ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL DENGAN HIV KELOMPOK 1 ALDY WITANA DEWI SINTA FAUSTINA NAINOE PUTRI UTAMI RODY PRATAMA YENITA
DEFINISI a.HIV adalah jasad renik yang menyebabkan terjadinya AIDS. HIV melumpuhkan sistem kekebalan tubuh, terutama sel-sel darah putih yang membantu dalam menghalau penyakit (Dr. Hutapea Ronald, 2011). b.AIDS adalah sindrom dengan gejala penyakit oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya system kekabalan tubuh oleh infeksi virus HIV (Brunner).
• Wanita hamil lebih berisiko tertular Human Immunodeficien Virus (HIV) dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Jika HIV positif, wanita hamil lebih sering dapat menularkan HIV kepada mereka yang tidak terinfeksi daripada wanita yang tidak hamil. • Menurut laporan CDR (Center for Disease Control) Amerika mengemukakan bahwa jumlah wanita penderita AIDS di dunia terus bertambah, khususnya pada usia reproduksi. Sekitar 80% penderita AIDS anak-anak mengalami infeksi prenatal dari ibunya. Seroprevalensi HIV pada ibu prenatal adalah 0,0-1,7%, saat persalinan 0,4-0,3% dan 9,4-29,6% pada ibu hamil yang biasa menggunakan narkotika intravena. • Dilain pihak menurut para ahli kebidanan bahwa usia reproduktif merupakan usia wanita yang lebih tepat untuk hamil dan melahirkan. Hasil survey di Uganda pada tahun 2003 mengemukakan bahwa prevalensi HIV di klinik bersalin adalah 6,2%, dan satu dari sepuluh orang Uganda usia antara 30-39 tahun positif HIVAIDS perlu diwaspadai karena cenderung terjadi pada usia reproduksi.
ETIOLOGI • Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu : 1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala. 2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness. 3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada. 4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut. 5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
CARA PENULARAN HIV 1. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah terinfeksi. Kondom adalah satu– satunya cara dimana penularan HIV dapat dicegah. 2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana darah tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril. 3. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah terinfeksi. 4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.
Penularan secara perinatal 1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang dikandungnya. 2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi. 3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewktu berada dalam kandungan atau juga melalui ASI 4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI
Kelompok resiko tinggi: 1. 2. 3. 4. 5.
Lelaki homoseksual atau biseks. Orang yang ketagian obat intravena Partner seks dari penderita AIDS Penerima darah atau produk darah (transfusi). Bayi dari ibu/bapak terinfeksi
PERIODE PENULARAN HIV PADA IBU HAMIL a. Periode Prenatal b. Periode Intrapartum c. Periode Postpartum
Tanda dan gejala a. Gejala mayor 1. BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan 2. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan 3. Penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis 4. Demensia / HIV Ensefalopati b. Gejala minor 1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan 2. Dermatitis generalist 3. Adanya herpes zoster yang berulang 4. Kandidiasis orofaringeal 5. Herpes simplex kronik progresif 6. Limfadenopati generalist 7. Infeksi jamur berulang pada kelamin wanita 8. Retinitis Cytomegalovirus
PEMERIKSAAN DIANOSTIK 1. Pemeriksaan laboratorium darah. a. Trombositopeni b. Anemia. c. HDL> d. Jumlah limfosit total 2. EIA atau EUSA dan tes western blot: postif, tetapi invalid. a. EIAatau EUSA: mendeteksi antibody terhadap antigen HIV. b. Test western blot mendeteksi adanya anti body terhadapbeberapa prot spesifik HIV. 3. Kultur HIV: dengan sel mononuclear darah perifer dan bila tersedia plasma dapat mengukur beban virus. 4. Test reaksi polimer dengan leukosit darah perifer: mendeteksi DNA viral pada adanya kuntitas kecil sel mononuclear perifer terinfeksi. 5. Antigen P24 serum atau plasma: peningkatan nilai kuantitatif dapat menjadi indikasi dari kemajuan infeksi. 6. Penentuan immunoglobulin G, M, A serum kualitatif: data dasar immunoglobulin. 7. IFA: memastikan seropesivitas. 8. RIPA: mendteksi protein HIV. 9. Pemeriksaan parental juga dapat menunjukkan adanya goorhoe, kandidiasis, hepatitis B, tuberkolosis, sitomegalovirus, dan toksoplasmosis (purwaningsih,wahyu.2010).
PENATALAKSANAAN a. Obat–obatan Antiretroviral (ARV) Kombinasi dari ARV : Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI) Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) Protease Inhibitors (PI)
Lanjutan .. b. Protease Inhibitors (PI) Ziduvidine (AZT) Nevirapine c. Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational.
ASUHAN KEPERAWATAN 1. Biodata Klien 2. Riwayat Penyakit 3. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Subyektif) 4. Pemeriksaan Diagnostik Tes Laboratorium
Lanjutan .. Serologis :
a. Tes antibody serum b. Tes blot western c. Sel T limfosit d. Sel T4 helper e. T8 ( sel supresor sitopatik ) f. P24 ( Protein pembungkus HIV) g. Reaksi rantai polimerase
Neurologis :
a. EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf) b. Sinar X dada c. Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya komplikasi lain d. Tes Fungsi Pulmonal e. Deteksi awal pneumonia interstisial f. Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya. g. Biopsis
Diagnosa Keperawatan • Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko. • Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan adanya kontak darah dengan bayi sekunder terhadap proses melahirkan. • Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan berlebih sekunder terhadap diare • Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan. • Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi. • Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai
Intervensi Dx. 1 • Monitor tanda-tanda infeksi baru. • gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif. Cuci tangan sebelum meberikan tindakan. • Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan yang patogen. • Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order. • Atur pemberian antiinfeksi sesuai order
Intervensi Dx. 2 • Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV dan kuman patogen lainnya. • Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien. Gunakan masker bila perlu.
Intervensi Dx. 3 • Kaji konsistensi dan frekuensi feses dan adanya darah. • Auskultasi bunyi usus • Atur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order • Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc oside
Implementasi
Sesuai dengan intervensi
Evaluasi Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil
TERIMA KASIH