Rematik Artritis Pada Wanita Dewasa Nur Afiqah binti Abdul Rahman Mahasiswa Semester 4 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat korespondensi : Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara, No 6, Jakarta 11510. Email :
[email protected]
Pendahuluan Semakin usia meningkat, tubuh badan manusia akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut bermula dari usia dini hingga usia lanjut, pada semua organ dan jaringan tubuh. Begitulah juga yang berlaku pada sistem musculoskeletal kita. Namun tidak semua penyakit musculoskeletal akan menyerang pada saat usia lanjut. Salah satunya adalah rheumatoid arthritis. Rheumatoid arthritis adalah salah satu golongan penyakit reumatik yang menimbulkan gangguan musculoskeletal. Rheumatoid arthritis adalah penyakit sistem autoimun, terutama menyerang sendi. Ia dapat ditandai dengan inflamasi dan nyeri di sendi dan gangguan gerak. Penyakit ini perlu diwaspadai apabila berlangsung tanpa pengobatan yang memadai, penyakit ini dapat menyebabkan kelainan bentuk pada persendian dan peradangan kronis. Kondisi ini dapat menyebabkan hilangnya fungsi persendian dan kecatatan sehingga kualitas hidup menurun.
1
Anamnesis Pemeriksaan ke atas pasien dimulai dengan wawancara atau anamnesis. Anamnesis adalah wawancara antara dokter, penderita atau keluarga penderita yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien, mengenai semua data tentang penyakit. Dalam anamnesis, harus diketahui adalah identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang dan dulu, riwayat kesihatan keluarga, riwayat peribadi dan riwayat ekonomi. Dalam rekam medik, perlu ada anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis kerja, penatalaksanaan dan prognosis. Maka seorang dokter sering menemukan informasi penting tentang kemungkinan penyebab gejala melalui sebuah diskusi tentang riwayat kesehatan pasien.1 Ia juga adalah pintu pembuka untuk membangun hubungan antara dokter dan pasien sehingga dapat membawa kepada keterbukaan dan kerjasama dari pasien untuk tahap-tahap pemeriksaan selanjutnya. Hal yang harus ditanyakan berdasarkan gejala-gejala yang telah diketahui ; 1. Identitas Ditanyakan nama lengkap, usia, tempat tinggal dan pekerjaan. Penyakit reumatik dapat menyerang semua umur tetapi frekuensi penyakit terhadap kelompok umur tertentu yang berbeda. Misalnya osteoarthritis lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut dibandingkan dengan usia muda. Sebaliknya lupus eritematous sistemik lebih sering ditemukan pada wanita usia muda dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Pada penyakit reumatik perbandingan jenis kelamin berbeda pada beberapa kelompok penyakit. Reumatoid Artritis, Lupus Eritematosus Sistemik : pria>wanita
2. Keluhan Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis dan Alloanamnesis. Pada umumnya anamnesis dilakukan dengan teknik autoanamnesis yaitu anamnesis yang dilakukan langsung terhadap pasiennya. Anamnesis yang didapat dari informasi orang lain serta ahli keluarga disebut Alloanamnesis.
Hasil autoanamnesis keluhan Utama : Nyeri pada jari-jari tangan dan pergelangan tangan kanan dan kiri sejak 4 bulan terakhir. 3. Riwayat penyakit sekarang (RPS) : 2
Apakah ada le
Sendi apakah yang terkena? Umumnya pergelangan tangan, jari tangan, siku, bahu dan lutut.
Apakah ada rasa nyeri? Sejak kapan dan dimana? Nyerinya itu berapa lama? Pagi atau malam sahaja? Atau sepanjang hari? Apakah ada faktor pemberat yang menyebabkan nyeri? Seperti pernah terbentur atau ketabrak.
Adakah kaku, bengkak, deformitas? Umumnya kaku terjadi pada pagi hari saat bangun tidur dan selama lebih dari 1 jam.
Apakah satu atau dua sendi yang terkena?
Apakah ada keluhan penyerta seperti demam? Berat badan turun? Lelah?
4. Riwayat personal dan social Ditanya ke pasien apakah pekerjaannya itu membutuhkan menggunakan tengan dengan kerap? Mengangkat beban yang berat? Pemakannya bagaimana? Apakah ada mengambil protein yang berlebihan? Apakah pasien merokok dan mengambil alcohol? 5. Riwayat penyakit dahulu Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah dideritai dengan penyakitnya sekarang. Yang perlu ditanya adalah tentang riwayat kecelakaan, penyakit berat, imunisasi, operasi, alergi obat atau makanan. Ditanyakan juga jenis obat dan pemeriksaan yang pernah diambil dahulu. 6. Riwayat keluarga Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi. Pada penyakit yang bersifat kongenital, perlu ditanyakan riwayat kehamilan dan kelahiran. Hasil anamnesis : Ibunya juga sering mengalami nyeri sendi terutama pada lutut kirinya.
Pemeriksaan fisik 3
Inspeksi(LOOK) Inspeksi adalah cara memeriksa dengan melihat dan mengamati bagian tubuh pasien yang diperiksa. Dilihat bagian anggota tangan dari bahu sehingga jari-jari. Dan juga anggota kaki dari coxae sehingga jari-jari kaki. Dilihat juga warna kulit, bentuk tubuh, ukuran tubuh dan gerakan tubuh spontan. Dengan inspeksi juga dapat melihat benjolan, kemerahan, deformitas dan pengecilan otot di sekelilingnya. Palpasi (FEEL) Palpasi adalah pemeriksaan secara perabaan dengan menggunakan rasa propioseptif ujung jari tangan. Dengan palpasi dapat diketahui nyeri pada benjolan tersebut, hangat atau tidak, efusi dan penebalan synovial. Pergerakan (MOVE) Selain inspeksi dan palpasi, bisa juga dilakukan pergerakan pasien dengan memeriksa gerak sendi yang aktif dan yang pasif serta memeriksa fungsi. Iaitu dengan cara menggenggam, berjalan dan melakukan pergerakan lain. Selain itu, dokter perlu memeriksa sendi-sendi yang lain. Dokter perlu melakukan pemeriksaan gerk secara pasif ataupun aktif seperti gerakan fleksi, ekstensi, abduksi dan adduksi pada sendi-sendi yang terdapat kelainan. Pemeriksaan penunjang 1. Tes faktor reumatoid positif, antinuclear antibody (ANA), positif bermakna pada sebagian penderita.2 2. Pemeriksaan cairan sendi. Pada RA cairan sendi berwarna kuning jernih. 3. Rontgen menunjukkan erosi terutama pada sendi – sendi tangan, kaki dan pergelangan pada stadium dini; kemudian, pada tiap sendi.
Working diagnosis 4
Working diagnosis pada kasus ini adalah rheumatoid arthritis. Differential diagnosis 1. Osteoarthritis Osteoarthritis( OA) merupakan penyakit sendi degenerative yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering terkena OA. Prevalensi OA lutut radiologi di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada pria, dan 12.7% pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri pada sendi yang terkena. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat mengganggu mobilitas pasien. Karena prevalensi yang cukup tinggi dan sifatnya yang kronik-progresif,OA memepunyai dampak sosio-ekonomi yang besar, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang usia lanjut usia di Indonesia menderita cacat karena OA akan lebih besar karena semakin banyaknya populasi yang berumur tua.3 OA sering menyebabkan penderita mengalami kesulitan untuk berjalan. Pada peringkat yang sudah lanjut, akan berlakunya deformitas pada lutut, seperti berbentuk valgus atau valrus. Selain itu, ciri khasnya juga adalah adanya bunyi krepitasi pada sendi-sendi yang terkena, akibat daripada gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau secara pasif di manipulasi. Penderita juga akan mengalami perubahan gaya berjalan. Keadaan ini hampir selalu berhubungan dnegan nyeri karena menjaid tumouan berat badan. Terutama dijumoai pada OA lutut, sendi paha dan OA tulang belakang dengan stenosis spinal. Pada sendir-sendi lain, seperti tangan, bahu, siku dan pergelangan tangan, osteoarthritis juga menimbulkan gangguan fungsi. 2. Gout Arhtritis Artritis pirai ( artritis gout ) penyakit yang sering ditemukan dan tersebar diseluruh dunia. Artritis pirai merupakan penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau supersaturasi asam urat didalam cairan ekstraseluler. Manifestasi klinik deposisi urat meliputi artritis gout akut, akumulasi kristal pada jaringan yang merusak tulang (tofi), batu asam urat dan yang jarang adalah kegagalan ginjal ( gout nefropati ). Gangguan metabolisme yang mendasarkan gout adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian kadar urat lebih dari 7,0 ml/dl dan 6,0 mg/dl. Masalah akan timbul jika terbentuk 5
kristal-kristal monosodium urat monohidrat pada sendi-sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal – kristal berbentuk seperti jarum ini mengakibatkan reaksi peradangan yang jika berlanjut akan menimbulkan nyeri hebat yang sering menyertai gout. Jika tidak diobati, endapan kristal akan menyebabkan kerusakan yang hebat pada sendi dan jaringan lunak.3,4 3. Septic Arthritis Sebagian besar septik arthritis merupakan hasil dari infeksi bakterial. Pada beberapa penyakit virus ada hubungannya dengan artritis, atau paling sedikit artralgi (nyeri sendi) merupakan gejala yang menonjol. Sebaliknya infeksi sendi pada jamur sangat jarang ditemukan. Beberapa route bakteria untuk mencapai sendi antara lain secara hematogen, penyebaran langsung dari osteomielitis, penyebaran dari jaringan sekitar sendi yang mangalami infeksi akibat tindakan prosedur diagnostic maupun terapeutik seperti artrosintesis ataupun astroskopi dan luka tembus. Pasien dengan arthritis septic akut ditandai nyeri sendi hebat, bengkak sendi, kaku dan gangguan fungsi, di samping itu ditemukan berbagai gejala sistemik yang lain seperti demam dan kelemahan umum.3,4 Epidemiologi AR adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh sinovitis erosive yang simetris dan pada beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular. Prevalensi dan insiden penyakit ini bervariasi antara populasi satu dengan yang lain, di Amerika Syarikat Kanda dan beberapa daerah di Eropah prevalensi AR sekitar 1% pada kaukasia dewasa. Di Indonesia dari hasil penelitian di Malang pada penduduk berusia di atas 40 tahun didapatkan prevalensi AR 0.5 % di daerah Kotamadya dan 0.6% di daerah Kabupaten. AR sering mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi dampak social dan ekonomi yang besar. Prevalensi AR lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur, dengan angka kejadian tertinggi didapatkan pada decade keempat dan kelima.3
Etiologi 6
Penyebab Artritis Reumatoid masih belum diketahui. Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetic, lingkungan, hormonal dan faktor system reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus.5 i.
Faktor Genetik
Etiologi dari AR tidak deketahui secara pasti. Terdapat interaksi yang kompleks antara faktor genetic dan lngkungan. Faktor genetic berperan penting terhadap kejadian AR, dengan angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Hubungan gen HLA-DRBI dengan kejadian AR telah diketahui dengan baik. Pada kembar monosigot mempunyai angka kesesuaian untuk perkembangannya AR lebih dari 30% dan pada orang kulit putih dengan AR yang mengekspresikan HLA-DRI atau HLA-DR4 mempunyai angka kesesuaian sebesar 80%. Data dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien yang mengemban HLA-DR4 memiliki risiko relative 4 : 1 untuk menderita penyakit ini. ii.
Hormon Sex
Prevalensi AR lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, sehingga diduga hormone sex berperanan dengan perkembangan penyakit ini. Beberapa observasi telah menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi oral atau penggunaan preparat oestrogen eksternal bagi wanita yang sudah menopause akan menurunkan insidens penyakit ini. iii. Faktor Infeksi Agen infeksius yang diduga merupakan penyebab AR adalah bakteri, mycolasma dan virus. Organisma ini diduga menginfeksi sel induk semang(host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga mencetuskan timbulnya penyakit. Walaupun belum ditemukan agen infeksi yang secara nyata terbukti sebagai penyebab penyakit. Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi makrofag dan fibroblast synovial setelah adanya faktor pencetus, berupa autoimun atau infeksi. Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, yang selanjutnya terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang irregular pada jaringan synovial yang mengalami inflamasi sehingga membentuk jaringan pannus. Pannus 7
menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang. Berbagai macam sitokin, interleukin, proteinase dan faktor pertumbuhan dilepaskan, sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik. Patofisiologi Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi makrofag dan fibroblast synovial setelah adanya faktor pencetus, berupa autoimun atau infeksi. Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, yang selanjutnya terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau selsel inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang irregular pada jaringan synovial yang mengalami inflamasi sehingga membentuk jaringan pannus. Pannus menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang. Berbagai macam sitokin, interleukin, proteinase dan faktor pertumbuhan dilepaskan, sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik Gejala klinis Kurang lebih 2/3 penderita AR, onset terjadi secara perlahan, artritias simetris terjadi dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan dari perjalanan penyakit. Kurang lebih 15 % dari penderita mengalami gejala awal yang lebih cepat yaitu antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Sebanyak 10-15% penderita mempunyai arthritis poliarticular, sehingga diagnosis AR lebih mudah ditegakkan. Pada 8-15% penderita, gejala muncul beberapa hari setelah kejadian tertentu (infeksi). Artritis sering kali diikuti oleh kekakuan sendi di pagi hari yang berlangsung selama satu jam atau lebih. Beberapa penderita juga mempunyai gejala konstitusional berupa kelemahan, kelelahan, anoreksia dan demam ringan.4 i.
Manifestasi artikular
Penderita AR pada umumnya datang dengan keluhan nyeri dan kaku pada banyak sendi, walaupun ada sepertiga penderita mengalami gejala awal pada satu atau beberapa sendi saja. Walaupun tanda cardinal inflamasi (nyeri, bengkak, kemerahan dan teraba hangat) mungkin ditemukan pada awal penyakit atau selama kekambuhan, namun kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada AR yang kronik. Penyebab arthritis pada AR adalah sinovitis, yaitu adanya inflamasi pada membrane synovial yang membungkus sendi. Pada 8
umumnya sendi yang terkena adalah persediaan tangan, kaki dan vertebra servikal, tetapi persendian besar seperti bahu dan lutut juga bisa terkena. Sendi yang terlibat pada umumnya simetris, meskipun pada presentasi awal bisa tidak simetris. Sinovitis akan menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas dan kehilangan fungsi. Ankilosis tulang (destruksi sendi disertai kolaps dan pertumbuhan tulang yang berlebihan) bisa terjadi pada beberapa sendi khususnya pada pergelangan kaki dan tangan. Sendi pergelangan tangan hampir selalu terlibat, demikian juga sendi interfalang distal dan sakroiliaka tidak pernah terlibat. Manifestasi klinis arthritis rheumatoid articular adalah seperti berikut: 5 a. Vertebra servikalis: kekakuan pada seluruh segmen leher disertai dengan berkurangnya lingkup gerak sendi secara menyeluruh, gangguan stabilitas sendi. b. Gelang bahu: peradangan akan mengurangi gerak sendi sebagai contoh frozen shoulder syndrome c. Siku: sinovitis artikulasio kubiti menimbulkan penekanan pada nervus ulnaris, parestesia jari 4 dan 5 dan kelemahan otot fleksor jari 5 d. Tangan: keterlibatan pergelangan tangan, metacarpophalangeal (MCP) dan proximal interphalangeal (PIP). e. Swan neck deformities: fleksi kontraktur MCP, hiperekstensi PIP dan fleksi distal interphalangeal (DIP). f. Boutenniere deformities: fleksi PIP dan hiperekstensi DIP g. Carpal Tunnel syndrome: penekanan nerbus medianus yang terperangkap dalam rongga karpalis yang mengalami sinovitis. rupture tendon h. Tenosivitis: erosi tendon i. Panggul: keterbatasan gerak yang tidak jelas atau gangguan ringan pada kegiatan tertentu j. Lutut: penebalan synovial dan efusi lutut, herniasi kapsul sendi ke arah posterior (kista Baker)
9
Gambar1 : Deformitas pada jari tangan5 k. Kaki dan pergelangan kaki: keterlibatan persendian metatarsophalangeal (MTP), disfungsi dan rasa nyeri, parestesia (penekanantalonavikularis dan pergelangan kaki nervus tibialis posterior). ii. Manisfestasi Ekstraartikular Walaupun arthritis merupakan manifestasi klinis utama, tetapi AR merupakan penyakit sistemik sehingga banyak penderita juga mempunyai manifestasi ekstaatrikular. Manifestasi ekstraartikular pada umumnya didapatkan pada penderita yang mempunyai titer faktor reunatoid (RF) serum tinggi. Nodul rheumatoid merupakan manifestasi kulit yang paling sering dijumpai, tetapi biasanya tidak memerlukan intervensi khusus. Nodul rheumatoid umumnya ditemukan didaerah ulna, olecranon, jari tangan, tendon Achilles atau bursa olecranon. Nodul reunatoid hanya ditemukan pada pederita AR dengan faktor rheumatoid positif( sering titernya tinggi) dan mungkin dikelirukan dengan tofus goat, kista ganglion, tendon xanthoma atau nodul yang berhubungan dengan demam reumatik, lepra, MCTD, atau multicentric reticulohistocytosis. Manifestasi paru juga bisa didapatkan, tetapi beberapa perubahan patologik hanya ditemukan saat otopsi. Beberapa manifestasi ekstraartikular seperti vaskulitis dan Felty syndrome jarang dijumpai, tetapi sering memerlukan terapi spesifik. Antara manifestasi ekstraartikular yang biasanya dijumpai pada orang AR adalah seperti berikut;
10
a. Kulit: nodul rheumatoid (olecranon, permukaan ekstensor lengan, tendon Achilles), vaskulitis (lesi purpura atau ekimosis pada kulit dan nekrosis kuku, ganggren/ulkus pada ekstremitas bawah). b. Mata: keratokonjungtivitis sicca/sindrom sjogren, epikleritis, skleritis kebutaan).(skleromalasia perforans nyeri tenggorokan, c. System respiratorik: peradangan pada sendi krikoaritenoid nyeri menelan, disfonia d. System kardiovaskuler: pericarditis, nodul rheumatoid pada miokardium dan katup jantung e. System gastrointestinal: xerostomia/sindrom sjogren, komplikasi GIT akibat vaskulitis, gastritis dan ulkus peptikum akibat komplikasi OAINS/DMARD f. Ginjal: proteinuria, nekrosis papiplar ginjal akibat efek samping pengobatan g. System syaraf: mieolopati akibat instabilitas vertebra, sekvikal, neuropati jepitan atau neuropati iskemik akibat vaskulitis h. System hematologis: anemia akibat penyakit kronik, anemia defisiensibesi erosi mukosa lambung), trombositopenia (supresi sumsum(OAINS/DMARD imunosupresif)tulang i. Sindrom felty: pada pasien AR yang berat dengan HLA-DR4 positif, merupakan gabungan gejala AR, spenomegali, leukopenia, ulkus pada tungkai, limfadenopati dan trombositopenia. iii. Deformitas Kerusakan struktur artikular dan periartikular( tendon dan ligamentum) menyebabkan terjadinya deformitas. Antara bentuk-bentuk diformitas yang dijumpai pada pasien AR adalah seperti berikut; Bentuk deformitas
Keterangan
Deformitas leher angsa(swan Hiperekstensi PIP dari fleksi DIP neck) Deformitas boutonniere
Fleksi PIP dan hiperekstensi DIP
Deviasi ulna
Deviasi MCP dari jari-jari tangan kearah ulna
Deformitas kunci piano
Dengan penekanan manual akan terjadi pergerakan naik dan turun dari ulnar styloid, yang disebabkan oleh rusaknya sendi
11
radioulnar Deformitas Z-thumb
Fleksi dan sublukasi sendi MCP 1 dan hiperekstensi dari sendi interfalang
Arthritis mutilans
Sendi MCP, PIP, tulang carpal dan kapsul sendi mengalami kerusakan sehingga terjadi instabilitas sendi dan tangan tampak mengecil( operetta glass hand)
Hallux valgus
MTP 1 terdesak kearah medial dan jempol kaki mengalami deviasi kearah luar yang terjadi secara bilateral.
A. Komplikasi Antara komplikasi yang bisa terjadi pada orang AR adalah seperti; A. Anemia Berkorelasi dengan LED dari aktivitas penyakit. Sekurang-kurangnya 75% penderita AR itu mengalami anemia karena penyakit kronik dan 25 % penderita tersebut memberikan respons terhadap terapi besi. B. Kanker Mungkin kanker ini disebabkan oleh akibat terapi sekunder dari terapi yang diberikan contohnya kejadian limfoma dan leukemia 2-3 kali lebih sering terjadi pada penderita AR, peningkatan risiko terjadinya berbagi tumor solid, penurunan resiko terjadinya kanker genitounaria, diperkirakan karena pengunaan OAINS. C. Deformitas sendi lainya Beberapa kelainan yang bisa ditemukan antara lain adalah peradangan di gelang bahu yang dipanggil sebagai frozen shoulder. Terdapat juga kelainan seperti kista popliteal, sindrom terowongan karpal dan tarsal. Penatalaksanaan Destruksi sendi pada AR dimulai dalam beberapa minggu sejak timbulnya gejala, terapi sedini mungkin akan menurunkan angka pemburukan penyakit. Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin. ACRSRA (American College of Rheumatology Subcommittee on Rheumatoid Arthritis) merekomendasikan bahwa penderita 12
dengan kecurigaan AR harus dirujuk dalam 3 bulan sejak timbulnya gejala untuk konfirmasi diagnosis dan inisiasi terapi DMARDs( Disease modifying antirheumatic drugs). Modulasi terapi untuk AR meliputi terapi non farmakologik dan farmakologik. Tujuan terapi pada penderita AR adalah; 1. Menghilangkan gejala inflamasi aktif local maupun sistemik 2. Mencegah terjadinya dekstruksi jaringan 3. Mencegah terjadinya deformitas dan memelihara fungsi persendian agar tetap dalam keadaan baik 4. Mengembalikan kelainan fungsi organ dan persendian yang terlibat agar sedapat mungkin menjadi normal kembali.
i.
Non-Medica Mentosa
Beberapa terapi non-medicamentosa telah dicoba pada penderita AR. Terapi puasa, suplementasi asam lemak esensial, terapi spa dan latihan, menunjukkan hasil yang baik. Pemberian suplemen minyak ikan kod bisa digunakan sebagai NSAID-sparing agents pada penderita AR. Memberikan edukasi dan pendekatan multidisiplin dalam perawatan penderita, bisa memberikan manfaat jangka pendek. Penggunaan terapi herbal, acupuncture dan splinting belum dapat bukti yang meyakinkan. Pembedahan harus dipertimbangkan bila; i.
Terdapat nyeri hebat yang berhubungan dengan kerusakan sendi yang ekstensif
ii.
Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat
iii.
Ada rupture tendon
ii.
Medica Mentosa
Farmakoterapi untuk penderita AR pada umumnya meliputi obat anti-inflamasi non-steroid( OAINS) untuk mengendalikan nyeri, glukokortikoid dosis rendah atau intraartikular dan DMARD. Analgesik lain juga mungkin digunakan seperti acetaminophen, opiate, diproqualone dan lidokain topical. Pada decade dahulu, terapi farmakologik untuk AR menggunakan pendekatan pyramid iaitu: pemeberian terapi untuk mengurangi gejala dimulai saat diagnosis ditegakkan dan perubahan dosis atau penambahan terapi hanya diberikan bila terjadi 13
pemburukan gejala. Tetapi saat ini pendekatan pyramid terbalik (reverse pyramid) lebih disukai, yaitu pemberian DMARD sedini mungkin untuk menghambat perburukan penyakit.6 Perubahan pendekatan ini merupakan hasil yang didapat dari beberapa penelitian yaitu; 1. Kerusakan sendi telah terjadi sejak awal penyakit 2. DMARD memberikan manfaat yang bermakna bila diberikan sedini mungkin 3. Manfaat DMARD bertambah bila diberikan secara kombinasi 4. Sejumlah DMARD yang baru sudah tersedia dan terbukti memberikan efek menguntungkan. Penderita dengan penyakit ringan dan hasil pemeriksaan radiologis normal, bisa dimulai dengan terapi hidroksiklorokuin/klorokuin fosfat, sulfasalazin atau minosiklin, meskipun metrotrexate (MTX) juga menjadi pilihan. Penderita dengan penyakit yang lebih berat atau ada perubahan radiologis harus dimulai dengan terapi MTX. Jika gejala tidak bisa dikendalikan secara adekuat, maka pemberian leflunomide, azathioprine atau terapi kombinasi( MTX ditambah satu DMARD yang terbaru) bisa dipertimbangkan. OAINS( Obat Anti-Inflamasi NonSteroid) OAINS digunakan sebagai terapi awal untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan. Oleh karena obat-obat ini tidak merubah perjalanan penyakit maka tidak boleh digunakan secara tunggal. Penderita AR mempunyai risiko dua kali lebih sering mengalami komplikasi serius akibat penggunaan OAINS dibandingkan dengan penderita OA, oleh karena itu perlu pemantauan secara ketat terhadap gejala efek sampaing gastrointestinal.
Glukokortikoid Steroid dengan dosis ekuivalen dengan prednisone kurang dari 10 mg per hari cukup
efektif untuk meredakan gejala dan dapat memperlambatkan kerusakan sendi. Dosis steroid harus diberikan dalam dosis minimal karena risiko tinggi mengalami efek samping seperti osteoporosis,
katarak,
gejala
Cushingoid,
dan
gangguan
kadar
gula
darah.
ACR
merekomendasikan bahwa penderita yang mendapat terapi glukokortikoid harus disertai dengan pemberian kalsium 1500mg dan vitamin D 400-800IU per hari. Bila arthritis hanya mengenai satu sendi dan mengakibatkan disabilitas yang bermakna, maka infeksi steroid cukup aman dan efektif, walaupun efeknya bersifat sementara. Adanya arthritis infeksi harus disingkirkan 14
sebelum melakukan injeksi. Gejala mungkin akan kambuh kembali bila steroid secara perlahan dalam satu bulan atau lebih, untuk menghindari rebound effect. Steroid sistemik sering digunakan sebagai bridging therapy selama periode inisiasi DMARD sampai timbulnya efek terapi dari DMARD tersebut, tetapi DMARD terbaru saat ini mempunyai mula kerja relative cepat.6 Edukasi Selain obat-obatan, edukasi juga harus diberikan kepada pasien untuk menambahkan kemungkinan untuk sembuh. Pasien dengan RA haruslah merehatkan anggota yang terlibat. Sebagai contoh dalam kasus ini pasien tersebut haruslah merehatkan tangannya dari melakukan kerja yang berat seperti mengangkat beban. Ini adalah supaya proses penyembuhan sendi-sendi boleh berjalan dengan lancar. Seterusnya pasien juga bisa meletakkan kompres es pada sendi yang terjadinya inflamasi. Selain itu, pasien haruslah minum obat yang ditelah dianjurkan kepada mereka dengan teratur. Prognosis Prognosis seseorang penderita AR itu akan menjadi buruk apabila 1) skor fungsional yang rendah 2) ada riwayat keluarga dekat yang menderita AR 3) melibatkan banyak sendi 4) ada perubahan radiologis pada awal penyakit 5) ada nodul rheumatoid/manifestasi ekstraartikular lainnya Kesimpulan Perempuan tersebut menghidap penyakit rheumatoid arthritis dengan differential diagnosisnya gout, osteoarthritis dan juga septic arthritis. Jadi, setelah mengetahui diagnosis sesuatu penyakit, sangat penting untuk kita berhati dalam memilih pengobatan, dari segi medika mentosa atau non medika mentosa supaya akhirnya pasien bisa sembuh sepenuhnya. Daftar pustaka
15
1. Bates’. Guide to Physical Examination and History Taking, The musculoskeletal system, 10thedition. Wolters Kluwer Health; 2009.p.571-85 2. Dr Herawati S, dr. Ign I, dr. Harny E, dr. Sanarko LH, dr Richard K. Hematolgy. 4th ed. Jakarta : FK UKRIDA, 2009. 3. Hall JE, Guyton C Immune system. In : Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 12th ed. Canada : Saunders Elsevier, 2011 4. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta : FKUI, 2007 5. Longo, Fauci, Kasper. Rheumatoid atrhitis. In : Principles of Internal Medicine. 18th ed. United States of America, 2012. 6. Freddy PW, Sulistia Gan. Farmakologi : analgesik antipiretik analgesik anti-inflamasi dan obat gangguan sendi lainnya. Edisi ke-5. FKUI; 2007. 230-46.
16