi b/d reaksi kuman patologi dalam tubuh Evaluasi : a. Suhu tubuh pasien tetap terjaga (36-37 ° c ) b. Melanjutkan tindakan keperawatan jika suhu tubuh pasien tinggi Diagnosa 4 : Gangguan Pemenuhan nutrisi b/d kerusakan saraf V Evaluasi : a. Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi b. Melanjutkan tindakan keperawatan Diagnosa 5 : Nyeri b/d Kesulitan mengunyah akibat saraf V rusak Evaluasi : a. Nyeri berkurang b. lakukan kolaborasi dan lanjurkan tindakan keperawatan Diagnosa 6 : Hambatan mobilitas fisik b/d supali nutrisi menurun Evaluasi : a. Pasien terbantu dengan mobilitas fisik yang diberikan perawat b. Lanjutkan tindakan keperawatan

12

BAB 4 KESIMPULAN Dan SARAN 4.1 Kesimpulan Ensefalitis adalah infeksi intrakranial dapat melibatkan jaringan otak atau lapisan yang menutupi otak yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur. Penyembuhannya dapat sembuh total atau komplit sampai pada menimbulkan penurunan neurologis( Riyadi & Suharsono, 2010) Sampai saat ini belum ada obat khusus untuk menyembuhkan penyakit ini, hanya dapat mengurangi gejala (mencegah perburukan kasus). Oleh karena itu, upaya pencegahan sangat penting. Ensefalitis dapat dicegah dengan pemberian imunisasi dan menghindari gigitan nyamuk (vektor penular ensefalitis). 4.2 Saran Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga dan sangat mahal, sebab dengan kondisi fisik yang sehat seseorang mampu menjalankan aktifitas sehari-harinya tanpa mengalami hambatan. Maka menjaga kesehatan seluruh organ yang berada didalam tubuh menjadi sangat penting mengingat betapa berpengaruhnya sistem organ tersebut terhadap kelangsungan hidup serta aktifitas seseorang. Mempelajari tentang penyakit ensepalitis memberi kita manfaat yang besar. Terutama kita sebagai calon perawat professional (mahasiswa/mahasiswi keperawatan). Untuk itu perlu pemahaman yang sangat besar bagi kita untuk mempelajari materi ini.

13

Daftar Pustaka Amin dan Hardi.(2016).Asuhan Keperawatan Praktis(Jilid 1).Jogjakarta:Mediaction. Depkes.(2018).” Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI.” dalam Artikel ,Maret 2018. Lisa Khairani.(2016).” Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Penyakit Ensefalitis Berdasarkan Faktor Penyebabnya Di Rsup Fatmawati Jakarta”. Skripsi di publikasikan. Jakarta: Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Jakarta. Muttaqin Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta: Salemba Medika. Wilkinson M, R. Aren Nanchy ,. Buku Saku Diagnosis Keperawatan NANDA NIC NOC Edisi 9. EGC : Jakarta

14

Related Documents

Bab 1
June 2020 41
Bab 1
May 2020 48
Bab 1
October 2019 61
Bab 1
November 2019 61
Bab 1
July 2020 45
Bab 1
June 2020 31

More Documents from ""

Bab 1 Fix.rtf
December 2019 17
Bab 2.docx
December 2019 14
Makalah Stroke.docx
December 2019 18
Harga Diri Rendah.docx
October 2019 27
Hemoragik.docx
December 2019 14