MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT INTOKSIKASI ALCOHOL & MAKANAN
DI SUSUN OLEH : TINGKAT 3A KELOMPOK 4 M. FACHRI
16.11.4066.E.A.0021
RUHIL AMINI CANDRA
16.11.4066.E.A.0025
WINDA ANDIANTI
16.11.4066.E.A.0033
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM AKADEMI KEPERAWATAN YARSI SAMARINDA 2019
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana seseorang membutuhkan pertolongan segera, karena apabila tidak mendapatkan pertolongan dengan segera maka dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan kecacatan permanen. Keadaan gawat darurat yang sering terjadi di masyarakat antara lain, keadaan seseorang yang mengalami henti napas, henti jantung, tidak sadarkan diri, kecelakaan, cedera misalnya patah tulang, kasus stroke, kejang, keracunan, dan korban bencana. Unsur penyebab kejadian gawat darurat antara lain karena terjadinya kecelakaan lalu lintas, penyakit, kebakaran maupun bencana alam. Kasus gawat darurat karena kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian utama di daerah perkotaan (Media Aeculapius, 2007). Menurut American Hospital Association (AHA)dalam Herkutanto (2007), keadaan gawat darurat adalah suatu kondisi dimana berdasarkan respon dari pasien, keluarga pasien, atau siapa pun yang berpendapat pentingnya
membawa
pasien
ke
rumah
sakit
untuk
diberi
perhatian/tindakan medis dengan segera. Kondisi yang demikian berlanjut hingga adanya keputusan yang dibuat oleh pelayanan kesehatan yang profesional bahwa pasien berada dalam kondisi yang baik dan tidak dalam kondisi mengancam jiwa. Penderita gawat darurat adalah penderita yang oleh karena suatu penyebab (penyakit, trauma, kecelakaan, tindakan anestesi) yang bila tidak segera ditolong akan mengalami cacat, kehilangan organ tubuh atau meninggal (Sudjito, 2007). Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa maupun
2
akibat gas beracun. Mengingat masih sering terjadi keracunan maka untuk dapat menambah pengetahuan, kami menyampaikan materi mengenai keracunan tersebut.Sebagian besar pajanan terhadap gas beracun terjadi dirumah. Keracunan dapat terjadi akibat pencampuran produk pembersih rumah tangga yang tidak semestinya atau rusaknya alat rumah tangga yang melepaskan karbon monoksida. Pembakaran kayu, bensin, oli, batu bara, atau minyak tanah juga menghasilkan karbon monoksida. Gas karbon monoksida tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak menimbulkan iritasi, yang membuatnya amat berbahaya. Penncegahan dan penyuluhan pasien dibahas di akhir bab ini. Menelan zat racun atau racun dapat terjadi di berbagai lingkungan dan pada kelompok usia yang berbeda-beda. Keracunan di rumah biasannya terjadi jika anak menelan pembersih alat rumah tangga atau obat-obatan. Penyimpanan yang tidak semestinya bahan-bahan ini dapat menjadi penyebab kecelakaan tersebut. Tanaman, pestisida, dan produk cat juga merupakan zat beracun yang potensial di rumah tangga. Karena gangguan mental atau penglihatan, buta huruf, atau masalah bahasa, lansia dapat menelan obat-obatan dengan jumlah yang salah. Selain itu, keracunan dapat terjadi di lingkungan perawatan kesehatan saat obat-obatan diberikan tidak sebagaimana mestinya. Salah satu kejadian gawat darurat yang juga mengancam nyawa manusia adalah keracunan makanan. Keracunan makananadalah penyakit yang disebabkan karena makan-makanan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme atau bahan kimia, atau makanan yang memang mengandung racun. Makanan dapat terkontaminasi oleh bahan kimia seperti timah atau seng yang menyebabkan keracunan makanan. Beberapa jenis jamur dan ikan tertentu juga beracun jika dimakan. Kasus yang sering muncul adalah keracunan makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme, seperti bakteri, jamur, virus, dan parasit.
3
Keracunan merupakan salah satu kejadian darurat yang sering terjadi baik di negara maju maupun negara berkembang. Hingga saat ini, tingkat keracunan pangan yang terjadi di Indonesia masih cukup tinggi. Dan dari seluruh kasus tersebut, sebagian besar ternyata terjadi di rumah. Data The Centers for Disease Control and Prevention tahun 2010 menunjukkan, 48 juta orang di Amerika keracunan makanan, 128.000 dirawat di rumah sakit, dan 3.000 orang meninggal tiap tahunnya akibat kandungan berbahaya dalam makanan yang mereka konsumsi. Menurut Badan POM dalam Dadi (2011), angka kejadian keracunan makanan, sebagai salah satu manifestasi Penyakit Bawaan Makanan (PBM) dapat menjadi indikator situasi keamanan pangan di Indonesia. Badan kesehatan dunia WHO memperkirakan bahwa rasio antara kejadian keracunan yang dilaporkan dengan kejadian yang terjadi sesungguhnya di masyarakat adalah 1:10 untuk negara maju dan 1: 25 untuk negara berkembang. Di tahun 2011 insiden keracunan makanan terjadi dan terlaporkan di Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan RI ada 1.800 lebih, membuat lebih dari 7.000 orang dirawat di rumah sakit dan 11 meninggal dunia. Data nasional yang dirangkum Badan POM juga menjelaskan bahwa industri jasa boga dan produk makanan rumah tangga memberikan kontribusi yang paling besar (31%) dibandingkan dengan pangan olahan (20%), jajanan (13%), dan lain-lain (5%) (Lestari, 2009). Beberapa agen penyebab keracunan makanan sudah ada dalam makanan pada saat ternak akan disembelih atau tanaman akan dipanen. Beberapa mikroorganisme ada yang bisa menyebabkan makanan basi tetapi tidak berbahaya. Namun, bakteri-bakteri tertentu yang berkembang biak dalam makanan bisa menghasilkan racun penyebab penyakit. Bakteri Staphylococcus menghasilkan racun yang bisa menyebabkan muntah dan diare beberapa jam setelah makanan yang terkontaminasi dikonsumsi. Bakteri Clostridium botulinum menyebabkan masalah yang jauh lebih
4
serius bahkan seringkali fatal, yakni jenis keracunan makanan yang disebut botulisme. Penyakit yang disebabkan keracunan makanan biasanya singkat dan ringan serta tidak menyebabkan kerusakan permanen pada orang sehat. Orang tua, anak-anak, wanita hamil, dan orang dewasa yang sistem kekebalan tubuhnya melemah karena penyakit atau obat-obatan paling rentan terhadap keracunan makanan. Gejala keracunan dapat terjadi beberapa saat setelah konsumsi makanan yang terkontaminasi. Tetapi pada beberapa kasus, gejala baru timbul beberapa hari setelahnya. Gejala muntah dan diare yang berat akan menyebabkan tubuh kekurangan cairan dan elektrolit, dan hal ini merupakan ancaman serius bagi jiwa penderita, terutama jika tidak dilakukan penanganan segera. Penyakit bawaan makanan sering dipandang sebagai penyakit yang ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya. Meskipun terkadang memang benar, pada banyak kasus dampak kesehatan yang terjadi justru serius dan bahkan dapat mengakibatkan kematian. Persepsi yang salah ini sebagian terjadi karena kurangnya perhatian yang diberikan terhadap masalah tersebut. Dampak kesehatan akibat penyakit bawaan makanan bervariasi menurut patogen penyebabnya, tahapan dan lamanya pengobatan, juga dengan usia dan faktor lain yang berkaitan dengan daya tahan dan kerentanan seseorang. Pada kebanyakan kasus, pasien dengan fungsi kekebalan yang baik akan sembuh dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Namun, pada kasus lain, khususnya di kalangan kelompok masyarakat yang rentan (misalnya: lansia, bayi, anak kecil, ibu hamil dan orang yang mengalami malnutrisi serta gangguan kekebalan), beberapa penyakit bawaan makanan dapat berakibat fatal terutama jika tidak tersedia pengobatan yang memadai.
5
1.2
Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Mahasiswa/ (i) dapat menerapkan dan mengembangkan pola pikir secara ilmiah terkait penanganan gawat darurat pasien dengan keracunan makanan dan bahan makanan serta mendapatkan pengalaman dalam memecahkan masalah. 1.3.2 Tujuan Khusus Agar mahasiswa/ (i) mampu mengetahui dan memahami tentang: 1) Pathway keracunan makanan dan bahan makanan. 2) Pengkajian survei primer dan sekunder pada klien dengan keracunan makanan dan bahan makanan. 3) Manajemen penatalaksanaan gawat darurat pada klien dengan keracunan makanan dan bahan makanan.
1.3
Manfaat 1.4.1 Bagi Penulis Diharapkan agar penulis mempunyai tambahan wawasan dan pengetahuan dalam melaksanakan asuhan keperawatan terkait penanganan kegawat daruratan pasien dengan keracunan makanan dan bahan makanan. 1.4.2 Bagi Institusi Pelayanan Menjadi acuan dalam melaksanakan proses keperawatan dalam terkait penanganan kegawat daruratan pasien dengan keracunan makanan dan bahan makanan. 1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan dan sebagai masukan dalam peningkatan proses keperawatan terkait penanganan kegawat daruratan pasien dengan keracunan makanan dan bahan makanan.
6
BAB 2 TINJAUAN TEORI
A. Konsep Penyakit 2.1 Definisi Racun adalah suatu zat yang memiliki kemampuan untuk merusak sel dan sebagian fungsi tubuh secara tidak normal (Arisman, 2009). Junaidi (2011) menyatakan racun adalah suatu zat atau makanan yang menyebabkan efek bahaya bagi tubuh. Dapat disimpulkan bahwa racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respon pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Beberapa contoh keracunan antara lain keracunan obat dan zat kimia, gigitan ular dan serangga, dan keracunan gas. Keracunan makanan adalah suatu penyakit yang terjadi setelah menyantap makanan yang mengandung racun, berasal dari bahan beracun yang terbentuk akibat pembusukan makanan dan bakteri (Arisman, 2009). Junaidi (2011) menyatakan keadaan darurat yang diakibatkan masuknya suatu zat atau makanan ke dalam tubuh melalui mulut yang mengakibatkan bahaya bagi tubuh disebut sebagai keracunan makanan. Perez dan Luke’s (2014) menyatakan keracunan makanan adalah keracunan yang terjadi akibat menelan makanan atau air yang mengandung bakteri, parasit, virus, jamur atau yang telah terkontaminasi racun.
2.2 Jenis-jenis Keracunan 1. Keracunan pada sistem pencernaan
7
a. Keracunan bahan kimia 1) Etiologi a) Baygon Baygon termasuk ke dalam Insektisida golongan karbamat, akibatinsektisida biasanya terjadi karena kecelakaan dan percobaan bunuh diri.
b) Amphetamin Amphetamine adalah sejenis obat-obatan yang biasanya berbentuk pil, kapsul dan serbuk yang dapat memberikan rangsangan bagi perasaaan manusia. Salah satu jenis amphetamine, adalah methamphetamine. Tingkah laku yang kasar dan tak terduga, merupakan hal biasa bagi pemakai kronis. Jika kamu menggunakan amphetamine, maka amphetamine ini akan merangsang tubuh melampaui batas maksimum dari kekuatan fisik yang ada. c) Morpin Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin merupakan alkaloida utama dari opium ( C17H19NO3 ) . Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan.
2)
Manifestasi Klinis a) Sianosis b) Takipnoe, dispnea c) Nadi lemah d) Takikardi e) Aritmia jantung f)
Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus, mual dan muntah
g) Malaise
8
3)
Patofisiologi Insektisida
ini
bekerja
dengan
menghambat
dan
menginaktivasikan enzim asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan oleh susunan saraf pusat, gangglion autonom, ujung-ujung saraf parasimpatis, dan ujung-ujung
saraf
motorik.
Hambatan
asetilkolinesterase
menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempattempat tersebut. Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron – neuron yang ada di post sinaps, sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan, sehingga tidak terjadi adanya katalisis dari asam asetil dan kholin. Terjadi akumulasi dari asetilkolin di sistem saraf tepi, sistem saraf pusatm neomuscular junction dan sel darah merah, Akibatnya akan menimbulkan hipereksitasi secara terus menerus dari reseptor muskarinik dan nikotinik. Didalam kasus kita ini menyangkut keracunan baygon, perlu diketahui dulu bahwa didalam baygon itu terkandung 2 racun utama yaitu Propoxur dan transfluthrin. Propoxur adalah senyawa karbamat yang merupakan senyawa Seperti organofosfat tetapi efek hambatan cholin esterase bersivat reversibel dan tidak mempunyai efek sentral karena tidak dapat menembus blood brain barrier. Gejala klinis sama dengan keracunan organofosfat tetapi lebih ringan dan waktunya lebih singkat. Penatalaksanaannya juga sama seperti pada keracunan organofosfat. Dampak terbanyak dari kasus ini adalah pada sistem saraf pusat yang akan mengakibatkan penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin juga terganggu, sebagian karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer, dan sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskular di otak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung
9
lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok, asidemia, dan hipoksia
4)
Penatalaksanaan a)
Antidote Pada pasien yang sadar : -
bilas lambung
-
Injeksi sulfas atropin 2 mg (8 ampul) Intra muscular
-
30 menit kemudian berikan 0,5 mg SA (2 ampul) IM, diulang tiap 30 menit sampai terjadi artropinisasi.
-
Setelah atropinisasi tercapai, diberikan 0,25 mg SA (1 ampul) IM tiap 4 jam selama 24 jam .
Pada pasien yang tidak sadar -
injeksi sulfus Atropin 4 mg intra vena (16 ampul)
-
30 menit kemudian berikan SA 2 mg (8 ampul) IM, diulangi setiap 30 menit sampai klien sadar.
-
Setelah klien sadar, berikan SA 0,5 mg (2 ampul) IM sampai tercapai atropinisasi, ditandai dengan midriasis, fotofobia, mulut kering, takikardi, palpitasi, dan tensi terukur.
-
Setelah atropinisasi tercapai, berikan SA 0,25 mg (1 ampul) IM tiap 4 jam selama 24 jam.
b)
Penanganan syok Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok yang tepat, dengan memasang IV line, mungkin ini berhubungan dengan kerja kardio depresan dari obat yang ditelan, pengumpulan aliran vena di ekstremitas bawah, atau
10
penurunan
sirkulasi
volume
darah,
sampai
dengan
meningkatnya permeabilitas kapiler. Kaji TTV, kardiovaskuler dengan mengukur nadi, tekanan darah, tekanan vena sentral dan suhu. Stabilkan fungsi kardioaskuler dan pantau EKG.
5)
Tes Diagnostik a) Pemeriksaan khusus, misalnya pengukuran kadar AChE dalam sel darah merah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan akut maupun kronik. b) Keracunan kronik : bila kadar AChE menurun sampai 25 – 50 %, setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar AChE telah meningkat > 75 % N.
b. Keracunan Makanan Keracunan makanan adalah masuknya zat toxic (racun) dari bahan yang kita makan ke dalam tubuh karena ikut tertelan bersama makanan. 1) Ciri-ciri makan beracun yaitu sebagai berikut: a) Warna lebih terang disebabkan penggunaan pewarna b) Lihat dan sentuh makanan tersebut, jika terlalu lembut dan gurih bisa saja menggunakan penyedap rasa yang berlebihan c) Saat membeli ikan atau daging coba cek apakah menggunakan formalin atau tidak. Jangan terkecoh, jika ikan tidak dikerungi lalat maka kemungkinan besar ikan menggunakan formalin
2) Manifestasi secara umum pada keracunan makanan, yaitu: a) Sakit mendadak, bisa berupa kram perut, umumnya terjadi beberapa saat setelah mengonsumsi makanan yang mengandung racun, atau dalam waktu 12-72 jam. Keadaan ini merupakan salah satu usaha tubuh menolak racun yang masuk ke perut.
11
b) Muntah dan diare, Merupakan akibat umum dari keracunan makanan, dimana tubuh melakukan usaha untuk membersihkan diri dari racun yang masuk. c) Gejala berkembang cepat karena dosis besar d) Anamnese menunjukkan ke arah keracunan, terutama kasus percobaan bunuh diri, pembunuhan atau kecelakaan e) Keracunan kronis dicurigai bila digunakannya obat dalam waktu lama atau lingkungan pekerjaan yang berhubungan dengan zat kimia.
3) Jenis-jenis keracunan makanan: a)
Keracunan Jengkol
Jengkol
(Pethelolobium
labatum) merupakan bahan makanan seperti yang mengandung vitamin B1. Menurut berbagai penelitian menunjukkan bahwa jengkol juga kaya akan karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin B, Vitamin C, fosfor, kalsium, alkaloid, minyak atsiri, steroid, glikosida, tanin, dan saponin. Khusus untuk vitamin C terdapat kandungan 80 mg pada 100 gram biji jengkol, sedangkan angka kecukupan gizi yang dianjurkan per hari adalah 75 mg untuk wanita dewasa dan 90 mg untuk pria dewasa. Cara pengolahannya bermacam-macam, bisa dibuat emping (emping jengkol), dimakan mentahnya sebagai lalap, dan lain-lain. Jengkol mempunyai bau yang khas yang tidak sedap, tetapi banyak orang yang menyukainya. Kejengkolan dapat terjadi setelah memakan jengkol dalam jumlah yang banyak, baik yang
12
dimasak maupun mentahnya. Bahkan yang berupa emping sekalipun yang telah digoreng dapat menimbulkan kejengkolan karena dalam biji mengandung zat yang dinamakan asam jengkol (hamud jengkol). Asam jengkol terjadi di dalam biji jengkol disebabakan pengaruh kondensi Formaldehyde dan Cysteine. Asam jengkol sukar larut dalam air dingin dalam 30o C kadar larut 1:2000 di dalam air mendidih 1:200. Perlu juga diperhatikan bagi orang yang mempunyai indikasi penyakit ginjal atau fungsi ginjalnya kurang baik agar waspada terhadap peristiwa
kejengkolan,
karena
dapat
berakibat
fatal.
Kejengkolan sebenarnya belum dapat dipastikan. Apakah penyebabnya karena keadaan perorangan, atau karena sifat dari asam jemgkol yang sukar larut dalam air dingin sehingga mengakibatkan tersumbatnya (terganggunya fungsi ginjal) Manifestasi Klinis kejengkolan i.
Rasa nyeri (kolik) di daerah pinggang atau daerah pusar (ari - ari) dan kadang disertai kejang - kejang
ii.
Mual, muntah
iii. Output urine sedikit, adakalanya urine berwarna merah bercampur putih seperti air pencuci beras (dalam urine terdapat sel - sel darah merah dan sel darah putih) iv. Perut kembung dan susah BAB) v.
Nafas dan Urine berbau jengkol
Patofisiologi Keluhan pada umumnya timbul dalam waktu 5-12 jam setelah mengosumsi jengkol. Keluhan yang tercepat adalah 2 jam dan yang terlambat adalah 36 jam sesudah konsumsi biji jengkol. Hal itu terjadi karena kandungan asam jengkolat didalamnya.Asam jengkolat merupakan salah satu komponen
13
yang terdapat pada biji jengkol, kandungannya bervariasi tergantung pada varietas dan umur biji jengkol.Asam jengkolat dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, penyebabnya adalah terbentuknya
kristal
asam
jengkolat
yang
akan
dapat
menyumbat traktus urinalis. Jika kristal yang terbentuk semakin banyak, lama-kelamaan dapat menimbulkan gangguan pada saat BAK. Bahkan, jika terbentuk infeksi, akan menimbulkan gangguan yang lebih parah. Dalam jumlah tertentu, asam jengkolat dapat membentuk kristal. Kristal tersebut dapat menyumbat dan bahkan menimbulkan luka pada saluran perkemihan, sehingga urine yang keluar sedikit dan kadangkadang menimbulkan pendarahan.
Penatalaksanaan i.
Beri klien air putih yang banyak supaya kadar asam jengkolat lebih encer, sehingga lebih mudah dibuang melalui urin.
ii.
Bila gejala penyakit berat (oliguria, hematuria, anuria dan tidak dapat minum) penderita perlu dirawat dan diberi infus natrium bikarbonat dalam larutan glukosa 5%. Dosis untuk dewasa dan anak 2-5 mEq/kg berat badan natrium bikarbonat diberikan secara infus selama 4-8 jam.
iii. Antibiotika hanya diberikan apabila ada infeksi sekunder.
b)
Singkong
Singkong merupakan tanaman umbi-umbian yang tumbuh diseluruh
indonesia.
Dibebrapa
14
daerah dipulau jawa singkong bahkan merupakan makanan untama penduduk. Singkong merupakan bahan makanan yang mengandung kalori
seperti
beras.
Perbedaannya
adalah
singkong
mengandung protein 1 % sedangkan beras mengandung protein 7,5 %.
Etiologi Penyebab keracunan singkong ialah asam sianida yang terkandung didalamnya.
Patofisiologi Asam sianida (HCN) ialah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Asam ini akan mengganggu oksidasi (pengankutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzim sitokrom oksidase. Oleh karena adanya ikatan ini, O2 tidak dapat digunakan oleh jaringan sehingga organ yang sensitif terhadap kekurangan O2 akan sangat menderita terutama jaringan otak. Akibatnya akan terlihat pada permukaan suatu tingkat stimulasi dari pada susunan saraf pusat yang disusul oleh tingkat depresi dan akhirnya timbul kejang oleh hypoxia dan kematian oleh kegagalan pernafasan. kadang-kadang dapat timbul detak jantung yang ireguler. Dosis letal (mematikan) dari HCN adalah 60-90 mg. Waktu kerja HCN akan semakin cepat jika HNC ditelan pada saat lambung kosong dimana kadar asam lambung sangat tinggi. HCN ialah suatu racun yang bekerja sangat cepat, kematian dapat ditimbulkan dalam beberapa menit apabila HCN murni ditelan dalam keadaan lambung kosong dalam kadar asam yang tinggin, maka kerja racun ini sangat cepat sekali. HCN dalam bentuk cair dapat diserap oleh kulit dan mukosa, tetapi garam sianida hanya berbahaya jika dimakan. Dosis letak dari pada HCN ialah 60-90 mg.
15
Sebenarnya tubuh mempunyai daya proteksi terhadap HCN ini dengan cara detoksikasi HCN menjadi oin tiosinat yang relatif kurang toksik. Detoksikasi ini berlangsung dengan perantaraan enzim rodanase (transulfurase). Enzim ini terdapat didalam jaringan, terutama
hati.
Tubuh
sebenarnya
mempunyai
kemampuan
mendetoksikasi HCN tetapi sistem enzim rodanase ini bekerja sangat lambat sehingga keracunan masih dapat timbul. kerja enzim ini dapat dipercepat dengan mamasukkan sulfur ke dalam tubuh. Secara klinis hal inilah yang dipakai sebagai dasar menyuntikkan natrium tiosulfat pada pengobatan keracunan oleh singkong. Hidrogen
sianida
masuk
kedalam
tubuh
dengan
cepatdidistribusikan keseluruh tubuh oleh darah. Tingkat sianida dalam berbagai jaringan manusia pada kasus keracunan HCN yang telah dilaporkan, bahwa pada lambung : 0,03, pada darah : 0,5 , pada hati : 0,03 , ginjal : 0,11, otak 0,07 , urin 0,2 ( MG/100 g). Secara pisiologi tubuh hidrogen sianida menginaktifasi enzim sitokrom oksidase dalam mitokondria sel dengan mengikat Fe3+Fe2 yang terkandung dalam enzim. Hal ini dapat menyebabkan penurunan dalam permanfaataan oksigendalam jaringan. Sehingga organ yang sensitif dalam kondisi kurangnya O2 akan sangat menderita terutama jaringan otak. Sehingga dapat menimbulkan asfiksia, hiposia dan kejang. Selain itu sianida menyebabkan peningkatan glukosa darah dan kadar asam laktat serta penurunan ATP yang menunjukan pergeseran dari aerob untuk metabolisme anaerob. Hidro sianida akan mengurangi ketersedian energi kesemua sel, tetapi efeknya akan semakin cepat muncul pada sistem pernafasan pada jantung.
Gejala klinis Biasanya gejala akan timbul beberapa jam setelah makan singkong. Gejalan keracunan singkong ini antara lain:
16
i.
Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan diare.
ii. Sesak nafas , takikardi, cyanosis dan hipotensi iii. Perasaan pusing, lemah,kesadaran menurun ( apatis- koma) iv. Renjatan atau kejang v.
Syok
Penatalaksanaan Sebelum dibawa kerumah sakit pasien dapat diberikan pertolongan pertama oleh penolong atau keluarga pasien dengan memberikan arang aktif, namun dalam pemberian arang aktif ini harus berhati-hati dan sesuai dengan dosis yang tercantum dalam kemasannya. Rangsang muntah dapat dilakukan jika arang aktif tidak tersedia dan perjalanan kerumah sakit membutuhkan waktu lebih dari 20 menit. Pengobatan harus dilakukan secepatnya. Penatalaksanaannya antara lain : i.
Stabilisasi pasien melalui penatalaksanaan jalan nafas, fungsi pernafasan dan sirkulasi.
ii. Bila makanan diperkirakan masih ada dilambung (kurang dari 4 jam setelah makan singkong), dilakukan pencucian lambung atau membuat penderita muntah. iii. Natrium thiosulfat 30% (antidotum) sebanyak 10-30 ml secara intravena perlahan. iv. Sebelumnya dapat diberikan amil nitrit secara inhalasi. v.
Bila timbul cyanosis dapat diberikan oksigen.
vi. Beri 10 cc Na Nitrit 5% iv dalam 3 menit. vii. Beri 50 cc Na thiosulfat 25% iv dalam 10 menit
17
viii. Bila gejala sangat berat, bawa kerumah sakit.
Pencegahan keracunan Kenali jenis singkong dengan cara jika pada singkong terdapat bercak biru sebaiknya tidak dikonsumsi, kemungkinan kandungan HCNnya tinggi dan tidak banyak berkurang walaupun sudah dicuci dan dimasak.
2. Keracunan Sirkulasi a. Gigitan ular dan serangga Beberapa ular berbisadapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saatmerasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigitaring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring. 1) Gigitan ular a) Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu:
i. Elapidae : memiliki taring pendek dan tegak permanen. Beberapa contoh anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora intestinalis).
ii. Hidrophidae : yang termasuk famili ini adalah ular tali (Dendrelaphis pictus).
18
iii. Viperidae : Viperidae memiliki taring panjang yang secara normal dapat dilipat ke bagian rahang atas. Ada dua subfamili pada Viperidae, yaitu Viperinae danCrotalinae. Crotalinae memiliki organ untuk mendeteksi mangsa berdarah panas (pit organ), yang terletak di antara lubang hidung dan mata. Beberapa contoh Viperidae adalah ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah (Calloselasma rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris).
b) Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur. Bisa tersebut bersifat: i.
Eurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal karena paralise otot-otot lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot pernafasan, kardiovaskuler yang terganggu, derajat kesadaran menurun sampai dengan koma.
ii.
Haemotoksin:
bersifat
hemolitik
dengan
zat
antara
fosfolipase dan enzim lainnya atau menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu sendiri
19
sebagai akibat lisisnya sel darah merah karena toksin. Manifestasi klinis: luka bekas gigitan yang terus berdarah, haematom pada tiap suntikan IM, hematuria, hemoptisis, hematemesis, gagal ginjal. iii. Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering berhubungan dengan mhaemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot. iv. Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung. v.
Cytotoksin:
dengan
vasoaktifamin
melepaskan
lainnya
histamin
berakibat
dan
zat
terganggunya
kardiovaskuler. vi. Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.
2) Gigitan Serangga Insect bites adalah gigitan atau sengatan serangga. Insect bites adalah gigitan yang diakibatkan karena serangga yang menyengat atau menggigit seseorang.Beberapa contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan atau serangan seranggadi antaranya adalah: a) Reaksi alergi berat (anaphylaxis) Reaksi ini tergolong tidak biasa, namun dapat mengancam kehidupan dan membutuhkan pertolongan darurat. Tanda-tanda atau gejalanya adalah: i.
Terkejut (shock)dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran darahtidak mendapatkan masukan darah yang cukup untuk organ-organ penting (vital)
ii. Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut atau kerongkongan/tenggorokan
20
iii. Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan, tapak kaki, dan selaput lendir (angioedema) iv. Pusing dan kacau v.
Mual, diare, dan nyeri pada perut
vi. Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak
b) Reaksi racun oleh gigitan atau serangan tunggal dari serangga. Serangga atau laba-laba yang menyebabkan hal tersebut misalnya: i. Laba-laba janda (widow) yang berwarna hitam
ii. Laba-laba pertapa (recluse) yang berwarna coklat
iii. Laba-laba gembel (hobo)
21
iv. Kalajengking
c) Reaksi racun dari serangan labah, tawon, atau semut api Seekor lebah dengan alat penyengatnya di belakang lalu mati setelah menyengat. Lebah madu afrika, yang dinamakan lebah-lebah pembunuh, mereka lebih agresif dari pada lebah madu kebanyakan dan sering menyerang bersama-sama dengan jumlah yang banyak. i.
Tawon, penyengat dan si jaket kuning (yellow jackets), dapat menyengat berkali-kali. Si jaket kuning dapat menyebabkan sangat banyak reaksi alergi
ii. Serangan semut api kepada seseorang dengan gigitan dari rahangnya, kemudian memutar kepalanya dan menyengat dari perutnya dengan alur memutar dan berkali-kali iii. Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan. iv. infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan v.
Penyakit serum (darah), sebuah reaksi pada pengobatan (antiserum) digunakan untuk mengobati gigitan atau serangan serangga. Penyakit serum menyebabkan rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak serta diiringi gejala flu tujuh sampai empat belas hari setelah penggunaan anti serum
vi. Infeksi virus, infeksi nyamuk dapat menyebarkan virus West Nile kepada seseorang, menyebabkan inflamasi pada otak (encephalitis).
22
vii. Infeksi parasit, infeksi nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya malaria.
d. Manifestasi Klinis Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular. i.
Efek lokal : digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra menimbulkan rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat dan dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.
ii. Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-organ abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat menyebabkan syok atau bahkan kematian. iii. Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi
terutama
secara
cepat
menghentikan
otot-otot
pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan kesemutan. iv. Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal. v.
Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata korban, menghasilkan sakit dan kerusakan,
23
bahkan kebutaan sementara pada mata.Sedangkan gejala dari gigitan serangga bermacam-macam dan tergantung dari berbagai macam faktor yang mempengaruhi. Kebanyakan gigitan serangga menyebabakan kemerahan, bengkak, nyeri, dan gatal-gatal di sekitar area yang terkena gigitan atau sengatan serangga tersebut. Kulit yang terkena gigitan bisa rusak dan terinfeksi jika daerah yang terkena gigitan tersebut terluka. Jika luka tersebut
tidak dirawat,
maka akan
mengakibatkan peradangan akut.Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak, desahan, sesak napas, pingsandan hampir meninggal dalam 30 menit adalah gejala dari reaksi yang disebut anafilaksis. Ini juga diakibatkan karena alergi pada gigitan serangga. Gigitan serangga juga mengakibatkan bengkak pada tenggorokan dan kematian karena gangguan udara.Sengatan dari serangga jenis penyengat besar atau ratusan sengatan lebah jarangsekali ditemukan hingga mengakibatkan sakit pada otot dan gagal ginjal.
e. Patofisiologi i. Patofisiologi gigitan ular Mangsa gigitan ular jenis Elapidae, biasanya akan mengalami pendarahan kesan daripada luka yang berlaku pada saluran darah dan pencairan darah merah yang mana darah sukar untuk membeku. Pendarahan akan merebak sertamerta dan biasanya akan berterusan selama beberapa hari. Pendarahan pada gusi, muntah darah, ludah atau batuk berdarah dan air kencing berdarah adalah kesan nyata bagi keracunan bisa ular jenis Elapidae. Walaupun tragedi kematian adalah jarang, kehilangan darah yang banyak akan mengancam nyawa mangsa. Ular ini dapat menyebabkan terjadinya flaccid paralysis. Ini biasanya berbahaya bila terjadi paralysis pada pernafasan.
24
Biasanya tanda – tanda yang pertama kali di jumpai adalah pada saraf cranial seperti ptosis, opthalmophlegia, progresif. Bila tidak mendapat anti venom akan terjadi kelemahan anggota tubuh dan paralisis pernafasan. Biasaya full paralysis akan memakan waktu lebih kurang 12 jam, pada beberapa kasus biasanya menjadi lebih cepat, 3 jam setelah gigitan. Beberapa Spesies ular dapat menyebabkan terjadinya koagulopathy. Tanda – tanda klinis yang dapat ditemui adalah keluarnya darah terus menerus dari tempat gigitan, venipunctur dari gusi, dan bila berkembang akan menimbulkan hematuria, haematomisis, melena dan batuk darah.
ii. Patofisiologi gigitan serangga Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa (racun) yang disebut Pteromone. Pteromone ini tersusun dari protein dan substansi lain atau bahan kimia yang mungkin memicu reaksi alergi kepada penderita. Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan, bengkak, dan rasa gatal di lokasi yang tersengat yang akan hilang dalam beberapa jam. Gigitan atau sengatan dari lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan semut api dapat menyebabkan reaksi yang cukup serius pada orang yang alergi terhadap mereka. Lebah, tawon dan semut api berbeda-beda dalam menyengat. Apabila gigitan terjadi pada area mulut atau kerongkongan, pteromone yang dikeluarkan oleh serangga akan menyebabkan menyempitnya
saluran
pernafasan
sehingga
dapat
mengakibatkan susah bernapas yang akan berlanjut pada syok anafilaksis, dan bisa berakhir pada kematian.
f.
Penatalaksanaan Penatalaksanaan Gigitan Ular:
25
1) Antidote Mengistirahatkan mengikat
seperti
korban,
melepaskan
cincin,
benda
memberikan
yang
kehangatan,
membersihkan luka, menutup luka dengan balutan steril, dan imobilisasi bagian tubuh dibawah tinggi jantung. Es atau torniket tidak digunakan. 2) Penanganan syok a.
Selalu mengasumsikan bahwa semua gigitan ular dapat mengancam kehidupan.
b.
Bila melakukan triage kasus gigitan ular maka selalu dimasukkan kedalam katagori emergency.
c.
Pasang IV line pada semua kasus.
d.
Berhati – hati ketika memilih lokasi pemasangan IV line atau pengambilan sample darah pada kasus koagulopahty, pendarahan.
yang
betujuan
Khususnya
pada
untuk
mencegah
pembuluh
darah
subclavia, jugular, femur. e.
Hindari melakukan penyuntikan intra muscular jika memungkinkan terjadinya coagulopathy.
f.
Lakukan pemeriksaan whole blood clotting time (WBCT).
g.
Jika
terjadi
gangguan
pada
pernafasan
akibat
paralysis, persiapkan untuk intubasi dan pemasangan ventilator eksternal. h.
Jika terjadi shock, tangani dengan pemberian cairan.
3) Bidai Cara melalukan pembalutan pada gigitan ular: a.
Pasang balut “pressure bandage” lebar dari bagian bawah ke arah atas termasuk pada bagian gigitan secepat mungkin dari kejadian gigitan.
26
b.
Jangan lepaskan celana atau pakaian di tempat gigitan krn pergerakan pada tempat gigitan memperbesar peluang meluasnya racun ke peredaran darah.
c.
Balutan harus seketat seperti pada kejadain terkilir. Korban harus menghindari gerakan
yang tidak
diperlukan. d.
Perluas balutan selebar mungkin
e.
Setelah pembalutan pertama, lakukan pembidaian dengan meletakkan bidai yang panjangnya menutupi dua sendi dari tungkai yang terkena gigitan.
f.
Rekatkan dengan pembalutan dengan stabil. Jangan biarkan korban berjalan.
Penatalaksanan gigitan serangga: Segera lepas serangga dari tempat gigitannya, dengan menggunakan minyak pelumas Setelah terlepas (kepala dan tubuh serangga) luka dibersihkan dengan sabun dan diolesi calamine (berfungsi untuk mengurangi gatal) atau krim antihistamin seperti diphenhidramin (Benadryl). Bila tersengat lebah, ambil sengatnya dengan jarum halus, bersihkan dan oleskan krim antihistamin atau kompres es bagian yang tersengat.
27
a.
Tes Diagnostik 1)
Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar gula darah, BUN dan elektrolit.
2)
Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan.
3. Keracunan Gas a. Karbon monoksida Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasal dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Tidak seperti senyawa CO mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu hemoglobin.Sumber utama karbon monoksida pada kasus kematian adalah kebakaran, knalpot mobil, pemanasan tidak sempurna, dan pembakaran yang tidak sempurna dari produk-produk terbakar, seperti bongkahan arang.
b. Manifestasi Klinis 1) Awal gejalanya yaitu :sakit kepala, mual, muntah, lelah, lesi pada kulit, berkeringat banyak, pyrexia, pernapasan meningkat, mental dullness dan konfusion, gangguan penglihatan, konvulsi, hipotensi, myocardinal, dan ischamea. 2) Kemungkinan terjadi kematian akibat sukar bernafas sangat tinggi. Kematian terhadap kasus keracunan karbon monoksida
28
disebabkan oleh kurangnya oksigen pada tingkat selular (cellular hypoxia). 3) Sel darah merah tidak hanya mengikat oksigen melainkan juga gas lain. Kemampuan atau daya ikat ini berbeda untuk satu gas dengan gas lain. Sel darah merah mempunyai ikatan yang lebih kuat terhadap karbon monoksida dari pada oksigen. Sehingga jika terdapat CO dan O2, sel darah merah akan cenderung berikatan dengan CO. Bila terhirup, karbon monoksida akan terbentuk dengan hemoglobin (Hb) dalam darah dan akan terbentuk karboksi haemoglobin sehingga oksigen tidak dapat terbawa. Ini disebabkan karbon monoksida dapat mengikat 250 kali lebih cepat dari oksigen. 4) Mengganggu
aktivitas
selular
lainnya
yaitu
dengan
mengganggu fungsi organ yang menggunakan sejumlah besar oksigen seperti otak dan jantung. 5) Gejala klinis saturasi darah oleh karbon monoksida adalah sebagai berikut: a) Konsentrasi CO dalam darah kurang dari 20%, tidak ada gejala. b) Konsentrasi CO dalam darah 20%, gejala nafas menjadi sesak. c) Konsentrasi CO dalam darah 30%, gejala sakit kepala, lesu, mual, nadi dan pernapasan meningkat sedikit. d) Konsentrasi CO dalam darah 30% hingga 40%, gejala sakit kepala berat, kebingungan, hilang daya ingat, lemah, hilang daya koordinasi gerakan. e) Konsentrasi CO dalam darah 40% sampai 50%, gejala kebingungan makin meningkat dan setengah sadar. f) Konsentrasi CO dalam darah 60% hingga 70%, gejala tidak sadar, kehilangan daya mengkontrol feses dan urin.
29
g) Konsentrasi CO dalam darah 70% hingga 80%, gejala koma, nadi menjadi tidak teratur, kematian karena kegagalan pernapasan
c. Patofisiologi Gas CO masuk ke paru-paru inhalasi, mengalir ke alveo-li, terus masuk ke aliran darah Gas CO dengan segera mengikat hemoglobin di tempat yang sama dengan tempat oksigen mengikat hemoglobin, untuk membentuk karboksi hemoglobin (COHb) . Ikatan COHb bersifat dapat pulih/reversible. Mekanisme kerja gas CO di dalam darah: 1) CO bersaing dengan oksigen untuk mengikat hemoglobin. Kekuatan ikatannya 200-300 kali lebih kuat dibandingkan oksigen . Akibatnya, oksigen terdesak dan lepas dari hemoglobin sehingga pasokan oksigen oleh darah ke jaringan tubuh berkurang, timbul hipoksia jaringan. 2) COHb mencampuri interaksi protein heme, menyebabkan kurva penguraian HbO2. Akibatnya terjadi pengurangan pelepasan oksigen dari darah ke jaringan tubuh. Proses terpenting dari keracunan gas CO terhadap sel adalah rusaknya metabolisme rantai pernafasan mitokonria, menghambat komplek enzim sitokrom oksidase a3 sehingga oksidasi mitokondria untuk menghasilkan Adenosine Tri Posfat (ATP) berkurang. Ekskresi gas CO terutama melalui respirasi, dimetabolisme menjadi karbon dioksida (CO2), tidak lebih dari 1%.
d. Penatalaksaan 1)
Antidote a) Bawa pasien ke udara segar dengan segera, buka semua pintu dan jendela. b) Longgarkan semua pakaian ketat.
30
c) Mulai resusitasi kardiopulmonal jika diperlukan. d) Cegah menggigil, bungkus pasien dalam selimut. e) Pertahankan pasien setenang mungkin. f) 2)
Jangan berikan alkohol dalam bentuk apapun.
Penanganan syok Tindakan Pada dasarnya tindakan pertama yang harus dilakukan adalah melakukan ABC (airway, Breathing and Circulation) bukan mencari penyebab Keracunan. Disini dimaksudkan adalah hal utama yang harus dilakukan adalah stabilisasi pasien, lakukan prioritas masalah dan lakukan tindakan yang sesuai. Contoh apabila diduga mengalami Keracunan dengan gejala sesak segera bebaskan jalan nafas.
3)
Stabilisasi Lakukan stabilisasi dengan mengutamakan masalah utama yang ada. Langkah stabilisasi adalah sebagai berikut: a) Perhatikan dan tangani jalan nafas b) Perhatikan perdarahan dan kontrol perdarahan jika ada. c) Segera cegah dan tangani syok dengan pemberian produk darah jika perlu. d) Cari dan perhatikan adanya cidera yang berkaitan dengan proses penyakit lain e) Kaji, tetapkan, tangani status asam basa dan elektrolit. f) Perhatikan status jantung (denyut nadi, suara, aliran dll) lakukan pemeriksaan singkat, dengan penekanan pada wilayah-wilayah yang mungkin memberi petunjuk ke arah diagnosis toksikologi,meliputi : g) Tanda-tanda vital Evaluasi yang teliti terhadap tanda-tanda vital yang meliputi tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu dan tingkat kesadaran.
31
i.
Mata Mata merupakan sumber informasi yang penting untuk toksikologis, karena beberapa kasus toksikologis menyebabkanperubahan pada mata. Tetapi dalam menentukan prognosis Keracunan gejala ini tidak bisa dijadikan pegangan.
ii. Mulut Mulut mungkin menunjukkan tanda-tanda terbakar yang disebabkan oleh unsur korosif atau mungkin menunjukkan bekas tertentu yang menjadi cirikas dari suatu bahan toksik. iii. Kulit Kulit sering menunjukkan adanya kemerahan atau keluar keringat yang berlebihan. iv. Abdomen Perubahan bising usus biasanya menyertai perubahan tingkat kesadaran. Pada kesadaran tingkat III biasanya bising usus negatif, dan pada tingkat IV selalu negatif, sehingga
pemeriksaan
ini
bisa
dipakai
untuk
mencocokkan tingkat kesadaran, misalnya pada orang yang bersimulasi. v.
Sistem saraf Seizure fokal atau deficit motorik menunjukkan adanya lesi struktural daripada toksik atau ensefalopati metabolic
4)
Oksigen Hiperbarik Terapi oksigen hiperbarik menggunakan ruang bertekanan untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Tekanan udara di dalam ruang oksigen hiperbarik adalah sekitar dua setengah kali lebih besar dari tekanan normal di atmosfer. Hal
32
ini membantu darah membawa oksigen lebih banyak ke organ dan jaringan tubuh Anda. Terapi
hiperbarik
dapat
membantu
mempercepat
penyembuhan luka, terutama luka terinfeksi. Terapi ini dapat digunakan untuk mengobati: a) Emboli udara atau gas b) Infeksi tulang (osteomielitis) yang belum membaik dengan perawatan lain c) Luka bakar d) Keracunan karbon monoksida e) Beberapa jenis infeksi otak atau sinus f)
Penyakit dekompresi (misalnya, cedera menyelam)
g) Gangrene gas h) Infeksi jaringan lunak nekrosis i)
Menyediakan cukup oksigen ke paru-paru selama prosedur pembersihan paru-paru pada pasien dengan kondisi medis tertentu
j)
Cedera radiasi (misalnya, kerusakan akibat terapi radiasi untuk kanker)
k) Cangkok kulit l)
Luka yang belum sembuh dengan perawatan lain (misalnya, ulkus kaki pada penderita diabetes)
33
5)
Tes Diagnostik a) Elektrokardiografi b) Radiologi Banyak substansi adalah radioopak, dan cara ini juga untuk menunjukkan adanya aspirasi dan edema pulmonal. c) Analisa GasDarah, elektrolit dan pemeriksaan laboratorium lain Keracunan akut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kadar elektrolit, termasuk natrium, kalium, klorida, magnesium dan kalsium. Tanda-tanda oksigenasi yang tidak adequat juga sering muncul, seperti sianosis, takikardia, hipoventilasi, dan perubahan status mental. d) Tes fungsi ginjal Beberapa toksik mempunyai efek nefrotoksik secara lengsung. e) Skrin toksikologi Cara ini membantu dalam mendiagnosis pasien yang Keracunan. Skrin negatif tidak berarti bahwa pasien tidak Keracunan, tapi mungkin racun yang ingin dilihat tidak ada. Adalah penting untuk mengetahui toksin apa saja yang bisa diskrin secara rutin di dalam laboratorium, sehingga pemeriksaannya bisa efektif
34
B. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat 1. PENGKAJIAN a. Primary Survery a) Airway and cervival control b) Breathing and ventilation c) Circulation and hemorrhage control d) Disability e) Exposure and Environment
Pengkajian secara tepat tentang ABC 1)
Pernyataan pasien tentang kepatenan jalan nafas. a. Jalan nafas paten ketika bersih saat bicara dan tidak ada suara nafas yang mengganggu b. Jika jalan nafas tidak paten pertimbangkan kebersihan daerah mulut dan menempatkan alat bantu nafas.
2)
Apakah pernafasan efektif a. Pernapasan efektif ketika warna kulit dalam batas normal dan capillary refill kurang dari 3 detik. b. Jika pernapasan tidak efektif pertimbangkan pemberian oksigendan penempatan alat bantu.
3)
Apakah pasien merasakan nyeri atau tidak nyaman pada tulang belakang a. Immobilisasi leher yang nyeri atai tidak nyaman dengan collar spine jika injuri kurang dri 48 jam. b. Tempatkan leher pada C-collar yang keras dan immobilisasi daerah tulang belakang dengan mengangkat pasien dengan stretcher.
4)
Apakah sirkulasi pasien effective
35
a. Sirkulasi efektife ketika nadi radialis baik dan kulit hangat serta kering. b. Jika sirkulasi tidak efectitive pertimbangkan penempatan pasien pada posisi recumbent, membuat jalan masuk di dalam intravena untuk pemberian bolus cairan 200 ml. 5)
Apakah ada tanda bahaya pada pasien a. Gunakan GCS dan AVPU untuk mengevaluasi kerusakan daya ingat akibat trauma pada pasien. b. Pada GCS nilai didapat dari membuka mata, verbal dan motoric. c. AVPU A : untuk membantu pernyataan daya ingat pasien, kesadaran respon terhadap suara dan berorientasi pada orang, waktu dan tempat. V : Untuk pernyataan verbal pasien terhadap respon suara tetapi, tidak berorientasi penug pada orang, waktu dan tempat. P : untuk pernyataan nyeri pada pasien yang tidak respon pada suara tetapi respon terhadap rangsangan nyeri. U : untuk yang tidak responsive terhadap rangsangan nyeri.
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarka
jenis
perlakuan,
stabilitas
tanda
tanda
vitaldan
mekanisme ruda paksa, berdasar kan penilaian : A : Airway jalan nafas terkontrol servikal B : Breathing dan ventilasi C : Circulation dengan control perdarahan Yang penting pada frase pra-RS adalah ABC, dilakukan resusitasi dimna perlu, kemudian fiksasi penderitalalu transportasi. 1) Airway dengan control servikal
36
Yang pertama yang harus dinilai adalah kelancaran airway. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebra servikal karena kemungkinan patahnya yulag servikal harus selalu diperhitungkan. Dalam hal ini dapat dilakukan Chin lift atau jaw thrust. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher. Kemungkinan diduga patahnya tulang servikal diduga apabila : a.
Trauma dengan penurunan kesadaran
b.
Adanya luka karena trauma di atas klavikula
c.
Setiap multitrauma ( trauma pada region 2 atau lebih)
d.
Juga harus waspada terhadap kemungkinan patah tulang belakang bila biomekanika trauma mendukung. Dalam keadaan curiga fraktur servikal, harus haru dipakai
alai immobilisasi. Bila alat immobilisasi ini harus di buka untuk
sementara,
maka
kepala
harus
dipakai
sampai
kemungkinan fraktur servikal dapatdisingkirkan. Bila ada gangguan jalan nafas, maka sesuai BHD.
2) Breathing Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi padasaat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan CO dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi: fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan difragma. Setiap komponen ini harus dievaluasi secara cepat. Dada penderita harus dibuka untuk melihat pernapasan yang baik. Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya
37
udara kedalam paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu vnetilasi. Perlakuan yang baik mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah pneumotoraks, flail chest dengan kontusio paru, open pneumotoraks dan hemotoraksmasif.
3) Circulation dengan control perdarahan a.
Volum darah dan jurang jantung (cardiac output) Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca bedah yang mungkin dapat diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di rumah sakit. Suatu keadaan hipotensi harus disebabkan oleh hipovolemik, sampai terbukti sebaliknya. Dugaan demikian maka diperlukan penilaian yang cepat dari status hemodinamik penderita. Ada 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikaninformasi mengenai keadaan hemodinamik yakni kesadaran, warna kulit dan nadi. a)
Tingkat kesadaran Bila volume darah menurun, perfusi darah ke
otak
dapat
berkurang,
yang
akan
mengakibatkan penurunan kesadaran ( walaupun demikian kehilangan darah yang dalam jumlah banyak belum tentu mengakibatkan gangguan kesadaran). b)
Warna kulit Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita trauma yang kulitnya kemerahan, trauma pada wajah dan ektremitas, jarang
yang
dalam
keadaan
38
hipovolemia.sebaliknya wajah pucat keabu abuan dan kulit ekremitas yang pucat, merupakan tanda tanda hipovolemia.
Bila memang disebabkan
hipovolemia maka ini menandakan kehilangan darah minimal 30% dari volume darah.
c)
Nadi Nadi yang besar seperti arteri femoralis atau arteri karotis harus diperiksa bilateral, untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Pada syok nadi akan kecil dan cepat. Nadi yang tidak cepat, kuat dan teratur biasanya merupakan tanda normo-volomia. Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda hipovolemia, namun harus diingat sebab lain yang dapat menyebabkannya. Nadi yang tidak teratur biasanya merupakan tanda
tanda
gangguan
jantung.
Tidak
ditemukannya pulsasi dari nadi arteri sentral.
b.
Control perdarahan Perdarahan hebat dikelola pada survey primer. Perdarahaan eksternal dengan penekanan langsung pada luka jangan di jahit terlebih dahulu. Spalk udara dapat digunakan untuk mengontrol perdarahan. Spalk jenis ini harus
ditembus
cahaya
untuk
dapat
dilakukannya
pengawasan perdarahan. Tornoquet jangan dipakai karena merusak jaringan dan menyebabkan distal dari tourniquet. Pemakaian dari hemostal memerlukan waktu dan dapat merusak jaringan sekitar saraf seperti syaraf dan pembuluh darah. Perdarahan dalam rongga toraks, abdomen, sekitar
39
fraktur atau sebagai akibat dari luka tembus, dapat menyebabkan perdarahan besar yang tidak terlihat.
4) Disability Menjelang akhir survey primer dievaluasi keadaan neurologis ecara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. GCS adalah system scoring yang sederhana dan dapat meramalkan kesudahan
(outcome) penderita.
Penurunan
kesadaran dapat disebabkan perlukaan pada otak sendiri. Penurunan
kesadaran
dapat
menuntut
dilakukannya
pemeriksaan terhadap keadaan perfusi, ventilasi dan oksigen. Alcohol dan obat obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran
penderita.
Walaupun
sudah
demikian
bila
disingkirkan kemngkinan hipoksia tau hipovolemia sebagai sebab penurunan kesadaran, maka trauma kapitis dapat dianggap sebagai penyebabnya sampai terbukti sebaliknya.
5) Exposure/ Kontrol Lingkungan Exposure dilakukan di rumah sakit, terapi dimna perlu dapat membuka pakaian, misalnya membuka baju untk melakukan pemeriksaan toraks fisik. Di rumah sakit penderita harus dibuka seluruh pakaiannya untuk evaluasi.
b. Secondary survey 1) Focus assessment 2) Head to toe assessment Survey sekunder dilakukan setelah survey primer selesai, resusitasi dilakukan dari penderita stabil. Survey sekunder adalah
40
pemeriksaan head to toe dan pemeriksaan tanda tanda vital. Survey sekunder hanya dilakukan apabila penderita sudah stabil.
2. Diagnose Keperawatan 1) Airway a. Bersihan jalan nafas b. Tidak efektifnya jalan nafas c. Resiko respirasi 2) Breathing a. Resiko pola nafas tidak efektif b. Gangguan pertukaran gas 3) Circulation a. Kurang volume cairan b. Gangguan perfusi jaringan
3. Perencanaan 1) Airway Airway harus dijaga dengan baik pada penderita tidak sadar. Jaw trust
atau chin lift dapat dipakai pada beberapa kasus, pada
penderita yang masih sadar dapat dipakai naso-pharyngeal airway. Bila penderita tidak sadar dan tidak ada reflek bertahan dapat dipakai oroparingeal airwayta yang airway terganggu. Control jalan nafas pada penderita yang airway terganggu karena factor mekanik atau ada gangguan ventilasi akibat gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi endo-tracheal baik oral maupun nasal. Proedur ini harus dilakukan dengan control terhadap servikal. Surgical airway dapat dilakukan
bila
intubasi
endotracheal
tidak
mungkin
karena
kontraindikasi atau karena masalah mekanis. 2) Breathing
41
Adanya tenson pneuomotoraks mengganggu ventilasi dan bila dicurigai, harus segera dilakukan kompresi ( tusuk dengan jarum besar, disusul WSD) setiap penderita trauma diberikan oksigen. Bila tanpa intubasi, sebaiknya oksigen diberikan dengan fas mask. 3) Circulation Bila ada gangguan sirkulasiharus segera dipasang 2 jalur IV line. Kateter IV yang dipakai harus berukuran besar. Pada awalnya sebaiknya menggunakan vena pada lengan. Penderita diinfus cepat dengan 1,5-2 liter cairan kristaloid, atau ringer laktat. Bila tidak ada respon dengn pemberian cairan kristaloid, berikan darah segolongan. Pemberian vasopressor steroid atau Bic Nat tida diperkenankan. 4) Kateter Urin dan Lambung Pemakaian kateter urin dan lambung harus dipertimbangkan. a. Kateter Urin Produksi urin merupakan indicator peka untuk menilai kedaan hemodinamik penderita. b. Kateter lambung Kateter lambung dipakai untuk mengurangi distensi dan mencegah muntah. Isi lambungyang pekat akan mengakibatkan NGT tidak berfungsi. Darah dalam lambung dapat disebabkan darah tertelan, pemasangan NGT yang traumatic atau perlukaan lambung. Bila lamina fibrosa patah atau diduga patah, kateter lambung harus dipasang melalui mulut ntuk mencegah masuknya NGT dalam rongga torak. 5) Monitoring Monitoring hasil resusitasi didasarkan pada laju napas, nadi, tekanan nadi, tekanan darah, suhu tubuh dan kesadaran penderita: a. Laju nafas dipakai untuk menilai airway dan breathing, ETT dapat berubah posisipada saat penderita berubah posisi. b. Pulse oxymetry sangat berguna. Plse oxymetri mengukur secara kolorigrafi kadar saturated O2 bukan PaO2.
42
c. Pada penilaian tekanan darah harus didasari bahwa tekanan darah ini merupakan indicator yang kurang baik untuk menilai perfusi jaringan. d. Monitoring EKG dianjurkan pada semua penderita truma. Tindakan resusitasi ddilakukan pada saat masalahnya dikenali, bukan setelah survey primer dilakukan.
4. Pelaksaan a. Komprehensive b. Humanistic and holistic
5. Evaluasi a. Proses b. Hasil
BAB 3 PENUTUP
3.1 Simpulan Keracunan adalah masuknya toksin yang dapat membahayakan tubuh. Pada hakekatnya semua zat dapat berlaku sebagi racun, tergantung pada dosis dan cara pemberiannya.Proses keracunan dapat berlangsung secara perlahan, dan lama kemudian baru menjadi kegawatdarurat, atau dapat juga berlangsung dengan cepat dan segera menjadi keadaan gawat darurat.
43
Bahan makanan pada umumnya merupakan media yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme. Proses pembusukan merupakan proses awal dari akibat aktivitas mikroorganisme yang mempengaruhi langsung kepada nilai bahan makanan tersebut untuk kepentingan manusia. Selain itu, keracunan bahan makanan dapat juga disebabkan oleh bahan makanannya sendiri yang beracun, terkontaminasi oleh protozoa, parasit, bakteri yang patogen dan juga bahan kimia yang bersifat racun.
3.2 Saran 1.
Diharapkan mahasiswa hendaknya benar-benar memahami manajemen kegawatdaruratan pada klien dengan kasus keracunan, sehingga dapat menerapkan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien.
2.
Untuk pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur yang berkaitan dengan makalah ini, sehingga mempermudah mahasiswa dalam pembuatan makalah yang lebih baik, sehingga dapat dijadikan acuan bagi peserta didik lainnya.
44
DAFTAR PUSTAKA
Doheny K. Most common foods for foodborne illness: CDC report. Medscape Medical News. January 30, 2013. Fajri.
(2012).
Keracunan
Obat
dan
bahan
Kimia
Berbahaya.
Dari:
http://fajrismart.wordpress.com/2011/02/22/keracunan-obat-dan-bahankimia-berbahaya/. Diakses tanggal 17 Agustus 2017. Jacobs RA. General problems in infectious diseases: acute infectious diarrhea. In: Tierney LM Jr, McPhee SJ, Papadakis MA, eds. Current Medical Diagnosis and Treatment 2001. 40th ed. New York, NY: McGraw-Hill; 2000:1215-6. Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info Media. Lee JH, Shin H, Son B, Ryu S. Complete genome sequence of Bacillus cereus bacteriophage BCP78. J Virol. Jan 2012;86(1):637-8. Logan NA. Bacillus and relatives in foodborne illness. J Appl Microbiol. Mar 2012;112(3):417-29. Mansjoer Arif, 2009, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1 Media Aesculapius, FKUI, Jakarta. Sartono. (2012). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika. Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah, vol: 3. Jakarta: EGC. Syamsi. (2012). Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Gigitan Serangga.
Dari:http://nerssyamsi.blogspot.com/2012/01/konsep-
kegawatdaruratan-pada-pasien.html. Diakses tanggal 17 Agustus 2017.
45