Asuhan Keperawatan Hiv Pd Anak.docx

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Asuhan Keperawatan Hiv Pd Anak.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,655
  • Pages: 30
ASUHAN KEPERAWATAN “HIV/AIDS PADA ANAK”

Disusun Oleh : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Dian Rahmayani Dina Puyang Sari Putri Maharani Rahmalia Ayu Pratiwi Ratih Agustriani Selvi Agustria Sissy Lestari Siti Nur Deva Sonia Christina Maharani

Dosen Pembimbing : Rizki Sri Haryanti, S.Kep., Ns., M.Epid

DIV KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PALEMBANG TAHUN AJARAN 2018-2019

KATA PENGANTAR Segala puji syukur senantiasa kami panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa,

karena

kami

bisa

menyelesaikan

makalah

yang

berjudul

“ASUHAN

KEPERAWATAN HIV/AIDS PADA ANAK” dengan tepat waktu. Makalah ini kami susun sebagaimana materi yang terdapat di dalam mata kuliah Keperawatan Anak. Materi tersebut kami ambil dari berbagai sumber dan beberapa situs dari internet. Dengan demikian, para pembaca bisa memperluas wawasannya, memahami dan mengaplikasikan isi makalah dalam kehidupan sehari-hari. Kami berharap makalah ini bisa membantu mahasiswa dalam memahami mata kuliah Keperawatan Anak. Kritik dan saran yang membangun selalu kami harapkan dalam pembuatan makalah berikutnya dan kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dalam penyusunan makalah ini.

Palembang, 25 November 2018

Penyusun

i

DAFTAR ISI Kata Pengantar ............................................................................................................

i

Daftar Isi....................................................................................................................... ii Konsep Dasar A. Pengertian .....................................................................................................

1

B. Etiologi ..........................................................................................................

1

C. Patofisiologi............................................................................................ ......

2

D. Manifestasi Klinis .........................................................................................

3

E. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................

5

F. Penatalaksanaan.............................................................................................

7

G. Pathway ........................................................................................................ 10 Asuhan Keperawatan Pada AIDS A. Pengkajian Keperawatan ............................................................................... 11 B. Diagnosa Keperawatan.................................................................................. 13 C. Intervensi ........................................................................................................ 13 D. Evaluasi .......................................................................................................... 23

Daftar Pustaka ............................................................................................................. 27

ii

Konsep Dasar A. Pengertian 1. AIDS adalah sindrom yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui (Rampengan, 1993). 2. AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). (Aziz Alimul Hidayat, 2006). 3. AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi HIV (Price, 2000 : 224) 4. AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immodeficiency Virus) ditandai dengan sindrom menurunnya sistem kekebalan tubuh. (Depkes RI, 1992 : 2) 5. AIDS adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat yang menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan kelainan imunolegik. (Price, 2000 : 241) 6. AIDS adalah suatu syndrome atau kumpulan gejala penyakit dengan karakteristik defisiensi imune yang berat dan merupakan manifestasi stadium akhir infeksi Human Immunedeficiency Virus (Syaefulloh, 1998) 7. AIDS merupakan syndrome defisiensi immune yang didapat, rute satu-satunya teridentifikasi dari transmisi melalui darah dan semen yang terkontaminasi oleh HIV (Engram, 1998) Dari semua pengertian di atas dapat disimpulkan, AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang ditandai dengan syndrome menurunnya sistem kekebalan tubuh, sehingga pasien AIDS mudah diserang oleh infeksi oportunistik dan kanker. B. Etiologi Menurut Hudak dan Gallo (1996), penyebab dari AIDS adalah suatu agen viral (HIV) dari kelompok virus yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah melalui hubungan seksual dan mempunyai aktivitas yang kuat terhadap limfosit T yang berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh manusia. HIV merupakan Retrovirus yang menggunakan RNA sebagai genom. HIV mempunyai kemampuan

1

mengcopy cetakan materi genetic dirinya ke dalam materi genetic sel-sel yang ditumpanginya. Sedangkan menurut Long (1996) penyebab AIDS adalah Retrovirus yang telah terisolasi cairan tubuh orang yang sudah terinfeksi yaitu darah semen, sekresi vagina, ludah, air mata, air susu ibu (ASI), cairan otak (cerebrospinal fluid), cairan amnion, dan urin. Darah, semen, sekresi vagina dan ASI merupakan sarana transmisi HIV yang menimbulkan AIDS. Cairan

transmisi

HIV

yaitu

melalui

hubungan

darah

(transfusi

darah/komponen darah jarum suntik yang di pakai bersama sama tusuk jarum) seksual (homo bisek/heteroseksual) perinatal (intra plasenta dan dari ASI) Empat populasi utama pada kelompok usia pediatrik yang terkena HIV : 1. Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang terinfeksi (disebut juga transmisi vertikal); hal ini menimbulkan lebih dari 85% kasus AIDS pada anak-anak yang berusia kurang dari 13 tahun. 2. Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan hemofilia). 3. Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku risiko tinggi. 4. Bayi yang mendapat ASI (terutama di negara-negara berkembang)

C. Patofisiologi Penyebab dari AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang termasuk dalam famili retrovirus. Virus HIV melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan akan mengalami destruksi sel secara bertahap. Sel-sel ini, yang memperkuat dan mengulang respons imunologik, dan bila sel-sel tersebut berkurang dan rusak, maka fungsi imunologik lain terganggu. HIV merupakan retrovirus yang membawa informasi genetic RANA. Pada saat virus HIV masuk dalam tubuh virus akan menginfeksi sel yang mempunyai antigen CD4+ (Sel T pembantu, helper T cell). Sekali virus masuk ke dalam sel, virus akan membuka lapisan protein sel dan menggunakan enzim Reserve transcriptase

2

untuk mengubah RNA. DNA virus akan terintergrasi dalam sel DNA host dan akan mengadakan duplikasi selama proses normal pembelahan. Dengan memasuki limfosit T4, virus memaksa limfosit T4 untuk memperbanyak dirinya sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit T4. kematian limfosit T4 membuat daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah terserang infeksi dari luar (baik virus lain, bakteri, jamur atau parasit). Hal itu menyebabkan kematian pada orang yang terjangkit HIV/AIDS. Selain menyerang limfosit T4, virus AIDS juga memasuki sel tubuh yang lain. Organ yang paling sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya. Virus AIDS diliputi oleh suatu protein pembungkus yang sifatnya toksik (racun) terhadap sel. Khususnya sel otak dan susunan saraf pusat dan tepi lainnya yang dapat mengakibatkan kematian sel otak. Sel CD4+ (Sel T pembantu / helper T cell) sangat berperan penting dalam fungsi system immune normal, mengenai antigen dan sel yang terinfeksi, dan mengaktifkan sel B untuk memproduksi antibody. Juga dalam aktivitas langsung pada cell-mediated cell immune (immune sel bermedia) dan mempengaruhi aktivitas langsung pada sel kongetitis duplikasi. Menurut Long (1996) retrovirus /HIV dibawa oleh hubungan seksual, tranfusi darah dan oleh ibu yang terkena infeksi ke fetus. Pada saat virus HIV masuk ke dalam aliran darha maka HIV mencari sel T4 dan pembantu sel virus melekat pada isyarat dari T4 dan masuk ke dalam sel dan mengarahkan metabolisme agar mengabaikan fungsi normal (kematian sel T4) dan memperbanyak dari HIV. HIV baru menempel kepada sel T4 dan menghancurkannya. D. Manifesasi Klinis Masa antara terinfeksi HIV dan timbul gejala-gejala penyakit adalah 6 bulan10 tahun. Rata-rata masa inkubasi 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan/5tahun pada orang dewasa. Tanda-tanda yang di temui pada penderita AIDS antara lain: 1.

Gejala yang muncul setelah 2 sampai 6 minggu sesudah virus masuk ke dalam tubuh: sindrom mononukleosida yaitu demam dengan suhu badan 38 C sampai 40 C dengan pembesaran kelenjar getah benih di leher dan di ketiak, disertai dengan timbulnya bercak kemerahan pada kulit.

3

2.

Gejala dan tanda yang muncul setelah 6 bulan sampai 5 tahun setelah infeksi, dapat muncul gejala-gejala kronis : sindrom limfodenopati kronis yaitu pembesaran getah bening yang terus membesar lebih luas misalnya di leher, ketiak dan lipat paha. Kemudian sering keluar keringat malam tanpa penyebab yang jelas. Selanjutnya timbul rasa lemas, penurunan berat badan sampai kurang 5 kg setiap bulan, batuk kering, diare, bercak-bercak di kulit, timbul tukak (ulceration), perdarahan, sesak nafas, kelumpuhan, gangguan penglihatan, kejiwaan terganggu. Gejala ini di indikasi adanya kerusakan sistem kekebalan tubuh.

3.

Pada tahap akhir, orang-orang yang sistem kekebalan tubuhnya rusak akan menderita AIDS. Pada tahap ini penderita sering di serang penyakit berbahaya seperti kelainan otak, meningitis, kanker kulit, luka bertukak, infeksi yang menyebar, tuberkulosis paru (TBC), diare kronik, candidiasis mulut dan pnemonia. Menurut Cecily L Betz, anak-anak dengan infeksi HIV yang didapat pada

masa perinatal tampak normal pada saat lahir dan mulai timbul gejala pada 2 tahun pertama kehidupan. Manifestasi klinisnya antara lain : 1. Berat badan lahir rendah 2. Gagal tumbuh 3. limfadenopati umum 4. Hepatosplenomegali 5. Sinusitis 6. Infeksi saluran pernapasan atas berulang 7. Parotitis 8. Diare kronik atau kambuhan 9. Infeksi bakteri dan virus kambuhan 10. Infeksi virus Epstein-Barr persisten 11. Sariawan orofarings 12. Trombositopenia 13. Infeksi bakteri seperti meningitis 14. Pneumonia interstisial kronik

4

Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan yang terhambat, atau hilangnya perkembangan motoris. E. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium menurut Mansjoer (2000), dapat dilakukan dengan dua cara : a. Cara langsung yaitu isolasi virus dari sampel. Umumnya dengan menggunakan microskop elektron dan deteksi antigen virus. Salah satu cara deteksi antigen virus adalah dengan polymerase chain reaction (PCR). Penggunaan PCR antara lain untuk ; 1) Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada pada bayi sehingga menghambat pemeriksaan serologis. 2) Menetapkan status infeksi pada individu seronegatif 3) Tes pada kelompok rasio tinggi sebelum terjadi sero konversi 4) Tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA untuk rendah. b. Cara tidak langsung yaitu dengan melihat respon zat anti spesifik tes, misalnya: 1) ELISA, sensitivitas tinggi (98,1-100%), biasanya memberikan hasil positif 2-3 buah sesudah infeksi. Hasil positif harus di konfirmasi dengan pemeriksaan Western Blot. 2) Western Blot, spsifitas tinggi (99,6-100%). Namun, pemeriksaan ini cukup sulit, mahal dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Mutlak diperlukan untuk konfirmasi hasil pemeriksaan ELISA positif. 3) Imonofivoresceni assay (IFA) 4) Radio Imuno praecipitation assay (RIPA) 2. Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa dan melacak virus HIV a. Status imun 1) Tes fungsi sel CD4 2) Sel T4 mengalami penurunan kemampuan untuk reaksi terhadap antigen 3) Kadar imunoglobutin meningkat 4) Hitung sel darah putih normal hingga menurun 5) Rasio CD4 : CD8 menurun

5

3. Complete Blood Covnt (CBC) Dilakukan untuk mendeteks adanya anemia, leukopenia dan thrombocytopenia yang sering muncul pada HIV. 4. CD4 cell count Tes yang paling banyak digunakan untuk memonitor perkembangan penyakit dan terapi yang akan dilakukan. 5. Blood Culture 6. Immune Complek Dissociaced P24 Assay Untuk memonitor perkembangan penyakit dan aktivitas medikasi antivirus. 7. Tes lain yang biasa dilakukan sesuai dengan manifestasi klinik baik yang general atau spesifik antara lain : a. Tuberkulin skin testing Mendeteksi kemungkinan adanya infeksi TBC. b. Magnetik resonance imaging (MRI) Mendeteksi adanya lymphoma pada otak c. Spesifik culture dan serology examination (uji kultur spesifik dan scrologi) d. Pap smear setiap 6 bulan Mendeteksi dini adanya kanker rahim. Mendiagnosisi infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak mudah. Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis dapat ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6 bulan. Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak yang terinfeksi HIV : 1. Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut 2. Penurunan persentase CD4 3. Penurunan rasio CD4 terhadap CD3 4. Limfopenia 5. Anemia, trombositopenia 6. Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM)

6

7. Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus) 8. Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbilli, Haemophilus influenzae tipe B) Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, yang berusia kurang dari 18 bulan dan yang menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya dua determinasi terpisah dari kultur HIV, reaksi rantai polimerase-HIV, atau antigen HIV, maka ia dapat dikatakan “terinfeksi HIV”. Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, berusia kurang dari 18bulan, dan tidak positif terhadap ketiga uji tersebut dikatakan “terpajan pada masa perinatal”. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV, yang ternyata antibodi-HIV negatif dan tidak ada bukti laboratorium lain yang menunjukkan bahwa ia terinfeksi HIV maka ia dikatakan “seroreverter” F. Penatalaksanaan 1. Perawatan Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain: a. Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah kemungkinan terjadi infeksi b. Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada. c. Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV d. Mengatasi dampak psikososial e. Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis f. Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu memperhatikan perlindungan universal (universal precaution) 2. Pengobatan a. Pengobatan medikamentosa mencakupi pemberian obat-obat profilaksis infeksi oportunistik yang tingkat morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Riset yang luas telah dilakukan dan menunjukkan kesimpulan rekomendasi

7

pemberian kotrimoksasol pada penderita HIV yang berusia kurang dari 12 bulan dan siapapun yang memiliki kadar CD4 < 15% hingga dipastikan bahaya infeksi pneumonia akibat parasit Pneumocystis jiroveci dihindari. Pemberian Isoniazid (INH) sebagai profilaksis penyakit TBC pada penderita HIV masih diperdebatkan. Kalangan yang setuju berpendapat langkah ini bermanfaat untuk menghindari penyakit TBC yang berat, dan harus dibuktikan dengan metode diagnosis yang handal. Kalangan yang menolak menganggap bahwa di negara endemis TBC, kemungkinan infeksi TBC natural sudah terjadi. Langkah diagnosis perlu dilakukan untuk menetapkan kasus mana yang memerlukan pengobatan dan yang tidak. b. Obat profilaksis lain adalah preparat nistatin untuk antikandida, pirimetamin untuk toksoplasma, preparat sulfa untuk malaria, dan obat lain yang diberikan sesuai kondisi klinis yang ditemukan pada penderita. c. Pengobatan penting adalah pemberian antiretrovirus atau ARV. Riset mengenai obat ARV terjadi sangat pesat, meskipun belum ada yang mampu mengeradikasi virus dalam bentuk DNA proviral pada stadium dorman di sel CD4 memori. Pengobatan infeksi HIV dan AIDS sekarang menggunakan paling tidak 3 kelas anti virus, dengan sasaran molekul virus dimana tidak ada homolog manusia. Obat pertama ditemukan pada tahun 1990, yaitu Azidothymidine (AZT) suatu analog nukleosid deoksitimidin yang bekerja pada tahap penghambatan kerja enzim transkriptase riversi. Bila obat ini digunakan sendiri, secara bermakna dapat mengurangi kadar RNA HIV plasma selama beberapa bulan atau tahun. Biasanya progresivitas penyakti HIV tidak dipengaruhi oleh pemakaian AZT, karena pada jangka panjang virus HIV berevolusi membentuk mutan yang resisten terhadap obat. 3. Pencegahan Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui : a. Saat hamil. Penggunaan antiretroviral selama kehamilan yang bertujuan agar vital load rendah sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV.

8

b. Saat melahirkan. Penggunaan antiretroviral(Nevirapine) saat persalinan dan bayi baru dilahirkan dan persalinan sebaiknya dilakukan dengan metode sectio caesar karena terbukti mengurangi resiko penularan sebanyak 80%. c. Setelah lahir. Informasi yang lengkap kepada ibu tentang resiko dan manfaat ASI

9

G. PATHWAY HIV Plasenta ASI

Transfusi darah jarum suntik

Hubungan seksual

Transmisi dari Ibu ke Anak HIV masuk ke dalam tubuh Menyerang sistem imun (Sel darah putih/ limfosit) Menginfeksi limfosit DNA virus terintegrasi dalam sel DNA host Imun Menurun AIDS

Resiko Infeksi

Demam Hipertermi

mi

Perubahan pertumbuhan dan perkembangan

Diet kronik Resiko kerusakan integritas kulit

Mual muntah

Kehilangan volume cairan aktif Kekurangan volume cairan

BB menurun Kelemahan fisik

Perubahan status kesehatan

Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Cemas

Kurang pengetahuan

Intoleransi aktifitas

Pneumonitis interstitial

Perubahan proses keluarga

Dipsneu Pola nafas tidak efektif Sumber: Nanda, 2006 Cecily L. Betz, 2002

10

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AIDS

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN 1. Data Subjektif, mencakup: a. Pengetahuan klien tentang AIDS b. Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun c. Dispneu (serangan) d. Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya) 2. Data Objektif, meliputi: a. Kulit, lesi, integritas terganggu b. Bunyi nafas c. Kondisi mulut dan genetalia d. BAB (frekuensi dan karakternya) e. Gejala cemas 3. Pemeriksaan Fisik a. Pengukuran TTV b. Pengkajian Kardiovaskuler c. Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal jantung kongestif sekunder akibat kardiomiopati karena HIV. d. Pengkajian Respiratori e. Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia, nyeri dada, napas pendek waktu istirahat, gagal napas. f. Pengkajian Neurologik g. Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot, kejang-kejang, enselofati, gangguan psikomotor, penurunan kesadaran, delirium, meningitis, keterlambatan perkembangan. h. Pengkajian Gastrointestinal i. Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih kekuningan pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis esophagus, candidisiasis mulut, selaput lender kering, pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare kronis, pembesaran limfa. j. Pengkajain Renal 11

k. Pengkajaian Muskuloskeletal l. Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia) m. Pengkajian Hematologik n. Pengkajian Endokrin 4. Kaji status nutrisi 5. Kaji adanya infeksi oportunistik 6. Kaji adanya pengetahuan tentang penularan

Uji Laboratorium dan Diagnostik 1. ELISA : Enzyme-linked immunosorbent assay (uji awal yang umum) untuk mendeteksi antibody terhadap antigen HIV(umumnya dipakai untuk skrining HIV pada individu yang berusia lebih dari 2 tahun). 2. Western blot (uji konfirmasi yang umum) untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap beberapa protein spesifik HIV. 3. Kultur HIV untuk memastikan diagnosis pada bayi. 4. Reaksi rantai polimerase (Polymerase chain reaction)/PCR untuk mendeteksi asam deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini bermanfaat untuk mendiagnosis HIV pada bayi dan anak). 5. Uji antigen HIV untuk mendeteksi antigen HIV. 6. HIV, IgA, IgM untuk mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi (secara eksperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi). Temuan laboratorium yang terdapat pada bayi dan anak yang terinfeksi HIV : 1. Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut 2. Penurunan persentase CD4 3. Penurunan rasio CD4 terhadap CD8 4. Limfopenia 5. Anemia, trombositopenia 6. Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM) 7. Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus) 8. Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbili, Haemophilus influenzae tipe B)

12

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun 2. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan imun 3. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diare) 4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu 5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah 6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi buang air besar sering (diare) 7. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi 8. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik 9. Cemas berhubungan dengan perubahan staus kesehatan 10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius 11. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

C. INTERVENSI 1. Diagnosa 1

: Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun

Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi

NOC

: immune status

Kriterias hasil : a. Status gastrointestinal normal b. Status respirasi norml c. Status BB normal d. Status integritas kulit normal e. Tidak menunjukan kelemahan f. Menunjukan kekebalan tubuh

13

Skala penilaian : 1 = Extreme 2 = Berat 3 = Sedang 4 = Ringan 5 = Tidak kompromi NIC : imunisation / vaccination administration Intervensi : a. Ajarkan orang tua untuk mengikuti jadwal administerasi b. Ajarkan individu keluarga untuk melakukan vaksinasi seperti kolera, influenza, rabies, demam typoid, typus, TBC c. Sediakan informasi mengenai imunisasi d. Pantau pasien setelah mendapat imunisasi e. Identifikasi kontraindikasi dari imunisasi seperi panas.

2. Diagnosa II : Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan imun Tujuan

: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien menunjukan tanda pertumbuhan yang normal

NOC

: pertumbuhan

Kriteria hasil: a. Berat badan sesuai dengan umur dan tinggi badan b. Turgor kulit baik c. Tanda-tanda vital baik Skala penilaian: 1 = Tidak ada penyimpangan dari yang diharapkan

14

2 = Penyimpangan ringan 3 = Penyimpangan sedang 4 = Penyimpangan berat 5 = Extrim

NIC : Peningkatan pertumbuhan Intervensi: a. Lakukan pemeriksaan kesehatan dengan saksama ( tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik ) b. Tentukan makanan yang disukai klien c. Pantu kecenderungan peningkatandan penurunan berat badan d. Kaji keadekuatan asupan nutrisi e. Demonstrasikan aktivitas yang meningkatkan perkembangan

3. Diagnosa III : Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diare) Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terjadi keseimbangan cairan

NOC

: fluid balance

Kriteria hasil : a. Tekanan darah normal b. Keseimbangan masukan dan haluaran selama 24 jam c. Tidak ada distensi vena jugularis d. Hidrasi kulit e. Membran mukosa normal f. Turgor kulit baik

15

Skala penilaian : 1 = Tidak pernah menunjaukan 2 = Jarang menunjukan 3 = Kadang menunjukan 4 = Sering menunjukan 5 = Selalu menunjukan NIC : fluid management Intervensi : a. Timbang popok jika diperlukan b. Pertahankan intake dan output c. Monitor status hidrasi d. Monitor vital sign e. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

4. Diagnosa IV : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas efektif

NOC

: Respitarory status

a. RR alam batas normal b. Irama nafas normal c. Ekspansi dada simetris d. Tidak ada dispneu e. Tidak ada traktil fremitus f. Auskultasi bunyi nafas normal Skala penilaian : 1 = Extreme 2 = Berat

16

3 = Sedang 4 = Ringan 5 = Tidak kompromi NIC : Oxygen terapy Intervensi : a. Bersihkan mulut, hidung, dan secret trakea b. Pertahankan jalan nafas yang paten c. Atur peralatan oxygenasi d. Monitor aliran oxygen e. Petahankan posisi pasien NIC : Vital Sign Monitoring Intervensi : a. Monitor TD, nadi, suhu dan dan RR b. Monitor frekuensi dan irama pernafasan c. Monitor suhu warna dan kelembaban kulit

5. Diagnosa V : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi

NOC

: Nutritional status

a. Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi Skala penilaian : 1= Tidak pernah menunjukan

17

2 = Jarang menunjukan 3 = Kadang menunjukan 4 = Sering menunjukan 5 = Selalu menunjukan NIC : nutrition management Intervensi : a. Kaji adanya alergi makanan b. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake seperti Fe, vitamin, dan protein c. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori NIC : nutrition monitoring a. Monitor adanya penurunan berat badan b. Monitor interaksi anak / orang tua selama makan c. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi d. Monitor turgor kulit e. Monitor mual dan muntah f. Monitor pertumbuhan dan perkembangan

6. Diagnosa VI : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi buang air besar sering (diare) Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kulit anak tetap bersih, utuh dan bebas iritasi

NOC

: Tissue integrity

a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature dan pigmentasi ) b. Tidak ada luka atau lesi pada kulit c. Perfusi jaringan baik d. Mampu melindungi kulit 18

e. Mampu mempertahankan kelembaban kulit Skala penilaian : 1 = Selalu 2 = Sering 3 = Kadang-kadang 4 = Jarang 5 = Tidak pernah NIC : Exercise Therapy a. Inspeksi permukaan kulit secara teratur untuk adanya tanda-tanda iritasi kemerahan b. Lindungi permukaan kulit yang bergesekan c. Masase kulit dengan lembut menggunakan lotion di area yang iritasi

7. Dignosa VII : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh normal

NOC

: Thermoregulation

a. Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan b. Suhu tubuh dalam batas normal c. Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan d. Perubahan warna kulit tidak ada Skala penilaian : 1 = Tidak pernah menunjukan 2 = Jarang menunjukan 3 = Kadang menunjukan 4 = Selalu menunjukan

19

5 = Sering menunjukan NIC : Fever management Intervensi : a. Pantau suhu minimal setiap 2 jam, sesuai dengan kebutuhan b. Pantau warna kulit dan suhu c. Ajarkan keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini hipertermia d. Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi klien dengan hanya selembar pakaian e. Berikan cairan intravena

8. Dignosa VIII : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik Tujuan

: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat beraktifitas seperti biasa

NOC

: Penghematan energi

Kriteria hasil : a. Menyadari kjeterbatasan energi b. Menyeimbangkan aktifitas dan energi c. Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas Skala penilaian : 1 = Tidak sama sekali 2 = Jarang 3 = Kadang 4 = Sering 5 = Selalu

20

NIC : Pengelolaan enegi a. Tentukan penyebab keletihan b. Pantau asupan untuk mamastikan keadekuatan sumber energi c. Batasi rangsangan lingkungan d. Bantu dengan aktifitas fisik teratur

9. Diagnosa IX : Cemas berhubungan dengan perubahan staus kesehatan Tujuan

: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapar berkurang

NOC

: Anxiety control

Kriteria hasil : a. Monitor intensitas cemas b. Mengurangi penyebab cemas c. Penurunan rangsang lingkungan ketika cemas d. Memberikan informasi untuk mengurangi cemas e. Melaporkan penurunan cemas f. Melaporkan keadekuaan tidur Skala penilaian : 1 = Tidak pernah menunjukan 2 = Jarang menunjukan 3 = Kadang menunjukan 4 = Sering menunjukan 5 = Selalu menunjukan NIC : penurunan cemas 1. Gunakan pendekatan yang menangkan 2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur 3. Pahami persepsi pasien terhadap stress

21

4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi keemasan 5. Identifikasi tingkat kecemasan 6. Dorong untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan

10. Diagnosa X : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan orang tua dan anak menunjukan perilaku kedekatan

NOC

: Koping keluarga

Kriteria hasil : a. Saling percaya dan dapat manghadapi masalah b. Mengatasi masalah c. Pedui terhadap kebutuhan seluruh anggota keluarga d. Tetapkan prioritas Skala penilaian : 1 = Tidak pernah menunjukan 2 = Jarang menunjukan 3 = Kadang menunjukan 4 = Selalu menunjukan 5 = Sering menujukan NIC : Support keluarga Intervensi : a. Yakinkan keluarga bahwa pasien akan diberi perawatan terbaik b. Hargai reaksi pasien terhadap kondisi pasien c. Berikan timbal balik atas koping keluarga d. Terangkan menhenai rencana medis dan perawatan pasien terhadap keluarga e. Berikan informasi tentang perkembangan pasien sesuai dengan kondisi

22

11. Dignosa XI : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dan keluarga pengetahuannya bertambah

NOC

: Proses penyakit

Kriteria hasil : a. Mengenal nama penyakit b. Deskripsi proses penyakit c. Deskripsi factor penyebab d. Deskripsi tanda dan gejala e. Deskripsi cara meminimalkan perkembangan penyakit Skala penilaian : 1 = Tidak pernah menunjukan 2 = Jarang menunjukan 3 = Kadang menunjukan 4 = Sering menunjukan 5 = Selalu menunjukan NIC : Pembelajaran proses penyakit a. Jelaskan tanda dan gejala b. Identifikasi penyebab penyakit c. Beri informasi tentang hasil pemeriksaan diagnostik

D. EVALUASI 1. Dx 1 : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun a. Status gastrointestinal normal

4

b. Status respirasi normal

3

c. Status BB normal

3

d. Status integritas kulit normal

3

e. Tidak menunjukan kelemahan

3 23

f. Menunjukan kekebalan tubuh

2. Dx II : Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan imun a. Berat badan sesuai dengan umur dan tinggi badan

2

b. Turgor kulit baik

3

c. Tanda-tanda vital baik

2

3. Dx III : Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diare) a. Tekanan darah normal

3

b. Keseimbangan masukan dan haluaran selama 24 jam

3

c. Hidrasi kulit

3

d. Membran mukosa normal

3

e. Turgor kulit baik

3

4. Dx IV : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu a. RR alam batas normal

3

b. Irama nafas normal

3

c. Ekspansi dada simetris

3

d. Tidak ada dispneu

3

e. Tidak ada traktil fremitus

3

f. Auskultasi bunyi nafas normal

3

5. Dx V : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah a.

Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan

3

b.

Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

3

c.

Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

4

d.

Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

5

24

6. Dx VI : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi buang air besar sering (diare) a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature dan pigmentasi )

3

b. Tidak ada luka atau lesi pada kulit

5

c. Perfusi jaringan baik

4

d. Mampu melindungi kulit

3

e. Mampu mempertahankan kelembaban kulit

3

7. Dx VII : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi a. Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan

3

b. Suhu tubuh dalam batas normal

4

c. Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan

4

d. Perubahan warna kulit tidak ada

4

8. Dx VIII : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik a. Menyadari keterbatasan energi

2

b. Menyeimbangkan aktifitas dan energi

3

c. Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas

3

9. Dx IX : Cemas berhubungan dengan perubahan staus kesehatan a. Monitor intensitas cemas

4

b. Mengurangi penyebab cemas

4

c. Penurunan rangsang lingkungan ketika cemas

3

d. Memberikan informasi untuk mengurangi cemas

5

e. Melaporkan penurunan cemas

3

f. Melaporkan keadekuaan tidur

3

25

10. Dx X : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius a. Saling percaya dan dapat manghadapi masalah

5

b. Mengatasi masalah

5

c. Pedui terhadap kebutuhan seluruh anggota keluarga

5

d. Tetapkan prioritas

5

11. Dx XI : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi a. Mengenal nama penyakit

4

b. Deskripsi proses penyakit

4

c. Deskripsi factor penyebab

4

d. Deskripsi tanda dan gejala

4

e. Deskripsi cara meminimalkan perkembangan penyakit

4

26

DAFTAR PUSTAKA Betz, Cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC. Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Muma, Richard D. 1997. HIV : manual untuk tenaga kesehatan. Jakarta : EGC. Rampengan. 1993. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta : EGC. Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta

27

Related Documents