B14 Sken 1.docx

  • Uploaded by: Yogi Sampe Pasang
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View B14 Sken 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,632
  • Pages: 14
Fraktur Tertutup Femur Dextra 1/3 Proximal Yogi Sampe Pasang 102016146/B6 Mahasiswa Fakultas Kedokteran University Kristen Krida Wacana, Jakarta Jl Terusan Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat Email : [email protected] Abstract The human body has many systems that support each other in performing the function of organs. One of them is the musculoskeletal system which is supporting the shape of the body and responsible for the movement. The system consists of bones, joints, muscles, tendons, ligaments, bursa and specialized tissues that connect these structures. When there is a trauma to the musculoskeletal system of the soft tissue will weaken the function of the organ around it. Likewise when the fracture can cause the body can not function properly. Thus established special handling in areas affected yag fracture. Even if the fracture is severe enough, will disturb even destroy other tissues or organs distant from the fracture. When the system to prop up the broken, the organ that can have sustained fractures as well. Keywords: bone fracture, musculoskeletal system, femoral fracture. Abstrak Tubuh manusia memiliki banyak sistem yang saling mendukung dalam menjalankan fungsi organ-organ tubuh. Salah satunya adalah sistem muskuloskeletal yang merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggungjawab terhadap pergerakan. Sistem ini terdiri dari tulang,

sendi,

menghubungkan

otot,

tendon, ligamen, bursa dan

struktur-struktur

ini.

Ketika

jaringan-jaringan khusus

terjadi

suatu

trauma

pada

yang sistem

muskuloskeletal pada jaringan lunak akan melemahkan fungsi dari organnya disekitarnya. Begitu juga ketika terjadi fraktur tulang dapat menyebabkan tubuh tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Sehingga ditubuhkan penanganan khusus pada daerah yag terkena fraktur. Bahkan jika fraktur tersebut cukup parah, akan mengganggu bahkan merusak jaringan atau organ lain yang jauh dari fraktur tersebut. Ketika sistem untuk menopang tersebut rusak, maka organ yang ditopang pun bisa mengalami fraktur juga. Kata kunci: fraktur tulang, sistem muskuloskeletal, fraktur femur.

1

Pendahuluan Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggung jawab terhadap pergerakan. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot, tendon, ligamen, bursa dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini. Sistem ini dapat terjadi fraktur yang dapat melemahkan fungsi organ yang ditunjangnya, bahkan jika tidak dilakukan penanganan khusus dan traumanya cukup parah, ini dapat menghilangkan fungsi organnya. Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin dapat terjadi dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks; biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser. Jika tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit atau kulit diatasnya masih utuh ini disebut fraktur tertutup (sederhana), sedangkan bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi ini disebut fraktur terbuka. Dari perbedaan fraktur ini akan beda pula penganannya. Anamnesis Anamnesis perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Anamnesis ini meliputi identitas pasien, usia, pekerjaan, dll. Setelah itu menanyakan keluhan utama pasien. Pada scenario ini terjadi gangguan system musculoskeletal, biasanya pada system ini keluhan yang terjadi adalah nyeri hebat yang dirasakan oleh pasien. Perlu ditanyakan lokasi di mana terjadinya nyeri, onset, durasi, sudah berapa lama mengalami nyeri dan apakah ada factor yang memperberat. Pasien juga harus menceritakan bagaimana kejadian awal hingga terjadinya nyeri tersebut. Dokter juga harus menanyakan apakah ada gejala dan keluhan penyerta lain seperti demam, penurunan BB, mudah lelah, dan gejala sistemik lainnya. Selain itu harus juga ditanyakan kepada pasien tentang riwayat penyakit sebelumnya, riwayat trauma, aktivitas dan diet sehari-hari.

2

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan awal mencakup : 1. Pemeriksaan tanda vital Pemeriksaan ini meliputi pengukuran tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, suhu tubuh, tinggi badan, berat badan. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui apakah pasien menderita hipertensi, takikardi, demam ataupun obesitas. Dari pemeriksaan tanda-tanda vital yang dilakukan, nilai-nilai tersebut bagi pasien ini adalah dalam batas-batas normal. 2.

Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik pada kasus fraktur utamanya mencakup dua survey yaitu: a) Primary Survey

: memeriksa keadaan umum.

b) Secondary Survey : memeriksa anggota gerak dan tulang belakang.2

Selain itu, pemeriksaan fisik yang lainnya dapat dilakukan dimulai saat pasien memasuki ruangan dan mencakup tiga hal yaitu: 

Inspeksi (Look): - Pemeriksaan ini melibatkan permerhatian dan observasi cukup dengan deskripsi yang terlihat antaranya warna kulit, gambaran vaskularisasinya, pembengkakan atau massa pada bagian anterior/posterior, lateral/medial, juga diperhatikan jika terdapat luka, fistel atau ulkus dan tanda-tanda peradangan lainnya (rubor, kolor, tumor, dolor, functio lesia). - Memerhatikan deformitas - Circumferential skin assessment: melihat jika terdapat pendarahan di daerah luka, robekan pada kulit (laserations), atau harus diberikan perhatian pada sekitar kulit pada daerah trauma yang dapat memungkinkan terjadinya fraktur terbuka. - Fracture blisters yang mungkin dapat menganggu rencana operasi.2



Palpasi (Feel): - Mengukur selisih panjang ekstemitas - Keadaan neurovascular - Meraba pembengkakan/massa, deskripsi konsistensi dan batas-batasnya - Perhatikan adanya nyeri tekan di persendian. - Palpasi kelembutan dan krepitasi.2

3



Move/ Range of Motion: - Menilai gerakan sendi proximal dan distal tulang yang patah - Menilai Range of Motion (ROM) dengan gerakan fleksi-ekstensi dan menyatakannya dalam derajat. (Normal : 0-120o).3

Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatic fraktur), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidak mampuan untuk menggunakan anggota gerak. Penderita biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala lain. Pada pemeriksaan awal penderita perlu diperhatikan adanya syok, anemia atau perdarahan. Sangat penting juga untuk diselidiki apakah ada kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga thoraks, panggul dan abdomen.

Pemeriksaan penunjang Pada pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pemeriksaan secara radiologi. Proyeksi anteroposterior dan lateral, kadang-kadang diperlukan axial. Pada proyeksi anteroposterior, kadang-kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur (pada kasus yang impacted). Untuk itu perlu ditambah dengan pemeriksaan proyeksi axial.

-

Foto Rontgen Pada proyeksi AP kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur pada kasus yang

impacted, untuk ini diperlukan pemerikasaan tambahan proyeksi axial. Pergeseran dinilai melalui bentuk bayangan tulang yang abnormal dan tingkat ketidakcocokan garis trabekular pada kaput femoris dan ujung leher femur. Penilaian ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau tidak bergeser (stadium I dan II Garden ) dapat membaik setelah fiksasi internal, sementara fraktur yang bergeser sering mengalami non union dan nekrosis avaskular.3 Radiografi foto polos secara tradisional telah digunakan sebagai langkah pertama dalam pemeriksaan pada fraktur tulang pinggul. Tujuan utama dari film x-ray untuk menyingkirkan setiap patah tulang yang jelas dan untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur. Adanya pembentukan tulang periosteal, sclerosis, kalus, atau garis fraktur dapat menunjukkan tegangan fraktur. Radiografi mungkin menunjukkan garis fraktur pada bagian leher femur, yang merupakan lokasi untuk jenis fraktur. Fraktur harus dibedakan dari patah 4

tulang kompresi, yang menurut Devas dan Fullerton dan Snowdy, biasanya terletak pada bagian inferior leher femoralis. Jika tidak terlihat di film x-ray standar, bone scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) harus dilakukan.3 -

Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI telah terbukti akurat dalam penilaian fraktur dan andal dilakukan dalam waktu

24 jam dari cedera, namun pemeriksaan ini mahal. Dengan MRI, fraktur biasanya muncul sebagai garis fraktur di korteks dikelilingi oleh zona edema intens dalam rongga meduler. Dalam sebuah studi oleh Quinn dan McCarthy, temuan pada MRI 100% sensitif pada pasien dengan hasil foto rontgen yang kurang terlihat. MRI dapat menunjukkan hasil yang 100% sensitif, spesifik dan akurat dalam mengidentifikasi fraktur collum femur.3

Working Diagnosis Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, didapatkan diagnosa pasti kondisi pasien yaitu adanya fraktur femur tertutup 1/3 proximal dextra. Fraktur adalah patah tulang, putusnya kontinuitas dari tulang, tulang rawan sendi atau tulang rawan epifisis. Pasien datang dengan keluhan nyeri pada panggul kanan dan setelah pemeriksaan fisik dilakukan, didapatkan status lokalis pada pasien di regio femur dextra 1/3 proximal nyeri, ada deformitas, ekstremitas bawah memendek dan eksorotasi dan tidak dapat digerakkan baik secara aktif maupun pasif. Diagnosis diperkuat dengan foto Rontgen di bagian sendi yang sakit dan jelas terlihat adanya fraktur di femur 1/3 proximal dextra pasien. Fraktur ini dikatakan sebagai tertutup karena kulit di atasnya utuh dan bila terdapat luka pada kulit di atasnya disebut fraktur terbuka (compound fracture).4 Jenis Fraktur : 

Berdasarkan sifat fraktur:  Faktur Tertutup (Closed/ Simple), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.  Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat

hubungan antara fragmen

tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. 

Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma :  Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. 5

 Fraktur Oblik : arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.  Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.  Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.  Fraktur Avulsi : fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.

Gambar 4 : Fraktur berdasarkan bentuk garis patah 

Berdasarkan jumlah garis patah :  Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.  Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.  Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.

Klasifikasi fraktur tertutup 

Tingkat 0

: fraktur biasa dengan sedikit/tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.



Tingkat 1

: fraktur dengan abrasi dangkal/memar kulit dan jaringan subkutan.



Tingkat 2

: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan. 6



Tingkat 3

: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.

Epidemiologi Fraktur femur sering terjadi pada usia muda dengan insidens sebanyak 8-9% dan sering juga pada wanita yang berusia 75 tahun atau lebih. Fraktur pada 1/3 distal dari diafisis adalah sebanyak 79%. Untuk fraktur femur yang terbagi dalam beberapa klasifikasi, seperti : 

Pada fraktur collum, fraktur intertrochanterica, fraktur subtrochanter femur ini banyak terjadi pada wanita tua dengan usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotik. Trauma yang dialami oleh wanita tua ini biasanya ringan (jatuh terpeleset di kamar mandi) sedangkan pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan.



Fraktur batang femur, fraktur supracondyler, fraktur intercondyler, fraktur condyler femur banyak terjadi pada penderita laki – laki dewasa karena kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian. Fraktur batang femur pada anak terjadi karena jatuh waktu bermain dirumah atau disekolah.5

Gejala Fraktur Tulang 1. Nyeri : Dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasmeotot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya. 2. Bengkak/edema : Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan daerah di jaringan sekitarnya. 3. Memar : Disebabkan karena pendarahan dibawah kulit. 4. Spasme Otot : Kontraksi otot involunter yang terjadi di sekitar fraktur. 5. Penurunan sensasi: Akibat kerusakan saraf, terkenanya saraf karena oedema. 6. Gangguan fungsi : Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot paralysis. 7. Mobilitas abnormal : Kebanyakannya terjadi pada fraktur tulang panjang. 8. Krepitasi : Rasa gemertak yang terjadi jika bagian-bagian tulang digerakkan. 9. Deformitas : Abnormalitas dari tulang hasil trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal. 7

10. Shock hipovolemik : Terjadi sebagai kompensasi jika terjadi pendarahan hebat.2,3

Etiologi Sebagian besar patah tulang pinggul terjadi pada orang lanjut usia sebagai akibat dari trauma minimal, seperti jatuh dari ketinggian berdiri. Pada pasien muda yang sehat, patah tulang ini biasanya dihasilkan dari luka-kecepatan tinggi, seperti tabrakan kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian yang signifikan. Meskipun lokasi fraktur sebanding, perbedaan cedera rendah dan kecepatan tinggi pada orang tua dibandingkan pasien yang lebih muda lebih besar daripada kesamaan mereka. Cedera kecepatan tinggi lebih sulit untuk mengobati dan berkaitan dengan komplikasi lebih daripada luka trauma ringan.6 Egan et al mengidentifikasi beberapa faktor risiko yang terkait dengan risiko pasien patah tulang pinggul untuk kali kedua. Pertambahan usia, gangguan kognitif, penurunan massa tulang, penurunan persepsi kedalaman, penurunan mobilitas, dan pusing semua terkait dengan peningkatan kemungkinan mengalami kejatuhan kali kedua dan dengan demikian kemungkinan patah tulang pinggul kali kedua. Beberapa penelitian baru-baru ini telah mengidentifikasi faktor risiko tambahan untuk patah tulang pinggul. Sennerby et al mengidentifikasi penyakit kardiovaskular umum sebagai faktor risiko yang signifikan untuk patah tulang pinggul, sementara Carbone et al menetapkan bahwa gagal jantung adalah risiko spesifik untuk patah tulang pinggul. Karakteristik khusus pada pria dievaluasi untuk menentukan hubungan dengan patah tulang pinggul; merokok, perawakannya tinggi, stroke, dan demensia ditemukan meningkatkan risiko patah tulang pinggul, sementara aktivitas fisik-non-kerja dan tinggi BMI ditemukan menjadi pelindung. Kettunen di al dipelajari sebelumnya atlet laki-laki elit dan menemukan bahwa orang-orang ini berkelanjutan patah tulang pinggul pada usia jauh lebih tua daripada rekan-rekan mereka yang kurang aktif.6 Dua kelas obat juga telah terlibat dalam patah tulang pinggul. Pasien panti jompo pada obat-obatan antipsikotik dan pasien HIV-positif pada terapi PI lebih mungkin untuk mengalami patah tulang daripada orang-orang lain. Pada pasien yang lebih muda, fraktur femoralis proksimal biasanya hasil trauma fisik energi tinggi (misalnya, highspeed kecelakaan kendaraan bermotor) dan biasanya terjadi tanpa adanya penyakit. Intertrochanteric dan leher femoralis fraktur merupakan 90% dari 8

patah tulang femur proksimal terjadi pada pasien usia lanjut. Patah tulang femoralis proksimal pada pasien usia lanjut sering patologis, biasanya dihasilkan trauma fisik dari minimal sampai sedang pada daerah tulang secara signifikan dipengaruhi oleh osteoporosis.7 Patah tulang pinggul jumlah bervariasi dengan ras, jenis kelamin, dan usia. Perempuan menderita patah tulang pinggul lebih sering daripada laki-laki. Dalam seumur hidup, laki-laki memiliki risiko diperkirakan 6% sedangkan wanita menopause memiliki risiko diperkirakan 14% menderita patah tulang pinggul. Statistik ini memberikan wawasan lebih umur dan menyimpulkan bahwa perempuan dua kali lebih mungkin menderita patah tulang pinggul. Mayoritas patah tulang pinggul terjadi pada orang kulit putih, sementara orang kulit hitam dan Hispanik memiliki tingkat yang lebih rendah dari mereka. Hal ini mungkin karena kepadatan tulang mereka umumnya lebih besar dan juga karena orang kulit putih memiliki lebih lama jangka hidup secara keseluruhan dan kemungkinan lebih tinggi mencapai usia lanjut di mana risiko mematahkan pinggul meningkat. Usia merupakan faktor yang paling dominan dalam cedera patah tulang pinggul, dengan sebagian besar kasus terjadi pada orang di atas 75. Peningkatan usia terkait dengan meningkatnya insiden patah tulang pinggul. Terjatuh adalah penyebab paling umum dari patah tulang pinggul, sekitar 30- 60% orang dewasa yang lebih tua jatuh setiap tahun. Hal ini meningkatkan risiko patah tulang pinggul dan menyebabkan risiko peningkatan kematian pada orang yang lebih tua, angka kematian dalam satu tahun terlihat 12-37%. Bagi pasien yang tersisa yang tidak menderita kematian, setengah dari mereka membutuhkan bantuan dan tidak bisa hidup mandiri. Juga, orang dewasa yang lebih tua mengalami patah tulang pinggul karena osteoporosis, yang merupakan penyakit degeneratif karena usia dan penurunan massa tulang. Usia rata-rata untuk menderita patah tulang pinggul berusia 77 tahun untuk wanita dan 72 tahun untuk laki-laki. Hal ini menunjukkan betapa dekatnya usia berhubungan dengan patah tulang pinggul.7 Patogenesis Ketika terjadi trauma pada tulang dapat mengakibatkan patah tulang, di mana patah tulang dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu patah tulang terbuka dan patah tulang tertutup. Pada patah tulang terbuka dapat mengakibatkan kerusakan arteri, infeksi, pendarahan (syok) dan nekrosis avaskuler. Sedangkan pada patah tulang tertutup dapat mengakibatkan risiko infeksi, adanya emboli lemak dari fraktur tulang panjang dan sindrom

9

kompartemen sehingga terjadi penetrasi yang dapat menyebabkan cidera vaskuler yang menimbulkan pendarahan dan trombosis lemak.3 Menifestasi klinis fraktur adalah nyeri gerak dan nyeri tekan pada lokasi yang patah, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekkan tulang, krepitasi, pembengkakan lokal, perubahan warna pada kulit disekitar daerah fraktur, spasme otot, kurangnya sensasi dan ekimosis.3 Komplikasi fraktur adalah syok hipovolemik, akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra. Selain syok bisa juga terjadi emboli lemak. Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk ke dalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stress klien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah yang akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang masuk ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.4 Sindrom kompartemen, merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dari otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat atau balutan yang terlalu ketat dan penigkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan.4 Trombo emboli dapat terjadi akibat posisi tubuh yang horisontal dalam waktu yang lama dapat menyebabkan peningkatan proses pembekuan darah sehingga terbentuk trombus. Kerusakan saraf dapat terjadi karena cedera saraf itu sendiri atau karena adanya penekanan oleh gips atau balutan.4

Manifestasi Klinis Manifestasi klinis adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna. •

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.



Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun

10

teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstermitas normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot. •

Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan baah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).



Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. (uji krepitus dapat mengakibatnya kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).



Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.5

Komplikasi Fraktur tertutup pada tungkai bawah sering mengakibatkan terjadinya Compartment Syndrome. Hal ini terjadi karena peningkatan tekanan pada compartment otot. Fraktur pada tulang panjang dapat mengakibatkan pendarahan yang banyak dan pada fraktur tertutup,darah tidak dapat keluar sehingga terjadinya compartment syndrome. Pemeriksaan Neurovascular distal terutama bila bengkak nyata dan kulit tegang harus disegerakan. Pengenalan yang terlambat dapat menyebabkan ia berakhir dengan kematian jaringan distal dari fraktur hingga harus dilakukan amputasi.3,8 Komplikasi yang sering terjadi dengan fraktur femur ialah:  Malunion  Non-union  Kekakuan femur Penatalaksanaan Fraktur Femur Terapi Farmakologis Terapi perlu diberikan apabila nyeri yang seringkali timbul akibat fraktur. Pasien dapat diberikan parasetamol 500 mg hingga dosis maksimal 3000 mg per hari. Bila respons tidak adekuat dapat ditambahkan dengan kodein 10 mg. Langkah selanjutnya adalah dengan menggunakan obat antiinflamasi nonsteroid seperti ibuprofen 400 mg 3 kali sehari. Pada keadaan sangat nyeri (terutama bila terdapat osteoporosis), kalsitonin 50-10 IU dapat 11

diberikan subkutan malam hari. Golongan narkotik hendaknya dihindari karena dapat menyebabkan delirium.5 Risiko infeksi dapat diturunkan dengan pemberian antibiotik perioperatif. Untuk mencegah tromboemboli, baik trombosis vena dalam maupun emboli paru, klien perlu mendapatkan antikoagulan selama masa perioperatif Non-operative  Penanganan tergantung usia dan status lokalis pasien. Terapi non-operatif jarang dipakai pada orang dewasa.  Traksi merupakan terapi paling efektif namun memerlukan waktu 2-3 bulan untuk penyembuhan. Operative  Kebanyakan fraktur ditangani dengan intramedullary rod dengan cara open atau blind nailing.  Jika fraktur adalah jenis cominutiva, interlocking nails diguna untuk mempertahankan panjang tulang dengan meningkatkan fiksasi proksimal dan distal.  Fixatorh externa digunakan sementara waktu untuk imobilisasi pada fraktur terbuka.7,8

Pencegahan Bagi mengelakkan terjadinya fraktur,terutama fraktur pada femur, tindakan yang perlu dilakukan ialah:  Makanlah makanan yang kaya akan kalsium dan vitamin D bagi meningkatkan kekuatan tulang dan mengelak tulang menjadi keropos atau mudah patah apabila diberi tekanan.  Menjadi aktif untuk mencegah terpeleset dan terjadinya fraktur yaitu dengan Weight-bearing exercise, seperti bola sepak, berjalan atau melompat tali, membantu membina tulang yang kuat. Olahraga juga penting untuk menjaga berat badan yang sihat..  Selalu mengenakan sabuk pengaman saat mengemudi atau mengandarai mobil bagi mengurangi efek fraktur jika terjadinya kecelakaan atau trauma.

12

 Pakailah padding yang benar dan peralatan keselamatan ketika berpartisipasi dalam kegiatan olahraga.  Mendapat paparan sinar UV matahari (pagi dan sore) yang cukup.  Meningkatkan bekalan vitamin C: Vitamin C penting dalam penyembuhan luka, dan membantu menghasilkan protein kolagen yang penting untuk pembentukan tulang sihat. Makan kaya dengan vitamin C seperti jeruk, semangka, betik, paprika merah, stroberi, brokoli.  Meningkatkan pengambilan makanan yang kaya vitamin K. Selain membantu pembekuan darah, vitamin K merupakan sebahagian penting daripada proses biokimia yang mengikat kalsium ke tulang. Ini juga diperlukan untuk pembentukan osteocalcin, protein tulang.Selain itu, vitamin K membantu mempertahankan kalsium tubuh dengan mengurangkan kehilangan kalsium dalam urin.Vitamin K didapatkan dari makanan hijau, sayur-sayuran dan minyak sayur (canola, zaitun dan kacang soya).9

Prognosis Prognosis tergantung pada jenis dan lokasi fraktur femur, usia dan status kesehatan individu serta adanya cedera secara bersamaan.Pemulihan umumnya memang sudah dijangka, namun, individu-individu di atas usia 60 dengan fraktur femur tertutup memiliki tingkat kematian 17%. Tingkat non-union adalah sekitar 1%. Masalah permanen dengan gaya berjalan mungkin terjadi, dan kecacatan/defromitas dapat diakibatkan dari cedera lain yang berkelanjutan pada saat fraktur.9 Kesimpulan Fraktur tertutup femur 1/3 proksimal adalah cedera umum dan melemahkan yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Patah tulang ini dapat menimbulkan komplikasi jika tidak ditangani dengan benar dan tepat.

13

Daftar Pustaka 1. Mansjoer Arif,Suprohaita,Wardhani Ika Wahyu,Setiowulan Wiwiek.Kapita Selekta Kedokteran.Ed 3 jilid 2,FKUI.2000. 2. Blundell A., Harrison R. Knee examination. Musculoskeletal examination 2. OSCEs at A Glance. 1sted. Wiley-Blackwell. A John Wiley & Sons Ltd., Publication; 2009. 3. Anwar R,Tuson K, Khan SA. Femoral shaft fracture. Classification and Diagnosis in Orthopaedic Trauma. Cambridge University Press;2008. 4. Price SA, Wilson LM. Fracture and dislocation. Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes. Vol II. 6th ed;2006. 5. Smith BA, Livesay GA, Woo SL. Biology and biomechanics of the anterior cruciate ligament. Clin Sports Med 1993; 12:637–670. 6. Bickley L.S. Anamnesis. Bates’ Guide to physical examination and history taking. International edition. 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer Health. 2009. 7. Canale,. Beaty. Campbell's operative orthopaedics, 11th ed,2007;145-147 8. Luqmani R., Robbs J., Porter D., Keating J. Trauma. Textbook of Orthopaedics, Trauma, and Rheumatology. 1st ed. Mosby Elsevier. 2008. 9. Femoral Fracture. Ebsco Publishing;2011. Diunduh dari http://www.thirdage.com. Diakses tanggal 27/03/2016

14

Related Documents

B14 Sken 1.docx
May 2020 7
B14
May 2020 3
B14-hui5bgs
August 2019 29
Sken 9 B23.docx
May 2020 6
Sken 12 B22.docx
June 2020 8
Ppt Sken 3.pptx
November 2019 22

More Documents from "Tory Ilonda"