BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit multi- faktorial dengan berbagai jenis penyebab yang disertai manifestasi klinis mayor dan penyebab utama terjadinya kecacatan dan kematian di negara - negara berkembang. WHO mendefenisikan stroke merupakan suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala - gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.(Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 1, JanuariApril 2015) Menurut Davenport dan Dennis, secara garis besar stroke dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Di negara barat dari seluruh penderita stroke yang terdata, 80% merupakan jenis stroke iskemik sementara sisanya merupakan jenis stroke hemoragik. Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di otak.(Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 1, Januari-April 2015) Faktor risiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (non- modifiable risk factors) seperti usia, ras, gender, genetik, dan riwayat Transient Ischemic Attack atau stroke sebelumnya. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk factors) berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas, penggunaan oral kontrasepsi, alkohol, hiperkolesterolemia. Hipertensi adalah masalah yang sering dijumpai pada pasien stroke, dan menetap setelah serangan stroke.Identifikasi faktor risiko stroke sangat penting untuk mengendalikan kejadian stroke di suatu negara. Oleh karena itu, berdasarkan identifikasi faktor risiko tersebut maka dapat dilakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit stroke, terutama untuk menurunkan angka kejadian stroke iskemik. (Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 1, Januari-April 2015)
1.2
Tujuan Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Stroke Iskemik
1
BAB II Tinjauan Teoritis 2.1
Anatomi danFisiologi 2.1.1
Anatomi
2.1.2
Fisiologi Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat computer dari semua alat tubuh . Bagian dari saraf sentral yang terletak didalam rongga tengkorak (kranium) dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak terletak dalam rongga cranium berkembang dari sebuah tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal. Otak depan menjadi hemifer serebri, korpus striatum, thalamus, serta hypothalamus. Otak tengah, tegmentum, krus serebrium, korpus kurdigeminus. Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, dan serebelum. (Adrian J. Goldszmindt 2013) a. Sereberum Sereberum (otak besar) merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur, mengisi penuh bagian atad rongga tengkorak. Masing – masing disebut fosa kranialis atas dan fosa kranialis mediac. Pada otak besar di temukan beberapa lobus yaitu : 1) Lobus frontalis adalah bagian dari sereberum yang terletak di depan sulkus sentralis. 2) Lobus parientalis terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakangi oleh korako - oksipitalis.
2
3) Lobus temporalis, terdapat di bawah lateral dari fisura sereberalis dan di depan lobus oksipitalis 4) Oksipitalis yang mengisi bagian belakang darisereberum. Kortek serebri selain dibagi dalam lobus dapat juga di bagi menurut fungsi dan banyaknya area. Cambel membagi bentuk korteks serebri menjadi 20 area. Secara umum korteks serebri di bagi menjadi empat bagian : 1) Korteks sensoris. Pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau bagian tubuh yangbersangkutan. 2) Korteks asosiasi. Tiap indra manusia , korteks asosiasi sendiri merupakan kemampuanotakmanusiadalambidangintelektual,ingatan,pikiran,rangsa nganyang diterima , diolah dan disimpan serta dihubungkan dengan data yang lain. Bagian anterior lobus temporalis mempunyai hubungan dengan psikokorteks. 3) Korteks motoris menerima impuls dari korteks sensori, fungs utamanya adalah konstribuksi pada traktus piramidalis yang mengatur bagian tubuhkontralateral. 4) Korteks pre – frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan sikap ental dankepribadian. b. Batang Otak Batang otak terdiri dari :(Adrian J. Goldszmindt 2013) 1) Diensefalson, bagian batang otak paling atas terdapat di antara serebelum dengan mesensefalon. Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian lobus temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut mengahadap ke samping. Fungsinya dari diensefalon: a. Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluhdarah b. Respiratori, membantu prosespersarafan c. Mengontrol kegiatanreflex d. Membantu kerjajantung 2). Mensesefalon, terdiri dari empat bagian yang menonjol keatas. Dua disebelah atas disebut korpus kuadrigeminus superior dan dua sebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus inferior. Serta nervus troklearis berjalan kearah dorsal menyilang garis tengah ke sisi lain. Fungsinya: a. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopakmata. b. Memutar mata dan pusat pergerakanmata
3
3) Pons varoli barikum pontis yang menghubungkan mesensefalon dengan pons varoli dan dengan serebelum, terletak di depan serebelum di antara otak tengah dan medulla oblongata. Di sini terdapat premoktosid yang mengatur gerakan pernafasan dan refleks. Fungsinya: a. penghubung anatara kedua bagian serebelum dan juga antara medulla oblongata dengan serebelum atau otakbesar b. pusat saraf nervustrigeminus. 4) Medulla oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah medulla oblongata merupakan persambungan medulla spinalis ke atas, bagian atas medulla oblongata yang melebar disebut kanalis sentralis di daerah tengah bagian ventral medullaoblongata. Fungsinya : a. mengontrol kerjajantung b. mengecilkan pembuluhdarah c. pusatpernafasan d. mengontrol kegiatanrefleks c. Serebelum Serebelum (otak kecil) terletak dibagian bawah dan dibelakang tengkorak dipisahkan dengan sereberum oleh fisura transveralis di belakangi oleh pons vorali dan diatas medulla oblongata. Organ ini banyak menerima serabut afren sensoris, merupakan pusat koordinasi dan integrasi. Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebutvermisdanbagianyangmelebarpadalateraldisebuthemisfer.Serebelu mberhubungan dengan batang otak melalui pundun kulus serebri inferior. Permukaan luar serebelum berlipat – lipat menyerupai serebelum tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih lentur. Permukaan serebelum ini mengandung zat kelabu. Korteks serebelum dibentuk oleh subtansia grisia, terdiri dari tiga lapisan yaitu granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam. Serabut saraf yang masuk dan yang keluar dari sereberum harus melewati serebelum.(Adrian J. Goldszmindt 2013)
4
2.2
Definisi Stroke Iskemik
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di otak. WHO mendefiniskan stroke merupakan suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala - gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.(Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 1, Januari-April 2015) Sebagian besar stroke Iskemik tidak menimbulkan nyeri, karena jaringan di otak tidak peka terhadap nyeri. Namun, pembuluh darah besar dileher dan batang otak memiliki banyak reseptor nyeri sehingga cedera pada pembuluh-pembuluh darah ini saat serangan Iskemik dapat menimbulkan nyeri kepala. Tanda utama stroke adalah munculnya Secara mendadak satu atau lebih defisit neurologik fokal. Defisit tersebut mungkin mengalami perbaikan dengan cepat, mengalami perburukan yang progresive atau menetap. Gejala umum berupa lemas diwajah, lengan atau tungkai terutama disalah satu sisi tubuh. Kita sulit memastikan adanya hubungan yang erat antara gejala yang berkaitan dengan pembuluh darah tertentu dan manifestasi klinis yang sebenarnya pada seorang pasien karena beberapa faktor, antara lain (price & welson 2006): 1. Terdapat variasi individual pada sirkulasi koleteral dalam kaitannya dengan sirkulasi willisi 2. Cukup banyak terdapat anastomosis leptomeningen antara arteri serebri anterior, media dan posterior di korteks serebrum. 3. Setiap arteri serebri memiliki sebuah daerah sentral yang mendapat darah darinya dan suatu daerah suplai periver, atau daerah pembatasan yang mungkin mendapat darah dari arteri lain 4. Berbagai sistem sistemik dan metabolik berperan dalam menentukan gejala yang ditimbulkannya oleh proses patologik tertentu. Gambaran klinis yang utama berkaitan dengan insufisiensi areteri ke otak disebut sindroma Neuroseluler. Hal ini terutama berlaku bagi Iskemik dan infark akibat trombosis dan embolus. Walaupun perdarahan di daerah vaskuler yang sama mungkin menimbulkan efek yang berbeda karena dalam perluasannya kedaerahan dalam, perdarahan dapat mengenai teritorial lebih dari satu pembuluh. Selain itu, perdarahan menyebabkan pergeseran jaringan dan meningkatkan tekanan intrakranial (TIK). Gejala yang yang terjadi pada stroke hemoragik antara lain: nyeri kepala berat, mual dan muntah, kehilangan kesadaran sementara atau persisten, tekanan darah sangat tinggi (Giraldo, 2007).
5
2.3
Faktor Risiko Penelitian prospektif stroke telah mengidentifikasi berbagai faktor-faktor yang dipertimbangkan sebagai risiko yang kuat terhadap timbulnya stroke. Faktor risiko timbulnya stroke : a) Riwayat stroke pada keluarga b) Usia di atas 55 tahun: semakin tinggi usia, semakin tinggirisikonya c) Tekanan darah tinggi: 70% dari pasien penderita stroke mengalami tekanan darahtinggi d) Kadar kolesterol tinggi: peluang lebih tinggi terjadinya aterosklerosis (akumulasi kolesterol dan deposit (plak) lainnya pada dinding arteri. Plak bisa mengurangi aliran darah yang melalui arteri) dan penyempitan pembuluh darahotak e) Merokok: meningkatkan peluang terjadinya stroke hingga 3 kali lipat untuk pria dan 4,7 kali lipat untukwanita f) Diabetes melitus: meningkatkan peluang terjadinya stroke hingga 4 kali lipat g) Obesitas h) Penyakit kardiovaskular: peluang lebih tinggi terjadinya strokebagiorang-orang dengan riwayat serangan jantung (infark miokard) dan irama jantung yang tidak normal (fibrilasi atrium) i) Malformasi Vaskular atau aneurisma (pembengkakan seperti balon) pembuluh darah di otak: peluang perdarahan yang relatif lebihtinggi j) Stroke Ringan, yaitu Serangan Iskemik Sementara (TIA - Transient Ischemic Attack): memiliki gejala yang mirip dengan stroke, tetapi berlangsung untuk jangka waktu yang lebih singkat, berlangsung sekitar 2 hingga 15 menit dan tidak lebih dari 24 jam. Stroke Ringan bisa menjadi tanda peringatan bahwa akan terjadi stroke yang lebih berat di masa depan. k) Pecandu alkohol: meningkatkan peluang terjadinyastroke
2.4
Klasifikasi Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses patologik (kausal): (Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 1, Januari-April 2015) 1. Berdasarkan manifestasi klinis a. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA) Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam. b. Defisit
Neurologik
Iskemik
Sepintas/Reversible
Ischemic
Neurological
Deficit (RIND) Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu. 6
c. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation) Gejala neurologik makin lama makin berat. d. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke) Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi. 2. Berdasarkan kausal a. Stroke Trombotik Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein(LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis. b. Stroke Emboli/Non Trombotik Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
7
2.5
Etiologi
Gangguan pasokan aliran darah ke otak dapat terjadi dimana saja didalam arteri-arteri yang membentuk sirkulasi willisi yaitu arteri karotis interna dan sistem vertebrobasilar dan semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit akan terjadi infark atau kematian jaringan (price & Wilson 2006). Price dan Wilson (2006) menambahkan bahwa patologi yang mendasari gangguan perdarahan darah di otak yaitu: 1. keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada arterioslerosis dan trombosis, robeknya Diding pembuluh darah atau peradangan. 2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya pada syok dan hiperviskositas darah 3. Gangguan aliran darah karena bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh darah ekstrakranium 4. Ruptur faskuler didalam jaringan otak atau ruang subaraknoid. 2.6
Patofisiologi Iskemik pada otak akan mengakibatkan perubahan pada sel neuron otak secara
bertahap. Tahap pertama diawali dengan penurunan aliran darah sehingga menyebabkan selsel neuron akan kekurangan oksigen dan nutrisi. Hal ini menyebabkan kegagalan metabolisme dan penurunan energi yang dihasilkan oleh sel neuron tersebut. Sedangkan pada tahap II, ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen tersebut memicu respons inflamasi dan diakhiri dengan kematian sel serta atoptosis terhadapnya. Proses cidera pada susunan saraf pusat ini menyebabkan berbagai hal, antara lain gangguan Permeabilitas pada dasar darah otak, kegagalan energi, hilangnya hemostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstrasel, dan toksisitas yang dipicu oleh keberadaan radikal bebas.
8
2.7
Pathway Iskemia Sel Saraf Pusat
Kegagalan Energi
Hilangnya Homeostasis ion sel
Neurotransmiler
Atp Menurun
Peningkatan asam laktat dan ion H
Peningkatan Kalsium
Peningkatan NO
Dopamin Glutamat Noradreanalin
Auto oksidasi
Eksitoksik
Fe
Gangguan Homoeostatis Glutamat
Aktivasi gen
Apoptosis Radikasi bebas
Perubahan Struktur
Asidosis
Nekrosis
CEDERA NEURAL
9
Radikal Bebas
Cedera gilal
2.8
Manifestasi Klinis Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) manifestasi klinis yaitu: 1) Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan 2) Tiba-tiba hilang rasa peka 3) Bicara cedel atau pelo 4) Gangguan bicara dan bahasa 5) Gangguan penglihatan 6) Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai 7) Gangguan daya ingat 8) Nyeri kepala hebat 9) Vertigo 10) Kesadaran menurun 11) Proses kencing terganggu 12) Gangguan fungsi Otak Perbedaan stroke hemoragik dan Stroke non-hemoragik Gejala Klinis
Stroke Hemoragic PIS
: Stroke Non Hemoragic
PSA
Gejaladefisit local
Berat
Ringan
Berat / jarang
SIS sebelumnya
Amat jarang
-
+/ biasa
Permulaan ( Onset )
Menit / jam
1-2 menit
Pelan ( jam / hari )
Nyeri Kepala
Hebat
Sangat hebat
Ringan / tak ada
Muntah pada awalnya
Sering
Sering
Tidak , kecuali lesi dibatang otak
Hipertensi
Hampir selalu
Biasanya tidak
Sering kali
Kesadaran
Bisa hilang
Bisa hilang Dapat Hilang sebentar
Kaku Kuduk
Jarang
Bisa ada Tidak ada pada permulaan
Hemiparesis
Sering sejak Tidak ada awal
Sering dari awal
Deviasi Mata
Bisa ada
Mungkin ada
Tidak ada
10
Gangguan Bicara
Sering
Jarang
Sering
Likuor
Sering berdarah
Selalu berdarah
Jernih
Perdarahan
Tak ada
Bisa ada
Tak ada
-
Mungkin (+)
-
Subhialoid Prosesis / gangguan N III
2.9
Komplikasi Pasien yang mengalami gejala berat, misalnya imobilisasi dengan himiplegia berat, rentan terhadap komplikasi yang dapat menyebabkan kematian lebih awal, yaitu : 1. pneumonia septicemia (akibat ulkus dekubitus/ infeksi saluran kemih). 2. Thrombosis vena dalam (deep vein thrombosis, DVT). 3. Infark miokard, aritma jantung, dan gagal jantung. 4. Ketidak seimbangan cairan. Sekitar 10% pasien dengan infark serebri meninggal pada 30 hari pertama. Hingga 50% pasien yang bertahan akan membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari(Safitri & Rina 2007). Menurut (Safitri & Rina) 2007, Faktor-faktor yang mempunyai kontribusi pada disabilitas jangka panjang meliputi: 1. 2. 3. 4. 5.
ulkus dukubitus epilepsy jantung berulang dan fraktur spastisitas, denga nyeri, kontraktur dan kekauan sendi bahu (froen soulder) depresi
11
ASUHAN KEPERAWATAN STROKE ISKEMIK
1.
Pengkajian Riwayat a) Berbagai gambaran klinis bergantung pada arteri yang terkena, tingkat kerusakan, atau luasnya sirkulasi koleteral b) Satu atau lebih faktor resiko yang ada c) Seorang tiba-tiba hemiparesis atau hemiparesis d) Awitan bertahap rasa pening, gangguan mental, atau kejang e) Penurunan kesadaran atau afasia yang tiba-tiba Temuan Pemeriksaan Fisik a) Pada stroke dihemisfer kiri, tanda dan gejalanya disisi kanan b) Pada stroke dihemisfer kanan, tanda dan gejalanya disisi kiri c) Pada stroke yang menyebabkan kerusakan saraf karinial, tanda dan gejala disisi yang sama d) Perubahan tingkat kesadaran e) Dengan pasien yang sadar, kecemasan menyertai kesulitan komunikasi dan mobilitas f) Inkontinensia urine g) Hemiparesis atau hemiplegia disalah satu sisi tubuh h) Penurunan refleks tendon produk dan i) Pada hemiplegia sisi kiri, mengalami masalah yang berhubungan dengan visuospasi j) Kemudahan fungsi sensorik. Pemeriksaan Diagnostik a) Laboratorium Pemeriksaan laboratorium termasuk antibodi antikardiolipin, antifosfolipid, faktor v (Leiden) yang mengalami mutasi, antitrombin III, protein s, dan protein C dapat menunjukkan peningkatan resiko trombosis. b) Pencitraan 1. MRI dan angiografi resonansi magnetik (MRA) memungkinkan evaluasi lokasi dan ukuran lesi 2. Angiografi serebral memperjelas gangguan atau kerusakan pada diskulasi serebral dan merupakan pemeriksaan pilihan utama untuk mengetahui aliran darah serebral secara keseluruhan. 3. CT scan mendeteksi abnormalitas struktur 4. Temografi emisi-positron memberi data tentang metabolisme serebral dan perubahan serebral pada aliran darah serebral. 12
c) Prosedur diangnostik 1. Pemeriksaan Doppler transkranial mengevaluasi velositas atau kecepatan aliran darah 2. Doppler karotis mengukur aliran yang melalui arteri karotis 3. Ekokardiogram dua dimensi mengevaluasi ada tidaknya disfungsi jantung 4. Pemeriksaan aliran darah serebral 5. Elektrokardiografi mengevaluasi aktivitas elektrik di area infark korteks. 2.
Diagnosis, Hasil, dan Intervensi Keperawatan.
Diagnosis Keperawatan NANDA 1.Risiko ketidak efektifan perfusi jaringan otak
Hasil yang Dicapai
Intervensi
(NOC)4
(NIC)4
Perfungsi jaringan : otak
Peningkatan perfusi serebral :
1. Mempertahan kana tau Independen meningkat kan tingkat kesadaran,kognisi, dan fungsi 1. Tentukan factor yang berhubungan dengan Faktor risiko : situasi individual,penyebab koma, motorik dan sensorik. 2. Mendemonstrasikan tanda penurunan perfusi serebral, dan Embolisme,aneurisma vital stabil dan tidak ada kemungkinan peningkatan tekanan serebral,hipertensi,tumo tanda-tanda peningkatan intracranial (TIK). r otak,masa protrombin/ TIK. 2. Pantau dan dokumentasikan status tromboplastinparsial 3. Tidak menunjukkan neurologis dengan sering dan bandingkan perburukan lebih lanjut atau dengan nilai dasar. Definisi : pengulangan kejadian defisit 3. Pemantauan tanda vital menunjukkan: Rentan mengalami Hipertensi atau hipotensi; bandingkan penurunan sirkulasi tekanan darah (TD) di kedua lengan. jeringan otak yang Frekuensi dan irama jantung; auskultasi dapat mengganggu untuk bising (murmur). kesehatan Pernafasan, perhatikan pola dan irama – periode apnea setelah hiperventilasi,pernapasan Cheyene-stokes. 4. Evaluasi pupil, catat ukuran,bentuk,kesamaan,dan reaktivitas terhadap cahaya. 5. Dokumentasikan perubahan penglihatan,seperti laporan pandangan kabur dan perubahan lapang visual atau persepsi kedalaman. 6. Kaji fungsi yang lebih tinggi,termasuk bicara,jika klien sadar. 7. Kaji rigiditas nukal,kedutan,peningkatan kegelisahan,iritabilitas,dan awitan aktivitas 13
kejang. 8. Posisikan dengan kepala sedikit ditinggikan dan dalam posisi netral. 9. Pertahankan tirah baring, beri ingkungan yang tenang,dan batas durasi prosedur. 10 Cegah mengejan saat defekasi atau menahan napas. Kolaboratif
2.Hambatan mobilitas fisik
1 Beri oksigen tambahan,sesuai indikasi. 2 Beri indikasi,sesuai indikasi seperti activator plasminogen jaringan,alteplase,dan prourokinase rekombinan antikogulan, seperti natrium warfain, heparin berat molekul rendah,mis,,enoksaparin dan dalteparin; dan inhibitor thrombin langsung. Seperti ximelagatran. Agens antitrombosit,seperti aspirin,aspirin dengan dipiridamol lepas panjang,tiklopidin,dan klopidogrel Anthipertensi,seperti penyekat beta (mis., labetalol) dan inhibitor enzim pengoverensi angiotensin (mis., enalaprill ) Nikardipin, nitroprusid, dan hidralazin (dapat digunakan untuk hipeertensi yang lebih sulit disembuhkan) antikonvulsan; miss,, lozarepam,diazepam,fenitoin,dan fenobarbital 3 Persiapkan untuk pembedahan,jika tepatendarterektomi carotid,pintas mikrovaskular,evakuasi bekuan,terapi aneurisma endovascular atau angioplasty serebral. 4 Pantau studi laboratorium sesuai indikasi,seperti masa protrombin (PT),masa tromboplastin parsial teraktivasi (aPPT) . Pemberian posisi :
Konsekuensi mobilitas : fisiologis
Independen
yang berhubungan dengan :
1. Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang 1. kerusakan terganggu atau yang neuromuscular; terpengaruh. penurunan kekuatan/ 2. Mempertahan kan posisi control fungsi yang optimal otot;penurunan daya sebagaimana dibuktikan tahan dengan tidak terjadi 2. kerusakan/ 14
1. Kaji kemampuan fungsi dan luas hambatan pada saat pertama kali dan secara teratur,klasifikasi sesuai dengan skala 0 sampai 4. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan kemungkinan lebih sering jika klien diposisikan miring ke sisi bagian tubuh yang terganggu. 2. Posisikan tengkurap satu atau dua kali sehari jika klien dapat menoleransinya.
gangguan sensori persepsi atau kognitif
Definisi :
kontraktur dan footdrop. 3. Mendemonstrasikan teknik dan perilaku yang memampukan pelaksanaan kembali aktivitas, 4. Mempertahankan integritas kulit.
keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah
3. Sangga ekstremitas dlam posisi fungsional gunakan papan kaki selama periode paralisis flaksid. Pertahan kan posisi kepala netral. 4. Gunakan mitela lengan ketika klien berada dalam posisi duduk tegak, sesuai indikasi. 5. Evaluasi penggunaan dan perlu nya bantuan posisi dan bebat selama paralisis spastic; a. Letakkan bantal di bawah aksila untuk mengabduksi lengan. Elevasikan lengan dan tangan. Letakkan gulungan tangan yang keras dalam telapak tangan dengan jari dan ibu jari berhadapan. b. Letakkan lutut dan pinggul dalam posisi ekstensi. Pertahan kan tungkai dalam posisi netral dengan trokanter roll. c. Hentikan penggunaan papan kaki, jika tepat. 6. Observasi warna,edema, atau tanda lain dari perburukan sirkulasi pada sisi yang terganggu. 7. Inspeksi kulit secara perlahan masase setiap area kemerahan dan beri bantuan seperti bantalan kulit kambing,sesuai kebutuhan. Kolaboratif 1. Sediakan kasur seperti tempat tidur air, alat apung atau tempat tidur khusus,seperti kinetik,sesuai indikasi. Terapi latihan: control otot Indepeden 1. Mulai latihan tentang gerak aktif atau pasif ke semua ekstremitas ( termasuk yang dibebat) saat masuk ke rumah sakit. Dorong latihan, seperti latihan kuadriseps atau gluteal, meremas bola karet, dan ekstensi jari tangan dan tungkai bawah serta kaki. 2. Bantu klien mengembangkan keseimbangan saat duduk ( seperti meninggikan kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di tepi tempat tidur,minta klien menggunakan lengan yang kuat untuk menopang berat badan dan tungkai bawah yang kuat untuk menggerak kan tungkai yang terganggu, tambahan waktu duduk dan keseimbangan
15
3. 4.
5.
6.
berdiri—pakaikan sepatu datar untuk berjalan pada klien, topang punggung bawah klien dengan tangan sambil memposisikan lutut sendiri di luar dari lutut pasien,dan bantu penggunaan batang parallel dan walker. Dudukkan kliean di kursi segera setelah tanda vital stabil. Bantali alas duduk kursi dengan busa,jel,atau bantal berisi air dan bantu klien memindahkan berat badan nya secara sering. Tetapkan tujuan dengan klien/ orang terdekat untuk meningkatkan partisipasi dalam aktivitas,latihan,dan perubahan posisi. Dorong kliean untuk membantu pergerakan dan latihan menggunakan ekstremitas yang tidak terpengaruh untuk menopang dan menggerakkan ssisi yang lemah.
Kolaboratif
3.Hambatan komunikasi verbal yangberhubungan dengan : 1. Kelemahan system musculoskeletal 2. Penurunan sirkulasi ke otak, perubahan system saraf pusat (SSP)
1. Konsultasi dengan ahli terapi fisik mengenal latihan aktif, resisitif, dan ambulasi klien. 2. Bantu dengan stimulasi elektrik— uniy stimulator saraf elektrik transkutaneus (TENS), sesuai indikasi, beri relaksan otot dan antispasdomik sesuai indikasi, seperti baklofen dan dantrolen. Peningkatan komunikasi : Defisit bicara
Komunikasi : 1. Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komuniksi. 2. Menetapkan metode komunikasi yang dapat mengekspresikan kebutuhan. 3. Menggunakan sumber dengan tepat
Definisi: Penurunan, pelambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk 16
Independen 1. Kaji tipe dan derajat disfungsi, seperti afasia kata-kata atau afasia ekspresif—klien mengalami kesulitan berbicara atau membuat paham diri sendiri. 2. Bedakan afasia dari disartria. Dengarkan kesalahan dalam percakapan dan berikan umpan balik. Minta klien mengikuti perintah sederhana,seperti “tutup mata anda” ulangi kata kata atau kalimat sederhana. Tunjuk benda- benda dan minta klien menyebutkan nama benda tersebut. 3. Minta klien menghasilkan suara sederhana,seperti “sh”.”ket”. 4. Minta klien menuliskan nama dan/ kalimat pendek. Jika tidak mampu menulis, minta
menerima, memproses, mengirim,dan/ menggunakan system symbol
kliean membaca sebuah kalimat pendek. 5. Beri catatan di ruang jaga perawat dan kamar klie tentang gangguan bicara. Beri bel pamggilan khusus jika perlu 6. Beri metode komunikasi alternative,seperti menulis atau merasakan papan dan gambar. Beri isyarat visual- gesture,gambar—daftar “ kebutuhan”, dan demonstrasi 7. Antisipasi dan berikan kebutuhan klien 8. Bicara secara langsung dengan klien, bicara secara perlahan dan jelas. Gunakan pertanyaan tertutup dengan jawaban ya/tidak di awal, berlanjut ke pertanyaan kompleks sesuai dengan respon klien. 9. Bicara dengan volume normal dan hindari berbicara terlalu cepat. Beri waktu yang cukup untuk klien berespons. Bicara tanpa member tekanan untuk mendapat respons. 10. Dorong orang dekat dan orang yang menjenguk klien untuk tetap berupaya berkomunikasi dengan klien, seperti membacakan surat dan mendiskusikan apa saja yang terjadi dalam keluarga bahkan jika klien tidak mampu berespons dengan tepat. 11. Diskusikan topic yang familier—pekerjaan, keluarga,hobi, dan peristiwa terbaru. 12. Hargai kemampuan klien sebelum cedera;hindari berbicara merendahkan klien atau membuat komentar yang menunjukkan superioritas. Kolaboratif
4.Defisit perawatan diri(mandi,berpakaia n,makan, eliminasi) Yang berhubungan dengan: 1. Kerusakan neuromuscular,kele mahan, kerusakan status mobilitas 2. Kerusakan persepsi atau kognitif 3. Nyeri, ketidaknyamanan
1. Konsultasi atau rujuk klien ke ahli terapi bicara. Bantuan perawatan diri :
Perawatan diri: status 1. Mendemonstrasikan perubahan teknik dan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri. 2. Melaksanakan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri. 3. Mengidentifikasikan sumber personal dan komunikasi yang dapat memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
17
Independen 1. Kaji kemampuan dan tingkat deficit (skala 0 sampai 4) untuk melaksanakan tugas seharihari. 2. Hindari melakukan hal-hal untuk klien yang dapat klien lakukan sendiri, beri bantuan sesuai kebutuhan. 3. Waspadai perilaku impulsive atau tindakan yang menunjukkan gangguan penilaian. 4. Pertahan kan sikap support yang tegas, beri waktu yang cukup kepada klien untuk mencapai tugas.
5. -beri umpan balik positif untuk upaya dan pencapaian. 6. Buat rencama untuk deficit visual yang ada,seperti berikut; a. Letakkan makanan dan perlengkapan makan pada nampan di sisi tubuh klien yang tidak terganggu. b. Atur tempat tidur sehingga sisi tubuh klien yang tidak terganggu menghadap ruangan dengan sisi tubuh klien yang tergganggu pada dinding. Posisikan furnitur menempel pada dinding. Di luar dari alur lalu-lalang. 7. Beri alat swabantu,seperti kancing atau kaitan retsleting. Kombinasi pisaugarpu,sikat bergagang panjang,alat penyambung/ ekstensi untuk mengambil barang –barang dari lantai, peninggu toilet,tas tungkai untuk kateterndan kursi shower. a. Bantu dan dorong pakaian yang baik dan kebiasaan berias. 8. Dorong orang dekat untuk membiarkan klien melakukan tindakan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri. 9. Kaji kemampuan klien untuk mengomunikasikan kebutuhan untuk berkemh dan kemampuan menggunakan pispot berkemih atau pispot defekasi. Bawa klien ke kamar mandi dengan sering dan jadwalkan interval untuk berkemih jika tepat. 10. Identifikasikan kebiasaan usus sebelum nya dan tetapkan kembali regimen yang normal. Tingkatkan serat dalam diet. Dorong asupan cairan dan tingkatkan aktivitas
Definisi : Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas mandi, berpakaian,makan,elimi nasimandiri
Kolaboratif 1. Beri supositoria dan pelunak fese 2. Konsultasi dengan tim rehabilitasi, seperti ahli terapi fisik atau okupasi. 5. Ketidakefektifan Koping yang berhubungan dengan:
Koping : 1. Mengungkapkan penerimaan diri sendiri dalam situasi. 2. Berbicara atay berkomunikasi dengan orang dekat mengenai situasi dan 18
Peningkatan Koping : Independen 1. Kaji luasnya perubahan persepsi dan derajat disabilitas yang terkait. Gunakan skala
1. Ketidakadekuatan tingkat kepercayaan dalam kemampuan untuk melakukan koping. 2. Krisis situasi, ketidakadekuatan tingkat persepsi kontrol. Definisi : Ketidakmampuan untuk membentuk penilaian valid tentang stresor, ketidakadekuatan pilihan respons yang dilakukan, dan/atau ketidakmampuan untuk menggunakan sumber daya yang tersedia.
perubahan yang telah terjadi. pengukuran (mis., skor pengukuran 3. Mengungkapkan Kesadaran kemandirian Fungsi [functiona tentang kemampuan koping indenpendence measure, FIM]), jika tepat diri sendiri. (Hamilton, 1987). 4. Memenuhi kebutuhan 2. Identifikasi makna kehilangan disfungsi Psikologis sebagai mana atau perubahan pada klien, Catat dibuktikan dengan Ekspresi kemampuan untuk memahami peristiwa dan Perasaan, Identifikasi pilihan, beri penilaian realistis tentang situasi. dan penggunan sumber yang 3. Tentukan Stresor dari luar, termasuk benar. keluarga, pekerjaan, sosial, dan kebutuhan keperawatan dan asuhan kesehatan di masa depan. 4. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan, termasuk sikap bermusuhan atau rasa marah, penyangkalan, depresi, dan sensasi keterputusan. 5. Catat apakah klien menyebut sisi yang terganggu sebagai “itu: atau menyangkal sisi yang terngganggu dan mengatakannya bahwa sisi itu telah “mati”. 6. Terima pernyataan perasaan tentang penyikapan tubuh; tetap sesuai fakta mengenai realita bahwa klien dapat tetap menggunakan sisi yang tidak terngganggu dan belajar mengendalikan sisi yang terngganggu. Gunakan kata-kata seperti Lemah, terngganggu, dan kanan kiri, yang menggabungkan sisi tubuh tersebut sebagai bagian dari tubuh secara keseluruhan. 7. Identifkasi metedo sebelumnya tentang menangani masalah kehidupan. Tentukan kebenaran dan kualitas sistem pendukung. 8. Tekankan dan berikan pesan positif untuk pencapaian kecil baik dalam pemulihan fungsi ataupun kemandirian. 9. Dukung perilaku atau upaya seperti meningkatkan ketertarikan dan partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi. 10. Pantau gangguan tidur, peningkatan kesulitan berkonsentrasi, pernyataan tidak mampu melakukan koping, letargi, dan menarik diri. Kolaboratif 1. Rujuk untuk mendapat evaluasi dan konseling neuropsikologis, jika diindikasikan.
19
6.Gangguan menelan Yang berhubungan dengan : 1. Kerusakan neuromuskular penurunan refleks muntah, paralisis wajah, gangguan perseptual. 2. Keterlibatan saraf kranial Defenisi : Abnormal fungsi mekanisme menelan yang dikaitkan dnegan defisit struktur atau fungsi oral, faring, atau esofagus.
Status menelan : Terapi menelan : 1. Mendemonstrasikan metedo pemberian makan yang tepat Independen bagi situasi individual, 1. Tinjau patologi individual dan kemampuan dengan mencegah aspirasi. menelan, perhatikan luasnya paralisis, 2. Mempertahankan berat badan kejelasan biacara, keterlibatan wajah dan yang diinginkan. lidah, kemampuan untuk melindungi jalan nafas dan episode batuk atau tersedak; keberadaan suara nafas tambahkan dan jumlah serta katakter sekresi oral. Timbang berat badan secara periodik, sesuai indikasi. 2. Sediakan perlengkapan pengsisap disamping temp[at tidur, terutama selama saat-saat pertama upaya makan. 3. Jadwalkan aktivitas dan mendikasi untuk memberikan waktu minimal 30 menit istirahat sebelum makan. 4. Beri lingkungan menyenakan yang terbebas dari distraksi, seperti TV. 5. Bantu klien dengan kontrol kepala atau penopang kepala, dan posisikan berdasarkan disfungsi spesifik. 6. Letakan klien dalam posisi duduk tegak selama dan stelah makan, dengan tepat. 7. Beri perawatan oral berdasarkan kebutuhan individual sebelum makan. 8. Bumbui makanan dengan herba, cabe, dan jus lemon sesuai dengan pilihan klien, dalam batasan diet. 9. Sajikan makanan pada suhu biasa dan air selalu dingin. 10. Stimuulasi bibir untuk menutup atau secara manual buka mulut dengan memberi sedikit tekanan pada bibir atau bagian bawah dagu, jika diperlukan. 11. Letakkan makanan dengan konsistensi tepat disisi mulut yang tidak terngganggu. 12. Sentuh bagian pipi dengan spatel lidah atau tempelkan es pada lidah yang lemah. 13. Beri makan dengan perlahan, Beri waktu selama 30-45 menit untuk makan. 14. Tawarkan makanan padat dan cairan pada waktu berbeda. 15. Batasi atau hindari gangguan sedotan umum meminum cairan. 16. Dorong orang dekat untuk membawa makanan favorit. 17. Pertahankan posisi tegak selama 45-60 menit setelah makan. 20
18. Pertahankan pencatatan asupan makanan dan cairan akurat; catat jumlah kalori jika diindikasikan. 19. Dorong partisipasi dalam program latihan atau aktivitas. Kolaboratif
7.Kealpaan tubuh unilateral yang berhubungan dengan : Hemiplegia kiri akibat stroke pada hemisfer kanan; hemianopsis.
Adaptasi terhadap Disabilitas fisik : 1. Mengidentifikasi tindakan adaptif atau protektif untuk situasi individual. 2. Mendemonstrasikan perubahan perilaku gaya hidup yang diperlakukan untuk menigkatkan kemanan fisik.
Defenisi : Gangguan antar respons sensorik dan motorik, representasi mental, dan perhatian spasial terhadap tubuh dan lingkungan sekitar yang ditandai dengan perhatian terhadap salah satu sisi dan perhatian berlebihan terhadap sisi yang lain kelapaan tubuh sisi kiri lebih berat dan lebih persisten dibanding kealpaan tubuh sisi kanan.
21
1. Tinjau hasil studi radiografik, seperti fluoroskopi vidio. 2. Beri cairan intravena (IV), nutrisi parental, atau pemberian makan melalui slang. 3. Koordinasikan pendekatan multidisiplin untuk mengembangkan renacana terapi yang memenuhi kebutuhan inividual. Manajemen kealpaan tubuh Unilateral Independen 1. Tegaskan klien tentang realita disfungsi dan kebutuhan untuk mengimpensasi, hindari berpartispasi dalam penyengkalan yang digunakan oleh klien. 2. Instruksikan klien dan pemberi asuhan/ orang dekat dalam strategi terapi yang difokuskan pada melati perhatian pada sisi yang diabaikan : Dekati klien dari sisi yang tidak terganggu. Dorong klien untuk memiringkan kepala dan mata untuk “memindai” lingkungan. Diskusikan sisi yang terganggu sambil menyentuh, memanipulasi, dan mengusap sisi yang terngganggu “beri benda-benda dengan ukuran, berat, dan struktur yang berpariasi untuk dipegang oleh klien. Minta klien melihat dan memegang sisi yang terngganggu, bawa melintasi bagian tenagh tubuh selama melaksanakan aktivtas asuhan. Bantu klien memposisikan ekstremitas yang terganggu secara cermat dan memvisualisasi penempatan secara rutin atau menggunakan cermin untuk menyesuaikan penempatan. 3. Instruksikan orag dekat/ pemberi asuhan untuk membantu kesejajaran ekstremitas dan untuk menginspeksi kulit secara teratur. 4. Diskuksikan masalah kemanan lingkungan dan bantu dalam mengembangkan rencana
untuk memperbaiki faktor risiko. 5. Dorong kontinuitas aktivitas rehabilitas dan terapi neuropsikologis yang diprogramkan, sesuai indikasi. 8.Defisiensi Penegetahuan yang berhubungan dengan : 1. Keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi, kurang daya ingat. 2. Kurang pajanan, tidak familier dengan sumber informasi.
Pengetahuan: Manajemen Stroke 1. Berpartisipasi dalam proses belajar. 2. Mengungkapkan pemahaman secara verbal tentang kondisi, prognosis, dan kemungkinan komplikasi. 3. Mengungkapkan pemahaman secara verbal tentang regimen terapeutik dan rasional tindakan. 4. Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan.
Definisi : Ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu.
22
Penyuluhan: Proses penyakit Independen 1. Evaluasi tipe dan deejat keterlibatan sensori persepsi. 2. Libatkan keluarga dekat dan keluarga dalam diskusi dan penyuluhan. 3. Diskusikan patologi spesifik dan potensial individual. 4. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan tindak lanjut lebih jauh, seperti perubahan atau penurunan fungsi penglihatan, fungsi motorik, senosrik; perubahan dalam mental atau respons perilaku; dan sakit kepala hebat. 5. Tinjau keterbatasan atau pembatasan saat ini dan diskusikan perencanaan atau kemungkinan pelaksanaan kembali aktivitas, termasuk hubungan seksual. 6. Tinjau dan dukung regimen terapeutik saat ini, termasuk penggunaan medikasi untuk mengendalikan Hipertensi, Hiperkolesterolemia, dan diabetes, sesuai indikasi, dan penggunaan aspirin atau obat yang kerjanya serupa dengan aspiring, seperti Tiklopidin dan Natrium Warfarin. Indentifikasi cara-cara melanjutkan program setelah pulang. 7. Beri instruksi dan jadwal tertulis untuk aktivitas, medikasi, dan fakta-fakta penting. 8. Dorong klien untuk melihat daftar, komunikasi tertulis atau catatan, dan buku memori. 9. Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri. 10. Rujuk ke perencanaan pulang atau supervisior perawatan dirumah serta perawat fisik. 11. Indentifikasi sumber komunitas. 12. Anjurkan klien mengurangi atau membatasi stimulus lingkungan, terutama selama aktivitas kognitif. 13. Rekomendasikan klien mencarai bantuan dalam proses penyelesaian masalah dan
validasi keputusan sesuai indikasi. 14. Identfikasi faktor risiko invidual-Hipertensi, disritmia jantung, obesitas, merokok, pengunaan alkhol secara berlebihan, aterosklerosis, kontrol diabetes yang buruk, dan pengunaan kontrasepsi oral- dan diskusikan perubahan gaya hidup yang diperlukan. 15. Tinjau pentignya diet seimbang, rendah kolesterol dan natrium, jika diindikasikan. Diskusikan peran vitamin dan suplemen lain. 16. Rujuk dan tekankan pentingnya perawatan tindak lanjut oleh tim rehabilitasi, seperti ahli terapi fisik, okupasi, wicara, dan vokasi.
23
BAB III PENUTUP 3.1
Kesimpulan 1.
Stroke adalah penyakit serebrovaskular mangacu pada setiap gangguan neurologic mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak.
2.
Stroke iskemik bisa trombotik atau embolik. Pasien pada kasus di atas menderita stroke iskemik dengan sebab utamanya adalah arteriosklerosis.
3.
Factor risiko terjadinya stroke : hipertensi, makan makanan berlemak, merokok, kurang olahraga, genetic, dan lain-lain.
4.
Gejala stroke tergantung bagian otak mana yang terkena. Pada pasien di atas, bagian otak yang terkena adalah area motorik kiri sehingga mengalami kelumpuhan anggota gerak sebelah kiri. Kemungkinan sedikit area broca sehingga pasien kesulitan berbicara.
3.2
Saran Jika memiliki factor risiko terjadinya stroke, sebaiknya rajin memeriksakan dan
konsultasi dengan dokter agar dapat mencegah serangan stroke yang membahayakan. Pencegahan yang terbaik ada pada pola hidup pasien sendiri, jika berpola hidup sehat, maka risiko terkena stroke lebih kecil.
24
DAFTAR PUSTAKA Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan,Edisi 3. Jakarta: EGC. Yasmara Deni,dkk, 2017, Rencana asuhan keperawatan Medikal-bedah diagnosis NandaI2015-2017, Jakarta : EGC Nurarif & Hardhi, 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Penerbit Mediaction
25