Asuhan Keperawatan Pada Anak Gga

  • Uploaded by: Nancy Sulistyowati
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Asuhan Keperawatan Pada Anak Gga as PDF for free.

More details

  • Words: 2,865
  • Pages: 16
BAB 1 PENDAHULUAN A. Landasan Teori Medis 1. Definisi Gagal ginjal akut : suatu penyakit dimana ginjal secara tiba – tiba kehilangan kemampuan untuk mengekskresikan sisa – sisa metabolisme. (Suriadi dan Rita Y., 2001 : 111). Gagal ginjal akut : suatu keadaan klinik dimana jumlah urin mendadak berkurang dibawah 300 ml / m2 dalam sehari disertai gangguan fungsi ginjal lainnya. Sering dipergunakan istilah lain untuk keadaan tersebut seperti nefrosis toksik akut, nakrosis tubular akut, nefrosis nefron rendah dan lain sebagainya. (Ngastiyah, 1997 : 310) Gagal ginjal akut : penurunan atau penghentian fungsi ginjal secara tiba – tiba sehingga terjadi berbagai gangguan fisiologik dalam homeustasis. (Cecily L. Bets Linda A. Sowden, 2002)

2.

Anatomi dan fisiologi

Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi cairan tubuh/ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah organ berbentuk seperti kacang polong, berwarna merah kebiruan. Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen., terutama di daerah lumbal disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum atau di luar rongga peritoneum. Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang dimulai dari ketinggian vertebra torakalis sampai vertebralumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak hati yang menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan. Masing-masing ginjal memiliki panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm dan tebal 2,5 cm.. Berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram dan wanita dewasa 115-155 gram. Ginjal ditutupi oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat, apabila kapsul di buka terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua. Ginjal terdiri dari bagian dalam, medula, dan bagian luar, korteks. a.

Bagian dalam (interna) medula. Substansia medularis terdiri dari

piramid renalis yang jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis

sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya menghadap ke sinus renalis. Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa henle, vasa rekta dan duktus koligens terminal. b. Bagian luar (eksternal) korteks. Subtansia kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini tepat dibawah tunika fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan dengan sinus renalis, dan bagian dalam di antara piramid dinamakan kolumna renalis. Mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan duktus koligens. Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal. Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira-kira 2.400.000 nefron. Setiap nefron bisa membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi dari satu nefron dapat menerangkan fungsi dari ginjal. Nefron terdiri dari bagian-bagian berikut : a.

Glomerulus. Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler

yang terletak di dalam kapsul Bowman dan menerima darah arteriolaferen dan meneruskan darah ke sistem vena melalui arteriol eferen. Glomerulus berdiameter 200µm, mempunyai dua lapisan Bowman dan mempunyai dua lapisan selular yang memisahkan darah dari dalam kapiler glomerulus dan filtrat dalam kapsula Bowman. b. Tubulus proksimal konvulta.

Tubulus

ginjal

yang

langsung

berhubungan dengan kapsula Bowman dengan panjang 15 mm dan diameter 55µm. c. Gelung henle (ansa henle). Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis, selanjutnya ke segmen tebal panjangnya 12 mm, total panjang ansa henle 2-14 mm. d. Tubulus distal konvulta. Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok - kelok dan letaknya jauh dari kapsula Bowman, panjangnya 5 mm. Tubulus distal dari masing-masing nefron bermuara ke duktus koligens yang panjangnya 20 mm.

e.

Duktus koligen medula. Ini saluran yang secara metabolik tidak aktif.

Pengaturan secara halus dari ekskresi natrium urine terjadi di sini. Duktus ini memiliki kemampuan mereabsorbsi dan mensekresi kalsium. 3.

Etiologi a. Faktor prarenal Semua faktor yang menyebabkan peredaran darah ke ginjal berkurang dengan terdapatnya hipovolemia, misalnya : 1) Perdarahan karena trauma operasi. 2) Dehidrasi atau berkurangnya volume cairan ekstra seluler (dehidrasi pada diare). 3) Berkumpulnya cairan interstisiil di suatu daerah luka ( kombustio, pasc bedah yang cairannya berkumpul di daerah operasi, peritonitis

dan

proses

eksudatif

lainnya

yang

menyebabkan

hipovolemia ). Bila faktor prarenal dapat diatasi, faal ginjal akan menjadi normal kembali, tapi jika hipovolemia berlangsung lama, maka akan terjadi kerusakan pada parenkim ginjal.

b. Faktor renal Faktor ini merupakan faktor penyebab gagal ginjal akut yang terbanyak. Terjadi kerusakan di glomerulus atau tubulus sehingga faal ginjal langsung terganggu. Prosesnya dapat berlangsung cepat dan mendadak, atau dapat juga berlangsung perlahan – lahan dan akhirnya mencapai stadium uremia. Kelainan di ginjal ini dapat merupakan kelanjutan dari hipoperfusi prarenal dan iskemia kemudian menyebabkan nekrosis jaringan ginjal. Beberapa penyebab kelainan ini adalah : 1) Koagulasi intravaskuler, seperti pada sindrom hemolitik uremik, renjatansepsis dan renjatan hemoragik. 2) Glomerulopati ( akut ) seperti glomerulonefritis akut pasca sreptococcoc, lupus nefritis, penolakan akut atau krisis donor ginjal.

3)

Penyakit neoplastik akut seperti leukemia, limfoma, dan tumor

lain yang langsung menginfiltrasi ginjal dan menimbulkan kerusakan. 4) Nekrosis ginjal akut misal nekrosis tubulus akut akibat renjatan dan iskemia lama, nefrotoksin ( kloroform, sublimat, insektisida organik ), hemoglobinuria dan mioglobinuria. 5) Pielonefrits akut ( jarang menyebabkan gagal ginjal akut ) tapi umumnya pielonefritis kronik berulang baik sebagai penyakit primer maupun

sebagai

komplikasi

kelainan

struktural

menyebabkan

kehilangan faal ginjal secara progresif. 6) Glomerulonefritis kronik dengan kehilangan fungsi progresif c. Faktor pascarenal Semua faktor pascarenal yang menyebabkan obstruksi pada saluran kemih seperti kelainan bawaan, tumor , batu, dsb.

4. Patofisiologi Pada gagal ginjal akut terjadi ketidakmampuan ginjal untuk memfiltrasi sisa buangan, pengaturan cairan, dan mempertahankan keseimbangan kimia. Tipe prerenal merupakan hasil dari penurunan perfusi renal yang dapat disebabkan oleh dehidrasi, asfiksia perinatal, hipotensi, septic syok, syok hemoragik atau obstruksi pada arteri renal, diare atau muntah, syok yang disebabkan oleh pembedahan, luka bakar, hipoperfusi berat ( pada pembedahan jantung ). Hal ini menimbulkan penurunan aliran darah renal dan terjadi iskemik. Tipe intrarenal merupakan hasil dari kerusakan jaringan ginjal yang mungkin disebabkan oleh nefrotoksin seperti aminoglycosides, glomerulonefritis, dan pyelonefritis. Tipe postrenal adanya obstruksi pada aliran urine. Obstruksi dapat meningkatkan tekanan dalam ginjal yang mana dapat menurunkan fungsi

renal. Penyebabnya dapat obstruksiureteropelvic, obstruksi ureterovesical, neurogenik bladder, posterior urethral valves, tumor atau edema. Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 3 stadium (stadium I, II, III) : a. Stadium I (penurunan cadangan ginjal). Kreatinin serum dan kadar BUN normal. b. Stadium II (Insufiensi ginjal) > 75% jaringan fungsinya rusak. BUN meningkat diatas normal. c. Stadium III (Uremia). Sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur. Kreatinin serum dan BUN meningkat sangat menyolok. Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium, tetapi dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium tersebut.. 5. a. b. c. 6. a.

Komplikasi Ketidakseimbangan cairan elektrolit. Ketidakseimbangan asam – basa. Gagal ginjal kronik. Manifestasi klinis Oliguria, anuria jarang ditemukan kecuali jika terjadi obstruksi,

edema, gelisah, kongesti sirkulasi darah, aritmia jantung karena hiperkalemia, kejang yang disebabkan oleh hiponatremi atau hipokalsemia takhipnea akibat asidosis metabolik. b. Letargi. c. Pucat. d. Kejang. e. Muntah. f. Tidak mau makan atau anoreksi. g. Meningkatnya BUN dan kreatinin. Secara klinis gagal ginjal akut dibagi menjadi 3 fase, yaitu :

a. Fase oliguri / anuria Jumlah urin berkurang hingga 10 – 30 ml sehari. Pada bayi, anak – anak berlangsung selama 3 – 5 hari. Terdapat gejala – gejala uremia ( pusing, muntah, apatis, rasa haus, pernapasan kusmaul, anemia, kejang ), hiperkalemi, hiperfosfatemi, hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik. b. Fase diuretic Pada fase ini urine bertambah setiap hari hingga menjadi poliuri. Hal ini disebabkan karena kadar ureum tinggi dalam darah ( diuresis osmotik ), faal tubulus belum baik, pengeluaran cairan berlebihan. Terjadi hiponatremia karena kehilangan natrium melalui tubulus yang rusak. Lamanya fase ini berlangsung selama 2 minggu. c. Fase penyembuhan atau fase pasca diuretic Pada fase ini poliuria berkurang demikian juga gejala uremia. Fungsi glomerulus dan tubulus berangsur – angsur membaik. 7.

Penatalaksanaan terapeutik a. Pencegahan terhadap situasi yang dapat menimbulkan terjadinya gagal ginjal akut, terapi cairan pada keadaan hipovolemia ( dehidrasi, luka bakar, perdarahan ). b. Mengatasi gagal ginjal akut. c. Penatalaksanaan komplikasi. d. Penatalaksanaan cairan. e. Pemberian manitol atau furosemid jika dalam keadaan hidrasi yang adekuat terjadi oliguria. f. Diet tinggi kalori dan lemak, rendah protein, kalium dan garam, jika anak tidak dapat makan melalui mulut maka makanan diberikan melalui intravena dan zat nutrisi yang diberikan mengandung asam amino esensial. g. Monitoring keseimbangan cairan, pemasukan dan pengeluaran cairan atau makanan, menimbang berat badan, monitoring nilai elektrolit darah, nilai BUN dan nilai kreatinin. h. Mengatasi hiperkalemia, pemberian kalsium glukonas 0,5 ml / kgbb, diberikan intravena selama 2 – 4 menit disertai dengan monitoring EKG,

pemberian sodium bicarbonat, 2 – 3 mEq / kgbb, diberikan intravena selama 30 – 60 menit untuk meningkatkan pH darah. i. Pemberian glukosa 50 % dan insulin, 1 U / kg, diberikan secara intravena, mempercepat pembentukan glikogen menyebabkan glukosa dan kalium masuk dalam sel. j. Pemberian resin ion perubah seperti polystyrene sodium sulfonate (kayexalate), 1 / kgbb diberikan secara oral atau rektal yang bertujuan untuk mengikat kalium dan mengeluarkannya dari tubuh. k. Dialisis dilakukan jika disertai dengan tanda – tanda asidosis berat yang sudah berlangsung lama, cara – cara lain sudah ditempuh untuk mengurangi kalium, terlihat gejala – gejala uremik, overload sirkulasi, hipertensi, gejala gagal jantung.

B. 1.

LANDASAN TEORI KEPERAWATAN Pengkajian a. Biodata 70 % kasus GGA terjadi pada bayi di bawah 1 tahun pada minggu pertama kahidupannya. b. Keluhan utama c. Riwayat penyakit sekarang Urine klien kurang dari biasanya kemudian wajah klien bengkak dan klien muntah. d. Riwayat penyakit dahulu Diare hingga terjadi dehidrasi, Glomerulonefritis akut pasca streptokok, Penyakit infeksi pada saluran kemih yang penyembuhannya tidak adekuat sehingga menimbulkan obstruksi. e. Riwayat penyakit keluarga Tidak ada hubungan secara langsung dalam timbulnya penyakit gagal ginjal. f. Activity Daily Lifa 1) Nutrisi : Nafsu makan menurun (anorexia), muntah 2) Eliminasi : Jumlah urine berkurang sampai 10 – 30 ml sehari (fase oliguria)

3) Aktivitas : Klien mengalami kelemahan 4) Istirahat tidur : Kesadaran menurun g. Pemeriksaan 1) Pemeriksaan Umum BB meningkat, TD dapat normal, meningkat atau berkurang tergantung penyebab primer gagal ginjal. 2) Pemeriksaan Fisik: a) Kepala : Edema periorbital b) Dada : Takikardi, edema pulmonal, terdengar suara nafas tambahan. c) Abdomen : Terdapat distensi abdomen karena asites. h. Pemeriksaan Penunjang 1) Tes Darah 2) Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum – meningkat. 3) Natrium dan Kalsium serum – menurun. 4) Kalium dan Fosfor serum – meningkat. 5) pH dan bikarbonat (HCO3) serum – menurun (asidosis metabolik). 6) Haemoglobin, hematokrit, trombosit – menurun (disertai penurunan fungsi sel darah putih dan trombosit). 7) Albumin serum – menurun. 8) Glukosa serum – menurun (umum terjadi pada bayi) 9) Asam urat serum – meningkat. 10) Kultur darah – positif (disertai infeksi sistemik). 11) Tes Urine 12) Urinalitas – sel darah putih dan silinder. 13) Elektrolit urine osmolalitas, dan berat jenis – bervariasi berdasarkan proses penyakit dan tahap GGA. 14) Elektrokardiogram (EKG) – perubahan

yang

terjadi

berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit dan gagal jantung. 15) Kajian foto toraks dan abdomen – perubahan yang terjadi berhubungan dengan retensi cairan. 2.

Diagnosa Keperawatan a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan disfungsi ginjal, menurunnya filtrasi glomerulus, retensi cairan dan sodium. b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema polmonal.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan pengobatan. e. Gangguan istirahat tidur berhubungan berhubungan dengan edema paru. f. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru. g. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan kelebihan volume cairan. h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar ureum dalam darah. i. Perubahan perfusi

jaringan

berhubungan

dengan

hipovolemia

iskemik. 3. Intervensi a. Dx. Kep. I Tujuan : Tidak memperlihatkan tanda-tanda kelebihan cairan. Kriteria hasil : Tidak ada edema. Intervensi: Monitor intake dan output R/ Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan, dan penurunan resiko kelebihan cairan. Pertahankan pembatasan cairan R/ Membantu menghindari periode tanpa cairan, meminimalkan kebosanan pilihan terbatas dan menurunkan rasa kekurangan dan haus. Monitor berat badan R/ Penimbangan BB harian adalah pengawasan status cairan terbaik. Peningkatan BB 0,5 kg/hari diduga adanya retensi cairan. Monitor TD dan HB R/ Tachycardi dan HT terjadi karena kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urine dan pembatasan cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia/ hipotensi/perubahan fase oliguria gagal ginjal. Kaji edema, turgor kulit, membran mukosa R/ Edema terjadi terutama pada masa jaringan yang tergantung pada tubuh. BB pasien dapat meningkat sampai 4,5 kg cairan sebelum edema pitting terdeteksi. Edema

periorbital dapat menunjukkan tanda perpindahan cairan ini, karena jaringan rapuh ini mudah terdistensi oleh akumulasi cairan walaupun minimal. b. Dx. Kep. II Tujuan : Pola nafas anak menjadi efektif kembali. Kriteria hasil : Bunyi nafas bersih. Intervensi : Kaji bunyi nafas R/ Kelebihan cairan dapat menimbulkan edema paru dibuktikan oleh terjadinya bunyi napas tambahan. Bila sesak, posisikan kepala lebih tinggi, pemberian oksigen dan latihan nafas dalam R/ Meningkatkan lapang paru. c. Dx. Kep. III Tujuan : Anak menunjukkan BB yang sesuai dan ada nafsu makan serta dapat menyelesaikan makanan sesuai diit. Kriteria hasil : Klien menghabiskan porsi diitnya. Intervensi : Timbang BB tiap hari R/ Px. puasa/katabolik akan secara normal kehilangan 0,2 – 0,5 kg/hari. Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan keseimbangan cairan. Kaji pola makan anak dan pembatasan makanan R/ Memberikan Px. tindakan terkontrol dalam pembatasan diit. Jelaskan tentang diit yang diberikan dan alasannya R/ Pengetahuan Px./keluarganya tentang diit yang diberikan membuat klien/keluarga lebih kooperatif. d. Dx. Kep. IV Tujuan : Anak dan keluarga akan memahami proses penyakit, prognosis dan pengobatan yang diberikan.

Kriteria hasil : Pengetahuan klien dan keluarga meningkat dan kooperatif terhadap tindakan keperawatan. Intervensi: Kaji tingkat pamahaman anak dan keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan pengobatan. R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana Px./keluarga dapat membuat pilihan informasi. e. Dx. Kep. V Tujuan : Kebutuhan istirahat terpenuhi Kriteria hasil : Klien dapat beristirahat dengan tenang Intervensi : Temani dan bantu bila anak muntah. R/ Dengan ditemani dan dibantu pada saat muntah akan menghilangkan kegelisahan dan kecemasan anak. Batasi aktivitas fisik dan hindarkan anak dari stress emosional (menangis, sedih, bercanda berlebihan). R/ Pembatasan aktivitas fisik dan stress emosional penting untuk menghindarkan adanya penyebab serangan batuk. Anjurkan keluarga memberikan lingkungan yang tenang. R/ Lingkungan yang tenang merupakan sebagian dari terapi suportif yang memberikan rasa aman dan nyaman bagi pasien. f. Dx. Kep. VI Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif, pola nafas dan pertukaran gas efektif. Kriteria hasil : Suara nafas vesikuler. Intervensi : Lakukan auskultasi suara 2 – 4 jam sekali. R/ Mengetahui obstruksi pada saluran nafas dan menifestasinya pada suara nafas. Berikan posisi kepala lebih tinggi dari posisi badan dan kaki R/ Penurunan diafragma dapat membantu ekspansi paru maskimal.

Ubah posisi klien tiap 2 jam. R/ Posisi klien yang tetap secara terus menerus dapat mengakibatkan akumulasi sekret dan cairan pada lobus yang berada dibagian bawah. Monitor tanda vital tiap 4 jam. R/ Peningkatan frekwensi nafas mengindikasi tingkat keparahan. g. Dx. Kep. VII Tujuan : Meningkatkan derajat rasa nyaman klien. Kriteria hasil : Klien terlihat rileks, dapat tidur dan beristirahat. Intervensi : Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur. R/ Tirah baring mungkin diperlukan sampai perbaikan objektif dan subjektif didapat. Dorong penggunaan tekhnik manajemen sterss, misalnya relaksasi. R/ Meningkatkan relaksasi, meningkatkan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping. Libatkan dalam aktivitas atau latihan yang direncanakan sesuai petunjuk. R/ Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot / spasme memudahkan untuk ikut serta dalam dalam terapi. h. Dx. Kep. VIII Tujuan : Klien tidak menunjukkan tanda-tanda adanya kerusakan integritas kulit. Kriteria hasil : Mempertahankan kulit utuh / kulit tidak pecah-pecah. Intervensi : Inspeksi kulit terhadap perubahan warna dan turgor kulit. R/ Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan decubitus atau infeksi. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit. R/ Mendeteksi adanya dehidrasi/hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas pada tingkat seluler. Inspeksi area tergantung terhadap edema.

R/ Jaringan edema lebih cenderung rusak atau robek. Ubah posisi dengan sering, beri bantalan pada tonjolan tulang. R/ Menurunkan tekanan pada edema. Pertahankan linen tetap kering. R/ Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar. R/ Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit. i. Dx. Kep. IX Tujuan : Perfusi jaringan perifer tetap adekuat. Kriteria hasil : Suhu ekstremitas hangat, tidak lembab, warna merah muda. Ekstremitas tidak nyeri, tidak ada pembengkakan. Turgor kembali dalam 1 detik. Intervensi : Kaji dan cacat tanda-tanda vital (kualitas dan frekuensi nadi, tensi, capilarry refill). R/ Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui penurunan perfusi jaringan. Kaji dan catat sirkulasi pada ekstremitas (suhu, kelembaban dan warna). R/ Suhu dingin, warna pucat dan ekstremitas menunjukkan sirkulasi darah kurang adekuat. Nilai kemungkinan kematian jaringan ekstremitas lebih awal dapat berguna untuk mencegah kematian jaringan. R/ Jaringan edema lebih cenderung rusak atau robek.

Pelaksanaan Mempertahankan keseimbangan cairan Menjaga fungsi pernapasan

Memberikan stimulus untuk meningkatkan nafsu makan Menciptakan metode komunikasi yang dapat dipahami oleh klien dan keluarga. Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi klien untuk memenuhi kebutuhan istirahat tidurnya. Mempertahankan keefektifan bersihan jalan nafas Memberikan suasana dan posisi yang nyaman bagi klien. Mempertahankan agar tidak terjadi kerusakan integritas kulit. Memantau terjadinya tanda-tanda perubahan perfungsi jaringan. Evaluasi Suhu tubuh 365 - 372 C Adanya minat dan selera makan Porsi makan sesuai dengan kebutuhan Klien tidak sesak Orang tua mengerti tentang penyakit anaknya Kebutuhan istirahat tidur terpenuhi Bersihan jalan nafas efektif Klien menyatakan merasa nyaman Tidak terjadi kerusakan integritas kulit Perfusi jaringan adekuat

DAFTAR PUSTAKA

Cecily L. Bets Linda A. Sowden, 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatrik, EGC : Jakarta. Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC: Jakarta. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, 2002, Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI: Jakarta. Suriadi dan Yuliani, Rita, 2001, Asuhan Keperawatan pada Anak, Edisi I, Fajar Interpratama: Jakarta.

Related Documents


More Documents from "SungJiYoo"

Ggk Lp Kelompok 5.docx
August 2019 47
Kaldik Yysn.pdf
November 2019 35
Lpj.docx
May 2020 14
Carpal Tunnel Syndrome.docx
December 2019 29
2.pdf
May 2020 20