Bab 1-5 Fix.docx

  • Uploaded by: Nela
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 1-5 Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,653
  • Pages: 15
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Pengetahuan tentang massa jenis dalam sebuah praktikum sangat penting

mengingat bahwa pengetahuan tentang massa jenis akan selalu dibutuhkan dalam dunia farmasi terutama untuk mengetahui kemurniaan dari suatu zat. Setiap zat memiliki karakteristik yang berbeda-beda baik dari segi fisik maupun kimia. Sifat fisik yaitu sifat yang dapat kita amati secara langsung seperti cairan, gas, dan padat, serta sifatnya yang dapat diukur seperti massa, volume, dan warna. Sedangkan sifat kimia yaitu sifat yang tidak dapat diamati secara langsung seperti seperti kelarutan, dan kerapatan. Keadaan bahan secara keseluruhan dapat dibagi menjadi zat gas, padat, dan fluida. Zat padat tentu mempertahankan bentuknya, sedangkan fluida tidak mempertahankan bentuknya, serta gas mengembang menempati semua ruang tanpa memperdulikan bentuknya. Teori fluida sangat kompleks, sehingga dimulai dari yang paling dasar yaitu penentuan bobot jenis zat. Bobot jenis suatu zat adalah perbandingan bobot zat terhadap air dengan volume yang ditimbang di udara pada suhu yang sama. Penentuan bobot jenis digunakan hanya untuk senyawa berbentuk cairan, kecuali dinyatakan pada perbandingan bobot zat di udara pada suhu yang telah ditentukan. Dalam penentuan bobot jenis menggunakan beberapa metode salah satunya metode piknometer. Pada metode piknometer ini, bobot jenis suatu zat cair ditentukan dengan berdasarkan pada selisih penimbangan piknometer kosong dengan penimbangan piknometer yang berisi cairan yang kemudian hasilnya dibandingkan dengan volume dari piknometer yang dipakai. Digunakannya metode ini karena metode ini lebih sederhana dan tidak rumit. Selain itu, piknometer juga mempunyai kelebihannya yaitu larutan uji yang digunakan dalam pengukuran jumlahnya hanya sedikit dan wadah pengukurannya kecil. Berdasarkan latar belakang diatas, mengingat pentingnya pengetahuan mengenai bobot jenis di bidang farmasi, maka dibuatlah praktikum bobot jenis dengan menggunakan metode piknomer.

1

1.2

Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud Untuk mengetahui dan memahami cara-cara penentuan bobot jenis dan rapat jenis suatu zat dengan menggunakan metode tertentu. 1.2.2 Tujuan Untuk menentukan bobot jenis dari alkohol 95% dan parafin liquidum dengan menggunakan metode piknometer. 1.3

Prinsip Percobaan Untuk menetapkan bobot jenis suatu zat dengan penimbangan piknometer

kosong dan piknometer yang sudah berisi cairan, selisih kedua timbangan dibandingkan dengan volume larutan dan hasilnya adalah bobot jenis dari larutan tersebut.

2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1

DasarTeori

2.1.1 Pengertian Bobot Jenis Menurut Ansel (2006) Bobot jenis adalah rasio bobot suatu zat terhadap bobot zat baku yang volumenya sama pada suhu yang sama dan dinyatakan dalam desimal. Penting untuk membedakan antara kerapatan dan bobot jenis. Kerapatan adalah massa per satuan volume. Bobot jenis dinyatakan dalam desimal dengan beberapa angka di belakang koma sebanyak akurasi yang diperlukan pada penentuannya. Pada umumnya, dua angka di belakang koma sudah mencukupi. Menurut Ansel (2006) bobot jenis dapat dihitung, atau untuk senyawa khusus dapat ditemukan dalam United States Pharmacopeia (USP) atau buku acuan lain. Kerapatan adalah massa per unit volume suatu zat pada temperatur tertentu. Sifat ini merupakan salah satu sifat fisika yang paling sederhana dan sekaligus merupakan salah satu sifat fisika yang paling definitive, dengan demikian dapat digunakan untuk menentukan kemurnian suatu zat (Martin, 1993). Hubungan antara massa dan volume tidak hanya menunjukan ukuran dan bobot molekul suatu komponen, tetapi juga gaya-gaya yang mempengaruhi sifat karakteristik “pemadatan” (Packing Characteristic). Dalam sistem matriks kerapatan diukur dengan gram/milimeter (untuk cairan) atau gram/cm2 (Martin, 1993). Kerapatan dan berat jenis. Ahli farmasi sering kali mempergunakan besaran pengukuran ini apabila mengadakan perubahan antara massa dan volume. Kerapatan adalah turunan besaran karena menyangkut satuan massa dan volume. Batasannya adalah massa per satuan volume pada temperature dan tekanan tertentu, dan dinyatakan dalam sistem cgs dalam gram per sentimeter kubik (gram/cm3) (Martin, 1993). Berbeda dengan kerapatan, berat jenis adalah bilangan murni tanpa dimensi, yang dapat diubah menjadi kerapatan dengan menggunakan rumus yang cocok. Berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan kerapatan dari suatu zat terhadap kerapatan air, harga kedua zat itu ditentukan pada temperatur yang sama, jika

3

tidak dengan cara lain yang khusus. Istilah berat jenis, dilihat dari definisinya, sangat lemah, akan lebih cocok apabila dikatakan sebagai kerapatan relatif (Martin, 1993). Berat jenis untuk penggunaan praktis lebih sering didefinisikan sebagai perbandingan massa dari suatu zat terhadap massa sejumlah volume air yang sama pada suhu 4oC atau temperatur lain yang tertentu. Notasi berikut sering ditemukan dalam pembacaan berat jenis: 25oC/25oC, 25oC/4oC, dan 4oC/4oC. Angka yang pertama menunjukkan temperatur udara dimana zat ditimban, angka di bawah garis miring menunjukkan temperatur air yang dipakai. Buku-buku farmasi resmi menggunakan patokan 25oC /25oC untuk menyatakan berat jenis (Martin, 1993). Berat jenis dapat ditentukan dengan menggunakan berbagai tipe piknometer, neraca Mohr-Westphal, hidrometer dan alat-alat lain. Pengukuran dan perhitungan didiskusikan di buku kimia dasar, fisika dan farmasi (Martin, 1993). Suatu sifat yang besarnya tergantung pada jumlah bahan yang sedang diselidiki disebut sifat ekstensif. Baik massa maupun volume adalah sifat-sifat ekstensif. Suatu sifat tergantung pada jumlah bahan adalah sifat intensif. Rapatan yang merupakan perbandingan antara massa dan volume adalah sifat intensif. Sifat-sifat intensif umumnya dipilih oleh para ilmuwan untuk pekerjaan ilmiah karena tidak tergantung pada jumlah bahan yang sedang diteliti (Voight, 1995). Pengujian bobot jenis dilakukan untuk menentukan 3 macam bobot jenis yaitu (Lachman,1994) : 1. Bobot jenis sejati Massa partikel dibagi volume partikel tidak termasuk rongga yang terbuka dan tertutup. 2. Bobot jenis nyata Massa partikel dibagi volume partikel tidak termasuk pori/lubang terbuka, tetapi termasuk pori yang tertutup. 3. Bobot jenis efektif Massa parikel dibagi volume partikel termasuk pori yang tebuka dan tertutup. Seperti titik lebur, titik didih atau indeks bias (bilangan bias). Kerapatan relatif merupakan besaran spesifik zat. Besaran ini dapat

4

digunakan untuk pemeriksan konsentrasi dan kemurniaan senyawa aktif, senyawa bantu dan sediaan farmasi. (Lachman, 1994). 2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Bobit Jenis (Lachman, 1994) 1. Temperatur Temperatur berpengaruh pada pengukuran bobot jenis suatu zat dimana pada suhu yang tinggi senyawa yang diukur berat jenisnya dapat menguap sehingga dapat mempengaruhi bobot jenisnya, demikian pula pada suhu yang sangat rendah dapat menyebabkan senyawa membeku sehingga sulit untuk menghitung bobot jenisnya. 2. Massa zat Massa suatu zat berpengaruh pada pengukuran bobot jenis suatu zat dimana massa yang berat memungkinkan bobot jenisnya juga menjadi lebih besar. 3. Volume zat Jika volume zat besar maka bobot jenisnya akan terpengaruhi tergantung pula dari massa zat itu sendiri, dimana ukuran partikel dari zat, bobot molekulnya serta kekentalanya dari suatu zat dapat mempengaruhi bobot jenisnya. 4. Kekentalan/Viskositas Kekentalan/viskositas suatu zat juga dapat mempengaruhi berat jenis suatu zat sehingga menggangu pada saat menentukan bobot jenisnya. 2.2

Uraian Bahan

2.2.1 Air Suling (Dirjen POM, 1979) Nama Resmi

: AQUA DESTILATA

Nama Lain

: Air suling

Rumus Molekul

: H2O

Rumus Struktur

:

5

Berat Molekul

: 18,02 g/mol

Pemerian

: Cairan jenuh, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau.

Kelarutan

: Larut dalam semua jenis larutan.

Kegunaan

: Zat pelarut atau pengencer.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat.

2.2.2 Alkohol (Dirjen POM, 1955; Rowe, 2009) Nama Resmi

: AETHANOLUM

Nama Lain

: Alkohol

Rumus Molekul

: C2H5OH

Rumus Struktur

:

Berat Molekul

: 46,07 gr/mol

Pemerian

: Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.

Kelarutan

: Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan dalam eter P.

Khasiat

: Zat pelarut dan desinfektan/mencegah pertumbuhan atau percemaran jasad renik dan terjadinya infeksi pada benda mati.

Kegunaan

: Zat tambahan.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat, terlindungi dari cahaya, ditempat yang sejuk, jauh dari jangkauan api.

2.2.3 Paraffin Cair (Dirjen POM 1955) Nama Resmi

: PARAFFIN LIQUIDUM

Nama Lain

: paraffin cair

Rumus Molekul

: C13H28 6

Rumus Struktur

:

Berat Molekul

: 72,15 g/mo – 240,48 g/mol

Pemerian

: Cairan kental, transparan, tidak berflouresensi, tidak berwarna, hampir tidak berbau, hampir tidak mempunyai rasa

Kelarutan

: Praktis tidak larut dalam air dan etanol 95%, larut dalam kloroform dan eter.

Khasiat

: Sebagai

laksativum

(pencahar

makanan

yang

dimakan atau membantu mengatasi sembelit dengan membuat kotoran bergerak dengan mudah diusus). Kegunaan

: Zat aktif.

Penyimpanan

: Disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindungi dari cahaya.

7

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1

Tempat dan Waktu Praktikum Farmasi Fisika ini dilakukan pada hari Sabtu tanggal 06 Oktober

2018 pukul 17.00 s/d selesai di Laboratorium Teknologi Farmasi Universitas Negeri Gorontalo dalam percobaan bobot jenis dan rapat jenis. 3.2

Alat dan Bahan

3.2.1 Alat Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu gelas ukur, neraca analitik, oven, penjepit, piknometer, termometer dan wadah stainless. 3.2.2 Bahan Bahan yang digunakan saat praktikum ini yaitu alkohol 70%, alkohol 95%, aquadest, es batu, paraffin liquid dan tisu. 3.3

Cara Kerja

3.3.1 Etanol 95% 1.

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2.

Dibersihkan piknometer menggunakan aquadest dan dibilas dengan alkohol 70%

3.

Dibersihkan alat-alat lainnya menggunakan alkohol 70%

4.

Dipanaskan piknometer 50 ml kedalam oven dengan suhu 100°C selama 5 menit.

5.

Dikeluarkan piknometer dari oven, lalu ditimbang massa piknometer kosong 50 ml pada neraca analitik sebanyak 3 kali

6.

Dimasukkan etanol 95% kedalam piknometer hingga penuh

7.

Dimasukkan piknometer kedalam wadah yang berisi es batu

8.

Diukur suhunya dengan termometer hingga mencapai 25°C

9.

Diangkat piknometer yang berisi etanol 95% yang telah mencapai suhu 25°C tersebut dan ditimbang pada neraca analitik sebanyak 3 kali

10. Dicatat hasilnya dan dihitung bobot jenis dan rapat jenis dari etanol 95%

8

3.3.2 Parafinum Liquidum 1.

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2.

Dibersihkan piknometer menggunakan aquadest dan dibilas dengan alkohol 70%

3.

Dibersihkan alat-alat lainnya menggunakan alkohol 70%

4.

Dipanaskan piknometer 50 ml kedalam oven dengan suhu 100°C selama 5 menit.

5.

Dikeluarkan piknometer dari oven, lalu ditimbang massa piknometer kosong 50 ml pada neraca analitik sebanyak 3 kali

6.

Dimasukkan alkohol paraffin liquidum kedalam piknometer hingga penuh

7.

Dimasukkan piknometer kedalam wadah yang berisi es batu

8.

Diukur suhunya dengan termometer hingga mencapai 25°C

9.

Diangkat piknometer yang berisi parafin liquidum yang telah mencapai suhu 25°C tersebut dan ditimbang pada neraca analitik sebanyak 3 kali

10. Dicatat hasilnya dan dihitung bobot jenis dan rapat jenis dari parafin liquidum

9

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1

Tabel Hasil Pengamatan Alkohol 95% Piknometer Kosong (a)

Piknometer + Alkohol 95% (b)

31,9527 g

73,9549 g

31,9589 g

73,9615 g

31,9618 g

73,9673 g

Σ = 31, 9578 g

Σ = 73,9612 g

Parafin Liquidum

4.2

Piknometer Kosong (a)

Piknometer + Parafin liquidum (b)

31,9802 g

73,9355 g

31,9911 g

73,9447 g

31,9981 g

73,9478 g

Σ = 31, 9898 g

Σ = 73,9426 g

Perhitungan Alkohol 95% Diketahui: a = 50 ml b = 31,9578 g c = 73,9612 g Ditanya: ρzat? Penyelesaian: ρzat = = =

c- b a 73,9612 g – 31,9578 g 50 ml 42,004 g 50 ml

10

= 0,84008 g/ml d = =

ρzat ρair 0,84004 g/ml 1 g/ml

= 0,84004 Parafin liqudum Diketahui: a = 50 ml b = 31,9898 g c = 73,9426 g Ditanya: ρzat? Penyelesaian: ρzat = = =

c- b a 73,9426 g – 31,9898 g 50 ml 41,9528 g 50 ml

= 0,8390 g/ml d = =

ρzat ρair 0,8390 g/ml 1 g/ml

= 0,8390 4.3

Pembahasan Pada praktikum ini dilakukan penentuan bobot jenis dengan menggunakan

metode piknometer. Zat yang digunakan dalam penentuan bobot jenis ini yaitu alkohol 95% dan parafin liquidum. Dalam menentukan bobot jenis dibersihkan piknometer terlebih dahulu dengan air kemudian dibilas dengan alkohol 70%. Pembilasan ini dilakukan untuk menghilangkan sisa mikroorganisme yang

11

biasanya dapat mempengaruhi bobot jenis dari piknometer. Menurut Gilland (1985) alkohol 70% adalah larutan yang efektif untuk membunuh bakteri dan mikroorganisme yang merugikan. Piknometer yang telah dibersihkan akan dipanaskan di dalam oven dengan suhu 100ºC selama 5 menit. Tujuan dilakukannya pemanasan ini untuk mengembalikan piknometer pada bobot sesungguhnya. Karena menurut SNI (1992) pemanasan pada piknometer dilakukan untuk memperoleh bobot konstannya. Setelah pemanasan selesai, piknometer dikeluarkan dengan bantuan penjepit dan dilanjutkan dengan penimbangan piknometer kosong pada neraca analitik sebanyak tiga kali untuk mendapatkan hasil bobot jenis piknometer yang benar-benar akurat. Karena menurut Sutresna (2007) penimbangan berulang ini bertujuan untuk meningkatkan ketetapan dan ketelitian terhadap hasil percobaan. Pada bobot jenis alkohol 95%, piknometer kosong yang telah ditimbang diisi alkohol 95% sampai penuh. Piknometer yang telah diisi didingingkan dalam dalam wadah yang berisi es batu dan diukur suhunya dengan termometer hingga mencapai suhu 25ºC. Menurut Dirjen POM (1995) suhu yang harus dicapai adalah 25oC dimana biasanya pada suhu ini senyawa stabil. Setelah suhunya tercapai, piknometer diangkat lalu dibersihkan sisa air yang menempel pada dinding piknometer. Menurut Arianti (2014) tujuannya agar tidak ada bahan-bahan lain yang menempel pada dinding piknometer yang dapat mengganggu perhitungan. Piknometer yang telah dibersihkan ditimbang dalam neraca analitik sebanyak tiga kali. Setelah ditimbang, dihitung bobot jenis dari alkohol 95% dan diperoleh hasilnya yaitu 0,84004. Bobot jenis alkohol 95% yang diperoleh tidak sesuai dengan Farmakope Indonesia yang menjelaskan bobot jenis alkohol 95% adalah 0,8119 sampai 0,8239. Hal ini dikarenakan pada saat penentuan bobot jenis sering terjadi penyimpangan sehingga memberikan hasil yang berbeda dengan yang seharusnya (sesuai ketentuan di Farmakope

Indonesia). Penyimpangan-

penyimpangan ini antara lain disebabkan oleh karena berbagai kesalahan pada saat

melakukan

praktikum.

Kesalahan

penimbangan,

Kesalahan

akibat

penimbangan ini bisa disebabkan karena timbangan yang digunakan bergantiganti. Sehingga hasil penimbangan antara timbangan yang satu dengan yang lain

12

belum tentu sama. Pengaruh perubahan suhu yang terlalu cepat, perubahan suhu yang

terlalu

cepat

dapat

menyebabkan

cairan

di

dalam

piknometer

memuai/menyusut dengan tidak semestinya, sehingga pada waktu ditimbang zat tersebut memberikan hasil yang berbeda dengan yang telah ditentukan. Piknometer belum benar-benar kering dan bersih, piknometer yang demikian belum bisa digunakan untuk penentuan kerapatan dan bobot jenis, karena masih ada cairan/kontaminan yang tertinggal di dalamnya sehingga tentu saja akan mempengaruhi hasil akhir. Volume zat yang di masukkan ke dalam piknometer tidak tepat, volume zat yang dimasukan ke dalam piknometer harus tepat dengan yang telah ditentukan, karena jika terlalu banyak atau terlalu sedikit maka akan mempengaruhi hasil akhir. Kebersihan sampel yang terkontaminasi, sampel yang terkontaminasi tentu saja akan memberikan hasil yang menyimpang, karena kemurnian zat tersebut sudah berbeda dengan zat yang masih murni. Pada bobot jenis parafin liquidum dilakukan penentuan bobot jenis dengan prosedur kerja yang sama dengan prosedur kerja alkohol 95%. Hasil dari perhitungan bobot jenis parafin liquidum adalah 0,8390. Sedangkan menurut Farmakope Indonesia bobot jenis dari parafin liquidum adalah 0,870 sampai 0,890. Hal ini juga dikarenakan pada saat penentuan bobot jenis sering terjadi penyimpangan sehingga memberikan hasil yang berbeda dengan yang seharusnya (sesuai ketentuan di Farmakope Indonesia). Penyimpangan-penyimpangan ini antara lain disebabkan oleh karena berbagai kesalahan pada saat melakukan praktikum. Kesalahan penimbangan, kesalahan akibat penimbangan ini bisa disebabkan karena timbangan yang digunakan berganti-ganti. Sehingga hasil penimbangan antara timbangan yang satu dengan yang lain belum tentu sama. Pengaruh perubahan suhu yang terlalu cepat, perubahan suhu yang terlalu cepat dapat menyebabkan cairan di dalam piknometer memuai/menyusut dengan tidak semestinya, sehingga pada waktu ditimbang zat tersebut memberikan hasil yang berbeda dengan yang telah ditentukan. Piknometer belum benar-benar kering dan bersih, piknometer yang demikian belum bisa digunakan untuk

penentuan

kerapatan dan bobot jenis, karena masih ada cairan/kontaminan yang tertinggal di dalamnya sehingga tentu saja akan mempengaruhi hasil akhir. Volume zat yang di

13

masukkan ke dalam piknometer tidak tepat, volume zat yang dimasukan ke dalam piknometer harus tepat dengan yang telah ditentukan, karena jika terlalu banyak atau terlalu sedikit maka akan mempengaruhi hasil akhir. Kebersihan sampel yang terkontaminasi, sampel yang terkontaminasi tentu saja akan memberikan hasil yang menyimpang, karena kemurnian zat tersebut sudah berbeda dengan zat yang masih murni.

14

BAB 5 PENUTUP 5.1

Kesimpulan Dalam percobaan ini diperoleh hasil dari bobot jenis dari masing-masing

sampel pada suhu 25ºC yaitu bobot jenis pada alkohol 95% 0,84008 gr/ml dan untuk parafin liquidum 0,8390 gr/ml. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara tetapan bobot jenis yang tertera pada Farmakope Indonesia dengan hasil praktikum. Sehingga dibutuhkan keseriusan dan ketelitian dalam praktikum agar memperoleh hasil yang sesuai. 5.2

Saran

5.2.1 Asisten Diharapkan agar kerjasama antara asisten dengan praktikan lebih ditingkatkan dengan banyak memberi wawasan tentang praktikum farmasi fisika. Hubungan asisten dengan praktikan diharapkan selalu terjaga keharmonisannya agar dapat tercipta suasan kerjasama yang baik. 5.2.2 Laboratorium Diperluas area laboratorium agar lebih luas untuk bergerak. Alat untuk praktek ditambah agar praktikan tepat waktu dalam praktikum dan mendapatkan hasil yang tepat. 5.2.3 Jurusan Sebaiknya fasilitas

yang dimiliki oleh jurusan haruslah lengkap.

Peningkatan kebersihan dalam kamar mandi jurusan. Aroma kebohongan mengganggu aktivitas mahasiswa ketika lewat didepanya.

15

Related Documents

Tugas Pkn Individu Fixdocx
October 2019 113
15. Bab Ii Yoga.docx
May 2020 14
15 - Bab Ii
July 2020 13
15.bab Iv
August 2019 32
Bab 15.docx
December 2019 12
Samkok Bab 15
October 2019 23

More Documents from "mirianto"

2 Kognosi.docx
June 2020 6
Daftar Isi-1.docx
June 2020 14
Bab 1-5 Fix.docx
July 2020 6
June 2020 10