BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Banyak model konseptual dan teori yang telah dikembangkan para ahli keperawatan, dimana teori dan model konseptual merupakan suatu cara untuk memandang, menilai situasi kerja yang menjadi petunjuk bagi perawat dalam mendapatkan informasi untuk menjadikan perawat peka terhadap apa yang terjadi dan apa yamg harus dilakukan (Alligoog & Tomay, 2015). Teori-teori keperawatan juga digunakan dalam praktik, penelitian dan proses
belajar-mengajar
dalam
bidang
keperawatan
sehingga
perlu
deperkenalkan, dikembangkan untuk memperkuat profesi keperawatan. Perawat perlu memiliki latar belakang pengetahuan terhadap teori-teori keperawatan
yang
mengaplikasikan
ada,
teori-teori
sehingga tersebut
perawat dalam
dapat
memahami
memberikan
dan
pelayanan
keperawatan yang ada. Salah satu teori keperawatan yang ada adalah teori keperawatan yang dikembangkan oleh Madeleine Leininger yang lebih dikenal dengan teori “Trans Cultural” (Renpenning & Taylor, 2013). B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan dari latar belakang masalah diatas maka dapat kita rumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana Konsep Teori Keperawatan Madeleine Leininger ? 2. Bagaimana Konsep Utama Madeleine Leininger ? 3. Bagaimana Gambar Bagan konsep Madeleine Leininger ? 4. Apa saja Kelebihan dan Keterbatasan Teori Medeleine Leininger ? 5. Bagaimana Paradigma keperawatan menurut Madeleine Leininger ? 6. Bagaimana penyelesaian kasus menurut teori keperawatan Madeleine Leininger?
C. TUJUAN
1
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Untuk Mengetahui Konsep Teori Keperawatan Madeleine Leininger. Untuk Mengetahui Konsep Utama Madeleine Leininger. Untuk Mengetahui Gambar Bagan konsep Madeleine Leininger. Untuk Mengetahui Kelebihan dan Keterbatasan Teori Medeleine
Leininger. 5. Untuk Mengetahui Paradigma keperawatan menurut Madeleine Leininger. 6. Untuk Mengetahui penyelesaian kasus menurut teori keperawatan Madeleine Leininger.
BAB 2 TINJAUAN TEORI
2
A. Konsep Teori Keperawatan Madeleine Leininger 1. Biografi Madeleine Leininger Madeline Leininger adalah Madeleine lahir pada 29 November 1918, dan menghabiskan tahun-tahun formatif nya di New York City. Alih-alih pekerjaan sekolahnya, ia menemukan bahwa ia lebih suka akan menulis cerita, puisi dan jurnal untuk dirinya sendiri, yang tercermin dalam nilai-nilainya (bukan yang terbaik). Namun, dia tidak berkecil hati (Alligoog & Tomay, 2015). Pada usia 12, ia pindah ke pegunungan Alpen Perancis dengan orang tuanya dan pergi ke asrama sekolah bahasa Inggris.Hasrat untuk menulis terus tumbuh. Dia berkembang selama tahun SMA-nya kembali di Amerika Serikat pada Ashley Hall di Charleston, South Carolina, berlibur bersama ibunya di sebuah pondok pantai bertele-tele tua di bentangan indah pantai Florida (Renpenning & Taylor, 2013). Dia pergi ke Smith College dan belajar bahasa Inggris dengan beberapa guru yang indah saat ia membaca klasik dan terus menulis sendiri kreatifnya. Dia lulus dengan pujian dan pindah ke sebuah apartemen di Greenwich Village New York. Dia dipublikasikan pertama dua novel selama Rain tahun-A Kecil dan Ilsa-sebelum bertemu Hugh Franklin, calon suaminya, ketika ia adalah pengganti di Anton Chekov, The Cherry Orchard.Mereka menikah selama Musim Joyous.Dia memiliki seorang bayi perempuan, dan terus menulis, akhirnya pindah ke Connecticut untuk meningkatkan keluarga jauh dari kota di sebuah desa kecil peternakan sapi perah dengan sapi lebih dari orang. Mereka membeli sebuah toko umum mati, dan membawanya ke kehidupan selama 9 tahun. Mereka pindah kembali ke kota dengan tiga anak, dan Hugh direvitalisasi karir profesional aktingnya (Renpenning & Taylor, 2013). Madeleine Leininger (13 Juli 1925 di Sutton , Nebraska, Amerika Serikat ) adalah perintis teori keperawatan , pertama kali diterbitkan pada tahun 1961 . kontribusi nya untuk teori keperawatan melibatkan diskusi tentang apa itu peduli. Terutama, ia mengembangkan konsep keperawatan transkultural , membawa peran faktor budaya dalam praktek keperawatan
3
ke dalam diskusi tentang bagaimana terbaik hadir untuk mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan (Alligoog & Tomay, 2015). Leininger Madeline adalah seorang antropolog
perawat
perintis. Menjabat dekan dari University of Washington, Sekolah Keperawatan pada tahun 1969, dia tetap dalam posisi itu sampai 1974. janji nya mengikuti perjalanan ke New Guinea pada tahun 1960 yang membuka matanya untuk kebutuhan perawat untuk memahami ‘pasien dan latar belakang budaya mereka dalam rangka untuk menyediakan perawatan. Dia dianggap oleh beberapa orang sebagai “Margaret Mead keperawatan” dan diakui di seluruh dunia sebagai pendiri keperawatan transkultural, sebuah program yang dia menciptakan di Sekolah pada tahun 1974. Dia telah menulis atau menyunting 27 buku dan mendirikan Journal of Transcultural Perawatan untuk mendukung penelitian Transcultural Keperawatan Society, yang ia mulai tahun 1974. Dr.Leininger adalah pendiri
transkultural keperawatan. Beliau adalah
proffesor keperawatan dan antrhopology, direktur pusat penelitian kesehatan, dan direktor persembahan keperawatan transkultural di wayne Universitas Negeri. Beliau telah memegang kedua fakultas dan pengangkatan
administrasi
pendidikan
keperawatan.
Beliau
telah
menerbitkan banyak buku. Selama pertengahan 1950-an , madeline Leininger mengalami apa yang beliau sebut sebagai kejutan budaya saat dia sedang bekerja di sebuah rumah anak di Midwest united states. Ketika bekerja sebagai perawat klinis spesialis dengan anak
dan orang tua mereka, beliau
mengamati perbedaan perilaku berulang pada anak dan menyimpulkan bahwa
perbedaan-perbedaan
ini
memiliki
basis
budaya.
Dia
mengidentifikasi kurangnya pengetahuan budaya anak ini didalam keperawatan untuk memahami variasi dalam perawatan klien. Pengalaman ini menyebabkan beliau menjadi perawat profesional pertama di dunia yang
mendapatkan
gelar
doktor
di
bidang
antropologi
.Beliau
pengembangan bidang baru keperawatan transkultural (Alligoog & Tomay, 2015).
4
Leininger pertama kali menggunakan istilah tran skultural keperawatan, dankeperawatan lintas budaya pada tahun 1960. Pada tahun 1966 , di Universitas Colorado, beliau menawarkan pertama transkultural keperawatan saja dengan pengalaman lapangan dan telah berperan dalam pengembangan program serupa di sejumlah lembaga lainnya. Pada tahun 1979 Leininger mendefinisikan keperawatan transkultural sebagaisebuah bidang belajar atau cabang keperawatan yang berfokus pada studi komparatif dan analisis budaya untuk keperawatan, keyakinan , dan nilainilai peduli dengan tujuan untuk memberikan layanan perawatan bermakna dan berkhasiat untuk orang sesuai dengan nilai-nilai budaya mereka dan konteks kesehatan penyakit (Renpenning & Taylor, 2013). Hal-hal yang melatarbelakangi lahirnya konsep teori Medeleine Leininger antara lain di karenakan salah satu bibinya menderita penyakit jantung bawaan, dia ingin membuat suatu perbedaan dalam kehidupan manusia, khususnya di bidang perawatan. Hal inilah yang mendorong beliau untuk menjadi seorang perawat. Kemudian Pada saat beliau bekerja sebagai perawat spesialis di klinik anak Cincinnati Amerika. Disinilah ia menemukan
adanya
kesulitan
pada
waktu
memberikan
asuhan
keperawatan pada anak-anak dari berbagai macam budaya yang berbeda. Kemudian ia mulai meneliti suatu teori yang bisa membantu memecahkan masalah ini. Beliau juga didefinisikankeperawatan sebagai Keyakinan penelitian asuhan keperawatan, nilai-nilai, dan praktik sebagai kognitif dirasakan dan diketahui oleh budaya yang ditunjuk melalui pengalaman mereka langsung, keyakinan, dan sistem nilai (Alligoog & Tomay, 2015). Istilah keperawatan transkultural (bukan " lintas budaya" ) digunakan
untuk merujuk pada ilmu pengetahuan
dan praktek yang
berkaitan dengan bidang baru pembelajaran dan praktek. Leininger menekankan pentingnya pengetahuan yang didapat dari pengalaman langsung atau langsung dari mereka yang memiliki label pengetahuan. Beliau berpendapat bahwa pengetahuan perawatan emik adalah untuk epistemologis dan ontologis dasar keperawatan untuk praktek (Alligoog & Tomay, 2015). 2. Konsep Teori Madeleine Leininger 5
Teori Leininger adalah untuk menyediakan langkah-langkah perawatan yang selaras dengan individu atau kelompok budaya kepercayaan, praktik, dan nilai-nilai. Pada tahun 1960-an dia menciptakan budaya kongruen perawatan jangka panjang, yang merupakan tujuan utama transkultural keperawatan praktek. Budaya perawatan sebangun adalah mungkin bila tindakan terjadi dalam hubungan perawat-klien (Alligoog & Tomay, 2015). Leininger mengembangkan istilah baru untuk prinsip dasar teorinya. Ini definisi dan prinsip-prinsip istilah kunci untuk memahami teori tersebut. Di bawah ini adalah ringkasan dasar prinsip yang penting untuk memahami teori Leininger : 1. Perawatan (care) adalah untuk membantu orang lain dengan kebutuhan nyata atau diantisipasi dalam upaya untuk memperbaiki kondisi manusia yang menjadi perhatian atau untuk menghadapi kematian. 2. Merawat
(caring) adalah
tindakan
atau
kegiatan
diarahkan
memberikan perawatan. 3. Budaya (culture)mengacu pada belajar, berbagi, dan dipancarkan nilai-nilai, keyakinan, norma, dan kehidupan dari individu tertentu atau kelompok yang membimbing mereka berpikir, keputusan, tindakan, dan cara berpola hidup. 4. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai 5. Nilai Budaya(cultural value)mengacu pada beberapa aspek budaya yang mempengaruhi seseorang atau kelompok untuk meningkatkan kondisi manusia atau untuk menangani penyakit atau kematian. 6. Keragaman budaya keperawatan (cultural diversity maintenance)peduli merujuk pada perbedaan dalam makna, nilai, pantas tidaknya perawatan di dalam atau di antara kelompok-kelompok orang yang berbeda.
6
7. Universalitas peduli Budaya mengacu pada perawatan umum atau arti serupa yang jelas di antara banyak budaya. 8. Perbedaan budayadalam asuhan keperawatan
(Culture
care
diversity)merupakan bentuk yang optimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi. 9. Cultural care universality (Kesatuan perawatan kultural) mengacu kepada suatu pengertian umum yang memiliki kesamaan ataupun pemahaman yang paling dominan, pola-pola, nilai-nilai, gaya hidup atau simbol-simbol yang dimanifestasikan diantara banyak kebudayaan serta mereflesikan pemberian bantuan, dukungan, fasilitas atau memperoleh suatu cara yang memungkinkan untuk menolong orang lain (Terminlogy universality) tidak digunakan pada suatu cara yang absolut atau suatu temuan statistik yang signifikan. 10. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim. 11. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal manusia. 12. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik diantara keduanya (Renpenning & Taylor, 2013). Teori Madeleine Leininger menyatakan bahwa kesehatan dan care dipengaruhi oleh elemen-elemen berikut yaitu : Struktur sosial seperti teknologi, kepercayaan dan factor filosofi, sistem sosial, nilai-nilai cultural, politik dan factor-faktor legal, factor-faktor ekonomi, dan factorfaktor pendidikan. Faktor sosial ini berhubungan dengan konteks lingkungan, bahasa dan sejarah etnis, masing-masing sistem ini merupakan bagian struktur sosial.
7
3. Gambar Bagan konsep Madeleine Leininger The Sunrise Model (Model matahari terbit)
Sunrise Model dari teori Leininger dapat dilihat pada gambar di atas ini. Matahari terbit sebagai lambang/ symbol perawatan.Suatu kekuatan untuk memulai pada puncak dari model ini dengan pandangan dunia dan keistimewaan struktur social untuk mempertimbangkan arah yang membuka pikiran yang mana ini dapat mempengaruhi kesehatan dan perawatan atau menjadi dasar untuk menyelidiki berfokus pada keperawatan profesional dan sistem perawatan kesehatan secara umum (Renpenning & Taylor, 2013). Anak panah berarti mempengaruhi tetapi tidak menjadi penyebab atau garis hubungan.Garis putus-putus pada model ini mengindikasikan sistem terbuka.
Model
ini
menggambarkan
bahwa
tubuh
manusia
tidak
terpisahkan/tidak dapat dipisahkan dari budaya mereka. Suatu hal yang perlu diketahui bahwa masalah dan intervensi keperawatan tidak tampak pada teori dan model ini. Tujuan yang hendak dikemukakan oleh Leininger adalah agar seluruh terminologi tersebut dapat
8
diasosiasikan oleh perawatan profesional lainya. Intervensi keperawatan ini dipilih tanpa menilai cara hidup klien atau nilai-nilai yang akan dipersepsikan sebagai suatu gangguan, demikian juga masalah keperawatan tidak selalu sesuai dengan apa yang menjadi pandangan klien. Model ini merupakan suatu alat yang produktif untuk memberikan panduan dalam pengkajian dan perawatan yang sejalan dengan kebudayan serta penelitian ilmiah. Leininger Sunrise Model merupakan pengembangan dari konseptual model asuhan keperawatan transkultural. Terdapat 7 (tujuh) komponen dalam sunrise model tersebut (Cristensen and Kenney, 2014) yaitu: 1)
Faktor Teknologi ( Technological Factors ) Teknologi kesehatan adalah sarana yang memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran untuk menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Berkaitan dengan pemanfatan teknologi kesehatan, maka perawat perlu mengkaji berupa persepsi individu tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini, alasan mencari kesehatan, persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan.
2) Faktor keagamaan dan falsafah hidup ( Religous and Philosofical Factors) Agama adalah suatu sistem simbol yang mengakibatkan pandangan dan motivasi yang realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi kuat sekali untuk menempatkan kebenarannya di atas segalanya bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang perlu dikaji perawat seperti : agama yang dianut, kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan, berikhtiar untuk sembuh tanpa mengenal lelah. 3) Faktor sosial dan keterikatan keluarga(Kinship and Social Factors) Faktor sosial dan kekeluargaan yang perlu dikaji oleh perawat : nama lengkap dan nama panggilan dalam keluarga, umur atau tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam anggota keluarga, hubungan klien dengan kepala keluarga, kebiasaan yang dilakukan rutin oleh keluarga. 4) Faktor nilai budaya dan gaya hidup (Cultural Values and Lifeways) Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia mengenai
9
apa yang dianggap baik dan buruk. Hal-hal yang perlu dikaji berhubungan dengan nilai-nilai budaya dan gaya hidup adalah posisi dan jabatan, bahasa yang digunakan, kebiasaan membersihkan diri, kebiasaan makan, makan pantang berkaitan dengan kondisi sakit, sarana hiburan yang dimanfaatkan dan persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari. 5) Faktor peraturan dan kebijakan(Polithical and Legal Factor) Peraturan dan kebijakan yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan transkultural. Misalnya peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang menunggu. 6) Faktor ekonomi ( Economical Faktor ) Klien yang dirawat dapat memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai
sakitnya
agar segera
ekonomi yang ada pada umumnya dimanfaatkan
sembuh. Sumber klien antara lain
asurannsi, biaya kantor , tabungan. Faktor ekonomi yang harus di kaji oleh
perawat
antara
lain
seperti pekerjaan klien, sumber biaya
pengobatan. 7) Faktor pendidikan (Educational Factor) Latar belakang pendidikan individu adalah pengalaman individu dalam menmpuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan individu, maka keyakinannya harus di dukung oleh buktibukti ilmiah yang rasional dan dapat beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan belakang
kondisi kesehatannya.Perawat perlu mengkaji latar
pendidikan meliputi tingkat pendidikan, jenis pendidikan,
serta kemampuan belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali. 4. Kelebihan dan Keterbatasan Teori Medeleine Leininger Kekuatan utama dari teori Leininger adalah pengakuan akan pentingnya budaya dan pengaruhnya terhadap segala sesuatu yang melibatkan penerima dan penyedia asuhan keperawatan. Perkembangan teori ini selama beberapa tahun telah memungkinkan konsep-konsep dan konstruksi yang akan diuji oleh sejumlah orang di berbagai pengaturan dan
10
budaya. Model sunrise menyediakan pedoman bagi daerah dimana informasi
perlu dikumpulkan.Beberapa
keterbatasan,
seperti
yang
diidentifikasi oleh Leininger, termasuk terbatasnya jumlah lulusan perawat yang akademis siap untuk melakukan investigasi yang diperlukan untuk memberikan asuhan keperawatan transkultural. Meskipun telah ada beberapa peningkatan jumlah perawat disiapkan dalam keperawatan transkultural , penting untuk dicatat bahaya dalam budaya dan pemaksaan budaya yang terjadi dengan nilai-nilai budaya perawat pribadi.Sebuah kekhawatiran yang terkait adalah bahwa terlalu sedikit program keperawatan meliputi kursus dan pengalaman belajar yang direncanakan memberikan dasar pengetahuan untuk praktek keperawatan transkultural. Ada juga kebutuhan untuk dana penelitian untuk mendukung studi lanjutan praktek peduli - baik yang bersifat universal dan orang-orang yang khusus untuk budaya (Cristensen and Kenney, 2014). 5. Hubungan teori Model Leininger dengan konsep caring. Caring adalah bentuk perhatian kepada orang lain, berpusat kepada orang lain, menghargai harga diri dan kemanusiaan, berusaha mencegah terjadi suatu yang buruk, serta memberi perhatian dan cinta. Caring adalah suatu tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Caring dalam keperawatan adalah fenomena transkultural dimana perawat berinteraksi dengan klien, staf dan kelompok lain. Sikap caring diberikan melalui kejujuran, kepercayaan, dan niat baik. Caring menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam aspek biopsiko-sosio-spiritual. Bersikap caring untuk klien dan bekerja bersama dengan klien dari berbagai lingkungan merupakan esensi keperawatan (Cristensen and Kenney, 2014). Leininger menggunakan metode ethnomethods sebagai cara untuk melakukan pendekatan dalam mempelajari ”care” karena metode ini secara langsung menyentuh bagaimana cara pandang, kepercayaan dan pola hidup yang dinyatakan secara benar. Pada tahun 1960-an, Leininger mengembangkan metode ethnonursing untuk mempelajari fenomena keperawatan secara spesifik dan sistematik. Ethnonursing berfokus pada sistematika studi dan klasifikasi pelayanan keperawatan, nilai-nilai,
11
praktik-praktik secara kognitif atau secara subjektif yang dikenal sebagai designated cultured ( atau cultural representatives) melalui bahasa lokal, pengalaman-pengalaman, keyakinan-keyakinan, dan sistem value tentang fenomena keperawatan yang aktual dan potensial seperti kesehatan dan faktor-faktor lingkungan (Renpenning & Taylor, 2013). Walaupun keperawatan telah menggunakan kata-kata ”care” dan ”caring” untuk menggambarkan praktek keperawatannya selama lebih dari satu abad, definisi dan penggunaannya seringkali masih rancu dan hanyalah berbentuk klise tanpa ada pengertian yang spesifik bagi klien atau bahkan bagi perawat itu sendiri. „walau demikian, konsep caring adalah satu bahasan yang paling sedikit dimengerti dan dipelajari dari pada bidang ilmu pengetahuan dan area penelitian lainnya. Melalui definisi bahwa teori keperawatan transkultural dan ethnomethodes yang berfokus pada “emic” (insiders‟ views) seseorang dapat semakin dekat pada pengertian ”care” itu sendiri, karena ethnomethodes bersumber pada people-centered data dan tidak berasal dari opini peneliti tersebut (outsiders‟ views), kepercayaan dan prakteknya. Tujuan penting dari teori ini adalah bagaimana teori ini dapat mendokumentasikan, mengetahui, memprediksikan dan menjelaskan secara sistematis data dilapangan tentang fakta universal dan perbedaan yang ada terkait dengan pelayanan professional, pelayanan secara umum dan pelayanan keperawatan. Tujuan secara umum teori keperwatan transkultural adalah untuk menentukan people‟s emic terhadap ”care” sesuai dengan keyakinan dan praktek pelayanan dan mempelajari sumber pengetahuan ini menggunakan persfektif etika keperawatan. Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa ”care” adalah cocok dan masuk akal terhadap kebutuhan klien dan realita yang ada (Cristensen and Kenney, 2014). 6. Paradigma keperawatan menurut Madeleine Leininger 1. Manusia Menurut pandangan Leininger tentang variasi struktur sosial, jalan hidup, dan
serta norma-norma dari berbagai budaya dan
subkultur, individu memiliki opini dan pandangan tentang sehat, sakit, asuhan, sembuh, ketergantungan, dan kemandirian yang berasal dari
12
budaya tersebut. Setiap manusia hidup didalam dan dengan budayanya dan meneruskan pengetahuan tersebut terhadap generasi berikutnya. Oleh karena itu, jika seseorang memiliki atribut fisik dan psikologis, maka hal tersebut merupakan ataribut sosial atau secara lebih spesifik, merupakan atribut budaya atau etnik dari individu. 2. Lingkungan Menurut Leininger, lingkungan itentukan oleh cara orang-orang atau kelompok atau masyarakat tertentu memberi bentuk pada unsur lingkungan sosial mayoritas, ekonomi, budaya dan fisik. Menurut pendapatnya,
sistem
layanan
budaya
juga
merupakan
faktor
limgkungan spesifik yang terdiri dari dua sub sistem : a. Layanan kesehatan formal (profesional) : semua layanan yang menjadi bagian dari sistem layanan kesehatan reguler, termasuk layanan medis, layanan keperawatan, dan fisioterapi. b. Layanan kesehatan informal, mencakup semua konsep dan ritual yang terlibat dalam bantuan suka rela, bantuan tradisional, ritual dan kebiasaan etnik, pengobatan alternatif. 3. Sehat dan Sakit Menurut Leininger, dia menggambarkan sehat dan sakit sebagai konsep yang ditentukan dan bergantung pada budaya. Apresiasi sehat dan sakit berbeda-beda antar budaya, oleh sebab itu pengetahuan tentang budaya di perlukan agar mampu memahami makna yang diberikan oleh kelompok budaya tertentu terhadap sehat dan sakit. 4. Keperawatan Dalam deskripsinya tentang keperawatan (yang ia sebutkan sebagai keperawatan transkultural atau keperawatan etnik) Leininger menekankan aspek-aspek sebagai berikut : a. Keperawatan sebagai seni keterampilan dan humanistic b. Keperawatan berpusat pada individu c. Tujuan dari keperawatan adalah untuk mempertahankan kesejahteraan,
dan
memberikan
bantuan
terhadap
proses
pemulihan dari suatu penyakit, sambil mempertimbangkan perbedaan budaya. 13
BAB 3 APLIKASI KASUS Penyajian Kasus Menurut Madeleine Leininger A. Pengkajian Identitas Klien Nama klien
Ny N
Usia
22 tahun
Agama
Islam
Pendidikan
SD
Pekerjaan
-
Suku
-
Alamat
Kp LD
Diagnose medis
Post Natal 1 hari (G0P2A0)
Identitas Penanggung Jawab Nama
Tn K
Usia
25 tahun
Agama
Islam
Pendidikan
SD
Pekerjaan
_
Suku
_
14
Alamat
Kp LD
Hubungan dengan klien
Suami
1. Riwayat kesehatan sekarang Klien post natal 1 hari, melahirkan di bidan pukul 22.00 WIB dengan usia kehamilan 40 minggu. Kehamilan yang kedua dan diharapkan oleh pasangan suami istri. Mulai merasakan mulas sejak pukul 12.00 dinihari, berharap dapat melahirkan di emak paraji (indung beurang). Pukul 04.00 klien merasakan adanya cairan yang keluar dari kemaluannya, berwarna bening, oleh indung beurang dicoba untuk mengeluarkan bayi dengan cara diurut dari bagian atas perut, minum air kelapa muda tetapi ternyata bayi tidak mau keluar. Setelah klien kecapaian dan tidak ada tenaga lagi untuk mengejan oleh indung beurang klien dibawa ke puskesmas yang berjarak 50 km (1 jam perjalanan menggunakan ojek) dari tempat tinggal klien. Setelah dirangsang bayi keluar pukul 22.00 di puskesmas. Keluarga memaksa membawa pulang bayi dan ibu yang baru melahirkan karena menurutnya bayi tidak boleh berada terlalu lama di luar rumah. 2. Faktor teknologi Klien memeriksakan kehamilannya kepada indung beurang dan melahirkan disana. Sebelum kehamilan klien tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi dan setelah melahirkan klien dan suami berencana menggunakan alat KB tradisional yaitu dengan meminum bunga pohon jati yang telah direbus. 3. Faktor agama dan falsafah hidup Klien menyatakan beragama Islam, percaya kepada ilmu sihir dan halhal gaib. Klien percaya bila bayinya dibawa terlalu lama dari rumah maka bayinya akan hilang dibawa gendolwewe atau kalongwewe. Biasanya bayi tersebut akan dibawa selepas maghrib, karena menurut mereka bayi masih berbau amis dan mahluk gaib sangat menyukai hal-hal yang berbau amis. Bayi tersebut biasanya digunakan tumbal oleh mereka yang memuja ingin awet muda. Biasanya bagi keluarga yang baru saja memiliki bayi akan menggunakan tradisi ”meutingan” yaitu tradisi menginap di rumah 15
keluarga yang baru saja melahirkan. Mereka biasanya ngaos (membaca ayat-ayat suci Al Qur’an) selama 7 hari 7 malam yang dimulai selepas maghrib sampai dengan Isya. Mereka percaya dengan cara tersebut bayi yang baru saja lahir tidak akan hilang. 4. Faktor sosial dan keterikatan keluarga Hubungan kekerabatan masih sangat kuat terutama dari keluarga perempuan. Ibu dari pihak wanita, uwak (kakak orangtua wanita), bibi (adek dari orang tua) akan menginap dan mendukung anak wanitanya yang baru saja melahirkan samapi dengan bayi berusia 1 minggu. Keputusan dalam keluarga dipegang oleh suami. Biasanya pasangan akan menanyakan terlebih dahulu kepada orang tua masing-masing bagaimana yang terbaik, tetapi keputusan tetap diambil oleh suami. Selama proses setelah melahirkan sampai dengan 40 hari biasanya akan tinggal di pihak suami. 5. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup Bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda. Wanita setelah melahirkan pantang makan-makanan yang berbau hanyir (amis) seperti ikan, telur karena akan menyebabkan proses penyembuhan pada alat kelamin akan lama (sulit kering). Ibu diwajibkan menggunakan kain panjang (stagen) agar perut ibu dapat kembali seperti keadaan semua sebelum hamil selama 3 bulan. Bagi bayi, sebelum berusia 40 hari bayi akan dipasangkan bawang putih, peniti, jarum dan gunting yang dimasukkan ke dalam kantong (buntel kadut) dan disematkan pada baju bayi. Pada saat kelahiran anak pertama ibu membuang air susu pertama yang masih berwarna bening (colostrum) karena menurut ibu dan orang tua bayi akan mengalami keracunan dan mati. Bayi yang belum diberi ASI akan diberi air gula jawa sampai usia ± 3 hari, bahkan anak yang pertema pada hari kedua diberi makan dengan pisang karena bayinya yang masih lapar meskipun sudah diberi air gula jawa. Untuk plasenta bayi, orang tua bayi akan mencuci bal sampai bersih, diberi perlengkapan (tujuh potong kain perca dengan warna berbeda), dibungkus dengan kain putih bersih dan dikubur dibelakang rumah. Selama 7 hari 7 malam diberi penerangan
16
dengan tujuan agar bayi yang baru lahir juga akan terang. Mereka percaya bahwa bali adalah saudara muda yang akan mendampingi bayi dalam keadaan suka dan duka. 6. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku Indung beurang adalah wanita yang sangat dihormati oleh masyarakat setempat. Pada saat proses kehamilan dan melahirkan, wanita di daerah tersebut diwajibkan untuk berobat hanya pada indung beurang, bila berobat ke petugas kesehatan meskipun dekat akan dikucilkan oleh warga setempat. Selama 7 hari setelah bayi lahir, indung beurang akan datang setiap hari ke rumah bayi untuk memandikan bayi, mengurut bayi dan merawat tali pusat bayi. 7. Faktor ekonomi Keduanya adalah pasangan muda, yang mencari nafkah hanya lakilaki, bekerja dengan cara merantau ke daerah lain untuk berdagang. Kehadiran mertua dan ibu dari pihak wanita sangat membantu ibu dalam perawatan bayi. Biaya persalinan ditanggung bersama-sama antara keluarga perempuan dan laki-laki. 8. Faktor pendidikan Pendidikan keduanya adalah SD, mereka tidak mengetahui adanya kontrasepsi modern karena selama pendidikan belum pernah mendengar alat
kontrasepsi
modern.
Keluarga
tidak
punya
biaya
untuk
menyekolahkan ke SMP karena untuk sekolah ke SMP sangat jauh dan mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk sekali berangkat ke sekolah. B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang dapat ditegakkan pada kasus ini adalah : resiko ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini. C. Perencanaan dan Pelaksanaan Berdasarkan data-data yang ada dimana ibu melahirkan anak yang kedua, anak pertama tidak diberi ASI colostrum, diberi makan pisang maka tindakan yang harus dilakukan adalah : 1. Cultural care preservation/maintenance
17
a. Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan perawatan bayi b. Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien c. Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat 2. Cultural care accomodation/negotiation a. Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien b. Jelaskan tentang pentingnya makan-makanan yang mengandung protein. Ikan dan telur boleh saja tidak dimakan tetapi harus diganti dengan tempe dan tahu, kalau bisa sekali-kali makan daging ayam untuk memenuhi kebutuhan protein hewani baik kepada orang tua maupun keluarga klien. c. Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan 3. Cultual care repartening/reconstruction a. Jelaskan kepada klien tentang pentingnya pemberian colostrum untuk meningkatkan pertahanan tubuh bayi. b. Jelaskan kepada klien akan pentingnya pemberian ASI exclusive sampai dengan 6 bulan, tanpa pemberian makanan tambahan lain, hanya ASI. c. Gunakan gambar-gambar yang lebih mudah dipahami oleh klien d. Jelaskan pada klien bahwasanya pemberian pisang pada hari kedua akan sangat membahayakan kesehatan pencernaan bayi dan berikan contohcontoh dimana bayi yang bayu lahir diberi makan pisang dapat mengakibatkan kematian. e. Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksanakannya f. Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok g. Gunakan pihak ketiga misalnya keluarga yang sekolah sampai ke tahap SMA atau pada saat menjelaskan juga menghadirkan kepala desa sebagai pemimpin di daerah tersebut. h. Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua
18
i. Berikan informasi pada klien tentang sarana kesehatan yang dapat dugunakan misalnya imunisasi di Puskesmas untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit mematikan.
D. Evaluasi Evaluasi dilakukan terhadap peningkatan pemahaman klien tentang : 1. Makan-makan protein nabati seperti tempe dan tahu dan makan protein hewani selain ikan dan telur misalnya daging ayam. 2. Pemberian ASI (colostrum) kepada bayi, setelah diberikan penjelasan ibu tidak lagi membuang ASI colostrumnya tetapi justru memberikannya kepada bayi. 3. Tidak lagi memberi makan pisang kepada bayi meskipun bayi tersebut menangis. Makanan yang diberikan hanyalah ASI sampai dengan 6 bulan (ASI exclusive)
19
BAB 4 PEMBAHASAN Proses keperawatan adalah suatu tahapan desain tindakan yang ditujukan untuk memenuhi tujuan keperawatan yang meliputi : mempertahankan keadaan kesehatan klien yang optimal, apabila keadaannya berubah membuat suatu jumlah dan kualitas tindakan keperawatan terhadap kondisinya guna kembali ke keadaan yang normal. Jika kesehatan yang optimal tidak dapat tercapai, proses keperawatan harus dapat memfasilitasi kualitas kehidupan yang maksimal berdasarkan keadaannya untuk mencapai derajat kehidupan yang lebih tinggi selama hidupnya (Iyer et al, 1996). Pearson (1996) menyatakan konsep proses keperawatan dalam konteks budaya mendefinisikan sebagai siklus, ada saling keterkaitan antar elemen proses keperawatan dan bersifat dinamis (Cristensen and Kenney, 2014). Keperawatan keperawatan
yang
transkultural difokuskan
adalah kepada
suatu
proses
individu
dan
pemberian kelompok
asuhan untuk
mempertahankan, meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budaya. Sehingga didapatkan kesinambungan antara proses keperawatan dengan keperawatan transkultural. Kasus yang dibahas pada makalah ini adalah kasus pada pasien pasca melahirkan. Kasus ini pada umumnya menggunakan format pengkajian pasca melahirkan Penggunaan format pengkajian ini pada umumnya hanya melihat kebutuhan fisik pada ibu melahirkan. Penggunaan pengkajian aspek budaya pada saat ini dianggap penting karena bila perawat tidak melihat konteks
20
budaya maka pasien mungkin saja mengikuti apa yang dianjurkan oleh perawat tetapi hanya pada saat dirawat, setelah kembali ke rumah karena kuatnya pengaruh budaya maka pasien akan kembali kepada budayanya sendiri. Bila hal ini terjadi maka tujuan dari asuhan keperawatan tidak akan tercapai (Peggy & Crammaen. 2015). A. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Iyer, Taptich & Bernochi, 1996). Pengkajian pada konteks budaya didefinisikan sebagai proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada ”Sunrise Model” yaitu : 1) Faktor teknologi, 2) Faktor agama dan filosofi, 3) Faktor sosial dan kekerabatan keluarga, 4) Nilai budaya dan gaya hidup, 5) Faktor ekonomi, 6) Faktor pendidikan dan 7) Faktor politik dan peraturan yang berlaku (Peggy & Crammaen, 2015) 1. Faktor teknologi Faktor ini menguraikan alasan klien memilih pengobatan tradisional. Pada kasus tersebut mungkin disebabkan karena tempat tinggal klien yang cukup jauh dari pusat kota, ketiadaan pelayanan kesehatan dan didukung pula oleh adanya peraturan yang tidak tertulis bila berobat ke petugas kesehatan akan dikucilkan oleh masyarakat setempat. Penggunaan rebusan air daun jati untuk menjrangkan kehamilan menurut pasien dianggap cukup efektif dan terbukti dengan jarak antara putra pertama dengan kedua yang cukup jauh yaitu 7 tahun (menikah pada usia 15 tahun, memiliki anak pertama usia 16 tahun dan sekarang adalah kehamilan kedua). 2. Faktor agama dan falsafah hidup Meskipun pasien beragama Islam tetapi karena kuatnya budaya membuat ia percaya akan hal-hal gaib. Meskipun pada saat itu belum diperbolehkan pulang pasien memaksa untuk pulang karena pasien tidak menghendaki kejadian yang menimpa tetangganya terjadi pula pada dirinya. Penggunaan
21
bawang putih dan lainnya ditujukan untuk menolak bala. Bila dilihat dari aspek medis dan penjelasan ilmiah maka hal tersebut tidak dapat dipercaya. Tetapi sebagai perawat yang memahami konteks budaya maka tidak dapat dipaksakan untuk tidak menggunakan seperangkat alat penolak bala. Bila dilihat dari efek negatif terhadap kesehatan, p enggunaan seperangkat alat yang ditempelkan di baju bayi tidak membahayakan kondisi kesehatan bayi. Hanya saja mungkin bau yang menyengat akan mengganggu rasa nyaman baik ibu maupun bayi. 3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga Keterikatan keluarga pada kasus ini cukup kuat. Perawat yang tidak mengetahui konteks budaya mungkin akan mengabaikan peran keluarga dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang dianggap penting adalah ibu dan suami. Tetapi dalam konteks ini ternyata bukan ibu bayi yang paling berperan dalam pengambilan keputusan melainkan suami dan pihak dari keluarga suami. Sehingga perawat hendaknya pada saat akan merencanakan suatu tindakan yang berhubungan dengan pasien juga melibatkan keluarga terutama dari pihak suami. Sehingga tindakan yang diberikan dapat dilaksanakan dan dengan dukungan dari keluarga. 4. Nilai budaya dan gaya hidup Nilai budaya dan gaya hidup yang dimiliki oelh pasien dari kasus yang ada nampak sangat bertentangan dengan kesehatan. Hal ini jelas terlihat dari dibuangnya ASI pertama karena dapat menyebabkan kematian, pemberian pisang pada hari-hari pertama bayi lahir karena dianggap bayi lapar. Kedua hal tersebut sangat tidak sesuai dengan kesehatan. Colostrum yang seharusnya diberikan dan tidak diberikan makanan lain selain ASI justru dilaksanakan oleh pasie (ibu). Untuk mengatasi hal tersebut maka harus ada tindakan yang dapat mengubah pola pandang keluarga berkaitan dengan budaya yang diyakini. Tetapi tentu saja pelaksanaan ini harus dilaksanakan
dengan
sangat
hati-hati
ketidaksukaan kepada perawat.
22
agar
tidak
menimbulkan
5. Faktor politik dan peraturan yang berlaku Hasil pengkajian didapatkan bahwasanya indung beurang sangat memiliki pengaruh di daerah dimana pasien tersebut tinggal. Perawat bila akan melakukan intervensi terhadap masalah ini tentunya harus melibatkan orang ketiga yang dianggap cukup berpengaruh sehingga tidak menimbulkan ancaman baik kepada petugas kesehatan maupun kepada pasien itu sendiri. Bila hal ini tidak diperhatikan maka ada kemungkinan pasien tidak akan melakukan apa yang telah disarankan perawat.
6. Faktor ekonomi Hasil pengkajian didapatkan keinginan keluarga untuk mengatasi masalah pasien dalam hal keuangan. Hubungan kekerabatan yang sangat kuat dalam keluarga menyebabkan pasien tidak mengalami kesulitan untuk membayar biaya persalinan. Kekuatan ini sebaiknya dimanfaatkan oleh perawat apabila nantinya pasien mau mengikuti saran dari perawat misalnya mau mengikuti program KB dengan penggunaan teknologi yang ada. Tetapi tentunya hal ini harus mendapatkan dukungan dari keluarga. 7. Faktor pendidikan Pendidikan pasien dan suami hanyalah lulusan SD. Hal ini menyebabkan proses penerimaan pesan yang disampaikan oleh perawat akan sulit dicerna oleh pasien. Sehingga dalam pemberian informasi, perawat hendaknya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien. Hal ini diperparah lagi oleh ketiadaan informasi ke daerah tersebut sehingga pasien tidak mengetahui bahwasanya ada cara baru dalam menjarangkan kehamilan yaitu alat kontrasepsi. B. Diagnosa Keperawatan Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini. Pada kasus ini diagnosa yang diangkat adalah
23
resiko ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini. Diagnosa ini diangkat berdasarkan data yaitu ASI (colostrum) tidak diberikan kepada bayi, diberikannya pisang pada hari-hari pertama bayi lahir dan ibu tidak diperbolehkan makan makanan protein hewani yang berbau amis misalnya ikan. Data-data tersebut lebih cenderung kepada diagnosa ketidakpatuhan dalam pengobatan karena sistem nilai yang diyakini oleh pasien sangat kuat (Kimjons, 2016).
C. Perencanaan dan Pelaksanaan Untuk mengatasi budaya klien dimana klien tidak boleh makan makanan protein hewani yang berbau amis misalnya ikan dan telur, tindakan yang dilakukan adalah mengakomodasi budaya klien yang tidak menguntungkan. Intervensi yang diberikan adalah mengganti dari protein nabati atau dari hewan lain yang tidak berbau amis misalnya daging ayam. Sedangkan budaya yang merugikan kesehatan bayi yaitu dibuangnya kolostrum dan diberi makan pisang maka perawat harus mampu mengubah budaya klien. Hanya saja dalam pelaksanaan tindakannya tidak dapat langsung menyalahkan tetapi dengan dukungan, dengan pemberian informasi yang adekuat dan dengan penuh kesabaran serta menggunakan pihak ketiga yang memiliki pengaruh yang cukup kuat di daerah tersebut (Kimjons, 2016). D. Evaluasi Kemajuan perkembangan pasien dilihat dari apakah klien mengganti protein hewani dengan protein nabati untuk memenuhi kecukupan gizi ibu dan bayi, apakah ibu tidak membuang kolostrum dan apakah ibu tidak memberikan makanan tambahan selain hanya ASI. Bila ini tidak berhasil maka petugas harus melakukan evaluasi ketidakberhasilan dan berupaya memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang ada di daerah tersebut serta melibatkan indung beurang agar tujuan asuhan keperawatan dapat tercapai (Peggy & Crammaen, 2015)
24
BAB 5 PENUTUP A. KESIMPULAN Teori Madeleine Leininger menyatakan bahwa kesehatan dan asuhan dipengaruhi oleh elemen-elemen antara lain : struktur sosial seeperti tehnologi, kepercayaan dan faktor filosofi, sistem sosial, nilai-nilai kultural, politik dan fakto-faktor legal, faktor-faktor ekonomi dan faktor-faktor pendidikan. Faktor sosial ini berhubungan dengan konteks lingkungan, bahasa dan sejarah etnis, masing-masing sistem ini nerupakan bagian struktur sosial. Pada setiap kelompok masyarakat : pelayanan kesehatan, pola-pola yang ada dalam masyarakat dan praktek-praktek yang merupakan baggian integral dari aspekaspek struktur sosial. Teori Margaret Newman adalah pengenalan pola menyediakan dasar untuk proses perawat-klien interaksi. Newman menyarankan bahwa tugas dalam intervensi adalah pengenalan pola dilakukan oleh profesional kesehatan menjadi sadar akan pola orang lain dengan menjadi berhubungan dengan pola mereka sendiri. Newman menyarankan bahwa profesional harus fokus pada pola orang lain, bertindak sebagai "balok acuan dalam hologram". B. SARAN
25
Diharapkan mahasiswa dapat mengetahui/menguasai tentang model, konsep dan teori keperawatan menurut para ahli dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Alligoog & Tomay. 2015. Nursing Theorists and Their Work Editon (7th ed). St.Louis,USA: Mosby Inc. Cristensen and Kenney. 2014. The nature of theoretical thinking in nursing : Third Edition. New York : Publishing Company Ian, Kareen & Nair. 2014. Notes On Nursing Theories. USA: Mosby Inc. Kimjons. 2016. Nursing Theories And Nursing Practice. Philadelphia : Davis Company Peggy & Crammaen. 2015. Nursing Practice, Theories And Critical Nursing Management. USA Mosby Inc Renpenning & Taylor. 2013. Nursing Theories : Conceptual And Philosopical. Philadelphia : Davis Company Slavomyra. 2015. Nursing Philosopical : Practice. USA Publish Company
26
27