BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cadangan air Indonesia mencapai 2.530 km3/tahun yang termasuk dalam salah satu negara yang memiliki cadangan air terkaya di dunia. Meskipun begitu, Indonesia masih mengalami kelangkaan air bersih, terutama di kota-kota besar. Menurut Pakar hidrologi dari Universitas Indonesia, Firdaus Ali, Jakarta sudah mengalami krisis air bersih sejak 18 tahun yang lalu, dan saat ini kondisinya semakin parah. Jakarta memerlukan sekitar 26.938 liter air per detik, namun yang tersedia hanya 17.700 liter air per detik. Selain itu, menurut laporan Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Indonesia, ketersediaan air di Pulau Jawa hanya 1.750 m3 per kapita per tahun pada tahun 2000 dan akan terus menurun hingga 1.200 m3 per kapita per tahun pada tahun 2020. Padahal standar kecukupan minimal adalah 2.000 m3 per kapita per tahun (Prihatin, 2013). Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Menurut data dari Badan Pusat Statistika (2013), terjadi peningkatan penduduk sekitar 1,2% atau sekitar 3 juta jiwa per tahunnya. Pertumbuhan penduduk yang tinggi tersebut mengakibatkan kebutuhan air bersih di Indonesia mengalami peningkatan. Akan tetapi peningkatan kebutuhan air bersih tersebut belum dapat terpenuhi karena terjadi penurunan kualitas air karena pencemaran lingkungan yang menyebabkan menurunnya penyediaan sumber air bersih seperti air sungai, waduk, dan danau. Pencemaran lingkungan yang terjadi salah satunya disebabkan oleh limbah cair industri yang dibuang langsung ke sungai seperti limbah industri batik. Perkembangan teknologi industri dewasa ini semakin pesat, yang semuanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Walaupun demikian kemajuan yang dicapai tidak pernah terlepas dari risiko negatif yang berpengaruh terhadap perubahan lingkungan melalui pencemaran yang pada akhirnya akan berdampak pada manusia. Perkembangan industri sangat didukung oleh kemajuan teknologi. Teknologi akan mempermudah pekerjaan manusia sebagai pelaksana kegiatan industri, dan menjadi daya dukung yang dominan bagi dunia industri. Industri batik merupakan industri yang sangat potensial untuk dikembangkan. Berawal dari metode sederhana, yaitu menggambar dengan canting dan mencelupkan dalam pewarna, batik cap dengan cara dicap pada cetakan sampai produksi masal dengan mesin modern. Industri batik nasional makin berkembang akibat semakin banyaknya permintaan terhadap batik, sejak dicanangkan hari batik nasional pada tanggal 2 Oktober 2009 omset pengusaha batik naik hingga 50% (Suhendra, 2009). Namun perkembangan dunia industri batik kurang didukung dengan kesadaran akan efek dari kegiatan industri tersebut yaitu limbah cair industri batik. Dalam proses pembuatan batik, banyak menggunakan bahan pewarna sintetis dan bahan kimia lainnya, bahan kimia ini biasa digunakan pada proses pewarnaan, pelorotan, dan pencucian. Apabila bahan buangan tersebut tidak diolah dengan baik, maka akan mencemari lingkungan terutama perairan sehingga sumber air baku bagi masyarakat semakin berkurang. 1.2 Rumusan Masalah Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta diusulkan dalam rangka memecahkan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah Teknologi B-WARS (Batik Waste Water Recycle System) dapat diaplikasikan dalam daur ulang limbah cair industri batik? 2. Bagaimana metode perancangan B-WARS (Batik Waste Water Recycle System) yang efektif sehingga diperoleh alat yang dapat mendaur ulang limbah cair industri batik?
3. Bagaimana metode pembuatan dan pengujian B-WARS (Batik Waste Water Recycle System) yang efisien sehingga didapatkan alat untuk mendaur ulang limbah cair industri batik menjadi air bersih? 1.3 Tujuan Tujuan dari program ini yaitu: 1. Untuk mengetahui Teknologi B-WARS (Batik Waste Water Recycle System) yang dapat diaplikasikan dalam daur ulang limbah cair industri batik. 2. Mengetahui metode perancangan B-WARS (Batik Waste Water Recycle System) yang efektif sehingga diperoleh alat yang dapat mendaur ulang limbah cair industri batik. 3. Mengetahui metode pembuatan dan pengujian B-WARS (Batik Waste Water Recycle System) yang efisien sehingga didapatkan alat untuk mendaur ulang limbah cair do industri batik menjadi air bersih. 1.4 Kegunaan Program a. Bagi Akademisi atau Mahasiswa Menjadikan media aktualisasi dan pengembangan teknologi di bidang pengolahan limbah cair industri batik, sebagai pengembangan aplikasi teknologi pengolahan limbah elektrokimia dan fisika sehingga dapat menghasilkan air bersih, selain itu sebagai bentuk pengabdian insan akademis dalam pembelajaran pemberdayaan masyarakat sebagai wujud Tri Dharma Perguruan Tinggi. b. Bagi Masyarakat Memberikan wacana baru tentang pengembangan teknologi dibidang pengolahan limbah cair industri berupa reaktor daur ulang limbah cair industri batik, dan memberikan solusi yang efektif pada masalah pencemaran lingkungan dan penyediaan air bersih secara berkelanjutan. c. Bagi Pemerintah Sebagai salah satu solusi alternatif alat pengolahan limbah cair industri sehingga membantu pemerintah dalam mewujudkan sanitasi yang baik dan penyediaan air bersih yang berkelanjutan. 1.5 Luaran Yang Diharapkan a. Potensi Paten B-WARS mempunyai potensi untuk dipatenkan, karena alat ini merupakan alat yang baru di Indonesia (Gambar 1.1). Selama ini di Indonesia pengolahan untuk limbah domestik hanya sebagian kecil yang diolah terlebih dahulu yaitu dengan sistem komunal dimana air hasil pengolahan hanya dibuang ke sungai dan tidak dimanfaatkan kembali. Penggunaan teknologi B-WARS sangat berperan penting untuk mewujudkan sanitasi yang layak dan penyediaan air bersih secara berkelanjutan sesuai dengan program Pemerintah
. Gambar 1.1 b. Potensi Publikasi Artikel Ilmiah Mengingat begitu besarnya manfaat dari B-WARS selain berpeluang untuk bisa dipatenkan karena belum ada alat daur ulang limbah cair industri batik di Indonesia dengan menggunakan Teknologi pengolahan kimia-fisika, penulis juga akan mempublikasikan secara ilmiah yang bertujuan untuk perluasan informasi, sehingga masyarakat dapat mengenal dan mengetahui B-WARS. c. Pembuatan dan Pengujian B-WARS
Pembuatan dan pengujian B-WARS dilakukan di Laboratorium Teknik Sumberdaya Alam dan Lingkungan dan Laboratorium Kimia, Universitas Brawijaya Malang, dengan bahan uji air hasil output dari B-WARS meliputi parameter BOD, COD, TSS, dan Cr. BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batik Batik adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kain bermotif yang dibuat dengan teknik resist menggunakan material lilin (malam). Teknik membatik sendiri telah dikenal sejak ribuan tahun silam, berawal dari metode sederhana yaitu menggambar dengan canting dan mencelupkan dalam pewarna, batik cap dengan cara dicap pada cetakan sampai produksi masal dengan mesin modern. Dalam proses pembuatan batik, banyak menggunakan bahan pewarna sintetis dan bahan kimia lainnya, bahan kimia ini biasa digunakan pada proses pewarnaan, pelorotan, dan pencucian (Nurainun, dkk, 2008). 2.2 Limbah Batik Kualitas limbah cair industri batik sangat tergantung pada jenis proses yang dilakukan, pada umumnya limbah cair industri batik bersifat basa dan kadar organik yang tinggi yang disebabkan oleh sisa-sisa pembatikan. Pada proses pencelupan (pewarnaan) umumnya merupakan penyumbang sebagian kecil limbah organik, namun menyumbang wama yang kuat, yang mudah terdeteksi, dan hal ini dapat mengurangi keindahan sungai maupun perairan. Selanjutnya pada proses persiapan, yaitu proses nganji atau penganjian, menyumbang zat organik yang banyak mengandung zat padat tersuspensi. Zat padat tersuspensi apabila tidak segera diolah akan menimbulkan bau yang tidak sedap dan dapat digunakan untuk menilai kandungan COD dan BOD (Amaliasani, 2013). Warna air limbah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu warna sejati dan warna semu. Warna yang disebabkan oleh warna organik yang mudah larut, beberapa ion logam ini disebut warna sejati. Jika air mengandung kekeruhan atau adanya bahan tersuspensi oleh penyebab warna sejati maka warna tersebut dikatakan warna semu karena adanya bahanbahan tersuspensi termasuk koloid. Umumnya warna yang digunakan pada industri batik adalah warna sintetis yaitu naphtol. Konsentrasi warna pada limbah cair yang mengandung kadar naphtol, setelah mendapat perlakuan elektrokoagulasi terjadi penurunan konsentrasi paremeter warna hingga 55% dari konsentrasi awal 3143,15 PtCo dan konsentrasi rata-rata outlet adalah 1437,45 mg/L (Yulianto, 2009). Menurut Suprihatin (2014), salah satu contoh zat warna yang banyak dipakai industri tekstil adalah remazol black, red dan golden yellow. Dalam pewarnaan, senyawa ini hanya digunakan sekitar 5% sedangkan sisanya yaitu 95% akan dibuang sebagai limbah. Senyawa ini cukup stabil sehingga sangat sulit untuk terdegradasi di alam dan berbahaya bagi lingkungan apalagi dalam konsentrasi yang sangat besar karena dapat menaikkan COD (Chemical Oxygen Demand). Tabel 2.1. Analisis Senyawa yang Terkandung dalam Limbah Batik No Parameter Satuan Baku Mutu Hasil Metode Analisa Air Limbah Analisa 1 pH 6-9 6,95 Ph Meter 2 TSS mg/L 50 160,00 Gravimetri 3 COD mg/L O2 150 400,00 Refluks 4 BOD mg/L O2 50 164,00 Winkler 5 Sulfida (Sebagai H2S) mg/L H2S 0,3 0,01 Iodometri 6 Ammonia Total mg/L NH3-N 8 4,51 Kjeldahl 7 Total Chromium mg/L Cr 1 0,06 AAS 8 Minyak dan Lemak mg/L 3,6 600,00 Gravimetri
9 Phenol (Sumber : Suprihatin, 2014)
mg/L
1
0,00
Spektrofotometri
Senyawa zat warna di lingkungan perairan sebenarnya dapat mengalami dekomposisi secara alami oleh adanya cahaya matahari, namun reaksi ini berlangsung relatif lambat, karena intensitas cahaya UV yang sampai ke permukaan bumi relatif rendah sehingga akumulasi zat warna ke dasar perairan atau tanah lebih cepat daripada fotodegradasinya (DaeHee et al. 1999 dan Al-kdasi 2004). Selain zat pewarna, dalam limbah batik juga terdapat kandungan logam berat yang berbahaya bagi lingkungan. Tabel 2.2. Analisis Senyawa yang Terkandung dalam Limbah Batik Parameter
Hasil Analisis
PP No.20 tahun 1990 (Air Golongan D) 100 mg/L 1,0 mg/L 1,0 mg/L 0,01 mg/L 1,0 mg/L 0,005 mg/L
COD 39,8 mg/L Cr-Total 0,05 mg/L Pb-Total 0,03 mg/L Cd-Total 0,03 mg/L As-Total 0,01 mg/L Hg-Total 0,002 mg/L (Sumber : Amaliasani, 2013) Data diatas merupakan hasil analisis komponen komponen limbah yang telah dilakukan pengolahan sehingga sudah mengalami penurunan kadar yang disesuaikan dengan baku mutu limbah cair berdasarkan PP No 20 tahun 1990. Dapat di lihat pada data tersebut diatas, bahwa pada limbah batik terkandung logam berat berupa Cr (Kromium), Pb (Timbal), Cd (Kadmium), As (Arsen), dan Hg (Merkuri). Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah. Tabel 2.3. Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri Tekstil Parameter
Kadar Paling Tinggi (mg/L)
Beban Pencemaran Paling Tinggi (kg/Ton)
BOD
60
6
COD
150
15
TSS
50
5
Fenol Total
0.5
0.05
Krom Total (Cr)
1.0
0.1
Amonia Total (NH3-N)
8.0
0.8
Sulfida (sebagai S)
0.3
0.03
Minyak dan Lemak
3.0
0.3
pH Debit Limbah Paling Tinggi
6,0 - 0,9 100 m3/ton produk tekstil
(Sumber : PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH) 2.3 Pengolahan Limbah Batik Berbagai pengolahan yang umum digunakan pada limbah cair industri batik adalah pengendapan biasa, adsorpsi, filtrasi dan flotasi. Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air limbah, bahan-bahan tersuspensi dalam air limbah yang berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disaring terlebih dahulu. Tahap penyaringan merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar biasanya dengan menggunakan filter pasir yang ukurannya disesuaikan dengan bahan-bahan tersuspensi yang akan disaring. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan, pada proses ini bisa dilakukan tanpa tambahan bahan kimia bila ukurannya sudah besar dan mudah mengendap tapi dalam kondisi tertentu dimana bahan-bahan terususpensi sulit diendapkan maka akan digunakan bahan kimia sebagai bahan pembantu dalam proses sedimentasi, pada proses ini akan terjadi pembentukan flok-flok dalam ukuran yang lebih besar sehingga mudah diendapkan, pada proses yang menggunakan bahan kimia ini masih diperlukan pengkondisian pH untuk mendapatkan hasil yang optimal. Pengolahan limbah cair secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap, logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tidak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan, baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi. 2.3.1 Filtrasi Filtrasi merupakan salah satu proses pengolahan air secara fisika, yang merupakan proses penghilangan partikel-partikel atau flok-flok halus yang lolos dari unit sedimentasi, dimana partikel-partikel atau flok-flok tersebut akan tertahan pada media penyaring selama air melewati media tersebut. Filtrasi diperlukan untuk penyempurnaan penurunan kadar kontaminan seperti bakteri, warna, bau, dan rasa, sehingga diperoleh air bersih yang memenuhi standar kualitas air minum (Asmadi, dkk, 2011). 2.3.2 Elektrokoagulasi Elektrokoagulasi merupakan metode pengolahan air secara elektrokimia dimana pada anoda terjadi pelepasan koagulan aktif berupa ion logam ke dalam larutan, sedangkan pada katoda terjadi reaksi elektrolisis berupa pelepasan gas hydrogen. Eletrokoagulasi merupakan proses pemgolahan limbah yang sederhana dan mudah diterapkan dengan kemampuan yang baik dalam menggumpalkan berbagai polutan dan pengotor, baik bahan organik maupun anorganik. Mollah dan Schennach (2001) menyatakan bahwa elektrokoagulasi adalah teknologi yang saat ini berkembang secara efektif diaplikasikan untuk mengolah air limbah. BAB 3. METODE PELAKSANAAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Pembuatan B-WARS dilaksanakan di Laboratorium Teknik Sumberdaya Alam dan Lingkungan, dan Laboratorium Kimia, Universitas Brawijaya, Malang. Pelaksanaan program ini membutuhkan alokasi waktu selama 5 bulan. 3.2 Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk mempelajari teori-teori yang berhubungan dengan proses perancangan dan pembuatan B-WARS. Pustaka yang digunakan berhubungan dengan
pengembangan program yang sedang dilakukan. Adapun pustaka yang dijadikan rujukan dalam perancangan dan pembuatan B-WARS ini adalah jurnal ilmiah, handbook, e-book, majalah, surat kabar dan informasi berupa artikel yang tertera pada internet baik dalam bentuk hardcopy dan softcopy yang berhubungan dengan program yang dikembangkan. 3.3 Metode Perancangan B-WARS Setelah melakukan studi pustaka, dilakukan perancangan alat B-WARS dengan cara membuat desain B-WARS. Desain dari B-WARS ini dapat dilihat pada Gambar 3.1
Gambar 3.1. Desain B-WARS (Tim PKM-KC B-WARS, 2017) Reaktor B-WARS terdiri dari enam bagian utama, yaitu: reaktor netralisasi, reaktor filtrasi downflow, reaktor filtrasi upflow, reaktor koagulasi-flokulasi, reaktor elektrokoagulasi, dan penampungan akhir. Pertama limbah batik akan ditampung dan dinetralkan pada reaktor netralisasi. Reaktor ini, berukuran diameter 20 cm dan tinggi 25 cm. Air pada Reaktor ini akan mengalir menuju reaktor filtrasi downflow dengan bantuan gravitasi. Reaktor filtrasi downflow memiliki ukuran diameter 10 cm tinggi 60 cm. Pada reaktor ini filternya terdiri dari 5 lapisan. Dari lapisan yang paling bawah ialah batu kerikil dengan tinggi 10 cm, zeolit dengan tinggi 15 cm, karbon aktif dengan tinggi 15 cm, pasir dengan tinggi 10 cm. Reaktor selanjutnya yaitu reaktor filtrasi upflow, reaktor ini memiliki ukuran yang sama dengan reaktor sebelumnya. Pada reaktor ini filternya terdiri dari 5 lapisan. Dari lapisan yang paling bawah ialah batu kerikil dengan tinggi 10 cm, pasir dengan tinggi 10 cm, karbon aktif dengan tinggi 15 cm, dan zeolit dengan tinggi 15 cm. Setelah dari reaktor tersebut air akan memasuki reaktor koagulasi-flokulasi. Reaktor ini memiliki ukuran diameter 15 cm dan tinggi 25 cm, pada reaktor ini dilakukan penambahan koagulan. Selanjutnya air akan dialirkan pada reaktor elektrokoagulasi, reaktor ini memiliki panjang 20 cm, lebar 30 cm, dan tinggi 20 cm. Pada reaktor ini terdapat pelat-pelat alumunium. Selanjutnya air akan di alirkan pada bak penampung akhir. 3.4 Metode Pelaksanaan 3.4.1 Prosedur Kerja Setelah merancang alat, langkah selanjutnya ialah implementasi hasil rancangan yang kemudian menghasilkan alat B-WARS. Adapun prosedur kerja dari pembuatan B-WARS dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Mulai
Persiapan alat dan bahan
Pembuatan Bak Reaktor
Perangkaian Pelat Elektroda
Perangkaian Alat
B-WARS
Selesai Gambar 3.1. Diagram Alir Prosedur Kerja Pembuatan B-WARS 3.4.2 Prinsip Kerja B-WARS Pada teknologi B-WARS ini, limbah batik akan ditampung pada bak penampung awal. Selanjutnya limbah tersebut akan dialirkan menuju reaktor filtrasi downflow. Pada reaktor ini limbah batik akan disaring dengan filter dengan lapisan dimulai dari bawah yaitu batu kerikil, zeolit, karbon aktif, dan pasir. Zeolit berfungsi untuk mengikat kation dalam air yang mengandung besi, zat aluminium dan magnesium, arang berfungsi untuk menghilangkan bau, warna dan rasa, pasir berfungsi untuk menyaring partikel halus. Selanjutnya limbah tersebut akan dialirkan menuju reaktor filtrasi upflow. Pada reaktor ini limbah batik akan melalui proses yang sama dengan raktor sebelumnya, hanya saja pada reaktor ini limbah batik mengalir dari bawah menuju ke atas dengan susunan filter dimulai dari yang paling bawah yaitu batu kerikil, pasir, karbon aktif, dan zeolit dengan tujuan mendapatkan hasil penyaringan yang lebih baik. Selanjutnya limbah yang telah melalui tahap filtrasi akan ditampung pada reaktor koagulasi-flokulasi. Pada reaktor ini akan dilakukan penambahan koagulan pada limbah agar terbentuk flok-flok yang kemudian membentuk butiran yang lebih besar dan akhirnya mengendap. Pada reaktor ini pula limbah batik dan endapannya dipisah. Selanjutnya limbah akan dialirkan menuju reaktor elektrokoagulasi. Pada reaktor ini limbah akan dialiri listrik dengan arus sebesar 2 ampere dan tegangan sebesar 9 volt. Proses pada reaktor elektrokoagulasi ini bertujuan mengikat polutan dan pengotor sehingga limbah menjadi jernih. Setelah memasuki tahap elektrokoagulasi limbah akan dialirkan menuju bak penampung akhir. 3.5 Metode Pengujian B-WARS Pengujian ini dilakukan setelah pembuatan alat B-WARS dengan tujuan menguji kelayakan alat dalam proses pengolahan limbah batik. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui
besarnya efisiensi pengurangan BOD, COD, TSS, dan kadar Cr dalam air yang telah diolah sudah memenuhi baku mutu air bersih. 3.6 Evaluasi Tahap evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta yang telah dilakukan. Tahap ini dilakukan dengan membandingkan kondisi lingkungan sebelum dan sesudah menggunakan B-WARS. Selain itu, jumlah masyarakat sasaran yang memanfaatkan B-WARS. Hasil evaluasi ini dijadikan acuan untuk mengetahui potensi B-WARS sebagai alat pengolah limbah batik guna menjaga kelestarian lingkungan berkelanjutan. BAB 4. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN 4.1 Rancangan Biaya No Jenis Pengeluaran Biaya (Rp) 1 Peralatan penunjang 3.800.000,2 Bahan habis pakai 4.700.000,3 Perjalanan 2.000.000,4 Lain-lain 2.000.000,Jumlah 12.500.000,4.2 Jadwal Kegiatan No 1 2 3 4 5 6
Kegiatan Studi Pustaka Desain Alat Persiapan Pembuatan Alat Pengujian Alat Evaluasi
1
2
Bulan ke3
4
5