1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia terdiri dari 34 provinsi yang terletak di lima pulau besar dan empat kepulauan yang memiliki jumlah penduduk sebesar 261.890,9 ribu jiwa (Badan Pusat Statistik, 2018). Dari tingkat pencemar teratas, Indonesia menempati posisi kedua setelah china. Pada tahun 2010, Indonesia memiliki populasi masyarakat pesisir pantai sebesar 187,2 juta yang tinggal dalam jarak 50 km dari pesisir dan setiap tahunnya menghasilkan 3,22 juta ton sampah yang tak terkelola dengan baik dan diperkirakan 0,48 – 1,29 juta ton metrik sampah plastik pertahun dibuang ke lautan (World Bank Group & Koordinator Kementerian Bidang Kemaritiman, 2018). Seiring dengan perkembangan zaman kebutuhan plastik dalam kehidupan manusia semakin meningkat, contoh penggunaan plastik yang banyak digunakan misalnya jenis PET (PolyEthylene Terephthalate) pada kemasan botol plastik sehingga limbah botol plastik semakin meningkat dan dapat mencemari lingkungan. Salah satu cara untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan akibat limbah botol plastik ini yaitu dengan cara di daur ulang dan dapat dimanfaatkan kembali (Iwan Agustiawan, 2015). Dalam proses daur ulang ini botol plastik harus dihancurkan menjadi serpihan-serpihan kecil terlebih dahulu kemudian dilebur kembali untuk dimanfaatkan menjadi sebuah produk baru, salah satu contohnya dijadikan bahan baku pembuatan plastik kemasan, botol plastik jenis PET dan benang polyester. Proses pengolahan botol plastik menjadi serpihan dapat dilakukan secara manual dengan menggunting plastik menjadi serpihan plastik. Namun proses pencacahan plastik secara manual memerlukan waktu yang sangat lama mengingat ukuran dari serpihan plastik yang dibutuhkan relatif kecil. Dengan menggunakan mesin pencacah botol plastik efektivitas pengolahan botol plastik menjadi serpihan jauh lebih baik dibandingkan dengan pencacahan botol plastik secara manual, operator hanya perlu memberi input botol plastik kedalam mesin pencacah botol plastik yang kemudian mekanisme pisau di dalam mesin akan bekerja untuk
1
2
mencacah botol plastik hingga ukuran yang diinginkan (Iwan Agustiawan, 2015). Berdasarkan latar belakang di atas, diperlukan kegiatan rancang bangun yang bertujuan untuk memperoleh karakterisitik mesin yang dianggap paling tepat untuk mencacah limbah botol plastik untuk kemudian menjadi serpihan-serpihan kecil sebagai bahan baku plastik kemasan, botol plastik jenis PET dan benang polyester.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Berapa daya yang dibutuhkan mesin pencacah limbah botol plastik untuk bahan baku plastik? 2. Berapakah daya motor yang dibutuhkan agar kapasitas kinerja mesin yang diinginkan dapat tercapai sesuai rancangan? 3. Bagaimana spesifikasi komponen mesin pencacah limbah botol plastik yang akan dirancang?
1.3 Tujuan Meninjau dari rumusan masalah yang telah ada, maka tujuan dapat disampaikan sebagai berikut: 1. Mengetahui daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan mesin pencacah limbah botol plastik. 2. Menentukan daya motor yang dibutuhkan agar kapasitas kinerja mesin yang diinginkan dapat tercapai sesuai rancangan. 3. Dapat menentukan spesifikasi komponen mesin pencacah limbah botol plastik yang akan dirancang.
1.4 Manfaat Adapun manfaat dari perancangan mesin limbah botol plastik ini, sebagai berikut: 1. Bagi Penulis a. Menerapkan ilmu yang diperoleh dalam proses perkuliahan.
3
b. Untuk memperoleh wawasan dan pengalaman dalam merancang mesin pencacah limbah botol plastik yang dibutuhkan masyarakat, sehingga dapat meningkatkan keterampilan dan daya kreatifitas mahasiswa 2. Bagi Instansi a. Digunakan sebagai dasar dan rujukan pada instansi pendidikan apabila ada peserta didik yang ingin mengetahui lebih tentang mesin pencacah limbah botol plastik. b. Menjadi dasar penelitian maupun rujukan penelitian selanjutnya apabila ada yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan maupun meneliti lebih lanjut tentang mesin pencacah limbah botol plastik. 3. Bagi Industri Dapat dipakai untuk home industry (industri perumahan) karena konstruksinya yang sederhana dan harganya yang relatif murah.
4
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Plastik Plastik adalah suatu polimer yang mempunyai sifat-sifat unik dan luar biasa. Polimer adalah suatu bahan yang terdiri dari unit molekul yang disebut monomer. Jika monomernya sejenis disebut homopolimer, dan jika monomernya berbeda akan menghasilkan kopolimer. Polimer alam yang telah kita kenal antara lain: selulosa, protein, karet alam dan sejenisnya. Pada mulanya manusia menggunakan polimer alam hanya untuk membuat perkakas dan senjata, tetapi keadaan ini hanya bertahan hingga akhir abad 19 dan selanjutnya manusia mulai memodifikasi polimer menjadi plastik. Plastik yang pertama kali dibuat secara komersial adalah nitroselulosa. Material plastik telah berkembang pesat dan sekarang mempunyai peranan yang sangat penting dibidang elektronika, pertanian, tekstil, transportasi, furniture, konstruksi, kemasan kosmetik, mainan anak-anak dan produk-produk industri lainnya (Iman Mujiarto, 2005). Secara garis besar, plastik dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu: plastik thermoplast dan plastik thermoset. Plastik thermoplast adalah plastik yang dapat dicetak berulang-ulang dengan adanya panas.
Gambar 2.1 Plastik Thermoplast Sumber: Iman Mujiarto (2005)
Yang termasuk plastik thermoplast antara lain: PE, PP, PS, ABS, SAN, nylon, PET, BPT, Polyacetal (POM), PC dll. Sedangkan palstik thermoset adalah plastik yang apabila telah mengalami kondisi tertentu tidak dapat dicetak kembali karena bangun polimernya berbentuk jaringan tiga dimensi.
4
5
Gambar 2.2 Plastik Thermoset Sumber: Iman Mujiarto (2005)
Yang termasuk plastik thermoset adalah: PU (Poly Urethene), UF (Urea Formaldehyde), MF (Melamine Formaldehyde), polyester, epoksi dll. Untuk membuat barang-barang plastik agar mempunyai sifat-sifat seperti yang dikehendaki, maka dalam proses pembuatannya selain bahan baku utama diperlukan juga bahan tambahan atau aditif. Penggunaan bahan tambahan ini beraneka ragam tergantung pada bahan baku yang digunakan dan mutu produk yang akan dihasilkan. Berdasarkan fungsinya, maka bahan tambahan atau bahan pembantu proses dapat dikelompokkan menjadi bahan pelunak (plasticizer), bahan penstabil (stabilizer), bahan pelumas (lubricant), bahan pengisi (filler), pewarna (colorant), antistatic agent, blowing agent, flame retardant dan sebagainya (Iman Mujiarto, 2005).
2.1.1 Polyethylen Terephtalate (PET) Plastik jenis PET mulai dikembangkan pada pertengahan tahun 1940 oleh Dupont Tim. Mereka sedang dalam usaha pencarian PET untuk bahan tekstil yang berupa fiber dan akhirnya bahan itu diberi nama “dakron”. Kemudian, masih merupakan kelompok DuPont tim, John Rex Whinfield bersama timnya mendapatkan hak paten “PET” pada tahun 1941. Setelah berselang beberapa tahun, pada akhir tahun 1950-an, seorang ilmuwan menemukan cara untuk membentuk PET menjadi bentuk lembaran, dari sana PET mulai digunakan sebagai bahan untuk kertas film di bidang fotografi dan kertas rontgen. Barulah pada tahun 1970-an, teknologi stretch-blow moulding PET ditemukan. Teknologi ini menghasilkan benda berongga, seperti botol yang memiliki
orientasi
molekular
biaksial
(dua
sumbu).
Orientasi
biaksial
6
meningkatkan sifat fisik, kejernihan, dan sifat penghalang gas, yang semuanya penting dalam produk seperti botol. Teknologi tersebut juga membuat PET film berbentuk botol yang tahan pecah dan mempunyai bentuk yang cukup kuat namun ringan. Sehingga pada tahun 1973 PET berbentuk botol dipatenkan dan pada tahun 1977 merupakan tahun pertama PET botol di daur ulang. PET merupakan plastik yang lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik, dengan pemanasan akan menjadi lunak dan mencair pada suhu 110 C. Berdasarkan sifat permealibilitasnya yang rendah serta sifat-sifat mekaniknya yang baik, PET mempunyai ketebalan 0,001 sampai 0,01 inchi, yang banyak digunakan sebagai botol kemasan air mineral, botol minyak goreng dan botol jus. Selain kemasan botol, PET resin hasil daur ulang dapat juga digunakan untuk memproduksi pakaian, onderdil kendaraan, karpet dan lain – lain. Angka daur ulang PET di USA dan Eropa berturut – turut sekitar 31% dan 52% pada tahun 2012. Untuk dapat mendaur ulang plastik PET, langkah awal yang harus dilakukan adalah menghancurkan plastik ini terlebih dahulu. Dapat dilakukan dengan cara dilelehkan ataupun dihancurkan menjadi cacahan–cacahan kecil. Tabel yang menunjukkan sifat karakteristik mekanis dari plastik PET untuk dapat dihancurkan, dapat dilihat melalui tabel 2.1 di bawah ini:
Tabel 2.1 Sifat Mekanis PET Sumber: (http://www.matweb.com/reference/tensilestrength.aspx)
7
2.2 Mesin Pencacah Botol Plastik Menurut Yeshwant et al. (2014) mesin pencacah adalah mesin yang dirancang untuk mengurangi volume benda-benda padat yang besar kedalam volume yang lebih kecil, atau potongan kecil. Mesin pencacah dapat juga digunakan untuk mengurangi ukuran, atau mengubah bentuk bahan, sehingga bahan tersebut dapat lebih mudah dan efisien digunakan untuk tujuan tertentu. Mesin pencacah mentransfer gaya yang disalurkan secara mekanikal menggunakan material material yang ikatan molekulnya lebih kuat, dan lebih mampu menahan deformasi daripada material yang akan dihancurkan. Mesin pencacah menahan material diantara dua permukaan padat yang disusun paralel atau yang hampir saling bersentuhan dan memberikan gaya yang membawa material melewatinya dengan menggunakan energi yang cukup untuk dapat menghancurkan material tersebut sehingga molekul-molekulnya terpisah (patah), atau terjadi perubahan bentuk (deformasi). Teknologi pencacahan limbah plastik umumnya menggunakan mesin pencacah yang terdiri dari silinder pemotong tunggal tipe reel dan bedknife. Namun, pemotong tipe reel ini prosesnya kurang efisien karena proses pemotongan lama dan membutuhkan tenaga yang besar. Masalah lain yang juga sering muncul adalah pisau pemotong yang menjadi tumpul dan mesin yang sering tersendat (Ichlas Nur, 2014). Untuk meningkatkan efisiensi proses pencacahan tersebut, dapat dilakukan suatu usaha yakni menggunakan sistem pemotong yang mampu melakukan perusakan struktur bahan dengan meremukkan, menekan, menarik dan merobekrobek bahan, dengan kondisi ini bahan dapat menjadi potongan-potongan yang lebih kecil. Untuk itu, perlu proses pencacahan dengan menggunakan mesin pencacah berbentuk crusher. Sistem pemotong crusher menggunakan dua buah silinder pemotong yang masing-masing memiliki pisau yang disusun berselangan dan berputar berlawanan arah, agar dapat bekerja dengan menjepit, meremukkan, menekan, menarik, dan merobek-robek bahan limbah plastik (Ichlas Nur, 2014). Berbeda dengan sistem pemotong tipe reel yang hanya menggunakan satu buah poros pisau pemotong tunggal disertai rumah pemotong (bedknife). Sistem pemotong ini bekerja dengan menjepit dan menekan bahan limbah plastik hingga
8
hancur. Ilustrasi perbedaan sistem pemotong tipe reel dengan tipe crusher dapat dilihat pada gambar 2.3 (a) dan (b) di bawah ini:
a A A
Gambar 2.3 (a) Sistem Pemotong tipe Crusher Sumber: Ichlas Nur (2014)
b A A
Gambar 2.3 (b) Sistem Pemotong tipe Reel Sumber: Ichlas Nur (2014)
2.3 Komponen Mesin Pencacah Botol Plastik Mesin pencacah botol plastik dalam sistem mekanisnya tersusun atas komponen-komponen yang saling berkaitan. Sumber daya dan putaran mesin diperoleh dari motor listrik, sedangkan untuk pentransmisi daya dan pereduksi putaran digunakan sistem pulley dan v-belt. Adapun untuk sistem pencacahan, pisau diletakkan dalam sebuah poros dengan penumpu bantalan sehingga putarannya dapat berlangsung secara halus dan aman. Untuk mengaitkan pentransmisi daya dan pereduksi putaran (pulley dan v-belt) dengan poros digunakan elemen pasak.
9
2.3.1
Motor Listrik
Motor listrik merupakan sebuah perangkat elektromagnetik yang mengubah energi listrik menjadi energi mekanis, untuk menggerakkan berbagai peralatan, mesin-mesin industri, dan sistem pengangkutan. Pada dasarnya motor listrik digunakan untuk menggerakkan elemen mesin seperti pulley, sprocket-chain, dan gear box. Menurut Sumanto (1995) sebagai alat penggerak, motor listrik lebih efektif jika dibandingkan dengan sistem penggerak jenis yang lain, hal tersebut disebabkan motor listrik dapat di desain sesuai dengan kebutuhan operasionalnya. Kelebihan motor listrik antara lain adalah:
Dapat dibuat dalam berbagai ukuran tenaga
Mempunyai batas-batas kecepatan (speed range) yang luas
Operasional dan maintenance yang relatif mudah
Dapat dikendalikan secara manual maupun otomatis Motor listrik terdiri dari rotor (bagian yang bergerak) dan stator (bagian yang
diam). Pada stator terdapat inti magnet, sedangkan pada stator terdapat koil yang berfungsi sebagai magnet listrik jika dialiri arus. Motor listrik diklasifikasikan menjadi dua jenis yaiu AC (arus bolak-balik) dan DC (arus searah). Satuan daya pada motor berdasarkan US adalah HP, sedangkan daya motor berdasarkan SI adalah Watt, dengan konversi 1 HP = 0,7457 kW. Adapun tahapan dan perhitungan dalam menentukan daya minimal motor listrik adalah sebagai berikut: a. Menentukan kapasitas rencana, jumlah pisau, diameter pisau, dan panjang mata pisau. b. Volume botol plastik 𝑉 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑘 × 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑘
(1)
Keterangan: 𝑉 = volume botol plastik (cm3) c. Menghitung putaran poros untuk mencacah sebuah botol plastik 𝑉 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢
= 𝑎 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛
Keterangan: 𝑉 = volume botol plastik (cm3) 𝑎 = putaran poros (rpm)
(2)
10
d. Menentukan hasil botol plastik setelah dicacah dalam satu putaran poros 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑘 𝑎
= 𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑚 𝑘𝑔
(3)
Keterangan: 𝑎 = putaran poros (rpm) 𝑚 = massa botol plastik setelah dicacah dalam satu putaran poros e. Agar rencana kapasitas w kg/menit tercapai, maka: 𝑤 𝑚
= 𝑛 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
(4)
Keterangan: 𝑤 = rencana kapasitas mesin per menit 𝑚 = massa botol plastik setelah dicacah dalam satu putaran poros Dengan 𝑆𝐹𝑃 = 1,2 maka 𝑛 × 1,2 = 𝑛 𝑟𝑝𝑚 f. Menghitung Torsi 𝑇 = 𝐹. 𝑟. 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢
(5)
Keterangan: 𝑇 = torsi (kg.mm) 𝐹 = gaya potong (kgf) 𝑟 = diameter pisau (m) g. Menghitung daya minimal 𝑃=
(
𝑇 𝑛 )×(2𝜋× ) 1000 60
102
(6)
Keterangan: 𝑃 = daya (kW) 𝑇 = torsi (kg.mm) 𝑛 = putaran mesin (rpm)
Daya minimal kemudian dijadikan sebagai acuan untuk menentukan spesifikasi motor listrik yang digunakan sebagai penggerak mesin pencacah botol plastik dengan mempertimbangkan aspek kebutuhan mesin dan ketersediaan produk di pasaran.
11
2.3.2
Puli dan Sabuk-V (pulley and v-belt)
Puli merupakan salah satu bagian mesin yang mentransmisikan putaran. Puli ini dipasang pada poros motor dan dihubungan melalui sabuk-V ke puli poros pemotong. Pada dasarnya puli mempunyai prinsip kerja yang sama dengan sprocket. Perbedaanya adalah terletak pada media penghantar transmisi putaran yang digunakan, jika puli menggunakan media transmisi sabuk, sedangkan sprocket menggunakan media transmisi rantai. Puli banyak dibuat dari bahan besi cor, baja cor, baja tempa dan paduan alumunium. Puli dari bahan besi cor memiliki nilai koefisien gesek yang lebih tinggi dibandingkan dengan puli dari bahan baja tempa. Kedudukan puli penggerak dan puli yang digerakkan pada poros harus lurus agar sabuk tidak mudah lepas dari kedudukan puli. Sabuk-V atau V-Belt merupakan penghubung antara puli satu dan puli lainnya. Sabuk-V merupakan sabuk yang tidak berujung dan diperkuat dengan penguat tenunan dan tali. Sabuk-V terbuat dari karet dan bentuk penampangnya berupa trapesium, bisa dilihat pada gambar 2.4 Bahan yang digunakan untuk membuat inti sabuk itu sendiri terbuat dari tenunan tetoron.
Gambar 2.4 Macam-macam ukuran penampang sabuk Sumber: Robert L. Mott (2004)
Pemilihan penampang sabuk-V yang cocok ditentukan atas dasar daya rencana dan putaran poros penggerak, bisa dilihat pada gambar 2.5 diagram pemilihan tipe sabuk. Daya rencananya sendiri dapat diketahui dengan mengalihkan daya yang akan diteruskan dengan faktor koreksi yang ada di tabel 2.2.
12
Gambar 2.5 Diagram pemilihan tipe sabuk Sumber: Robert L. Mott (2004)
Tabel 2.2 Pemilihan Faktor Koreksi
Driven machine type
<6 h/day
Agitators, blowers, fans, 1.0 centrifugal pumps, light conveyors Generator, machine 1.1 tools, mixer, gravel conveyor Bucket elevators, textile 1.2 machines, hammer mills, heavy conveyors Crusher, ball mills, 1.3 hoists, rubber extruders Any machine that can 2.0 choke Sumber: Robert L. Mott (2004)
6-15 h/day
>15 h/day
<6 h/day
6-15 h/day
>15 h/day
1.1
1.2
1.1
1.2
1.3
1.2
1.3
1.2
1.3
1.4
1.2
1.4
1.4
1.5
1.6
1.4
1.5
1.5
1.6
1.8
2.0
2.0
2.0
2.0
2.0
Puli dan sabuk-V merupakan komponen penting yang tidak bisa dipisahkan atau bisa disebut satu paket karena putaran puli hanya bisa ditransmisikan ke puli
13
yang lain menggunakan media sabuk. Berikut adalah tahapan cara merencanakan puli dan sabuk-V: a. Daya Rencana 𝑃𝑑 = 𝐹𝑐 × 𝐻𝑃
(7)
Keterangan: 𝑃𝑑 = Daya Rencana (HP) F𝑐 = Faktor Koreksi 𝐻𝑃 = Daya Motor (HP) Faktor koreksi menggunakan 1,6 dikarenakan masuk dalam kategori mesin crushers. Dapat dilihat pada tabel 2.2. b. Pemilihan Sabuk Pemilihan sabuk ditentukan dari daya rencana dan putaran poros penggerak dengan melihat diagram pemilihan sabuk gambar 2.5. c. Rasio Kecepatan 𝑛1 /𝑛2
(8)
Keterangan: 𝑛1 = Putaran Motor (Puli 1) (rpm) 𝑛2 = Putaran Poros (Puli 2) (rpm) d. Menentukan Ukuran Puli Pemilihan diameter puli ditentukan dari daya rencana dan putaran poros penggerak dengan melihat diagram daya rata-rata sabuk.
14
Gambar 2.6 Diagram daya rata-rata sabuk Sumber: Robert L. Mott (2004)
Kemudian untuk ukuran puli kedua menggunakan persamaan sebagai berikut: 𝐷2 =
𝑛1 ×𝐷1 𝑛2
(9)
Keterangan: 𝑛1 = Putaran Motor (Puli 1) (rpm) 𝑛2 = Putaran Poros (Puli 2) (rpm) 𝐷1 = Diameter Puli 1 (Puli Motor) (in) 𝐷2 = Diameter Puli 2 (Puli Poros) (in) e. Menentukan Daya Rata-Rata Sabuk Menentukan daya rata-rata dilihat dari perbandingan ukuran puli dan putaran poros dengan melihat gambar 2.6 diagram daya rata-rata sabuk. f. Menentukan Asumsi Jarak Sumbu Poros 𝐷2 < 𝐶 < 3(𝐷2 + 𝐷1 )
(10)
15
Keterangan: 𝐶 = Jarak Sumbu Poros (asumsi awal)
Gambar 2.7 Diagram puli dan sabuk-V Sumber: Robert L. Mott (2004)
g. Menghitung Panjang Sabuk 𝐿 = 2𝐶 + 1,57(𝐷2 + 𝐷1 ) −
(𝐷2 −𝐷1 )2 4𝐶
(11)
Keterangan: 𝐿 = Panjang Sabuk (in) 𝐶 = Jarak Sumbu Poros (asumsi awal) (in) Setelah menghitung panjang sabuk, kemudian memilih panjang sabuk standart yang terdekat dengan melihat tabel 2.3. pemilihan panjang sabuk standart.
Tabel 2.3 Panjang sabuk standart
Sumber: Robert L. Mott (2004)
16
h. Menentukan Jarak Sumbu Poros Sebenarnya 𝐵 = 4𝐿 − 6,28(𝐷2 + 𝐷1 ) 𝐶=
(12)
𝐵+√𝐵2 −32(𝐷2 −𝐷1 )2
(13)
16
Keterangan: 𝐿 = Panjang Sabuk (in) 𝐵 = Variabel untuk menentukan C 𝐶 = Jarak Sumbu Poros (asumsi awal) (in) i. Menghitung Sudut Kontak pada Puli 𝜃 = 180° − 2𝑠𝑖𝑛−1 [
𝐷2 −𝐷1 2𝐶
]
(14)
Keterangan: 𝜃 = Sudut Kontak Puli (°) j. Menentukan Faktor Koreksi Menentukan Faktor Koreksi dapat dilihat pada Gambar 2.8 (a) dan (b). Diagram faktor koreksi suduk kontak dan panjang sabuk.
a A A
Gambar 2.8 (a) Faktor Koreksi Sudut Kontak Sumber: Robert L. Mott (2004)
17
b A A
Gambar 2.8 (b) Faktor Koreksi Panjang Sabuk Sumber: Robert L. Mott (2004)
k. Menghitung Daya Koreksi dan Jumlah Sabuk 𝐷𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 = 𝐶𝜃 . 𝐶𝐿 . 𝑃𝑑
(15)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎𝑏𝑢𝑘 = 𝑃𝑑 /𝐷𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖
(16)
Keterangan: 𝐶𝜃 = Faktor Koreksi Suduk Kontak 𝐶𝐿 = Faktor Koreksi Panjang Sabuk 2.3.3
Poros (shaft)
Poros adalah salah satu komponen dasar dan termasuk bagian utama dalam perencanaan konstruksi mesin. Secara umum fungsi poros adalah untuk memindahkan tenaga gerak putar atau mendukung suatu beban dengan atau tanpa meneruskan daya (Izza, 2015). Selama mesin beroperasi, poros dapat dikenakan beberapa faktor seperti faktor pembebanan (beban lentur, puntir, atau kombinasi keduanya), tarikan, dan tekanan yang bekerja dari komponen mesin (Shigley, J dan Mitchell, 1995). Faktor-faktor tersebut menjadi penting untuk diperhatikan selama proses perencanaan poros agar hasil perencanaan poros mampu menghasilkan
18
dimensi yang tepat dan aman. Untuk merencanakan poros, hal-hal penting yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: 1. Kekuatan poros Poros dapat mengalami beban puntir, beban lentur, bahkan beban gabungan. Sehingga harus memperhatikan ukuran diameter poros terhadap konsentrasi tegangan yang terjadi. 2. Kekakuan poros Meskipun kekuatan poros yang dimiliki cukup tinggi, akan tetapi jika terkena lenturan dan defleksi yang terlalu besar akan mengakibatkan ketidaktelitian atau getaran dan suara. Selain kekuatan, kekakuan juga perlu diperhatikan pada saat merencanakan poros yang hendak dipakai. 3. Putaran kritis Putaran kritis adalah apabila suatu mesin dinaikkan maka pada putaran tertentu terjadi getaran yang luar biasa besarnya. Hal ini dapat terjadi pada motor bensin, motor diesel, motor listrik dan dapat menyebabkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian yang lainnya. 4. Bahan poros Bahan dari poros sendiri relatif beragam tergantung dari beban dan gaya-gaya yang terjadi pada poros.
Adapun tahapan perencanaan poros sebagai berikut: a. Menentukan putaran poros mesin b. Menghitung torsi pada poros 𝑃
𝑇 = 63000 𝑛
(17)
Keterangan: 𝑇 = Torsi (lb.in) 𝑃 = Daya Motor (hp) 𝑛 = Putaran Mesin (rpm) c. Menghitung gaya-gaya yang bekerja pada poros Gaya pada puli 𝐷𝑝
𝐹𝑏 = 1,5. 𝑇/ ( 2 ) Keterangan:
(18)
19
𝐹𝑏 = Gaya bending pada sabuk (lb) 𝑇 = Torsi (lb.in) 𝐷𝑝 = Diameter puli (in)
Gaya puli ke arah sumbu x dan y 𝐹𝑏𝑥 = 𝐹𝑏. 𝑐𝑜𝑠 𝜃
(19)
𝐹𝑏𝑦 = 𝐹𝑏. 𝑠𝑖𝑛 𝜃
(20)
Gaya pada roda gigi
Gaya tangensial pada roda gigi 𝐷𝑟𝑔
𝑊𝑡 = 𝑇/ (
2
)
(21)
Keterangan: 𝑊𝑡 = Gaya tangensial pada roda gigi (lb) 𝑇 = Torsi (lb.in) 𝐷𝑟𝑔 = Diameter roda gigi (in)
Gaya radial pada roda gigi 𝑊𝑟 = 𝑊𝑡. 𝑡𝑎𝑛 𝜃
(22)
Keterangan: 𝑊𝑟 = Gaya radial pada roda gigi (lb) 𝑊𝑡 = Gaya tangensial pada roda gigi (lb) Gaya pada pisau pemotong/pencacah
Gaya potong arah sumbu x 𝐹𝑐𝑥 =
𝐹𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔 ×𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢×𝐿𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢 2
(23)
Gaya potong arah sumbu y 𝐹𝑐𝑦 =
𝑊𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢×𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢 2
(24)
d. Menghitung reaksi dan momen yang terjadi pada bidang horizontal dan vertikal dengan membuat diagram bidang gaya dan diagram bidang momen e. Menentukan material poros beserta properti atau karakteristiknya
Yield strength (𝑆𝑦) Yield strength (𝑆𝑦) ditentukan dengan berdasar Tabel 2.4.
Tensile strength (𝑆𝑢) Tensile strength (𝑆𝑢) ditentukan dengan berdasar Tabel 2.4.
20
Tabel 2.4 Spesifikasi Material Baja Karbon AISI
Sumber: Robert L. Mott (2004)
21
Endurance strength (𝑆𝑛) Endurance strength (𝑆𝑛) ditentukan dengan berdasar Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Endurance strength Sumber: Robert L. Mott (2004)
Reliability factor (𝐶𝑟) Reliability factor ditentukan dengan mengacu pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Reliability Factor
Sumber: Robert L. Mott (2004)
22
Size factor (𝐶𝑠) Size factor ditentukan dengan mengacu Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Size factor Sumber: Robert L. Mott (2004)
Estimasi kekuatan daya aktual material 𝑆 ′ 𝑛 = 𝑆𝑛 × 𝐶𝑠 × 𝐶𝑟
(25)
Keterangan: 𝑆 ′ 𝑛 = Estimasi kekuatan daya aktual material (psi) 𝑆𝑛 = Endurance strength (psi) 𝐶𝑠 = Size factor 𝐶𝑟 = Reliability factor f. Menghitung diameter minimal yang dibutuhkan poros 32×𝑁
𝐷=[
𝜋
√(
𝐾𝑡 ×𝑀 𝑆′𝑛
3
𝑇
2
3
) + 4 (𝑆𝑦) ]
Keterangan: 𝐷 = Diameter poros (in) 𝐾𝑡 = Faktor konsentrasi tegangan 𝑆𝑦 = Yield Strength (psi) 𝑀 = Momen (lb.in) 𝑇 = Torsi (lb.in) 𝑁 = Faktor desain
(26)
23
Jika tidak ada torsi dan momen yang terjadi pada suatu titik (pada umumnya digunakan pada dudukan Bearing di ujung poros), maka diameter minimal dapat dicari dengan rumus 27. 𝑁
𝐷 = √2,94 × 𝐾𝑡 × (𝑣) × 𝑆′𝑛
(27)
Keterangan: 𝑣 = √(𝐹𝑥)2 + (𝐹𝑦)2
2.3.4
(28)
Bantalan (bearing)
Bearing adalah suatu elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara halus, aman, dan berumur panjang. Bearing ini harus cukup kokoh untuk menahan beban dari poros yang terhubung dengan komponen mesin lainya sehingga dapat berputar, bekerja sesuai dengan fungsinya. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik, maka prestasi seluruh sistem akan menurun bahkan bisa terhenti. Tujuan dari Bearing adalah untuk menahan beban sambil memungkinkan gerakan relatif antara dua elemen mesin (Robert L. Mott, 2004). Bantalan paling umum digunakan untuk menahan poros yang berputar dan cukup baik dalam menerima beban radial atau beban kombinasi antara radial dan aksial (dorong). Beberapa bantalan dirancang hanya untuk menerima beban dorong. Kebanyakan bantalan digunakan dalam aplikasi yang melibatkan rotasi, tetapi sebagian digunakan di aplikasi gerak linier. Adapun gambar dari jenis-jenis Bearing yaitu sebagai berikut: a
b
A A
A A
Gambar 2.11 (a) Single-row, deep-groove ball Bearing (b) Double-row Sumber: Robert L. Mott (2004)
24
a
b
A A
A A
Gambar 2.12 (a) Angular ball Bearing (b) Cylindrical roller Bearing Sumber: Robert L. Mott (2004)
Gambar 2.13 Single-row needle and double-row needle Bearings Sumber: Robert L. Mott (2004)
a A A
b A A
Gambar 2.14 (a) Spherical roller Bearing (b) Tapered roller Bearing Sumber: Robert L. Mott (2004)
Pertama-tama tahapan dalam perencanaan bearing adalah sebagai berikut: a. Menentukan beban desain dari Bearing (beban ekuivalen) 𝑃𝑑 = 𝑣 × 𝑅 Keterangan: 𝑃𝑑 = Beban desain (lb)
(29)
25
𝑣 = Faktor koreksi 𝑅 = Beban radial (lb) Jika beban radial memiliki dua arah maka dicari resultannya 𝑅 = √(𝑅𝐵𝑥 )2 + (𝑅𝐵𝑦 )2
(30)
Keterangan: 𝑅𝐵𝑥 = Beban radial atau gaya reaksi arah sumbu x (lb) 𝑅𝐵𝑦 = Beban radial atau gaya reaksi arah sumbu y (lb) b. Menentukan diameter minimal poros, sebagai batas bawah lubang Bearing c. Menentukan jenis Bearing berdasar Tabel 2.6. Tabel 2.6 Jenis Bearing
Sumber: Robert L. Mott (2004)
d. Menentukan umur desain Bearing berdasar Tabel 2.7. Tabel 2.7 Umur Bearing
Sumber: Robert L. Mott (2004)
26
e. Menentukan faktor kecepatan dan faktor umur untuk Bearing yang dipilih dengan mengacu Gambar 2.15.
Gambar 2.15 Faktor Umur dan Faktor Kecepatan Ball Bearings dan Roller Bearings Sumber: Robert L. Mott (2004)
f. Menghitung C (Basic dynamic load rating yang diminta) berdasar persamaan 31. 𝑓
𝐶 = 𝑃𝑑 × 𝑓 𝐿
𝑁
(31)
Keterangan: 𝐶 = Basic dynamic load rating 𝑃𝑑 = Beban desain (lb) 𝑓𝐿 = Faktor Umur 𝑓𝑛 = Faktor Kecepatan g. Menentukan calon Bearing yang memiliki nilai mendekati C berdasar Tabel 2.8. h. Memilih Bearing yang memiliki geometri yang mudah, murah, ketersediaan dan harga terjangkau i. Menghitung umur desain 𝐶
3
𝐿𝑑 = (𝑃𝑑) × 106 Keterangan: 𝐿𝑑 = Umur desain Bearing 𝑃𝑑 = Beban desain (lb)
(32)
27
Tabel 2.8 Pemilihan Bearing
Sumber: Robert L. Mott (2004)
28
2.3.5
Pasak (key)
Pasak (key) adalah sebuah elemen mesin berbentuk silindris, balok kecil atau silindris tirus yang berfungsi sebagai penahan elemen seperti pulley, sprocket, roda gigi, atau kopling pada poros. (Sonawan, H., 2009). Menurut ASME, definisi pasak adalah “demountable elemen mesin yang ketika dipasang pada alurnya, mempunyai kegunaan untuk mentransmisikan torsi antara poros dan hub”. Pasak merupakan komponen mesin yang ditempatkan pada antarmuka poros dan
hub
pada
elemen
sistem
power-transmisi,
yang bertujuan
untuk
mentransmisikan torsi dan juga sebagai penahan elemen (Robert L. Mott, 2004). Selain itu pasak juga digunakan untuk memfasilitasi perakitan dan pembongkaran sistem poros. Seperti halnya baut dan sekrup, pasak digunakan untuk membuat sambungan yang dapat dilepas yang berfungsi untuk menjaga hubungan putaran relatif antara poros dengan elemen mesin yang lain. Jenis pasak berdasar arah gaya diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu pasak memanjang dan pasak melintang. Sedangkan untuk klasifikasi pasak berdasarkan bentuk dasarnya antara lain:
Gambar 2.16 (a) Square Key (b) Rectangular Key Sumber: Robert L. Mott (2004)
Gambar 2.17 (a) Plain Taper Key (b) Alternate Plain Taper Key Sumber: Robert L. Mott (2004)
29
Gambar 2.18 Pin Key Sumber: Robert L. Mott (2004)
Gambar 2.19 Woodruff Keys Sumber: Robert L. Mott (2004)
Berikut adalah langkah-langkah dalam merencanakan pasak: a. Melengkapi desain poros di mana pasak akan dipasang, dan menentukan diameter aktual di lokasi keyseat. b. Pilih ukuran pasak dari Tabel 2.9. Gunakan pasak bujur sangkar dengan 𝑊 = 𝐻 jika ukuran poros adalah 6,50 in atau lebih kecil. Gunakan pasak persegi panjang jika diameter lebih besar dari 6,50 in. Kemudian lebar pasak 𝑊 akan lebih besar dari tinggi 𝐻.
30
Tabel 2.9 Dimensi Pasak
Sumber: Robert L. Mott (2004)
c. Menentukan fillet dan chamfers dengan mengacu Tabel 2.10
Tabel 2.10 Dimensi Fillet dan Chamfer
Sumber: Robert L. Mott (2004)
d. Menentukan material untuk pasak e. Menentukan kekuatan luluh dari bahan untuk pasak dan poros. 𝜎𝑑 =
𝑆𝑦 𝑁
Keterangan: 𝜎𝑑 = Gaya tekan (psi)
(33)
31
𝑆𝑦 = Yield Strength (psi) 𝑁 = Faktor desain f. Jika pasak bujur sangkar digunakan dan material pasak memiliki kekuatan luluh lebih rendah dibanding kekuatan luluh poros, maka untuk menghitung panjang pasak minimum digunakan persamaan berikut: 4𝑇
𝐿 = 𝜎𝑑×𝐷×𝐻
(34)
Keterangan: 𝐿 = Panjang pasak (in) 𝑇 = Torsi (lb.in) 𝜎𝑑 = Gaya tekan (psi) 𝐷 = Diameter poros (in) 𝐻 = Tinggi pasak (in) g. Menentukan chordal height 𝑌=
𝐷−√𝐷 2 −𝑊 2
(35)
2
Keterangan: 𝑌 = chordal height (in) 𝐷 = Diameter poros (in) 𝑊 = Lebar pasak (in) h. Menentukan depth of shaft keyseat 𝐻
𝑆 =𝐷−𝑌− 2
(36)
Keterangan: 𝑆 = depth of shaft keyseat (in) 𝐷 = Diameter poros (in) 𝑌 = chordal height (in) 𝐻 = Tinggi pasak (in) i. Menentukan depth of hub keyseat 𝑇=
𝐷+𝐻+√𝐷2 −𝑊 2 2
+𝐶
Keterangan: 𝑇 = depth of hub keyseat (in) 𝐷 = Diameter poros (in)
(37)
32
𝑊 = Lebar pasak (in) 𝐻 = Tinggi pasak (in) 𝐶 = Kelonggaran (in)
Adapun gambaran desain dari masing-masing perhitungan dudukan pasak dapat dilihat dalam Gambar 2.20.
Gambar 2.20 Desain Dudukan Pasak Sumber: Robert L. Mott (2004)
2.3.6
Roda Gigi (gear)
Roda gigi adalah bagian dari mesin yang berputar yang berguna untuk mentransmisikan daya. Roda gigi memiliki gigi-gigi yang saling bersinggungan dengan gigi dari roda gigi yang lain. Dua atau lebih roda gigi yang bersinggungan dan bekerja bersama-sama disebut sebagai transmisi roda gigi, dan bisa menghasilkan keuntungan mekanis melalui rasio jumlah gigi. Roda gigi mampu mengubah kecepatan putar, torsi dan arah daya terhadap sumber daya. Tidak semua roda gigi berhubungan dengan roda gigi yang lain, salah satu kasusnya adalah pasangan roda gigi dan pinion yang bersumber dari atau menghasilkan gaya translasi, bukan gaya rotasi. Roda gigi dapat diklasifikasikan menurut letak poros dan bentuk jalur gigi sebagai berikut:
33
Gambar 2.21 Klasifikasi Roda Gigi Sumber: Sularso dan K. Suga (1997)
Tabel 2.11 Klasifikasi Roda Gigi
Letak poros
Roda gigi Roda gigi lurus, (a) Roda gigi miring, (b) Roda gigi miring ganda, (c)
Roda gigi dengan poros sejajar
Roda gigi luar Roda gigi dalam dan pinyon, (d) Batang gigi dan pinyon, (e)
Roda gigi dengan poros berpotongan
Roda gigi kerucut lurus, (f) Roda gigi kerucut spiral, (g) Roda gigi kerucut ZEROL Roda gigi kerucut miring Roda gigi kerucut miring ganda
Keterangan (klasifikasi atas dasar bentuk alur gigi)
Arah putaran berlawanan Arah putaran sama Gerakan lurus dan berputar
(klasifikasi atas dasar bentuk alur gigi)
34
Roda gigi dengan poros silang
Roda gigi permukaan dengan poros berpotongan, (h)
(roda gigi dengan poros berpotongan berbentuk istimewa)
Roda gigi miring silang, (i) Batang gigi miring silang
Kontak titik gerakan lrus dan berputar.
Roda gigi cacing silindris, (j) Roda gigi cacing selubung ganda (globoid), (k) Roda gigi cacing samping Roda gigi hyperboloid Roda gigi hipoid, (l) Roda gigi permukaan silang
Sumber: Sularso dan K. Suga (1997)
Adapun nama-nama bagian roda gigi ditunjukkan dengan gambar 2.22 dibawah ini:
Gambar 2.22 Bagian Roda Gigi Sumber: Sularso dan K. Suga (1997)
35
Berikut adalah langkah-langkah dalam merencanakan roda gigi: a. Daya perancangan yang ditransmisikan (𝑃𝑑𝑒𝑠 ) 𝑃𝑑𝑒𝑠 = 𝑃. 𝐾𝑜
(38)
Keterangan: 𝑃𝑑𝑒𝑠 = Daya rancangan (HP) 𝑃 = Daya motor (HP) 𝐾𝑜 = Faktor beban lebih Faktor beban lebih (𝐾𝑜 ) ditentukan dengan tabel 2.12 Tabel 2.12 Faktor Beban Lebih
Sumber: Robert L. Mott (2004)
b. Jumlah gigi untuk roda gigi 𝑁𝑝 = 𝑃𝑑 . 𝐷𝑝 Keterangan: 𝑁𝑝 = Nomor roda gigi pinyon 𝑃𝑑 = Diametral pitch 𝐷𝑝 = Pitch diameter pinyon
(39)
36
Diametral pitch ditentukan dengan gambar 2.23.
Gambar 2.23 Design power transmitted vs pinion speed Sumber: Robert L. Mott (2004)
c. Rasio kecepatan nominal (𝑉𝑅) 𝑉𝑅 = 𝑛𝑃 /𝑛𝐺
(40)
Keterangan: 𝑛𝑝 = putaran roda gigi pinyon (rpm) 𝑛𝐺 = putaran roda gigi besar/pasangan (rpm) d. Jumlah gigi pendekatan roda gigi besar (𝑁𝐺 ) 𝑁𝐺 = 𝑁𝑃 /𝑉𝑅 Keterangan: 𝑁𝐺 = Nomor/jumlah roda gigi besar/pasangan
(41)
37
e. Rasio kecepatan sebenarnya (𝑉𝑅) 𝑉𝑅 = 𝑁𝐺 /𝑁𝑝
(42)
f. Kecepatan output aktual (𝑛𝐺 ) 𝑛𝐺 = 𝑛𝑃 (𝑁𝑃 /𝑁𝐺 )
(43)
g. Diameter jarak bagi
𝐷𝑝 = 𝑁𝑃 /𝑃𝑑
(44)
𝐷𝐺 = 𝑁𝐺 /𝑃𝑑
(45)
Jarak antar pusat (𝐶) 𝐶 = (𝑁𝑃 + 𝑁𝐺 )/(2𝑃𝑑 )
Kecepatan garis jarak bagi (𝑣𝑡 ) 𝑣𝑡 = 𝜋𝐷𝑝 𝑛𝑃 /12
(46)
(47)
Beban yang ditransmisikan (𝑊𝑡 ) 𝑊𝑡 = 33000. (𝑃)/𝑣𝑡
h. Lebar muka pinyon dan roda gigi pasangannya
Batas bawah = 8/𝑃𝑑
Batas atas = 16/𝑃𝑑
Nilai nominal = 12/𝑃𝑑
i. Bahan roda gigi Tabel 2.13 Koefisien Elastis
Sumber: Robert L. Mott (2004)
(48)
38
j. Angka kualitas (𝑄𝑣 ) Tabel 2.14 Angka Kualitas yang direkomendasikan
Sumber: Robert L. Mott (2004)
k. Faktor dinamis (𝐾𝑣 )
Gambar 2.24 Faktor Dinamis Sumber: Robert L. Mott (2004)
39
l. Bentuk gigi, faktor geometri pelengkungan
Gambar 2.25 Faktor Geometri Bentuk Gigi Sumber: Robert L. Mott (2004)
m. Faktor geometri untuk ketahanan terhadap cacat muka (𝐼)
Gambar 2.26 Faktor Geometri Cacat Muka Sumber: Robert L. Mott (2004)
40
n. Faktor distribusi beban (𝐾𝑚 )
Gambar 2.27 Faktor Proporsi Roda Gigi Pinyon Sumber: Robert L. Mott (2004)
Gambar 2.28 Faktor Mesh Alignment Sumber: Robert L. Mott (2004)
o. Faktor ukuran (𝐾𝑠 ) Tabel 2.15 Faktor Ukuran
Sumber: Robert L. Mott (2004)
41
p. Faktor ketebalan bingkai (𝐾𝐵 )
Gambar 2.29 Faktor Ketebalan Bingkai Sumber: Robert L. Mott (2004)
q. Faktor Layanan (𝑆𝐹) r. Faktor rasio kekerasan (𝐶𝐻 ) s. Faktor keandalan (𝐾𝑅 ) Tabel 2.16 Faktor Keandalan
Sumber: Robert L. Mott (2004)
42
t. Umur rancangan
Gambar 2.30 Faktor Siklus Kekuatan Tegangan Lentur Sumber: Robert L. Mott (2004)
Gambar 2.31 Faktor Siklus Tahanan Tegangan Pitting Sumber: Robert L. Mott (2004)
u. Tegangan lengkung perkiraan 𝑆𝑡𝑃 =
𝑊𝑡 𝑃𝑑 𝐹𝐽𝑝
𝐾𝑜 𝐾𝑠 𝐾𝑚 𝐾𝐵 𝐾𝑣
𝑆𝑡𝐺 = 𝑆𝑡𝑃 (𝐽𝑝 /𝐽𝐺 )
(49) (50)
43
v. Tegangan lengkung 𝑆𝑎𝑡𝑃 > 𝑆𝑡𝑃 𝑆𝑎𝑡𝐺 > 𝑆𝑡𝐺
𝐾𝑅 (𝑆𝐹)
(51)
𝑌𝑁𝑃 𝐾𝑅 (𝑆𝐹)
(52)
𝑌𝑁𝐺
w. Tegangan kontak perkiraan 𝑊𝑡 𝐾𝑜 𝐾𝑠 𝐾𝑚 𝐾𝑣
𝑆𝑐 = 𝐶𝑝 √
𝐹𝐷𝑝 𝐼
(53)
x. Tegangan kontak 𝑆𝑎𝑐𝑃 > 𝑆𝑐𝑃
𝐾𝑅 (𝑆𝐹)
(54)
𝑍𝑁𝑃 𝐾 (𝑆𝐹)
𝑆𝑎𝑐𝐺 > 𝑆𝑐𝐺 𝑍 𝑅
(55)
𝑁𝐺 𝐶𝐻
y. Menentukan bahan untuk roda gigi pinyon dan pasangannya dengan mempertimbangkan nilai 𝑆𝑎𝑐 pada gambar 2.32.
Gambar 2.32 Tegangan Kontak yang Diizinkan Sumber: Robert L. Mott (2004)
44
Kemudian mementukan spesifikasi bahan roda gigi pada gambar 2.33.
Gambar 2.33 Properti AISI 1144 (Oil-Quenched And Tempered) Sumber: Robert L. Mott (2004)
45
BAB III METODE PERHITUNGAN
3.1 Alur Perancangan Proses pada percancangan mesin memiliki beberapa tahapan/alur, alur tersebut mulai dari menentukan daya rencana motor listrik yang digunakan sampai dengan menetapkan spesifikasi mesin pencacah botol plastik yang sudah diperhitungkan. Berikut adalah alur proses perancangan mesin pencacah plastik secara global: Mulai
A
Studi Literatur ukuran plastik
Menentukan Diameter Poros 2 Mesin Pencacah
Menentukan jenis dan daya motor yang dibutuhkan
Menentukan Jenis & Dimensi Bearing
Menentukan Puli dan Sabuk-V
Menentukan Jenis & Dimensi Pasak
Menentukan Diameter Poros 1 Mesin Pencacah
Desain Mesin Pencacah & Spesifikasi
Selesai
Menentukan Jenis & Dimensi Bearing
Menentukan Jenis & Dimensi Pasak Menentukan Dimensi dan Bahan Roda Gigi
A
Gambar 3.1 Diagram Alur Perancangan secara Global
45
46
3.2 Menentukan Jenis dan Daya Motor Proses menentukan daya motor dimulai dari mengetahui volume dari botol plastik, kapasitas rancangan kemudian menghitung gaya pemotongan dan torsi yang digunakan. Setelah mengetahui semua variabel diatas maka dapat ditentukan berapa daya motor yang harus dipakai. Berikut diagram alur menentukan daya motor: Mulai
Volume botol plastik Kapasitas rancangan Jumlah dan dimensi pisau Putaran untuk menghancurkan botol plastik sesuai rencana Menghitung gaya pemotongan yang digunakan
Menghitung torsi yang digunakan
Menghitung daya motor
Hasil Spesifikasi Motor
Selesai
Gambar 3.2 Diagram Alur Menentukan Daya Motor
47
3.2.1
Perhitungan Daya Motor
a. Dimensi botol plastik:
Massa = 30 gr
Diameter = 6 cm
Tinggi = 23 cm
Tebal = 0,1 cm
b. Kapasitas yang direncanakan 4 kg/menit c. Jumlah pisau 13 buah dengan diameter 15 cm d. Menghitung volume botol plastik dengan mengacu pada persamaan (1) 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑘 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 × 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑘 = 433,5 × 0,1 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑘 = 43,35 𝑐𝑚3 h. Menghitung putaran poros untuk mencacah sebuah botol plastik sesuai persamaan (2) 𝑉 = 𝑎 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢 43,35 = 3,3 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 13 i. Menentukan hasil botol plastik setelah dicacah dalam satu putaran poros sesuai persamaan (3) 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑘 = 𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑚 𝑘𝑔 𝑎 30 = 9,1 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,0091 𝑘𝑔 3,3 j. Agar rencana kapasitas w kg/menit tercapai, maka dihitung menggunakan persamaan (4) 𝑤 = 𝑛 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑚 4 = 440 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 0,0091 Dengan 𝑆𝐹𝑃 = 1,2 maka 𝑛 × 1,2 = 𝑛 𝑟𝑝𝑚 440 × 1,2 = 528 𝑟𝑝𝑚
48
k. Menghitung Torsi dengan persamaan (5) Berdasarkan percobaan dan pendekatan yang didasarkan sumber pustaka botol plastik memiliki gaya potong, 𝐹 sebesar 2,5 Kgf 𝑇 = 𝐹. 𝑟. 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢 𝑇 = 2,5 × 0,075 × 13 𝑇 = 2,437 𝑘𝑔𝑚 l. Menghitung daya minimal dengan persamaan (6) 𝑃=
𝑇 𝑛 (1000) × (2𝜋 × 60)
𝑃=
2,437 528 ( 1000 ) × (2𝜋 × 60 )
102
102
𝑃 = 1,32 𝑘𝑊 Dengan faktor koreksi, 𝐹𝑐 sebesar 1,2 maka: 𝑃𝑑 = 𝑃 × 𝐹𝑐 𝑃𝑑 = 1,32 × 1,2 𝑃𝑑 = 1,584 𝑘𝑊 𝑃𝑑 = 2,12 𝐻𝑃 ≈ 2,0 𝐻𝑃 Sesuai dengan daya motor di atas maka daya motor 2,0 HP pada pasaran didapat dengan spesifikasi sebagai berikut:
Nama produk
: Rongshi
Type
: Y2-90L-4
Speed
: 1400 rpm
Power
: 1,5 kW (2 HP)
Weight
: 5 kg
49
3.3 Menentukan Puli dan Sabuk-V Sistem transimisi menjadi salah satu elemen mesin yang diperhitungkan, karena menjadi sistem pentransmisi daya sekaligus pereduksi kecepatan putar motor penggerak mesin pencacah. Setelah menentukan daya motor, langkah selanjutnya adalah menentukan puli dan sabuk-V. Berikut diagram alur menentukan puli dan sabuk-V:
Mulai
A
Daya Motor, Putaran Motor, Putaran Poros
Menghitung panjang sabuk
Menghitung daya rencana puli
Menghitung jarak sumbu poros sebenarnya
Memilih jenis sabuk yang digunakan
Menghitung sudut kontak pada puli
Menghitung rasio kecepatan
Menentukan faktor koreksi
Menentukan dan menghitung ukuran puli Menentukan daya rata – rata sabuk Menentukan asumsi jarak sumbu poros
Menghitung Menghitung daya daya koreksi koreksi dan dan jumlah jumlah sabuk sabuk
Spesifikasi Puli dan Sabuk-V
Selesai
A
Gambar 3.3 Diagram Alur Menentukan Puli dan Sabuk-V
50
3.3.1
Perhitungan Puli dan Sabuk-V
a. Data yang diketahui
Daya motor = 2 HP
Putaran motor = 1400 rpm
Putaran poros = 528 rpm
b. Menghitung Daya Rencana dengan menggunakan persamaan (7) 𝑃𝑑 = 𝐹𝑐 × 𝐻𝑃 𝑃𝑑 = 1,6 × 2,0 𝑃𝑑 = 3,2 𝐻𝑃
Faktor koreksi menggunakan 1,6 dikarenakan masuk dalam kategori mesin crushers. Dapat dilihat pada tabel 2.2. c. Memilih Jenis Sabuk Pemilihan sabuk ditentukan dari daya rencana dan putaran poros penggerak dengan melihat diagram pemilihan sabuk gambar 2.5. Didapatkan sabuk tipe 3V dengan daya 2,0 HP 1400 rpm. d. Menghitung Rasio Kecepatan dengan menggunakan persamaan (8) 𝑛1 /𝑛2 1400/528 2,65
Jadi didapatkan rasio kecepatan 1 ∶ 2,65 e. Menentukan dan Menghitung Ukuran Puli Pemilihan diameter puli ditentukan dari daya rencana dan putaran poros penggerak dengan melihat gambar 2.6 diagram daya rata-rata sabuk. Didapatkan ukuran puli 1 (𝐷1 ) adalah 4,10 in. Kemudian untuk ukuran puli kedua menggunakan persamaan (9) 𝐷2 =
𝑛1 × 𝐷1 𝑛2
𝐷2 =
1400 × 4,10 528
𝐷2 = 10,8 𝑖𝑛
51
f. Menentukan Daya Rata-rata Sabuk Menentukan daya rata-rata dilihat dari perbandingan ukuran puli dan putaran poros dengan melihat gambar 2.6 diagram daya rata-rata sabuk. Didapatkan daya rata-rata sabuk sebesar 3,2 HP. g. Menentukan Asumsi Jarak Sumbu Poros dengan menggunakan persamaan (10) 𝐷2 < 𝐶 < 3(𝐷2 + 𝐷1 ) 10,8 < 𝐶 < 3(10,8 + 4,10) 10,8 < 𝐶 < 44,7 𝐶 = 25 h. Menghitung Panjang Sabuk dengan menggunakan persamaan (11) 𝐿 = 2𝐶 + 1,57(𝐷2 + 𝐷1 ) −
(𝐷2 − 𝐷1 )2 4𝐶
𝐿 = 2(25) + 1,57(10,8 + 4,10) −
(10,8 − 4,10)2 4(25)
𝐿 = 72,94 𝑖𝑛 Didapatkan nilai L = 72,94 in, kemudian melihat tabel 2.3 panjang sabuk standart untuk mengetahui panjang sabuk standart yang ada dan dipilih nilai yang paling mendekati, yaitu 71 in. i. Menentukan Jarak Sumbu Poros Sebenarnya dengan menggunakan persamaan (12) dan (13) 𝐵 = 4(71) − 6,28(10,8 + 4,10) = 190,42 𝐶=
190,42 + √(190,42)2 − 32(10,8 − 4,10)2 = 23,56 𝑖𝑛 16
Didapatkan nilai (C) yang sebenarnya adalah 23,56 in. j. Menghitung Sudut Kontak pada Puli dengan menggunakan persamaan (14) 𝐷2 −𝐷1 ] 2𝐶 10,8 − 4,10 𝜃 = 180° − 2𝑠𝑖𝑛−1 [ ] 23,56 𝜃 = 180° − 2𝑠𝑖𝑛−1 [
𝜃 = 163°
52
k. Menentukan Faktor Koreksi Menentukan faktor koreksi dapat dilihat pada gambar 2.8 (a) dan (b) diagram faktor koreksi sudut kontak (𝐶𝜃 ) dan panjang sabuk (𝐶𝐿 ). Maka didapatkan:
𝜃 = 163° 𝐶𝜃 = 0,94
𝐿 = 72,94 𝑖𝑛 𝐶𝐿 = 1,02
l. Menghitung Daya Koreksi dan Jumlah Sabuk dengan menggunakan persamaan (15) dan (16) 𝐷𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖 = 0,94 × 1,02 × 3,2 = 3,06 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎𝑏𝑢𝑘 = 3,2/3,06 = 1,04 m. Spesifikasi Puli dan Sabuk-V Input
: Motor Listrik 2,0 HP dengan 1400 rpm
Service Factor
: 1,6
Desain Power
: 3,2 HP
Belt
: 3V, panjang 71 in, 1 sabuk
Pully
: 𝐷1 = 4,10 𝑖𝑛 ; 𝐷2 = 10,8 𝑖𝑛
Actual Output Speed
: 528 rpm
Jarak Sumbu Poros
: 23,56 in
53
3.4 Menentukan Diameter Poros (shaft) 1 Perencanaan dimensi poros merupakan salah satu pertimbangan desain yang menjadi penting untuk diperhatikan. Terdapat beberapa langkah untuk menentukan diameter poros. Berikut adalah diagram alur menentukan diameter poros 1: Mulai
Daya Motor, Diameter Puli pada poros, Diameter Roda gigi Menghitung Torsi Puli dan Roda gigi Menghitung Gaya Bending Puli, Gaya pada Roda Gigi dan Gaya Pemotongan serta berat komponen masing-masing
Perhitungan Reaksi dan Momen
Menentukan Material Poros
Menghitung Diameter minimal Poros
Spesifikasi Diameter Poros
Selesai Gambar 3.4 Diagram Alur Menentukan Diameter Poros
54
3.4.1
Perhitungan Diameter Poros 1
a. Data yang diketahui
Daya motor = 2 HP
Putaran poros = 528 rpm
𝐷𝑝𝑢𝑙𝑖 = 10,8 in
𝐷𝑟𝑜𝑑𝑎 𝑔𝑖𝑔𝑖 = 4 in
b. Perhitungan Torsi Menghitung Torsi dengan menggunakan persamaan (17)
Torsi pada Puli 𝑇 = 63000
2 = 238 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 528
Torsi pas Roda gigi 𝑇 = 63000
1 = 119 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 528
c. Perhitungan gaya pada Puli Perhitungan gaya pada Puli pada Poros menggunakan persamaan (18) 𝐹𝑏 = 1,5 ×
238 = 66 𝑙𝑏 10,8 ( 2 )
Gaya Puli ke arah sumbu x dan sumbu y berdasar persamaan (19) dan (20) 𝐹𝑏𝑥 = 66 × cos 60° = 33 𝑙𝑏 𝐹𝑏𝑦 = 66 × 𝑠𝑖𝑛 60° = 57,1 𝑙𝑏 Untuk berat puli dihitung dengan persamaan sebagai berikut: 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑢𝑙𝑖 = 𝜌. 𝑉 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑢𝑙𝑖 = 7833,45 × 5,67 × 10−3 = 44,4 𝑘𝑔 ≈ 97,8 𝑙𝑏 d. Perhitungan gaya pada Roda Gigi Gaya tangensial pada roda gigi menggunakan persamaan (21) 𝑊𝑡 =
119 = 59,2 𝑙𝑏 4 (2)
Gaya radial pada roda gigi menggunakan persamaan (22) 𝑊𝑟 = 59,2 × 𝑡𝑎𝑛 20° = 21,5 𝑙𝑏
55
Untuk berat roda gigi dihitung dengan persamaan sebagai berikut: 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑜𝑑𝑎 𝑔𝑖𝑔𝑖 = 𝜌. 𝑉 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑜𝑑𝑎 𝑔𝑖𝑔𝑖 = 7200 × 3,08 × 10−3 = 22,1 𝑘𝑔 ≈ 48,7 𝑙𝑏 e. Perhitungan gaya pada Pisau Pemotong Gaya potong arah sumbu x dihitung dengan persamaan (23) 𝐹𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔 × 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢 × 𝐿𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢 2 5,5 × 13 × 18 𝐹𝑐𝑥 = = 643 𝑙𝑏 2 𝐹𝑐𝑥 =
Gaya potong arah sumbu y dihitung dengan persamaan (24) 𝐹𝑐𝑦 =
𝑊𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢 2
3,2 × 10−3 × 7200 × 13 = 299,5 𝑘𝑔 ≈ 660 𝑙𝑏 2 f. Perhitungan reaksi dan momen 𝐹𝑐𝑦 =
Gambar 3.5 Elemen pada Poros 1
56
Poros sumbu X
Diagram gaya
Gambar 3.6 Gaya-gaya yang bekerja pada Poros sumbu X
∑ 𝑀𝐴 = 0 (33 × 26) − (𝐷 × 23) − (643 × 13) + (𝐵 × 3) = 0 858 − 23𝐷 − 8359 + 3𝐵 = 0 7501 + 23𝐷 = 3𝐵 2500,3 + 7,6𝐷 = 𝐵 ∑ 𝑀𝐸 = 0 (21,5 × 26) + (𝐵 × 23) − (643 × 13) − (𝐷 × 3) = 0 559 + 23𝐵 − 8359 − 3𝐷 = 0 559 + 23(2500,3 + 7,6𝐷) − 8359 − 3𝐷 = 0 559 + 57506,9 + 174,8𝐷 − 8359 − 3𝐷 = 0 49706,9 + 171,8𝐷 = 0 𝐷 = −257,8 𝑙𝑏 21,5 + 𝐵 − 643 − 257,8 + 33 𝐵 = 846,3 𝑙𝑏
57
Diagram gaya geser
Gambar 3.7 Diagram gaya geser pada Poros sumbu X
Diagram momen
Gambar 3.8 Diagram momen pada Poros sumbu X
58
Poros sumbu Y
Diagram gaya
Gambar 3.9 Gaya-gaya yang bekerja pada Poros sumbu Y
∑ 𝑀𝐴 = 0 (−154,9 × 26) + (𝐷 × 23) − (660 × 13) + (𝐵 × 3) = 0 −4027,4 + 23𝐷 − 8580 + 3𝐵 = 0 12607,4 − 23𝐷 = 3𝐵 4202,4 − 7,6𝐷 = 𝐵 ∑ 𝑀𝐸 = 0 (−107,9 × 26) + (𝐵 × 23) − (660 × 13) + (𝐷 × 3) = 0 −2805,4 + 23𝐵 − 8580 + 3𝐷 = 0 −2805,4 + 23(4202,4 − 7,6𝐷) − 8580 + 3𝐷 = 0 −2805,4 + 96655,2 − 174,8𝐷 − 8580 + 3𝐷 = 0 85269,8 − 171,8𝐷 = 0 𝐷 = 496,3 𝑙𝑏 −107,9 + 𝐵 − 660 + 496,3 − 154,9 𝐵 = 426,5 𝑙𝑏
59
Diagram gaya geser
Gambar 3.10 Diagram gaya geser pada Poros sumbu Y
Diagram momen
Gambar 3.11 Diagram momen pada Poros sumbu Y
60
Tabel 3.1 Momen pada setiap titik 𝟐
No.
Momen
∑ 𝑴𝑿
∑ 𝑴𝒀
√(∑ 𝑴𝑿 ) + (∑ 𝑴𝒀 )
1. 2. 3. 4. 5.
Momen A Momen B Momen C Momen D Momen E
0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛
0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛
64,5 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 8742,5 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 2248 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛
323,7 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 2862,3 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 551,7 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛
0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 330 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 9199,1 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 2314,7 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛
𝟐
g. Spesifikasi bahan poros Bahan poros yang digunakan dalam perencanaan poros adalah Carbon and Alloy Steels AISI 1020 Hot-Rolled. Spesifikasi detail material poros adalah disajikan dalam tabel 2.4. Yield strength (𝑆𝑦 ) = 30000 psi (Tabel 2.4) Tensile strength (𝑆𝑢) = 55000 psi (Tabel 2.4) Endurance strength (𝑆𝑛) = 18750 psi (Gambar 2.9) Reliability factor (𝐶𝑟) = 0,81 (Tabel 2.5) Size factor (𝐶𝑠) = 0,88 (Gambar 2.10) N (Ductile material) = 3,0 Berdasar data tersebut maka nilai 𝑆 ′ 𝑛 atau estimasi kekuatan daya aktual material dapat diperoleh dengan merujuk persamaan (25) 𝑆 ′ 𝑛 = 𝑆𝑛 × 𝐶𝑠 × 𝐶𝑟 𝑆 ′ 𝑛 = 18750 × 0,88 × 0,81 𝑆 ′ 𝑛 = 13365 𝑝𝑠𝑖 h. Perhitungan diameter minimal poros dengan menggunakan persamaan (26)
Titik A → (Torsi: 119 lb.in), (Momen: 0 lb.in), dan (Kt: 1,6) 2
𝐷𝐴 = [
32 × 𝑁 𝐾𝑡 × 𝑀𝐴 3 𝑇 × √( ) + ( ) ] 𝜋 𝑆′𝑛 4 𝑆𝑦 2
𝐷𝐴 = [
2
1⁄ 3
2
32 × 3,0 1,6 × 0 3 119 × √( ) + ( ) ] 𝜋 13365 4 30000
𝐷𝐴 = 0,47 𝑖𝑛
1⁄ 3
61
Titik B → (Torsi: 119 lb.in), (Momen: 330 lb.in), dan (Kt: 2,5) 2
2
𝐷𝐵 = [
32 × 𝑁 𝐾𝑡 × 𝑀𝐵 3 𝑇 × √( ) + ( ) ] 𝜋 𝑆′𝑛 4 𝑆𝑦
1⁄ 3
2
𝐷𝐵 = [
2
1⁄ 3
32 × 3,0 2,5 × 330 3 119 × √( ) + ( ) ] 𝜋 13365 4 30000
𝐷𝐵 = 1,23 𝑖𝑛
Titik C → (Torsi: 119 lb.in), (Momen: 9199,1 lb.in), dan (Kt: 2,5) 2
2
𝐷𝐶 = [
32 × 𝑁 𝐾𝑡 × 𝑀𝐶 3 𝑇 × √( ) + ( ) ] 𝜋 𝑆′𝑛 4 𝑆𝑦
1⁄ 3
2
𝐷𝐶 = [
2
1⁄ 3
32 × 3,0 2,5 × 9199,1 3 119 × √( ) + ( ) ] 𝜋 13365 4 30000
𝐷𝐶 = 3,7 𝑖𝑛
Titik D → (Torsi: 238 lb.in), (Momen: 2314,7 lb.in), dan (Kt: 2,5) 2
2
𝐷𝐷 = [
32 × 𝑁 𝐾𝑡 × 𝑀𝐷 3 𝑇 × √( ) + ( ) ] 𝜋 𝑆′𝑛 4 𝑆𝑦
1⁄ 3
2
𝐷𝐷 = [
2
1⁄ 3
32 × 3,0 2,5 × 2314,7 3 238 × √( ) + ( ) ] 𝜋 13365 4 30000
𝐷𝐷 = 2,3 𝑖𝑛
Titik E → (Torsi: 238 lb.in), (Momen: 0 lb.in), dan (Kt: 1,6) 2
𝐷𝐸 = [
32 × 𝑁 𝐾𝑡 × 𝑀𝐸 3 𝑇 × √( ) + ( ) ] 𝜋 𝑆′𝑛 4 𝑆𝑦 2
𝐷𝐸 = [
2
1⁄ 3
2
32 × 3,0 1,6 × 0 3 238 × √( ) + ( ) ] 𝜋 13365 4 30000
𝐷𝐸 = 0,59 𝑖𝑛
1⁄ 3
62
i. Spesifikasi diameter poros Setelah melakukan perhitungan, maka didapatkan diameter poros sebagai berikut: 𝐷𝐴 = 0,47 𝑖𝑛 (Titik A roda gigi) 𝐷𝐵 = 1,23 𝑖𝑛 (Titik B bearing) 𝐷𝐶 = 3,7 𝑖𝑛 (Titik C pencacah) 𝐷𝐷 = 2,3 𝑖𝑛 (Titik D bearing) 𝐷𝐸 = 0,59 𝑖𝑛 (Titik E Puli)
Gambar 3.12 Dimensi Poros 1
3.5 Menentukan Dimensi Bantalan (bearing) pada Poros 1 Perencanaan dimensi dan jenis bearing merupakan salah satu pertimbangan desain yang menjadi penting untuk diperhatikan. Setelah menghitung diameter poros, selanjutnya adalah menentukan dimensi bearing dan menghitung umur desain bearing. Berikut adalah diagram alur menentukan dan menghitung umur bearing:
63
Mulai
Diameter minimal poros & putaran poros
Menghitung Beban Desain
Memilih Tipe Bearing
Memilih Umur Desain yang Direkomendasikan Menentukan Faktor Kecepatan & Umur
Menghitung Beban Dinamik
Menghitung Umur Bearing
Pemilihan & Spesifikasi Bearing
Selesai Gambar 3.13 Diagram Alur Menentukan Dimensi Bantalan (bearing)
64
3.5.1
Perhitungan Dimensi Bearing pada Poros 1
Perhitungan bearing pada poros 1 dilakukan sebanyak dua kali di dua titik, yaitu bearing di titik B dan D. Adapun detail tahapan perhitungan bearing adalah sebagai berikut: Bearing di titik B a. Data yang diketahui
𝐷𝐵 = 1,23 in
Putaran poros = 528 rpm
b. Beban Radial dengan menggunakan persamaan (30) 𝑅 = √(𝑅𝐵𝑥 )2 + (𝑅𝐵𝑦 )2 𝑅 = √(846,3)2 + (426,5)2 𝑅 = 947,6 𝑙𝑏 c. Menentukan beban desain (beban ekuivalen) dengan menggunakan persamaan (29) 𝑃𝑑 = 𝑣 × 𝑅 (𝑤𝑝𝑢𝑙𝑖 + 𝑤𝑝𝑒𝑛𝑐𝑎𝑐𝑎ℎ + 𝑤𝑟𝑜𝑑𝑎 𝑔𝑖𝑔𝑖 + 𝑤𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠 ) 2 (97,8 + 660 + 48,7 + 279,5) 𝑃𝑑 = 1 × 947,6 + 2 𝑃𝑑 = 𝑣 × 𝑅 +
𝑃𝑑 = 1490,6 𝑙𝑏 d. Menentukan jenis bearing bisa dilihat pada Tabel 2.6. Pada perancangan ini ditentukan bearing tipe Single-Row, Deep Groove Ball dikarenakan memiliki ketahanan yang baik terhadap beban radial. e. Menentukan umur desain Bearing berdasar Tabel 2.7. Bearing yang ingin direncanakan adalah untuk aplikasi general industrial machines dengan umur desain 20000 jam. f. Menentukan faktor kecepatan dan faktor umur untuk Bearing yang dipilih dengan mengacu gambar 2.15. Faktor kecepatan 𝑓𝑁 @528 rpm : 0,39 Faktor umur 𝑓𝐿 @20000 jam : 3,42
65
g. Menghitung C (Basic dynamic load rating yang diminta) berdasar persamaan (31). 𝐶 = 𝑃𝑑 ×
𝑓𝐿 𝑓𝑁
𝐶 = 1490,6 ×
3,42 0,39
𝐶 = 13071,4 𝑙𝑏 h. Pemilihan bearing dapat dilihat pada tabel 2.8. Berikut adalah spesifikasi bearing yang dipilih: Bearing nomor 6207 𝑑
= 1,3780 in
𝐷
= 2,8346 in
𝐵
= 0,6693 in
𝑟∗
= 0,039 in
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡
= 0,64 lb
𝐶
= 4450 lb
i. Menghitung umur desain bearing dengan menggunakan persamaan (32) 𝐿𝑑 = (
𝐶 3 ) × 106 𝑃𝑑
4450 3 𝐿𝑑 = ( ) × 106 1490,6 𝐿𝑑 = 26 × 106 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛
Bearing di titik D a. Data yang diketahui
𝐷𝐷 = 2,3 in
Putaran poros = 528 rpm
b. Beban Radial dengan menggunakan persamaan (30) 𝑅 = √(𝑅𝐵𝑥 )2 + (𝑅𝐵𝑦 )2 𝑅 = √(257,8)2 + (496,3)2 𝑅 = 559,2 𝑙𝑏
66
c. Menentukan beban desain (beban ekuivalen) dengan menggunakan persamaan (29) 𝑃𝑑 = 1 × 559,2 +
(97,8 + 660 + 48,7 + 279,5) 2
𝑃𝑑 = 1102,2 𝑙𝑏 d. Menentukan jenis bearing bisa dilihat pada Tabel 2.6. Pada perancangan ini ditentukan bearing tipe Single-Row, Deep Groove Ball dikarenakan memiliki ketahanan yang baik terhadap beban radial. e. Menentukan umur desain Bearing berdasar Tabel 2.7. Bearing yang ingin direncanakan adalah untuk aplikasi general industrial machines dengan umur desain 20000 jam. f. Menentukan faktor kecepatan dan faktor umur untuk Bearing yang dipilih dengan mengacu gambar 2.15. Faktor kecepatan 𝑓𝑁 @528 rpm : 0,39 Faktor umur 𝑓𝐿 @20000 jam : 3,42 g. Menghitung C (Basic dynamic load rating yang diminta) berdasar persamaan (31). 𝐶 = 1102,2 ×
3,42 0,39
𝐶 = 9665,4 𝑙𝑏 h. Pemilihan bearing dapat dilihat pada tabel 2.8. Berikut adalah spesifikasi bearing yang dipilih: Bearing nomor 6213 𝑑
= 2,5591 in
𝐷
= 4,7244 in
𝐵
= 0,9055 in
𝑟∗
= 0,059 in
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡
= 2,18 lb
𝐶
= 9900 lb
i. Menghitung umur desain bearing dengan menggunakan persamaan (32) 𝐿𝑑 = (
9900 3 ) × 106 1102,2
𝐿𝑑 = 724 × 106 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛
67
3.6 Menentukan Jenis dan Dimensi Pasak pada Poros 1 Perencanaan jenis dan dimensi pasak merupakan salah satu pertimbangan desain yang menjadi penting untuk diperhatikan. Berikut adalah diagram alur menentukan jenis dan dimensi pasak: Mulai
Diameter minimal poros pada puli dan roda gigi, Torsi dan material poros
Menentukan Jenis serta Lebar dan tinggi pasak
Menentukan Fillet Radius dan Chamfer
Menentukan Material Pasak
Menentukan Kekuatan Luluh
Menghitung Panjang Pasak Minimum
Menghitung Dudukan Pasak pada Poros dan HUB Puli
Spesifikasi Pasak
Selesai Gambar 3.14 Diagram Alur Menentukan Dimensi Pasak
68
3.6.1
Perhitungan Dimensi Pasak pada Poros 1
Perhitungan pasak pada poros 1 dilakukan sebanyak dua kali di dua titik, yaitu pasak di titik A (roda gigi) dan E (puli). Adapun detail tahapan perhitungan pasak adalah sebagai berikut: Pasak di titik A (roda gigi) a. Data yang diketahui
𝐷𝐴 = 0,47 in
Torsi = 119 lb.in
Material poros = AISI 1020 Hot-Rolled
b. Menentukan jenis serta lebar dan tinggi pasak dengan menggunakan Tabel 2.9. Dimensi pasak untuk diameter minimal poros 0,47 in adalah 7/16 in bujur sangkar. Dengan nilai w = 1/8 in dan H = 1/8 in. c. Menentukan fillet dan chamfers dengan mengacu Tabel 2.10. 𝐻 1⁄8 1 → = 2 2 8
Fillet radius : 1/8 → 1/32
45° chamfer : 1/8 → 3/64
d. Menentukan bahan pasak : AISI 1040 Hot-Rolled (Sy = 42.000 psi). Diketahui bahan poros : AISI 1020 Hot-Rolled dengan (Sy = 30.000 psi). e. Menentukan kekuatan luluh berdasarkan material pasak dan poros (σ pasak > σ poros) maka digunakan persamaan (33) 𝑆𝑦 𝑁 42.000 𝜎𝑑 = = 14000 3 𝜎𝑑 =
𝜎𝑑 = 14000 𝑝𝑠𝑖 f. Menghitung panjang pasak minimum digunakan persamaan persamaan (34) 𝐿= 𝐿=
4𝑇 𝜎𝑑 × 𝐷 × 𝐻 4 × 119 14000 × 0,47 × 1⁄8
𝐿 = 0,5 𝑖𝑛
69
g. Menentukan chordal height dengan menggunakan persamaan (35) 𝐷 − √𝐷2 − 𝑊 2 𝑌= 2 𝑌=
0,47 − √0,472 − 1⁄8
2
2
𝑌 = 0,008 𝑖𝑛 h. Menentukan depth of shaft keyseat dengan menggunakan persamaan (36) 𝑆=
𝑆=
𝐷 − 𝐻 + √𝐷2 − 𝑊 2 2 0,47 − 1⁄8 + √0,472 − 1⁄8
2
2
𝑆 = 0,3 𝑖𝑛 i. Menentukan depth of hub keyseat dengan menggunakan persamaan (37) 𝑇=
𝑇=
𝐷 + 𝐻 + √𝐷2 − 𝑊 2 +𝐶 2 0,47 + 1⁄8 + √0,472 − 1⁄8 2
2
+ 0,005
𝑇 = 0,5 𝑖𝑛
Pasak di titik E (puli) a. Data yang diketahui
𝐷𝐸 = 0,59 in
Torsi = 238 lb.in
Material poros = AISI 1020 Hot-Rolled
b. Menentukan jenis serta lebar dan tinggi pasak dengan menggunakan Tabel 2.9. Dimensi pasak untuk diameter minimal poros 0,59 in adalah 9/16 in bujur sangkar. Dengan nilai w = 3/16 in dan H = 3/16 in. c. Menentukan fillet dan chamfers dengan mengacu Tabel 2.10. 𝐻 3⁄16 1 → = 2 2 8
Fillet radius : 1/8 → 1/32
70
45° chamfer : 1/8 → 3/64
d. Menentukan bahan pasak : AISI 1040 Hot-Rolled (Sy = 42.000 psi). Diketahui bahan poros : AISI 1020 Hot-Rolled dengan (Sy = 30.000 psi). e. Menentukan kekuatan luluh berdasarkan material pasak dan poros (σ pasak > σ poros) maka digunakan persamaan (33) 𝑆𝑦 𝑁 42.000 𝜎𝑑 = = 14000 𝑝𝑠𝑖 3 𝜎𝑑 =
f. Menghitung panjang pasak minimum digunakan persamaan persamaan (34) 𝐿= 𝐿=
4𝑇 𝜎𝑑 × 𝐷 × 𝐻 4 × 238 14000 × 0,59 × 3⁄16
𝐿 = 0,6 𝑖𝑛 g. Menentukan chordal height dengan menggunakan persamaan (35) 𝑌=
𝑌=
𝐷 − √𝐷2 − 𝑊 2 2 0,59 − √0,592 − 3⁄16
2
2
𝑌 = 0,015 𝑖𝑛 h. Menentukan depth of shaft keyseat dengan menggunakan persamaan (36) 𝑆=
𝑆=
𝐷 − 𝐻 + √𝐷2 − 𝑊 2 2 0,59 − 3⁄16 + √0,592 − 3⁄16
2
2
𝑆 = 0,4 𝑖𝑛 i. Menentukan depth of hub keyseat dengan menggunakan persamaan (37) 𝑇=
𝑇=
𝐷 + 𝐻 + √𝐷2 − 𝑊 2 +𝐶 2 0,59 + 3⁄16 + √0,592 − 3⁄16
𝑇 = 0,6 𝑖𝑛
2
2
+ 0,005
71
3.7 Menentukan Dimensi dan Bahan Roda Gigi Setelah menentukan daya motor, puli dan sabuk-V, bantalan dan pasak, selanjutnya yaitu menentukan dimensi roda gigi. Adapun diagram alur dalam menentukan dimensi dan bahan roda gigi:
Mulai
A
Daya Motor, Putaran pada roda gigi
Menentukan bahan roda gigi
Menghitung daya perancangan
Menentukan angka kualitas
Menghitung jumlah roda gigi
Menentukan faktor-faktor pada roda gigi
Menghitung rasio kecepatan
Menghitung umur rancangan roda gigi
Menghitung kecepatan output aktual
Menghitung tegangan lengkung
Menghitung diameter jarak bagi
Menghitung lebar muka roda gigi
A
Menghitung tegangan kontak
Spesifikasi roda gigi
Selesai
Gambar 3.15 Diagram Alur Menentukan Dimensi Roda Gigi
72
3.7.1
Perhitungan Dimensi Roda Gigi
Gambar 3.16 Desain roda gigi
Sepasang roda gigi dirancang memiliki diameter dan putaran yang sama. Adapun detail tahapan perhitungan roda gigi adalah sebagai berikut: a. Data yang diketahui
Daya = 1 HP
Putaran pada roda gigi = 528 rpm
b. Daya perancangan yang ditransmisikan dengan menggunakan persamaan (38) 𝑃𝑑𝑒𝑠 = 𝑃. 𝐾𝑜 𝑃𝑑𝑒𝑠 = 1 × 1,25 𝑃𝑑𝑒𝑠 = 1,25 𝐻𝑃 Faktor beban lebih (𝐾𝑜 ) ditentukan dengan tabel 2.12 dengan nilai 1,25 (karena menggunakan penggerak yang seragam dan mesin yang digerakkan dengan kejutan berat). c. Jumlah gigi untuk roda gigi dengan menggunakan persamaan (39) 𝑁𝑝 = 𝑃𝑑 . 𝐷𝑝 𝑁𝑝 = 16 × 1,5 𝑁𝑝 = 24 Diametral pitch (𝐷𝑝 ) dan pitch diameter (𝑃𝑑 ) ditentukan dengan gambar 2.23. Didapatkan nilai 𝐷𝑝 = 1,5 dan 𝑃𝑑 = 16. d. Rasio kecepatan nominal ditentukan dengan persamaan (40) 𝑉𝑅 = 𝑛𝑃 /𝑛𝐺
73
𝑉𝑅 = 528/528 𝑉𝑅 = 1 e. Jumlah gigi pendekatan roda gigi besar dengan persamaan (41) 𝑁𝐺 = 𝑁𝑃 /𝑉𝑅 𝑁𝐺 = 24/1 𝑁𝐺 = 24 f. Rasio kecepatan sebenarnya ditentukan dengan persamaan (42) 𝑉𝑅 = 𝑁𝐺 /𝑁𝑝 𝑉𝑅 = 24/24 𝑉𝑅 = 1 g. Kecepatan output aktual dengan persamaan (43) 𝑛𝐺 = 𝑛𝑃 (𝑁𝑃 /𝑁𝐺 ) 𝑛𝐺 = 528(24/24) 𝑛𝐺 = 528 𝑟𝑝𝑚 h. Diameter jarak bagi dengan persamaan (44) dan (45) 24 = 1,5 𝑖𝑛 16 24 𝐷𝐺 = = 1,5 𝑖𝑛 16 𝐷𝑝 =
Jarak antar pusat ditentukan dengan persamaan (46) 𝐶=
24 + 24 = 1,5 in 2 × 16
Kecepatan garis jarak bagi ditentukan dengan persamaan (47) 𝑣𝑡 = 𝜋 × 1,5 × 528/12 = 207 𝑓𝑡/𝑚𝑖𝑛
Beban yang ditransmisikan ditentukan dengan persamaan (48) 𝑊𝑡 = 33000 ×
1,25 = 199 𝑙𝑏 207
i. Lebar muka pinyon dan roda gigi pasangannya
Batas bawah = 8/16 = 0,5 in
Batas atas = 16/16 = 1 in
Nilai nominal = 12/16 = 0,75 in
j. Bahan roda gigi ditentukan melalui Tabel 2.13 Bahan roda gigi keduanya terbuat dari Steel dengan 𝐶𝑝 = 2300
74
k. Angka kualitas ditentukan melalui Tabel 2.14 𝑄𝑣 = 7 l. Faktor dinamis ditentukan melalui Gambar 2.24 𝐾𝑣 = 1,2 m. Bentuk gigi, faktor geometri pelengkungan ditentukan melalui Gambar 2.25
Roda gigi lurus 20° kedalaman penuh
𝐽𝑝 = 0,34
𝐽𝐺 = 0,34
n. Faktor geometri untuk ketahanan terhadap cacat muka ditentukan melalui Gambar 2.26 𝐼 = 0,080 o. Faktor distribusi beban ditentukan melaui Gambar 2.27 dan 2.28 dengan persamaan 𝐾𝑚 = 1,0 + 𝐶𝑝𝑓 + 𝐶𝑚𝑎
𝐹=1
𝐶𝑝𝑓 = 10𝐷
𝐹
𝑝
𝐶𝑝𝑓 =
1 10 × 1,5
𝐶𝑝𝑓 = 0,06
𝐶𝑚𝑎 = 0,127 + 0,0158𝐹 − 1,093 × 10−4 𝐹 2 𝐶𝑚𝑎 = 0,127 + 0,0158 × 1 − 1,093 × 10−4 × 12 𝐶𝑚𝑎 = 0,14
𝐾𝑚 = 1,0 + 𝐶𝑝𝑓 + 𝐶𝑚𝑎 𝐾𝑚 = 1,0 + 0,06 + 0,14 𝐾𝑚 = 1,2
p. Faktor ukuran ditentukan dengan melihat Tabel 2.15 𝐾𝑠 = 1,00 q. Faktor ketebalan bingkai ditentukan dengan melihat Gambar 2.29 𝐾𝐵 = 1,00 r. Faktor Layanan 𝑆𝐹 = 1,00
75
s. Faktor rasio kekerasan 𝐶𝐻 = 1,00 t. Faktor keandalan ditentukan dengan melihat Tabel 2.16 𝐾𝑅 = 1,00 u. Umur rancangan dihitung dengan persamaan sebagai berikut
𝑁𝑐𝑝 = 60 × 20000 × 528 × 1 = 6,3 × 108 𝑠𝑖𝑘𝑙𝑢𝑠
𝑁𝑐𝐺 = 60 × 20000 × 528 × 1 = 6,3 × 108 𝑠𝑖𝑘𝑙𝑢𝑠 Berdasar gambar 2.30 dapat ditentukan faktor siklus kekuatan tegangan
lentur dengan 𝑌𝑁𝑝 = 0,96 dan 𝑌𝑁𝐺 = 0,96. Kemudian berdasar gambar 2.31 dapat ditentukan faktor siklus tahanan tegangan piting dengan 𝑍𝑁𝑝 = 0,88 dan 𝑍𝑁𝐺 = 0,88. v. Tegangan lengkung perkiraan dihitung dengan persamaan (49) dan (50) 199×16
𝑆𝑡𝑃 =
𝑆𝑡𝐺 = 16856(0,34/0,34) = 16856 𝑝𝑠𝑖
× 1,25 × 1 × 1,2 × 1 × 1,2 = 16856 𝑝𝑠𝑖
1×0,34
w. Tegangan lengkung dihitung dengan persamaan (51) dan (52)
𝑆𝑎𝑡𝑃 > 𝑆𝑡𝑃
𝑆𝑎𝑡𝐺 > 𝑆𝑡𝐺
𝐾𝑅 (𝑆𝐹) 𝑌𝑁𝑃 𝐾𝑅 (𝑆𝐹) 𝑌𝑁𝐺
= =
16856×1×1 0,96 16856×1×1 0,96
= 17558 𝑝𝑠𝑖 = 17558 𝑝𝑠𝑖
x. Tegangan kontak perkiraan dihitung dengan persamaan (53)
107,9×1,25×1×1,2×1,2
𝑆𝑐 = 2300√
1×1,5×0,080
= 14588 𝑝𝑠𝑖
y. Tegangan kontak dihitung dengan persamaan (54) dan (55) 𝐾𝑅 (𝑆𝐹)
𝑆𝑎𝑐𝑃 > 𝑆𝑐𝑃
𝑆𝑎𝑐𝐺 > 𝑆𝑐𝐺 𝑍 𝑅
𝑍𝑁𝑃 𝐾 (𝑆𝐹) 𝑁𝐺 𝐶𝐻
1×1
= 14588 0,88 = 16577 𝑝𝑠𝑖 1×1
= 14588 0,88×1 = 16577 𝑝𝑠𝑖
z. Berdasarkan gambar 2.32 yang mempertimbangkan nilai 𝑆𝑎𝑐 , menunjukkan bahwa untuk kedua roda gigi diperlukan baja dengan pengerasan menyeluruh. Angka kekerasan 200 HB (Grade 1), maka dengan menerapkan persamaan nilai 𝑆𝑎𝑐 = 322(200) + 29100 = 93500 𝑝𝑠𝑖. Pada gambar 2.33 ditentukan spesifikasi bahan AISI 1144 (Oil-Quenched and Tempered) 1300 dengan kekerasan 200 HB dan angka 𝑆𝑎𝑐 = 93500. Keuletan bahan memadai untuk nilai elongasi sebesar 25%.
76
3.8 Menentukan Diameter Poros (shaft) 2 Setelah menentukan dimensi dan bahan roda gigi, langkah selanjutnya adalah menentukan diameter poros 2. Terdapat beberapa langkah untuk menentukan diameter poros. Berikut adalah diagram alur menentukan diameter poros 2: Mulai
Daya Motor, Diameter Puli pada poros, Diameter Roda gigi Menghitung Torsi Puli dan Roda gigi Menghitung Gaya Bending Puli, Gaya pada Roda Gigi dan Gaya Pemotongan serta berat komponen masing-masing
Perhitungan Reaksi dan Momen
Menentukan Material Poros
Menghitung Diameter minimal Poros Spesifikasi Diameter Poros
Selesai Gambar 3.17 Diagram Alur Menentukan Diameter Poros
77
3.8.1
Perhitungan Diameter Poros 2
a. Data yang diketahui
Daya motor = 1 HP
Putaran poros = 528 rpm
𝐷𝑟𝑜𝑑𝑎 𝑔𝑖𝑔𝑖 = 4 in
b. Perhitungan Torsi Menghitung Torsi dengan menggunakan persamaan (17)
Torsi pas Roda gigi 𝑇 = 63000
1 = 119 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 528
c. Perhitungan gaya pada Roda Gigi Gaya tangensial pada roda gigi menggunakan persamaan (21) 𝑊𝑡 =
119 = 59,2 𝑙𝑏 4 (2)
Gaya radial pada roda gigi menggunakan persamaan (22) 𝑊𝑟 = 59,2 × 𝑡𝑎𝑛 20° = 21,5 𝑙𝑏 Untuk berat roda gigi dihitung dengan persamaan sebagai berikut: 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑜𝑑𝑎 𝑔𝑖𝑔𝑖 = 𝜌. 𝑉 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑟𝑜𝑑𝑎 𝑔𝑖𝑔𝑖 = 7200 × 3,08 × 10−3 = 22,1 𝑘𝑔 ≈ 48,7 𝑙𝑏 d. Perhitungan gaya pada Pisau Pemotong Gaya potong arah sumbu x dihitung dengan persamaan (23) 𝐹𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔 × 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢 × 𝐿𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢 2 5,5 × 13 × 18 𝐹𝑐𝑥 = = 643 𝑙𝑏 2 Gaya potong arah sumbu y dihitung dengan persamaan (24) 𝐹𝑐𝑥 =
𝐹𝑐𝑦 =
𝑊𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢 × 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑖𝑠𝑎𝑢 2
3,2 × 10−3 × 7200 × 13 𝐹𝑐𝑦 = = 299,5 𝑘𝑔 ≈ 660 𝑙𝑏 2
78
e. Perhitungan reaksi dan momen
Gambar 3.18 Elemen pada Poros 2
Poros sumbu X
Diagram gaya
Gambar 3.19 Gaya-gaya yang bekerja pada Poros sumbu X
79
∑ 𝑀𝐼 = 0 (21,5 × 23) + (𝐺 × 20) − (643 × 10) = 0 494,5 + 20𝐺 − 6430 = 0 20𝐺 − 5935,5 = 0 𝐺 = 296,7 𝑙𝑏 21,5 + 296,7 − 643 − 𝐼 𝐼 = −324,8 𝑙𝑏
Diagram gaya geser
Gambar 3.20 Diagram gaya geser pada Poros sumbu X
80
Diagram momen
Gambar 3.21 Diagram momen pada Poros sumbu X
Poros sumbu Y
Diagram gaya
Gambar 3.22 Gaya-gaya yang bekerja pada Poros sumbu Y
81
∑ 𝑀𝐼 = 0 (−107,9 × 23) + (𝐺 × 20) − (660 × 10) = 0 −2481,7 + 20𝐺 − 6600 = 0 20𝐺 − 9081,7 = 0 𝐺 = 454 𝑙𝑏 −107,9 + 454 − 660 + 𝐼 𝐼 = 313,9 𝑙𝑏
Diagram gaya geser
Gambar 3.23 Diagram gaya geser pada Poros sumbu Y
82
Diagram momen
Gambar 3.24 Diagram momen pada Poros sumbu Y
Tabel 3.2 Momen pada setiap titik 𝟐
No.
Momen
∑ 𝑴𝑿
∑ 𝑴𝒀
√(∑ 𝑴𝑿 ) + (∑ 𝑴𝒀 )
1. 2. 3. 4.
Momen F Momen G Momen H Momen I
0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛
0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛
64,5 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 3246,5 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛
323,7 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 3137,3 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛
0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 330 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 4514,6 𝑙𝑏. 𝑖𝑛 0 𝑙𝑏. 𝑖𝑛
𝟐
f. Spesifikasi bahan poros Bahan poros yang digunakan dalam perencanaan poros adalah Carbon and Alloy Steels AISI 1020 Hot-Rolled. Spesifikasi detail material poros adalah disajikan dalam tabel 2.4. Yield strength (𝑆𝑦 ) = 30000 psi (Tabel 2.4) Tensile strength (𝑆𝑢) = 55000 psi (Tabel 2.4) Endurance strength (𝑆𝑛) = 18750 psi (Gambar 2.9)
83
Reliability factor (𝐶𝑟) = 0,81 (Tabel 2.5) Size factor (𝐶𝑠) = 0,88 (Gambar 2.10) N (Ductile material) = 3,0 Berdasar data tersebut maka nilai 𝑆 ′ 𝑛 atau estimasi kekuatan daya aktual material dapat diperoleh dengan merujuk persamaan (25) 𝑆 ′ 𝑛 = 𝑆𝑛 × 𝐶𝑠 × 𝐶𝑟 𝑆 ′ 𝑛 = 18750 × 0,88 × 0,81 𝑆 ′ 𝑛 = 13365 𝑝𝑠𝑖 g. Perhitungan diameter minimal poros dengan menggunakan persamaan (26)
Titik F → (Torsi: 119 lb.in), (Momen: 0 lb.in), dan (Kt: 1,6) 2
2
𝐷𝐹 = [
32 × 𝑁 𝐾𝑡 × 𝑀𝐹 3 𝑇 × √( ) + ( ) ] 𝜋 𝑆′𝑛 4 𝑆𝑦
1⁄ 3
2
𝐷𝐹 = [
2
1⁄ 3
32 × 3,0 1,6 × 0 3 119 × √( ) + ( ) ] 𝜋 13365 4 30000
𝐷𝐹 = 0,47 𝑖𝑛
Titik G → (Torsi: 119 lb.in), (Momen: 330 lb.in), dan (Kt: 2,5) 2
2
𝐷𝐺 = [
32 × 𝑁 𝐾𝑡 × 𝑀𝐺 3 𝑇 × √( ) + ( ) ] 𝜋 𝑆′𝑛 4 𝑆𝑦
1⁄ 3
2
𝐷𝐺 = [
32 × 3,0 2,5 × 330 3 119 2 × √( ) + ( ) ] 𝜋 13365 4 30000
1⁄ 3
𝐷𝐺 = 1,23 𝑖𝑛
Titik H → (Torsi: 119 lb.in), (Momen: 4514,6 lb.in), dan (Kt: 2,5) 2
2
𝐷𝐻 = [
32 × 𝑁 𝐾𝑡 × 𝑀𝐻 3 𝑇 × √( ) + ( ) ] 𝜋 𝑆′𝑛 4 𝑆𝑦 2
𝐷𝐻 = [
1⁄ 3
2
32 × 3,0 2,5 × 4514,6 3 119 × √( ) + ( ) ] 𝜋 13365 4 30000
𝐷𝐻 = 2,9 𝑖𝑛
1⁄ 3
84
Titik I → (Torsi: 0 lb.in), (Momen: 0 lb.in), dan (Kt: 2,5) 𝐷𝐼 = √2,94 × 𝐾𝑡 × (𝑣) ×
𝑁 𝑆′𝑛
𝐷𝐼 = √2,94 × 2,5 × 451,6 ×
3 13365
𝐷𝐼 = 0,86 𝑖𝑛 Dengan 𝑣 = √(𝐹𝑥)2 + (𝐹𝑦)2 𝑣 = √(324,8)2 + (313,9)2 𝑣 = 451,6 𝑙𝑏
h. Spesifikasi diameter poros Setelah melakukan perhitungan, maka didapatkan diameter poros sebagai berikut: 𝐷𝐹 = 0,47 𝑖𝑛 (Titik F roda gigi) 𝐷𝐺 = 1,23 𝑖𝑛 (Titik G bearing) 𝐷𝐻 = 2,9 𝑖𝑛 (Titik H pencacah) 𝐷𝐼 = 0,86 𝑖𝑛 (Titik I bearing)
Gambar 3.25 Dimensi Poros 2
85
3.9 Menentukan Dimensi Bantalan (bearing) pada Poros 2 Setelah menghitung diameter poros 2, selanjutnya adalah menentukan dimensi bearing dan menghitung umur desain bearing. Berikut adalah diagram alur menentukan dan menghitung umur bearing pada poros 2:
Mulai
Diameter minimal poros & putaran poros
Menghitung Beban Desain
Memilih Tipe Bearing
Memilih Umur Desain yang Direkomendasikan Menentukan Faktor Kecepatan & Umur
Menghitung Beban Dinamik
Menghitung Umur Bearing
Pemilihan & Spesifikasi Bearing
Selesai Gambar 3.26 Diagram Alur Menentukan Dimensi Bantalan (bearing)
86
3.9.1
Perhitungan Dimensi Bearing pada Poros 2
Perhitungan bearing pada poros 2 dilakukan sebanyak dua kali di dua titik, yaitu bearing di titik G dan I. Adapun detail tahapan perhitungan bearing adalah sebagai berikut: Bearing di titik G a. Data yang diketahui
𝐷𝐺 = 1,23 in
Putaran poros = 528 rpm
b. Beban Radial dengan menggunakan persamaan (30) 𝑅 = √(𝑅𝐵𝑥 )2 + (𝑅𝐵𝑦 )2 𝑅 = √(296,7)2 + (454)2 𝑅 = 542,3 𝑙𝑏 c. Menentukan beban desain (beban ekuivalen) dengan menggunakan persamaan (29) 𝑃𝑑 = 𝑣 × 𝑅 (𝑤𝑝𝑒𝑛𝑐𝑎𝑐𝑎ℎ + 𝑤𝑟𝑜𝑑𝑎 𝑔𝑖𝑔𝑖 + 𝑤𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠 ) 2 (660 + 48,7 + 279,5) 𝑃𝑑 = 1 × 542,3 + 2 𝑃𝑑 = 𝑣 × 𝑅 +
𝑃𝑑 = 1036,4 𝑙𝑏 d. Menentukan jenis bearing bisa dilihat pada Tabel 2.6. Pada perancangan ini ditentukan bearing tipe Single-Row, Deep Groove Ball dikarenakan memiliki ketahanan yang baik terhadap beban radial. e. Menentukan umur desain Bearing berdasar Tabel 2.7. Bearing yang ingin direncanakan adalah untuk aplikasi general industrial machines dengan umur desain 20000 jam. f. Menentukan faktor kecepatan dan faktor umur untuk Bearing yang dipilih dengan mengacu gambar 2.15. Faktor kecepatan 𝑓𝑁 @528 rpm : 0,39 Faktor umur 𝑓𝐿 @20000 jam : 3,42
87
g. Menghitung C (Basic dynamic load rating yang diminta) berdasar persamaan (31). 𝐶 = 𝑃𝑑 ×
𝑓𝐿 𝑓𝑁
𝐶 = 1036,4 ×
3,42 0,39
𝐶 = 9088,4 𝑙𝑏 h. Pemilihan bearing dapat dilihat pada tabel 2.8. Berikut adalah spesifikasi bearing yang dipilih: Bearing nomor 6207 𝑑
= 1,3780 in
𝐷
= 2,8346 in
𝐵
= 0,6693 in
𝑟∗
= 0,039 in
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡
= 0,64 lb
𝐶
= 4450 lb
i. Menghitung umur desain bearing dengan menggunakan persamaan (32) 𝐿𝑑 = (
𝐶 3 ) × 106 𝑃𝑑
4450 3 𝐿𝑑 = ( ) × 106 1036,4 𝐿𝑑 = 79 × 106 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛
Bearing di titik I a. Data yang diketahui
𝐷𝐼 = 0,86 in
Putaran poros = 528 rpm
b. Beban Radial dengan menggunakan persamaan (30) 𝑅 = √(𝑅𝐵𝑥 )2 + (𝑅𝐵𝑦 )2 𝑅 = √(324,8)2 + (313,9)2 𝑅 = 451,6 𝑙𝑏
88
c. Menentukan beban desain (beban ekuivalen) dengan menggunakan persamaan (29) 𝑃𝑑 = 1 × 451,6 +
(660 + 48,7 + 279,5) 2
𝑃𝑑 = 945,7 𝑙𝑏 d. Menentukan jenis bearing bisa dilihat pada Tabel 2.6. Pada perancangan ini ditentukan bearing tipe Single-Row, Deep Groove Ball dikarenakan memiliki ketahanan yang baik terhadap beban radial. e. Menentukan umur desain Bearing berdasar Tabel 2.7. Bearing yang ingin direncanakan adalah untuk aplikasi general industrial machines dengan umur desain 20000 jam. f. Menentukan faktor kecepatan dan faktor umur untuk Bearing yang dipilih dengan mengacu gambar 2.15. Faktor kecepatan 𝑓𝑁 @528 rpm : 0,39 Faktor umur 𝑓𝐿 @20000 jam : 3,42 g. Menghitung C (Basic dynamic load rating yang diminta) berdasar persamaan (31). 𝐶 = 1102,2 ×
3,42 0,39
𝐶 = 9665,4 𝑙𝑏 h. Pemilihan bearing dapat dilihat pada tabel 2.8. Berikut adalah spesifikasi bearing yang dipilih: Bearing nomor 6205 𝑑
= 0,9843 in
𝐷
= 2,0472 in
𝐵
= 0,5906 in
𝑟∗
= 0,039 in
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡
= 0,29 lb
𝐶
= 2430 lb
i. Menghitung umur desain bearing dengan menggunakan persamaan (32) 𝐿𝑑 = (
2430 3 ) × 106 945,7
𝐿𝑑 = 16 × 106 𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛
89
3.10 Menentukan Jenis dan Dimensi Pasak pada Poros 2 Setelah menghitung bearing, selanjutnya adalah menentukan dimensi pasak. Berikut adalah diagram alur menentukan dimensi pasak pada poros 2: Mulai
Diameter minimal poros pada roda gigi, Torsi dan material poros
Menentukan Jenis serta Lebar dan tinggi pasak
Menentukan Fillet Radius dan Chamfer
Menentukan Material Pasak
Menentukan Kekuatan Luluh
Menghitung Panjang Pasak Minimum
Menghitung Dudukan Pasak pada Poros dan HUB Puli
Spesifikasi Pasak
Selesai
Gambar 3.27 Diagram Alur Menentukan Dimensi Pasak
90
3.10.1 Perhitungan Dimensi Pasak pada Poros 2 Perhitungan pasak pada poros 2 dilakukan sekali yaitu pasak di titik F (roda gigi). Adapun detail tahapan perhitungan pasak adalah sebagai berikut: Pasak di titik F (roda gigi) a. Data yang diketahui
𝐷𝐹 = 0,47 in
Torsi = 119 lb.in
Material poros = AISI 1020 Hot-Rolled
b. Menentukan jenis serta lebar dan tinggi pasak dengan menggunakan Tabel 2.9. Dimensi pasak untuk diameter minimal poros 0,47 in adalah 7/16 in bujur sangkar. Dengan nilai w = 1/8 in dan H = 1/8 in. c. Menentukan fillet dan chamfers dengan mengacu Tabel 2.10. 𝐻 1⁄8 1 → = 2 2 8
Fillet radius : 1/8 → 1/32
45° chamfer : 1/8 → 3/64
d. Menentukan bahan pasak : AISI 1040 Hot-Rolled (Sy = 42.000 psi). Diketahui bahan poros : AISI 1020 Hot-Rolled dengan (Sy = 30.000 psi). e. Menentukan kekuatan luluh berdasarkan material pasak dan poros (σ pasak > σ poros) maka digunakan persamaan (33) 𝑆𝑦 𝑁 42.000 𝜎𝑑 = = 14000 𝑝𝑠𝑖 3 𝜎𝑑 =
𝜎𝑑 = 14000 f. Menghitung panjang pasak minimum digunakan persamaan persamaan (34) 𝐿= 𝐿=
4𝑇 𝜎𝑑 × 𝐷 × 𝐻 4 × 119 14000 × 0,47 × 1⁄8
𝐿 = 0,5 𝑖𝑛
91
g. Menentukan chordal height dengan menggunakan persamaan (35) 𝐷 − √𝐷2 − 𝑊 2 𝑌= 2 𝑌=
0,47 − √0,472 − 1⁄8
2
2
𝑌 = 0,008 𝑖𝑛 h. Menentukan depth of shaft keyseat dengan menggunakan persamaan (36) 𝑆=
𝑆=
𝐷 − 𝐻 + √𝐷2 − 𝑊 2 2 0,47 − 1⁄8 + √0,472 − 1⁄8
2
2
𝑆 = 0,3 𝑖𝑛 i. Menentukan depth of hub keyseat dengan menggunakan persamaan (37) 𝑇=
𝑇=
𝐷 + 𝐻 + √𝐷2 − 𝑊 2 +𝐶 2 0,47 + 1⁄8 + √0,472 − 1⁄8
𝑇 = 0,5 𝑖𝑛
2
2
+ 0,005
92
3.11 Menentukan Jenis dan Dimensi Pasak pada Puli Motor Langkah terakhir adalah menentukan dimensi pasak pada puli motor. Berikut adalah diagram alur menentukan dimensi pasak pada puli motor: Mulai
Diameter minimal poros pada puli motor, Torsi dan material poros
Menentukan Jenis serta Lebar dan tinggi pasak
Menentukan Fillet Radius dan Chamfer
Menentukan Material Pasak
Menentukan Kekuatan Luluh
Menghitung Panjang Pasak Minimum
Menghitung Dudukan Pasak pada Poros dan HUB Puli
Spesifikasi Pasak
Selesai
Gambar 3.28 Diagram Alur Menentukan Dimensi Pasak
93
3.11.1 Perhitungan Dimensi Pasak pada Puli Motor Pasak pada puli motor menggunakan bahan yang sama dengan pasak pada puli poros begitu pula dengan bahan poros motor dengan bahan poros pencacah. Adapun detail tahapan perhitungan pasak adalah sebagai berikut: Pasak di Puli Motor a. Data yang diketahui
D = 0,59 in
Torsi = 211,5 lb.in (konversi dari 2,437 kg.m)
Material poros motor = AISI 1020 Hot-Rolled
b. Menentukan jenis serta lebar dan tinggi pasak dengan menggunakan Tabel 2.9. Dimensi pasak untuk diameter minimal poros 0,59 in adalah 9/16 in bujur sangkar. Dengan nilai w = 3/16 in dan H = 3/16 in. c. Menentukan fillet dan chamfers dengan mengacu Tabel 2.10. 𝐻 3⁄16 1 → = 2 2 8
Fillet radius : 1/8 → 1/32
45° chamfer : 1/8 → 3/64
d. Menentukan bahan pasak : AISI 1040 Hot-Rolled (Sy = 42.000 psi). Diketahui bahan poros : AISI 1020 Hot-Rolled dengan (Sy = 30.000 psi). e. Menentukan kekuatan luluh berdasarkan material pasak dan poros (σ pasak > σ poros) maka digunakan persamaan (33) 𝑆𝑦 𝑁 42.000 𝜎𝑑 = 3 𝜎𝑑 =
𝜎𝑑 = 14000 𝑝𝑠𝑖 f. Menghitung panjang pasak minimum digunakan persamaan persamaan (34) 𝐿= 𝐿=
4𝑇 𝜎𝑑 × 𝐷 × 𝐻 4 × 211,5 14000 × 0,59 × 3⁄16
𝐿 = 0,5 𝑖𝑛
94
g. Menentukan chordal height dengan menggunakan persamaan (35) 𝐷 − √𝐷2 − 𝑊 2 𝑌= 2 𝑌=
0,59 − √0,592 − 3⁄16
2
2
𝑌 = 0,015 𝑖𝑛 h. Menentukan depth of shaft keyseat dengan menggunakan persamaan (36) 𝑆 =𝐷−𝑌− 𝑆=
𝑆=
𝐻 2
𝐷 − 𝐻 + √𝐷2 − 𝑊 2 2 0,59 − 3⁄16 + √0,592 − 3⁄16
2
2
𝑆 = 0,4 𝑖𝑛 i. Menentukan depth of hub keyseat dengan menggunakan persamaan (37) 𝐷 + 𝐻 + √𝐷2 − 𝑊 2 𝑇= +𝐶 2 𝑇=
0,59 + 3⁄16 + √0,592 − 3⁄16
𝑇 = 0,6 𝑖𝑛
2
2
+ 0,005
95
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Berdasarkan perhitungan dan perencanaan mesin pencacah botol plastik dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Mesin pencacah botol plastik dalam sistem mekanisnya tersusun atas komponen-komponen yang saling berkaitan. Sumber daya dan putaran mesin diperoleh dari motor listrik, sedangkan untuk pentransmisi daya dan pereduksi putaran digunakan sistem puli dan sabuk-V serta roda gigi. Adapun untuk sistem pencacahan, pisau diletakkan dalam sebuah poros dengan penumpu bantalan sehingga putarannya dapat berlangsung secara halus dan aman. Untuk mengaitkan pentransmisi daya dan pereduksi putaran (puli dan sabuk-V serta roda gigi) dengan poros digunakan elemen pasak. 2. Adapun hasil perhitungan spesifikasi komponen mesin pencacah botol plastik adalah sebagai berikut. Motor Listrik: Daya 2 HP dengan putaran 1400 rpm Pulley and V-belt: Jenis sabuk 3V dengan menggunakan 1 sabuk, 𝐷1 4,10 in, 𝐷2 10,8 in, rasio putaran 1 : 2,65, panjang sabuk 71 in, sudut kontak 163°. Poros 1: 𝐷𝐴 (0,47 in), 𝐷𝐵 (1,23 in), 𝐷𝐶 (3,7 in), 𝐷𝐷 (2,3 in), 𝐷𝐸 (0,59 in). Sedangkan poros 2: 𝐷𝐹 (0,47 in), 𝐷𝐺 (1,23 in), 𝐷𝐻 (2,9 in), 𝐷𝐼 (0,86 in) Bearing: Bearing yang digunakan adalah seri 6207 dan seri 6213 pada poros 1, sedangkan pada poros 2 menggunakan bearing seri 6207 dan seri 6205. Adapun dimensi masing-masing bearing adalah sebagai berikut. Seri 6207: d (1,3780 in), D (2,8346 in), B (0,6693 in), r* (0,039 in), berat (0,64 lb), C (4450 lb). Seri 6213: d (2,5591 in), D (4,7244 in), B (0,9055 in), r* (0,059 in), berat (2,18 lb), C (9900 lb). Seri 6205: d (0,9843 in), D (2,0472 in), B (0,5906 in), r* (0,039 in), berat (0,29 lb), C (2430 lb).
95
96
Pasak: Pasak yang digunakan pada mesin ini menggunakan 4 pasak dengan spesifikasi sebagai berikut: Pasak pada Puli di poros pencacah: Panjang pasak minimum (0,6 in), lebar pasak (0,1875 in), tinggi pasak (0,1875 in), bahan pasak AISI 1040 Hot-Rolled, jenis pasak bujur sangkar. Pasak pada roda gigi pinyon dan roda gigi pasangan: Panjang pasak minimum (0,5 in), lebar pasak (0,125 in), tinggi pasak (0,125 in), bahan pasak AISI 1040 Hot-Rolled, jenis pasak bujur sangkar. Pasak pada Puli di poros motor: Panjang pasak minimum (0,5 in), lebar pasak (0,1875 in), tinggi pasak (0,1875 in), bahan pasak AISI 1040 Hot-Rolled, jenis pasak bujur sangkar. Roda gigi: Diameter dari pinyon dan roda gigi pasangan memiliki diameter yang sama yaitu 4 in. Dengan spesifikasi sebagai berikut: Nilai/jumlah roda gigi 24, rasio kecepatan 1 : 1, diameter jarak bagi 1,5, lebar muka pinyon dan roda gigi pasangan dengan batas bawah 0,5, batas atas 1, dan nilai nominal 0,75, bahan AISI 1144 (Oil-Quenched and Tempered) 1300 dengan kekerasan 200 HB dan angka 𝑆𝑎𝑐 = 93500. 4.2 Saran Saran diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan hasil perencanaan selanjutnya. Berikut beberapa saran yang dapat dipertimbangkan. 1. Dalam pemilihan motor listrik sesuaikan dengan kebutuhan mesin, jika tidak ada spesifikasi yang sama dengan kebutuhan mesin maka cari nominal yang paling mendekati dan pastikan ketersediaan produk dipasaran selalu ready. 2. Untuk mengetahui besar gaya pemotongan pada botol plastik, disarankan dilakukan dengan eksperimen menggunakan timbangan digital. Agar hasil yang diperoleh lebih akurat. 3. Untuk pengoperasian mesin disarankan untuk tidak melebihi kapasitas dan kemampuan kerja mesin. 4. Tidak disarankan penggunaan mesin untuk material yang memiliki kekerasan melebihi botol plastik.
97
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Indonesia 2018. (Subdirektorat Publikasi dan Kompilasi Statistik, Ed.). Indonesia: Badan Pusat Statistik. World Bank Group & Koordinator Kementerian Bidang Kemaritiman. 2018. Laporan Sintesis Sampah Laut Indonesia. Jakarta. Agustiawan, Iwan., dkk. 2015. Rancang Bangun Mesin Pencacah Plastik (Al-Pe) untuk Bahan Baku Komposit. Seminar Nasional ITENAS. Halaman 18-27. Teknik Mesin ITENAS: Bandung. Mujiarto, Iman. 2005. Sifat dan Karakteristik Material Plastik dan Bahan Aditif. Jurnal Traksi. Volume 3. Nomor 2. Halaman 65-74. Semarang: Staf Pengajar AMNI Semarang. Nur, Ichlas., dkk. 2014. Pengembangan Mesin Pencacah Sampah/Limbah Plastik dengan Sistem Crusher dan Silinder Pemotong Tipe Reel. Seminar Nasional Sains dan Teknologi. Halaman 1-8. Jakarta: Teknik Mesin UMJ. Sumanto, M.A. 1995. Motor listrik arus bolak-balik. Yogyakarta: Andi Offset (myElectrical, 2005). Mott, Robert L. 2004. Machine Elements in Mechanical Design. Fourth Edition. New Jersey: Prentice Hall. E. Shigley, Joseph, D.Mitchell, Larry. 1995. Perencananaan Teknik Mesin jilid 1. Penerjemah Ir. Gandhi Harahap, M,Eng. Edisi keempat. Jakarta: Erlangga. Sularso dan K. Suga. 1997. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Universitas Negeri Malang, 2017. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah edisi keenam. Malang: Universitas Negeri Malang.
98
Lampiran 1: Gambaran Output Desain
Bentuk Fisik Botol Plastik
Hasil Cacahan Botol Plastik
99
Lampiran 2: Sketsa Gambar Teknik Rancangan Desain