Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Perilaku Kekerasan.docx

  • Uploaded by: Rhirin Akase
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Perilaku Kekerasan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,438
  • Pages: 21
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN

OLEH: NI NYOMAN LAKSMINI

PROGRAM STUDI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH MANADO 2019

KONSEP DASAR PERILAKU KEKERASAN

A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 1998). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep, 2007). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). Resiko perilaku kekerasan adalah adanya kemungkinan seseorang melakukan tindakan yang dapat mencederai orang lain dan lingkungan akibat ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif (CMHN, 2006). Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontol (Yosep, 2007).

B. Rentang Respon Marah

Respon adaptif

Asertif 1.

Frustasi

Respon Maladaptif

Pasif

Agresif

Kekerasan

Rentang respon adaptif a.

Asertif Adalah suatu respon marah dimana individu mampu mengatakan atau mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain yang akan memberikan kelegaan pada individu.

b.

Frustasi Adalah suatu respon yang terjadi akibat individu gagal mencapai tujuan,kepuasan atau rasa aman, individu tidak dapat menunda sementara ataumenemukan alternative lain.

2.

Respon Maladaptif Respon Maladaptif adalah respon yang di berikan individu dalam menyelesaikan masalahnya menyimpang dari norma-norma sosial dan kebudayaannya suatu tempat. Respon Maladaptif yaitu : a.

Pasif Adalah perilaku yang ditandai dengan perasan tidak mampu untuk mengungkapkan perasaannya sebagai usaha mempertahankan hakhaknya, merasa kurang mampu, HDR, pendiam, malu, dan sulit diajak bicara.

b.

Agresif Adalah suatu bentuk perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan mental untuk bertindak dan masih terkontrol.

c.

Perilaku Amuk Adalah perasaan marah di sertai dengan rasa permusuhan yang kuat danhilang kontrol, di

mana individu dapat

merusak diri

orang lain

dan lingkungan (Dalami, 2009). C. Proses Terjadinya Marah Menurut Yosep 2007 kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau eksternal. Stressor internal seperti penyakit hormonal, dendam, kesal sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu (Disruption & Loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana seorang individu memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (Personal meaning).

Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah waktu untuk istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising adalah melatih persyarafan telinga (nervus auditorius) maka ia akan dapat melakukan kegiatan secara positif (Compensatory act) dan tercapai perasaan lega (Resolution). Bila ia gagal dalam memberikan makna menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu melakukan kegiatan positif (olah raga, menyapu atau baca puisi saat dia marah dan sebagainya) maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara (Helplessness). Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (Anger). Kemarahan yang diekpresikan keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang konstruktif (Contruktive action) dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekpresikan keluar (Expressed outward) dengan kegiatan yang destruktif (Destruktive action) dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (Guilt). Kemarahan yang dipendam (Expressed inward) akan menimbulkan gejala psikosomatis (Poinful symptom).

D. Penyebab 1.

Faktor predisposisi: a.

Biologis Respon biologis timbul karena kegiatan system syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin, sehingga tekanan darah meningkat, takhikardi, wajah merah, pupil melebar dan frekuensi pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku dan reflek cepat. Hal ini disebabkan energi yang dikeluarkan saat marah bertambah

b.

Psikologis Teori frustasi: kegagalan yang dialami akan menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk Teori tumbang: masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan seperti perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau saksi penganiayaan

c.

Perilaku Reinforcement yang diterima saat melakuakn kekerasan, sering mengobservasi kekerasan didalam atau diluar rumah, semua aspek menstimuli individu menghadapi perilaku kekerasan.

d.

Sosial budaya Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan dapat diterima (pasmisive).

e.

Aspek spiritual Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi ungkapan marah individu. Aspek tersebut mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal ini bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa. Individu yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, selalu meminta kebutuhan dan bimbingan kepadanya.

2.

Faktor presipitasi Bersumber dari individu sendiri, lingkungan dan interaksi dengan orang lain: a. Internal

stressor:

kelemahan fisik,

kehilangan

anggota badan,

keputusasaan, ketidakberdayaan, merasa gagal, percaya diri kurang b.

External stressor: kehilangan keluarga, mendapat kekerasan, kritikan dari orang lain, interaksi sosial yang profokatif dan konflik

E. Tanda dan Gejala Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan: (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97) 1.

Muka merah dan tegang

2.

Mata melotot atau pandangan tajam

3.

Tangan mengepal

4.

Rahang mengatup

5.

Wajah memerah dan tegang

6.

Postur tubuh kaku

7.

Jalan mondar mandir

Klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukan adanya (Kartika Sari, 2015: 138) : 1.

Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam

2.

Klien mengungkapkan perasaan tidak berguna

3.

Klien mengungkapkan perasaan jengkel

4.

Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-debar, rasa tercekik dan bingung

5.

Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

6.

Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya

F. Akibat Menurut Townsend, perilaku kekerasan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan, baik diri sendiri maupun orang lain. Seseorang dapat mengalami perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukan perilaku (Kartikasari, 2015: hal 140) : 1.

2.

Data Subyektif : a.

Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang mengancam

b.

Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir

Data Obyektif : a.

Wajah tegang merah

b.

Mondar mandir

c.

Mata melotot, rahang mengatup

d.

Tangan mengepal

e.

Keluar banyak keringat

f.

Mata merah

g.

Tatapan mata tajam

G. Mekanisme Koping Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk melindungi diri antara lain: 1.

Sublimasi Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang megalami hambatan penyalurannya secara normal.

Misalnya

seseorang

yang

sedang

marah

melampiaskan

kemarahannya pada objek lain seperti meremas remas adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa amarah (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103). 2.

Proyeksi Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terdadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya

tersebut

mencoba

merayu,

mencumbunya(Mukhripah

Damaiyanti, 2012: hal 103). 3.

Represi Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk kedalam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).

4.

Reaksi formasi Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakan sebagai rintangan misalnya sesorangan yang tertarik pada teman suaminya,akan memperlakukan orang tersebut dengan kuat (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).

5.

Deplacement Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada objek yang

tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu ,misalnya: timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temanya (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 104).

H. Penatalaksanaan 1.

Farmakoterapi Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan mempunyai dosis efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat bergunakan dosis efektif rendah. Contohnya trifluoperasineestelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang,anti cemas,dan anti agitasi (Eko Prabowo, 2014: hal 145).

2.

Terapi okupasi Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca koran, main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ni merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi

setelah

dilakukannya

seleksi

dan

ditentukan

program

kegiatannya (Eko Prabowo, 2014: hal 145). 3.

Peran serta keluarga Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu 11 mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi

perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengtasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptif (pencegahan primer), menanggulangi perilaku maladaptif (pencegahan

skunder)

dan

memulihkan

perilaku

maladaptif

ke

perilakuadaptif (pencegahan tersier) sehinnga derajat kesehatan pasien dan keluarga dapat ditingkatkan secara optimal (Eko Prabowo, 2014: hal 145). 4.

Terapi somatik Menurut depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi fisik pasien,terapi adalah perilaku pasien (Eko Prabowo, 2014: hal 146).

5.

Terapi kejang listrik Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali) (Eko Prabowo, 2014: hal 146).

I.

Pohon Masalah Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan (Core Problem) Harga Diri Rendah (Budiana Keliat, 1999)

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PERILAKU KEKERASAN

A. Pengkajian 1.

Pengkajian umum meliputi: a.

Faktor penyebab: 1) Organobiologis a) Riwayat trauma di kepala b) Riwayat penyakit infeksi c) Epilepsi, cancer, dll 2) Psikoedukatif a) Pola asuh b) Hubungan antar orang tua c) Hubungan pasien dengan anggota keluarga yang lain d) Kejadian tidak menyenangkan saat kecil 3) Sosiokultural a) Sigma masyarakat terhadap klien dan keluarga b) Pertolongan pertama saat terjadi perubahan perilaku

b.

Faktor pencetus: 1) Keadaan keluarga 2) Perceraian 3) Permusuhan 4) Penganiayaan 5) Dll

c.

Konsep diri 1) Gambaran diri 2) Identitas diri 3) Ideal diri 4) Peran diri 5) Harga diri

d.

Mekanisme koping individu

e. 2.

Mekanisme koping keluarga

Pengkajian khusus meliputi: a.

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan dg faktor resiko Perilaku Kekerasan/amuk 1) Data Subyektif : a) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. b) Klien

suka

membentak

dan

menyerang

orang

yang

mengusiknya jika sedang kesal atau marah. c) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya. 2) Data Objektif : a) Mata merah, wajah agak merah. b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain. c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam. d) Merusak dan melempar barang-barang. b.

Perilaku kekerasan / amuk 1) Data Subyektif : a) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. b) Klien

suka

membentak

dan

menyerang

orang

yang

mengusiknya jika sedang kesal atau marah. c) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya. 2) Data Obyektif a) Mata merah, wajah agak merah. b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai. c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam. d) Merusak dan melempar barang-barang. c.

Harga diri rendah 1) Data subyektif: Klien mengkritik diri, perasaan tidak mampu, klien merasa bersalah, klien merasa tidak berguna, klien merasa malu, pandangan hidup yang pesimis, penolakkan terhadap kemampuan diri.

2) Data objektif: Selera makan kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, bicara lambat dan nada suara lemah.

B. Diagnosa Keperawatan 1.

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/amuk.

2.

Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.

C. Rencana Tindakan 1.

Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk Tujuan Umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya a.

TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria evaluasi 1) Klien mau membalas salam 2) Klien mau berjabat tangan 3) Klien mau menyebutkan nama 4) Klien mau kontak mata 5) Klien mau mengetahui nama perawat 6) Klien mau menyediakan waktu untuk kontak Tindakan: 1) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi. 2) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai. 3) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang. 4) Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat 5) Beri rasa aman dan sikap empati. 6) Lakukan kontak singkat tapi sering

b.

TUK 2: Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan Kriteria evaluasi 1) Klien dapat mengungkapkan perasaannya 2) Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal (dari diri sendiri, orang lain dan lingkungan) Tindakan: 1) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan 2) Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal 3) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.

c.

TUK 3: Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan Kriteria evaluasi 1) Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau jengkel 2) Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami Tindakan: 1) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal 2) Observasi tanda perilaku kekerasan 3) Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami klien.

d.

TUK 4: Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan Kriteria evaluasi 1) Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang dilakukan 2) Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang dilakukan 3) Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah atau tidak Tindakan: 1) Anjurkan dilakukan.

mengungkapkan

perilaku

kekerasan

yang

biasa

2) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. 3) Tanyakan “apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?” e.

TUK 5: Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan Kriteria evaluasi Klien dapat mengungkapkan akibat dari cara yang dilakukan klien Tindakan: 1) Bicarakan akibat kerugian dari cara yang dilakukan 2) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan. 3) Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

f.

TUK 6: Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan Kriteria evaluasi Klien dapat melakukan cara berespon terhadap kemarahan secara konstruktif Tindakan: 1) Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat 2) Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat 3) Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat a) Secara fisik: tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolahraga, memukul bantal/kasur atau pekerjaan yang memerlukan tenaga. b) Secara verbal: katakana bahwa anda sedang marah atau kesal/tersinggung c) Secara sosial: lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan. d) Secara spiritual: berdo’a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk kesabaran.

g.

TUK 7: Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan Kriteria hasil 1) Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan a) Fisik : olahraga dan menyiram tanaman b) Verbal : mengatakan secara langsung dan tidak menyakiti c) Spiritual : sembahyang, berdoa/ibdah yang lain Tindakan: 1) Bantu memilih cara yang paling tepat 2) Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih 3) Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih 4) Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi 5) Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat marah/jengkel.

h.

TUK 8: Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan Kriteria evaluasi 1) Keluarga klien dapat menyebutkan cara merawat klien yang berperikalu kekerasan 2) Keluarga klien merasa puas dalam merawat klien Tindakan: 1) Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluargaselama ini 2) Jelaskan peran keluarga dalam merawat klien 3) Jelaskan cara-cara merawat klien a) Cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif b) Sikap tenang, bicara tenang, dan jelas. c) Membantu klien mengenal penyebab ia marah 4) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien 5) Bantu keluarga mengungkapkan perasaanya setelah melakukan demonstrasi.

i.

TUK 9: Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program) Kriteria evaluasi 1) Klien

dapat

meyebutkan

obat-batan

yang

diminum

dan

kegunaannya 2) Klien dapat minum obat sesuai dengan program pengobatan Tindakan: 1) Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga 2) Diskusikan manfaat obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizing dokter 3) Jelaskan prinsip 5 benar minum obat(nama klien, obat, dosis, cara, dan waktu) 4) Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan 5) Anjurkan klien melaporkan pada perawat/dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan 6) Beri pujian jika klien minum obat dengan benar 2.

Diagnosa 2: perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri harga diri rendah Tujuan umum: klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal a.

TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat Tindakan: 1) Bina hubugan saling percaya: sala terapeutik, dan perkenalkan diri, tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, ciptakan lingkungan yang tenag, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat, dan topic pembicaraan) 2) Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya 3) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien 4) Katakana kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.

b.

TUK 2: Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki Tindakan: 1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien 2) Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negative 3) Utamakan memberi pujian yang realistis

c.

TUK 3: Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan Tindakan: 1) Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit 2) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah

d.

TUK 4: Klien dapat menetapkan/merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki Tindakan: 1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan (mandiri, bantuan sebagian, bantuan total) 2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien 3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.

e.

TUK 5: Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya Tindakan: 1) Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan 2) Beri pujian atas keberhasilan klien 3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

f.

TUK 6: Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada Tindakan: 1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah

2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat 3) Beri reinforcement positif atau keterlibatan keluarga.

D. Strategi Pelaksanaan Rencana Tindakan Diagnosa Perilaku kekerasan

Pasien SP Ip a. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan b. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan c. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan d. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan e. Mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan f. Melatih klien cara mengontrol perilaku kekerasan fisik I (nafas dalam) g. Membimbing pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian SP IIp a. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. b. Melatih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan fisik II (memukul bantal / kasur / konversi energi) c. Membimbing pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

Keluarga SP Ik a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien b. Menjelaskan pengertian perilaku kekerasan, tanda dan gejala, serta proses terjadinya perilaku kekerasan c. Menjelaskan cara merawat pasien dengan Perilaku Kekerasan SP II k a. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan perilaku kekerasan b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien Perilaku Kekerasan SP III k a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning) b. Menjelaskan follow Up pasien setelah pulang

Harga diri rendah

SP IIIp a. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya. b. Melatih pasien cara mengontrol Perilaku Kekerasan secara verbal (meminta, menolak dan mengungkapkan marah secara baik) c. Membimbing pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian. SP IVp a. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya b. Melatih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual (berdoa, berwudhu, sholat) c. Membimbing pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian SP Vp a. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya b. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan meminum obat (prinsip 5 benar minum obat) c. Membimbing pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian SP Ip a. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien

SP Ik a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien

b. Membantu klien b. Menjelaskan menilai kemampuan pengertian, tanda dan klien yang amsih gejala harga diri dapat digunakan rendah yang dialami c. Membantu klien klien beserta proses memilih kegiatan terjadinya yang akan dilatih c. Menjelaskan cara – sesuai dengan cara merawat pasien kemampuan klien harga diri rendah d. Membimbing klien SP IIk memasukan dalam a. Melatih keluarga jadwal kegiatan mempraktikkan cara harian. merawat klien dengan harga diri rendah SP IIp a. Memvalidasi masalah b. Melatih keluarga dan latihan melakukan cara sebelumnya merawat langsung b. Melatih kegiatan kepada klien harga kedua (atau diri rendah selanjutnya) yang SP IIIk dipilih sesuai a. Membantu keluarga kemampuan membuat jadwal c. Membimbing klien aktifitas di rumah memasukan dalam termasuk minum obat jadwal kegiatan (discharge planning) harian b. Menjelaskan follow up klien setelah pulang

DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/user/Documents/NERS/JURNAL/NANDA%20NIC%20NOC%2 0PERILAKU%20KEKERASAN.html http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-muslikha-5364-2babiik-k.pdf https://id.pdfcoke.com/document/340567349/Nanda-Nic-Noc-Perilaku-Kekerasan https://samoke2012.files.wordpress.com/2017/03/lpsp-pk-b.pdf Keliat Budi Ana.(1999).Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC. Mukhripah Damaiyanti. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka Aditama. Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam Merawat Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam Klender Jakarta Timur, 29-37. Diakses di https://samoke2012.files.wordpress.com/2017/03/lpsp-pk-b.pdf. Pada tanggal 1 Januari 2019

Related Documents


More Documents from "teguh affandi"