A. Definisi Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera. 1. Trauma abdomen adalah trauma yang telah terjadi pada daerah abdomen yang meliputi daerah retroperitoneal, pelvis dan organ peritroneal. 2. Trauma abdomen adalah cedera vicera abdominal yang disebabkan karena luka penetrative atau trauma tumpul. Akibat dari trauma abdomen dapat berupa peforasi ataupun perdarahan. Kematian pada trauma abdomen bisa terjadi akibat sepsis atau perdarahan. 3. Trauma abdomen didedinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah antara diafragma atas dan panggul bawah (Guilon,2011) 4. trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja. (Smeltzer, 2001). Jadi trauma abdomen adalah trauma atau cedera pada abdomen yang menyebabkan perubahan fisiologis yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau tusuk. Trauma abdomen pada garis besarnya dibagi menjadi trauma tumpul dan trauma tajam. Keduanya mempunyai biomekanika, dan klinis yang berbeda sehingga algoritma penanganannya berbeda. Trauma abdomen akan menyebabkan laserasi organ tubuh sehingga memerlukan tindakan dan perbaikan pada organ yang mengalami kerusakan.
Trauma abdomen dibagi menjadi dua jenis : a. Trauma penetrasi atau trauma tajam : trauma tembak, trauma tusuk b. Trauma non-penetrasi atau trauma tumpul : diklasifikasikan ke dalam 3 mekanisme utama, yaitu tenaga kompresi (hantaman), tenaga deselerasi dan akselerasi. Tenaga kompresi (compression or concussive forces) dapat berupa hantaman langsung atau kompresi ekstrenal terhadap objek yang terfiksasi. Misalnya hancur akibat kecelakaan, atau sabuk pengaman yang salah (seat belt injuri). Hal yang sering terjadi adalah hantaman, efeknya dapat menyebabkan
sobek dan hematom subkapsula pada organ padat visera. Hantaman juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen pada organ berongga dan menyebabkan ruptur. pengeluaran darah banyak dapat berlangsung di dalam kavum abdomen tanpa atau dengan adanya tanda-tanda yang dapat diamati oleh pemeriksa, dan akhir-khir ini kegagalan dalam mengalami perdarahan intra abdominal adalah penyebab utama kematian dini pasca trauma. Selain itu sebagian besar cedera pada kavum abdomen bersifat operatif dan perlu tindakan segera dalam menegakkan diagnosis dan mengirim pasien ke ruangan operasi.
1. Trauma tajam Trauma tajam abdomen adalah luka pada permukaan tubuh dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum yang disebabkan oleh tusukan benda tajam. Trauma akibat benda tajam dikenal dalam tiga bentuk luka yaitu : luka iris atau luka sayat (vulnus scissum), luka tusuk (vulnus punctum) atau luka bacok (vulnus caesum). Luka tusuk maupun luka tembak akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi atau pun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera, dengan adanya efek tambahan berupa temporari cavitation, dan bisa pecah menjadi frakmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Kerusakan dapat berupa perdarahan bila mngenai pembuluh darah atau organ yang padat. Bila mengenai organ yang berongga, isinya akan keluar kedalam rongga perut dan menimbulkan iritasi pada peritoneum.
2. Trauma tumpul Trauma tumpul kadang tidak menimbulkan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh, tetapi dapat mengakibatkan cedera berupa kerusakan daerah organ sekitar, patah tulang iga, cedera perlambatan (deselerasi), cedera kompresi, peningkatan mendadak tekanan darah, pecahnya viskus berongga, kontusi atau laserasi jaringan maupun organ dibawahnya. Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya deselerasi cepat dan adanya organ-organ yang
tidak mempunyai kelenturan (non complient organ) seperti hati, lien, pankreas, dan ginjal. Secara umum mekanisme terjadinya trauma tumpul abdomen yaitu:
1) Saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara struktur. Akibatnya, terjadi tenaga potong dan menyebabkan robeknya organ berongga, organ padat, organ visceral dan pembuluh darah, khususnya pada bagian distal organ yang terkena. Contoh pada aorta distal yang mengenai tulang torakal mengakibatkan gaya potong pada aorta dapat menyebabkan ruptur. Situasi yang sama dapat terjadi pada pembuluh darah ginjal dan pada cervicothoracic junction.
2) Isi intra abdominal hancur diantara dinding abdomen anterior dancolumna vertebra atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan ruptur, biasanya terjadi pada organ-organ padat seperti lien, hati, dan ginjal.
3) Gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya biasanya menyebabkan ruptur organ berongga. Berat ringannya perforasi tergantung dari gaya dan luas permukaan organ yang terkena cedera. Tipe cedera berdasarkan organ yang terkena yaitu : a. Pada organ padat seperti hepar, limpa, dengan gejala utama perdarahan b. Pada organ berongga seperti usus, saluran empedu dangan gejala utama peritoritis. 2. Anatomi Abdomen Abdomen merupakan bagian tubuh yang terletak di antara toraks dan pelvis.rongga abdomen yang sebenarnya dipisahkan dari rongga toraks di sebelah atas oleh diafragma dan dari rongga pelvis di sebelah bawah oleh suatu bidang miring yang disebut pintu atas panggul. Dapat dikatakan bahwa pelvis termasuk bagian dari abdomen dan rongga abdomen meliputi juga ronggapelvis. Rongga abdomen meluas ke atas sampai mencapai rongga toraks setinggi sela iga kelima.
Jadi sebagian rongga abdomen terletak atau di lindungi oleh dinding toraks. Sebagian dari hepar, gaster dan lien terdapat di dalamnya. Rongga abdomen atau cavitas abdominis berisi sebagian besar organ system digestivus, sebagian organ urinarium, system genitalia, lien, glandula suprarenalis, dan pleksus nervorum. Juga berisi peritoneum yang merupakan membrane serosa dari system digestifus. Kadang-kadang ada organ genitalia terdapat didalam rongga abdomen, misalnya uterus yang membesar. Untuk menentukan lokalisasi yang lebih teliti dari rasa nyeri, pembengkakan atau lekat suatu organ, maka abdomen dibagi menjadi Sembilan region oleh dua bidang horizontal yaitu bidang subcostalis dan bidang transtubercularis serta dua bidang vertical yang melalui linea midklavikularis kanan dan kiri. Daerah-daerah itu adalah : 1.
Hypocondrium dextra
2.
Epigastrium
3.
Hypocondrium sinistra
4.
Lateralis dextra
5.
Umbulicalis
6.
Lateralis sinistra
7.
Inguinalis dextra
8.
Pubica
9.
Inguinalis sinistra
Proyeksi letak organ abdomen yaitu : 1. Hypocondriaca dextra meliputi organ : lobus kanan hepar, kantung empedu, sebagian duodenum fleksura hepatic kolon, sebagian ginjal kanan dan kelenjar suprarenal kanan. 2. Epigastrica meliputi organ : pylorus gaster, duodenum, pancreas dan sebagian hepar 3. Hypocondriaca sinistra meliputi organ : gaster, lien, bagian kaudal pancreas, fleksura lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar suprarenal kiri 4. Lateralis dextra meliputi organ : kolon ascenden, bagian distal ginjal kanan, sebagian duodenum dan jejenum. 5. Umbilicalis meliputi organ : omentum, mesenterium, bagian bawah duodenum, jejenum dan ileum. 6. Lateralis sinistra meliputi organ : kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri, sebagian jejenum dan ileum. 7. Inguinalis dextra meliputi organ : sekum, apendixs, bagian distal ileum dan ureter kanan. 8. Pubica meliputi organ : ileum, vesica urinaria dan uterus (pada kehamilan). 9. Inguinalis sinistra meliputi organ : kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium kiri.
Anatomi dalam dari abdomen meliputi 3 regio : 1. Rongga peritoneal dibagi menjadi dua bagian, yaitu : a. Rongga peritoneal atas Rongga peritoneal atas dilindungi oleh bagian bawah dari dindinh toraks yang mencakup diagfragma, hepar, liean, gaster dan colon transfersum. Bagian ini juga disebut sebgai komponen thorakcoabdominal dari abdomen. Pada saat diagfragma naik sampai sela iga IV pada waktu ekspirasi penuh. Setiap terjadi fraktur iga maupun luka tembus di bawahgaris intermmamalia bisa mencederai organ dalam abdomen. b. Rongga peritoneal bawah Rongga peritoneal bawah berisikan usus halus, bagian colon ascendens, colon sigmoid, dan pada wanita organ reproduksi internal.
2. Rongga pelvis Rongga pelvis yang dilindungi oleh tulang-tulang pelvis, sebenarnya merupakan bagian bawah dari rongga intraperitoneal, sekaligus bagian bawah dari rongga retroperitoneal. Di dalamnya terdapat rectum, vesica urinaria, pembuluhpembuluh iliaca, dan pada wanita organ reproduksi internal. Sebagaimana halnya bagian torakoabdominal, pemeriksaan organ-organ pelvis terhalang oleh bagianbagian tulang di atasnya.
3. Rongga retroperitoneal Rongga yang potensial ini adalah rongga yang berada di belakang dinding peritoneum yang melapisi abdomen. Di dalamnya terdapat aorta abdominalis, vena cava inferiol, sebagian besar dari duodenum, panckreas, ginjal dan ureter, serta sebgaian posterior dari colon ascenden dan colon descenden dan bagian rongga pelvis yang retroperitoneal. Cedera pada organ dalam retroperitoneal sulit dikenali karena daerah ini jauh dari jangkauan pemeriksaan fisik yang biasa, dan juga cedera disini pada awalnya tidak akan memperlihatkan tanda maupun gejala peritonitis. Rongga ini tidak termasuk dalam bagian yang diperiksa sampelnya Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL).
B. Etiologi Menurut (Hudak & gallo.2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen,umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan,deselarasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya. Trauma akibat benda tanjam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak,trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal di abdomen. Traum pada abdomen di sebabkan oleh 2 kekuatan kekuatan yang termasuk, yaitu : 1. Paksaan / benda tumpul Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa di sebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakan kendaraan bermotor, cedera akibat berolaraga , benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 5% di sebabkaan oleh kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tembus Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus pada abdomen di sebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.
C. Patofisiologi Jika truama penetrasi atau non-penetrasi kemungkinan tejadi perdarahan intra abdomen yang serius,pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang di sertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi,tanda-tanda iritasi peritoneum cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma
abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tampa bising usus bila telah terjadi perirotinits umum. Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanada-tanda peritonitis mungkin belum tampak pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga
abdomen, maka operasi harus dilakukan(
mansjoer,2001)
D. Manifestasi Klinis Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis meliputi : nyeri tekanan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, dan nyeri spontan (NANDA NICNOC, 2015). Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya : Jejas atau ruktur dibagian dalam abdomen Terjadi perdarahan intra abdominal Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena) Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen Pada trauma penetrasi (tajam) biasanya terdapat : Terdapat luka robekan pada abdomen Luka tusuk sampai menembus abdomen Penanganan
yang
kurang
tepat
biasanya
memperbanyak
perdarahan/memperparah keadaan Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam abdomen
E. Pemeriksaan Diagnostik a) Pemeriksaan Rontgen Pemeriksaan rontgen servikal lateral, toraks anteroposterior (AP), dan pelvis. b) Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL) Diagnostik peritoneal lavage merupakan tes cepat dan akurat yang digunakan untuk mengidentifikasi cedera intra-abdomen setelah trauma tumpul pada pasien hipotensi atau tidak responsif tanpa indikasi yang jelas untuk eksplorasi abdomen. Pemeriksaan ini harus dilakukan oleh tim bedah yang merawat penderita dengan hemodinamik abnormal dan menderita multitrauma. c) Ultrasound Diagnostik (USG). USG digunakan untuk evaluasi pasien dengan trauma tumpul abdomen. Tujuan evaluasi USG untuk mencari cairan intraperitoneal bebas. d) Computed Tomography Abdomen (CT Scan Abdomen) CT adalah metode yang paling erring digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan trauma abdomen tumpul yang stabil (NANDA NIC-NOC, 2015)
F. Penatalaksanaan Menurut (Chatherino, 2003) penatalaksanaan kegawatdaruratan Trauma Abdomen adalah : Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan trauma intraabominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air, evisceration) harus segera dilakukan pembedahan Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative berdasarkan status klinis dan derajat luka yang terihat di CT Pemberian obat analgetik sesuai indikasi Pemberian O2 sesuai indikasi Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Primer a. Airway 1) Jalan nafas bersih terdapat penumpukan secret 2) Terdengar ada tidaknya bunyi nafas (Ronchi, Wheziing) 3) Lidah tidak jatuh kebelakang
b. Breathing 1) Peningkatan frekuensi pernafasan (N : 16-22 x/menit) 2) Menggunakan otot-otot pernapasan (abdomen, thoraks) 3) Irama nafas (teratur, dangkal, dalam) 4) Distress pernapasan (pernapasan cuping hidung, takipneu, retraksi) 5) Suara nafas (vesikuler, bronchial, bronkovesikuler) 6) Terapioksigen: Nasal canul, NRM (Non Rebreathing Mask), RM (Rebreathing Mask), inhalasi Nebulizer 7) SpO2: 95%
c. Circulation 1) Nadi karotis dan nadi perifer teraba (kuat, lambat) 2) Penurunan curah jantung (gelisah, letargi, takikardia) 3) Capillary refill kembali dalam 3 detik 4) Akral (dingin, hangat) 5) Tidak sianosis 6) Kesadaran somnolen
7) Tanda-tanda vital: TD (Tekanan Darah) : 110/70 – 120/80 mmHg N (Nadi) : 60-100 x/menit RR (Respiratory Rate) : 16-22 x/menit S (Suhu) : 36,5-37,5 derajat C
d. Disability Kesadaran compos mentis dengan GCS = E4, V5, M6 = 15 e. Exposure 1) Integritas kulit baik 2) Ada/tidak luka bekas post operasi laparatomi 3) Capillary refill kembali dalam 3 detik.
2. Pengkajian Sekunder a. AMPLE 1) Alergi Klien tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan, makanan, minuman dan lingkungan. 2) Medikasi .Sebelum di bawa ke RS (Rumah Sakit), klien tidak mengkonsumsi obat-obatan apapun dari dokter maupun apotik. 3) Past ilness Sebelum di bawa ke RS, klien tidak mengalami sakit. 4) Last meal Makanan dan cairan 5) Environment Klien tinggal di rumah bersama siapa (sendiri, bapak/istri, anak, orang tua) di lingkungan padat penduduk, tempat tinggal cukup dengan ventilasi, lantai sudah di keramik, pencahayaan cukup, terdapat saluran untuk limbah rumah tangga (selokan).
b. Pemeriksaan Head to Toe 1) Keadaan Rambut dan Higiene Kepala Rambut hitam, coklat, pirang, warna perak, berbau. Pada kulit kepala bisa ditemui lesi seperti vesicular, pustule, crusta karena varicella, dermatitis. Ada/tidak hematoma maupun jejas. 2) Pupil dan Refleks Cahaya Isokor/anisokor ukuran 3mm/3mm, simetris kanan-kiri, sklera ikterik anikterik, konjungtiva
anemis
atau
aninemis,
reaksi
terhadap
cahaya
baik/tidak,
menggunakan alat bantu penglihatan atau tidak. 3) Hidung Bentuk simetris, ada/tidak polip maupun sekret, peradangan mucosa. 4) Telinga Simetris kanan-kiri, ada/tidak penumpukan serumen, ada/tidak menggunakan alat bantu pendengaran. 5) Mulut Ada/tidak perdarahan pada gusi, periksa adanya radang mukosa (stomatitis), ada/tidak sariawan, tonsil diperiksa apakah meradang atau tidak. 6) Leher Kelenjar tyroid diperiksa apakah terjadi pembesaran kelenjar tyroid, ada/tidak peningkatan JVP (Jugularis Vena Pressure). 7) Pernafasan (paru) I: Bentuk thorax normal/tidak, pengembangan dada simetris antara kanan- kiri, normal pernafasan : 16-22 x/menit, amati suara batuk yang terdengar P : Sonor/pekak P : Fremitus vokal sama antara kanan- kiri. A: Suara nafas (vesikuler/broncho-vesicular, bronchial), suara tambahan (rales, ronchi, wheezing, dan pleural friction-rub) 8) Sirkulasi (jantung) I : Ictus cordis tampak/tidak
P
: Ictus cordis teraba kuat/pelan di mid klavikula intercosta V sinistra, ada/tidaknya thill
P : Pekak/sonor A : Bunyi jantung (S1- S2) reguler, ada/tidak suara jantung tambahan. 9)
Neurologi
Kaji skala nyeri PQRST (P: Provoke, Palliates, Precipitation; Q: quality; R: radiance; S: severity; T: time. 10)
Abdomen
I : abdomen membusung/membuncit atau datar, tepi perut (flank) menonjolatau tidak, umbilicus menonjol atau tidak. Amati bayangan/gambaran bendungan pembuluh darah vena di kulit abdomen, tampak benjolan massa atau tidak. Adanya distensi pada abdomen (kemungkinan ada pneumo pertonium, dilatasi gastric atau ileus akibat iritasi peritoneal). Pergerakan pernapasan abdomen (kemungkinan ada peritonitis). A : Peristaltikusus 5-35 kali permenit P : Ada nyeri tekan atau tidak, hepar dan lien teraba atau tidak P : Tympani/hipertympani, massa padat atau cairan menimbulkan suara pekak. 11)
Genitoririnaria
a.
Pria
Kulit sekitar kalamin mengalami infeksi/jamur/kutu, teraba testis kiri/kanan, b.
Wanita
Amati vula secara keseluruhan adakah prolapsus uteri, benjolan kelenjar Bartholin 12)
Kulit
Turgor kulit elastis, kembali kurang dari 3 detik, tidak ada lesi, tidak ada kelainan pada kulit. 13)
Ekstremitas
Pemeriksaan edema/tidak edema, rentak gerak, uji kekuatan otot, reflek-reflek fisiologik, reflex patologik babinski
3.
Masalah yang sering muncul :
1)
Kerusakan integritas jaringan
2)
Risiko infeksi
3)
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
4.
Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan cardiac output Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d suplai O2 ke otak menurun Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi Nyeri akut b.d
NO DX NOC
NIC
1
2 3 4 5 6
Setelah
dilakukan
keperawatan
selama
tindakan 1x3
jam
diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil: Mampu
mengontrol
nyeri
(tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik
RASIONAL
nonfarmakologi
untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan) Melaporkan
bahwa
berkurang
nyeri dengan
menggunakan
manajemen
nyeri Mampu
mengenali
nyeri
(skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Menyatakan
rasa
nyaman
setelah nyeri berkurang
DAFTAR PUSTAKA Chatherino. Jeffrev M. 2003. Emergency Medicine Handbook. USA: Lipipincott Wiliams Hudak, C.M & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik Vol 1. Jakarta : EGC Mansjoer Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculaplus