Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gastritis Zuhra.docx

  • Uploaded by: fazlan sanusi
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gastritis Zuhra.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 23,675
  • Pages: 71
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GASTRITIS PENDAHULUAN DEFINISI Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa. (Soeparman Waspaji Sarwono, IPD edisi 3, 2001 ) gastritis dibagi menjadi 2 macam : 1. Gastritis akut Merupkan lesi mukosa akut berupa erosi dan perdarahan akibat faktor-faktor agresik atau akibat gangguan sirkulasi akut mukosa lambung. (Mansjoer Arief M, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, 2001) 2. Gastritis kronik Penyebabnya tidak jelas, sering bersifat multi faktor dengan perjalanan klinik yang bervariasi . (Mansjoer Arief M, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, 2001) ETIOLOGI Penyebab terjadinya Gastritis tergantung dari typenya : 1. Gastritis Akut, penyebabnya yaitu : - Alkohol - Obat-obatan : aspirin, digitalis, yodium, sulfas feros kortison, obat anti inflamasi non steroid (AINS) - Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung seperti : trauma, luka bakar, sepsis - Jenis bahan makanan : (zat yang terkandung dalam kopi) bahan rempah-rempah seperti : merica, cuka, asam) - Stress 2. Gastritis Kronik Penyebabnya belum pasti mungkin berhubungan dengan faktor ras, heriditas psikis dan makanan. ( Mansjoer Arief M, dkk, 2001 ) III. PATOFISIOLOGI Mukosa lambung dengan bantuan prostaglandin melindungi muskular seluruh dari Arodigestive bila pertahanan gagal terjadi Gastritis Setelah pertahanan syaraf kolioergik, HCl berdifusi kedalam mukosa dan menyebabkan luka pada pembuluh darah kecil dan menyebabkan oedem. Perdarahan dan erosi pada dinding gastrik karena perkembangan penyakit, dinding gasrtrik menjadi tipis dan atrofi Pada Gastritis kronis superfioli mukosa hiperemik oedem dan rapuh mungkin terlihat bercakbercak perdarahan kecil –kecil dan ulserasi Pada Gastritis kronik hipotropik dan atrofi gaster mukosa tipis dan warna berubah menjadi abuabu kehijauan, pembuluh-pembuluh darah tampak jelas di daerah yang tipis sering ada perdarahan Pada Gastritis kronik hipertropikans mukosa suram agak membengkak, longgar dan seperti spons, biasanya dengan modulus yang granuler yang bila besar menyerupai polip sering terdapat erosi dan uker kecil-kecil Sebagai pengganti untuk membedakan dengan ulkus peptikum adakah rasa sakit tidak hilang setelah makan-makanan yang tidak merangsang (Pain Food Fair), sedangkan pada ulkus peptikum (Pain-food-Rulef) GEJALA KLINIS 1. Gatritis akut - Nyeri epigastrum - Nausea, muntah-muntah, anorexia - Cepat sembuh bila penyebab cepat dihilangkan 2. Gastritis kronik - Tampak pucat, Hb tidak normal - Perut terasa panas - Anorexia, epigstrum terasa tegang - BAO/MAO ( Basal acid output/maximal acid output) rendah dapat diketahui dengan biopsi ( Mansjoer Arief M, dkk, 2001 ) V.

KOMPLIKASI

1. Gastritis Akut Terdapat perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir sebagai syok hemoragik, khusus untuk perdarahan SCBA perlu dibedakan dengan tukan peptik. Gambaran klinis yang diperlihatkan hampir sama, namun pada tukak peptik penyebab utamanya adalah infeksi. Helicobakteri pulori sebesar 100% pada tukak lambung. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan endoskopi 2. Gastritis Kronik Perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, periforasi, dan anemia karena gangguan absorbsi vitamin B12 ( Mansjoer Arief M, dkk, 2001 ) VI. PENATALAKSANAAN 1. Diet lunak diberikan sedikit-sedikit tetapi lebih sering Hindari makanan / bahn-bahan yang merangsang seperti alkohol dan bumbu dapur. 2. Berikan antasida, kecuai Gastritis Hipertrofi dan atrofi gaster. Kini Gastritis Hipertrofi dan atrofi gaster dihubungkan dengan proses autoimun dan adanya anemia, pernisiosa, karena itu pada kasus ini diberikan kortikosteroid dan vit B12. untuk Gastritis atrofi dapat diberikan asam seperti asam glutamat, HCl, Glulaptin, enzim-enzim lambung. 3. Bila rasa nyeri tidak hilang dengan antasida berikan oksitosis tablet 15 menit sebelum makan 4. Berikan obat anti koinergik bila sekresi asam berlebihan ( Mansjoer Arief M, dkk, 2001 ) VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tiga cara dalam menegakkan pemeriksaan, yaitu gambaran klinis, gambaran lesi mukosa akud dimukosa lambung berupa erosi atau ulkus dangkal dengan tepi rata pada endoskopis dan gambaran foto / gambaran radiologi dengan kontras tunggal sukar untuk melihat besi permukaan yang super fisial, karena itu sebaiknya digunakan kontrus ganda secara umum peranan endoskopi saluran cerna bagian atas lebih sensitif dan spesisik untuk diagnosis kelainan akut lambung. ( Mansjoer Arief M, dkk, 2001 ) ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a) Anamnese 1. Biodata /identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, bahasa, pekerjaan, kebangsaan, alamat, pendidikan, tanggal MRS, dan diagnosa medis 2. Keluhan Utama - Adanya rasa perih, nyeri epigastrum - Adanya perdarahan / muntah darah - Nyeri setelah / sebelum makan 3. Riwayat Kesehatan a. Riwayat Penyakit Sekarang Hal ini meliputi keluhan umum mulai dari sebelum ada keluhan sampai terjadi nyeri perut, pusing, mual, muntah, nafsu makan menurun, kembung. b. Kebiasaan yang dialami Dalam hal ini perlu dikaji adanya kebesaran dari penderita seperti : - Peminum alkohol - Suka minum kopi, teh panas - Perokok - Kebiasaan makan sedikit, terlambat makan pedas, mengandung gas/asam - Kebiasaan bekerja keras : penyebab makan tak teratur - Penggunaan obat-obatan tanpa resep dokter : aspirin, analgesik, steroid (kolmetaxon) dll - Menjalankan diet ketat. c. Pola-pola Fungsi Kesehatan 1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Tanggapan klien mengenai kesehatan dan kebiasaan yang kurang menjaga kebersihan serta pemakaian obat yang mengiritasi lambung, intake makanan yang kurang menjaga kebersihan, tidak dimasak dahulu dan sering makan yang terkontaminasi dengan bakteri. 2. Pola nutrisi dan metabolisme Pada umumnya klien makan tidak teratur 3. Pola aktivitas Pada klien gastritis akan mengalami gangguan karena selalu terdapat rasa nyeri pada daerah lambung. 4. Pola eliminasi

Pada umumnya pada klien gastritis tidak ada gangguan atau masalah pada pola eliminasi baik eliminasi alvi atau uri 5. Pola istirahat dan tidur Rasa mual, nyeri, yang sering menyerang epigastrium akan mengurangi waktu dan menjadi gangguan tidur klien 6. Pola sensori dan kognitif Pada klien gastritis biasanya tidak ada gangguan pada panca indera 7. Pola persepsi diri Klien mengalami kecemasan sebab sering merasa nyeri, mual, muntah 8. Pola hubungan dan peran Klien masih tetap berinteraksi dengan orang lain dan hanya perannya yang terganggu karena klien harus banyak istirahat akibat nyeri yang sering dirasakan 9. Pola reproduksi dan seksual Pada umumnya klien tidak mengalami gangguan baik organ maupun kebiasaan sexualitas 10. Pola penanggulangan stres Cara klien menanggulangi stress biasanya menggunakan mekanisme koping yang baik jika dimotivasi oleh keluarga atau perawat 11. Pola tata nilai dan kepercayaan Kebiasaan agama yang dianut, kebiasaan beribadah baik di rumah ataupun di rumah sakit b) Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum Keadaan umum lemah, nyeri epigastrium, RR meningkat, suhu meningkat, nadi meningkat. 2. Kepala dan leher Wajah pucat, mata cekung, tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, dan wajah menyeringai kesakitan. 3. Sistem integumen Turgor kulit menurun, tekstur kulit kasar dan kadang sianosis. 4. Sistem respirasi Tidak ada kelainan pada sistem respirasi. 5. Sistem kardi vaskuler terjadi penurunan tekanan darah, peningkatan nadi dan adanya suara jantung yang irreguler. 6. Sistem gastrointestinal Terjadi mual, muntah, dan peningkatan fisik usus/gaster. 7. Sistem genito urinaria Tidak terdapat disuria, retensi urine dan inkontinensia 8. Sistem muskuloskeletal Adanya kelemahan otot karena kurangnya cairan dan nyeri pada persendian. 9. Sistem endokrin Tidak ada yang mempengaruhi terjadinya gastritis dari sistem endokrin. 10. Sistem persyarafan Motorik dan sensorik tidak ada gangguan pada umumnya. c) Pemerisaan Penunjang Diagnosis dapat ditegakkan dengan DL, BJ Plasma, kultur Analisa lambung sekresi : hambatan HCL / peningkatan HCL Endoskopi : terdapat luka pada mukosa gaster Sinar-sinar barium : terdapat luka pada gaster / intestinal.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN (Lynda Juall, 2001) 1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peradangan mukosa lambung akibat peningkatan atau penurunan HCL. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang adekuat. 3. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan nyeri pada daerah epigastrium. 4. Gangguan aktivitas berhubungan dengan nyeri. 5. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita. 3.

RENCANA TINDAKAN (Dongoes, 1993) Diagnosa 1 Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peradangan mukosa lambung akibat peningkatan/penurunan HCl Tujuan : - Nyeri dapat hilang atau berkurang

Kriteria hasil : - Pasien tampak tenang - Nyeri perut hilang - Expresi wajah rilex, ceria Intervensi : 1. Lakukan pendekatan therapeutik pada klien 2. Berikan penjelasan sebab-sebab dan akibat terjadinya nyeri 3. Beri kompres air hangat pada daerah perut yang nyeri 4. Beri motivasi klien untuk makan teratur 5. Berikan teknik relaxasi pada klien 6. Kaji tingkat nyeri 7. Observasi TTV pada klien 8. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antasida Rasional : 1. Agar lebih mudah melakukan tindakan keperawatan 2. Agar pasien mengerti dan dapat menghindari penyebab 3. Terjadi relaksasi dan mengurangi ketegangan otot-otot 4. Diet teratur bisa menghindari kerusakan mukosa lambung 5. Agar klien merasa lebih nyaman 6. Deteksi dini untuk tindakan selanjutnya 7. Untuk mengetahui perkembangan pasien 8. Antasida memberikan keseimbangan asam lambung yang dapat mencegah terjadinya kerusakan mukosa Diagnosa 2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang adekuat. Tujuan : - kebutuhan nutrisi terpenuhi dalam waktu 3 hari Kriteria Hasil : - Mual menurun, tidak muntah - Turgor baik - Kulit lembab, wajah ceria - Porsi makan sesuai porsi - Klien dapat mempertahankan berat badannya Intervensi : 1. Beri penjelasan terhadap pentingnya nutrisi bagi tubuh dan proses penyembuhan 2. Berikan makanan yang menarik dan merangsang selera makan 3. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering 4. Berikan diit tkrp rendah lemak 5. Timbang berat badan tiap 2-3 hari 6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian nutrisi parenteral dan robaransia Rasional : 1. Pengetahuan yang meningkat dapat meningkatkan perilaku hidup sehat 2. Untuk meningkatkan selera makan sehingga meningkatkan intake bagi tubuh 3. Makanan dalam porsi besar lebih sulit dikonsumsi pasien saat anorexia 4. Meningkatkan asupan gizi yang adekuat mempercepat proses penyembuhan 5. Megetahui perkembangan tubuh 6. Dibutuhkan bila intake PO tidak mencukupi dan efek farmakologis roboransia untuk meningkatkan nafsu makan Diagnosa 3 Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan nyeri pada daerah epigastrium. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan tidur terpenuhi sesuai kebutuhan Kriteria Hasil : Klien mengatakan sudah dapat tidur.

Intervensi : 1. Berikan penjelasan terhadap klien pentingnya istirahat tidur. 2. Ciptakan lingkungan yang nyaman. 3. Bantu klien untuk melakukan kebiasaannya menjelang tidur.

4. 5.

Tingkat relaksasi menjelang tidur. Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik

Rasional : 1. Dengan penjelasan diharapkan klien termotivasi untuk memenuhi kebutuhan istirahat sesuai dengan kebutuhan. 2. Lingkungan yang nyaman menstimulasi pengurangan nyeri. 3. Dengan tetap tidak mengubah pola kebiasaan klien. 4. Diharapkan dapat mengurangi ketegangan otot dan pikiran lebih tenang. 5. Analgesik bekerja mengurangi reseptor nyeri sehingga klien dapat istirahat. Diagnosa 4 Gangguan aktivitas berhubungan dengan nyeri. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat melakukan aktivitas dengan bebas. Kriteria Hasil : Klien dapat memenuhi kebutuhannya sendiri Intervensi 1. Bimbing klien melakukan mobilisasi secara bertahap. 2. Latih klien dalam memenuhi kebutuhan dirinya. 3. Ajarkan pada klien menggunakan teknik relaksasi yang merupakan salah satu teknik pengurangan nyeri. 4. Jelaskan tujuan aktifitas ringan. 5. Observasi reaksi nyeri saat melakukan aktivitas. 6. Anjurkan pada klien untuk mentaati terapi yang diberikan. Rasional 1. Dengan latihan secara bertahap klien dapat melakukan aktifitas sesuai kemampuan. 2. Diharapkan ada upaya menuju mandiri. 3. Pengendalian nyeri merupakan pertahanan otot dan persendian dengan optimal. 4. Dengan penjelasan diharapkan klienn kooperatif. 5. Dengan mobilisasi terjadi penarikan otot, hal ini dapat meningkatkan rasa nyeri. 6. Diharapkan klien kooperatif. Diagnosa 5 Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita. Tujuan : Setelah dilakukan pendekatan klien tidak cemas lagi. Kriteria Hasil : Klien tenang, klien mampu bersosialisasi. Intervensi 1. Berikan dorongan pada klien untuk mendiskusikan perasaanya mengemukakan persepsinya tentang kecemasan. 2. Jelaskan pada klien setiap prosedur baik keperawatan maupun tindakan medis. 3. Kolaborasi dengan dokter untuk penjelasan tentang penyakitnya. Rasional 1. Membantu klien dalam memperoleh kesadaran dan memahami keadaan diri yang sebenarnya. 2. Dengan penjelasan diharapkan klien kooperatif dan mengurangi kecemasan klien. 3. Dengan penjelasan dari petugas kesehatan akan menambah kepercayaan terhadap apa yang dijelaskan sehingga cemas klien berkurang. 4. IMPLEMENTASI Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana tindakan meliputi beberapa bagian yaitu validasi, rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data (Nasrul Effendi, 1995). 5. EVALUASI Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dari rencana tindakan dari masalah kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. (Nasrul Effendi, 1995).

A. KONSEP DASAR I. Definisi Dermatitis kontak (DK) adalah dermatitis yang disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan dan luar yang bersifat iritan atau alergen. II. Etiologi Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, akali dan serbuk kayu, kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, vetikulum, serta suhu bahan iritan tersebut juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang di maksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan. Faktor individu juga berperan pada dematitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas : usia (anak dibawah 8 tahun lebih mudah teriritasi), ras : (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih). Jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita) : penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun) misalnya dermatitis atopik. a. Zat fisik - Bahan kimiawi : asam, basa, penisilin. - Bahan giologis : baju kulit wol, nilon sutra, perwarna pakaian, lipstik, sandal keset, parfum. - Accupational dermatitis : dermatitis akibat kerja. - Industrial dermatitis : bila zat-zat dari pabrik menjadi penyebab. - Dermatitis perioralis : disebabkan oleh geta buah, tapal gigi, obat kumur, dll Gejala Klinis Kelainan yang terjadi dapat berupa dermatitis akut, sub akut dan kronik, lesi yang akut, berupa lesi yang polimorf yaitu tampak makula yang eritematus, batas tidak jelas dan diatas makula yang eritematus terdapat paput, vesikel, bula yang bila pecah menjadi lesi yang eksudatif. Bentuk yang kronik gambarannya lebih sederhana berupa makula hiperpigmentasi disertai likhenifitasi dan ekskoriasi V. 1. 2. 3.

Diagnosa Banding Dermatitis atopik. Dermatitis seboroika Dermatofitosis

VI. Pemeriksaan Penunjang Bila penyakit sudah sembuh dapat diadakan ujian tempel (porth test) pada daerah fleksor lengan bawah atau intraskapular di oleskan alergan yang tersangka kemudian tutup dengan kain kasa dan selofan impermeabel. Sesudah 24-48 jam dibaca, apakah terdapat reaksi atau tidak. Reaksi diniali sebagai eritema1. + eritema, odema, papul2. + eritema, odema, papul, vesikol3. + sama dengan 3+ tetapi disertai vesikel yang berkonflaensi4. + sama dengan 4+ tetapi keadaan5. + VII. Penatalaksanaan Penanganan dermatitis konyak yang tersering adalah menghindari bahan yang menjadi penyebab Pengobatan medikamentosa terdiri dari : A. Pengobatan sistemik 1. Kartikosteroid, hanya untuk kasus yang berat dan digunakan dalam waktu singkat. - Prednison D 5-10mg / dosis 2-3 hari / 24 jam A : 1 mg / kg BB / hari. - Deksomatason D 0,5-1mg / dosis 2-3 hari / 24 jam A : 0,1 mg / kg BB / hari. - Triamsinolan D 4-8 mg / dosis 2-3 hari / 24 jam A : 1 mg / kg BB / hari. 2. Anti histamin - Klorfeneramin maleal

D 3-4 mg / dosis 2-3 kali / 24 jam A 0,09 mg / kg / dosis 3 kali / 24 jam Defenhidramin D 10-20 mg / dosis i.m 2-3 kali / 24 jam A 0,09 mg / kg / dosis 1-2 kali / 24 jam - Loratadin D 1 tablet / hari B. Pengobatan Upaya pengobatan dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menyingkirkan pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisik maupun kimiawi, bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna, dan tidak terjadi komplikasi maka dermatitis iritan tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan topikal, mungkin cuku dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering. Apabila diperlukan, untuk mengatasi perdangan dapat diberikan kortikosteroid topikal, misalnya hidrokortison, atau untuk kelainan yang kronis bisa diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat. Pemakaian alat pelindung yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan untuk mencegah kontak dengan bahan tersebut.

IV. Gejala Klinis Kelainan yang terjadi dapat berupa dermatitis akut, sub akut dan kronik, lesi yang akut, berupa lesi yang polimorf yaitu tampak makula yang eritematus, batas tidak jelas dan diatas makula yang eritematus terdapat paput, vesikel, bula yang bila pecah menjadi lesi yang eksudatif. Bentuk yang kronik gambarannya lebih sederhana berupa makula hiperpigmentasi disertai likhenifitasi dan ekskoriasi V. 1. 2. 3.

Diagnosa Banding Dermatitis atopik. Dermatitis seboroika Dermatofitosis

VI. Pemeriksaan Penunjang Bila penyakit sudah sembuh dapat diadakan ujian tempel (porth test) pada daerah fleksor lengan bawah atau intraskapular di oleskan alergan yang tersangka kemudian tutup dengan kain kasa dan selofan impermeabel. Sesudah 24-48 jam dibaca, apakah terdapat reaksi atau tidak. Reaksi diniali sebagai eritema1. + eritema, odema, papul2. + eritema, odema, papul, vesikol3. + sama dengan 3+ tetapi disertai vesikel yang berkonflaensi4. + sama dengan 4+ tetapi keadaan5. + VII. Penatalaksanaan Penanganan dermatitis konyak yang tersering adalah menghindari bahan yang menjadi penyebab Pengobatan medikamentosa terdiri dari : A. Pengobatan sistemik 1. Kartikosteroid, hanya untuk kasus yang berat dan digunakan dalam waktu singkat. - Prednison D 5-10mg / dosis 2-3 hari / 24 jam A : 1 mg / kg BB / hari. - Deksomatason D 0,5-1mg / dosis 2-3 hari / 24 jam A : 0,1 mg / kg BB / hari. - Triamsinolan D 4-8 mg / dosis 2-3 hari / 24 jam A : 1 mg / kg BB / hari. 2. Anti histamin

- Klorfeneramin maleal D 3-4 mg / dosis 2-3 kali / 24 jam A 0,09 mg / kg / dosis 3 kali / 24 jam

- Defenhidramin D 10-20 mg / dosis i.m 2-3 kali / 24 jam A 0,09 mg / kg / dosis 1-2 kali / 24 jam - Loratadin D 1 tablet / hari B. Pengobatan Upaya pengobatan dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menyingkirkan pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisik maupun kimiawi, bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna, dan tidak terjadi komplikasi maka dermatitis iritan tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan topikal, mungkin cuku dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering. Apabila diperlukan, untuk mengatasi perdangan dapat diberikan kortikosteroid topikal, misalnya hidrokortison, atau untuk kelainan yang kronis bisa diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat. Pemakaian alat pelindung yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan untuk mencegah kontak dengan bahan tersebut

B. ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien agar dapat mengidentifikasi mengenai masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik mental, sosial dan lingkungan (Nasrul Effendi, 1995) A. Pengumpulan Data 1. Identitas klien Nama, umur (banyak terjadi pada umur 50-70 tahun), jenis kelamin (lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada perempuan 10 : 1) agama status perkawinan, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, bahasa, alamat, diagnosis medis tanggal dan jam masuk rumah sakit. 2. Riwayat penyakit sekarang Bila mana serangan itu timbul, lokasi, kualitas dan faktor yang mempengaruhi dan memperberat keluhan sehingga di bawa ke RS. 3. Riwayat penyakit dahulu Mengkaji apakah klien pernag menderita penyakit yang sedang dialami seperti penyakit saat ini atau penyakit lain yang pernah diderita klien sebelumnya. 4. Riwayat penyakit keluarga Gambaran mengenai kesehatan keluarga dan apah dari anggota keluarga ada yang menderita penyakit menular dan keturunan. 5. Riwayat penyakit lingkungan Mengkaji terhadap penatalaksanaan dan pemeliharaan kesehatan dan diri sendiri serta kesehatan dan kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien. B. Pola Fungsi Kesehatan 1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Biasanya pada pasien mempunyai alergi pada bahan pelarut, deterjen, asam, alkali dll. 2. Pola nutrisi dan metabolisme. Pola nutisi dan metabolisme dikaji apakah makan kesukaan pasien, berapa kali makan satu hari komposisi makan, minum 1 hari berapa gelas, apakah ada alergi pada suatu minuman dan makanan. 3. Pola eliminasi. Px BAK dan BAB masih normal 4.

Pola aktifitas dan latihan.

Pada pasien dermatitis terjadi gangguan pola aktivitas dan latihan karena adanya rasa nyeri 5. Pola tidur dan istirahat. Pada pasien dermatitis terjadi gangguan pola tidur dan istirahat karena adanya rasa nyeri. 6. Pola persepsi dan konsep diri. Pada pasien dermatitis mengalami gambaran diri dan isolasi diri karena malu dengan keadaannya. 7. Pola sensori dan kognitif. Pada pola sensori rasa nyeri, pada pola kognitif perlu di kaji apakah pasien mengerti tentang penyakitnya. 8. Pola reproduksi sexual. Tidak terjadi gangguan pada pola ini. 9. Pola hubungan peran. Tidak terjadi gangguan pada pola ini. 10. Pola penanggulangan stress. Bagaimana pasien mengalami masalah yang ada. 11. Pola tata nilai dan kepercayaan. Tidak terjadi gangguan pada pola ini. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan umum Meliputi tekanan darah kesadaran, pernafasan berapa frekuensinya, reguler apa iriguler, suhu tubuh, nadi, frekuensi reguler atau ireguler. 2. Kepala Inspeksi, simetris apa tidak, adakah nyeri kepala, adakah taruma pada kepala. 3. Pemeriksaan integument / kulit meliputi warna kulit. 4. Pemeriksaan payu dara bentuk payu dara mengalami pembesaran kelenjar limfe 5. Pemeriksaan dada terdapat benjolan apa tidak, ada nyeri tekan atau refraksi di daerah dada atau tidak. 6. Pemeriksaan abdomen, tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen dan epigastrium. 7. Pemeriksaan penunjang a. Anamnesa Bercak mati rasa, kesemutan, luka, lumpuh. b. Uji klinis untuk mengetahui adanya makula anastesi, gangguan rasa suhu, gangguan rasa nyeri, gangguan rasa raba. c. Uji bakteriologis : bentuk kuman, struktur kuman, kepadatan kuman, daya tular. d. Pemeriksaan serologis. e. Pemeriksaan hispatologis. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan kulit. 2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit. 3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. 4. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan keadaan penyakitnya. 5. Isolasi diri berhubungan dengan perubahan penampilan fisik. PERENCANAAN Diagnosa 1 : Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan kulit. Tujuan : Nyeri berkurang atau dapat terkontrol dalam waktu 24 jam. Kriteria hasil : - Nyeri berkurang atau dapat terkontrol - Px tampak tenang - Nyeri skala 2 - 3 - TTV dalam batas normal T = 120 / 80 mmHg S = 36 6 oC N = 80 x /mnt RR= 18 x / mnt Rencana Tindakan : 1. Jelaskan pada pasien penyebab rasa nyeri R/ Px akan mengerti penyebab nyeri dan mengurangi ansietas. 2. Ajarkan tehnik relaksasi dan dekstraki untuk mengurangi nyeri

R/ Dengan tehnik relaksasi dan dekstraki dapat mengurangi nyeri. 3. Anjurkan pasien dengan panas panjang R/ Dengan panas panjang dapat mengurangi nyeri. 4. Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang R/ Memberikan rasa nyaman pada pasien. 5. Berikan posisi yang nyaman R/ Memberikan segala sesuatu yang dikeluhkan. 6. Dengarkan segala sesuatu yang dikeluhkan R/ Pengungkapan emosi dapat mengikatkan mekanisme koping. 7. Lakukan tindakan kenyamanan dasar seperti pijatan pada area yang tidak sakit R/ Meningkatan relaksasi menurunkan ketegangan otot dan kelelahan umum. 8. Observasi tanda-tanda vital R/ Mengetahui perkembangan penyakitnya. 9. Kaji skala nyeri R/ Untuk mengetahui derajat nyeri dan mengidentifikasi adanya komplikasi. 10. Kolaboasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik R/ Untuk menghilangkan nyeri. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. Tujuan : Cemas berkurang dalam waktu 24 jam Kriteria Hasil : - Klien tampak tenang - Klien tidak gelisah - Klien dapat mengungkapkan apa yang dirasakan - TTV dalam batas normal Rencana Tindakan : 1. Jelaskan pada pasien tentang penyebab penyakitnya R/ Px akan mengerti penyebab penyakitnya dan mengurangi ansietas. 2. Dengarkan semua yang iungkapkan Px R/ Px akan merasa diperhatikan dan mengurangi ansietas. 3. Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang R/Memberikan rasa nyaman dan tenang. 4. Berikan dukungan mental R/ Meningkatkan rasa percaya diri pasien. 5. Anjurkan pasien untuk lebih banyak berdoa R/ Lebih mendekatkan diri pada Tuhan akan memberikan rasa tenang. 6. Observasi tanda-tanda vital R/ Mengetahui perkembangan penyakit IMPLEMENTASI Pelaksanaan asuhan keperawatan adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana perawatan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakananjuran dokter dan menjalankan ketentuan dari rumah sakit. EVALUASI Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan ada tiga alternatif dalam evaluasi yaitu : * Masalah teratasi * Masalah teratasi sebagian * Masalah tidak teratasi Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

Konsep Dasar Medis

1.

Pengertian Beberapa definisi hipertensi adalah sebagai berikut : Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. (Brunner dan Suddarth, 896 ; 2002). Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur palingtidak pada tiga kesempatan yang berbeda. (Elizabeth J. Corwin, 484; 2009). Hipertensi adalah kondisi abnormal dari hemodinamik, dimana menurut WHO tekanan saitolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan diastoliknya > 90 mmHg (untuk usia < 60 tahun) dan sistolik ≥ 90 dan atau tekanan diastoliknya > 95 mmHg (untuk usia > 60 tahun). (Taufan Nugroho, 2011). Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg, atau bila paien memakai obat antihipertensi. ( Arif Mansjoer, 2001). Dari beberapa definisi mengenai hipertensi di atas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah tekanan darah diatas 140/90 mmHg, tinggi rendahnya juga tergantung pada usia. Sumber : Brunner dan suddarth (896, 2002).

3.

Etiologi Penyebab terjadinya hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin, (2009 ; 485), antara lain :

a.

Kecepatan denyut jantung

b.

Volume sekuncup

c.

Asupan tinggi garam

d.

Vasokontriksi arterio dan arteri kecil

e.

Stres berkepanjangan

f.

Genetik

5.

Patofisiologi Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat pasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jarak saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilapaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons penbuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor.

6.

Manisfestasi Klinis Adapun manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pederita hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin (2009 ; 487), antara lain :

a.

Sakit kepala saat terjaga kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranium.

b.

Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.

c.

Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susuna saraf pusat.

d.

Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.

e.

Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler 7.

8.

Komplikasi

Test dignostik

Jenis pemeriksaan diagnostik pada penyakit hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin (2009 ; 487), antara lain : a.

Pengukuran diagnostik pada tekanan darah menggunakan sfigmomanometer akan memperlihatkan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik jauh sebelum adanya gejala penyakit.

b.

Dijumpai proteinuria pada wanita preklamsia. Sedangkan menurut Lyndon Saputra (2009), Pemeriksaan khusus pada penderita hipertensi antara lain :

a.

Tujuan semua pemeriksaan khusus adalah untuk menemukan penyebab, derajat dan adanya kerusakan pada ”end organ”.

b.

Kimia darah meliputi tes untuk fungsi ginjal dan elektrolit serum.

c.

Rontgen toraks.

d.

EKG

e.

Urinalisasi

f.

Tes lebih spesifik bila terdapat kecurigaan yang lebih besar, aortogram untuk koarktasio aorta atau kelainan vaskuler ginjal.

g.

Aktivitas renin plasma dan ekskresi aldosteron untuk aldosteronisme.

h.

”Rapid-sequnce intravenous pyelogram”, arteriogram arteri renalis, aktivitas renin vena renalis dan biopsi ginjal untuk penyakit ginjal.

i.

Pemeriksaan

terhadap

asam vanillymandelic dan

katekolamin

pada

urin

untuk

mencari

adanya feokromosotioma. j.

17-hidroksikortikosteroid dalam urin untuk sindrom Cushing.

k.

Tes fungsi tiroid untuk penyakit.

9.

Penatalaksanaan medik Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg. Efektifitas setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis, termasuk penurunan berat badan, pembatasan alkohol, natrium dan tembakau; latihan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi antihipertensi. Apabila pada penderita hipertensi ringan berada dalam risiko tinggi (pria perokok) atau bila tekanan darah diastoliknya menetap, diatas 85 atau 95 mmHg dan siastoliknya diatas 130 sampai diatas 139 mmHg, maka perlu dimulai terapi obat-obatan. (Brunner and Suddarth, 2002).

B.

Konsep Dasar Keperawatan

1.

Pengkajian

a. Aktifitas Gejala : Kelemahan, letih nafas pendek, gaya hidup monoton. Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, tachypnea. b. Sirkulasi Gejala : Riwayat hipertensi, atherosklerosis, penyakit jantung kongesti/katup dan penyakit serebrovaskuler. Tanda : Kenaikan tekanan darah.

Nadi: denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, perbedaan denyut. Denyut apical: titik point of maksimum impuls, mungki bergeser atau sangat kuat. Frekuensi/irama: takikardia, berbagai disritmia. Bunyi jantung: tidak terdengar bunyi jantung I, pada dasar bunyi jantung II dan bunyi jantung III. Murmur stenosis valvular. Distensi vena jugularis/kongesti vena. Desiran vaskuler tidak terdengar di atas karotis, femoralis atau epigastrium (stenosis arteri). Ekstremitas: perubahan warna kulit, suhu dingin, pengisian kapiler mungkin lambat atau tertunda. c. Integritas ego Gejala : Riwayat kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah kronik, factor stress multiple. Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan yang meledak, gerak tangan empati, muka tegang, gerak fisik, pernafasan menghela nafas, penurunan pola bicara. d.

Eliminasi

Gejala : Gejala ginjal saat ini atau yang lalu (misalnya: infeksi, obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa lalu). e. Makanan dan cairan Gejala : Makanan yang disukai mencakup makanan tinggi garam, lemak, kolesterol serta makanan dengan kandungan tinggi kalori. Tanda : Berat badan normal atau obesitas. Adanya edema, kongesti vena, distensi vena jugulalaris, glikosuria. f.

Neurosensori Gejala : Keluhan pening/ pusing, berdenyut, sakit kepala sub occipital. Episode bebas atau kelemahan pada satu sisi tubuh. Gangguan penglihatan dan episode statis staksis.

Tanda : Status mental: perubahan keterjagaaan, orientasi. Pola/isi bicara, afek, proses fikir atau memori. Respon motorik: penurunan kekuatan, genggaman tangan Perubahan retinal optik: sclerosis, penyempitan arteri ringan – mendatar, edema, papiladema, exudat, hemorgi. g. Nyeri/ketidaknyamanan Gejala : Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung). Nyeri tungkai yang hilang timbul/klaudasi. Sakit kepala oxipital berat. Nyeri abdomen/massa. h.

Pernafasan (berhubungan dengan efek cardiopulmonal tahap lanjut dari hipertensi menetap/berat).

Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja tachypnea, ortopnea, dispnea, nocturnal paroxysmal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok. Tanda : Distress respirasi/penggunaan otot aksesori pernafasan, bunyi nafas tambahan, sianosis. i.

Keamanan

Keluhan : Gangguan koordinasi/cara berjalan. Gejala : Episode parastesia unilateral transien, hypotensi postural. 2.

Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah actual dan resiko tinggi. Menurut Marllyn Doengoes (2000), diagnosa keperawatan pada hipertensi adalah sebagai berikut :

a.

Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung

b.

Intolerans aktifitas

n dengan

c.

Nyeri (akut)

d.

Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh.

e.

Koping individual tidak efektif

f.

Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi rencana pengobatan.

3.

Perencanaan Intervensi keperawatan adalah preskripsi untik prilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Tindakan keperawatan dibagi menjadi, mandiri (dilakukan perawat) dan kolaboratif (dilakukan oleh pemberiperawatan lainnya).

a.

Curah jantung, penurunan, resti, terhadap.

: Peningkatan afterload, vasokontriksi, iskemia myokardia, hypertropi/rigiditas (kekakuan) ventrikuler, Tujuan: 1)

Mempertahankan tekanan darah dalam rentang individu yang dapat diterima.

2)

Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang dan pasien. Intervensi dan rasional:

1.

2.

3.

4.

5. 6.

Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional INTERVENSI RASIONAL 1. Perbandingan dari tekanan Pantau tekanan darah. memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah vaskuler. 2. Denyutan karotis, jugularis, radialis, dan femoralis mungkin Catat keberadaan, kualitas denyutan diamati atau tekanan palpasi. Denyutan pada tungkai mungkin sentral dan perifer. menurun: efek dari vasokontraksi. 3. Bunyi jantung IV umum terdengar pada hipertensi berat dan kerusakan fungsi adanya krakels mengi dapat mengindikasi kongesti paru sekunder Auskultasi tonus jantung dan bunyi terhadap atau gagal jantung kronik. 4. Mungkin berkaitan dengan nafas. vasokontraksi atau mencerminkan dekompensasi atau penurunan curah jantung. 5. Mengindikasi gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler. 6. Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, menurunkan Amati warna kulit, kelembaban suhu, relaksasi. dan masa pengisian kapiler. Catat edema umum/tertentu.

7.

Beri lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktifitas/keributan lingkungan dan batasi jumlah pengunjung dan 8. lamannya tinggal. 7. Pertahankan pembatasan aktifitas (jadwal istirahat tanpa gangguan, istirahat di tempat tidur/kursi), bantu 9. pasien melakukan aktifitas perawatan diri sesuai kebutuhan. 8. Lakukan tindakan yang nyaman 10. (pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur).

Menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit hipertensi. Mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan rangsang simpatis.

Menurunkan rangsangan stress membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan tekanan darah. Respon terhadap terapi obat tergantung pada individu dan efek sinergis obat.

INTERVENSI

RASIONAL 11. Dapat memperkuat agen 9. Anjurkan tehnik relaksasi, distraksi, antihipertensi lain dengan dan panduan imajinasi. membatasi retensi cairan. 12. dapat menangani retensi cairan dengan respon hipertensi yang dapat 10. Pantau respon terhadap obat untuk melibatkan beban kerja jantung. 13. Bila hipertensi berhubungan dengan mengontrol tekanan darah. 11. Kolaborasi dalam pemberian obat-obat adanya fcokromositoma maka pengangkatan tumor dapat sesuai indikasi seperti: memperbaiki kondisi. Diuretik tiazoid: diuril, esidrix, bendroflumentiazoid 12. Kolaborasi dalam memerikan pembatasan cairan dan diet natrium sesuai indikasi. 13. Siapkan untuk pembedahan bila ada indikasi.

Sumber : Marllyn Doengoes, (2000) b.

Intoleran aktifitas Berhubungan dengan: kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2

Tujuan: Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan/diperlukan. Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat diukur. Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda toleransi fisiologis. Intervensi dan rasional:

Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional INTERVENSI RASIONAL 1. Menyebutkan parameter 1. Kaji respon pasien terhadap aktifitas membantu dalam mengkaji respon frekuensi nadi, peningkatan tekanan fisiologis stress terhadap aktifitas darah yang nyata selama/sesudah dan bila ada merupakan indicator aktifitas. dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktifitas. 2. Dapat mengurangi penggunaan energi dan membantu 2. Instruksikan tehnik penghematan keseimbangan antara suplai antara suplai dan kebutuhan O2. energi (menggunakan kursi saat mandi, duduk, menyisir rambut atau menyikat 3. Kemajuan aktifitas bertahap gigi, lakukan aktifitas dengan perlahan). mencegah penurunan kerja jantung 3. Berikan dorongan untuk melakukan tiba. aktifitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.

Sumber : Marllyn Doengoes, (2000) c.

Nyeri (akut), sakit kepala berhubungan dengan: peningkatan tekanan vaskuler serebral.

Tujuan: melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang/tidak terkontrol Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan Intervensi dan rasional:

1.

Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional INTERVENSI RASIONAL Mempertahankan tirah baring selama 1. Meminimalkan stimulasi

atau

INTERVENSI 2.

fase akut. Berikan kompres dingin pada dahi, 2. pijat punggung, dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, tehnik relaksasi.

3.

Hilangnya/minimalkan aktifitas 3. vasokonstriksi yang dapat menurunkan dan sakit kepala, misalnya: batuk panjang, mengejan saat BAB, dan lainlain. 4. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai 4. kebutuhan. 5. 5. Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila terjadi perdarahan hidung atau kompres di hidung telah dilakukan untuk menghentikan perdarahan. 6.

RASIONAL menurunkan relaksasi. Menurunkan tekanan vaskuler serebral dan yang memperlambat/ memblok respon simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasi. Menyebabkan sakit kepala pada adanya tekanan vaskuler serebral karena aktifitas yang meningkatkan vaskonotraksi.

Pusing dan pengelihatan kabur sering berhubungan dengan sakit kepala. Menaikkan kenyamanan kompres hidung dapat mengganggu menelan atau membutuhkan nafas dengan mulut, menimbulkan stagnasi sekresi oral dan mengeringkan mukosa. Dapat mengurangi tegangan dan ketidaknyamanan yang diperbuat oleh 6. Kolaborasi dalam pemberian analgesic stress. dan antiancietas. Sumber : Marllyn Doengoes, (2000) d.

Nutrisi, perubahan, lebih dari kebutuhan tubuh

n dengan: Masukan berlebihan sehubungan dengan metabolic Pola hidup monoton. Keyakinan budaya. Tujuan: 1)

Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan kegemukan.

2)

Menunjukkan perubahan pola makan.

3)

Mempertahankan berat badan yang diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan optimal.

4)

Melakukan/mempertahankan program olahraga yang tepat. Intervensi dan rasional:

Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional INTERVENSI RASIONAL 1. Kegemukan adalah resiko 1. Kaji pemahaman pasien tentang hubungan langsung antara hipertensi dan tambahan pada hipertensi karena kondisi proporsi antara kapasitas kegemukan. aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan dengan peningkatan massa tubuh. 2. Kesalahan kebiasaan maksimum menunjang terjadinya 2. Bicarakan pentingnya menurunkan atherosklerosis dan kegemukan yang masukan kalori dan batasi masukan merupakan predisposisi untuk lemak, garam, gula sesuai indikasi. hipertensi dan komplikasinya. 3.

3.

Tetapkan keinginan pasien menurunkan berat badan.

Motivasi penurunan berat badan adalah internal. Individu harus untuk berkeinginan untuk menurunkan berat badan bila tidak maka program sama sekali tidak berhasil. 4. Membantu dalam menentukan kebutuhan individu untuk penyesuaian/penyuluhan dan

INTERVENSI

RASIONAL mengidentifikasi kekuatan/ 4. Kaji ulang masukan kalori harian dan kelemahan dalam program diet terakhir. pilihan diet. 5. Penting untuk mencegah perkembangan aterogenesis. 6.

Memberikan konseling dan 5. Instruksikan dan bantu memilih bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual. makanan yang tepat, hindari makanan dengan kejenuhan lemak tinggi dan kolesterol. 6. Kolaboratif, rujuk ke ahli gizi sesuai indikasi. Sumber : Marllyn Doengoes, (2000) e.

Koping individual, inefektif berhubungan dengan:

1)

Krisis situasional/diaturasional.

2)

Perubahan hidup beragam.

3)

Relaksasi tidak adekuat.

4)

System pendukung tidak adekuat.

5)

Persepsi tidak realistic.

6)

Sedikit atau tidak pernah olahraga.

7)

Nutrisi buruk.

8)

Harapan yang tidak terpenuhi.

9)

Kerja tidak berlebihan.

10) Metode koping tidak efektif. Tujuan: 1)

Mengidentifikasi kesadaran kemampuan koping/kekuatan pribadi.

2)

Mengidentifikasi potensial situasi stress dan mengambil langkah untuk menghindari/mengubahnya.

3)

Mendemonstrasikan penggunaan keterampilan/metode koping efektif. Intervensi dan rasional: Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional INTERVENSI RASIONAL 1. Kaji keefektifan strategi koping 1. Mekanisme adaptif perlu untuk dengan mengobservasi perilaku, mengubah pola hidup seseorang, misalnya: kemampuan menyatakan mengatasi hipertensi kronik, dan perasaan dan perhatian, keinginan mengintegrasikan terapi yang berpartisipasi dalam rencana diharuskan ke dalam kehidupan seharipengobatan. hari. 2. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan 2. Manifestasi mekanisme koping konsentrasi, peka rangsang, penurunan maladaptik mungkin merupakan toleransi sakit kepala, ketidakmampuan indicator marah yang ditekan dan untuk mengatasi atau menyelesaikan diketahui telah menjadi penentu utama masalah. tekanan darah diastolic. 3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan 3. Pengenalan terhadap stressor adalah strategi untuk mengatasi atau langkah pertama dalam mengubah menyelesaikan masalah. respon seseorang terhadap stressor.

INTERVENSI RASIONAL 4. Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan berikan dorongan 4. Memperbaiki keterampilan koping partisipasi maksimum dalam rencana dan dapat meningkatkan kerjasama pengobatan. dalam regimen teraupetik. 5. Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas atau tujuan hidup. 5. Fokus perhatian pasien pada realitas situasi yang ada relatif terhadap pandangan pasien tentang apa yang diinginkan. Sumber : Marllyn Doengoes, (2000) f.

Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi rencana pengobatan berhubungan dengan:

1)

Kurang pengetahuan/daya ingat

2)

Misinterpretasi informasi

3)

Keterbatasan kopnitif.

4)

Menyangkal diagnosa. Tujuan:

1)

Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan

2)

Mempertahankan tekanan darah dalam parameter normal.

3)

Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu diperhatikan. Intervensi dan Rasional : Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional INTERVENSI RASIONAL 1. Kaji kesiapan dan hambatan dalam 1. Mengidentifikasi kemampuan belajar, termasuk orang terdekat. klien dalam menerima 2. Tetapkan dan nyatakan batas tekanan pembelajaran. darah normal, jelaskan tentang hipertensi 2. Meningkatkan pengetahuan klien dan efeknya pada jantung, pembuluh tentang tekanan darah normal dan darah, ginjal, dan otak. efek hipertensi. 3. Hindari mengatakan tekanan darah normal dan gunakan istilah terkontrol dengan baik saat menggambarkan tekanan 3. Tekanan darah normal pada darah pasien dalam batas yang diinginkan. setiap orang berbeda tergantung 4. Bantu pasien dalam mengidentifikasi pada banyak faktor. factor-faktor resiko kardiovaskuler yang dapat diubah misalnya obesitas, diet, tinggi lemak jenuh, kolesterol, pola hidup monoton, dan minum alcohol, pola hidup 4. Mencegah meningkatnya tekanan stress. darah dengan memperhatikan 5. Rekomendasikan untuk menghindari faktor – faktor resiko. mandi air panas, ruang penguapan, penggunaan alcohol yang berlebihan. 6. Anjurkan pasien untuk berkonsultasi dengan pemberi perawatan sebelum 5. Dapat menyebabkan tekanan menggunakan obat. darah berubah – ubah. 7. Instruksikan pasien tentang peningkatan masukan makanan atau cairan tinggi kalium. 6. Menghindari terjadinya resiko overdosis obat.

7.

Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.

Sumber : Marllyn Doengoes, (2000) 4.

Pelaksanaan Pelaksanaan keperawatan/implementasi harus sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya dan pelaksanaan ini disesuaikan dengan masalah yang terjadi. Dalam pelaksanaan keperawatan ada 4 tindakan yang dilakukan yaitu :

a.

Tindakan mandiri

b.

Tindakan observasi

c.

Tindakan health education

d.

Tindakan kolaborasi

5.

Evaluasi Tahapan evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana tujuan dapat dicapai, sehingga dalam mengevaluasi efektivitas tindakan keperawatan. Perawat perlu mengetahui kriteria keberhasilan dimana kriteria ini harus dapat diukur dan diamati agar kemajuan perkembangan keperawatan kesehatan klien dapat diketahui Dalam evaluasi dapat dikemukakan 4 kemungkinan yang menentukan keperawatan selanjutnya yaitu :

a.

Masalah klien dapat dipecahkan .

b.

Sebagian masalah klien dapat dipecahkan.

c.

Masalah klien tidak dapat dipecahkan.

d.

Dapat muncul masalah baru. Evaluasi untuk klien dengan hipertensi dapat disesuaikan dengan masalah yang telah ditanggulangi dengan mengacu pada tujuan yang telah ditentukan.

a.

Apakah tekanan darah dalam rentang yang dapat diterima oleh klien?.

b.

Apakah klien dapat beraktifitas secara mandiri ?.

c.

Apakah kebutuhan nutrisi klien terpenuhi ?.

d.

Apakah klien dapat menggunakan koping yang efektif ?.

e.

Apakah pemahaman klien tentang penyakit meningkat ?. BAB I TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Stroke Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Sedangkan menurut Hudak (1996), stroke adalah defisit neurologi yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari cardiovascular disease (CVD). (Fransisca B Batticaca, 2008) Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. (Arif Muttaqin, 2008) C.

Etiologi Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain : 1. Thrombosis Cerebral. Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak : a. Atherosklerosis Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas

    b.

c. 2.

a. b. c.

d. 3.

a. b. c. d. e. 4. a. b. c. 5. a. b. D.

dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut : Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis. Tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus). Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan. Hypercoagulasi pada polysitemia Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral. Arteritis( radang pada arteri ) Emboli Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli : Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD) Myokard infark Fibrilasi Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium. Haemorhagi Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi : Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah. Hypoksia Umum Hipertensi yang parah. Cardiac Pulmonary Arrest Cardiac output turun akibat aritmia Hipoksia setempat Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain. Patofisiologi Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung)

F. 1. 2. 3. 4. 5.

Tanda dan gejala Kehilangan/menurunnya kemampuan motorik. Kehilangan/menurunnya kemampuan komunikasi. Gangguan persepsi. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik. Disfungsi : 12 syaraf kranial, kemampuan sensorik, refleks otot, kandung kemih.

H. 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Pemeriksaan Diagnostik CT Scan MRI Angiografi Serebri USG Doppler EEG Sinar X tengkorak

7. 8. 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) I. 1. a. b. 2. 3. 4.

Pungsi Lumbal Pemeriksaan Laboratorium Darah rutin Gula darah Urine rutin Cairan serebrospinal Analisa gas darah (AGD) Biokimia darah Elektrollit Penatalaksanaan Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut: Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan : Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.

BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis. 2. Keluhan utama Sering menjadi alasan kleien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggita gerak sebalah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,dan penurunan tingkat kesadaran. 3. Data riwayat kesehatan a. Riwayat kesehatan sekarang Serangan stroke berlangsuung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas ataupun sedang beristirahat. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah,bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. b. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, riwayat steooke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung,anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan anti kougulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. c. Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu. 4. Riwayat psikososial dan spiritual Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari. 6. Pemeriksaan fisik a. Kepala Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau riwayat operasi. b. Mata Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan dalam memotar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI). c. Hidung Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus olfaktorius (nervus I). d. Mulut Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus, adanya kesulitan dalam menelan. e. Dada o Inspeksi : Bentuk simetris o Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan. o Perkusi : Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.

o

Auskultasi : Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara jantung I dan II murmur atau gallop. f. Abdomen o Inspeksi : Bentuk simetris, pembesaran tidak ada. o Auskultasi : Bisisng usus agak lemah. o Perkusi : Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada g. Ekstremitas Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan hemiplegi paralisa atau hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilkukan pengukuran kekuatan otot, normal : 5 Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008) 1) Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali. 2) Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi. 3) Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi. 4) Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan pemeriksaan. 5) Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi kekuatanya berkurang. 6) Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan penuh

B. 1.

1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 1) 2) 3) 4)

5)

6) 7)

2.

1) 2) 3) 4) 5) 6) 1) 2)

Diagnosa Keperawatan dan Rencana Keperawatan Perubahan perpusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak. Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan ...x24 jam perpusi jarinagn tercapai secara optimal dengan kriteria hasil : klien tidak gelisah tidak ada keluhan nyeri kepala mual dan kejang GCS 4, 5, 6 pupil isokor refleks cahaya (+) TTV normal. Intervensi : Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab peningkatan TAK dan akibatnaya. Rasional : keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan. Baringkan klie ( bed rest ) total dengan posisi tidur telentang tanpa bantal. Rasional : monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS. Monitor tanda-tanda vital. Rasional : untuk mengetahui keadaan umum klien. Bantu pasien untuk membtasi muntah, batuk,anjurkan klien menarik nafas apabila bergerak atau berbalik dari tempat tidur. Rasional : aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intracranial dan intraabdoment dan dapat melindungi diri diri dari valsava. Ajarkan klien untuk mengindari batuk dan mengejan berlebihan. Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intrkranial dan poteensial terjadi perdarahan ulang. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung. Rasional : rangsangan aktivitas dapat meningktkan tekanan intracranial. Kolaborasi : pemberian terapi sesuai intruksi dokter,seperti :steroid, aminofel, antibiotika. Rasional : tujuan yang di berikan dengan tujuan: menurunkan premeabilitas kapiler,menurunkan edema serebri,menurunkan metabolic sel dan kejang. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran. Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam klien mamapu meningkatkan dan memepertahankan keefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi, dengan kriteria hasil : bunyi nafas terdengar bersih ronkhi tidak terdengar trakeal tube bebas sumbatan menunjukan batuk efektif tidak ada penumpukan secret di jalan nafas frekuensi pernafasan 16 -20x/menit. Intervensi : Kaji keadaan jalan nafas, Rasional : obstruksi munkin dapat di sebabkan oleh akumulasi secret. Lakukan pengisapan lendir jika d perlukan.

Rasional : pengisapan lendir dapay memebebaskan jalan nafas dan tidak terus menerus di lakukan dan durasinya dapat di kurangi untuk mencegah hipoksia. 3) Ajarkan klien batuk efektif. Rasional : batuk efektif dapat mengeluarkan secret dari jalan nafas. 4) Lakukan postural drainage perkusi/penepukan. Rasional : mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran secret. 5) Kolaborasi : pemberian oksigen 100%. Rasional : denagn pemberiaan oksigen dapat membantu pernafasan dan membuat hiperpentilasi mencegah terjadinya atelaktasisi dan mengurangi terjadinya hipoksia. 3.

1) 2) 3) 4)

5)

4.

1) 2) 3) 4) 5)

6)

5.

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau hemiplagia, kelemahan neuromoskuler pada ekstremitas Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam mobilitas fisik teratasi, dengan kriteria hasil : klien dapat mempertahan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi. Intervensi : Kaji kemampuan secar fungsional dengan cara yang teratur klasifikasikan melalui skala 0-4. Rasional : untuk mengidentifikasikan kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. Ubah posisi setiap 2 jam dan sebagainya jika memungkinkan bisa lebih sering. Rasional : menurunkan terjadinya terauma atau iskemia jaringan. Lakukan gerakan ROM aktif dan pasif pada semua ekstremitas. Rasional : meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi dan mencegah terjadinya kontraktur. Bantu mengembangkan keseimbangan duduk seoerti meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur. Rasional : membantu melatih kembali jaras saraf,meningkatkan respon proprioseptik dan motorik. Konsultasi dengan ahli fisiotrapi. Rasional : program yang khusus dapat di kembangkan untuk menemukan kebutuhan klien. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama. Tujuan : klien mampu memperthankan keutuhan kulit setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ..x24jam Kriteria hasil : klien mampu perpartisipasi dalam penyembuhan luka, mengetahui cara dan penyebab luka, tidak ada tanda kemerahan atau luka Intervensi : Anjurkan klien untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika munkin. Rasional : meningkatkan aliran darah ke semua daerah. Ubah posisi setiap 2 jam. Rasional : menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah. Gunakan bantal air atau bantal yang lunak di bawah area yang menonjol. Rasional : mengindari tekanan yang berlebihan pada daerah yang menonjol. Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisis. Rasional : mengindari kerusakan kapiler. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi. Rasional : hangan dan pelunakan merupakan tanda kerusakan jaringan. Jaga kebersihan kulit dan hidari seminimal munkin terauma,panas terhadap kulit. Rasional : untuk mempertahankan ke utuhan kulit

Defisist perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler, menurunya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot atau koordinasi di tandai oleh kelemahan untuk ADL, seperti makan, mandi dll. Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam terjadi prilaku peningkatan perawatan diri. Kriteria hasil : klien menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatna diri sesuai dengan tingkat kemampuan, mengidentifikasikan personal masyarakat yang dapat membantu. Intervensi : 1) Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0 – 4 untuk melakukan ADL. Rasional : membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individu. 2) Hindari apa yang tidak dapat di lakukan oleh klien dan bantu bila perlu. Rasional : klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini di lakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien. 3) Menyadarkan tingkah laku atau sugesti tindakan pada perlindungan kelemahan. Pertahankan dukungan pola pikir dan izinkan klien melakukan tugas, beri umpan balik yang positif untuk usahanya.

Rasional : klien memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui perawatan yang konsisten dalam menangani klien, skaligus meningkatkan harga diri klien, memandirikan klien, dan menganjurkan klie untuk terus mencoba. 4) Rencanakan tindakan untuk deficit pengelihatan dan seperti tempatkan makanan dan peralatan dalam suatu tempat, dekatkan tempat tidur ke dinding. Rasional : klien mampu melihat dan memakan makanan, akan mampu melihat kelaurmasuk orang ke ruangan. 6.

1) 2) 3) 4) 5)

7.

1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)

Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubunagn dengan imobilisasi dan asupan cairan yang tidak adekuat. Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selam 2x24 jam gangguan eliminasi fecal ( konstipasi) tidak terjadi lagi. Kriteria hasil : klien BAB lancer,konsistensi feces encer, Tidak terjadi konstipasi lagi. Intervensi : Kaji pola eliminasi BAB Rasional : untuk mengetahui frekuensi BAB klien, mengidentifikasi masalah BAB pada klien . Anjurkan untuk mengosumsi buah dan sayur kaya serat. Rasional : untuk mempelancar BAB. Anjurkan klien untuk banyak minum air putih, kurang lebih 18 gelas/hari, Rasional : mengencerkan feces dan mempermudah pengeluaran feces. Berikan latihan ROM pasif Rasional : untuk meningkatkan defikasi. Kolaborasi pemberian obat pencahar. Rasional : untuk membantu pelunakkan dan pengeluaran feces Gangguan eliminasi urin ( inkontinensia urin) berhubungan dengan lesi pada UMN. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, selama ...x24 jam. Kriteria hasil : gangguan eliminasi urin tidak terjadi lagi, pola eliminasi BAK normal. Intervensi : Kaji pola eliminasi urin. Rasional : mengetahui masalah dalm pola berkemih. Kaji multifaktoral yang menyebabkan inkontensia. Rasional : untuk menentukan tindakan yang akan di lakukan. Membatasi intake cairan 2-3 jam sebelum tidur. Rasional : untuk mengatur supaya tidak terjadi kepenuhan pada kandung kemih. Batasi intake makanan yang menyebabkan iritasi kandung kemih. Rasional : untuk menghindari terjadinya infeksi pada kandung kemih. Kaji kemampuan berkemih. Rasonal : untuk menentukan piñata laksanaan tindak lanjut jika klien tidak bisa berkemih. Modifikasi pakaian dan lingkungan. Rasional : untuk mempermudah kebutuhan eliminasi. Kolaborasi pemasangaan kateter. Rasional : mempermudah klien dalam memenuhi kebutuhan eliminasi urin.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CIDERA KEPALA SEDANG 11/02/2013 09:26:00 pm 0 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CIDERA KEPALA SEDANG

A. PENGERTIAN Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (sylvia anderson Price, 1985) Disebut cedera kepala sedang bila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan TIK.

B. PATOFISIOLOGI Cedera kulit kepala Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila mengalami cedera dalam. Kulit kepala juga merupakan tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat menimbulkan abrasi, kontisio, laserasi atau avulsi. Fraktur tengkorak Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak dan fraktur tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur dan karena alasan yang kurang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinar X, fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga sering menimbulkan hemorragi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telinga dan hidung. Cidera otak Kejadian cedera “ Minor “ dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna sel-sel cerebral membutuhkan supalai darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir tanpa henti hanya beberapa menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi. Komosio Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah kehilangan fase neuologik sementara tanpa kerusakan struktur. Jika jaringan otak dan lobus frontal terkena, pasien dapat menunjukkan perilaku yang aneh dimana keterlibatan lobus temporal dapat menimbulkan amnesia disoreantasi. Kontusio Kontusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar dan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan diri. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat. Hemoragi cranial Hematoma ( pengumpulan darah ) yang terjadi dalam tubuh kranial adalah akibat paling serius dari cedera kepala. Ada 3 macam hematoma : 1. Hematoma Epidural (hematoma Ekstradural) Setelah terjadi cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara tengkorak di dura. Keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningkat tengah putus atau rusak (laserasi), dimana arteri ini berada diantara dura dan tengkorak daerah frontal inferior menuju bagian tipis tulang temporal, hemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada otak. 2. hematoma subdural hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak, yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hemoragi sub dural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat

putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Hematoma subdural dapat terjadi akut, sub akut atau kronik tergantung pada ukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada. Hematoma subdural akut: dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kkontusio atau laserasi. Hematoma subdural subakut: sekrela kontusio sedikit berat dan dicurigai pada bagian yang gagal untuk menaikkan kesadaran setelah trauma kepala. Hematoma subdural kronik: dapat terjadi karena cedera kepala minor dan terjadi paling sering pada lansia. Lansia cenderung mengalami cedera tipe ini karena atrofi otak, yang diperkirakan akibat proses penuaan. 3. Hemoragi Intra cerebral dan hematoma hematoma intracerebral adalah perdarahan ke dalam substansi otak. Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil. Hemoragi in didalam menyebabkan degenerasi dan ruptur pembuluh darah, ruptur kantong aneorima vasculer, tumor infracamal, penyebab sistemik gangguan perdarahan. Trauma otak mempengaruhi setiap sistem tubuh. Manifestasi klinis cedera otak meliputi : - Gangguan kesadaran - Konfusi - Sakit kepala, vertigo, gangguan pergerakan - Tiba-tiba defisit neurologik - Perubahan TTV - Gangguan penglihatan - Disfungsi sensorik - lemah otak

C. PATHWAYS D. TANDA DAN GEJALA • Pola pernafasan Pusat pernafasan diciderai oleh peningkatan TIK dan hipoksia, trauma langsung atau interupsi aliran darah. Pola pernafasan dapat berupa hipoventilasi alveolar, dangkal. • Kerusakan mobilitas fisik Hemisfer atau hemiplegi akibat kerusakan pada area motorik otak. • Ketidakseimbangan hidrasi Terjadi karena adanya kerusakan kelenjar hipofisis atau hipotalamus dan peningkatan TIK • Aktifitas menelan Reflek melan dari batang otak mungkin hiperaktif atau menurun sampai hilang sama sekali • Kerusakan komunikasi Pasien mengalami trauma yang mengenai hemisfer serebral menunjukkan disfasia, kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa. E. PEMERIKSAAN PENUNJANG • CT Scan • Ventrikulografi udara • Angiogram • Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL) • Ultrasonografi

F. PENATALAKSANAAN 1. Air dan Breathing - Perhatian adanya apnoe - Untuk cedera kepala berat lakukan intubasi endotracheal. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen 100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2. - Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi asidosis dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmhg. 2. Circulation Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya perburukan pada CKS. Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang sementara penyebab hipotensi dicari. 3. disability (pemeriksaan neurologis) - Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat dipercaya kebenarannya. Karena penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi normal kembali segera tekanan darahnya normal - Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pupil I. DIAGNOASA KEPERAWATAN YANG MUNCU J. RENCANA KEPERAWATAN 1. Diagnosa : gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema serebral Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi motorik dan sensorik Intervensi : - Kaji faktor penyebab penurunan kesadaran dan peningkatan TIK - Monitor status neurologis - Pantau tanda-tanda vital dan peningkatan TIK - Evaluasi pupil, batasan dan proporsinya terhadap cahaya - Letakkan kepala dengan posisi 15-45 derajat lebih tinggi untuk mencegah peningkatan TIK - Kolaburas pemberian oksigen sesuai dengan indikasi, pemasangan cairan IV, persiapan operasi sesuai dengan indikasi 2. Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat pernafasan otak, kerusakan persepsi /kognitif) Tujuan : pola nafas pasien efektif Intervensi : - Kaji pernafasan (irama, frekuensi, kedalaman) catat adanya otot bantu nafas - Kaji reflek menelan dan kemampuan mempertahankan jalan nafas - Tinggikan bagian kepala tempat tidur dan bantu perubahan posisi secara berkala - Lakukan pengisapan lendir, lama pengisapan tidak lebih dari 10-15 detik - Auskultasi bunyi paru, catat adanya bagian yang hipoventilasi dan bunyi tambahan(ronchi, wheezing) - Catat pengembangan dada - Kolaburasi : awasi seri GDA, berikan oksigen tambahan melalui kanula/ masker sesuai dengan indikasi - Monitor pemakaian obat depresi pernafasan seperti sedatif

- Lakukan program medik 3. Diagnosa : kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer terhadap otot pernafasan tujuan : pasien mempertahankan oksigenasi adekuat intervensi : - Kaji irama atau pola nafas - Kaji bunyi nafas - Evaluasi nilai AGD - Pantau saturasi oksigen 4. Diagnosa : Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret, obstruksi jalan nafas Tujuan : mempertahankan potensi jalan nafas intervensi : - Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misal krekels, mengi, ronchi - Kaji frekuensi pernafasan - Tinggikan posisi kepala tempat tidur sesuai dengan indikasi - Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat warna lendir yang keluar - Kolaburasi : monitor AGD 5. Diagnosa : resiko cedera b.d penurunan kesadaran tujuan : tidak terjadi cedera pada pasien selama kejang, agitasi atu postur refleksif intervensi : - Pantau adanya kejang pada tangan, kaki, mulut atau wajah - Berikan keamanan pada pasien dengan memberikan penghalang tempat tidur - Berikan restrain halus pada ekstremitas bila perlu - Pasang pagar tempat tidur - Jika terjadi kejang, jangan mengikat kaki dan tangan tetapi berilah bantalan pada area sekitarnya. Pertahankan jalan nafas paten tapi jangan memaksa membuka rahang - Pertahankan tirah baring 6. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran Tujuan : tidak terjadi kekurangan kebutuhan nutrisi tepenuhi Intervensi : - Pasang pipa lambung sesuai indikasi, periksa posisi pipa lambung setiap akan memberikan makanan - Tinggikan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan aspirasi - Catat makanan yang masuk - Kaji cairan gaster, muntahan - Kolaburasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet yang sesuai dengan kondisi pasien - Laksanakan program medik 7. Diagnosa : Gangguan eliminasi urin b.d hilangnya control volunter pada kandung kemih tujuan : mempertahankan urin yang adekuat, tanpa retensi urin intervensi : - Kaji pengeluaran urin terhadap jumlah, kualitas dan berat jenis - Periksa residu kandung kemih setelah berkemih

- Pasang kateter jika diperlukan, pertahankan teknik steril selama pemasangan untuk mencegah infeksi. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KONJUNGTIVITIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KONJUNGTIVITIS A. BIODATA. Tanggal wawancara, tanggal MRS, No. RMK. Nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinana, alamat, penanggung jawab. B. RIWAYAT KESEHATAN . 1. Riwayat Kesehatan Sekarang. Keluhan Utama : Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata), gatal, panas dan kemerahan disekitar mata, epipora mata dan sekret, banyak keluar terutama pada konjungtiva, purulen / Gonoblenorroe. Keluhan :Sifat Keluhan terus menerus; hal yang dapat memperberat keluhan, nyeri daerah meradang menjalar ke daerah mana, waktu keluhan timbul pada siang malam, tidur tentu keluhan timbul. Keluhan Yang Menyertai : Apakah pandangan menjadi kabur terutama pada kasus Gonoblenorroe. 2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu. Klien pernah menderita penyakit yang sama, trauma mata, alergi obat, riwayat operasi mata.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga. Dalam keluarga terdapat penderita penyakit menular (konjungtivitis). C. PEMERIKSAAN FISIK. Data Fokus : Objektif : VOS dan VOD kurang dari 6/6. Mata merah, edema konjungtiva, epipora, sekret banyak keluar terutama pada konjungtivitis purulen (Gonoblenorroe). Subjektif : Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata) gatal, panas. D. DIAGNOSA KEPERAWATAN. 1. Perubahan kenyamanan (nyeri) berhubungan dengan peradangan konjungtiva, ditandai dengan : yang dirasakan.Klien mengatakan ketidaknyamanan (nyeri) nyeri).Raut muka /wajah klien terlihat kesakitan (ekspresi Kriteria hasil: Nyeri berkurang atau terkontrol. Intervensi : Kaji tingkat nyeri yang dialami oleh klien. metode distraksi selama nyeri, seperti nafas dalam dan teratur.Ajarkan kepada klien kompres hangat pada mata yang nyeri.Berikan aman dan tenang.Ciptakan lingkungan tidur yang nyaman, analgesic.Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian Rasionalisasi : o Dengan penjelasan maka klien diharapkan akan mengerti. o Berguna dalam intervensi selanjutnya. o Merupakan suatu cara pemenuhan rasa nyaman kepada klien dengan mengurangi stressor yang berupa kebisingan. o Menghilangkan nyeri, karena memblokir syaraf penghantar nyeri. Evaluasi : pengontrolan nyeri.Mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian tidak terganggu.Mengalami dan mendemonstrasikan periode tidur yang Menunjukkan perasaan rileks. 2. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya, ditandai dengan : Klien mengatakan tentang kecemasannya.

dan gelisah.Klien terlihat cemas Kriteria hasil : Klien mengatakan pemahaman tentang proses penyakitnya dan tenang. Intervensi : kecemasan.Kaji tingkat ansietas / Beri penjelasan tentang proses penyakitnya. moril berupa do’a untuk klien.Beri dukungan Rasionalisasi : o Bermanfaat dalam penentuan intervensi. o Meningkatkan pemahaman klien tentang proses penyakitnya o Memberikan perasaan tenang kepada klien.

Evaluasi : ansietas.Mendemonstrasikan penilaian penanganan adaptif untuk mengurangi Mendemonstrasikan pemahamaan proses penyakit. 3. Resiko terjadi penyebaran infeksi berhubungan dengan proses peradangan. Kriteria hasil : Penyebaran infeksi tidak terjadi. Intervensi : kelopak mata dari dalam ke arah luar (k/p lakukan irigasi).Bersihkan antibiotika sesuai dosis dan umur.Berikan aseptik.Pertahankan tindakan septik dan Rasionalisasi : o Dengan membersihkan mata dan irigasi mata, maka mata menjadi bersih. o Pemberian antibiotik diharapkan penyebaran infeksi tidak terjadi. o Diharapkan tidak terjadi penularan baik dari pasien ke perawat atau perawat ke pasien. Evaluasi : dini dari penyebaran penyakit.Tidak terdapat tanda-tanda 4. Gangguan konsep diri (body image menurun) berhubungan dengan adanya perubahan pada kelopak mata (bengkak / edema). Intervensi : Kaji tingkat penerimaan klien. mendiskusikan keadaan.Ajak klien Catat jika ada tingkah laku yang menyimpang. Jelaskan perubahan yang terjadi. keputusan tindakan yang dilakukan.Berikan kesempatan klien untuk menentukan Evaluasi : adaptif perubahan konsep diri.Mendemonstrasikan respon dan perkembangan ke arah penerimaan.Mengekspresikan kesadaran tentang perubahan 5. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan. Kriteria hasil : Cedera tidak terjadi. Intervensi : tiba-tiba, menggaruk mata, membungkuk.Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala lingkungan, dekatkan alat yang dibutuhkan pasien ke tubuhnya.Orientasikan pasien terhadap lingkungan sekitar pasien, jauhkan benda-benda yang dapat menimbulkan kecelakaan.Atur Awasi / temani pasien saat melakukan aktivitas. Rasionalisasi : o Menurunkan resiko jatuh (cedera). o Mencegah cedera, meningkatkan kemandirian. o Meminimalkan resiko cedera, memberikan perasaan aman bagi pasien. o Mengontrol kegiatan pasien dan menurunkan bahaya keamanan.

Evaluasi : dalam kemungkinan cedera.Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari cedera.Menunjukkan perubahan prilaku, pola hidup untuk lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.Mengubah

a.

b. c. d.

e. 1.

2.

3.

5.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIARE 1. Pengertian Diare Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal ( > 3 kali/hari ), serta perubahan isi/volume ( > 200 gr/hari) dan konsistensi feces cair (Brunner & Suddarth, 2002). Diare adalah peningkatan jumlah, volume, keenceran dan frekuensi buang air besar (medistore.com) 3. Penyebab Diare , Penyakit diare dapat disebabkan oleh : Infeksi oleh karena Penyebaran kuman yang menyebabkan diare Terdiri atas : Virus (rotavirus), Bakteri ( E.colli, Salmonella, Shigella, Vibrio, Campylobacter jejuni, dll) dan penyebab lain seperti parasit (Entamuba hystolitica). Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan / miniman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Malabsorsi : Gangguan dalam pencernaan makananan Alergi makanan dan keracunan makanan Imunodefisiensi / imunosupresi(kekebalan menurun) Keadaan ini biasanya berlangsung sementara setelah infeksi virus (campak) dan mungkin berlangsung lama seperti pada penderita AIDS Faktor lingkungan dan perilaku 4. FAKTOR PREDISPOSISI Usia Anak dengan umur lebih muda mempunyai kemungkinan terjadi diare lebih besar dan kemungkinan diare berat juga lebih besar. Diare lebih banyak pada usia infant. Penurunan status kesehatan Anak dengan kondisi yang lemah lebih tinggi kemungkinan terjadi diare dan lebih banyak diare berat. Lingkungan Diare lebih banyak terjadi dimana kondisi sanitasi kurang, fasilitas kesehatan kurang memadai, persiapan dan penyajian makanan, pendidikan tentang perawatan kesehatan tidak adekuat. PATOFISIOLOGI Mikroorganisme masuk GIT Berkembang biak setelah berhasil melewati swar asam lambung Membentuk toksin (endotoksin) Rangsangan untuk membuang mikroorganisme / makanan tersebut

DIARE Peningkatan cairan intra luminal menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis karena meningkatnya volume, sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya bila waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan waktu sentuh makanan dengan mukosa usus sehingga penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu. Sehingga transport cairan dan elektrolit intestinal tidak normal. 6. GEJALA & MANIFESTASI KLINIS DIARE. Gejala Klinis :  Anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang sampai tidak ada sama sekali.  Tinja/ feces menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah.  Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.  Bila sudah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka timbulah dehidrasi bahkan syok hipovolemik. Manifestasi Klinis No Agen Penyebab Karakteristik 1 Viral agent Fever 38 atau lebih a. Rotavirus Nausea, vomiting b. Norwalk Abdominal pain

2. Bacterial agent a. E. Colli b. Salmonella group gram positif c. S. Thypi d. Shigella group gram negatif e. Campylobacter jejuni f. Vibrio cholera group

3 a. b.

7.

Food Poisoning Staphylococcus Clostridium perfringens c. Clostridium botulinum

Diare bisa lebih dari 1 minggu Fever, loss of apetit Abdominal pain Diare dan malaise. Diare cair disertai mukus dan darah Vomiting, abdominal distention, diare dqn fever. Nausea, vomiting, colic abdominal, diare disertai darah dan mukus. Fever, hiperaktif peristaltic and mild abdominal tenderness. Headache and cerebral manifestation. Ireguler fever, headache, malaise, letargi, fatigue, abdominal pain, anoreksia, weight loss develop. Fever 40 derajat and cramping, abdominal pain, konvulsi, headache, delirium, diare disertai mukus bisa bercampur darah, abdominal pain, inright lower quadrant, vomiting. Fever, abdominal cramping periumbilical, diare disertai darah, vomiting Diare cair dengan cramp, iritasi anal, feces disertai darah dan mukus. Nausea, vomiting, severe abdominal cramps, shok dapat terjadi pada kasus berat, demam ringan. Moderate to severe crampy, mid epigastric pain. Nausea, vomiting, diare, dry mouth dan disfagia.

KOMPLIKASI  Kehilangan air dan elektrolit: dehidrasi, asidosis metabolik, hipoklasemia dan syok  Masalah gizi : maldigesti, malabsorbsi, kehilangan zat gizi langsung katabolisme  Aritmia jantung 8. DIAGNOSIS Diagnosis didasarkan pada definisi di atas, akan tetapi perlu dilakukan pengkajian tentang a. Riwayat diare sekarang Meliputi: lama kurang dari 1 mg, frekuensi, konsistensi, muntah, demam, BAK 6 jam terakhir, tindakan yang telah dilakukan. b. Riwayat diare sebelumnya c. Riwayat penyakit penyerta saat ini d. Riwayat Imunisasi e. Riwayat makanan sebelum diare

    

  

10.TATALAKSANA PEMBERIAN MAKANAN Makanan sangat penting untuk penderita diare. Makanan diberikan sesegera mungkin termasuk susu, susu buatan khusus ( rendah lactose ) hanya diberikan atas indikasi yang jelas. Prinsip pemberian makanan untuk penderita diare antara lain: ASI tidak dihentika seoptimal mungkin Kualitas dan kuantitas mencukupi Mudah diabsorbsi Tidak merangsang Diberikan dalam porsi kecil tapi sering 11.TATALAKSANA DIARE Dasar-dasar penatalaksanaan terdiri atas 5 D: Dehidrasi Diagnosis Diit

 

Defisiensi disakarida Drugs Management terapeutik langsung untuk koreksi keseimbangancairan dan elektrolit dan mencegah terjadinya malnutrisi. Untuk infant dan anak dengan DCA disertai dehidrasi, yang pertama harus dilakukan adalah ORT (Oral Rehidrasi Therapy). Pada kasus dehidrasi berat dan syok diberikan caiaran parenteral. 12. DEHIDRASI Akibat dari diare yang terus menerus adalah kekurangan cairan ( dehidrasi ). Tanda-tanda Dehidrasi Berat : - Letargis atau tidak sadar dan Mata cekung - Tidak bisa minum atau malas minum - Cubitan kulit perut kemblinya sangat lama. Tanda-tanda Dehidrasi ringan/sedang : Gelisah,rewel/mudah marah Mata cekung Haus,minum dengan lahap Cubitan kulit perut kembalinya lambat Tanpa dehidrasi : tidak ditemukan tanda-tanda seperti diatas Penanganan Dehidrasi Ringan : a. Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau) ASI tetap diberikan bagi anak yang masih menyusu Oralit Larutan gula garam Cairan makanan( air tajin,kuah sayur atau air matang) b. Lanjutkan pemberian makan c. Pergi ke pusat pelayanan kesehatan Penanganan Dehidrasi Sedang/Ringan: a. Pemberian cairan tambahan seperti penanganan dehidrasi ringan b. Pemberian Oralit secara intensif selama periode 3 jam c. Ulangi penilaian dan klasifikasikan derajat dehidrasinya. Penanganan Dehidrasi Berat : Rujuk segera ke pusat pelayanan kesehatan untuk pengobatan IV / lanjutan PENCEGAHAN DIARE a. Meningkatkan pemberian ASI b. Memperbaiki pemberian makanan pendamping ASI c. Menggunakan air bersih yang cukup d. Mencuci tangan dengan sabun e. Menggunakan jamban yang benar f. Membuang tinja bayi dan anak-anak yang tepat g. Imunisasi campak 15. PRINSIP PENATALAKSANAAN DIARE a. Mencegah terjadinya dehidrasi Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan minuman lebih banyak cairan rumah tangga yang dianjurkan, bila tidak mungkin berikan air matang b. Mengobati Dehidrasi Bila terjadi Dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa ke petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat c. Memberi makanan Berikan makanan selama serangan diare untuk memberikan gizi pada penderita terutama anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susus formula diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit-sedikit tetapi sering. Setelah diare

berhenti,pemberian ekstra makanan diteruskan selama 2 minggu untuk membantu memulihkan berat badan anak d. Mengobati masalah lain Apabila diketemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka diberikan pengobatan sesuai indikasi, dengan tetapmengutamakan rehidrasi. Tidak ada obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare. RENPRA DCA N Diagnosa Tujuan Intervensi o 1 Deficit volume Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan Manajemen cairan b/d diare keseimbangan cairan dg KH: cairan  Urine 30 ml/jam  Monotor diare, muntah  V/S dbn Awasi tanda Kulit lembab dan tidak ada tanda-tanda dehidrasi  tanda hipovolemik (oliguri, abd. Pain, bingung)  Monitor balance cairan  Monitor pemberian cairan parenteral  Monitor BB jika terjadi penurunan BB drastis  Monitor td dehidrasi  Monitor v/s  Berikan cairan peroral sesuai kebutuhan  Anjurkan pada keluarga agar tetap memberikan ASI dan makanan yang lunak  Kolaborasi u/ pemberian terapinya 2 Ketidak Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan Managemen seimbangan status nutrisi dg KH: nutrisi nutrisi kurang Mengkonsumsi nutrisi yang adekuat.  Kaji pola makan dari kebutuhan Identifikasi kebutuhan nutrisi. klien tubuh b/d  Kaji kebiasaan  Bebas dari tanda malnutrisi. intake nutrisi makan klien dan inadekuat b.d makanan faktor biologis kesukaannya  Anjurkan pada keluarga untuk meningkatkan intake nutrisi dan cairan  kelaborasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan kalori dan tipe makanan yang dibutuhkan  tingkatkan intake protein, zat besi dan vit c

 



 

  3

Risiko infeksi Setelah dilakukan askep … jam infeksi terkontrol,  b/d penurunan status imun adekuat dg KH: imunitas tubuh, Bebas dari tanda dangejala infeksi.  prosedur  Keluarga tahu tanda-tanda infeksi. invasive,  Angka leukosit normal. penyakitnya 

 

   



monitor intake nutrisi dan kalori Monitor pemberian masukan cairan lewat parenteral. Nutritional terapi kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT berikan makanan melalui NGT k/p berikan lingkungan yang nyaman dan tenang untuk mendukung makan monitor penurunan dan peningkatan BB monitor intake kalori dan gizi Kontrol infeksi. Batasi pengunjung. Bersihkan lingkungan pasien secara benar setiap setelah digunakan pasien. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien, dan ajari cuci tangan yang benar. Lakukan dresing infus tiap hari Anjurkan pada keluarga untuk selalu menjaga kebersihan klien dan menjaga pantat selalu kering u/ hindari iritasi. Tingkatkan masukkan gizi yang cukup. Tingkatkan masukan cairan yang cukup. Anjurkan istirahat. Berikan therapi antibiotik yang sesuai, dan anjurkan untuk minum sesuai aturan. Ajari keluarga cara menghindari infek si serta tentang



   

 

4

Kurang pengetahuan keluarga  berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif keluarga

Setelah dilakukan askep … jam pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH: Keluarga  menjelaskan tentang penyakit, perlunya pengob atan dan memahami perawatan Keluarga kooperativedan mau kerjasama saat  dilakukan tindakan



 





tanda dan gejala infeksi dan segera untuk melaporkan keperawat kesehatan. Pastikan penanganan aseptic semua daerah IV (intra vena). Proteksi infeksi. Monitor tanda dan gejala infeksi. Monitor WBC. Anjurkan istirahat. Ajari anggota keluarga caracara menghindari infeksi dan tandatanda dan gejala infeksi. Batasi jumlah pengunjung. Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang cukup Mengajarkan proses penyakit Kaji pengetahuan keluarga tentang proses penyakit Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan tanda gejala penyakit Beri gambaran tentaang tanda gejala penyakit kalau memungkinkan Identifikasi penyebab penyakit Berikan informasi pada keluarga tentang keadaan pasien, komplikasi penyakit. Diskusikan tentang pilihan therapy pada keluarga dan rasional therapy yang diberikan. Berikan dukungan pada keluarga untuk memilih atau mendapatkan



5

Cemas Setelah dilakukan askep … jam kecemasan berhubungan terkontrol dg KH: ekspresi wajah tenang , anak / dengan krisis keluarga mau bekerjasama dalam tindakan askep.  situasional, hospitalisasi 

 









  

 

6

PK:

Setelah dilakukan askep … jam perawat akan

pengobatan lain yang lebih baik. Jelaskan pada keluarga tentang persiapan / tindakan yang akan dilakukan Pengurangan kecemasan Bina hubungan saling percaya. Kaji kecemasan keluarga dan identifikasi kecemasan pada keluarga. Jelaskan semua prosedur pada keluarga. Kaji tingkat pengetahuan dan persepsi pasien dari stress situasional. Berikan informasi factual tentang diagnosa dan program tindakan. Temani keluarga pasien untuk mengurangi ketakutan dan memberikan keamanan. Anjurkan keluarga untuk mendampingi pasien. Berikan sesuatu objek sebagai sesuatu simbol untuk mengurang kecemasan orangtua. Dengarkan keluhan keluarga. Ciptakan lingkungan yang nyaman. Alihkan perhatian keluarga untuk mnegurangi kecemasan keluarga. Bantu keluarga dalam mengambil keputusan. Instruksikan keluarga untuk melakukan teknik relaksasi. Pantau status

hipovolemia

mengurangi terjadinya hipovolemia  

  7

PK; Ketidakseimban gan elektrolit

Setelah dilakukan askep … jam perawat akan mengurangi episode ketidakseimbangan elektrolit



 

cairan (oral, parenteral) Pantau balance cairan Pantau td syok ( v/s, urine <30 ml/jam, gelisah, penurunan kesadaran, peningkatan respirasi, haus, penurunan nadi perifer, akral dingin, pucat, lembab) Kolaborasi pemberian terapinya Batasi aktivitas klien Pantau td hipokalemia (poli uri, hipotensi, ileus, penurunan tingkat kesadaran,kelem ahan, mual, muntah, anoreksia, reflek tendon melemah) Dorong klien u/ meningkatkan intake nutrisi yang kaya kalium Kolaborasi u/ koreksi kalium secara parenteral Pantau cairan IV

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS DIABETES MELITUS A. KONSEP DASAR 1. Pengertian  Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Silvia. Anderson Price, 1995)  Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak ade kuatan penggunaan insulin (Barbara Engram; 1999, 532)  Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makro vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1996). 2. Etiologi Penyebab Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun 1995 adalah : a. DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin) • Faktor genetik / herediter Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel beta terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan antibodi autoimun melawan selsel beta, jadi mengarah pada penghancuran sel-sel beta. • Faktor infeksi virus Berupa infeksi virus coxakie dan Gondogen yang merupakan pemicu yang menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara genetik

b. DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM) • Terjadi paling sering pada orang dewasa, dimana terjadi obesitas pada individu obesitas dapat menurunkan jumlah resoptor insulin dari dalam sel target insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik yang biasa. c. DM Malnutrisi • Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD) Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah protein sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik (Fibrosis) atau toksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta menjadi rusak. • Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD) Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel Beta pancreas d. DM Tipe Lain • Penyakit pankreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas dll • Penyakit hormonal Seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth hormon) yang merangsang sel-sel beta pankeras yang menyebabkan sel-sel ini hiperaktif dan rusak • Obat-obatan - Bersifat sitotoksin terhadap sel-sel seperti aloxan dan streptozerin - Yang mengurangi produksi insulin seperti derifat thiazide, phenothiazine dll. 3. Manifestasi klinis 1. Poliuria 2. Polidipsi 3. Polipagia 4. Penurunan berat badan 5. Kelemahan, keletihan dan mengantuk 6. Malaise 7. Kesemutan pada ekstremitas 8. Infeksi kulit dan pruritus 9. Timbul gejala ketoasidosis & samnolen bila berat WOC (terlampir)4. Patofisiologi 5. Penatalaksanaan Tujuannya : a. Jangka panjang : mencegah komplikasi b. Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM Penatalaksanaan DM a. Diet Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Dietetik Amerika Merekomendasikan = 50 – 60% kalori yang berasal dari : • Karbohidrat 60 – 70% • Protein 12 – 20 % • Lemak 20 – 30 % b. Latihan Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju metablisme istirahat, dapat menurunkan BB, stres dan menyegarkan tubuh. Latihan menghindari kemungkinan trauma pada ekstremitas bawah, dan hindari latihan dalam udara yang sangat panas/dingin, serta pada saat pengendalian metabolik buruk. Gunakan alas kaki yang tepat dan periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan. c. Pemantauan Pemantauan kadar Glukosa darah secara mandiri. d. Terapi (jika diperlukan) e. Pendidikan (Brunner & Suddarth, 2002) 6. Pemeriksaan Diagnostik Gula darah meningkat Kriteria diagnostik WHO untuk DM pada dewasa yang tidak hamil : Pada sedikitnya 2 x pemeriksaan : a. Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L) b. Glukosa plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl (7,8 mmol/L) c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial) > 200 mg/dl. Tes Toleransi Glukosa Tes toleransi glukosa oral : pasien mengkonsumsi makanan tinggi kabohidrat (150 – 300 gr) selama 3 hari sebelum tes dilakukan, sesudah berpuasa pada malam hari keesokan harinya sampel darah diambil, kemudian karbohidrat sebanyak 75 gr diberikan pada pasien (Brunner & Suddarth, 2003)

Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat Osmolaritas serum : meningkat, < 330 mosm/dl Elektrolit : Natrium : meningkat atau menurun Kalium : (normal) atau meningkat semu (pemindahan seluler) selanjutnya menurun. Fosfor : lebih sering meningkat Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan Po menurun pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkolosis resperatorik. Trombosit darah : H+ mungkin meningkat (dehidrasi) ; leukositosis; hemokonsentrasi merupakan resnion terhadap sitosis atau infeksi. Ureum/kreatinin : meningkat atau normal (dehidrasi/menurun fungsi ginjal). Urine : gula dan aseton (+), berat jenis dan osmolaritas mungkin meningkat. (Doengoes, 2000) 7. Komplikasi a. Komplikasi metabolik • Ketoasidosis diabetik • HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik) b. Komplikasi • Mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata) dan Neuropati • Makrovaskular (MCl, Stroke, penyakit vaskular perifer). (Brunner & Suddarth, 2002) B. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haushaus, pusing-pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria. b. Riwayat Kesehatan Dahulu o Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional o Riwayat ISK berulang o Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan penoborbital. o Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan c. Riwayat Kesehatan Keluarga Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM. d. Pemeriksaan Fisik o Neuro sensori Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang. o Kardiovaskuler Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK) o Pernafasan Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton. o Gastro intestinal Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun. o Eliminasi Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare (bising usus hiper aktif). o Reproduksi/sexualitas Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan sulit orgasme pada wanita o Muskulo skeletal Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai. o Integumen Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek, pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus. e. Aspek psikososial

o Stress, anxientas, depresi o Peka rangsangan o Tergantung pada orang lain f. Pemeriksaan diagnostik o Gula darah meningkat > 200 mg/dl o Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok o Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt o Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik) o Alkalosis respiratorik o Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi. o Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal. o Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut. o Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin. o Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin. o Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat. o Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pada luka. 2. Diagnosa keperawatan a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik, kehilangan gastrik berlebihan, masukan yang terbatas. b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin penurunan masukan oral, status hipermetabolisme. c. Resti infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan sirkulasi. d. Resti perubahan sensori perseptual berhubungan dengan perubahan kimia endogen (ketidak seimbangan glukosa/insulin dan elektrolit. e. Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketergantungan pada orang lain, penyakit jangka panjang. f. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi. (Doengoes, 2000) C. Intervensi 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastrik berlebihan, masukan yang terbatas. Data yang mungkin muncul : , kulit kering, turgor buruk.Peningkatan haluaran urin, urine encer, haus, lemah, BB Hasil yang diharapkan : Tanda vital stabil, turgor kulit baik, haluaran urin normal, kadar elektrolit dalam batas normal. Intervensi Rasional Mandiri 1. Pantau tanda vital Hipovolemia dapat ditandai dengan hipotensi dan takikardi. 2. Kaij suhu, warna kulit dan kelembaban. Demam, kulit kemerahan, kering sebagai cerminan dari dehidrasi. 3. Pantau masukan dan pengeluaran, catat bj urin Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairanpengganti, fungsi ginjal dan keefektifan terapi. 4. Ukur BB setiap hari Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dan status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti. 2500 cc/hari jika pemasukan secara oral sudah dapat diberikan. Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi5. Pertahankan cairan 6. Tingkatkan lingkungan yang nyaman selimuti dengan selimut tipis Menghindari pemanasan yang berlebihan pada pasien yang akan menimbulkan kehilangan cairan. 7. Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah, distensi lambung. Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang sering menimbulkan muntah sehingga terjadi kekurangan cairan atau elektrolit. Kolaborasi 8. Berikan terapi cairan sesuai indikasi Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual. 9. Pasang selang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi. Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah. 2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral, hipermetabolisme , kelemahan, kelelahan, tonus otot buruk, diare.Data : Masukan makanan tidak adekuat, anorexia, BB

.Kriteria Hasil : Mencerna jumlah nutrien yang tepat, menunjukkan tingkat energi biasanya, BB stabil/ Intervensi Rasional Mandiri 1. Timbang BB setiap hari Mengkaji pemasukan makananyang adekuat (termasuk absorpsi). 2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dihabiskan pasien. Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan. 3. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri, abdomen, mual, muntah. Hiperglikemi dapat menurunkan motilitas/ fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi. 4. Identifikasi makanan yang disukai. Jika makanan yang disukai dapat dimasukkan dalam pencernaan makanan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang. 5. Libatkan keluarga pada perencanaan makan sesuai indikasi. Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien. 6. Kolaborasi dengan ahli diet Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan pasien. 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi lekosit/perubahan sirkulasi. Data : Kriteria hasil : Infeksi tidak terjadi Intervensi Rasional Mandiri 1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan. Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketuasidosis atau infeksi nasokomial. 2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan mencuci tangan bagi semua orang yang berhubungan dengan pasien, meskipun pasien itu sendiri. Mencegah timbulnya infeksi nasokomial. 3. Pertahankan teknik aseptik prosedur invasif. Kadar glukosa tinggi akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman. 4. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sugguh, massage daerah yang tertekan. Jaga kulit tetap kering, linen tetap kering dan kencang. Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya iritasi kulit dan infeksi. 5. Bantu pasien melakukan oral higiene. Menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut. 6. Anjurkan untuk makan dan minum adekuat. Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi. 7. Kolaborasi tentang pemberian antibiotik yang sesuai Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis. PENGERTIAN Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Gangguan fungsi kognitif antara lain pada intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi, penyesuaian, dan kemampuan bersosialisasi. (Arif Mansjoer, 1999) B. ETIOLOGI 1. Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer, yang penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga penyakit Alzheimer disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya kelainan gen tertentu. Pada penyakit alzheimer, beberapa bagian otak mengalami kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi. C. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

MANIFESTASI KLINIS Tanda dan Gejala dari Penyakit Demensia antara lain : Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek. Gangguan kepribadian dan perilaku (mood swings). Defisit neurologi dan fokal. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang. Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, dan paranoid. Keterbatasan dalam ADL (Activities of Daily Living) Kesulitan mengatur penggunaan keuangan. Tidak bisa pulang kerumah bila bepergian. Lupa meletakkan barang penting.

11. Sulit mandi, makan, berpakaian dan toileting E.

F. 1. 2.

3. 4. 5.

PATOFISIOLOGI Hal yang menarik dari gejala penderita demensia (usia >65 tahun) adalah adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit untuk mengingat dan sering lupa jika meletakkan suatu barang. Faktor Psikososial Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat dipengaruhi oleh faktor psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan pasien sebelum sakit maka semakin tinggi juga kemampuan untuk mengkompensasi deficit intelektual. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang : (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003) Pemeriksaan laboratorium rutin Imaging Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih dipertanyakan. Pemeriksaan EEG Pemeriksaan cairan otak Pemeriksaan genetika

G. 1.

PENATALAKSANAAN Farmakoterapi Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan. a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine ,Memantine

obat

-

obatan

antikoliesterase

2. a.

Dukungan atau Peran Keluarga Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan angka-angka yang besar atau radio juga bisa membantu penderita tetap memiliki orientas

3.

Terapi Simtomatik Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik, meliputi : Diet Latihan fisik yang sesuai Terapi rekreasional dan aktifitas Penanganan terhadap masalah-masal

a. b. c. d.

I. 1. a. b. c. d. e. f. -

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN Identitas pasien Riwayat kesehatan Status kesehatan Status kesehatan mental Aspek kognitif, pembelajaran dan memori Perubahan sistem tubuh Perubahan kardiovaskuler Perubahan sistem pernafasan Perubahan integlumen Perubahan sistem reproduksi Perubahan genitourinaria Perubahan gastrointestinal Perubahan kebutuhan nutrisi Perubahan muskuloskeletal Perubahan sensorik (Brunner & Suddarth, 2001)

2. a.

b.

c.

d. e. f. g.

3.

DIAGNOSA KEPERAWATAN Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur. Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas, menurunnya daya tahan dan kekuatan ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang. Resiko terhadap perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahn sensori.

INTERVENSI KEPERAWATAN No Dx 1

a. b.

c. d.

Tujuan dan kriteria hasil

Intervensi

Setelah diberikan tindakana. keperawatan diharapkan klien dapat beradaptasi dengan perubahan aktivitasb. sehari- hari dan lingkungan dengan KH : mengidentifikasi c. perubahan mampu beradaptasi pada perubahan lingkungan dan aktivitas kehidupan seharihari cemas dan takut d. berkurang membuat pernyataan yang positif tentang lingkungan yang baru. e.

Jalin hubungan saling a) mendukung dengan klien. Orientasikan pada b) lingkungan dan rutinitas baru. c) Kaji tingkat stressor (penyesuaian diri, perkembangan, peran keluarga, akibat perubahan status kesehatan) d) Tentukan jadwal aktivitas yang wajar dan masukkan dalam kegiatan rutin. e) Berikan penjelasan dan informasi yang menyenangkan mengenai kegiatan/ peristiwa.

Rasional Untuk membangan kepercayaan dan rasa nyaman. Menurunkan kecemasan dan perasaan terganggu. Untuk menentukan persepsi klien tentang kejadian dan tingkat serangan.

Konsistensi mengurangi kebingungan dan meningkatkan rasa kebersamaan. Menurunkan ketegangan, mempertahankan rasa saling percaya, dan orientasi.

2

3

Setelah diberikan tindakana. keperawatan diharapkan klien mampu mengenali perubahan dalam berpikir dengan KH: a. Mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untukb. menjalani konsekuensi kejadian yang menegangkan terhadap emosi dan pikiran tentang c. diri. b. Mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi d. anggapan diri yang negative. c. Mampu mengenali tingkah laku dan faktor penyebab. e.

Setelah diberikan tindakana. keperawatan diharapkan perubahan persepsi sensori klien dapat berkurang atau terkontrol dengan KH: a. Mengalami penurunan b. halusinasi. b. Mengembangkan strategi psikososial untuk c. mengurangi stress. c. Mendemonstrasikan respons yang sesuai stimulasi.

d.

e.

f)

4

Setelah dilakukan tindakana. keperawatan diharapkan tidak terjadi gangguan pola tidur pada klien dengan KH : a. Memahami faktor b. penyebab gangguan pola tidur. b. Mampu menentukan penyebab tidur inadekuat. c. Melaporkan dapat beristirahat yang cukup. c.

Kembangkan a. lingkungan yang mendukung dan hubungan klienperawat yang terapeutik. Pertahankan b. lingkungan yang menyenangkan dan tenang. Tatap wajah ketika c. berbicara dengan klien.

Mengurangi kecemasan dan emosional.

Kebisingan merupakan sensori berlebihan yang meningkatkan gangguan neuron. Menimbulkan perhatian, terutama pada klien dengan gangguan Panggil klien dengan perceptual. namanya. d. Nama adalah bentuk identitas diri dan menimbulkan pengenalan terhadap realita dan klien. Gunakan suara yang e. Meningkatkan agak rendah dan pemahaman. Ucapan berbicara dengan tinggi dan keras perlahan pada klien. menimbulkan stress yg mencetuskan konfrontasi dan respon marah. Kembangkan a. Meningkatkan lingkungan yang kenyamanan dan suportif dan hubungan menurunkan kecemasan perawat-klien yang pada klien. terapeutik. Bantu klien untuk b. Meningkatkan koping memahami halusinasi. dan menurunkan halusinasi. Kaji derajat sensori c. Keterlibatan otak atau gangguan persepsi memperlihatkan masalah dan bagaiman hal yang bersifat asimetris tersebut mempengaruhi menyebabkan klien klien termasuk kehilangan kemampuan penurunan penglihatan pada salah satu sisi tubuh. atau pendengaran. Ajarkan strategi untuk d. Untuk menurunkan mengurangi stress. kebutuhan akan halusinasi. Ajak piknik e. Piknik menunjukkan sederhana, jalan-jalan realita dan memberikan keliling rumah sakit. stimulasi sensori yang Pantau aktivitas. menurunkan perasaan curiga dan halusinasi yang disebabkan perasaan terkekang. Jangan menganjurkana. Irama sirkadian (irama klien tidur siang apabila tidur-bangun) yang berakibat efek negative tersinkronisasi disebabkan terhadap tidur pada oleh tidur siang yang malam hari. singkat. Evaluasi efek obat klien (steroid, diuretik)b. Deragement psikis yang mengganggu terjadi bila terdapat tidur. panggunaan kortikosteroid, termasuk perubahan mood, Tentukan kebiasaan insomnia.

d. Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat.

d.

e.

5

Setelah diberikan tindakana. keperawatan diharapkan klien dapat merawat dirinya sesuai dengan kemampuannya dengan KH : a. Mampu melakukan aktivitas perawatan diri b. sesuai dengan tingkat kemampuan. b. Mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber pribadi/ komunitas yang dapat memberikan bantuan. c.

dan rutinitas waktu c. tidur malam dengan kebiasaan klien(memberi susu hangat). Memberikan lingkungan yang d. nyaman untuk meningkatkan tidur(mematikan lampu, ventilasi ruang adekuat, suhu yang sesuai, menghindari kebisingan). Buat jadwal tidur e. secara teratur. Katakan pada klien bahwa saat ini adalah waktu untuk tidur. Identifikasi kesulitan a. dalam berpakaian/ perawatan diri, seperti: keterbatasan gerak fisik, apatis/ depresi, penurunan kognitif seperti apraksia. Identifikasi kebutuhanb. kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan perawatan rambut/kuku/ kulit, bersihkan kaca mata, dan gosok gigi. Perhatikan adanya c. tanda-tanda nonverbal yang fisiologis.

Mengubah pola yang sudah terbiasa dari asupan makan klien pada malam hari terbukti mengganggu tidur. Hambatan kortikal pada formasi reticular akan berkurang selama tidur, meningkatkan respon otomatik, karenanya respon kardiovakular terhadap suara meningkat selama tidur. Penguatan bahwa saatnya tidur dan mempertahankan kesetabilan lingkungan. Memahami penyebab yang mempengaruhi intervensi. Masalah dapat diminimalkan dengan menyesuaikan atau memerlukan konsultasi dari ahli lain. Seiring perkembangan penyakit, kebutuhan kebersihan dasar mungkin dilupakan.

Kehilangan sensori dan penurunan fungsi bahasa menyebabkan klien mengungkapkan kebutuhan perawatan diri dengan cara nonverbal, seperti terengah-engah, ingin berkemih dengan memegang dirinya. d. Pekerjaan yang tadinya d. Beri banyak waktu mudah sekarang menjadi untuk melakukan tugas. terhambat karena penurunan motorik dan perubahan kognitif. e. Meningkatkan e. Bantu mengenakan kepercayaan untuk hidup. pakaian yang rapi dan indah. 6 Setelah dilakukan tindakana. Kaji derajat gangguan a. Mengidentifikasi risiko keperawatan diharapkan kemampuan, tingkah di lingkungan dan Risiko cedera tidak terjadi laku impulsive dan mempertinggi kesadaran dengan KH : penurunan persepsi perawat akan bahaya. a. Meningkatkan tingkat visual. Bantu keluarga Klien dengan tingkah laku aktivitas. mengidentifikasi risiko impulsi berisiko trauma b. Dapat beradaptasi terjadinya bahaya yang karena kurang mampu dengan lingkungan untuk mungkin timbul. mengendalikan perilaku. mengurangi risiko trauma/ Penurunan persepsi visual

cedera. c. Tidak mengalami cedera.

b. b.

Hilangkan sumber bahaya lingkungan.

c. c.

Alihkan perhatian saat perilaku teragitasi/ berbahaya, memenjat pagar tempat tidur. d.

d. Kaji efek samping obat, tanda keracunan (tanda ekstrapiramidal, hipotensi ortostatik, gangguan penglihatan, gangguan e. gastrointestinal). e. Hindari penggunaan restrain terus-menerus. Berikan kesempatan keluarga tinggal bersama klien selama periode agitasi akut. 7 Setelah dilakukan tindakana. Beri dukungan untuk a. keperawatan diharapkan penurunan berat badan. klien mendapat nutrisi b. Awasi berat badan yang seimbang dengan setiap minggu. b. KH: c. Kaji pengetahuan a. Mengubah pola asuhan keluarga/ klien c. yang benar mengenai kebutuhan b. Mendapat diet nutrisi makanan. yang seimbang. d. Usahakan/ beri c. Mendapat kembali berat bantuan dalam memilihd. badan yang sesuai. menu. e. Beri Privasi saat kebiasaan makan e. menjadi masalah. F

berisiko terjatuh. Klien dengan gangguan kognitif, gangguan persepsi adalah awal terjadi trauma akibat tidak bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan dasar. Mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang meningkatkan risiko terjadinya trauma. Klien yang tidak dapat melaporkan tanda/gejala obat dapat menimbulkan kadar toksisitas pada lansia. Ukuran dosis/ penggantian obat diperlukan untuk mengurangi gangguan. Membahayakan klien, meningkatkan agitasi dan timbul risiko fraktur pada klien lansia (berhubungan dengan penurunan kalsium tulang).

Motivasi terjadi saat klien mengidentifikasi kebutuhan berarti. Memberikan umpan balik/ penghargaan. Identifikasi kebutuhan membantu perencanaan pendidikan. Klien tidak mampu menentukan pilihan kebutuhan nutrisi. Ketidakmampuan menerima dan hambatan sosial dari kebiasaan makan berkembang seiring berkembangnya penyakit.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan yang memungkinkan untuk terjadinya perkembangan fisik, intelektual, dan emosional individu secara potimal, sejauh perkembangan tersebut sesuai dengan perkembangan optimal individu-individu lain. Sementara itu, gangguan jiwa adalah suatu keadaan dengan adanya gejala klinis yang bermakna, berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik, yang berkaitan dengan adanya distress (tidak nyaman, tidak tentram, rasa nyeri), distabilitas (tidak mampu mengerjakan pekerjaan sehari-hari), atau meningkatkan resiko kematian, kesakitan, dan distabilitas. Gangguan jiwa terdiri dari beberapa macam termasuk diantaranya adalah waham atau delusi. Waham atau delusi adalah keyakinan tentang suatu pikiran yang kokoh, kuat, tidak sesuai dengan kenyataan, tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang budaya, selalu dikemukakan berulang-ulang dan berlebihan biarpun telah dibuktikan kemustahilannya atau kesalahannya atau tidak benar secara umum.

BAB II ASKEP WAHAM

a. b. c. d.

A. Konsep Dasar Waham 1. Pengertian Waham (dellusi) adalah keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan dengan realitas. Haber (1982) keyakinan individu tersebut tidak sesuai dengan tingkat intelektual dan latar belakang budayanya. Rawlin (1993) dan tidak dapat digoyahkan atau diubah dengan alasan yang logis (Cook and Fontain 1987)serta keyakinan tersebut diucapkan berulang -ulang. 2.5 Tanda-tanda dan Gejala 1. Kognitif : Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata Individu sangat percaya pada keyakinannya Sulit berfikir realita Tidak mampu mengambil keputusan 2.

a. b. a. b. c. d. e. f. g. h. i. a. b. c. d.

  

Afektif Situasi tidak sesuai dengan kenyataan Afek tumpul 3. Prilaku dan Hubungan Sosial Hipersensitif Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal Depresi Ragu-ragu Mengancam secara verbal Aktifitas tidak tepat Streotif Impulsive Curiga 4. Fisik Higiene kurang Muka pucat Sering menguap BB menurun 6. Peran Serta Keluarga Asuhan yang dapat dilakukan keluarga terhadap klien dengan waham : 1. Bina hubungan salng percaya keluarga dengan klien Sikap keluarga yang bersahabat, penuh perhatian, hangat dan lembut Berikan penghargaan terhadap perilaku positif yang dimiliki/dilakukan Berikan umpan balik yang tidak menghakimi dan tidak menyalahkan 2. Kontak sering tapi singkat 3. Tingkatkan hubungan klien dengan lingkungan sosial secara bertahap, seperti membicarakan masalahmasalah yang berkaitan dengan diri klien, orang lain dan lingkungan 4. Bimbing klien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan dan kinginanya, ajak klien untuk melakukan kegiatan sehari-hari dirumah seperti : menyapu, mengepel dan membersihkan tempat tidur. 5. Hindarkan berdebat tentang waham 6. Jika ketakutan katakan “ Anda aman disini, saya akan bantu anda mempelajari sesuatu yang membuat anda takut “. 7. Berikan obat sesuai dengan peratuaran 8. Jangan lupa kontrol.

B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Waham (Delusi) 1. Pengkajian Menurut tim Depkes RI (1994), pengkajian adalah langkah awal dan dasar proses keperawatan secara menyeluruh. Pada tahap ini pasien yang dibutuhkan dikumpulkan untuk menentukan masalah keperawatan. Patricia A Potter et al (1993) dalam bukunya menyebutkan bahwa pengkajian terdiri dari 3 kegiatan yaitu: pengumpulan data, pengelompokan data atau analisa data dan perumusan diagnosa keperawatan. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber data yaitu sumber data primer (klien) dan sumber data sekunder seperti keluarga, teman terdekat klien, tim kesehatan, catatan dalam berkas dokumen medis klien dan hasil pemeriksaan. Untuk mengumpulkan data dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: dengan observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik.

Beberapa faktor yang perlu dikaji: a. Faktor predisposisi - Genetik : diturunkan - Neurobiologis : adanya gangguan pada konteks pre frontal dan konteks limbik - Neurotransmiter : abnormalitas pada dopamin ,serotonin ,dan glutamat. - Virus : paparan virus influinsa pada trimester III - Psikologi : ibu pencemas ,terlalu melindungi ,ayah tidak peduli. b. Faktor presipitasi - Proses pengolahan informasi yang berlebihan - Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal - Adanya gejala pemicu Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat. Isi pengkajiannya meliputi: a. Identifikasi klien 1) Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu pertemuan, topik pembicaraan. b. Keluhan utama / alasan masuk Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah dan perkembangan yang dicapai. c. Riwayat Penyakit Sekarang Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian (Gabie, dikutip oleh Carpernito, 1983). Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual atau potensial dan berdasarkan pendidikan dan pengalamannya perawat mampu mengatasinya (Gordon dikutip oleh Carpernito, 1983). Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari hasil pengkajian adalah: 1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham. 2. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.

1.

   

   

3.Intervensi Keperawatan Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berubungan dengan waham. Tujuan umum : * Klien tidak menciderai diri, orang lain, dan lingkungan. Tujuan khusus : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat. Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksinya. Tindakan : Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (topik, waktu, tempat). Jangan membantah dan mendukung waham klien : katakan perawat menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi : katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri. 2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki. Rasional : Dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki klien, maka akan memudahkan perawat untuk mengarahkan kegiatan yang bermanfaat bagi klien dari pada hanya memikirkannya. Tindakan : Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan perawatan diri). Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting. 3.

Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi.



Rasional : Dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi perawat dapat merencanakan untuk memenuhinya dan lebih memperhatikan kebutuhan klien tersebut sehingga klien merasa nyaman dan aman. Tindakan : Observasi kebutuhan klien sehari-hari. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah). Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin). Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya.

  

4. Klien dapat berhubungan dengan realitas. Rasional : Menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa realita itu lebih benar dari pada apa yang dipikirkan klien sehingga klien dapat menghilangkan waham yang ada. Tindakan : Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan waktu). Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.

   

 

5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar. Rasional : Penggunaan obat yang secara teratur dan benar akan mempengaruhi proses penyembuhan dan memberikan efek dan efek samping obat. Tindakan : Diskusikan dengan klien tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis, cara dan waktu) INFEKSI SALURA PERNAFASAN AKUT (ISPA) A. DEFINISI Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450). B. ETIOLOGI Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain Factor Pencetus ISPA 1.

Usia.

2. Status Imunisasi 3. Lingkungan C.

PATOFISIOLOGI

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) disebabkan oleh virus atau kuman golongan A streptococus, stapilococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma, dan pneumokokus yang menyerang dan menginflamasi saluran pernafasan (hidung, pharing, laring) dan memiliki manifestasi klinis seperti demam, meningismus, anorexia, vomiting, diare, abdominal pain, sumbatan pada jalan nafas, batuk, dan suara nafas wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan. D.

TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala Berdasarkan kasifikasi 1.

Non pneumonia

Ditandai dengan batuk, pilek, tanpa disertai dengan sesak nafas. 2. Pneumonia Batuk, pilek disertai dengan sesak nafas atau nafas cepat. a.

Pneumonia tidak berat

Tanda dan gejala antara lain : ·

Batuk, pilek dan nafas cepat

·

2 bulan sampai 1 tahun lebih dari 50 x / mnt

·

1 sampai 5 tahun lebih dari 40 x / mnt

b.

Pneumonia berat

Tanda dan gejala antara lain : ·

Batuk, pilek dengan nafas cepat atau sesak nafas

·

Pada umur kurang dari 2 bulan, nafas cepat lebih dari 60 x / mnt

Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451). Tanda Dan Gejala Yang Muncul Ialah: 1. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC. 2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski. 3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum. 4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut mengalami sakit. 5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat infeksi virus. 6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis mesenteric. 7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret. 8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan. 9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419). E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan.

1.

Pola, cepat (tachynea) atau normal.

2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen. 3.

Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.

4.

Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.

5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum. 6.

Riwayat kesehatan:



Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)



Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)

– Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti yang dialaminya sekarang) – Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien) –

Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien)

Pemeriksaan fisik à difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan a.

Inspeksi



Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan



Tonsil tampak kemerahan dan edema



Tampak batuk tidak produktif



Tidak ada jaringan parut pada leher



Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung.

b.

Palpasi



Adanya demam

– Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis –

Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

c.

Perkusi



Suara paru normal (resonance)

d.

Auskultasi



Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru

F. TERAPI MEDIS Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi dan adanya kongesti hidung pergunakanlah selang dalam melakukan penghisaapan lendir baik melalui hidung maupun melalui mulut. Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida

tetes pada lobang hidung, serta obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik. Antibiotik tidak dianjurkan kecuali ada komplikasi purulenta pada sekret. Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi telungkup, dengan demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret akan lebih mudah keluar (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 452). G. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru. 2.

Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak mampuan dalam memasukan dan mencerna makanan 4. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan dengan kurang informasi. H. H.

NO

RENCANA KEPERAWATAN RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSE KEPERAWATAN

NOC

NIC Airway Management o

o

o

NOC :v Respiratory status : Ventilationv Respiratory status : Airway patencyv Vital sign Status Kriteria Hasil : v Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

o o o

o

o o o

1

Bersihan jalan nafas napas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.

v Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) v Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

o

o

Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Lakukan suction pada mayo Berikan bronkodilator bila perlu Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2

Terapi oksigen v Bersihkan mulut, hidung

dan secret trakea v Pertahankan jalan nafas yang paten v Atur peralatan oksigenasi v Monitor aliran oksigen v Pertahankan posisi pasien v Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi v Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring o Monitor TD, nadi, suhu, dan RR o Catat adanya fluktuasi tekanan darah o Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri o Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan o Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas o Monitor kualitas dari nadi o Monitor frekuensi dan irama pernapasan o Monitor suara paru o Monitor pola pernapasan abnormal o Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit o Monitor sianosis perifer o Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) o Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

2

Hipertermi b/d invasi mikroorganisme

NOC : ThermoregulationKriteria Hasil :v Suhu tubuh dalam rentang normalv Nadi dan RR dalam rentang normal

Fever treatment§ Monitor suhu sesering mungkin§ Monitor IWL§ Monitor warna dan suhu kulit

v Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

§ Monitor tekanan darah, nadi dan RR

§ Monitor penurunan tingkat kesadaran § Monitor WBC, Hb, dan Hct § Monitor intake dan output § Berikan anti piretik § Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam § Selimuti pasien § Lakukan tapid sponge § Kolaborasipemberian cairan intravena § Kompres pasien pada lipat paha dan aksila § Tingkatkan sirkulasi udara § Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil

Temperature regulation § Monitor suhu minimal tiap 2 jam § Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu § Monitor TD, nadi, dan RR § Monitor warna dan suhu kulit § Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi § Tingkatkan intake cairan dan nutrisi § Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh § Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas § Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan § Beritahukan tentang

indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan § Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan § Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring § Monitor TD, nadi, suhu, dan RR § Catat adanya fluktuasi tekanan darah § Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri § Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan § Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas § Monitor kualitas dari nadi § Monitor frekuensi dan irama pernapasan § Monitor suara paru § Monitor pola pernapasan abnormal § Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit § Monitor sianosis perifer § Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) § Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

3

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidak mampuan dalam memasukan dan mencerna makanan

NOC :v Nutritional Status : food and Fluid Intakev Nutritional Status : nutrient Intakev Weight control Kriteria Hasil : v Adanya peningkatan berat

Nutrition Management§ Kaji adanya alergi makanan§ Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.§ Anjurkan pasien

badan sesuai dengan tujuan v Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan v Mampumengidentifikasi kebutuhan nutrisi

untuk meningkatkan intake Fe § Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C § Berikan substansi gula

v Tidak ada tanda tanda malnutrisi v Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan v Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

§ Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi § Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) § Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. § Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori § Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi § Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring § BB pasien dalam batas normal § Monitor adanya penurunan berat badan § Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan § Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan § Monitor lingkungan selama makan § Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan § Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi § Monitor turgor kulit § Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah

patah § Monitor mual dan muntah § Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht § Monitor makanan kesukaan § Monitor pertumbuhan dan perkembangan § Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva § Monitor kalori dan intake nuntrisi § Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral. § Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

NOC :v Kowlwdge : disease processv Kowledge : health BehaviorKriteria Hasil : v Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan v Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

4

Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA b/d kurang informasi.

v Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.

Teaching : disease Process§ Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik§ Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.§ Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat § Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat § Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat § Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat § Hindari jaminan yang kosong § Sediakan bagi keluarga

atau SO informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat § Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit § Diskusikan pilihan terapi atau penanganan § Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan § Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat § Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat § Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat Pengertian

Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997; 46).

Penyebab

1. Keturunan 

Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 1998; 215 ).

2. Endokrin 

Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.

3. Metabolisme



Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.

4. Susunan saraf pusat 

Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.

5. Teori Adolf Meyer 

Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).

6. Teori Sigmund Freud 

Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.

7. Eugen Bleuler 

Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).

8. Teori lain 

Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.

9. Ringkasan 

Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan manifest atau faktor pencetus (presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnya terhadap suatu penyakit Skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.( Maramis, 1998;218 ).

Pembagian Skizofrenia

Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :

1. Skizofrenia Simplek 

Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.

2. Skizofrenia Hebefrenia 

Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti manerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinasi banyak sekali.

3. Skizofrenia Katatonia 

Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.

4. Skizofrenia Paranoid 

Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.

5. Episode Skizofrenia akut 

Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.

6. Skizofrenia Residual 

Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejalagejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.

7. Skizofrenia Skizo Afektif 

Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga gejala-gejala depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.

Konsep Dasar Skizofrenia Hebefrenik

1. Batasan : Salah satu tipe skizofrenia yang mempunyai ciri ;   

Inkoherensi yang jelas dan bentuk pikiran yang kacau (disorganized). Tidak terdapat waham yang sistemik Efek yang datar dan tak serasi / ketolol – tololan.

2. Gejala Klinik : Gambaran utama skizofrenia tipe hebefrenik berupa :    

  

Inkoherensi yang jelas Afek datar tak serasi atau ketolol – tololan. Sering disertai tertawa kecil (gigling) atau senyum tak wajar. Waham / halusinasi yang terpecah – pecah isi temanya tidak terorganisasi sebagai suatu kesadaran, tidak ada waham sistemik yang jelas gambaran penyerta yang sering di jumpai. Menyertai pelanggaran (mennerism) berkelakar. Kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrem dari hubungan sosial. Berbagai perilaku tanpa tujuan.

Gambaran klinik ini di mulai dalam usia muda (15-25 th) berlangsung pelan – pelan menahan tanpa remisi yang berarti peterroasi kepribadian dan sosial terjadi paling hebat di banding tipe yang lain.

Konsep Dasar Halusinasi

Pengertian

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal pikiran dan rangsang eksternal (dunia luar) klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada obyek atau rangsangan yang nyata, misalnya : klien menyatakan mendengar suara. Padahal tidak ada orang yang bicara.

Proses terjadinya halusinasi

1. Fase pertama 

Klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, kesepian yang memuncak dan tidak dapat di selesaikan, klien mulai melamun dan memikirkan hal – hal yang menyenangkan cara ini hanya menolong sementara.

2. Fase kedua 

Kecemasan meningkatkan, menurun dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas, klien tidak ingin orang lain tahu ia tetap dapat mengontrol.

3. Fase ketiga. 

Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengotrol klien, Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.

4. Fase keempat 

Halusinasi berubah menjadi mengancam memerintah dan memarahi klien, klien menjadi takut, tidak berdaya hilang kontrol dan tidak berdaya, hilang dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan

Tanda – tanda halusinasi

Menurut diri, tersenyum sendiri duduk terpaku, bicara sendiri memandang satu arah, menyerang tiba – tiba, arah gelisah.

Jenis halusinasi

1. Halusinasi dengar 

Dengar suatu membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam tetapi tidak ada sumbernya disekitarnya.

2. Halusinasi terlihat 

Melihat pemandangan, orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada tetapi klien yakin ada.

3. Halusinasi penciuman 

Menyatakan mencium bau bunga kemenyan yang tidak dirasa orang lain dan ada sumber.

4. Halusinasi kecap



Merasa mengecap sesuatu rasa di mulut tetapi tidak ada.

5. Halusinasi raba 

Merasa ada binatang merayap pada kulit tetapi tidak ada.

Pengkajian

Pengkajian merupakan awal dan dasar utama dari proses keperawatan tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokan data pada pengakajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (stuart dan Sunden, 1998). Cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) dimensi : fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Isi pengkajian meliputi :          

Identitas klien Keluhan utama/alasan masuk Faktor predisposisi Dimensi fisik / biologis Dimensi psikososial Status mental Kebutuhan persiapan pulang Mekanisme koping Masalah psikososial dan lingkungan Aspek medik

Data yang didapat melalui observasi atau pemeriksaan langsung di sebut data obyektif, sedangkan data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga melalui wawancara perawatan disebut data subyektif.

Dari data yang dikumpulkan, perawatan langsung merumuskan masalah keperawatan pada setiap kelompok data yang terkumpul. Umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah (Fasio, 1983 dan INJF, 1996). Agar penentuan pohon masalah dapat di pahami dengan jelas, penting untuk diperhatikan yang terdapat pada pohon masalah : Penyebab (kausa), masalah utama (core problem) dan effect (akibat). Masalah utama adalah prioritas masalah klien dari beberapa masalah yang dimiliki oleh klien. Umumnya masalah utama berkaitan erat dengan alasan masuk atau keluhan utama. Penyebab adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang menyebabkan masalah utama. Akibat adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang merupakan efek / akibat dari masalah utama. Pohon masalah ini diharapkan dapat memudahkan perawat dalam menyusun diagnosa keperawatan

Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan

1. Diagnosa 1 : Resiko mencederai diri sendiri dan atau orang lain/lingkungan berhubungan dengan perubahan persepsi sensori/halusinasi

Tujuan Umum : 

Klien tidak mencederai diri sendiri dan atau orang lain / lingkungan.

Tujuan khusus :

1. Klien dapat hubungan saling percaya :

a. Bina hubungan saling percaya

    

Salam terapeutik Perkenalan diri Jelaskan tujuan interaksi Ciptakan lingkungan yang tenang Buat kontrak yang jelas pada setiap pertemuan (topik, waktu dan tempat berbicara).

b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.

c. Dengarkan ungkapan klien dengan empati.

2. Klien dapat mengenal halusinasinya

a. Lakukan kontak sering dan singkat. Rasional : untuk mengurangi kontak klien dengan halusinasinya.

b. Obeservasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya; bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang kesekitarnya seolah – olah ada teman bicara.

c. Bantu klien untuk mengenal halusinasinya ;    

Bila klien menjawab ada, lanjutkan ; apa yang dikatakan ? Katakan bahwa perawat percaya klien mendengarnya. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien. Katakan bahwa perawatan akan membantu klien.

d. Diskusikan dengan klien tentang ;  

Situasi yang dapat menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang sore, malam atau bila sendiri atau bila jengkel / sedih).

e. Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakan bila terjadi halusinasi (marah / takut / sedih / senang) dan berkesempatan mengungkapkan perasaan.

3. Klien dapat mengontrol halusinasinya

a. Identifikasi bersama klien cara / tindakan yang dilakukan bila terjadi halusinasi (tidur/marah/menyibukkan diri)

b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, bila bermanfaat beri pujian.

c. Diskusi cara baru untuk memutus / mengontrol timbulnya halusinasi :    

Katakan “saya tidak mau dengan kamu” (pada halusinasi). Menemui orang lain (perawat / teman / anggota keluarga untuk bercakap – cakap . mengatakan halusinasinya. Membuat jadwal kegiatan sehari – hari agar halusinasi tidak sempat muncul. Meminta orang lain (perawat / teman anggota keluarga) menyapa bila tampak bicara sendiri.

d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus / mengontrol halusinasi secara bertahap.

e. Berikan kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya dan pujian bila berhasil.

f. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok (orientasi realisasi dan stimulasi persepsi).

4. Klien dapat dukungan keluarga dalam mengotrol halusinasinya :

a. Anjurkan klien memberitahu keluarga bila mengalami halusinasi.

b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung / pada saat kunjungan rumah)    

Gejala halusinasinya yang dialami klien Cara yang dapat dilakukan klien dan ke-luarga untuk memutus halusinasi Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : Beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama Berikan informasi waktu follow up atau kapan perlu mandapat bantuan; halusinasi tak terkontrol dan resiko mencederai orang lain.

5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik :     

Diskusi dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat merasakan manfaatnya. Anjurkan klien bicara dengan dokter / perawat tentang efek dan efek samping obat yang dirasakan. Diskusikan akibat berhenti obat tanpa kon-sultasi. Bantu klien menggunakan obat, dengan prinsip 5 (lima) benar (benar dosis, benar cara, benar waktu)

2. Diagnosa 2 : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir (waham).

Tujuan Umum : 

Klien dapat melakukan komunikasi verbal

Tujuan Khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

a. Bina hubungan saling percaya dengan klien.

b. Jangan membantah dan mendukung waham klien.   

Katakan perawat menerima : saya menerima keyakinan anda, disertai ekspresi menerima. Katakan perawat tidak mendukung : sadar bagi saya untuk mempercayainya disertai ekspresi ragu dan empati. Tidak membicarakan isi waham klien.

c. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindung.   

Gunakan keterbukaan dan kejujuran Jangan tinggalkan klien sendirian Klien diyakinkan berada di tempat aman, tidak sendirian.

2. Klien dapat mengindentifikasi kemampuan yang dimilki

   

Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realitas. Diskusikan dengan klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis. Tanyakan apa yang bisa dilakukan (aktiviotas sehari – hari) Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai waham tidak ada.

3. Klien dapat mengindentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi :    

Observasi kebutuhan klien sehari – hari. Diskusi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah / di RS. Hubungan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien (buat jadwal aktivitas klien).

4. Klien dapat berhubungan dengan realitas :   

Berbicara dengan klien dalam kontek realita (diri orang lain, tempat, waktu) Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok: orientasi realitas Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.

5. Klien dapat dukungan keluarga :   

Gejala waham. Cara merawatnya. Lingkungan keluarga.

6. Klien dapat menggunakan obat dengan benar   

Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat, dosis, frekuensi, efek samping obat, akibat penghentian. Diskusikan perasaan klien setelah minum obat Berikan obat dengan prinsip 5 tepat

3. Doagnosa 3 : Difisit perawatan diri berhubungan dengan koping individu tidak efektif

Tujuan Umum : 

Klien mampu merawat diri sehingga penampilan diri menjadi adekuat

Tujuan Khusus :

1. klien dapat mengindentifikasi kebersihan diri     

Dorong klien mengungkapkan perasaan tentang keadaan dan kebersihan dirinya. Dengan ungkapan klien dengan penuh perhatian dan empati. Beri pujian atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan tentang kebersihan dirinya. Diskusi dengan klien tentang arti kebersihan diri Diskusikan dengan klien tujuan kebersihan diri.

2. Klien mendapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan dirinya.    

  

Kaji tentang tingkat pengetahuan keluarga tentang kebutuhan perawatan diri klien Diskusikan dengan keluarga Motivasi keluarga dalam berperan aktif memenuhi kebutuhan perawatan diri klien. Beri pujian atas tindakan positif yang telah dilakukan keluarga  BAB I  PENDAHULUAN A.

Latar belakang







                         

Kesehatan di Indonesia masih buruk, buktinya Indonesia menjadi salah satu negara terburuk dalam bidang kesehatan di Asia. Tidak hanya dipandang dari keadaan jasmaninya saja tetapi juga dilihat dari keadaan yang lain seperti keadaan rohani,ekonomi dan sosial dan itulah definisi kesehatan menurut WHO bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera seseorang baik jasmani, rohani, ekonomi maupun sosial. Semua hal itu harus seimbang, artinya semuanya terkontrol dengan baik. jika salah satu nya timpang (tidak dalam keadaan baik/sejahtera), maka kondisinya tidak sehat (sakit). Lihat kondisi Indonesia sekarang, selain jasmani rakyatnya lemah, iman mereka lemah, pergaulan remaja pun semakin jauh dari kategori generasi negeri yang berpendidikan. Tidak hanya itu, pendapatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) berada dibawah ratarata. Kemudian keharmonisan sesama penduduk Negara Indonesia pun masih jauh dari kategori baik. Banyaknya demo, tawuran antar pelajar, perang saudara itu menunjukkan bahwa keadaan penduduk Indonesia tidak sehat. Kita kesulitan mendeteksi sumber penyakit yang telah menular kemana-mana sehingga sudah dirasa sebagai kebiasaan. Hal yang paling menonjol adalah bebasnya pola hidup masyarakat yang akhirnya mengakibatkan masyarakat itu sendiri menjadi sakit. Penyakit yang tersebar di Negara kita di jaman kekinian, mayoritasnya diakibatkan pola hidup mereka sendiri yang tidak sehat. ternyata dibalik zaman yang semakin modern, mencari info tentang segala hal pun mudah, masih saja mereka belum berperilaku sehat. Seringkali masyarakat mengetahui dirinya sakit setelah tubuh mereka terjangkit dan terasa gejalanya. Seperti hal nya penyakit hipotensi. Biasanya, orang yang terkena hipotensi tidak merasa dan tidak menyadari kalau dia terkena penyakit. Hal itu terjadi dikarenakan kurangnya pengetahuan akan ruang lingkup penyakit itu. B. Rumusan Masalah Adapun perumusan masalah adalah bagaimanakah Gambaran yang nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada Kasus Hipotensi. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran yang nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada kasus Hipotensi 2. Tujuan Khusus  Untuk mengetahui pengertian Hipotensi  Untuk mengetahui penyebab Hipotensi  Untuk mengetahui tanda gejala Hipotensi  Untuk mengetahui penanganan dan pengobatan Hipotensi  Untuk mengetahui Tindakan keperawatan yang harus diberikan pada pasien Hipotensi

D. Manfaat Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil ialah : 1. Bagi Peneliti Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti tentang asma khususnya Hipotensi 2. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat sebagai refrensi di perpustakaan dan sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa/i Bunga Bangsa 3. Bagi peneliti berikutnya Sebagai bahan acuan bagi penelitian berikutnya mengenai kasus Hipotensi dengan lebih baik dan optimal.

        

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Banyak definisi yang menyebutkan tentang hipotensi intradialisis, menurut Shahgholian, Ghafourifard dan Mortazavi ( 2008 ) hipotensi intradialisis adalah penurunan tekanan darah dari



 

              

 





  

  

sistolik > 30 % atau penurunan tekanan diastolic sampai dibawah 60 mmHg yang terjadi pada saat pasien menjalani hemodialysis. Hipotensi intradialisis juga dapat di definisikan sebagai penurunan tekanan darah sistolik > 40 mmHg atau diastolic > 20 mmHg dalam waktu 15 menit ( Teta 2006 ). Sedangkan menurut National Kidney Foundation 2002 Hipotensi intradialisis didefinisikan sebagai penurunan tekanan darah sistolik > 20 mmHg atau penurunan MAP > 10 mmHg saat pasien hemodialysis yang dihubungkan dengan gejala; perut tidak nyaman, menguap, mual muntah kram otot, pusing dan cemas. ( diambil dari tesis Yunie Armiaty ) Banyak faktor yang menyebabkan hipotensi intradialisis yaitu berhubungan dengan volume, vasokontriksi yang tidak adekuat, faktor jantung dan lainya ( Daugridas , Blake & Ing, 2007 ) Adapun faktor hipotensi intradialisis ( diambil dari tesis Yunie Armiaty ) menurut Thomas, 2003; Kallenbach, et al, 2005 ; Sulowicz dan Radziszaweski , 2006; FMCNCA , 2007 dan Daugridas Blake dan Ing , 2007 yaitu : 1. Kecepatan ultrafiltrasi yang tinggi 2. Waktu dialysis yang pendek dengan ultrafiltrasi yang tinggi 3. Disfungsi Jantung 4. Disfungsi otonom ( diabet , uremia ) 5. Terapi anti hipertensi 6. Makan selama hemodialysis 7. Tidak akuratnya dalam penentuan berat badan kering pasien 8. Luasnya permukaan membrane dialyzer 9. Hipokalsemia dan hipokalemi 10. Kadar natrium yang rendah dan penggunaan dialisat asetat 11. Perdarahan, Amenia dan sepsis serta hemolysis

B. Penyebab Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa terjadinya penurunan tensi darah, hal ini dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Kurangnya pemompaan darah dari jantung. Semakin banyak darah yang dipompa dari jantung setiap menit nya (cardiac output, curah jantung), semakin tinggi tekanan darah. Seseorang yang memiliki kelainan/penyakit jantung yang mengakibatkan irama jantung abnormal, kerusakan atau kelainan fungsi otot jantung, penyakit katup jantung maka berdampak pada berkurangnya pemompaan darah (curah jantung) ke seluruh organ tubuh. 2. Volume (jumlah) darah berkurang. Hal ini dapat disebabkan oleh perdarahan yang hebat (luka sobek, haid berlebihan/abnormal), diare yang tidak cepat diatasi, keringat berlebihan, buang air kecil atau berkemih berlebihan. 3. Kapasitas pembuluh darah. Pelebaran pembuluh darah (dilatasi) menyebabkan menurunnya tekanan darah, hal ini biasanya sebagai dampak dari syok septik, pemaparan oleh panas, diare, obat-obat vasodilator (nitrat, penghambat kalsium, penghambat ACE). C. Tanda dan Gejala Hipotensi atau tekanan darah rendah adalah penyakit yang disebabkan oleh denyut jantung yang lebih rendah dari batas normal. Seseorang dikatakan menderita tekanan darah rendah jika hasil tensi menunjukkan angka sistolik kurang dari 120 mg/dl dan angka diastoliknya kurang dari 85 mg/dl. Jika tekanan darah terlalu rendah maka jaringan tidak mendapatkan nutrisi serta oksigen yang memadai. Banyak sekali orang yang menderita tekanan darah rendah yang mengakibatkan rasa lemah dan kecapaian. Upaya meningkatkan tekanan darah juga tidak mudah, sama seperti halnya dengan menurunkan tekanan darah tinggi pada penderita hipertensi. Berikut beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hipotensi : 1. Kurangnya pemompaan darah dari jantung. Semakin banyaknya darah yang dipompa dari jantung setiap menitnya, maka semakin tinggi juga tekanan darahnya. Selain itu, seseorang yang





                       

   

 



memiliki kelainan atau penyakit jantung yang mengakibatkan irama jantung abnormal, kerusakan atau kelainan fungsi otot jantung, penyakit katup jantung, maka akan berdampak juga pada berkurangnya pemompaan darah (curah jantung) keseluruh tubuh. 2. Pendarahaan yang hebat sehingga menyebabkan jumlah darah berkurang, diare yang tidak cepat teratasi, keringat berlebihan, buang air kecil atau berkemih berlebihan juga menjadi faktor terjadinya penurunan tensi darah. 3. Pelebaran pembuluh darah juga mampu menyebabkan turunnya tekanan darah. Situasi ini biasanya sebagai dampak dari syok septik, pemaparan oleh panas, diare, obat-obatan vasodilator (nitrat, penghambat kalsium, penghambat ACE). Gejala yang timbul jika terjadi hipotensi, yakni : 1. Penglihatan kabur atau berkunang kunang. 2. Gelisah dan pusing. 3. Terasa mau pingsan. 4. Kepala terasa ringan. 5. Mengantuk 6. Seluruh tubuh terasa lemas dan lemah. D. 1. a. b. c. 2. 3. a. b. c. d. e.

Pencegahan Hipotensi Intradialisis Evaluasi Pasien Pednilaian berat badan kering Pengukuran tekanan darah dan nadi selama dialysis Evaluasi kardiovaskuler Intervensi Gaya Hidup Faktor- Faktor yang Terkait dengan Terapi Dialisis Optimalisasi UF : UF profiling Waktu dialysis yang pendek dengan ultrafiltrasi yang tinggi Komposisi dialisat Makan selama hemodialysis Alih program ke dialysis peritoneal

E. Penanganan dan Pengobatan Hipotensi Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kondisi tekanan darah renda (hipotensi), diantaranya : 1. Minum air putih dalam jumlah yang cukup banyak antara 8 hingga 10 gelas per hari, sesekali minum kopi agar memacu peningkatan degup jantung sehingga tekanan darah akan meningkat 2. Mengkonsumsi makanan yang cukup mengandung kadar garam 3. Berolah raga teratur seperti berjalan pagi selama 30 menit, minimal 3x seminggu dapat membantu mengurangi timbulnya gejala 4. Pada wanita dianjurkan untuk mengenakan stocking yang elastic 5. Pemberian obat-obatan (meningkatkan darah) hanya dilakukan apabila gejala hipotensi yang dirasakan benar-benar mengganggu aktivitas keseharian, selain itu dokter hanya akan memberikan vitamin (suport/placebo) serta beberapa saran yang dapat dilakukan bagi penderita. Mengenai image masyarakat yang sebagian besar berpikir bahwa dengan mengkonsumsi daging kambing bagi penderita hipotensi dapat meningkatkan tensi darah sebenarnya belum jelas, Namun dibenarkan kalau hal itu akan meningkatkan kandungan haemoglobin (Hb) dalam darah. Sekali lagi harus dipahami bahwa tekanan darah rendah artinya suplai darah tidak maksimal keseluruh bagian tubuh. Haemoglobin (Hb) rendah adalah berarti bahwa kandungan Hb sebagai zat pengikat oxygen dalam darah memiliki kadar rendah yang akibatnya penderita bisa pucat (anemia), pusing (oxygen yang di angkut/suplai darah ke otak kurang), merasa cepat lelah dan sebagainya. Dalam kasus Hipotensi yang benar-benar diperlukan pemberian obat, biasanya ada beberapa jenis obat yang biasa dipakai seperti fludrocortisone, midodrine, pyridostigmine, nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs), caffeine dan erythropoietin.

   



BAB III TINJAUAN KASUS  HIPOTENSI 

 

I. Nama

IDENTITAS PASIEN : Ny. S

                                                                

Umur : 16 Tahun Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat : Paya Meuligo Tanggal masuk : 9-2-2016 Pukul masuk : 18.00 WI II. 1. 2. 3.

ANAMNESA Alasan kunjungan Keluhan utama Riwayat penyakit

: Ingin Memeriksa penyakit dan berobat : pasien datang dengan keluhan: demam, sakit kepala, lemas : Hipotensi

III. PEMERIKSAAN FISIK 1. TTV TD : 90/ 60 mmHg N : 80 x/m RR : 24 x/i Tempt : 37 ⁰C Hb : 11,9 2. Pemeriksaan Umum Keadaan umum : pasien dalam keadaan lemas 3. Analisis masalah dan kebutuhan DS : Hipotensi DO : TD : 90/ 60 mmHg N : 80 x/m RR : 24 x/i Tempt : 37 ⁰C Hb : 11,9

IV. ANTISIPASI DIAGNOSA a. Pasien harus melakukan opname agar kondisinya lebih baik b. Pasien juga harus diberikan obat secara teratur. V. PENGOBATAN OBAT Tirah baring Diet M II IVFD RL 30 tts/i Inj cefsiaxoa 19/ 12 jam Inj dexamethason 1 A/ 8 jam Inj ranifidin 1 A/ 12 jam Paracitamol 3x1 Codeini 3x1 Cetisezin 2x1 Neorodex 2x1 Emeprazol 2x1 Donperidon 3x1

VI. PERENCANAAN  Anjurkan OS untuk istirahat yang cukup  Atur posisi senyaman mungkin  Kolaborasi

VII.    VIII.

PELAKSANAAN Menganjurkan OS untuk istirahat yang cukup Mengatur posisi senyaman mungkin Berkolaborasi dengan tim medis DIAGNOSA

        

Intoleransi aktivitas b/ d sakit kepala IX. Tanggal S O A P

EVALUASI : 10-02-2016

: OS mengatakan saya masik batuk : K/U lemas : Masalah belum teratasi : Intervensi dilanjutkan

Related Documents


More Documents from "teguh affandi"