BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Konstruksi jalan raya sebagai sarana transportasi adalah merupakan unsur yang sangat penting dalam usaha meningkatkan kehidupan manusia untuk mencapai kesejahteraannya. Dalam kehidupan kita sehari-hari sebagai makhluk social manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain, maka dengan adanya prasarana jalan ini, maka hubungan antara suatu daerah dengan daerah lain dalam suatu Negara akan terjalin dengan baik. Sarana yang dimaksud disini adalah sarana penghubung yang melalui darat, laut dan udara. Dari ketiga sarana tersebut, akan ditinjau prasarana yang melalui darat. Dalam perencanaan geometrik termasuk juga perencanaan tebal perkerasan jalan, karena dimensi dari perkerasan merupakan bagian dari perencanaan geometric sebagai suatu perencanaan jalan seutuhnya. Bertambahnya jumlah dan kualitas kendaraan dan berkembangnya pengetahuan tentang kelakuan pengendara serta meningkatnya jumlah kecelakaan, menuntut perencanaan geometric supaya memberikan pelayanan maksimum dengan keadaan bahaya minimum dan biaya yang wajar.
1.2 Maksud dan Tujuan Suatu perencanaan geometric yang lengkap tidak saja memperhatikan keamanan dan ekonomisnya biaya, tetapi juga nilai strukturalnya. Kita harus lebih teliti dalam memilih lokasi perencanaan geometric sehingga suatu jalan menjadi aman. Sebagai perencana, kita dituntut untuk menguasai teknik perencanaan geometric dan tata cara pembuatan konstruksi jalan raya serta memahami permasalahan dan pemecahannya. Yang dimaksud perekerasan lentur dalam perencanaan ini adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapisan permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan dibawahnya. Interpretasi, evaluasi dan kesimpulan-kesimpulan yang akan dikembangkan dari hasil penetapan ini, harus juga memperhitungkan penerapannya secara ekonomis sesusi dengan kondisi setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan
1
dan syarat teknik lainnya, sehingga kontruksi jalan yang direncanakan itu adalah yang optimal. Pada umumnya teknik perencanaan geometric jalan raya dibagi atas tiga bagian penting, yaitu : 1. Alinyemen horizontal / trase jalan 2. Alinyemen vertical / penempang memanjang jalan 3. Penampang melintang jalan Pembangunan yang baik antara alinyemen horizontal dan vertical memberikan keamanan dan kenyaman para pemakai jalan.
2
BAB II DASAR TEORI
2.1 Uraian Umum 2.1.1. Pengertian Jalan Jalan raya adalah jalur-jalur tanah di atas permukaan bumi yang dibuat oleh manusia dengan bentuk, ukuran-ukuran dan jenis konstruksinya sehingga dapat digunakan untuk menyalurkan lalu lintas orang, hewan, dan kendaraan yang mengangkut barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan mudah dan cepat. Jalan raya sebagai sarana pembangunan dalam membantu pembangunan wilayah adalah penting. Oleh karena itu pemerintah mengupayakan pembangunan jalan raya dengan lancar, efisien dan ekonomis. Untuk perencanaan jalan raya yang baik, bentuk geometriknya harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga jalan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada lalu lintas sesuai dengan fungsinya, sebab tujuan akhir dari perencanaan geomtrik ini adalah menghasilkan infrastruktur yang aman, efisiensi pelayanan arus lalu lintas dan memaksimalkan ratio tingkat penggunan biaya juga memberikan rasa aman dan nyaman kepada pengguna jalan.
2.1.2 Klasifikasi Jalan Pada umumnya jalan raya dapat dikelompokkan dalam klasifikasi menurut fungsinya, dimana peraturan ini mencakup tiga golongan penting, yaitu: a. Jalan Arteri (Utama) Jalan raya utama adalah jalan yang melayani angkutan utama, dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. Dalam komposisi lalu lintasnya tidak terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor. Jalan raya dalam kelas ini merupakan jalan-jalan raya berjalur banyak dengan konstruksi perkerasan dari jenis yang terbaik. b. Jalan Kolektor (Sekunder)
3
Jalan kolektor adalah jalan raya yang melayani angkutan pengumpulan/pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi. Berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintasnya dibagi dalam tiga kelas jalan, yaitu: 1. Kelas II A Merupakan jalan raya sekunder dua jalur atau lebih dengan konstruksi permukaan jalan dari lapisan aspal beton atau yang setara. 2. Kelas II B Merupakan jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan dari penetrasi berganda atau yang setara dimana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor 3. Kelas II C Merupakan jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan dari penetrasi tunggal, dimana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan bermotor lambat dan kendaraan tak bermotor.
c. Jalan Lokal (Penghubung) Adapun tabel klasifikasi jalan raya adalah sebagai berikut: KLASIFIKASI JALAN
JALAN RAYA UTAMA I (AI) D
KLASSIFIKASI MEDAN Lalu lintas harian rata-rata (smp)
B
G
>20000
II A (A2) D
B
G
6000-20000
Kecepatan Rencana (km/jam) Lebar Daerah Penguasaan min. (m)
120 60
Lebar Perkerasan (m) Lebar Median minimum (m) Lebar Bahu (m) Lereng Melintang Perkerasan Lereng Melintang Bahu Jenis Lapisan Permukaan Jalan
Minimum 2 (2x3,75) 2 3,50 3,00 3,00 2% 4% Aspal Beton (hot mix) 10% 560 350 210 3% 5% 6%
Miring tikungan maksimum Jari-jari lengkung minimum (m) Landai Maksimum
100 60
JALAN RAYA SEKUNDER II B (B1)
80 60
D
B
G
D
1500-8000
100 80 60 80 60 7 40 40 40 40 30 30 30 2x3,50 atau 2(2x3,50) 2x3,50 1,5 3,00 2,50 2,50 3,00 2,50 2,50 2% 2% 4% 6% Aspal Beton Penetrasi Berganda/ setaraf 10% 10% 350 210 115 210 115 50 4% 6% 7% 5% 7% 8%
JALAN PENGHUBUNG III
II C (B2) B
G
D
B
30
60 20
40 20
G
<20000
30
60 4 30
30
2x3,00 3,00
1,50 1,01 3% 6% Paling tinggi/ penetrasi tunggal 10% 210 115 50 6% 8% 10%
30 20
3,50 - 6,00 3,50 - 6,00 4% 6% Paling tinggi pelebaran jalan 10% 115 50 30 6% 8% 10%
Tabel 2.1 Tabel Klasifikasi Jalan Raya Sumber : Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya, Dept. PU 4
2.1.3 Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas menyatakan jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan dalam satu titik pengamatan dalam satu satuan waktu. Untuk mendapatkan volume lalu lintas tersebut, dikenal dua jenis Lalu Lintas Harian Rata-rata, yaitu: a. Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) Jumlah kendaraan yang diperoleh selama pengamatan dengan lamanya pengamatan.
LHR =
π±πππππ π³πππ π³πππππ π·πππππππππ π³ππππππ π·πππππππππ
b. Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan (LHRT) Jumlah lalu lintas kendaraan yang melewati satu jalur selama 24 jam dan diperoleh dari data satu tahun penuh.
LHRT =
π±πππππ π³πππ π³πππππ πΊπππππ π·πππππππππ π±πππππ π―πππ π«ππππ πΊπππ π»ππππ (πππ)
Pada umumnya lalu lintas pada jalan raya terdiri dari berbagai jenis kendaraan, baik kendaraan cepat, kendaraan lambat, kendaraan berat, kendaraan ringan, maupun kendaraan tak bermotor. Dalam hubungan dengan kapasitas jalan, maka jumlah kendaraan bermotor yang melewati satu titik dalam satu satuan waktu mengakibatkan adanya pengaruh atau perubahan terhadap arus lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan dengan membandingkannya terhadap pengaruh dari suatu mobil penumpang dalam hal ini dipakai sebagai satuan dan disebut Satuan Mobil Penumpang (Smp). Untuk menilai setiap kendaraan ke dalam satuan mobil penumpang (smp), bagi jalan di daerah datar digunakan koefisien di bawah ini : ο§
Sepeda
= 0,5
ο§
Mobil Penumpang
=1
ο§
Truk Ringan (berat kotor < 5 ton)
=2 5
ο§
Truk Sedang > 5 ton
= 2,5
ο§
Bus
=3
ο§
Truk Berat > 10 ton
=3
ο§
Kendaraan tak bermotor
=7
Di daerah perbukitan dan pegunungan, koefisien untuk kendaraan bermotor di atas dapat dinaikkan, sedangkan untuk kendaraan tak bermotor tak perlu dihitung. Jalan dibagi dalam kelas yang penetapannya kecuali didasarkan pada fungsinya juga di pertimbangkan pada besarnya volume serta sifat lalu lintas yang diharapkan akan menggunakan jalan yang bersangkutan.
2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Geometrik Jalan Untuk perencanaan jalan raya yang baik, bentuk geometriknya harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga jalan yang bersangkutan dapat membeberkan pelayanan yang optimal kepada lalu lintas, sebab tujuan akhir dari perencanaan geometric ini adalah tersedianya jalan yang memberikan rasa aman dan nyaman kepada pengguna jalan. Dalam merencanakan suatu konstruksi jalan raya banayak factor yang menjadi dasar atau pertimbangan sebelum direncanakannya suatu jalan. Faktor itu antara lain: 1. Kendaraan Rencana Dilihat dari bentuk, ukuran dan daya dari kendaraan-kendaraan yang menggunakan jalan, kendaraan-kendaraan tersebut dapat dikelompokkan. Ukuran kendaraan-kendaraan rencana adalah ukuran terbesar yang mewakili kelompoknya. Ukuran lebar kendaraan akan mempengaruhi lebar jalur yang dibutuhkan. Sifat membelok kendaraan akan mempengaruhi perencanaan tikungan. Daya kendaraan akan mempengaruhi tingkat kelandaian yang dipilih, dan tinggi tempat duduk (jok) akan mempengarui jarak pengemudi. Kendaraan yang akan digunakan sebagai dasar perencanaan geometric disesuaikan dengan fungsi jalan dan jenis kendaraan yang dominan menggunakan jalan tersebut. Pertimbangan biaya juga ikut menentukan kendaraan yang dipilih.
6
2. Kecepatan Rencana Lalu Lintas Kecepatan rencana merupakan factor uatama dalam perencanaan suatu geometric jalan. Kecepatan yaitu besaran yang menunjukan jarak yang di tempuh kendaraan dibagi waktu tempuh. Kecepatan rencana adalah kecepatan yang dipilih untuk keperluan perencanaan setiap bagian jalan raya seperti tikungan, kemiringan jalan, jarak pandang, dll. Kecepatan maksimum dimana kendaraan dapat berjalan dengan aman dan keamanan itu sepenuhnya tergantung dari bentuk jalan, kecepatan rencana haruslah sesuai dengan tipe jalan dan kedaan medan. Suatu jalan yang ada di daerah datar tentu saja memiliki design speed yang lebih tinggi dibandingkan pada daerah pegunungan atau daerah perbukitan. Adapaun factor-faktor yang mempengaruhi kecepatan rencana tergatung pada: a. Topografi (Medan) Untuk perencanaan geometric jalan raya, keadaan medan memberikan batasan kecepatan terhadap kecepatan rencana sesuai dengan medan perencanaan (datar, bukit, dan gunung). b. Sifat dan tingkat penggunaan daerah Kecepatan rencana untuk jalan-jalan arteri lebih tinggu dibandingkan jalan kolektor.
3. Kelandaian Adanya tanjakan yang cukup curam dapat mengurangi laju kecepatan dan bila tenaga tariknya tidak cukup, maka berat kendaraan (muatan) harus dikurangi, yang berarti mengurangi kapasitas angkut dan mendatangkan medan yang landai.
2.2 Perencanaan Geometrik Jalan Raya 2.2.1 Perencanaan Alinyemen Horizontal Dalam perencanaan jalan raya harus direncanakan sedemikian rupa sehingga jalan raya itu dapat memberikan pelayann optimum kepada pemakai jalan sesuai dengan fungsinya.
7
Untuk mencapai hal tersebut harus memperhatikan perencanaan alinyemen horizontal yaitu garis proyeksi sumbu jalan tegak lurus pada bidang peta yang disebut dengan gambar situasi jalan. Trase jalan terdiri dari bagian gabungan lurus yang disebut tangen dan bagian gabungan lengkung yang disebut tikungan. Untuk mendapatkan sambungan yang mulus antara bagian lurus dan bagian tikungan maka pada bagian-bagian tersebut diperlukan suatu bagian pelengkung peralihan yang disebut βspiralβ. Bagaian yang sangat kritis pada alinyemen horizontal adalah bagian tikungan, dimana terdapat gaya yang akan melemparkan kendaraan keluar dari tikungan yang disebut gaya sentrifugal. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dalam perencanaan alinyemen pada tikungan ini agar dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pengendara, maka perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
a. Ketentuan-ketentuan dasar Pada perencanaan geometric jalan, ketentuan-ketentuan dasar ini tercantum pada daftar standar perencanaan geometric jalan merupakan syarat batas, sehingga penggunannya harus dibatasi sedemikian agar dapat menghasilkan jalan yang cukup memuaskan.
b. Klasifikasi medan dan besarnya lereng (kemiringan) Klasifikasi dari medan dan besarnya kemiringan adalah sebagai berikut: Klasifikasi Medan
Kemiringan (%)
Datar (D)
0 - 9,9
Bukit (B)
10 β 24,9
Gunung (G)
>25,0
Tabel 2.2 Tabel Klasifikasi Medan dan Besar Kemiringan Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya, Dept. PU
8
2.2.2 Jenis-Jenis Lengkungan Peralihan Dalam suatu perencanaan alinyemen horizontal kita mengenal ada 3 macam bentuk lengkung horizontal antara lain: 1.3.Full Circle Bentuk tikungan ini adalah jenis tikungan yang terbaik dimana mempunyai jarijari besar dengan sudut yang kecil. Pada pemakain bentuk lingkaran penuh, batas besaran R minimal di Indonesia ditetapkan oleh Bina Marga sebagai berikut :
Kecepatan rencana
Jari-jari lengkungan minimum
(km/jam)
(meter)
120
2000
100
1500
80
1100
60
700
40
300
30
100
Tabel 2.3 Tabel Jari-jari Lengkung Minimum dan kecepatan rencana Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya, NOVA
Keterangan: PI
= Nomor Station (Point Of Interaction)
R
= Jari-jari tikungan (meter)
β
= Sudut tangen ( ΒΊ ) 9
TC
= Tangent Circle
CT
= Circle Tangen
T
= Jarak antara TC dan PI
L
= Panjang bagian tikungan
E
= Jarak PI ke lengkungan peralihan
Sumber : Perencanaan Geometrik Jalan Raya, PEDC Bandung
Perhitungan Data Kurva
Ls = 0
Et =
πΉ π π
πͺππ β
xR
Ts = R x tan Β½ β
βπͺ
Lc = πππ x 2 π
R
10
Syarat Pemakain: a. Tergantung dari harga V rencana b. β C = 0 c. Lc = 20
2.3.Spiral-Circle-Spiral (S-C-S) Lengkung spiral pada tikungan jenis S-C-S ini adalah peralihan dari bagian tengen ke bagian tikungan dengan panjangnya diperhitungkan perubahan gaya sentrifugal. Adapun jari-jari yang diambil adalah sesuai dengan kecepatan rencana yang ada pada daftar I perencanaan geometric jalan raya.
TC
=
Tangen Circle
ST
=
Perubahan dari spiral ke tangen
Ls
=
Panjang total spiral dari TS ke SL
β
=
Sudut lengkungan
Tt
=
Panjang tangen total yaitu jarak antara RP dan ST
Et
=
Jarak tangen total yaitu jarak antara RP dan titik tangen busur Lingkaran
Perhitungan Data Kurva Dari tabel J. Bernett diperoleh nilai e dan Ls
Ls min = 0,22 x
π½Β² πΉ .πͺ
β 2,772
π½ .π πͺ
11
ππ¬ =
ππ, πππ . ππ¬ π
β C = β - 2 π½π
Lc =
βπͺ πππ
x2π
πΉ
P = Ls x Pβ K = Ls x K*
Tt = (R + P) tg Β½ β + K
Et =
(πΉ+π·) π
πͺππ π β
-R
Syarat Pemakain: a. Ls min β€ Ls b. Apabila R untuk circle tidak memenuhi untuk kecepatan tertentu c. β C > 0 d. Lc > 20 e. L = 2 Ls + Lc < 2 Tt 12
Catatan : ο·
Untuk mendapatkan nilai P* dan K* dapat dilihat pada tabel J, Bernett berdasarkan nilai πs yang didapatkan
ο·
Nilai c adalah nilai untuk perubahan kecepatan pada tikungan = 0,4 m/detik.
Penggunanaan lengkung spiral-spiral dipakai apabila hasil perhitungan pada bagian lengkung S β C β S tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan. Bentuk tikungan ini dipergunakan pada tikungan yang tajam.
Perhitungan Data Kurva βC=0
π½π =
π β π
π½π . πΉ Ls = 28,648
13
Ls = 2 Ls
P = Ls .P*
K = Ls . K*
π π
Tt = ( R + P ) ππ β + K
Et =
( πΉ.π· ) π π
πͺππ β
-R
Syarat pemakaian Kontrol perhitungan 2 Ls <2 Tt
2. 2. 3 Penampang Melintang
Penampang melintang jalan adalah potongan suatu jalan tegak lurus pada as jalan yang menunjukan bentuk serta susunan bagian-bagian jalan yang bersangkutan dalam arah melintang. Maksud dari penggambaran profil melintang disamping untuk memperlihatkan bagian- bagian jalan juga untuk membantu dalam menghitung banyaknya galian dan timbunan sesuai dengan rencana jalan dengan menghitung luas penampang melintang jalan.
14
2. 2. 4 Kemiringan pada Tikungan ( Super Elevasi ) Pada suatu tikungan jalan, kendaraan yang lewat akan terdorong keluar secara radial oleh gaya sentrifugal yang diimbangi oleh : ο· ο·
Komponen yang berkendaraan yang diakibatkan oleh adanya super elevasi dari jalan Gesekan samping antara berat kendaraan dengan pekerasan jalan.
Kemiringan super elevasi maksimum terdapat pada bagian busur tikungan sehingga perlu diadakan perubahan dari kemiringan maksimum berangsur β angsur ke miringan normal. Dalam melakukan perubahan pada kemiringan melintang jalan, kita mengenal tiga metode pelaksanaan, yaitu : a.
Mengambil sumbu as jalan sebagai sumbu putar
b.
Menggambar tepi dalam jalan sebagai sumbu putar
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46