ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KRISIS MIASTENIK
DISUSUN Oleh: Kelompok 3 DAMERIANA SARAGIH SOPRIANUS LAIA YAHDINI MAGHFIRA MICAHEL PASARIBU
Dosen Pengajar: Ns. Elida Sinuraya,M.Kep
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA 2018
BAB I PENDAHULUAN 1.1
latar Belakang
Miastenia crisis merupakan komplikasi dari myasthenia gravis ditandai dengan memburuknya kelemahan otot dan dapat mengakibatkan kegagalan pernapasan yang mengancam kehidupan. Airway, Breathing and Circulation life support sangat penting dalam manajemen krisis miastenia disamping pemberian obat-obatan. Pasien dengan miasthenia crisis umumnya memerlukan perawatan di ICU. Artikel ini memberikan update mengenai tatalaksana miasthenia crisis Myasthenia gravis (MG) adalah suatu gangguan autoimun yang mempengaruhi transmisi neuromuskuler, menyebabkan kelemahan umum atau lokal yang ditandai dengan fatigability. Angka kejadian tahunan 0,25-2 pasien per 100 000. Myasthenia gravis paling sering dikaitkan dengan antibodi terhadap reseptor acetylcholine (AChR) di pos-sinaptik motor end plate. Miastenia crisis merupakan komplikasi dari myasthenia gravis yang ditandai dengan memburuknya kelemahan otot dan dapat mengakibatkan kegagalan pernapasan yang mengancam kehidupan Ekserbasi akut yang menyebabkan distress respiratorik parah harus ditangani segera secara darurat dan membutuhkan rawat inap.trakeotomi,ventilasi tekanan positif dan pengisian seksama untuk membuang sekresi biasanya membawa kemajuan dalam beberapa hari.karena antikolinesterase tidak efektif pada pasien yang mengalami krisis miastenik dan terapi ini dihentikan sampai fungsi respiratorik mengalami kemajuan 1.2
Tujuan 1. Mengetahui Konsep dasar Krisismiastenia dan patofisiologi 2. Mengetahui Keluhan dan tanda gejala 3. Mengetahui Pemeriksaan fisik sistem neurology 4. Mengetahui Pemeriksaan diagnostic
5. Mengetahui Penatalaksanaan pada fase emergency 6. Mengetahui Masalah keperawatan prioritas 7. Mengetahui
Tindakan
farmakologis,Healthedukasi
keperawatan
;Mandiri;Kolaborasi;
terapi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Konsep Krisis Myestenia Miastenia gravis adalah salah satu karakteristik penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada neuromuscular junction. Hal ini ditandai oleh suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan
secara
terus-menerus
dan
disertai
dengan
kelelahan
saat
beraktivitas.Sebelum memahami tentang miastenia gravis,pengetahuan tentang anatomi dan fungsi normal dari neuromuscular junction sangatlah penting.Membran presinaptik (membran saraf), membran post sinaptik (membran otot), dan celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk neuromuscular junction.Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada patofisiologi miastenia gravis, dimana antibodi yang merupakan produk dari sel B justru melawan reseptor asetilkolin. Miastenia
crisis
merupakan komplikasi dari myasthenia gravis ditandai dengan
memburuknya kelemahan otot dan dapat mengakibatkan kegagalan pernapasan yang mengancam kehidupan. Airway, Breathing and Circulation life support sangat penting dalam manajemen krisis miastenia disamping pemberian obat-obatan. Pasien dengan miasthenia crisis umumnya memerlukan perawatan di ICU. Artikel ini memberikan update mengenai tatalaksana miasthenia crisis(Linda C,dkk,2016) 2.2
Tanda Dan Gejala
Krisis miastenik ditandai dengan perburukan kelemahan secara tiba-tiba pada pasien yang menderita miastenia gravis.pasien tidak berespon terhadap peningkatan obat antikolinesterase dan mengalami kelemahan berat,disfagia dan gangguan pernapasan. Tanda-tanda kelemahan yg berhubungan dgn bengkak termasuk disfagia, regurgitasi hidung, kelemahan rahang (rahang penutupan lebih lemah dari rahang membuka), bifacial paresis dan kelemahan lidah. 2.3
Etiologi Krisis miastenik disebabkan oleh kelemahan yang berat dari otot-otot pernafasan, otototot saluran nafas bagian atas (miastenia bulbar), atau keduanya. Baik otot-otot pernafasan inspirasi dan ekspirasi dapat terpengaruh, yang bermanifestasi sebagai dispnea. Inspirasi dihasilkan utamanya oleh otot-otot diafragma dan interkostal eksternal dan dibantu oleh otot-otot sternokleidomastoid dan scalene. Walaupun ekspirasi biasanya bersifat pasif, otot-otot abdominal dan interkostal internal juga membantu. Myasthenia gravis diakibatkan oleh adanya gangguan penghantaran sinyal saraf menuju otot. Gangguan hantaran sinyal ini diduga disebabkan oleh suatu kondisi autoimun. Autoimun merupakan sebuah kondisi di mana sistem kekebalan tubuh seseorang mengalami kelainan sehingga menyerang jaringan dan saraf yang sehat pada tubuh. Kondisi autoimun ini diduga akan memengaruhi dua hal:
Hantaran sinyal saraf. Sinyal saraaf akan dihantarkan menuju ujung-ujung persarafan untuk menghasilkan sebuah senyawa kimia yang disebut dengan asetilkolin. Asetilkolin ini akan ditangkap oleh reseptor-reseptor di otot, sehingga menghasilkan kontraksi otot. Pada kondisi autoimun, sistem kekebalan tubuh akan menghasilkan protein-protein yang menghancurkan reseptor di otot tersebut. Akibatnya, asetilkolin tidak dapat ditangkap oleh otot, sehingga otot akan melemah karena tidak mampu berkontraksi.
Kelenjar timus. Kelenjar timus merupakan salah satu organ yang berfungsi menghasilkan antibodi. Para pakar juga menduga bahwa kelenjar timus berperan dalam munculnya penyakit autoimun ini. Pada kondisi normal, ukuran kelenjar timus seseorang
akan membesar selama masa kanak-kanak dan menyusut menjelang dewasa. Tetapi pengidap myasthenia gravis dewasa umumnya mengalami keabnormalan dengan memiliki kelenjar timus yang berukuran besar. Sekitar 1 dari 10 penderita myasthenia gravis memiliki tumor jinak pada kelenjar timus.
Disfungsi pernafasan juga dapat bermanifestasi sebagai obkstruksi saluran pernafasan atas jika terjadi kelemahan dari otot-otot saluran nafas atas atau bulbar. Kelemahan otot saluran nafas atas dapat menyebabkan terjadinya gagal nafas karena terjadinya kolaps orofaringeal atau obstruksi lidah dan terjadinya peningkatan usaha nafas oleh otot pernafasan yang sudah lemah melawan saluran nafas yang sudah tertutup. Tanda dari kelemahan bulbar adalah disfagia, regurgitasi nasal, suara dengan kualitas hidung, suara pelo, kelemahan rahang (menutup rahang lebih lemah dari membuka rahang), paresis bifasial, dan kelemahan lidah. 2.4
Patofisiologi Asetilkolin atau Acetylcholine adalah neurotransmitter yang diproduksi oleh neuron yang disebut sebagai neuron kolinergik. Pada sistem saraf perifer acetylcholine berperan dalam gerakan otot rangka, serta dalam ipengaturan otot polos dan otot jantung. Dalam sistem saraf pusat asetilkolin diyakini terlibat dalam pembelajaran, ingatan, dan sauasana hati.
Struktur Asetilkolin Acetylcholine disintesis dari choline dan acetyl coenzyme A melalui tindakan enzim choline acetyltransferase dan dikemas ke dalam vesikula terikat membran. Setelah adanya sinyal saraf pada penghentian akson, vesikula menyatu dengan selaput sel, menyebabkan pelepasan asetilkolin ke dalam celah sinaptik. Agar sinyal saraf terus
berlanjut, asetilkolin harus menyebar ke neuron atau sel otot terdekat lainnya, di mana ia akan mengikat dan mengaktifkan protein reseptor. Ada dua tipe utama reseptor kolinergik, nikotinik dan muskarinik. Reseptor nikotinik terletak pada sinap atau sambungan antara dua neuron dan pada sinapsis antara neuron dan sel otot skeletal. Setelah aktivasi reseptor nikotin bertindak sebagai saluran untuk pergerakan ion masuk dan keluar dari neuron, yang secara langsung menghasilkan depolarisasi neuron. Reseptor muskarinik, terletak di sinapsis saraf dengan otot halus atau jantung, memicu rangkaian kejadian kimia yang disebut sebagai sinyal transduksi.
Asetilkolin (Foto : RAJ Colection) Bagi neuron kolinergik untuk menerima impuls lain, asetilkolin harus dilepaskan dari reseptor yang telah diikatnya. Ini hanya akan terjadi jika konsentrasi asetilkolin di celah sinaps sangat rendah. Konsentrasi asetilkolin sinaps rendah dapat dipertahankan melalui reaksi hidrolisis yang dikatalisis oleh enzim asetilkolinesterase. Enzim ini menghidrolisis asetilkolin menjadi asam asetat dan kolin. Jika aktivitas asetilkolinesterase terhambat, konsentrasi sinaptik asetilkolin akan tetap lebih tinggi dari biasanya. Jika penghambatan ini tidak dapat diubah, seperti dalam kasus terpapar banyak gas syaraf dan beberapa pestisida, akan menyebabkan berkeringat, penyempitan bronkial, kejang, kelumpuhan, dan kemungkinan kematian bisa terjadi. Meskipun penghambatan ireversibel itu berbahaya, efek menguntungkan dapat diturunkan dari inhibisi sementara (reversibel). Obat yang menghambat asetilkolinesterase secara reversibel telah terbukti meningkatkan daya ingat pada beberapa orang yang mempunyai penyakit Alzheimer. Selama respirasi, paru-paru expand dan recoil dalam dua cara: dengan gerakan diafragma ke bawah dan ke atas untuk memperluas dan mempersempit rongga dada, dan dengan elevasi dan depresi dari tulang rusuk untuk meningkatkan- menurunkan diameter
anteroposterior dada Pada gagal pernafasan neuromuskuler, fungsi ventilasi menurun melalui dua mekanisme: 1. kelemahan otot pernapasan atau kelelahan (melibatkan diafragma dan otot-otot interkostal). 2. kelemahan orofaringeal, yang mengarah ke obstruksi saluran napas bagian atas dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret. Kelemahan otot pernafasan menyebabkan tidal volume pernapasan rendah dan pertukaran gas yang buruk menyebabkan takipnea dan kemudian hiperkapnia selanjutnya bisa memperburuk hipoksia tersebut. Secara klinis, pasien akan sering berhenti selama bicara dan sesak napas pasien membaik dalam posisi tegak Pasien myasthenia gravis yang mengalami kesulitan pernapasan dapat mengalami krisis miastenia atau krisis kolinergik. Sebelum kemungkinan ini dapat dibedakan, pastikan ventilasi dan oksigenasi memadai sangat penting. Pasien dengan krisis miastenia dapat mengalami apnea tiba-tiba, dan mereka harus diperhatikan dengan seksama.
2.5
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: A.
Pemeriksaan Laboratorium 1. Antibodi reseptor anti-asetilkolin Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis, di mana terdapat hasil yang postitif pada 74% pasien. Sekitar 80% penderita miastenia gravis generalisata dan 50% penderita dengan miastenia okular murni menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin reseptor antibodi yang positif.
Titer antibodi lebih tinggi pada penderita miastenia gravis dalam kondisi yang parah, walaupun titer tersebut tidak dapat digunakan untuk memprediksikan derajat penyakit miastenia gravis. 2. Antibodi anti striated muscle (anti-SM) Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis. Tes ini menunjukkan hasil positif pada sekitar 84% pasien yang menderita thymoma dalam usia kurang dari 40 tahun. Pada pasien tanpa thymoma dengan usia lebih dari 40 tahun, antibodi anti-SM dapat menunjukkan hasil positif 3. Antibodi anti-muscle-specific kinase (MuSK) Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil antibodi antiAChR Ab negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk antibodi anti-MuSK.11 Antibodi antistriational Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan adanya antibodi yang berikatan dalam pola cross-striational pada otot rangka dan otot jantung penderita. Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada reseptor protein titin dan ryanodine (RyR). Antibodi ini selalu dikaitkan pada pasien thymoma usia muda dengan miastenia gravis. Terdeteksinya titin/RyR antibody merupakan suatu kecurigaaan yang kuat akan adanya thymoma pada pasien muda dengan miastenia gravis. B. Elektrodiagnostik 1. Repetitive Nerve Stimulation (RNS) Pada penderita miastenia gravis terdapat penurunan jumlah reseptor asetilkolin, sehingga pada RNS tidak terdapat adanya suatu potensial aksi. Single-fiber Electromyography (SFEMG) Metode ini menggunakan jarum single-fiber yang memiliki permukaan kecil untuk merekam serat otot penderita. SFEMG dapat mendeteksi suatu jitter (variabilitas pada interval interpotensial di antara 2 atau lebih serat otot tunggal pada motor unit yang sama) dan densitas fiber (jumlah potensial aksi dari serat otot tunggal yang dapat direkam oleh jarum perekam). SFEMG mendeteksi adanya defek transmisi pada fiber neuromuskular berupa peningkatan jitter dan
densitas fiber yang normal.Imaging :Chest X Ray(CXR) :diindikasikan untuk menentukan adanya aspirasi atau pneumonia yang biasanya terjadi pada pasien myestenia gravis CT Scan dan MRI dada sangant akurat untuk menentukan adanya thymoma,setiap pasien dengan myestenia gravis harus di skrining dengan neoplasmma ini Untuk penegakan diagnosis krisis miastenia, dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut: 1. Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama kelamaan akan terdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi kurang terang. Penderita menjadi anartris dan afonis. 2. Penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya secara terus-menerus. Lama kelamaan akan timbul ptosis. Setelah suara penderita menjadi parau atau tampak ada ptosis, maka penderita disuruh beristirahat. Kemudian tampak bahwa suaranya akan kembali baik dan ptosis juga tidak tampak lagi. Untuk memastikan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan beberapa tes antara lain: 1. Uji Tensilon (edrophonium chloride) Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila tidak terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara intravena. Segera sesudah tensilon disuntikkan hendaknya diperhatikan otot-otot yang lemah seperti misalnya kelopak mata yang memperlihatkan ptosis. Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka ptosis itu akan segera lenyap. Pada uji ini kelopak mata yang lemah harus diperhatikan dengan sangat seksama, karena efektivitas tensilon sangat singkat. 2. Uji Prostigmin (neostigmin) Pada tes ini, penderita disuntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin methylsulfat secara intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin ¼ atau ½ mg). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis maka gejala-gejala seperti misalnya ptosis, strabismus atau kelemahan lain tidak lama kemudian akan lenyap. 3.
Uji Kinin
Penderita diberikan 3 tablet kinin masing-masing 200 mg. Tiga jam kemudian diberikan 3 tablet lagi (masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus, dan lain-lain akan bertambah berat. Untuk uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-gejala miastenik tidak bertambah berat.13 2.6
Penanganan
A.
Airway and Breathing Membuka jalan napas, penyedotan cairan sekret. Pemberian oksigen aliran tinggi, dan mengukur saturasi oksigen dengan pulse oksimetri. Jika pernapasan tetap tidak memadai, ventilasi dengan bag-valve mask sambil siapkan intubasi segera.Setelah jalan napas aman, penyelidikan penyebab memburuknya myasthenia gravis dapat dilanjutkan, dengan penyebab yang paling umum infeksi, diikuti oleh pengobatan yang tidak memadai dengan cholinesterase inhibitor.
B.
Penatalaksanaa Klinis Mencakup
strategi
berikut:pemakaian
neuromuscular,imunosupresi
jangka
obat
panjang
untuk dengan
meningkatkan kortikosteroid
transmisi ,azatrioprin
(imuran),siklofosfamid atau siklosporin.pengobatan utama adalah immunomodulation dengan dosis tinggi oral steroid, imunoglobulin intravena (IVIG), dan pertukaran plasma (PLEX) untuk menghapus antibodi autoimun reseptor asetilkolin, yang bertanggung jawab untuk neuromuscular junction disfungsi. pasien Myasthenia mungkin memiliki penyakit autoimun lainnya bersamaan seperti Tiroiditis akut dan polymyositis yang dapat berdampak pada penyakit dan pengobatan mereka. Nilai-nilai laboratorium normal yang dapat mempengaruhi otot kekuatan juga dapat diperbaiki. Kalium, magnesium, dan penipisan fosfat dapat semua memperburuk krisis myasthenic. Hematokrit kurang dari 30% yang mempengaruhi kelemahan dan Adequate nutrisi penting untuk menghindari keseimbangan energi negative dan memburuknya kekuatan otot. 2.7
Komplikasi
Demam adalah komplikasi paling umum yang terkait dengan krisis myasthenic. Komplikasi infeksi termasuk radang paru-paru, bronkitis, infeksi saluran kemih, Clostridium difficilecolitis, bacteremia, dan sepsis. Bila dibandingkan dengan pasien untuk Non-krisis MG, pasien dengan myasthenic krisis lebih cenderung mengalami sepsis,trombosis vena, dan komplikasi jantung termasuk infark miokard akut, jantung kongestif, aritmia dan serangan jantung.
BAB III TEORI KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian A. Anamnesa
Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status B. Keluhan utama Yang sering menyebabkan klien miastenia krisis minta pertolongan kesehatan sesuai kondisi dari adanya penurunan atau kelemahan otot-otot dengan manifestasi diplopia (penglihatan ganda), ptosis ( jatuhnya kelopak mata, dapat gambar 8-4) merupakan keluhan utama dari 90% klien miestenia gravis, disfonia (gangguan suara), masalah menelan, dan menguyah makanan. Pada kondisi berat keluhan utama biasanya adalah ketidak mampuan menutup rahang, ketidakmampuan batuk efektif, dan dispenia C. Riwayat Penyakit Saat Ini Miastenia krisis juga menyerang otot-otot wajah, laring, dan faring. Keadaan ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika klien mencoba menelan (otot-otot palatum) menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal, dan klien tidak mampu menutup mulut yang dinamakan sebagi tanda rahang menggantungTerserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemah dan akhirnya dapat berupa serangan dispenea dan klien tak lagi mampu membersihkan lendir dari trakea dan cabangcabangnya.Pada kasus lanjut, gelang bahu dan panggul dapat terserang dan terjadi kelemahan semua otot-otot rangka. Biasanya gejala-gejala miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahat dan memberikan obat antikolinesterase D. Riwayat Penyakit Dahulu Kaji faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit yang memperberat kondisi miastenia krisis seperti hipertensi dan diabetes militus. E. Riwayat Penyakit Keluarga kaji kemungkinan dari generasi terdahulu yang mempunyai persamaan dengan keluhan klien saat ini F. Pengkajian Psiko Sosio Spiritual Klien miastenia krisis sering mengalami gangguan emosi dan kelemahan otot apabila mereka berada dalam keadan tegang. Adanya kelemahan pada kelopak mata (ptosis),
dilopia, dan kerusakan dalam komunikasi verbal menyebabkan klien sering mengalami gangguan citra diri. G. Pemeriksaan Fisik 1. B1 (breathing) Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan atau penurunan batuk efektif, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, Dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut dan peningkatan frekuensi pernafasan sering didapatkan pada klien yang disertai adanya kelemahan otot-otot pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi dan stridor pada klien menandakan adanya akumulasi sekret pada jalan napas dan penurunan kemampuan otot-otot pernapasan 2. B2 (blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskuler terutama dilakukan untuk memantau perkembangan status kardiovaskuler, terutama denyut nadi dan tekanan darah yang secara progresif akan berubah sesuai dengan kondisi tidak membaikya status pernapasan,Hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi 3. B3(brain) Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Kelemahan otot ektraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata atau dislopia intermien, bicara klien mungkin disatrik 4. B4 (bladder) Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume output urine,ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. Pemeriksaan lainnya berhubungan dengan Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih. 5. B5 (bowel) Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien miastenia gravis menurun karena ketidakmampuan menelan maknan sekunder dari kelemahan otot-otot menelan.pemeriksaan lainnya berhubungan dengan kelemahan otot diafragma dan peristaltic usus turun 6. B6 (bone)
Adanya kelemahan otot-otot volunter memberikan hambatan pada mobilitas dan mengganggu aktifitas perawatan diri. Pemeriksaan lainnya berhubungan dengan Gangguan aktifitas/ mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan. Tingkat kesadaran Biasanya pada kondisi awal kesadaran klien<8 Fungsi serebral Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya,nilai gaya bicara dan observasi ekspresi wajah, aktifitas motorik yang mengalami perubhan seperti adanya gangguan perilaku, alam perasaan, dan persepsi. Pemeriksaan syaraf cranial Saraf I : Biasanya pada klien tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan Saraf II : Penurunan pada tes ketajaman penglihatan, klien sering mengeluh adanya penglihatan ganda Saraf III, IV dan VI : Sering didaptkan adanya ptosis. Adanya oftalmoglegia (dapat dilihat pada gambar 8-5), mimik dari pseudointernuklear oftalmoglegia akibat gangguan motorik pada saraf VI Saraf V : Didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat kelumpuhan pada otot-otot wajah. SarafVII : Persepsi pengecapan teganggu akibat adanya gangguan motorik lidah/triplefurrowed lidah Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi Saraf IX dan X : Ketidakmampuan dalam menelan Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternoklidomastoideus dan trapezius Saraf XII : Lidah tidak simetris, adanya deviasi pada satu sisi akibat kelemahan otot motorik pada lidah/triple-furrowed lidah Sistem motoric Karakteristik utama miastenia gravis adalah kelemahan dari sistem motorik. Adanya kelemahan umum pada otot-otot rangka memberikan manifestasi pada hambatan mobilitas dan intoleransi aktivitas klien.
3.2 Diagnosa Keperawatan a. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan keletihan otot pernafasan b. Gangguan persepsi sensori b/d ptosis dan diplobia c. Resiko tinggi cedera b/d fungsi indra penglihatan tidak optimal d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan e. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia, gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral
3.3 Intervensi keperawatan Diagnosis
Keperawatan
1
: Definisi NANDA-I :
inspirasi dan/atau
Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan ekspirasi yang tidak memberi ventilasi dengan keletihan otot pernafasan
adekuat
Domain : 4 aktivitas/istirahat Kelas
: 4 respons kardiovaskular/pulmonal
NO
DIAGNOSA
TUJUAN
1.
Ketidakefektif Setelah
HASIL
INTERVENSI
dilakukan 1. Respon penyapihan ventilasi 1. Manajemen
an pola nafas tindakan
mekanis : orang dewasa :
yang
keperawatan
penyesuaian
berhubungan
selama 1x 24 jam Pasien akan : Mempunyai
pernapasan
dengan keletihan otot pernafasan
kecepatan irama
dan
pernapasan
dalam batas normal
nafas
:
memfasilitasi kepatenan jalan napas
sistem 2. Ventilasi mekanis : menggunakan dan
fisiologis
terhadap proses pelepasan dari ventilasi
jalan
mekanis
alat buatan untuk membantu pasien bernapas
secara 3. Pemantauan
bertahap
pernapasan
mengumpulkan
2. Status pernapasan : kepatenan
data
pasien
:
dan
menganalisis
untuk
memastikan
jalan napas : jalur napas
kepatenan jalan nafas dan pertukaran
trakeobronkial
gas yang adekuat
bersih
dan
terbuka untuk pertukaran gas 3. Status respirasi : ventilasi : pergerakan udara ke dalam dan ke luar paru
4. Bantuan ventilasi : meningkatkan pola
pernapasan
spontan
yang
optimal sehingga memaksimalkan pertukaran
oksigen
dan
karbondioksida di dalam paru 4. Status tanda vital : tingkat 5. Pemantauan tanda vital : suhu ,nadi,pernapasan,dan mengumpulkan dan menganalisis tekanan darah dalam rentang data kardiovaskuler,pernapasan, dan normal
suhu tubuh pasien untuk menentukan dan mencegah komplikasi
Diagnosis Keperawatan 2 :
Definisi NANDA-I : perubahan pada jumlah atau
Gangguan persepsi sensori b/d ptosis pola stimulus yang diterima, yang disertai respon
dan diplobia
terhadap stimulus tersebut yang dihilangkan,
Domain : -
dilebihkan , disimpangkan atau dirusakkan
Kelas
:-
NO
DIAGNOSA TUJUAN
2.
Gangguan
Setelah
persepsi
tindakan
HASIL
INTERVENSI
dilakukan 1. Distorsi keperawatan
kendali
pikir 1. Peningkatan
komunikasi
defisit
diri : pembatasan diri
penglihatan : membantu pembelajaran dan penerimaan metode alternatif untuk
sensori
b/d selama 2x 24 jam
terhadap
ptosis
dan
persepsi,proses piker, dan
menjalani
isi piker
fungsi penglihatan
diplobia
:
gangguan
hidup
dengan
penurunan
Pasien akan : Menunjukkan
status
neurologis
fungsi 2. status neurologis : fungsi 2. Manajemen waham : meningkatkan
:
motorik
motorik
sensorik/cranial
yang
/kranial
dibuktikan
tidak
saraf
sensorik :
kemampuan
kranial
untuk
adanya gangguan pada
mengenali
impuls
penglihatan
sensorik dan motoric 3. Fungsi
sensorik
kutaneus
:
kenyamanan ,keamanan, dan orientasi realitas
pasien
yang
mengalami
keyakinan yang kuat dan salah yang tidak sesuai dengan kenyataan 3. Manajemen lingkungan : memanipulasi
:
tingkat
lingkungan sekitar pasien untuk manfaat terapeutik
stimulasi terhadap kulit 4. Manajemen halusinasi : meningkatkan dirasakan dengan tepat 4. Perilaku penglihatan
keamanan,kenyamanan,dan
kompensasi
realitas
:
halusinasi
pribadi
tindakan
pasien
yang
orientasi mengalami
untuk 5. Pemantauan neurologis : mengumpulkan
mengompensasi
dan menganalisis data pasien untuk
gangguan penglihatan
mencegah
atau
meminimalkan
komplikasi neurologis
Diagnosis Keperawatan 3 : Resiko tinggi Definisi NANDA-I :
berisiko mengalami
cedera b/d fungsi indra penglihatan tidak cedera sebagai akibat kondisi lingkungan optimal
yang berinteraksi dengan sumber adaptif dan
Domain : 11 Keamanan/perlindungan
sumber detensif individu
Kelas
N
DIAGNOSA
: 2 cedera fisik
TUJUAN
HASIL
INTERVENSI
O 3.
Resiko
tinggi Setelah melakukan 1. perilaku
cedera fungsi
b/d tindakan
personal
indra keperawatan selama
penglihatan tidak optimal
1x 2 jam Pasien akan : Mempersiapkan lingkungan aman
keamanan 1. Fasilitasi :
komunikasi
:
gangguan
Tindakan
penglihatan : membantu dalam menerima
individu dewasa untuk
dan mempelajari metode alternatif agar
mengendalikan perilaku
dapat
yang
kemampuan melihat
menyebabkan
cedera fisik
hidup
memantau
dan
keparahan cedera akibat
lingkunganfisik
kecelakaan dan trauma
keamana
risiko
:
tindakan individu untuk mencegah ,menghilangkan mengurangi
penurunan
2. Manajemen lingkungan : keamanan :
yang 2. keparahan cedera fisik :
3. pengendalian
dengan
atau ancaman
kesehatan yang dapat dimodifikasi lingkungan rumah yang aman
3. Pencegahan
memanipulasi
untuk
jatuh
:
memfasilitasi mempraktikkan
tindakan kewaspadaan khusus bersama pasien berisiko terhadap cedera akibat terjatuh 4. Edukasi kesehatan : mengembangkan dan memberikan bimbingan dan pengalaman belajar untuk memfasilitasi adaptasi secara sadar
perilaku
yang
kondusif
untuk
kesehatan individu , keluarga, kelompok,
4. pengaturan fisik untuk
dan komunitas
meminimalkan
faktor 5. Identifikasi risiko : menganalisis faktor lingkungan yang dapat risiko potensial, menentukan risiko menyebabkan bahaya kesehatan dan memprioritaskan strategi atau
cedera
fisik
di
rumah
penurunan risiko untuk individu atau kelompok
5. Status fungsi sensorik : 6. Surveilans keamanan : mengumpulkan derajat persepsi individu
dan
menganalisis
informasi
terarah
yang
sesuai
terhadap
mengenai pasien dan lingkungan untuk
stimulus
dimanfaatkan dalam meningkatkan dan
kulit,suara,propriosepsi,r
memelihara keamanan pasien.
asa dan bau serta citra visual Diagnosis Keperawatan 4 : Intoleransi Definisi NANDA-I : ketidakcukupan energi aktivitas
psiklogis atau fisiologis untuk melanjutkan
Domain : 4: aktifitas/istirahat
atau
Kelas
sehari-hari yang harus atau yang ingin
: 4 respons kardiovaskular/pulmonal
menyelesaikan
aktifitas
kehidupan
dilakukan. NO 4.
DIAGNOSA
TUJUAN
Intoleransi Setelah
HASIL diberikan 1.
Toleransi
aktivitas
tindakan keperawatan
aktivitas
berhubungan
selama 3x24 jam
fisiologis
dengan kelemahan fisik umum, keletihan
Pasien
normal
denyut dan
tekanan
2.
tentang dan bantuan dalam aktivitas
terhadap
fisik , kognitif,sosial, dan spritual yang spesifik
untuk
menyelesaikan aktivitas energi
Menggunakan gerakan tubuh aktif atau 4. Terapai latihan fisik : pengendalian otot
:Tindakan
individu
serata memantau pola
dalam
: menggunakan aktivitas atau protokol latihan yang spesifik
mengelola energi untuk 5. Promosi
dalam bats normal
memulai
dan
menyelesaikan tugas 4.
latihan
fisik
:latihan
kekuatan ; memfasilitasi latihan otot resistif secara rutin
Energi
6. Bantuan perawatan diri : membantu
psikomotorik Dorongan
mengatur
pasif
Penghematan
darah
:
: 3. Terapi latihan fisik : mobilitas sendi :
kapasitas 3.
energi
penggunaan energi
Ketahanan
jantung,
frekuensi pernapasan
respon
sehari-hari
aktivitas fisik yang peningkatan
:
energi dalam aktivitas 2. Manajemen
Berpartisipasi dalam dengan
1. Terapi aktivitas : memberi anjuran
gerakan yang memakan
akan:
dibutuhkan
INTERVENSI
dan
: energi
individu untuk melakukan AKS
individu
untuk
mempertahankan aktivitas hidup seharihari
,
nutrisi,
dan
keamanan persona 5.
Perawatan diri : aktivitas sehari-hari
kehidupan (AKSI)
Kemampuan melakukan
:
untuk tugas-tugas
fisik yang paling dasar dan aktivitas perawatan pribadi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu Diagnosis Keperawatan 5 : Hambatan Definisi NANDA-I : Penurunan , kelambatan atau komunikasi verbal berhubungan dengan ketiadaan
kemampuan
disfonia, gangguan pengucapan kata, menerima,memproses,mengirim
untuk dan/
atau
gangguan neuromuskular, kehilangan menggunakan sistem simbol kontrol tonus otot fasial atau oral Domain : 5 persepsi/kognisi Kelas
: 5 komunikasi
NO
DIAGNOSA
TUJUAN
5.
Hambatan
Setelah
komunikasi
verbal tindakan
HASIL dilakukan
1. komunikasi
keperawatan
penerimaan
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam,
,interpretasi,
disfonia,
ekspresi
gangguan
pengucapan
Pasien akan : kata, Mampu berkomunikasi
lisan,tulisan
INTERVENSI : 1. Mendengar aktif
: hadir secara
dekat dengan dan terikat secara dan pesan
bermakna dengan pasien verbal dan nonverbal pasien
dan 2. Penurunan
ansietas
:
gangguan
dengan baik
neuromuskular, kehilangan
nonverbal
meminimalkan
2. komunikasi
:
rasa
khawati,takut,prasangka,atau
kontrol
ekspresif : ekspresi
kesulitan
yang
tonus otot fasial atau
pesan verbal dan/
dengan
oral
atau
nonverbal
diantisipasi dan tidak jela
yang
bermakna 3. Peningkatan komunikasi, defisit
sumber
komunikasi
:
pendengaran
reseptif
:
menerima
penerimaan
dan
interpretasi
pesan
berhubungan bahaya
: dan
yang
membantu mempelajari
metode alternatif hidup dengan penurunan
verbal dan/ atau
pendengaranPeningkatan
nonverbal
komunikasi,
defisit
membantu
menerima
mempelajari
metode alternatif
3. pengolahan informasi
:
kemampuan untuk memperoleh ,mengatur,
:
dan
hidup dengan gangguan bicara 4. Peningkatan
dan
wicara
penglihatan
komunikasi,defisit :
membantu
dan
mempelajari
menggunakan
menerima
.informasi
metode alternatif/hidup dengan gangguan penglihatan 5. Pelatihan memori : memfasilitasi daya ingat
BAB IV KASUS I. IDENTITAS 1. Identitas Pasien
II.
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama
:Ny.A
Nama
: nuriati
Umur
:29 Tahun
Umur
: 47 tahun
Jenis Kelamin
: Pr
Jenis Kelamin :Pr
Agama
:Islam
Aga ma
:Islam
Pendidikan
:SMA
Pekerjaan
: PNS
Pekerjaan
:-
Al amat
: Jln.Sekip,Medan
Gol. Darah
:O
Hubungan dengan Klien : Orang Tua
Alam at
: Jln.Sekip,Medan
KELUHAN UTAMA 1. Keluhan Utama Saat MRS Pasien mengalami sesak napas 2. Keluhan Utama Saat Pengkajian Pasien mengalami sesak napas dan suara yang pelo karna pasien tidak bisa bicara pasien hanya memberi isyarat tentang keluhannya.pasien mengalami kelemahan otot bulbar dan otot pernapasan
III.
DIAGNOSA MEDIS
Krisis Myestenia
IV.
RIWAYAT KESEHATAN 1. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD bersama keluarga dengan keluhan tidak bisa menelan dan sesak napas Kedua kelopak mata turun dan tidak bisa membuka mata terutama sebelah kiri sejak 1hari yang lalu Kedua lengan terasa lemas, bicara pelo, Pusing.1 hari yang lalu pasien batuk-batuk sampai tidak bisa batuk lagi,keluarga langsung membawa pasien ke RSUD ,setelah dikaji ternyata adanya tumor timus pada pasien.pasien mengalami kelemahan otot pernapasan yang mengakibatkan kelemahan reflek batuk dan sesak napas dan pasien mengalami kelemahan otot bulbar yang mengakibatkan ptosis dan diplopia,bahkan pasien mengalami kelamahan otot lidah yang mengakibatkan pasien tidak bisa bicara 2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu Sejak 5 bulan yang lalu pasien didiagnosa miestenia gravis yang diawali tiroiditisme,sudah pernah dirawat di RSUD Adam Malik Medan,setelah dirawat pasien rutin control bahkan dokter menyarankan tidak melakukan aktivitas berat . 3. Riwayat Kesehatan Keluarga keluarga tidak ada yang memiliki keluhan seperti inin. Riwayat darah tinggi dan kencing manis dalam keluarga disangkal. Tidak ada riwayat Hipertensi , diabetes dan asma pada keluarga pasien. Pasien tidak merokok, pasien tidak mengkonsumsi alkohol dan pasien jarang melakukan berolahraga.
V. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Kesadaran
:Samnolen
Tekanan Darah
: 130/90 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Suhu
: 38,6oC
Pernapasan
: 14 x/menit
Keadaan Lokal Perdarahan perifer
: Capilary refill time < 2 detik
Columna vertebralis
: Letak ditengah, skoliosis ( - ), lordosis ( - )
Kulit
: Warna kuning langsat, sianosis ( - ), ikterik ( - )
Kepala
: Normosefali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut, jejas ( - ), nyeri tekan perikranial ( - )
Mata
: Konjungtiva anemis - / -, sklera ikterik - / -, ptosis + / +, lagoftalmus - / -, pupil bulat isokor, diameter 5mm/5mm, refleks cahaya langsung + / +, refleks cahaya tidak langsung + / +
Telinga
: Normotia + / +, perdarahan - / -
Hidung
: Deviasi septum - / -, perdarahan - / -
Mulut
: Bibir sianosis ( - ), lidah kotor ( - ),
Leher
: Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid
Pemeriksaan Jantung Inspeksi
: Ictus cordis tampak di ICS V 2 jari medial linea midklavikularis sinistra
Palpasi
: Ictus cordis teraba di ICS V 2 jari medial linea midklavikularis sinistra
Perkusi
: Pinggang jantung ICS III linea parasternalis sinistra, batas kanan ICS IV linea sternalis dextra, batas kiri ICS V5 2 jari medial linea midklavikularis sinistra
Auskultasi
: S1 dan S2 normal reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pemeriksaan Paru Inspeksi
: Pergerakkan dada simetris pada statis dan dinamis
Palpasi
: Vocal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi
: Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi
: Suara nafas vesikuler + / +, ronkhi + / +, wheezing - / -
Pemeriksaan Abdomen Inspeksi
: Datar
Palpasi
: Supel, nyeri tekan ( - ), hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: Bising usus ( + ), 3x/menit
Pemeriksaan Ekstremitas Superior
: Akral hangat + / +, edema - / -
Inferior
: Akral hangat + / +, edema - / -
I. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS GCS
: E3V2M3 =8
Nervus Kranialis N. I (Olfaktorius) Normosmia
:+/+
N. II (Optikus) Acies visus
: adanya gangguan ketajaman penglihatan
N. III, (Occulomotorius) Lagofthalmus
:-/-
Ptosis
:+/+
Nystagmus
:-/-
Pupil Bentuk
: Pupil Bulat, isokor, diameter 4mm/4mm
N.IV Trochlearis Diplopia :+ N. V (Trigeminus) Cabang Motorik Gerakan rahang
:-
Menggigit
:-
Cabang sensorik Ophtalmicus
:-
Maksilaris
:-
Mandibularis
:-
Refleks Kornea
:+/+
Jaw reflex
:-/-
N. VII (Fascialis) Motorik Sikap wajah
: Kesan mencong tidak ada
Angkat alis
: Baik / baik
Mengerutkan dahi
: Baik / baik
Menutup mata
: Baik / baik
Menyeringai
: Baik / baik
Plika nasolabialis
: Tidak ada bagian yang lebih mendatar
Sensorik Pengecapan lidah 2/3 depan
: Baik
N. VIII (Vestibulocochlearis) Vestibular Vertigo
:-
Nistagmus
:-
Koklearis
: Baik / baik
N. IX, X (Glossopharyngeus, Vagus) Motorik Kedudukan uvula
: Berada di tengah
Kedudukan arcus faring
: Tidak ada deviasi
Menelan
: Terganggu
Sensorik
: Baik
N. XI (Accesorius) Mengangkat bahu
: Baik / baik
Menoleh
: Baik / baik
N.XII (Hypoglossus) Pergerakkan lidah
: Baik
Menjulurkan lidah
: Lurus ke depan
Atrofi
:-
Fasikulasi
:-
Tremor
:-
Sistem Motorik Trofi
: eutrofi
Tonus
: normotonus
Kekuatan otot
:2
Gerakkan involunter : Tremor
:-/-
Chorea
:-/-
Atetose
:-/-
Miokloni
:-/-
Tics
:-/-
Sistem Sensorik Propioseptif Getar : Tidak dilakukan Sikap : Baik / baik Eksteroseptif Nyeri : Baik / baik Suhu : Tidak dilakukan Raba : Baik / baik
Refleks Fisiologis Biseps
:-
Triseps
:-
Refleks Patologis Hoffman Tromer
:+
Babinsky
:+
Chaddok
:+
Gordon
:+
Schaefer
:+
Klonus patella
:+
Klonus achilles
:+
Fungsi Serebelar Tes Romberg
:+
Disdiadokokinesia
:+
Jari-jari
:+
Jari-hidung
:+
Tumit-lutut
:+
Rebound phenomenon
:+
A. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik Medik
Pemeriksaan Hematologi Hb Hematokrit Leukosit Trombosit Eritrosit
Hasil
Nilai Rujukan
13,7 41 14.000
11,0 – 16,5 g/dL 33-45 % 3500-10.000/uL 150-500 ribu/uL 4,40-5,90 juta/uL
248 5,9
Fungsi Ginjal Ureum darah Kreatinin darah Diabetes Gula Darah Sewaktu Elektrolit Darah Natrium Kalium Klorida Analisa Data No 1
29 0,8
10-50 mg/dL P: 0,7-1,2. W: 0,5-1,0
89
< 200 mg/dL
138 4,3 106
135-147 mmol/L 3,5-5,1 mmol/L 95.107mmol/L
Symptoms Etilogi DS: 1 hari yang lalu pasien Jumlah mengalami
sesak
dibawa
RSUD,pasien
ke
Problem asetilcoline Ketidakefektifan
dan berkurang pada membran
dirawat di ICU
pola
napas
Kerusakan transisi impuls
DO:pasien
sesak,adanya saraf
kelemahan
otot
pernapasan,ketidakmampua
Penurunan
n batuk efektif
neuromuscular
TD
: 130/90 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
hubungan
Kelemahan otot pernapasn
Suhu : 38,6oC Pernapasan
: 14 x/menit
Ketidakmampuan efektif
kelemahan
batuk otot
pernapasan Ketidakefektifan 2
napas Jumlah
DS:
pola
asetilcoline Hambatan
DO:pasien
mengalami berkurang pada membran
hambatan
fisik,semua
aktivitas klien dibantu olh Kerusakan transisi impuls keluarga
saraf
fisik
mobilitas
Penurunan
hubungan
neuromuscular Kelemahan otot volunter Kelemahan otot rangka
3
DS:
Hambatan mobilitas fisik Jumlah asetilcoline Gangguan komunikasi
DO:pasien tidak bisa bicara berkurang pada membran atau suara pelo Kerusakan transisi impuls saraf Penurunan
hubungan
neuromuscular Kelemahan
otot
wajah,laring,faring Regurgitasi makanan ke hidung pada saat menelan suara abnormal kelemahan menelan Gangguan verbal
Intervensi
komunikasi
verbal
N
Tujuan/KH
Intervensi
Rasional
o 1
Tujuan: Dalam waktu 3
1. kaji kemampuan ventilasi 2. kaji kualitas, frekuensi, dan
1. mendeteksi masalah
x
24
jam
diberikan
setelah
intervensi,
pola pernapasan pasien Kriteria hasil: irama, frekuensi dan kedalaman dalam
batas normal bunyi
nafas
pernapasan;
perubahan
laporkan setiap perubahan yang terjadi 3. observasi
kembali efektif
pernapasan
kedalaman
paru-paru' sebelum
tanda-tanda
gas darah arteri dan sebelum
vital
(nadi, RR, TD) 4. pasang ventilator mekanik 5. pantau respon pasien terhadap terapi obat, kaji efek obat 6. kolaborasi pemberian obatobatan antikolinergik
kadar tampak
gejala klinik 2. dapat mengetahui sejauh
mana
perubahan kondisi klien 3. indikasi
adanya
penurunan
terdengar jelas respirator terpasang
4.
dengan optimal
fungsi
paru mengambil alih
fungsi
ventilasi yang akibat
tergnggu kelemahan
dari 2
Setelah tindakan
diberikan 7. Terapi keperawatan
selama 3x24 jam
aktivitas
:
memberi 6.
aktivitas
dalam
fisiologis
fisik
,
kognitif,sosial, dan spritual yang Pasien
akan:
pernapasan Toleransi
anjuran tentang dan bantuan aktivitas
otot-otot
gerakan
:
respon terhadap yang
spesifik memakan energi 8. Manajemen energi : mengatur Berpartisipasi dalam dalam aktivitas penggunaan energi aktivitas fisik yang sehari-hari 9. Terapi latihan fisik : mobilitas 7. Ketahanan : dibutuhkan dengan sendi : Menggunakan gerakan kapasitas untuk peningkatan normal tubuh aktif atau pasif menyelesaikan denyut jantung, 10. Terapai latihan fisik : aktivitas frekuensi pernapasan pengendalian otot :
dan
tekanan
darah
serata memantau pola dalam bats normal
menggunakan
aktivitas
atau 8.
protokol latihan yang spesifik 11. Promosi latihan fisik :latihan kekuatan ; memfasilitasi latihan otot resistif secara rutin 12. Bantuan perawatan diri membantu
individu
:
untuk
melakukan AKS
Penghematan energi
:Tindakan
individu
dalam
mengelola
energi
untuk memulai dan menyelesaikan tugas 9. Energi psikomotorik
:
Dorongan dan energi individu
untuk
mempertahankan aktivitas hidup seharihari , nutrisi, dan keamanan persona Perawatan
diri
:
aktivitas
kehidupan
sehari-hari
(AKSI)
Kemampuan
:
untuk
melakukan tugas-tugas fisik yang paling dasar dan aktivitas perawatan pribadi secara mandiri dengan atau tanpa alat Klien
dapat
mnunjukkan pengertian terhadap komunikasi,
masalah mampu
kemampuan
komunikasi klien. 2. Lakukan metode komunikasi yang ideal sesuai dengan kondisi klien. 3. Beri peringatan bahwa klien
mengekspresikan perasaannya,
mampu
menggunakan
bahasa
isyarat.
1. Kaji
diruang gangguan
ini
mengalami berbicara,
bantu 1. Kelemahan otot
otot-
bicara
pada
klien
krisis
miastenia
gravis
dapat
berakibat
pada komunikasi. 2. Teknik untuk meningkatkan
Kriteria hasil :
sediakan bel khusus bila
Terciptanya suatu komunikasi
perlu. 4. Kolaborasi konsul ke ahli terapi bicara.
komunikasi meliputi mendengarkan klien,
mengulangi
dimana
apa yang mereka
kebutuhan klien
coba
dapat dipenuhi,
komunikasikan
klien
dengan jelas dan
mampu
merespons
membuktikan yang
setiap
diinformasikan,
berkomunikasi
berbicara
secara
klien
verbal
maupun isyarat
dengan terhadap
kedipan
mata
mereka
dan/atau
goyangan
jari-jari
tangan atau jari-jari kaki
untuk
menjawab ya/tidak. Setelah krisis
periode miastenik
dipecahkan, selalu
klien mampu
mngenal kebutuhan mereka 3. Untuk kenyamanan yang berhubungan dengan ketidakmampuan berkomunikasi.
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan. Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering terjadi pada para wanita sehingga kita sebagai perawat
harus bisa menentukan diagnosa keperawatan terhadap pasien dengan myastenia gravis serta perlu melakukan beberapa tindakan dan asuhan kepada pasien dengan masalah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall. 1995. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan: Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif . Edisi 2. Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran EGC, hal: 293-297 Chandrasoma, Parakrama, Clive R.Taylor. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal: 869-871
Dewabenny. 2008. Miastenia Gravis. http://dewabenny.com/ 2008/ 07/12/ miastenia-gravis. (3 September 2009) Endang Thamrin dan P. Nara. 1986. Cermin Dunia Kedokteran. No. 41, 1986.Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma, hal: 40-42 Mubarak, Husnul. 2008. Miastenia gravis. http://cetrione.blogspot.com/ 2008/06/miasteniagravis.html. (3 September 2009) Silvia A. Price, Lorain M. Wilson. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- proses Penyakit. Edisi 4. Buku 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,hal: 998 – 1003 Qittun. 2008. Asuhan keperawatan dengan Miastenia Gravis.