Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi Diri Dan Konsep Diri.docx

  • Uploaded by: tanaka
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi Diri Dan Konsep Diri.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,196
  • Pages: 17
LAPORAN PENDAHULUAN TEORI KONSEP DIRI

A.

Pengertian Konsep Diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart and Sundeen, 1991, hal. 372). Termasuk persepsi individu akan sifat dan kemapuanny, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan derngan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya. Beck, Willian dan Rawlin (1986,hal. 293) lebih menjelaskan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh: fisikal, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Secara umum disepakati bahwa konsep diri belum ada saat lahir. Konsep diri secara bertahap saat bayi mulai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain. Perkembangan konsep diri terpacu cepat dengan perkembangan bicara. Nama dan panggilan anak merupakan aspek bahasa yang utama dalam membantu perkembangan indentitas. Dengan memanggil nama, anak mengartikan dirinya istimewa, unik, dan mandiri. Konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Pandangann individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya. Keluarga mempunyai peran yang penting dalam membantu perkembangan konsep diri terutama pada pengalama masa kanak-kanak. Combs dan Snygg (dikutip oleh Stuarrt and Sunden, 1991, hal. 373). Mengemukakan pengalaman awal kehidupan dalam keluarga merupakan dasar pembentukan konsep diri. Kelurga dapat memberikan: 1. Perasaan mampu atau mampu 2. Perasaan diterima atau ditolak 3. Kesempatan untuk di indentifikasi 4. Penghargaan yang pantas tentang tujuan, perilaku dan nilai

Suasana keluarga yang saling menghargai dan mempunyai pandangan yang positif akan mendorong kreatifitas anak, menghasilkan perasaan yang positif dan berarti. Penerimaan keluarga akan kemampuan anak sesuai kemampuan anak sesuai dengan perkembangannya sangat mendorong aktualisasi diri dan kesadaran akan potensi dirinya.

B.

Kompenen Konsep Diri 1. Citra tubuh ( body image) Sikap, keyakinan, dan pengetahuan individu secara sadar atau tidak sadar terhadap tubuhnya: ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang kontak secara terus-menerus (makeup, lensa mata, pakaian, kursi roda) baik masa lalu maupun masa sekarang. Gangguan citra tubuh : perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang sering kontak dengan tubuh. Misalnya : a. Penambahan BB pasca persalinan b. Post amputasi dan Struk Tanda dan gejala: a. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah b. Tidak menerima perubahan tubuh yang lelah/akan terjadi c. Menolak penjelasan perubahan fungsi tubuh d. Persepsi negatif terhadap tubuh e. Pre okupasi dengan bagian tubuh yang hilang f. Mengungkapkan keputusasaan g. Mengungkapkan ketakutan Masalah keperawatan yang mungkin muncul a. Gangguan citra tubuh b. Gangguan harga diri c. Keputusasaaan

d. Ketidakberdayaan e. Kerusakan penyesuaian 2. Ideal Diri (self ideal) Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaiman ia harus berprilaku sesuai dengan standar pribadi (stuart dan sundeen, 1991. Hal 375). Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga, budaya) dean kepada siapa ia ingi lakukan. Ideal diri muali berkembang pada masa kanak-kanak yang dipengaruhi oarang yang penting pada dirinya yang memberikan tuntutan atau harapan. Pada usia remaja, ideal diri akan dibentuk melaluai poses identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri : a. Kecenderungan individu menetapkan ideal diri pada batas kemampuannya. b. Faktor budaya akan mempengaruhi individu. Menetapkan ideal diri kemudian standar ini dibandingkan dengan standar kelompok, teman. c. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil; kebutuhan yang realistis; keinginan untuk menghindari kegagalan ; perasaan cemas dan rendah diri. Semua faktor diatas mempengaruhi individu dalam menetapkan ideal diri. Individu yang mampu berfungsi akan mendemontrasikan kecocokan antara persepsi diri dan ideal diri, sehingga ia akan tampak menyerupai apa yang ia inginkan. Ideal diri hendaknya ditetapakna tidak terlalu tinggi tapi masih lebih tinggi dari kemamuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai. Persepsi individu tentang bagaiman dia harus berprilaku berdasarkan standar, tujuan, keinginan atau nilai pribadi tertentu (citacita, keinginan, harapan tentang diri sendiri).

Gangguan ideal diri : ideal diri yang terlalu tinggi, sukar dicapai dan tidak realistis. Ideal diri yang samar dan cenderung menuntut. Tanda dan gejala: a. Mengungkapkan keputusasaan terhadap penyakitnya b. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi Masalah keperawatan yang mungkin muncul: a. Ideal diri tidak realistis b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah c. Ketidakberdayaan d. Keputusasaan 3. Harga Diri (self esteem) Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri (stuart dan sundeen, 1991 . hal 376). Frekuensi pencapaian dan tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau yang tinggi. Jika individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah dicintai dan menerima penghargaan dari orng lain. Manusia cenderung bersikap negatif walaupun ia cinta dan mengakui kemampuan orang lain namun jarang mengekpresikannya. Sebagai seorang perawat sikap negatif harus dikontrol sehingga setiap orang yang bertemu perawat dengan sipatnya yang positif merasa dirinya berharga. Harga diri akan rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang lain. Penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalaisa seberapa jauh prilaku sesuai dengan ideal diri, pencapaian cit-cita/ harapan/ideal diri langsung menghasilkan perasaan berharga. HDR dapat terjadi secara: a. Situasional ➔ trauma yang terjadi secara tiba-tiba misalnya : harus operasi, cerai, PHK, malu akibat diperkosa, dipenjara tiba-tiba.

b. Kronik perasaan negatif terhadap diri yang berlangsung lama. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Tanda dan gejala  Prasaan malu terhadap diri nya sendiri akibat penyakit atau tindakan dari penyakit.  Menyalahkan diri,mengejek,mengkritik diri sendiri  Merendahkan martabat  Gangguan hubungan sosial:menarik diri  Kurang Pe De  Mencederai diri Masalah keperawatan yang mungkin muncul: a. gangguan konsep diri:HDR situasional atau kronik b. keputusaasaan c. isolasi sosial:menarik diri d. resiko perilaku kekerasan 4. Identitas (identity) Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh (stuart dan sundeen, 1991, hal 378). Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya. Kemandirian timbul dari perasaan berharga (respect pada diri sendiri), kemampuan dan penguasaan diri seseorang yang mandiri dapat mengatur dan menerimanya. Identitas berkembang sejak masih kanak-kanak bersamaan dengan perkembangan konsep diri. Hal yang penting dalam identitas adalah jenis kelamin. Identitas jenis kelamin berkembang sejak bayi secara bertahap muali dengan konsep laki-laki dan wanta yang banyak dipengaruhi oleh pandangan dan perlakuan masyarakat. Misalnya, anak

wanita pasif dan menerima sehingga berkembanglah asuhan yang tidak asertip. Meier (dikutip oler stuart dan sundeen, 1991, hal 389) mengidentipikasi enam ciri identitas ego: a. Mengenal diri sendiri sebagai organisme yang utuh dan terpisah dari orang lain. b. Mengakui jenis kelamin sendiri c. Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keselarasaan. d. Menilai diri sendiri sesuai dengan penilaiaian masyarakat . e. Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan datang f. Mempunyai tujuan yang bernilai yang dapat direalisasikan. Kesadaran akan keunikan diri sendiri yang bersumber dari penilaian dan observasi diri, ditandai dengan kemampuan memandang diri sendiri berbeda dengan orang lain, mempunyai percaya diri, mengontrol diri, mempunyai persepsi tentang peran serta citra diri. Klien yang dirawat di RS à gangguan identitas karena : a. Tubuh klien dikontrol oleh orang lain b. Ketergantungan terhadap orang lain c. Perubahan peran dan fungsi Tanda dan gejala a. Tidak percaya diri b. Sukar mengambil keputusan c. Ketergantungan d. Masalah dalam hubungan interpersonal e. Ragu/tidak yakin terhadap keinginan f. Projeksi (menyalahkan orang lain ). Masalah keperawatan yang mungkin muncul: a. Gangguan identitas personal b. Perubahan penampilan peran c. Ketidakberdayaan d. Keputusasaan

5. Peran (role) Seperangkat perilaku yang diharapkan secara sosial yang berhubungan dengan fungsi individu pada berbagai kelompok sosial.Gangguan penampilan peran: berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan oleh penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK. Ada lima faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri dengan peran (stuart dan sundeen, 1991), yaitu : a. Kejelasan prilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran b. Konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran individu c. Keseimbangan dan kesesuaian antara peran yang dilakukan d. Keselarasan harapan dan kebudayaan dengan peran e. Kesesuaian situasi yang dapat mendukung pelaksanaan peran Tanda dan gejala : a. mengingkari ketidak mampuan menjalankan peran b. ketidak puasan peran c. kegagalan menjalankan peran baru d. ketergantungan menjalankan peran baru e. kurang bertanggung jawab f. apatis / bosan / putus asa dan jenuh.

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PERSEPSI DIRI DAN KONSEP DIRI I. Pengkajian A. Faktor predisposisi 1. Harga diri : penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, gagal berulang kali, ideal diri yang tidak realistis Faktor yang mempengaruhi harga diri Ex: pengalaman masa kanak-kanak dapat merupakan faktor kontribusi pada gangguan atau masalah konsep diri. Anak sangat peka terhadap perlakuan dan respon orang tua. Orang tua yang kasar, membenci dan tidak menerima akan mempunyaci keraguan atau ketidakpastian diri. Anak yang tidak menerima kasih sayang maka anak tersebut akan gagal mencintai dirinya dan menggapai cinta orang lain. Individu yang kurang mengerti akan arti dan tujuan kehidupan akan gagal menerima tanggung jawab untuk diri sendiri. Ia akan tergantung pada orang lain dan gagal mengembangkan kemampuan diri. Ia mengingkari kebebasan mengekspresikan sesuatu, termasuk kemungkinan berbuat kesalahan dan menjadi tidak sabar, kasar dan banyak menuntuk diri sendiri. Ideal diri yang ditetapkan tidak dapat dicapai. 2. Peran : streotipik peran seks, tuntutan peran kerja, harapan peran kultural Faktor yang mempengaruhi penampilan peran. Peran sesuai dengan jenis kelamin sejak dulu sudah diterima oleh masyarakat, misalnya wanita dianggap kurang mampu, kurang mandiri. Kurang objektif dan kurang rasional dibandingkan pria. Pria dianggap kurang sensitif, kurang hangat, kurang ekspresif dibandingkan wanita. Sesuai dengan standar tersebut, jika waninta atau pria berperan tidak seperti lazimnya maka dapat menimbulkan konflik didalam diri maupun hubungan sosial. Misalnya, wanita yang secara tradisional harus tinggal dirumah saja, jika ia mulai ke luar rumah untuk sekolah atau kerja akan menimbulkan masalah.

Konflik peran dan peran yang tidak sesuai muncul dari faktor biologis dan harapan masyarakat terhadap wanita atau pria. Peran yang berlebihan muncul pada wanita yang mempunyai sejumlah peran. 3. Identitas personal : ketidak percayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, perubahan dalam struktus sosial Faktor yang mempengaruhi identitas diri Orang tua selalu curiga pada anak akan menyebabkan kurang percaya diri pada anak. Anak akan ragu apakah yang ia pilih tepat, jika tidak sesuai dengan keinginan orang tua maka timbul rasa bersalah. Kontrol orang tua yang tetap pada anak remaja akan menimbulkan perasaan benci anak pada orang tua. Teman sebaya merupakan faktor lain yang mempengaruhi identitas. Remaja ingin diterima, dibutuhkan, di inginkan dan dimiliki oleh kelompoknya. B. Faktor presipitasi 1. Trauma 2. Ketegangan peran : 3. Transisi peran perkembangan: Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap tahap perkembangan harus dilalui individu dengan menyelesaikan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat merupakan stressor bagi konsep diri. 4. Transisi peran situasional: Transisi situasional dapat terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau berkurang orang yang berarti melalui kelahiran atau kematian, misalnya berkurang atau bertambahnya anggoata keluarga atau status sendiri menjadi berdua atau menjadi orang tua. 5. Perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan peran, yaitu konflik peran, peran tidak jelas atau peran berlebihan. 6. Transisi peran sehat – sakit: Stressor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua kompenen konsep diri yaitu gambaran

diri, identitas diri, peran dan harga diri. Misalnya pergeseran dari keadaan sehat menjadi sakit C. Identitas Identitas pada klien meliputi nama, umur (gerontik), jenis kelamin (L/P), suku bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan, diagnose medis. D. Keluhan utama Pada umumnya klien mengeluh megalami keterbatasan aktivitas, cemas, malu. E. Riwayat Keperawatan Riwayat kesehatan sekarang

: kaji mengenai kesehatan klien, umumnya

klien dengan gangguan persepsi diri akan cenderung menarik diri, klien mudah cemas serta merasa rendah diri. Riwayat kesehatan dahulu

: kaji mengenai kesehatan masa lalu klien

yang berhubungan dengan perubahan terhadap persepsi diri klien. Klien dengan gangguan persepsi diri umumnya mengalami kejadian dimasa lampau yang mempengaruhi persepsi dirinya, dalam hal ini klien mengalami amputasi. Riwayat kesehatan keluarga

: umumnya gangguan persepsi diri tidak

dipengaruhi oleh kesehatan keluarga. Riwayat lingkungan

: kaji bagaimana keadaan lingkungan yang

dapat mempengaruhi persepsi klien terhadap konsep dirinya. F. Pola Fungsi Kesehatan 1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Persepsi dan tatalaksana hidup sehat dapat terganggu akibat kurangnya pengetahuan sehingga menimbulkan persepsi yang negatif tentang dirinya. 2. Pola nutrisi Kaji pola makan klien, pada umunya tidak terjadi parubahan pada pola nutrisi, tetapi sebagian klien amputasi dengan ganggu persepsi diri, mengalami penurunan nafsu makan akibat penolakan terhadap body image.

3. Pola eliminasi Umumnya tidak terjadi masalah 4. Pola istirahat dan tidur Kaji mengenai pola istirahat dan tidur klien. Umumnya kliena akan mengalami kesulitan tidur. 5. Pola aktivitas Pada umumnya klien mengalami keterbatasan aktivitas akibat amputasi. 6. Pola sensori dan kognitif Pada klien gerontik umumnya, mengalami penurunan neurosensori maupun kognitif. 7. Pola hubungan dan peran Kaji bagaimana hubungan dan peran klien terhadap keluarga maupun orang sekitar. Umumnya klien dengan gangguan konsep diri akan menarik diri terhadap orang sekitar. 8. Pola reproduksi dan seksual Adanya persepsi dan konsep diri yang menurun akan membuat aktifitas seksual klien menurun 9. Pola manajemen stress Mekanisme koping Mekanisme koping pada gangguan konsep diri dapat dibagi dua, yaitu koping jangka pendek dan koping jangka panjang (stuart dan sundeen , 1991, hlm. 391). Pertahanan jangka pendek :Logan { dikutip dari stuart dan Sundeen } membagi empat katagori koping jangka pendek, khususnya pada krisis identitas, yaitu : a. pelarian sementara dari krisis identitas. Misalnya, pemakaian obat, ikut musik rock, balap motor atau mobil, olah raga berat atau obsesi nonton televisi. b. memberikan identitas pengganti sementara. Misalnya ikut kelompok tertentu untuk mendapatkan identitas yang sudah dimiliki kelompok.

c. menguatkan perasaan diri sementara. Misalnya, aktivitas yang kompetisi yaitu olah raga, prestasi akademik, kontes. d. Aktivitas yang memberi atri dari kehidupan. Misalnya penjelasan tentang keisengan akan menurunkan kegairahan dan tidak berarti pada diri sendiri atau pada orang lain. Pertahanan jangka panjang a. penutupan identitas adposi identitas permatur yang diinginkan oleh orang yang penting bagi indivudu tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi dan potensi. b. Identitas negatif à asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima oleh nilai dan harapan masyarakat. c. Pertahanan ego pantasi, disosiasi, isolasi, projeksi, displacment, berbalik marah terhadap diri sendiri, amuk. Kaji bagaimana cara klien mengatasi stress yang dialami. Umumnya klien dengan gangguan persepsi diri mengalami kesulitan dalam memanajemen stress. 10. Pola persepsi dan konsep diri Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan klien mengalami gangguan pada body image atau gambaran diri sehingga mengalami perubahan pada persepsi dan konsep dirinya. 11. Pola nilai dan kepercayaan Perasaan individu tentang kehidupan keagamaannya. Melakukan kewajiban-kewajiban agar berkontemplasi tentang kehidupan menurut agama dan kepercayaannya G. Klien dengan gangguan persepsi dan konsep diri akan menunjukkan perilaku yang maladaptif, seperti : 1. Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah. 2. Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh. 3. Mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri. 4. Perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh. 5. Preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang.

6. Mengungkapkan keputusasaan. 7. Mengungkapkan ketakutan ditolak. 8. Depersonalisasi. 9. Menolak penjelasan tentang perubahan tubuh. II. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan pada klien menurut Tarwoto tahun 2003 adalah sebagai berikut: A. Gangguan konsep diri: Harga Diri Rendah b.d amputasi B. Gangguan konsep diri: Body Image b.d hilangnya bagian tubuh. C. Gangguan konsep diri: Perubahan Peran b.d amputasi. D. Gangguan konsep diri: Identitas Diri b.d amputasi. III. Intervensi Intervensi pada klien menurut Tarwoto tahun 2003 adalah: A. Gangguan konsep diri: Harga Diri Rendah b.d amputasi Tujuan: Klien menunjukkan harga diri yang positif. Kriteria Hasil: 1. Klien tidak merasa malu dengan kondisinya. 2. Klien merasa percaya diri. 3. Klien mau berinteraksi dengan orang lain. Intervensi: 1. Bina hubungan saling percaya dan menjelaskan semua prosedur dan tujuan dengan singkat dan jelas. 2. Kaji penyebab gangguan harga diri rendah. 3. Berikan dukungan emosi untuk klien/orang terdekat selama tes diagnostik. 4. Sampaikan hal-hal positif secara mutlak. 5. Gunakan sentuhan tangan jika diterima. 6. Libatkan keluarga dan orang terdekat untuk memberikan support. 7. Berikan reinforcement yang positif. B. Gangguan konsep diri : Body image berhubungan dengan kehilangan anggota badan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan citra tubuh pasien tidak terganggu. Kriteria Hasil : 1. Klien dapat meningkatkan body image dan harga dirinya. 2. Klien dapat berperan serta aktif selama rehabilitasi dan self care 3. Pasien mampu berdaptasi 4. Menyatakan penerimaan pada situasi diri mengenai perubahan konsep

diri yang akut 5. Membuat rencana nyata untuk adaptasi peran baru/perubahan peran

INTERVENSI 

RASIONAL persiapan 

Kaji/perimbangkan

pasien dan pandangan amputasi

Pasien yang memandang amputasi sebagai

pemotongan

hidup

atau

rekonstruksi akan menerima diri yang baru lebih cepat. Pasien dengan amputasi

traumatik

yang

mempertimbangkan

amputasi

menjadi akibat kegagalan tindakan berada pada risiko tinggi gangguan



konsep diri. Dorong

ekspresi

 ketakutan,

Ekspresi emosi membantu pasien

perasaan negatif, dan kehilangan mulai

kenyataan

dan

realitas hidup tanpa tungkai.

bagian tubuh. Beri

menerima

penguatan

informasi 

Memberikan

pascaoprasi termasuk tipe/lokasi menanyakan amputasi, tipe prostese bila tepat informasi

kesempatan dan

dan

untuk

mengasimilasi

mulai

menerima

(segera, lambat), harapan tindakan perubahan gambaran diri dan fungsi, pascaoperasi,

termasuk

nyeri dan rehabilitasi.

kontrol yang dapat membantu penyembuhan.

Kaji derajat dukungan yang ada 

Dukungan yang cukup dari orang

untuk pasien,

terdekat dan teman dapat membantu proses rehabilitasi.

Diskusikan persepsi pasien tentang 

Membantu mengartikam masalah

diri dan hubungannya dengan sehubungan perubahan dan bagaimana pasien sebelumnya

dengan dan

pola

hidup

membantu

melihat dirinya dalam pola/peran pemecahan masalah, sebagai contoh, fungsi yang biasanya.

takut

kehilangan

kemandirian,

kemampuan bekerja, dan sebagainya. 

Dorong partisipasi dalam aktivitas  Meningkatkan kemandirian dan sehari-hari. Berikan kesempatan meningkatkan perasaan harga diri. untuk memandang/merawat Meskipun penyatuan puntung dalam puntung

menggunakan

wkatu gambaran diri dapat memerlukan untuk menunjukkan tanda positif waktu berbulan-bulan atau bahkan penyembuhan. bertahun-tahun, melihat puntung dan mendengar pernyataan positif (dibuat dengan cara, waktu yang normal) dapat

pasien

dalam

penerimaan

\

Dorong/berikan kunjungan oleh  orang

membantu

yang

telah

Teman senasib yang telah melalui

diamputasi, pengalaman yang sama bertindak

khususnya seseorang yang berhasil sebagai model peran dan dapat dalam rehabilitasi.

memberikan keabsahan pernyataan juga harapan untuk pemulihan dan masa depan normal.



Diskusikan tersedianya berbagai  Dibutuhkan pada masalah ini untuk sumber, contoh konseling membantu adaptasi lanjutan yang psikiatrik/seksual, terapi kejuruan. optimal dan rehabilitasi

C. Gangguan konsep diri: Perubahan Peran b.d amputasi

Tujuan: Klien dapat melakukan perannya Kriteria Hasil: 1. Klien tidak merasa malu dengan kondisinya. 2. Klien merasa percaya diri. 3. Klien mau berinteraksi dengan orang lain. Intervensi: 1. Bina hubungan saling percaya dan menjelaskan semua prosedur dan tujuan dengan singkat dan jelas. 2. Kaji penyebab perubahan peran. 3. Berikan dukungan emosi untuk klien/orang terdekat selama tes diagnostik. 4. Sampaikan hal-hal positif secara mutlak. 5. Gunakan sentuhan tangan jika diterima. 6. Libatkan keluarga dan orang terdekat untuk memberikan support. 7. Berikan reinforcement yang positif. D. Gangguan konsep diri: Identitas Diri b.d kesehatan Tujuan: Klien dapat menidentifikasi identitasnya yang positif. Kriteria Hasil: 1. Klien tidak merasa malu dengan kondisinya. 2. Klien merasa percaya diri. 3. Klien mau berinteraksi dengan orang lain Intervensi:

1. Bina hubungan saling percaya dan menjelaskan semua prosedur dan tujuan dengan singkat dan jelas. 2. Kaji penyebab gangguan identitas diri klien. 3. Berikan dukungan emosi untuk klien/orang terdekat selama tes diagnostik. 4. Sampaikan hal-hal positif secara mutlak. 5. Gunakan sentuhan tangan jika diterima. 6. Libatkan keluarga dan orang terdekat untuk memberikan support. 7. Berikan reinforcement yang positif. IV. Implementasi Melakukan tindakan keperawatan berdasarkan intervensi/rencana yang telah dibuat dan sesuai dengan kondisi klien. V. Evaluasi Klien menunjukkan harga diri yang positif. Gambaran diri klien positif.

Related Documents


More Documents from "Deni Malik"

Mcgill
December 2019 23
May 2020 15
December 2019 25