BioSMART Volume 4, Nomor 2 Halaman: 70-76
ISSN: 1411-321X Oktober 2002
Metode Euler sebagai Penyelesaian Model Interaksi Populasi Spesies Mangsa dan Spesies Pemangsa Euler methods as asolution of model interaction of predator-prey population SOETOMO DARSOWIRATMO Jurusan Matematika FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126. Diterima: 18 April 2002. Disetujui: 31 Juli 2002.
ABSTRACT Predator-prey population interaction is a type of interaction naturally occurred between living organism. The aim of this research was to investigate the behaviour of the mathematical model of the simultaneously non linear orde-1. dx = px – qxy; dy = –ry + sxy; where p, dt
dt
q, r and s are positive numbers with initially conditions x (0) = 1 and y (0) = 0,4. The systems considered is the intersection of variable x (prey), variable y (predator) and t as a time variable. An Euler method could be one of the methods of solutions, and I have concluded that: (i) for values of parameters p and q with r and s setting bigger, the graph solution obtained is an oscillation with t becomes smaller; (ii) for fixed values of parameters r and s, if parameters p and q getting bigger then the graph solution obtain is an oscillation with t also becomes smaller. Key words: Euler methods, predator-prey population.
PENDAHULUAN Interaksi spesies-spesies biologi membentuk suatu sistem yang rumit sebagai hasil adaptasi dalam jangka panjang dan lambat melalui proses seleksi alam (Skelton, 1994). Terdapat dua sistem biologi yang mempengaruhi kehidupan kebanyakan populasi, yaitu dinamika populasi sebagai bentuk interaksi antara spesies (Mikhailov, 1990; Murray, 1993) dan keragaman genetik yang menjaga ketersediaan plasma nutfah untuk merakit populasi baru, sehingga daya adaptasinya tinggi (Primack, 1997). Penelitian ini merupakan kajian matematika teori yang membahas model matematika (simulasi) pada pertumbuhan populasi sebagai hasil interaksi kehidupan antara spesies mangsa (prey) dan spesies pemangsa (predator), dengan harapan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengamatan kehidupan keduanya di alam nyata (Abramson dan Zanette, 1997; Abrams, 1991). Interaksi antara kehidupan spesies mangsa dan spesies pemangsa mempunyai model matematika berupa ‘masalah syarat awal’ (initial value problem) dari persamaan diferensial non linear simultan (Finizio dan Ladas, 1982), yaitu: dx = px – qxy; dy = –ry + sxy (1) dt dt p,q,r, s = bilangan positif. x = banyaknya spesies mangsa. y = banyaknya spesies pemangsa. t = waktu. Model di atas (1) diperoleh berdasarkan penurunan sebagai berikut (Roswitha, 1991): pertumbuhan mangsa (x) dengan tiadanya pemangsa (y) diasumsikan naik secara konstan dan proporsional terhadap ukuran populasinya, yaitu:
dx = px dt namun dengan adanya pemangsa, laju pertumbuhan mangsa akan berkurang secara proporsional terhadap populasi pemangsa, sehingga model akan menjadi: dx = x (p – qy) = px – qxy dt sementara iru pertumbuhan pemangsa tanpa adanya mangsa akan menurun secara proporsional terhadap ukuran populasinya karena malnutrisi menyebabkan kualitas reproduksi menurun, kompetisi meningkat, kebugaran menurun, bahkan mematian, sehingga diperoleh model: dy = –ry dt tetapi dengan adanya mangsa, laju pertumbuhan pemangsa akan naik secara proporsional terhadap ukuran populasi mangsa, sehingga model akan menjadi: dy = y (– r+ sx) = –ry + sxy dt
Bentuk model matematika di atas (1) sangat rumit dan kompleks, sehingga sukar (tidak dapat) diselesaikan secara analitis. Oleh sebab itu penyelesaian model matematika ini dilakukan dengan pendekatan numerik, yakni dalam bentuk penyelesaian hampiran (Elsgolts, 1970; Williams, 1972; Kreyszig, 1983). Penyelesaian numerik dilakukan dengan iterasi sebanyak n kali dimulai dari waktu t0 = 0, sehingga diperoleh penyelesaian hampiran sebagai berikut: x = (x0, x1, …, xn), dan y = (y0, y1, …, yn) (2) yang bersesuaian dengan t0, t1, …, tn. © 2002 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
DARSOWIRATMO – Model Interaksi Mangsa dan Pemangsa
Penelitian ini ditujukan untuk mencari gambaran secara matematika teori perilaku antara spesies mangsa dan spesies pemangsa untuk ‘masalah syarat awal’ : (i) x (0) = 1 dan y (0) = 0,4 dimana p = q = 1 dan r = s = 0,5; (ii) x (0) = 1 dan y (0) = 0,4 dimana p = q = 1 dan r = s = 0,75; (iii) x (0) = 1 dan y (0) = 0,4 dimana p = q = 0,5 dan r = s = 1; dan (iv) x (0) = 1 dan y (0) = 0,4 dimana p = q = 0,75 dan r = s = 1. BAHAN DAN METODE Berlandaskan pengertian di atas (1 & 2), maka dalam penelitian ini diketengahkan suatu model matematika yang didasarkan pada gagasan matematika teori tentang interaksi antara kehidupan dua spesies yang saling bergantung satu dengan yang lain. Model matematika ini diciptakan oleh Lotka dan Volterra (Abramson dan Zanette, 1997; Svirezhev dan Logofet, 1983; Finizio dan Ladas, 1982), sehingga dikenal sebagai Persamaan Lotka dan Volterra (Lotka & Volterra Equation). Model matematika interaksi kehidupan antara spesies mangsa dan spesies pemangsa berbentuk: dx = px – qxy; dy = –ry + sxy, (3) dt
dt
p, q, r, s = bilangan positif. x (0) = x0 dan y (0) = y0 sebagai syarat awal. Bentuk model persamaan di atas (3) yang dikenal pula sebagai persamaan differensial non linear simultan, hingga kini belum dapat diselesaikan secara eksplisit. Oleh sebab itu dalam penelitian ini, hubungan antara spesies mangsa dan pemangsa diselesaikan dengan pendekatan numerik, sehingga perilaku kehidupan keduanya dapat diinterpretasikan. Bentuk kajian matematika teori yang diajukan meliputi: (i) Kasus p = q = 1 dengan r = s = 0,5; sehingga model matematikanya berbentuk: dx = x – xy = x (1 – y); dt dy = – 0,5y + 0,5xy = – 0,5y (1 – x); (4) dt dengan syarat awal x (0) = 1 dan y (0) = 0,4. (ii) Kasus p = q = 1 dengan r = s = 0,75; sehingga model matematikanya berbentuk: dx = x – xy = x (1 – y); dt dy = – 0,75y + 0,75xy = – 0,75y (1 – x); (5) dt dengan syarat awal x (0) = 1 dan y (0) = 0,4. (iii) Kasus p = q = 0,5 dengan r = s = 1; sehingga model matematikanya berbentuk: dx = 0,5x – 0,5xy = 0,5x (1 – y); dt dy = – y + xy = – y (1 – x); (6) dt dengan syarat awal x (0) = 1 dan y (0) = 0,4. (iv) Kasus p = q = 0,75 dengan r = s = 1; sehingga model matematikanya berbentuk:
71
dx = 0,75x – 0,75xy = 0,75x (1 – y); dt dy = – y + xy = – y (1 – x); (7) dt dengan syarat awal x (0) = 1 dan y (0) = 0,4. Semua kasus di atas dikaji dan diinterpretasikan pada selang interval: 0 < t < 20. Deret Taylor merupakan dasar metode numerik yang dipilih dalam kajian ini untuk menentukan interaksi antara spesies mangsa dan pemangsa. Terdapat banyak rumus numerik yang dijabarkan langsung dari deret ini. Definisi deret Taylor adalah apabila f (x) analitik di titik x = a, maka f (x) dapat dinyatakan sebagai deret kuasa tak berhingga dalam (x – a) (Boyce dan Richard, 1986), yaitu: n f ( ) (a ) ( x − a )n n ! n =0 ∞
f ( x) = ∑
(8)
Dari definisi di atas (8), dapat dikatakan bahwa f (x) diekspansikan menurut deret Taylor di sekitar x = a. oleh karena itu dengan menggunakan deret tersebut, pendekatan harga f (x) untuk x = b di sekitar x = a akan memberikan hampiran f (b) sebagai berikut: n f ( ) (a ) ( b − a )n n! n =0 ∞
f (b ) = ∑
=f (a ) + (b − a ) f ' (a ) +
( b − a )2
f " ( a ) + ...
2!
(9)
Apabila ruas kanan hanya menggunakan satu suku pertama yaitu hampiran untuk satu suku, maka fungsi dianggap konstan sehingga harga f (b) dihampiri oleh harga f (a), sehingga diperoleh harga: f (b) ≈ f (a) (Gambar 1). Apabila ruas kanan menggunakan dua suku pertama yaitu hampiran untuk dua suku, maka harga f (b) akan dihampiri oleh harga: f (b) ≈ f (a) + (b–a) f’ (a) (Gambar 2). f (b) hampiran terhadap f (b) = f (a)
f (a)
a
b
x
Gambar 1. Hampiran untuk satu suku: f (b) = f (a).
f (b) hampiran terhadap f (b) ≈ f (a) + (b–a) f’(a)
f (a)
a
b
x
Gambar 2. Hampiran untuk dua suku: f (b) ≈ f (a) + (b–a) f’(a).
BioSMART Vol. 4, No. 2, Oktober 2002, hal. 70-76
72
Berdasarkan kedua grafik di atas (Gambar 1 dan 2) dapat disimpulkan bahwa setiap penambahan suku pertama, akan meningkatkan ketepatan hasil pendekatan f (b). Dengan kata lain pengunaan dua suku pertama untuk menentukan harga pendekatan f (b), akan memberikan hasil yang lebih baik daripada hanya menggunakan satu suku pertama. Demikian pula penggunaan tiga suku pertama untuk menentukan harga pendekatan f (b) akan memberikan hasil yang lebih baik daripada hanya menggunakan dua suku pertama. Secara geometri hal ini dapat dilihat pada kedua grafik di atas. Dalam penelitian ini, permasalahan spesies mangsa dan pemangsa akan diselesaikan menggunakan metode Euler (Williams, 1972; Elsgolts, 1970; Boyce dan Ricard, 1986) dengan menggunakan dua suku pertama yaitu: y (x) ≈ y (x0) + (x – x0) y′ (x0)
(10)
Apabila y′ (x) = f (x, y) adalah suatu persamaan diferensial orde-1 dengan syarat awal y (x0) = y0, maka harus ditentukan dahulu fungsi y (x) yang merupakan penyelesaian dari persamaan diferensial y′ (x) = f (x, y) pada interval a ≤ x ≤ b. Untuk itu interval a ≤ x ≤ b dibagi atas n sub interval yaitu: a = x0, x1, x2, …,xn = b. •
•
a = x0
x1
•
•
interval diferensi h = xi – xi – 1 untuk setiap i = 1,2,3, …, n. Untuk mencari besarnya harga y1 di x1, perlu diperhatikan slope di x0, yaitu ± (x0, y0) dengan rumus: y1 − y 0 h y1 − y 0 = h f ( x 0 , y 0 ) f
( x0 , y0 ) =
y1
= y0 + hf
( x0 , y0 )
(11) Iterasi berikutnya dilakukan untuk mencari harga y2 di x2 dengan cara sama dan diperoleh: y2 = y1 + hf (x1, y1); secara analog akan diperoleh: yn + 1 = yn + hf (xn, yn); (12) Rumus di atas (12) disebut pula metode Euler. Rumus ini sebenarnya merupakan rumus Taylor dengan menggunakan pendekatan dua suku. Dalam penelitian ini, permasalahan interaksi antara spesies mangsa dan pemangsa dihadapkan pada persamaan diferensial non linear orde-1 simultan, sehingga cara penyelesaiannya dikerjakan dengan metode Euler secara simultan pula. Persamaan diferensial orde-1 simultan yang dihadapkan adalah: dx = px – qxy; dy = –ry + sxy (13) dt dt dengan p, q, r dan s bilangan positif; dengan syarat awal x (0) = 1 dan y (0) = 0,4. Dengan memberikan harga p, q, r dan s sebagai bilangan positif yang merupakan besarnya laju pertumbuhan x (t) untuk spesies mangsa dan y (t) untuk spesies pemangsa, maka dengan metode Euler akan diperoleh barisan penyelesaian x0, x1, x2, …, xn yang merupakan penyelesaian dari:
dx = px – qxy; dt
dan barisan y0, y1, y2, …, yn yang merupakan penyelesaian dari: dy = –ry + sxy dt
dimana masing-masing bersesuaian dengan t0, t1, t2, …, tn. Selanjutnya dua barisan tersebut digambarkan dalam satu sistem koordinat antara variabel x dengan variabel t serta antara variabel y dengan variabel t, sehingga diperoleh grafik yang secara simultan dapat diinterpretasikan perilakunya. Permasalahan model matematika dari persamaan diferensial non linear orde-1 simultan diselesaikan sebagai model interaksi perilaku antara spesies mangsa dan pemangsa secara matematika: dx = px – qxy; dy = –ry + sxy (13) dt dt dengan p, q, r dan s adalah bilangan positif dan dengan syarat awal x (0) = 1 dan y (0) = 0,4. Persamaan diferensial simultan di atas (13) merupakan sistem persamaan diferensial non linear simultan, yang secara umum dapat ditulis: dx = f (t, x, y); dy = g (t, x, y); (14) dt dt dengan syarat awal x (t0) = x0 dan y (t0) = y0. Dalam sistem ini x dan y merupakan fungsi-fungsi yang tidak diketahui dan merupakan variabel tergantung, sedangkan t adalah variabel waktu dan merupakan variabel bebas. Selanjutnya dengan penyelesaian numerik pada selang interval t0 ≤ t ≤ b dimaksud adalah himpunan titiktitik {(ti,xi)} dan {(ti, yi)} dimana xi dan yi merupakan hampiran penyelesaian dari model matematika di atas untuk t = ti. Dengan mengambil interval diferensi h = b − t0 , maka dengan metode Euler akan diperoleh barisan n
x0, x1, x2, …, xn dan barisan y0, y1, y2, …, yn yang bersesuaian dengan t0, t1, t2, …, tn yang diperoleh dengan rumus: xi = xi–1 + hf (ti–1, xi–1, yi–1) yi = yi–1 + hg (ti–1, xi–1, yi–1) (15) dengan i = 1, 2, 3, …, n Dengan memperhatikan tabel hasil untuk harga xi dan yi yang bersesuaian dengan ti, maka dapat digambarkan hubungan antara variabel x dan t, serta antara variabel y dan t. Iterasi untuk memperoleh penyelesaian hampiran dari model matematika: dx = px – qxy; dy = –ry + sxy (16) dt dt dengan syarat awal x (0) = 1 dan y (0) = 0,4 dilakukan pada selang interval 0 ≤ t ≤ 20 dengan menggunakan metode Euler. Penyelesaian dikerjakan secara iterasi dengan interval diferensi h = 0,1 sebanyak n = 200, sehingga diperoleh harga pendekatan x1, x2, x3, …, x200 dan y0, y1, y2, …, y200. Dengan demikian grafik hubungan antara variabel x dengan variabel t serta antara variabel y dengan variabel t dapat digambar dan diinterpretasikan perilakunya.
DARSOWIRATMO – Model Interaksi Mangsa dan Pemangsa
73
b
a
a
b Gambar 4.
Gambar 3.
b
a
b
a
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 3-6. Grafik osilator Volterra. Keterangan: absis x menunjukkan periode waktu t, ordinat y menunjukkan populasi spesies mangsa (a) dan pemangsa (b).
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyelesaian model matematika mengenai interasi antara dua spesies, yakni spesies mangsa dan spesies pemangsa dianalisis dengan rumus: dx = px – qxy; dy = –ry + sxy (16) dt
dt
dengan syarat awal x (0) = 1 dan y (0) = 0,4 pada interval 0≤ t ≤ 20. Kasus p = q = 1 dan r = s = 0,5 Dari model matematika di atas (16), maka dengan mensubstitusikan harga parameter p = q = 1 dan r = s = 0,5, model akan menjadi: dx = x – xy = x (1 – y); dt dy = – 0,5y + 0,5xy = – 0,5y (1 – x); (17) dt dengan syarat awal x (0) = 1 dan y (0) = 0,4, pada interval 0 ≤ t ≤ 20.
Kemudian interval 0≤ t ≤ 20 dibagi atas n = 200 sub interval dengan interval diferensi h = (20-0) /200 = 0,1 yaitu terdiri atas titik-titik t0 = 0, t1 = 0,1……..t200 = 20. Dengan metode Euler diperoleh: dx x n +1 = x n + .h dt t = t n
n = 1, 2,..., 200 dy .h dt t = t n maka apabila iterasi ini dilakukan akan diperoleh tabel sebagai rumus program penyelesaian tabel sebagai hasil harga pendekatan x dan y yang dikerjakan dengan metode Euler (data tidak ditunjukkan), dan grafik sebagai hubungan antara variabel spesies mangsa dan pemangsa pada interval 0≤ t ≤ 20. Model matematika dari interaksi antara spesies mangsa dan spesies pemangsa dengan parameter p = q = 1 dan r = s = 0,5 berbentuk: y n +1 = y n +
BioSMART Vol. 4, No. 2, Oktober 2002, hal. 70-76
74
dx = x (1– y); (17a) dt dy = – 0,5 y (1 – x); (17b) dt dengan syarat awal x (0) = 1 dan y (0) = 0,4. Dalam hal ini laju pertumbuhan spesies mangsa berbentuk seperti di atas (17a) dengan parameter p = q = 1, maka diasumsikan bahwa laju pertumbuhan populasi spesies mangsa pada saat t adalah 100% (p = 1) yaitu sebanding dengan populasi spesies mangsa tersebut, namun juga harus dikurangi dengan banyaknya spesies mangsa yang terbunuh dan dimakan oleh spesies pemangsa, sehingga laju pertumbuhan spesies mangsa mempunyai model matematika seperti di atas. Adapun laju pertumbuhan spesies pemangsa berbentuk seperti di atas (17b) dengan parameter r = s = 0,5, diasumsikan bahwa laju berkurangnya populasi spesies pemangsa pada saat t adalah 50% (r = 0,5) yaitu sebanding dengan separuh populasi spesies pemangsa tersebut, namun juga harus ditambah dengan banyaknya laju pertumbuhan spesies pemangsa akibat tersediaanya suplai makanan yang cukup dari spesies mangsa, sehingga laju pertumbuhan spesies pemangsa mempunyai model seperti di atas. Dari Gambar 3 tampak bahwa grafik penyelesaian hampiran ini pada selang interval 0 ≤ t ≤ 20 membentuk suatu grafik osilasi (periodik), dalam arti bahwa pada mulanya perbandingan populasi spesies mangsa dengan spesies pemangsa adalah 1 dibanding 0,4, dimana perilaku pertumbuhan spesies mangsa selalu diikuti pertumbuhan spesies pemangsa. Hal ini disebabkan spesies pemangsa mempunyai peluang untuk berkembang biak karena leluasa memakan spesies mangsa. Namun setelah populasi spesies mangsa berkurang, maka pertumbuhan spesies pemangsa juga berkurang, karena berkurangnya persediaan makanan, sehingga laju pertumbuhan spesies pemangsa menurun. Perilaku osilasi demikian akan terjadi untuk jangka waktu t = 10,5.
Kasus p = q = 1 dan r = s = 0,75 Dengan cara yang sama pada kasus di atas, maka dengan mensubstitusikan harga parameter p = q = 1 dan r = s = 0,75 pada model matematika di atas (16), model menjadi: dx = x – xy = x (1 – y); dt dy = – 0,75y + 0,75xy = – 0,75y (1 – x); dt
(18)
dengan syarat awal x (0) = 1 dan y (0) = 0,4 pada interval 0 ≤ t ≤ 20. Dalam kasus ini akan diperoleh Gambar 4. Model matematika dari interaksi spesies antara mangsa dan spesies pemangsa dengan parameter p = q = 1 dan r = s = 0, berbentuk: dx = x (1 – y); (18a) dt dy = – 0,75y (1 – x); dt
dengan syarat awal x (0) = 1 dan y (0) = 0,4.
(18b)
Dalam hal ini laju pertumbuhan model spesies mangsa berbentuk seperti di atas (18a) dengan parameter p = q = 1, maka diasumsikan bahwa laju pertumbuhan populasi spesies mangsa pada setiap saat t adalah 100% (p = 1) yaitu sebanding dengan populasi spesies mangsa tersebut, namun kenyatannya juga harus dikurangi dengan banyaknya spesies mangsa yang terbunuh dan dimakan oleh spesies pemangsa, sehingga laju pertumbuhan spesies mangsa mempunyai model matematika seperti di atas. Demikian pula laju pertumbuhan spesies pemangsa mempunyai bentuk (18b) dengan parameter r = s = 0,75, diasumsikan bahwa laju berkurangnya populasi spesies pemangsa saat t adalah 0,75% (p = 0,75) yaitu sebanding dengan ¾ populasi spesies pemangsa tersebut, namun juga harus ditambah dengan banyaknya laju pertumbuhan spesies pemangsa akibat tersediaanya suplai makanan yang cukup dari spesies mangsa, sehingga laju pertumbuhan spesies pemangsa mempunyai model seperti di atas. Dari Gambar 4 tampak bahwa grafik penyelesaian hampiran ini pada selang interval 0≤ t ≤ 20 membentuk suatu grafik osilasi (periodik), dalam arti bahwa pada mulanya perbandingan populasi spesies mangsa dengan spesies pemangsa adalah 1 dibanding 0,4, dimana perilaku pertumbuhan spesies mangsa selalu diikuti pertumbuhan spesies pemangsa Hal ini disebabkan spesies pemangsa mempunyai peluang untuk berkembang biak karena leluasa memakan spesies mangsa. Namun setelah populasi spesies mangsa berkurang, maka pertumbuhan spesies pemangsa juga berkurang, karena berkurangnya persediaan makanan, sehingga laju pertumbuhan spesies pemangsa menurun. Perilaku osilasi demikian akan terjadi pada selang waktu t = 7,5. Kasus p = q = 0,5 dan r = s = 1 Dari model matematika di atas (16), maka dengan mensubstitusikan harga parameter p = q = 0,5 dan r = s = 1, model matematika akan menjadi: dx = 0,5x – 0,5xy = 0,5x (1 – y); dt dy = – y + xy = – y (1 – x); (19) dt dengan syarat awal x (0) = 1 dan y (0) = 0,4 pada selang interval 0 ≤ t ≤ 20. Dalam kasus ini akan diperoleh Gambar 5. Model matematika dari interaksi antara spesies mangsa dan spesies pemangsa dengan parameter p = q = 0,5 dan r = s = 1 berbentuk: dx = 0,5x – 0,5xy; (19a) dt dy = – y + xy; (19b) dt Dalam hal ini laju pertumbuhan model spesies mangsa berbentuk seperti di atas (19a) dengan parameter p = q = 0,5, maka diasumsikan bahwa laju pertumbuhan populasi spesies mangsa pada saat t adalah 50% (p = 0,5) yaitu sebanding dengan separuh populasi spesies mangsa tersebut, namun juga harus dikurangi dengan banyaknya spesies mangsa yang terbunuh dan dimakan oleh spesies pemangsa, sehingga laju pertumbuhan spesies mangsa mempunyai model matematika seperti di atas.
DARSOWIRATMO – Model Interaksi Mangsa dan Pemangsa
Demikian juga laju pertumbuhan spesies pemangsa berbentuk seperti di atas (19b) dengan parameter r = s = 1, diasumsikan bahwa laju berkurangnya populasi spesies pemangsa pada saat t adalah 100% (r = 1) yaitu sebanding dengan populasi spesies pemangsa tersebut, namun juga harus ditambah dengan banyaknya laju pertumbuhan spesies pemangsa akibat tersediaanya suplai makanan yang cukup dari spesies mangsa, sehingga laju pertumbuhan spesies pemangsa mempunyai model seperti di atas. Dari Gambar 5 tampak bahwa grafik penyelesaian hampiran ini pada selang interval 0 ≤ t ≤ 20 membentuk grafik osilasi (pereodik), dalam arti bahwa pada mulanya perbandingan populasi spesies mangsa dengan spesies pemangsa adalah 1 dibanding 0,4 dan perilaku pertumbuhan spesies mangsa selalu diikuti pertumbuhan spesies pemangsa. Hal ini disebabkan spesies pemangsa mempunyai peluang untuk berkembang biak karena leluasa memakan spesies mangsa. Namun setelah populasi spesies mangsa berkurang, maka pertumbuhan spesies pemangsa juga berkurang, karena berkurangnya persediaan makanan, sehingga laju pertumbuhan spesies pemangsa menurun. Perilaku osilasi demikian akan terjadi untuk jangka waktu t = 9. Kasus p = q = 0,75 dan r = s = 1 Dari model matematika di atas (16), maka dengan cara mensubstitusikan harga parameter p = q = = 0,75 dan r = s = 1, maka model matematika akan menjadi: dx = 0,75x – 0,75xy = 0,75x (1 – y); dt dy = – y + xy = – y (1 – x); (20) dt dengan syarat awal x (0) = 1 dan y (0) = 0,4 pada selang interval 0≤ t ≤ 20. Dalam kasus ini akan diperoleh Gambar 6. Model matematika dari interaksi antara spesies mangsa dan spesies pemangsa dengan parameter p = q = 0,75 dan r = s = 1 berbentuk: dx = 0,75x – 0,75xy; (20a) dt dy = – y + xy; (20b) dt Dalam hal ini laju pertumbuhan model spesies mangsa berbentuk seperti di atas (20a) dengan syarat awal p = q = 0,75, maka diasumsikan bahwa laju pertumbuhan spesies mangsa pada saat t adalah 75% (p = 0,75) yaitu sebanding dengan ¾ populasi spesies mangsa tersebut, namun kenyatannya juga harus dikurangi dengan banyaknya spesies mangsa yang terbunuh dan dimakan oleh spesies pemangsa, sehingga laju pertumbuhan spesies mangsa mempunyai model matematika seperti di atas. Demikian pula laju pertumbuhan spesies pemangsa berbentuk seperti di atas (20b) dengan parameter r = s = 1, diasumsikan bahwa laju berkurangnya populasi spesies pemangsa pada saat t adalah 100% (r = 1) yaitu sebanding dengan populasi spesies pemangsa tersebut, namun juga harus ditambah dengan banyaknya laju pertumbuhan spesies pemangsa akibat tersediaanya suplai makanan yang cukup dari spesies mangsa, sehingga laju pertumbuhan spesies pemangsa mempunyai model seperti di atas.
75
Dari Gambar 6 tampak bahwa grafik penyelesaian hampiran ini pada selang interval 0 ≤ t ≤ 20 membentuk grafik osilasi (pereodik), dalam arti bahwa pada mulanya perbandingan populasi spesies mangsa dengan spesies pemangsa adalah 1 dibanding 0,4 dan perilaku pertumbuhan spesies mangsa selalu diikuti pertumbuhan spesies pemangsa. Hal ini disebabkan spesies pemangsa mempunyai peluang untuk berkembang biak karena leluasa memakan spesies mangsa. Tetapi setelah populasi spesies mangsa berkurang, maka pertumbuhan spesies pemangsa juga berkurang, karena berkurangnya persediaan makanan, sehingga laju pertumbuhan spesies pemangsa menurun. Perilaku osilasi demikian akan terjadi untuk jangka waktu t = 8. KESIMPULAN Dari hasil analisa dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan: (i) model model matematika dari bentuk: dx = x – xy; dy = – 0,5y + 0,5xy; dt dt dengan syarat awal x (0) = 1 dan y (0) = 0,4, pada selang interval 0 ≤ t ≤ 20 diperoleh grafik penyelesaian hampiran berupa grafik osilasi (periodik) dengan jangka waktu periode t = 10,5 yaitu menunjukkan adanya kehidupan yang saling berkaitan. (ii) model matematika dari bentuk: dx = x – y; dy = – 0,75y + 0,75xy; dt dt dengan syarat awal x (0) = 1 dan y (0) = 0,4 pada selang interval 0 ≤ t ≤ 20 diperoleh grafik penyelesaian hampiran berupa grafik osilasi (periodik) dengan jangka waktu periode t = 7,5 yang menunjukkan adanya kehidupan yang saling berhubungan. (iii) model Interaksi dari model matematika: dx = 0,5x – 0,5xy; dy = – y + xy; dt dt dengan syarat awal x (0) = 1 dan y (0) = 0,4, pada selang interval 0 ≤ t ≤ 20 diperoleh grafik penyelesaian hampiran berupa grafik osilasi (periodik) dengan jangka waktu periode t = 9 yang menunjukkan adanya kehidupan yang saling berhubungan. (iii) model interaksi dari model matematika: dx = 0,75x – 0,75xy; dy = – y + xy; dt dt dengan syarat awal x (0) = 1 dan y (0) = 0,4, pada selang interval 0 ≤ t ≤ 20 diperoleh grafik penyelesaian hampiran berupa grafik osilasi (periodik) dengan jangka waktu periode t = 8 yang menunjukkan adanya kehidupan yang saling berhubungan. Dari kesimpulan (i) dan (ii) diperoleh gambaran bahwa semakin besar parameter r dan s yang diberikan, grafik penyelesaian hampiran akan memberikan osilasi dengan periode jangka waktu yang relatif lebih kecil. Dari kesimpulan (iii) dan (iv) diperoleh gambaran bahwa semakin besar parameter p dan q yang diberikan, grafik penyelesaian hampiran akan memberikan osilasi dengan periode jangka waktu yang semakin kecil pula.
76
BioSMART Vol. 4, No. 2, Oktober 2002, hal. 70-76
DAFTAR PUSTAKA Abrams, P.A. 1991. The effects of interacting species on predator-prey coevolution. Theoritical Population Biologi 39 (3): 241-262. Abramson, G. and D.H. Zanette. 1998. Statistic of extinction and survival in Lotka-Volterra systems. Rhysical Review E 57 (4) 4572-4577. Boyce, W.E and C.D. Richard. 1986. Elemntary Differential and Boundary Value Problems. New York: John Wiley & Sons. Elsgolts, L. 1970. Differential Equations and the Calculus of Variations: Moscow: Mir. Finizio, N and G. Ladas. 1982. Ordinary Differential Equation with Modern Applications. Second Edition. New York: Woodsworth Publishing Co.
Kreyszig, E. 1983. Advanced Engineering Mathematics. Fifth Edition. Ohio: John Wiley & Sons. Mikhailov, A.S. 1990. Foundations of Synergetics I. Berlin: Springer Verlag. Murray, D.J. 1993. Mathematical Biology. Berlin: Springer Verlag. Primack, R.B. 1997. A Primary of Conservation Biology. Singapore: Sinauer Associates, Inc. Roswitha, M. 1991. Bidang fase sistem linear dalam interaksi antara dua spesies. Laporan Penelitian. Surakarta: Fakultas Teknik UNS. Skelton, P. Evolution: A Biological and Paleontological Approach. Wokingham: Addison-Wesley. Svirezhev, Y.M. and D.O. Logofet. 1983. Stability of Biological Communities. Moscow: Mir. Williams, P.W. 1972. Numerical Computation. New York: Thomas Nelson Ltd.