Asuhan Keperawatan Pasien Sirosis.docx

  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Asuhan Keperawatan Pasien Sirosis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,972
  • Pages: 32
MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH ASUHAN KEPERAWATAN SIROSIS HEPATIS

Disusun Oleh : Kelompok 5 2A-Transfer

1. Rimy Primasari

(NPM 2018727028)

2. Riska Eka Fatma

(NPM 2018727029)

3. Samsiah

(NPM 2018727030)

4. Siska Dewi Rizky

(NPM 2018727031)

5. Sitti Mawadah Nursin

(NPM 2018727032)

6. Suci Aisyah

(NPM 2018727033)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA SEMESTER GANJIL 2018-2019

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa karena berkat rahmatnya makalah yang berjudul “Asuhan keperawatan Sirosis Hepatis” dalam memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah. Dalam makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan, masukan dari tim mata kuliah dan dukungan dari berbagai pihak untuk itu penulis pada mengucapkan terimakasih. Penulis mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal oleh karena itu tidak ada hal yang diselesaikan dengan sangat sempurna begitu pula dengan makalah yang

telah

penulis selesaikan. Tidak semua hal dapat kami

deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini. Kami melakukan semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami miliki. Maka dari itu penulis

bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca. Kami

menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki makalah penulis dimasa yang akan datang. Dengan menyelesaikan makalah ini penulis mengharapkan banyak manfaaat yang dapat dipetik dari karya ini.

Akhir kata penulis

berharap makalah ini dapat berguna bagi kita semua.

Jakarta,

Maret 2019

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

i

DAFTAR ISI

ii

BAB I

BAB II

: PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1

B. Tujuan

2

: TINJAUAN TEORI A. Pengertian

.

B. Etiologi dan Faktor Resiko C. Patofisiologi D. Manifestasi Klinis E. Manajemen Medis F. Pemeriksaan Penunjang G. Komplikasi H. Penatalaksanaan I. Manajemen Keperawata............................................................. ...........

BAB III

: PENUTUP A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

3 3

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis, disorganisasi dari lobus dan arsitektur vaskular, dan regenerasi nodul hepatosit. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati yang akan menyebabkan penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan.

Sirosis adalah penyebab utama ke-8 kematian di AS. Laki-laki lebih mungkin daripada perempuan untuk memiliki sirosis alkoholik (Laennec). Di seluruh dunia, sirosis adalah bentuk paling sering ini juga lebih umum pada wanita. Kematian juga lebih tinggi dari semua tipe sirosis pada laki-laki dan nonkulit putih

Menurut Orang Case Fatality Rate (CSDR) Sirosis hati laki-laki di Amerika Seikat tahun 2001 sebesar 13,2 per 100.000 dan wanita sebesar 6,2 per 100.000 penduduk. Di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita. Dari yang berasal dari beberapa rumah sakit di kota-kota besar di Indonesia memperlihatkan bahwa penderita pria lebih banyak dari wanita dengan perbandingan antara 1,5 sampai 2 : 1. Ndraha melaporkan selama Januari –Maret 2009 di Rumah Sakit Koja Jakarta dari 38 penderita sirosis hati, 63,7% laki-laki dan 36,7% wanita, terbanyak (55,3%) adalah kelompok umur 4060 tahun. Tempat Sirosis hati dijumpai di seluruh negara, tetapi kejadiannya berbeda-beda tiap negara. 23 Pada periode 1999-2004 insidensi sirosis hati di Norwegia sebesar 13,4 per 100.000 penduduk. 24 Dalam kurun waktu lima tahun (2000-2005) dari data yang dikumpulkan dari Rumah Sakit Adam Malik Medan, Klinik Spesialis Bunda dan Rumah Sakit PTPN II Medan, ditemukan 232 penderita sirosis hati. Waktu Pada tahun 2001 di Islandia insidensi sirosis hati 4% dan tahun 2002 sebesar 2,4%. 26 Pada tahun 2002, PMR sirosis hati di dunia yaitu 1,7%. 1 Di Modolvo terjadi peningkatan, dimana pada tahun 2002 CSDR sirosis hati 89,2% per 100.000 penduduk (CSDR 2002), 27 dan pada tahun 2004

sebesar 99,2% (CSDR 2004). Di Amerika Serikat terjadi peningkatan persentase kematian akibat sirosis hati sebesar 3,4% dari. tahun 2006 ke tahun 2007.

2. Tujuan a. Untuk mengetahui pengertian sirosis hepatis b. Untuk mengetahui etiologi sirosis hepatis c. Untuk mengetahui patofisiologi sirosis hepatis d. Untuk mengetahui manifestasi klinis sirosis hepatis e. Untuk mengetahui manajemen medis sirosis hepatis f. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada sirosis hepatis g. Untuk mengetahui komplikasi sirosis hepatis h. Untuk mengetahui penatalaksanaan sirosis hepatis i. Untuk mengetahui manajemen keperawatan pada klien sirosis hepatis

BAB II

PEMBAHASAN 1. Pengertian Sirosis hati adalah penyakit kronis progresif dicirikan dengan fibrosis luas (jaringan parut) dan pembentukan nodul. Sirosis terjadi ketika aliran normal darah, empedu dan metabolisme hepatik diubah oleh fibrosis dan perubahan di dalam hepatosit, duktus empedu, jalur vaskuler dan sel retikuler. Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal.Nodul-nodul regenerasi ini dapat berukuran kecil (mikronodular) dan besar (makronodular).Sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah intra hepatic, dan pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati yang secara bertahap.(Price & Wilson, 2002).

Berikut adalah empat tipe utama sirosis: ● Alkholik ● Postnekrotik ● Bilier ● Kardiak

Dua masalah klinis mayor pada sirosis adalah penurunan fungsi hati dan hipertensi porta dan berkembang pada sirosis berat.

2. Etiologi dan Faktor Risiko Penyebab sirosis belum teridentifikasi jelas, meskipun hubungan antara sirosis dan minum alkohol berlebihan telah , ditetapkan dengan baik Negara-negara dengan insidensi sirosis tertinggi memiliki konsumsi alkohol per kapita terbesar. Kecenderungan keluarga dengan predisposisi genetik,juga hipersensitivitas terhadap alkohol, tampak pada sirosis alkoholik.

Faktor risiko primer sirosis adalah mengonsumsi alkohol, khususnya pada ketiadaan nutrisi yang tepat. Klien dengan riwayat keluarga alkoholik seharusnya menghindari alkohol karena peningkatan risiko. Dengan demikian berhenti konsumsi alkohol mungkin menjadi upaya promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan atau kegiatan pemulihan kesehatan.

Sejumlah alkohol yang dikonsumsi harian tampak menjadi faktor penting dibanding pola minum (pesta versus harian) atau tipe minuman alkohol. Jika klien pada status nutrisi buruk, kemungkinan kerusakan lebih besar dan kerusakan lebih parah. Hepatitis virus adalah faktor risiko primer untuk sirosis postnekrotik, yang mana pencegahan hepatitis melalui vaksinasi dan menjaga kebersihan dengan baik menjadi kegiatan promosi kesehatan paling penting

Faktor risiko lain sirosis hati adalah sirosis bilier dengan kolestasis atau obstruksi duktus empedu pemakaian obat-obatan (seperti asetaminofen, methotrexat, atau isoniazid); kongesti hepatik dari gagal jantung sisi kanan berat; perikarditis konstriksi, penyakit pembuluh darah; kekurangan alfa-antitripsin; penyakit infiltratif (seperti amyloidosis, penyakit simpanan glikogen atau hemokromatosis), penyakit Wilson, dan defisit nutrisi terkait jalan pintas jejunum. Kelebihan dosis asetaminofen ditentukan sebagai penyebab paling sering gagal hati akut.

3. Patofisiologi Sirosis adalah tahap akhir pada banyak tipe cedera hati p Sirosis hati biasanya memiliki konsistensi noduler, dengan berkas fibrosis (jaringan parut) dan daerah kecil jaringan regenerasi. Terdapat kerusakan luas hepatosit. Perubahan bentuk hati mengubah aliran sistem vaskular dan limfatik serta jalur duktus empedu. Periode eksaserbasi ditandai dengan stasis empedu, endapan jaundis.

Hipertensi vena porta berkembang pada sirosis berat. Vena porta menerima darah dari usus dan limpa. Jadi peningkatan di dalam tekanan vena porta menyebabkan (1) aliran balik meningkat pada tekanan resistan dan pelebaran vena esofagus, umbilikus, dan vena rektus superior, yang mengakibatkan perdarahan varises (2) asites (akibat pergeseran hidrostastik atau osmotik mengarah pada

akumulasi cairan di dalam peritoneum) dan (3) bersihan

sampah metabolik protein tidak tuntas dengan akibat meningkatkan amonia, selanjutnya mengarah kepada ensefalopati hepatikum.

Kelanjutan proses sebagai akibat penyebab tidak diketahui atau penyalahgunaan alkohol biasanya mengakibatkan kematian dari ensefalopati hepatikum, infeksi bakteri (gram negatif), peritonitis (bakteri), hepatoma (tumor hati), atau komplikasi hipertensi porta.

Cedera hati Mengonsumsi alkohol Hepatitis virus Paparan toksin Berhenti mengkonsumsi alkohol

Transpantasi hati

Kerusakan hepatosit

Nyeri

Peningkatan sel darah putih

Inflamasi hati

Panas

Letih Mual Muntah

Perubahan aliran darah dan limfe

Anoreksia

Nekrosis hati

Edema

Eritema palmaris

Atropi testis

Spider angioma a

Rambut rontok

Ginekomastia

Perubahan menstruasi

Penurunan protein plasma

Asites

Edema Hipoglikemia malnutrisi

VITAMIN

NUTRISI Kecenderungan perdarahan

Penurunan metabolism bilirubin dan/atau kerusakan bilier atau obstruksi

Peringatan Perdarahan

Hiperbilirubinemia terkonjugasi dan tak terkonjugasi

Penurunan empedu di dalam saluran GI dan peningkatan urobilinogen

Jaundis

Feses berwarna seperti lempung

Urine Gelap

Urin gelp

Pembatasas an cairan

Diureti k

Edema

Hipertensi porta

Perubahan aliran darah dan limfe

Varisea esovagus

Hemoroi d

Pintas Portacav a

Splenomegali

Varises abdomen superfisial

Nekrosis Hati Perdarahan Anemia Trombositopen ia Leukopenia

Penyembuh an luka lambat

Penurunan protein dalam diet

GAGAL HATI

Kortikosteroi d

Ketidakmampuan metabolism amonia menjadi ureum

kema tian

Infeksi

Neomis in

Perubahan tidur

Esafalopa ti hepatiku m

Peningkatan serum amonia Asidosis respiratori

Bingung sampai koma

KEMATIAN

Laktulosa aa

P E R D A R A H A N

4. Manifestasi Klinis Manifestasi sirosis berkurang jika proses berhenti pada tahap awal. Sirosis adalah penyakit yang awalnya berkembang pelan. Jadi orang dengan sirosis sering terungkap kondisinya secara tidak sengaja ketika mencari pelayanan kesehatan untuk masalah lain, pada tahap awal sirosis, temuan termasuk hepatomegali (pembesaran hati), perubahan vaskular, hasil tes laboratorium abnormal. Pada palpasi teraba keras (parut), tidak halus (nodular), biasanya hati membesar (meskipun hati menjadi keras dan mengkerut pada akhir sirosis).

Pada sirosis lanjut, pengkajian diperoleh komplikasi berat dengan dasar fisiologis: asites disebabkan malnutrisi, hipertensi porta, hipoalbumin, dan hiperaldosteronisme perdarahan GI muncul dari varises esofagus (pembesaran vena), hipoprotrombinemia, trombositopenia, darn hipertensi porta dan sering mengakibatkan ensefalopati.

Splenomegali (pembesaran limpa) mengindikasikan hipertensi porta berat. Anemia, leukopenia, atau

trombositopenia mungkin akibat dari splenomegali. Hipertensi porta

mungkin menyebabkan vena dinding perut jelas nyata dan hemoroid internal.

Infeksi mungkin ada sebagai akibat dari pembesaran, limpa aktif berlebihan, menyebabkan leukopenia. Di samping itu, bakteri tinggal di dalam darah vena porta jalan pintas hati dan tidak dibuang oleh sel Kupffer selanjutnya menyebabkan infeksi. Amonia tidak lagi dibuang oleh hati lalu terakumulasi sampai tingkat toksik terhadap otak, dan mengakibatkan ensefalopati. Gagal ginjal terjadi secara cepat menggagalkan fungsi hati. Pemeriksaan laboratorium memperoleh fungsi hepatoselular terganggu: kenaikan kadar serum fungsi hati (AST,

alanine

aminotransferase

[ALT],

dan

lactate

dehydrogenase

[LDHI),

hipoalbuminemia, anemia, dan waktu protrombin memanjang. Pada biopsi hati akan didapatkan diagnosis definitif dan menunjukkan hubungan perubahan patofisiologi.

Keterangan: Efek kerusakan hati: 1) Insufisiensi hati (koma, ikterus, kerusakan hati, ascites, anemia, mudah berdarah, edema pergelangan kaki). 2) Hiperestrinime (Spider nevi, alopesia pektoralis, ginekomastia, perubahan distribusi rambut, eritema Palmaris, atrofi testis). Efek hipertensi portal: 1) Hipertensi portal (Varises esophagus, splenomegali, kaput medusa,

ascites, edema pergelangan kaki). 2) Hipersplenisme (perubahan sumsum tulang, anemia, leucopenia, trombositopenia)

5. Manajemen Medis

a. Memantau Komplikasi Asites, perdarahan varises esofagus, dan ensefalopati adalah komplikasi sirosis paling menakutkan. Gagal ginjal (sindrom hepatorenal) dan infeksi juga menjadi komplikasi yang mematikan. Anggota keluarga dan klien diajarkan manifestasi progresif gagal hati. Anggota keluarga seharusnya tahu manifestasi apa yang perlu untuk melaporkan ke dokter dan kapan mencari bantuan segera, seperti ketika perdarahan varises atau terjadi penurunan tingkat kesadaran. Klien dengan ensefalopati perlu perawatan di rumah secara ekstensif.

b. Memaksimalkan Fungsi Hati Meskipun sirosis adalah gangguan degeneratif progresif, langkah-langkah diambil untuk meminimalkan

risiko

trauma

dan

memaksimalkan

regenerasi,

dengan

demikian

memperlambat perjalanan penyakit dan memperpanjang hidup.

Diet nutrisi dianjurkan bagi klien dengan sirosis. Diet seharusnya enak/lezat, dengan kalori dan protein adekuat (75-100 g/hari) kecuali jika ensefalopati ada, protein dibatasi. Daftar makanan untuk dimasukkan edema dalam diet diberikan kepada klien dan keluarganya, asupan lemak tidak perlu dibatasi. Jika terdapat edema atau retensi cairan, maka batasi natrium dan cairan. Jika klien menerima diuretik thiazide maka diet seharusnya tinggi kalium.

Vitamin B dan vitamin larut lemak (vitamin A, D, E, dan K) umumnya diberikan kepada klien dengan sirosis alkoholik. Istirahat adekuat juga penting untuk memaksimalkan regenerasi hati. Pada sirosis postnekrosis atau posthepatik, dokter mungkin meresepkan kortikosteroid untuk mengurangi gejala sirosis dan meningkatkan fungsi hati. Medikasi lain mungkin digunakan untuk mengobati komplikasi.

c. Penatalaksanaan Penyebab yang Mendasari

Hal ini penting bahwa paparan terhadap hepatotoksin dibatasi, pengonsumsian alkohol dihindari, dan obstruksi bilier dihilangkan. Obat-obatan yang harusnya dihindari yang ditunjukkan dalam Farmakologi Terintegrasi berikut dan seharusnya dikhususkan bagi klien. Klien seharusnya didorong untuk mencari pertolongan (misalnya dari alkoholik anonim [AA]) dengan puasa alkohol.

d. Mencegah Infeksi Pencegahan infeksi diikuti dengan istirahat adekuat, diet tepat, dan penghindaran bahan hepatotoksik (minuman alkohol serta obat-obatan dan toksik kimia terhadap hati). Sebelum penemuan antibiotik, infeksi adalah penyebab utama kematian di dalam sirosis.

6. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk diagnosis sirosis hepatis, yaitu: ● SGOT (serum glutamil oksalo asetat) /SGPT (serum glutamil piruvat asetat) Dapat ditemukan kenaikan kadar SGOT dan SGPT biasanya 2 kali di atas nilai normal. Kadar SGOT/ SGPT dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu sirosis hepatis masih aktif atau inaktif. Jika nilai masih terlalu tinggi maka bisa dikatakan bahwa proses sirosis hepatis masih berlangsung dan belum tenang. Bila kadar SGOT dan SGPT masih diatas normal, apalagi kalau masih diatas dua kali nilainormal tertinggi maka proses sirosis hati belum tenang. Bila didapatkan tanda-tanda proses sirosis belum tenang, maka harus dicari sebabnya. Biasanya penyebabnya adalah masalah virologik. ● Alkali fosfatase Meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal. ● Bilirubin Konsentrasinya bisa normal pada sirosis hepatis dekompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis lanjut.

● Albumin Sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. ● Globulin Konsentrasinya meningkat pada sirosis. ● Protrombin time Mencerminkan derajat disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis memanjang. ● Natrium Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan ascites, dikaitkan dengan ketidakmampuan ekresi air bebas. ● Kelainan hematologi anemia Penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia normokrom, normositer, hipokrom mikrositer, hipokrom makrositer. Anemia dengan trombositopenia, lekopenia, dan netropenia akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme. ● HBsAg HBsAg ditemukan pada awitan infeksi akut HBV, dan karier HBV. HBeAg berhububgan dengan daya infeksi yang tinggi. HBcAg ditemukan dalam hepatosit, tidak mudah dideteksi dalam serum. IgM anti-HBc timbul pada infeksi baru terjadi hingga 6 bulan. IgG anti-HBc timbul pada skrining infeksi setelah 6 bulan. Anti-HBe timbul setelah resolusi infeksi akut. Bila didapatkan HBsAg yang positif, sebaiknya diteruskan dengan HBeAg dan anti HBeAg. Bila didapatkan HBeAg positif, ini merupakan indikasi pengobatan antiviral.

b. USG USG sudah secara rutin digunakan untuk pemeriksaannya non-invasif dan mudah digunakan, namun sensitifitasnya kurang. Pemeriksaan hepar bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hepar, permukaan hepar, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada pasien yang sama sekali secara fisik normal, diagnosa sirosis dapat dilihat melalui USG, antara lain dengan terlihatnya hepar dengan permukaan yang kasar, bertepi tumpul. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan ireguler dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hari. Selain itu, USG juga bisa melihat ascites,

splenomegali, thrombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya karsinoma pada pasien sirosis.

c. Biopsi hepar Biopsi tetap menjadi gold standart pada pasien dengan segala macam penyakit hepar, terutama pada pasien dnegan penyakit hepar kronis. Lebih bermanfaat untuk menentukan derajat keparahan & tingkat kerusakan hepar, dan memprediksi prognosis.

7. Komplikasi Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis hepatis terjadi akibat dua tipe gangguan fisiologis, yaitu liver failure (gagal sel hati) dan hipertensi portal. Manifestasi hipertensi portal adalah splenomegali, varises oesophagogastrik, serta manifestasi sirkulasi kolateral lain. Manifestasi gagal hepatoseluler adalah ikterus, edema perifer, kecenderungan perdarahan, eritema palamaris (telapak tangan merah), angioma laba-laba, fetor hepatikum, dan ensefalopati hepatik. Sedangkan, ascites (cairan dalam rongga peritoneum) dapat dianggap sebagai manifestasi kegagalan hepatoseluler dan hipertensi portal.

a. Hipertensi portal Sistem vena porta normalnya mengalirkan darah dari lambung, usus, lien, pancreas, dan kandung empedu, dan vena porta terbentuk dari persatuan dari vena mesenterika superior dan vena lienalis. Darah deoksigenasi dari usus kecil mengalir ke dalam vena mesenterika superior dengan darah dari kaput pancreas, colon ascendens, dan bagian dari colon transverase. Sebaliknya, vena lienalis mengalirkan darah dari lien dan pancreas dan bersatu pada vena mesenterika inferior, yang membawa darah dari colon transverase dan descendens sebagaimana dari 2/3 superior rectum. Dengan begitu, vena portal menerima darah dari hampir seluruh traktus gastrointestinal. Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan gradient tekanan vena porta hepatik (hepatic venous pressure gradient – HVPG) hingga > 5mmHg. Kepustakaan lain mendefinisikannya sebagai peningkatan tekanan vena porta yang menetap di atas nilai normal yaitu 6 sampai 12 H2O. Hipertensi portal disebabkan oleh kombinasi dua proses hemodinamik yang terjadi secara simultan, yaitu peningkatan resistensi intrahepatik pada jalur aliran darah yang melalui hepar karena sirosis dan nodul-nodul regeneratif, dan peningkatan aliran darah dalam lien yang terjadi sekunder akibat vasodilatasi di dalam pembuluh darah lien (menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama menghasilkan beban berlebihan pada system portal).

Hipertensi portal secara langsung bertanggung jawab atas dua komplikasi mayor sirosis, yaitu perdarahan varises dan ascites.

b. Varises Pembebanan berlebihan sistem portal merangasang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatik (varises). Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat pada esophagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena kava menyababkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esophagus). Varises sebaiknya diidentifikasi dengan endoskopi. Pencitraan abdomen, termasuk CT maupun MRI, dapat membantu menunjukkan nodul hepar dan menemukan perubahanperubahan dari hipertensi portal dengan sirkulasi kolateral intraabdominal.1 Sekitar 5 – 15% sirosis per tahun membentuk varises, dan diperkirakan bahwa sebagian besar pasien dengan sirosis akan mengalami varises selama hidup mereka. Lebih lanjut, hal ini di antisipasi secara kasar sepertiga pasien dengan varises akan berkembang menjadi perdarahan. Perdarahan dari varises ini sering menyebabkan kematian.

c. Ascites Ascites merupakan penimbunan cairan serosa di dalam cavum peritoneal yang mengandung sedikit protein. Penyebab yang paling sering dari ascites adalah hipertensi portal, meskipun ada penyebab lain seperti keganasan dan infeksi. Faktor utama patogenesis ascites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi porta) dan penurunan tekanan osmotic koloid akibat hipoalbuminemia.3 Faktor-faktor yang turut terlibat dalam pathogenesis ascites pada sirosis hepatis, sebagai berikut: ● Hipertensi porta ● Hipoalbuminemia ● Meningkatnya pembentukan dan aliran limfe hepar ● Retensi natrium/ sodium ● Gangguan ekskresi air. Mekanisme primer penginduksi hipertensi porta adalah resistensi terhadap aliran darah melalui hepar, karena peningkatan resistensi intrahepatik yang disebabkan adanya sirosis. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam jaringan pembuluh darah intestinal. Namun, terdapat juga vasodilatasi dari sistem arteri lienalis, yang juga akan berbalik menimbulkan peningkatan aliran masuk vena portal. Kedua abnormalitas ini menyebabkan peningkatan produksi limfe lien. Faktor vasodilatasi, seperti nitric oxide,

bertanggung jawab

atas efek vasdilatasi. Perubahan hemodinamik ini menyebabkan

retensi natrium/ sodium yang disebabkan oleh aktivasi sistem renin-angiotensin-aldsteron dengan berkembangnya hiperaldosteronisme sekunder (penurunan volume efektif dalam sirkulasi mengaktifkan mekanisme sistem RAA, hal sekunder dari vasodilatasi pembuluh darah lienalis).1 Efek renal meningkatkan aldosteron mengarah pada retensi natrium/ sodium juga berkntribusi pada terbentuknya ascites. Penurunan inaktivasi aldosteron sirkulasi oleh hati juga dapat diakibatkan oleh kegagalan hepatoseluler. Retensi sodium menyebabkan akumulasi dan pelebaran volume cairan ekstraseluler, dengan hasil pembentukan edema perifer dan ascites. Karena cairan terus-menerus bocor keluar dari kompartemen intravaskuler ke cavum peritoneal, sensasi dari pengisian pembuluh darah tidak kunjung tercapai, sehingga proses ini terus terjadi.

Suatu tanda ascites adalah meningkatnya lingkar abdomen. Penimbunan cairan yang sangat nyata dapat menyebabkan

napas pendek kerana diafragma terdesak. Dengan

semakin banyaknya cairan peritoneum, dapat dijumpai cairan lebih dari 500 ml pada saat pemeriksaan fisik dengan pekak alih – shifting dullness, gelombang cairan – undulasi, dan perut yang membengkak. Jumlah yang lebih sedikit dapat dijumpai dari pemeriksaan USG atau parasintesis. Pengobatan ascites, antara lain ● Pembatasan garam, metode utama ● Diuretik, digabungkan dengan diet rendah garam, pemberian bertahap menghindari dieresis berlebihan ● Parasintesis, tindakan memasukan suatu kanula ke dalam rongga peritoneum untuk mengeluarkan cairan ascites. Tidak lagi digunakan karena efek merugikan. Terdapat bahaya terjadinya hipovolemia, hipokalemia, hiponatremia, ensefalopati hepatikum, dan gagal ginjal. Cairan ascites dapat mengandung 10 – 30 g protein/ L, sehingga albumin serum kemudian mengalami deplesi, mencetuskan hipotensi, dan tertimbunnya kembali cairan ascites. Penggantian albumin secara intravena dapat diberikan. Parasintesis biasanya hanya dilakukan untuk kepentingan diagnostic dan bila ascites menyebabkan kesulitan bernapas berat akibat volume cairan yang besar.

d. Peritonitis bakterial spontan

PBS merupakan komplikasi yang umum dan parah dari tebentuknya ascites yang ditandai dengan infeksi spontan dari cairan ascites tanpa sumber intraabdominal. Pasien dengan sirosis dan ascites yang dirawat, PBS dapat timbul hingga 30% dari individu dan dapat menyebabkan kematian hingga 25%. Translokasi bakteri merupakan mekanisme yang diperkirakan terjadi pada PBS, dengan flora usus melintas ke dalam nodus limfe mesenterika, kemudian menjadi bakteremia dan berkembang pada cairan ascites. Organisme yang paling sering menginvasi adalah Escherichia coli dan bakteri usus lainnya; namun bakteri gram-positif, termasuk Streptococcus viridans, Staphococcus aureus, and Enterococcus sp., juga dapat ditemukan. Diagnosis PBS ditegakan saat contoh cairan telah diperiksa dan menunjukkan neutrofil absolute terhitung > 250/mm3. Kultur bedside langsung dapat dilakukan saat cairan ascites dikumpulkan. Pasien dengan ascites dapat mengalami demam, perubahan status mental, peningkatan jumlah sel darah putih, dan nyeri abdomen atau rasa tidak nyaman, atau dapat muncul tanpa gejala apapun. Untuk itu, perlu untuk tetap memiliki kecurigaan.

e. Sindrom hepatorenal Sindrom hepatorenal (SHR) merupakan bentuk kegagalan fungsi ginjal tanpa kerusakan patologis ginjal yang muncul sekitar 10% dari pasien dnegan sirosis lanjut atau gagal hati akut. Terdapat gangguan yang ditandai pada sirkulasi arteri renal pada pasien dengan SHR, yaitu peningkatan resistensi vaskuler bersamaan dengan penurunan resistensi vaskuler sistemik. Alasan dari vaskonstriksi renal ini multifaktorial dan sangat tidak dimengerti. Diagnosis ditegakkan biasanya pada adanya ascites dalam jumlah besar pada pasien yang mengalami peningkatan kreatinin yang progresif. 1) SHR tipe 1 ditandai dengan gangguan fungsi ginjal progresif dan reduksi bersihan kreatinin signifikan dalam 1-2 minggu. 2) SHR tipe 2 ditandai dengan reduksi laju filtrasi glomerulus dengan peningkatan kadar serum kreatinin. SHR sering pada pasien dengan ascites refraktori dan perlu diekslusi penyebab lain dari gagal ginjal akut.

f.

Ensefalopati hepatik

Ensefalopati hepatik (koma hepatikum) merupakan sindrom neuropsikiatri pada penderita penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai dengan kekacauan mental, tremor otot, dan

flapping tremor yang disebut asteriksis. Perubahan mental diawali dengan perubahan kepribadian, hilang ingatan, dan iritabilitas yang dapat berlanjut hingga kematian akibat koma dalam.

8. Penatalaksanaan Pengobatan sirosis biasanya tidak memuaskan sebab pada umumnya sirosis hati tidak dapat disembuhkan. Sebab komplikasi sirosis pada dasarnya sama dan kembali pada etiologinya, maka penting untuk mengklasifikasikan pasien sesuai penyebab penyakit hatinya sehingga dapat menentukan terapi yang sesuai. Terapi terutama ditujukan pada penyebabnya lalu mengatasi berbagai komplikasi. Manajemen komplikasi sirosis berputar sekitar terapi spesifik untuk pengobatan dari apapun komplikasi yang muncul, apakah perdarahan varises esophagus, terbentuknya ascites dan edema, atau ensefalpati. Pada pasien dengan hepatitis B kronik, banyak penelitian telah menunjukkan manfaat dari terapi antivirus, yang efektif untuk supressi/ penekanan virus, yang terbukti dengan menurunkan kadar aminotransferase dan kadar DNA HBV, dan memperbaiki keadaan histology dengan mengurangi inflamasi dan fibrosis. Beberapa uji klinis dan kasus telah menunjukkan bahwa pasien dengan penyakit hepar dekompensata dapat menjadi kompensata dengan penggunaan terapi langsung melawan hepatitis B. Penatalaksanaan sirosis hepatis dekompensata dengan etilogi hepatitis B. 1. Diet Mengusahakan diet yang tinggi kalori (1500-2000 kkal). Diet protein (1gr/kgBB/hari atau dikurangi), dapat dibatasi untuk mengurangi risiko terjadinya ensefalpati hapatik. Serta perlu menghindari obat-obat hepatotoksik. Bila didapatkan odem atau ascites maka dianjurkan diet rendah garam (< 0,5 gr/ hari).

2. Terapi antivirus Sebelum memulai pengobatan antiviral pada sirosis perlu diketahui bahwa pengobatan praktis adalah diberikan seumur hidup kecuali bila dapat dibuktikan bahwa kadar HBV DNA tetap negatif dalam jangka yang lama karena kalau diberhentikan dapat terjadi reaktivasi hepatitis B yang fatal. Pengobatan antivirus harus segera diberikan pada pasien sirosis dengan HBeAg positif. Demikian pula obat itu harus diberikan bila didapatkan kadar HBV DNA diatas 105 kopi/cc tanpa melihat hasil HBeAg. Untuk penderita dengan HBV DNA positif

dengan kadar DNA dibawah 105 kopi/cc banyak sarjana yang juga menganjurkan terapi antiviral. Akhir-akhir ini tersedia terapi termasuk lamivudine, adefovir, entecavir, dan tenofovir. Interferon juga dapat mengobati hepatitis B, namun tidak digunakan pada keadaan yang sudah sirosis. ● Agen antivirus Ada beberapa macam obat yang beredar di Indonesia yaitu: Lamivudine, Adefovir, Telbivudin dan Entecafir. a. Lamivudine (3TC™) Penelitian menunjukan bahwa lamivudin dapat dipakai pada penderita sirosis decompensata dengan DNA VHB yang positif. Sebagian besar pasien mengalami perbaikan penyakit hati dan menurunkan skor Child-Turcotte-Pugh(CTP), yang disertai dengan penurunan kebutuhan transplantasi hati pada penderita sirosis yang mendapatkan terapi Lamivudin sedikitnya selama 6 bulan. Banyak penelitian menunjukan

bahwa

pemberian

Lamivudin

untuk

pasien-pasien

sirosis

memperbaiki fungsi hati dengan hilangnya gejala-gejala sirosis misalnya: udem, asites, dan hipoalbuminemi. Bahkan salah satu penelitian menunjukan bahwa pemberian Lamivudin mengurangi angka kejadian hepatoma. Sayang resistensi terhadap Lamivudin cepat terjadi. b. Entecafir (Baraclud™) Obat tersebut angka resistensinya lebih rendah dibandingkan dengan Lamivudin dan Telbivudine. Untuk pasien yang belum pernah mendapat obat antiviral sebelumnya dosis yang diberikan adalah 0,5 mg tiap hari. Sedang untuk penderita yang sebelumnya sudah dapat obat antivirus jenis lain dosis yang dianjurkan adalah 1 mg tiap hari. Penelitian menunjukan bahwa kasiat entecafir lebih baik dibandingkan dengan lamivudin disamping angka kekebalan lebih rendah. c. Adefovir (Hepsera™) Adefovir hanya dipakai bila ada tanda-tanda ada kekebalan terhadap analog necleuside yang lain karena nefrotoksik. d. Telbivudin (Sebivo™) ● Interferon Pada perinsipnya interferon tidak boleh diberikan untuk sirosis dekompensata karena bisa menyebabkan gagal hati. PEG Interferon dapat diberikan untuk pasien-pasien sirosis dini dengan kadar SGOT SGPT diatas dua kali nilai normal tetapi kurang dari lima

kali lipat dari lima normal tertinggi untuk penderita sirosis hepatis ti dengan HBsAg positif. Penelitian menunjukan bahwa masih ada tempat untuk PEG Interferon pada pasien dengan sirosis hepatis dini yang harus dipilih dengan hati-hati (6). Kepustakaan lain menyebutkan bahwa interferon tidak diberikan pada keadaan hepatitis B yang sudah mencapai sirosis.1

3. Terapi komplikasi a. Ascites ● Diet Pasien dengan ascites dengan jumlah kecil biasanya dapat diterapi dengan diet rendah garam saja. Dianjurkan diet rendah garam (< 0,5 gr/ hari). Kepustakaan lain < 2 gr/ hari. ● Diuretik Jika jumlah ascites moderate, terapi diuretik biasanya diperlukan.1 Kepustakaan lainnya menyebutkan pemberian diuretik hanya diberikan bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretik adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatik, maka pilihan utama diuretik adalah spironolactone 100-200 mg/hari, dosis tunggal saat pertama kali, (kepustakaan lain memulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari).1,2,9 Apabila dengan dosis maksimal diuresisnya belum tercapai atau pasien memiliki edema perifer, maka dapat dikombinasikan dengan furosemid 40-80 mg/hari. Pasien yang tidak pernah mendapatkan terapi diuretik sebelumnya, kegagalan pemberian dosis terapi tersebut menunjukkan bahwa pasien tidak sesuai dengan diet rendah natrium/ garam. Jika keadaan ini sudah dipastikan dan cairan ascites tidak juga keluar maka spironolactone dapat ditingkatkan menjadi 400-600 mg/ hari dan furosemide ditingkatkan menjadi 120-160 mg/ hari. Respon pemberian diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/ hari dengan adanya edema kaki. ●

Parasintesis

Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif. Jika ascites masih ada dengan terapi diuretik tersebut maka pasien-pasien ini disebut mengalami ascites refraktori, dan terapi alternatifnya adalah melakukan parasintesis berulang

dengan volume-besar.1 Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5-10 liter / hari (4-6 liter), dengan catatan harus dilakukan infuse albumin sebanyak 6 – 8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan.2,9 Prosedur ini tidak dianjurkan pada keadaan protrombin < 40%, serum bilirubin > 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam.

b. Varises esofagus Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta (propanolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. c. Peritonitis bakterial spontan Pengobatan dengan cephalosporin generasi kedua, dengan cefotaxime menjadi antibiotik yang paling sering digunakan.1,9 Pada pasien dengan perdarahan varises, frekuensi PBS

akan

secara

signifikan

meningkat,

dan

profilaksis

melawan

PBS

direkomendasikan saat pasien datang dengan perdarahan traktus digestivus. Selanjutnya, pasien yang memiliki episode PBS dan telah membaik, sekali seminggu pemberian antibiotik dapat diberikan untuk profilaksis PBS rekuen. d. Sindrom hepatorenal Prinsipnya mengatasi perubahan sirkulasi darah di hepar, mengatur keseimbangan garam dan air.9 Pengobatan SHR sayangnya sangat sulit, dan dulunya, analog dopamine atau prostaglandin digunakan untuk pengobatan vasodilatasi renal. Belakangan ini, pasien diterapi dengan midodrine, α – agonis , bersama dnegan octreotide dan albumin intravena. Terapi terbaik untuk SHR adalah transplantasi hepar. SHR tipe 1 dan 2 memiliki prognosis buruk, kecuali transplantasi dilakukan dalam waktu singkat. e. Ensefalopati hepatik

Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/ kgBB/ hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.

4. Transplantasi Transpalantasi hepar merupakan terapi definitif pada pasien sirosis hepatis dekompensata. Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien terlebih dahulu :

Adapun skor Mayo End-Stage Liver Disease (MELD). Skor MELD ditemukan pada tahun 1999 di klinik Mayo sebagai prediktor ketahanan hidup 12 minggu yang lebih objektif pada pasien dengan penyakit hepar kronik. Skor ini digunakan untuk memprediksi pasien yang akan menjalani terapi Transjugular Intrahepatic Portosystem (TIPS) dan sebagai alat untuk menentukan prioritas pasien sirosis hepatis yang menunggu transplantasi hepar.4,9 Rumus : 3,8 x log(e)(total bilirubin, mg/dl) + 11,2 x log(e)(INR) + 9,6 x log(e)(kreatinin, mg/dl) Ketahanan hidup pasien sirosis hepatis dengan skor MELD 11.4

9. Manajemen Keperawatan pada Klien Medis

Pengkajian. Oleh karena gejala sirosis terkadang samar- samar dan tidak spesifik klien mungkin tidak menyadari penyakit dini pada perjalanannya. Kaji klien secara ketat untuk adanya manifestasi dini, seperti hepatomegali, dan secara hati hati memeriksa data laboratorium untuk adanya indikasi sirosis, Sebagaimana penyakit berkembang, kaji manifestasi komplikasi sirosis, seperti asites, hipertensi porta, atau ensefalopati hepatikum.

Ketika klien dengan sirosis dirawat di RS, gunakan data laboratorium, data pengkajian psikososial dan fisik untuk memandu perencanaan perawatan.

a. Diagnosis: Perfusi Jaringan Tidak Efektif. Oleh karena peningkatan risiko perdarahan pada klien dengan sirosis, diagnosis keperawatan Perfusi Jaringan Tidak Efektif berhubungan dengan kecenderungan perdarahan dan varises yang mungkin hemoragi umum terjadi.

Hasil yang Diharapkan. Hemoragi akan dicegah seperti dibuktikan dengan tidak adanya perdarahan, tanda vital normal, dan keluaran urine paling tidak 0,5 ml/kg/jam.

Intervensi ● Memantau untuk Perdarahan

Pantau klien untuk perdarahan gusi, purpura, melena, hematuria, dan hematemesis. Periksa tanda vital sebagaimana perintah untuk memeriksa tanda syok. Di samping itu, pantau keluaran urine. Laporkan volume yang kurang dari 0,5 ml/kg jam. ● Mencegah Perdarahan Lindungi klien dari cedera fisik jatuh atau abrasi, dan berikan suntikan hanya ketika benarbenar diperlukan, menggunakan jarum ukuran kecil. Pastikan untuk menekan secara lembut setelah penyuntikan, tetapi tidak menggosok tempat suntikan karena hal ini mungkin menyebabkan luka memar. ● Berikan Klien Pengajaran. Instruksikan klien untuk menghindari napas hidung kuat dan mengejan saat BAB Terkadang pelunak feses diresepkan untuk mencegah mengejan dan pecahnya varises. Agen antidiare diberikan untuk mengontrol diare. Jika terdapat perdarahan gusi, sarankan klien memakai sikat gigi lembut dan menahan sampai perdarahan berhenti.

b. Diagnosis: Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan dari Tubuh. Agar hati beregenerasi, klien harus memiliki tingkat zat gizi utama yang adekuat, sebaliknya, kebutuhan yang tidak terpenuhi mengarah kepada diagnosis keperawatan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan anoreksia, fungsi hati terganggu, penurunan absorpsi vitamin larut dalam lemak, dan diare

Hasil yang Diharapkan. Klien akan menerima nutrisi adekuat seperti dibuktikan dengan tidak kehilangan BB dan tidak ada gejala malnutrisi.

Intervensi ● Modifikasi Diet. Diet seharusnya memberikan banyak protein untuk membangun kembali jaringan tapi tidak cukup protein untuk mempercepat ensefalopati hepatikum (75 g protein kualitas tinggi per hari). Diet seharusnya menyediakan cukup karbohidrat untuk menjaga BB dan menghemat simpanan protein. Diet rendah lemak dan rendah garam (200-1.000 mg/hari) juga dianjurkan. Kalori harian total rentang antara 2.500-3.000. Tempatkan klien pada BB harian, asupan dan keluaran, dan hitung kalori untuk menilai keseimbangan cairan dan nutrisi.

Monitor ketat laboratorium dan nutrisi untuk gejala perbaikan atau penyimpangan lebih lanjut. Jika kadar amonia meningkat (kadar normal 70-200 mg/dl dalam darah dan 56-150 mg/dl dalam plasma), batasi makanan tinggi protein.

Jika klien asites atau edema, cairan dan juga natrium seharusnya dibatasi dalam diet. Makan dengan porsi kecil tetapi sering membuat hal ini lebih mudah bagi klien dengan anoreksia untuk makan cukup makanan. Istirahat adekuat dan suhu lingkungan stabil seharusnya dijamin untuk penggunaan kalori optimal. Pemberian resep obat seperti antasid, antiemetik, antidiare, atau katartik untuk menurunkan distres lambung, tapi hindari antiemetik seperti phenothiazine. ● Berikan Suplemen Vitamin Dokter biasanya meresepkan multivitamin untuk menjaga kesehatan, atau pada malnutrisi berat, diberikan vitamin dengan kadar terapeutik. Juga, vitamin A, D, E, dan K diberikan jika absorpsi lemak adekuat. Seringkali vitamin K injeksi diberikan untuk memperbaiki faktor pembekuan. Klien dengan malabsorpsi berat mungkin perlu vitamin IV dengan suplementasi kalsium glukonat. Dorong keluarga atau teman memberikan makanan yang diinginkan sesuai dengan yang diizinkan.

c. Diagnosis: Intoleransi Aktivitas. Klien dengan sirosis sering mengalami letih berat, mengarah kepada diagnosis keperawatan Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan tirah baring, letih, kurang energi dan perubahan pernapasan sekunder terhadap asites.

Hasil yang Diharapkan. Klien akan menjaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas seperti dibuktikan dengan tidak ada letih dan masalah yang berhubungan dengan imobilitas.

Intervensi. Dokter sering meresepkan istirahat bagi klien dengan sirosis, tapi berapa lama istirahat yang diperlukan masih diperdebatkan. Selama periode malfungsi akut,

istirahat mengurangi

kebutuhan metabolik pada hati dan meningkatkan sirkulasi. Perencanaan jangka panjang termasuk konseling klien untuk istirahat sering dan menghindari letih yang tidak perlu.

d. Diagnosis: Resiko Cedera. Diagnosis: Risiko Cedera. Oleh karena hati pada status sangat berbahaya, asupan alkohol atau hepatotoksin lain seharusnya berhenti segera. Sebaliknya, diagnosis keperawatan Risiko Cedera berhubungan dengan asupan hepatotoksin berkelanjutan menjadi tepat

Hasil yang Diharapkan. Klien tidak akan menderita cedera dari asupan hepatotoksin yang berkelanjutan seperti dibuktikan dengan penghentian minuman dan menghindari obat obat yang mungkin menyebabkan kerusakan lebih lanjut

Intervensi. Yakinkan bahwa semua obat hepatotoksk yang diketahui (termasuk alkohol) tidak dimasukkan ke dalam rejimen terapeutik dan anggap dosis semua obat dimetabolisme oleh hati yang sudah menurun kemampuannya. Hindani pemberian sedatif dan opioid.

e. Diagnosis: Perlindungan Tidak Efektif. Oleh karena hipertensi porta dan penurunan kemampuan menyaring dari hati, diagnosis keperawatan Perlindungan Tidak Efektif berhubungan dengan penyalahgunaan alkohol dan nutrisi tidak adekuat mungkin disesuaikan

Hasil yang Diharapkan. Klien tidak akan mengalami infeksi sistemik atau peritonitis bakteri spontan dengan asites.

Intervensi. Klien dengan sirosis mungkin mengalami peritonitis bakteri spontan dengan asites, angka kematian tinggi jika ini terjadi. Peran Anda sebagai perawat adalah memonitor gejala infeksi dan memberikan antibiotik sesuai resep. Antibiotik diperlukan untuk mengontrol flora usus yang memperburuk ensefalopati.

Evaluasi. Hasil akhir sirosis bergantung pada kemampuan klien berhenti minum alkohol atau bahan toksik lain terhadap hati cukup awal untuk mencegah kerusakan hati menetap. Jika obstruksi

bilier penyebab sirosis, klien harus mencari penatalaksanaan medis atau bedah lebih lanjut. Sekali kerusakan meluas terjadi, klien tidak akan sembuh dan penyakit berkembang dengan gejala gagal hati.

10. Perawatan Mandiri Klien dengan sirosis ditangani d rumah jika tidak mengalami komplikasi atau pada stadium akhir dari proses penyakit. Oleh karena itu, penting untuk mengajarkan klien bagaimana menjaga nutrisi adekuat, bergantian antara istirahat dan aktivitas, serta menghindari bahan hepatotoksik. Merujuk ke lembaga yang sesuai atau dukungan kelompok guna membantu berhenti merokok. Memberikan rujukan ke lembaga dukungan keperawatan komunitas sesuai kebutuhan. Jika klien terpapar agen hepatotoksik di tempat kerja, sarankan klien berupaya pindah pekerjaan tekankan bahwa pemeriksaan teratur dan tes darah untuk mengikuti perkembangan penyakit diperlukan.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Sirosis merupakan kondisi yang menggambarkan suatu keadaan histopatologi dan memiliki banyak manifestasi klinik yang beragam, beberapa di antaranya dapat mengancamjiwa. Pasien dengan sirosis dapat dibagi menjadi beberapa kelompok besar yaitu sirosis alkoholik, sirosis karena virus hepatitis kronis, sirosis billiaris, dan penyebab lainnya yang lebih jarang seperti sirosis kardiak, sirosis kriptogenik, dan penyebab lainnya. Terlepas dari penyebab sirosis, bentuk patologis sirosis ialah terbentuknya fibrosis yang mengarah pada kerusakan arsitektural dengan pembentukan nodul regeneratif. Kemudian menyebabkan berkurangnya massa hepatoseluler, dan berkurangnya fungsi, dan

berbaliknya aliran darah. Induksi/ permulaan fibrosis terjadi dengan adanya aktivasi dari sel stelata hepatis, menghasilkan bentukan kolagen dalam jumlah banyak dan komponen matriks ekstrasesluler lainnya. Pasien yang mengalami sirosis memiliki derajat yang beragam dari fungsi hepar terkompensasi dan peril dibedakan antara sirosis kompensata yang

stabil dan sirosis

dekmpensata. Transplantasi hepar diperlukan bagi yang mengalami penyakit hepar dan menjadi keadaan dekompensata. Komplikasi signifikan yang terjadi pada keadaan sirosis adalah hipertensi portal, yang bertanggung jawab atas terjadinya ascites dan perdarahan dari varises oesophagosastrik. Selain itu, hilangnya fungsi hepatoseluler menyebabkan jaundice, gangguan koagulasi, dan hipoalbuminemia dan berkontribusi pada penyebab dari portosistemik ensefalopati. Sebab komplikasi sirosis pada dasarnya sama dengan etiologinya, maka penting untuk mengklasifikasikan pasien sesuai penyebab penyakit hatinya

DAFTAR PUSTAKA

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 2006, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Joyne M. Black, Jane Hokanson Hawks, 2014, Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis Untuk Hasil yang diharapkan, Jakarta: Penerbit Salemba Medika

Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Soeparman. (2004). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta

Related Documents