BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum penyakit 1. Gagal Jantung ( Heart Failure) Gagal Jantung didefenisikan sebagai ketidakmampuan jantung memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi ke jaringan tubuh. Sering disebut juga dengan Congestive Heart Failure (CHF) karena umumnya pasien mengalami kongesti pulmonal dan perifer (Smeltzer et al., 2010). Menurut Crawford (2009) gagal Jantung adalah sindrom klinis yang kompleks yang dikarakteristikkan sebagai disfungsi ventrikel kanan, ventrikel kiri atau keduanya, yang menyebabkan perubahan pengaturan neuruhormonal. Sindrom ini biasanya diikuti dengan intoleransi aktivitas, retensi cairan dan upaya untuk bernafas normal. Umumnya terjadi pada penyakit jantung stadium akhir setelah miokard dan sirkulasi perifer mengalami kekurangan cadangan oksigen dan nutrisi serta sebagai akibat mekanisme kompensasi.
Patofisiologis Gagal Jantung ( Heart Failure) Patofisiologi Gagal Jantung diuraikan berdasarkan tipe Gagal Jantung yang dibedakan atas Gagal Jantung Akut dan Kronik, Gagal Jantung kiri dan kanan, Gagal Jantung dengan output yang tinggi dan output yang rendah, Gagal Jantung dengan kemunduran dan kemajuan, serta Gagal Jantung sistolik dan diastolik (Crowford, 2009 didalam Yuliana 2012). Gagal Jantung Akut adalah timbulnya gejala secara mendadak, biasanya selama bebarapa hari atau beberapa jam. Gagal Jantung kronik adalah perkembangan gejala selama beberapa bulan sampai bebarapa tahun. Jika penyebab atau gejala gagal jantung akut tidak reversibel, maka gagal jantung menjadi kronis (Hudak & Gallo, 2011). Gagal Jantung kiri adalah kegagalan ventrikel kiri untuk mengisi atau mengosongkan dengar benar. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan di dalam ventrikel dan kongesti pada sistem vaskular paru. Gagal Jantung kiri dapat lebih
lanjut dklasifikasikan menjadi disfungsi sistolik dan diatolik. Disfungsi sistolik didefinisikan sebagai fraksi ejeksi kurang dari 40% dan disebabkan oleh penurunan kontraktilitas. Ventrikel tidak dikosongkan secara adekuat karena pemompaan yang buruk, dan hasil akhirnya adalah penurunan curah jantung. Sedangkan disfungsi diastolik sering disebut dengan Gagal Jantung dengan fungsi ventrikel kiri yang dipertahankan. Pemompaan normal atau bahkan meningkat, dengan fraksi ejeksi kadang-kadang setinggi 80%. Disfungsi diastolik disebabkan oleh gangguan relaksasi dan pengisian (Hudak & Gallo, 2011). Gagal Jantung kanan adalah kegagalan ventrikel kanan untuk memompa secara adekuat (Hudak & Gallo, 2011). Kegagalan jantung kanan sering kali mengikuti kegagalan jantung kiri tetapi bisa juga disebabkan oleh karena gangguan lain seperti atrial septal defek cor pulmonal (Lilly, 2011 didalam Crawford, 2009). Pada kondisi kegagalan jantung kanan terjadi afterload yang berlebihan pada ventrikel kanan karena peningkatan tekanan vaskular pulmonal sebagai akibat dari disfungsi ventrikel kiri. Ketika ventrikel kanan mengalami kegagalan, peningkatan tekanan diastolik akan berbalik arah ke atrium kanan yang kemudian menyebabkan terjadinya kongesti vena sistemik (Lilly, 2011). Pada beberapa kasus gagal jantung ditemukan kondisi penurunan output. Dan sebaliknya peninggian output pada gagal jantung sangat jarang terjadi, biasanya dihubungkan dengan kondisi hiperkinetik sistem sirkulasi yang terjadi karena meningkatnya kebutuhan jantung yang disebabkan oleh kondisi lain seperti anemia atau tiroksikosis. Vasokontriksi dapat terjadi pada kondisi gagal jantung dengan penurunan output sedangkan pada gagal jantung dengan peningkatan output terjadi vasodilatasi. Pada tipe gagal jantung dengan kemunduran merupakan kondisi dimana terjadi peningkatan dalam sistem pengosongan satu atau kedua ventrikel. ( Crawford, 2009). Etiologi PJK Gagal Jantung disebabkan oleh disfungsi miokardial dimana jantung tidak mampu untuk mensuplai darah yang cukup untuk mempertahankan kebutuhan metabolik jaringan perifer dan organ tubuh lainnya. Gangguan fungsi miokard terjadi akibat
dari miokard infark acut (MCI), Prolonged Cardiovaskular Stress (hipertensi dan penyakit katup), toksin (ketergantungan alkohol) atau infeksi (Crawford,2009). Menurut Lilly, 2011; Black & Hawks, 2009 didalam Yuliana, 2012. Penyebab Gagal jantung dapat dibedakan dalam tiga kelompok yang terdiri dari: (1) kerusakan kontraktilitas ventrikel, (2) peningkatan afterload, dan (3) kerusakan relaksasi dan pengisian ventrikel (kerusakan pengisian diastolik). Kerusakan kontraktilitas dapat disebabkan coronary arteri disease (miokard infark dan miokard iskemia), chronic volume overload (mitral dan aortic regurgitasi) dan cardiomyopathies. Peningkatan afterload terjadi karena stenosis aorta, mitral regurgitasi, hipervolemia, defek septum ventrikel, defek septum atrium, paten duktus arteriosus dan tidak terkontrolnya hipertensi berat. Sedangkan kerusakan pengisian diastolik pada ventrikel disebabkan karena hipertrofi ventrikel kiri, restrictive cardiomyopathy, fibrosi miokard, transient myocardial ischemia, dan kontriksi perikardial. Etiologi Gagal Jantung menurut Brunner & Suddarth, (2002) adalah kelainan otot jantung yang dapat menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
2. Hipertensi Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang).7 Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur. Faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang mengandung natrium dan lemak jenuh. Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke, kelemahan jantung, penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal dan lain-lain yang berakibat pada kelemahan fungsi
dari organ vital seperti otak, ginjal dan jantung yang dapat berakibat kecacatan bahkan kematian. Hipertensi atau yang disebut the silent killer yang merupakan salah satu faktor resiko paling berpengaruh penyebab penyakit jantung (cardiovascular). Patofisiologi Hipertensi Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norpinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah (Brunner, 2002). Etiologi Hipertensi 1. Hipertensi essensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial. Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas dan lain-lain (Nafrialdi, 2009). Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan gaya hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan yang berlebih dan penelitian pada berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang berlebih (obesitas) memberikan risiko 65-70 % untuk terkena hipertensi primer (Guyton, 2008).
2. Hipertensi sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah (Oparil, 2003). Hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, sering berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung koroner, diabetes dan kelainan sistem saraf pusat (Sunardi, 2000).
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII
Klasifikasi Tekanan Darah
Tekanan Darah Sistolik (mmHg)
Tekanan Darah Diastolik (mmHg)
Normal
< 120
< 80
Prehipertensi
120 – 139
80 – 89
Hipertensi derajat I
140 – 159
90 – 99
Hipertensi derajat II
≥ 160
≥ 100
2. Aneurisma aorta Aneurisma aorta abdominalis (AAA) merupakan dilatasi fokal pada segmen aorta. (Dua dkk, 2010) Area aorta abdominalis dimulai dari hiatus diafragma setentang T12. Pada segmen ini, aorta terletak di depan vertebra dan di samping kiri vena cava inferior sampai ke bifurcatio arteri iliaka komunis pada level L4. Aorta abdominalis memiliki 3 cabang ventral, yaitu; arteri soliakus (setentang T12-L1), arteri mesenterika superior (setentang L1- L2), serta arteri mesenterika inferior (setentang L3 – L4). (Limpijankit dkk, 2008; Braverman dkk, 2012; Halperin dkk, 2011). Dinding aorta mempunyai 3 lapisan, yaitu; tunika intima, tunika media dan tunika adventitia. Tunika intima merupakan jaringan subendotel yang terdiri dari fibroblast, serat kolagen, elastin, serta substansi mukoid. Tunika media terdiri dari serat kolagen, elastin serta sel-sel otot polos. Dominasi serat elastin dan pengaturannya secara khusus
menyebabkan morfologi dinding aorta menjadi berbeda dengan morfologi dinding pembuluh darah lainnya. Serat elastin tersebut tersusun secara sirkumferensial dalam unitunit yang disebut lamelar. Segmen torakal dari aorta memiliki 35 sampai dengan 56 unit lamella, sementara segmen abdominal hanya memiliki 28 unit saja. Tunika adventitia merupakan jaringan ikat yang terdiri dari fibroblast, sedikit serat kolagen dan elastin. Pada bagian ini terdapat pembuluh darah dan persyarafan yang berjalan sepanjang segmen aorta. Namun pada segmen abdominal, vasa vasorum tersebut tidak dijumpai lagi. (Braverman dkk, 2012; Halperin dkk, 2011). Diameter ascending aorta dan arkus aorta berkisar 3 cm, tergantung pada usiam jenis kelamin, serta luas massa tubuh. Diameter descending aorta serta aorta torakalis berkisar 2 sampai dengan 2,3 cm, sedangkan diameter aorta abdominalis menyempit sampai dengan 1,7 – 1,9 cm saja. (Braverman dkk, 2012; Halperin dkk, 2011).
Patofisiologi Aneurisma terjadi karena pembuluh darah kekurangan elastin, kolagen, dan matriks ekstraseluler yang menyebabkan melemahnya dinding aorta. Kekurangan komponen tersebut bisa disebabkan oleh faktor inflamasi (aterosklerosis). Sel radang pada dinding pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis mengeluarkan matriks metalloproteinase. Matriks
metalloproteinase
akan
menghancurkan
elastin
dan
kolagen,
sehingga
persediaannya menjadi berkurang. Selain matriks metalloproteinase, faktor lain yang berperan terjadinya aneurisma adalah plasminogen activator, serin elastase, dan katepsin. Aneurisma akan mengakibatkan darah yang mengalir pada daerah tersebut mengalami turbulensi. Keadaan itu menyebabkan deposit trombosit, fibrin, dan sel-sel radang. Akibatnya, dinding aneurisma akan dilapisi trombus. Lama kelamaan trombus berlapis tersebut akan membentuk saluran yang sama besar dengan saluran aorta bagian proksimal dan distal. Selain itu, interaksi dari banyak faktor lain dapat menjadi predisposisi pembentukan aneurisma pada dinding aorta. Aliran turbulen pada daerah bifurkasio dapat ikut meningkatkan insiden aneurisma di tempat-tempat tertentu. Suplai darah ke pembuluh darah melalui vasa vasorum diduga dapat terganggu pada usia lanjut, memperlemah tunika media dan menjadi faktor predisposisi terbentuknya aneurisma. Apapun penyebabnya,
perkembangan aneurisma akan selalu progresif. Tegangan atau tekanan pada dinding berkaitan langsung dengan radius pembuluh darah dan tekanan intraarteri. Dengan melebar dan bertambahnya radius pembuluh darah, tekanan dinding juga meningkat sehingga menyebabkan dilatasi dinding pembuluh darah. Sehingga angka kejadian ruptur aneurisma juga meningkat seiring meningkatnya ukuran aneurisma. Selain itu, sebagian besar individu yang mengalami aneurisma juga menderita hipertensi sehingga menambah tekanan dinding dan pembesaran aneurisma (Eugene,1996).
Etiologi Penyebab utamanya adalah arterosklerosis. Penyebab lainnya adalah trauma dinding arteri, infeksi, defek kongerit, dan dinding arteri.Tanpa memandang adanya patogenesis, lapisan otot medialis dari arteri menjadi lemah dan menimbulkan pemekaran dalam (intima) dan lapisan luar (adv entitia). Tekanan darah didalam pembuluh terus memperlemah dinding dan memperbesar aneurisma (Eric J.2002).
3. Bisitopenia adalah keadaan berkurangnya jumlah sel dari semua jalur sel darah utama yaitu eritrosit (anemia), leukosit (leukemia), dan trombosit (trombositopenia) dengan segala manifestasinya. Pada dasarnya pansitopenia disebabkan oleh kegagalan sumsum tulang untuk memproduksi komponen darah, atau akibat kerusakan komponen darah di darah tepi, atau akibat maldistribusi komponen darah. Penyebab pansitopenia karena kegagalan fungsi
sumsum
tulang
diantaranya:
infeksi
virus
(dengue/hepatitis),
infeksi
mikrobakterial, kehamilan, penyakit Simmond, sklerosis tiroid, infiltrasi sumsum tulang (leukemia, mieloma multipel, metastasis karsinoma, dll), anemia defisiensi folat dan vitamin B12, lupus eritematosus sistemik, serta paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (I Made Bakta, 2006). Menurut Sacharin, (2002) anemia aplastik adalah suatu kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang yang mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsur pembentuk darah dalam sumsum tulang. Hal ini khas dengan penurunan produksi eritrosit akibat pergantian dari unsur produksi eritrosit dalam sumsum oleh
jaringan lemak hiposeluler, juga dapat mempengaruhi megakariosit mengarah pada neutropenia. Sedangkan menurut I Made Bakta, (2006) anemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia atau bisitopenia pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan pimer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi, atau pendesakan sumsum tulang. Karena sumsum tulang pada sebagian besar kasus bersifat hipoplastik, bukan aplastik total, maka anemia ini disebut juga sebagai anemia hipoplastik. Penyakit ini ditandai oleh pansitopenia dan aplasia sumsum tulang dan pertama kali dilaporkan pada tahun 1888. Pada tahun 1959, Wintrobe membatasi pemakaian nama anemia aplastik pada kasus tulang, hipoplasia berat atau aplasia sumsum tulang, tanpa ada suatu penyakit primer yang menginfiltrasi, mengganti atau menekan jaringan hemopoietik sumsum tulang.
Patofisiologi Mekanisme terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui tiga faktor berikut ini : 1. Kerusakan sel hematopoetik(seed theory) 2. Kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang(soil theory) 3. Proses imunologik yang menekan hematopoesis Keberadaan sel induk hematopoeitik dapat diketahui dengan petanda sel yaitu CD34, atau dengan biakan sel. Dalam biakan sel padanan sel induk hematopoetik dikenal sebagai longterm culture-initiating cell (LTC-IC), long-term marrow culture (LTMC), jumlah sel induk/CD34 sangat menurun hingga 1-10% dari normal. Demikian juga pengamatan pada cobblestone area forming cells jumlah sel induk sangat menurun. Bukti klinis yang menyokong teori gangguan sel induk ini adalah keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada 60-80% kasus. Hal ini membuktikan bahwa dengan pemberian sel induk dari luar akan terjadi rekonstruksi sumsum tulang pada pasien anemia aplastik (Sukman T. P., 2006). Kerusakan sel induk telah dapat dibuktikan secara tidak langsung melalui keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada penderita anemia aplastik, yang berarti bahwa pengantian sel induk dapat memperbaiki proses patologik yang terjadi. Teori kerusakan lingkungan mikro dibuktikan melalui tikus percobaan yang diberikan radiasi, sedangkan teori imunologik ini dibuktikan secara tidak langsung melalui keberhasilan pengobatan imunosupresif. Pemakaian gangguan sel induk dengan siklosporin atau
metilprednisolon memberi kesembuhan sekitar 75%, dengan ketahanan hidup jangka panjang menyamai hasil transplantasi sumsum tulang. Kelainan imunologik diperkirakan menjadi penyebab dasar dari kerusakan sel induk atau lingkungan mikro sumsum tulang. Etiologi 1. Faktor Kongenital Jenis Fanconi memiliki suatu pola pewarisan resesif autosomal dan sering disertai dengan retardasi pertumbuhan dan cacat kongenital di rangka (misalnya ginjal pelvis atau ginjal tapal kuda), atau kulit (daerahdaerah hiperpigmentasi); kadang-kadang terdapat retardasi mental. Anemia fanconi biasanya terjadi pada usia 5-10 tahun. Sekitar 10% pasien menderita leukemia mieloid akut (Hoffbrand, A.V, 2002). 2. Faktor di dapat a. Idiopatik Penyakit ini merupakan jenis anemia aplastik yang paling sering ditemukan. Walaupun mekanismenya belum diketahui, respons yang baik terhadap globulin antilimfosit (GAL) dan siklosporin A menunjukkan bahwa kerusakan autoimun yang diperantarai sel T, kemungkinan terhadap sel induk yang berubah secara struktural dan fungsional. Anemia aplastik idiopatik biasanya berakhir fatal bila anemia timbul dalam waktu singkat. Banyak penderita dengan anemia aplastik kronik kemudian menderita leukemia, kelainan mieloproliferatif lain atau kelainan limforetikuler, tetapi pada beberapa penderita penyakit berlangsung beberapa tahun tanpa perubahan, bahkan beberapa lagi sembuh secara spontan. Pada beberapa kasus anemia aplastik dapat dijumpai paroksismal nokturnal hemoglobinuria. b. Sekunder Seringkali disebabkan oleh kerusakan langsung di sumsum hemopoietik akibat radiasi atau obat sitotoksik. Obat anti-metabolit (misal daunorubisin) menyebabkan aplasia sementara saja, tetapi agen pengalkil, khususnya busulfan, dapat menyebabkan terjadinya aplasia kronik yang sangat menyerupai penyakit idiopatik kronik. Beberapa individu menderita anemia aplastik akibat efek samping obat idiosinkrasi yang jarang terjadi, seperti kloramfenikol atau emas yang tidak diketahui bersifat sitotoksik. Mereka juga dapat menderita penyakit ini dalam beberapa bulan setelah hepatitis virus
(hepatitis A atau non-A, non-B, non-C). Kloramfenikol memiliki insidensi toksisitas sumsum tulang sangat tinggi, sehingga obat ini harus digunakan untuk pengobatan infeksi yang mengancam jiwa dan untuk penyakit yang membutuhkan obat sebagai pengobatan optimum (misal tifoid). Zat kimia seperti benzene mungkin terlibat sebagai penyebab penyakit ini. Kadang-kadang, anemia aplastik dapat merupakan gambaran yang muncul pada leukemia mieloid atau limfoblastik akut, khusunya pada masa anak (Aru W. S., 2010). Pada kehamilan, kadang-kadang ditemukan pansitopenia disertai aplasia sumsum tulang yang berlangsung sementara. Hal ini mungkin disebabkan oleh estrogen pada seseorang dengan presdisposisi genetik, adanya zat penghambat dalam darah atau tidak ada perangsang hematopoeisis.
4. Anemia Renal Anemia sering dijumpai pada sebagian besar pasien gagal ginjal kronik (CKD), biasanya mulai terjadi bila LFG (laju filtrasi glomerulus) turun sampai 35ml/menit. Walaupun penyebab anemia pada CKD terjadi karena defisiensi eritropoietin (EPO) tetapi masih ada faktor lain yang dapat mempermudah terjadinya anemia antara lain menurunnya daya survival sel darah merah, inhibisi sumsum tulang terutama oleh PTH, kehilangan darah. Anemia merupakan komplikasi utama pada penyakit gagal ginjal dan diderita oleh sebagian besar penderita gagal ginjal kronik. Anemia dapat memperantarai resiko yang signifikan terhadap penyakit kardiovaskuler, mempercepat perkembangan gagal ginjal, menurunkan kualitas hidup, dan merupakai faktor resiko terjadinya kematian dini (Lankhorst dan Wish, 2010; Strippoli et al., 2004). Anemia juga merupakan salah satu keadaan paling umum di dunia yang menyebabkan kematian dan kecacatan (Acomb, 2003; Masood dan Teehan, 2012). Selain itu akan meningkatkan biaya kesehatan (Dalton dan Schmidt, 2008).
Patofisiologi Anemia pada Gagal Ginjal Kronik Pasien GGK biasanya mengalami anemia. Penyebab utamanya adalah defisiensi produksi eritropoietin (EPO) yang dapat meningkatkan risiko kematian, uremia penghambat eritropoiesis, pemendekan umur eritrosit, gangguan homeostasis
zat besi. Antagonis EPO yaitu sitokin proinflamasi bekerja dengan menghambat sel-sel progenitor eritroid dan menghambat metabolisme besi. Resistensi EPO disebabkan oleh peradangan maupun neocytolysis. Beberapa mekanisme patofisiologi mendasari kondisi ini, termasuk terbatasnya ketersediaan besi untuk eritropoiesis, gangguan proliferasi sel prekursor eritroid, penurunan EPO dan reseptor EPO, dan terganggunya sinyal transduksi EPO.15 Penyebab lain anemia pada pasien GGK adalah infeksi dan defisiensi besi mutlak. Kehilangan darah adalah penyebab umum dari anemia pada GGK. Hemolisis, kekurangan vitamin B12 atau asam folat, hiperparatiroidisme, hemoglobinopati dan keganasan, terapi angiotensin-converting-enzyme (ACE) inhibitor yang kompleks dapat menekan eritropoiesis (Babitt, J.L et al).
Etiologi Anemia pada penyakit ginjal kronik adalah jenis anemia normositik normokrom, yang khas selalu terjadi pada sindrom uremia. Bisanya hematokrit menurun hingga 20-30% sesuai derajat azotemia. Komplikasi ini biasa ditemukan pada penyakit ginjal kronik stadium 4, tapi kadang juga ditemukan sejak awal stadium 3. Penyebab utama anemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronik adalah kurangnya produksi eritropoietin (EPO) karena penyakit ginjalnya. Faktor tambahan termasuk kekurangan zat besi, peradangan akut dan kronik dengan gangguan penggunaan zat besi (anemia penyakit kronik), hiperparatiroid berat dengan konsekuensi fibrosis sumsum tulang, pendeknya masa hidup eritrosit akibat kondisi uremia. Selain itu kondisi komorbiditas seperti hemoglobinopati dapat memperburuk anemia (Pemefri, 2011).
B. Terapi Diet 1. Diet Jantung a. Pengertian Penyakit jantung terjadi akibat proses berkelanjutan, dimana jantung secara berangsur kehilangan kemampuannya untuk melakukan fungsi sec ara normal. Pada awal peyakit, jantung mampu mengkompensasi ketidakefisiensian fungsinya dan mempertahankan sirkulasi darah normal melalui pembesaran dan peningkatan denyut nadi (Compensated Heart Disease). Dalam keadaan tidak terkompensasi (Decompensatio Cordis), sirkulasi darah yang tidak normal menyebabkan sesak nafas (dyspnea), rasa lelah dan rasa sakit di daerah jantung. Berkurangnya aliran darah dapat menyebabkan kelainan pada fungsi ginjal, hati, otak, serta tekanan darah yang berakibat terjadinya resorpsi natrium. Hal ini akhirnya menimbulkan edema. Penyakit jantung menjadi akut bila disertai infeksi (Endocarditis atau Carditis), gagal jantung, setelah Myocard Infarct dan setelah operasi jantung ( Almatsier, 2005)
b. Tujuan Diet Tujuan diet Jantung adalah untuk (Almatsier, 2005) : 1. Memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan kerja jantung. 2. Menurunkan berat badan bila terlalu gemuk. 3. Mencegah atau menghilangkan penimbunan garam atau air.
c. Syarat Diet Syarat – syarat diet penyakit jantung (Almatsier, 2005) : 1. Energi cukup, untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal. 2. Protein cukup yaitu 0,8 g/kgBB 3. Lemak sedang, yaitu 25% - 30% dari kebutuhan energi total, 10% berasal dari lemak jenuh dan 10%-15% lemak tidak jenuh. 4. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total. 5. Kolesterol rendah, terutama jika disertai dengan dislipidemia (lihat diet dispidemia).
6. Vitamin dan mineral cukup. 7. Garam rendah, 2-3 g/hr, jika disertai hipertensi atau edema. 8. Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas. 9. Serat cukup untuk menghindari konstipasi . 10. Cairan cukup, ± 2 liter/hari sesuai dengan kebutuhan. 11. Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit, diberikan porsi kecil. 12. Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melalui makanan dapat diberikan tambahan berupa makanan enteral, parenteral atau suplemen gizi.
Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan Bahan Makanan Dianjurkan Sumber Karbohidrat Beras ditim atau disaring ; roti, mi, kentang, macaroni, biscuit, tepung beras/terigu/sagu aren/sagu ambon, gula pasir, gula merah, madu dan sirup Sumber Protein Daging sapi, ayam dengan lemak Hewani rendah; ikan, telur , susu rendah lemak dalam jumlah yang telah ditentukan.
Sumber Protein Nabati
Kacang-kacangan kering, seperti : kacang kedelai dan hasil olahannya, seperti tahu dan tempe.
Sayuran
Sayuran tidak mengandung gas, seperti; bayam, kangkung, kacang buncis, kacang panjang, wortel, tomat, labu siam, dan tauge. Semua buah-buahan segar, seperti ; pisang, pepaya, jeruk, apel, melon, semangka dan sawo.
Buah-buahan
Lemak
Minuman
Minyak jagung, minyak kedelai, margarine, metega dalam jumlah terbatas dan tidak untuk digoreng tetapi untuk menumis; kelapa atau santan encar dalam jumlah terbatas Teh encer, coklat, sirup
Bumbu
Semua bumbu selain bumbu berbau tajam dalam jumlah terbatas
Natrium
Buah segar, sayuran hijau, flaxseed, oatmeal dan susu skim.
Tidak Dianjurkan Makanan yang mengandung gas atau alcohol, seperti; ubi, singkong, tape singkong dan tape ketan. Daging sapid an ayam yang berlemak; gajih, sosis, ham, hati, limpa, babat, otak, kepiting dan kerangkerangan; keju, dan susu penuh. Kacang-kacangan kering yang mengandung lemak cukup tinggi seperti kacang tanah, kacang mete dan kacang bogot. Semua sayuran yang mengandung gas, seperti : kol, kembang kol, lobak, sawi dan nangka muda. Buah-buahan segar yang mengandung alcohol atau gas, seperti: durian dan nangka matang. Minyak kelapa dan minyak kelapa sawit; santan kental
Teh/kopi kental, minuman yang mengandung soda dan alcohol, seperti bird an wiski. Lombok, cabe rawit dan bumbu-bumbu lain yang berbau tajam. Bahan makanan yang di awetkan ( ikan kaleng, ikan asin dll)
2.
Diet Rendah Garam Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites dan/atau hipertensi seperti yang terjadi pada penyakit dekompensasio kordis, sirosis hati, penyakit ginjal tertentu, toksemia pada kehamilan dan hipertensi esensial. Diet ini mengandung cukup zat gizi. Sesuai dengan keadaan penyakit dapat diberikan berbagai tingkat diet garam rendah. ( Almatsier, 2005)
Diet Rendah Garam I ( 200-400 mg Na) Diet garam rendah I (diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan/atau hipertensi berat. Pada pengolahan makananya tidak ditambahkan garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya.
Diet Rendah Garam II ( 600-800 mg Na) Diet Garam Rendah II diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan/atau hipertensi tidak terlalu berat. Pemberian makanan sehari sama dengan diet rendah garam rendah I. pada pengolahan makananya boleh menggunakan ½ sdt garam dapur (2 gr). Hindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya.
Diet Rendah Garam III Diet Garam Rendah III diberikan kepada pasien dengan edema dan/atau hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan Diet Garam Rendah I. pada pengolahan makananya boleh menggunakan 1 sdt (4 gr) garam dapur.
a. Tujuan Membantu menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.
b. Syarat diet 1. Cukup energi, protein,mineral dan vitamin. 2. Bentuk makanan sesuai dengan keadaan pasien.
3. Jumlah natrium disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam atau air dan/atau hipertensi.
Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan Bahan Makanan Dianjurkan Sumber Karbohidrat Beras ditim atau disaring ; roti, mi, kentang, macaroni, biscuit, tepung beras/terigu/sagu aren/sagu ambon, gula pasir, gula merah, madu dan sirup. Makanan diolah dari bahan makanan tersebut di atas tanpa garam dapur dan soda. Sumber Protein Daging dan ikan maksimal 100 gr Hewani sehari ; telur maksimal 1 btr sehari.
Sumber Protein Nabati
Semua kacang-kacangan dan hasilnya yang diolah dan dimasak tanpa garam dapur.
Sayuran
Semua sayuran segar : sayuran yang diawetkan tanpa garam dapur dan natrium benzoate.
Buah-buahan
Semua buah-buahan segar, buah yang diawetkan tanpa garam dapur dan natrium benzoate.
Lemak
Minyak goreng, margarine, mentega dan mentaga tanpa garam. Teh,kopi Semua bumbu kering yang tidak mengandung garam dapur dan ikatan natrium. Garam dapur sesuai ketentuan untuk Diet Garam Rendah II dan III.
Minuman Bumbu
Natrium
Buah segar, sayuran hijau, flaxseed, oatmeal dan susu skim.
Tidak Dianjurkan Roti, biskut dan kue-kue yang dimasak dengan garam dapur dan/atau baking powder dan soda.
Daging sapid an ayam yang berlemak; gajih, sosis, ham, hati, limpa, babat, otak, kepiting dan kerangkerangan; keju, dan susu penuh. Keju, kacang tanah dan semua kacang-kacangan dan hasilnya yg dimasak dengan garam dapur dan lain ikatan natrium. Sayuran yang dimasak dan diawetkan dengan garam dapur dan lain ikatan natrium, seperti sayuran dalam kaleng, sawi asin, asinan, dan acar. . Buah – buahan yang diawetkan dengan garam dapur dan lain ikatan natrium seperti buah dalam kaleng. Margarine dan mentega biasa. Minuman ringan. Garam dapur untuk Diet Garam Rendah I, baking powder, soda kue, vetsin dan bumbu- bumbu yang mengandung garam dapur seperti ; kecap, terasi, manggi, tomato ketchup, petis dan tauco. Bahan makanan yang di awetkan ( ikan kaleng, ikan asin dll)
BAB II ASSESMENT A. Anamnesis 1. Identitas Pasien Nama Umur Jenis kelamin Pekerjaan Pendidikan RMK Ruang Tanggal masuk Tanggal kasus Alamat Diagnosa medis
: Tn. TM : 64 tahun : Laki-laki : Tidak bekerja : SMP : 0-63-32-xx : PDP : 06 November 2018 : 07 November 2018 : Teluk Tiram : Heart Failure , Hipertensi Stadium I , Aneurisma aorta , Bisitopenia dan Anemia renal.
2. Riwayat Penyakit Keluhan Utama Muntah, Mual, Sesak nafas dan pusing Riwayat Penyakit Sekarang Mual , lemas dan batuk Riwayat Penyakit Dahulu Jantung ( 6 bulan terakhir) Riwayat Penyakit Keluarga (-) Sumber : Buku Rekam Medis Pasien, November 2018 3. Riwayat gizi Suku Banjar Data Sosial Ekonomi Jumlah keluarga : 5 orang Menengah kebawah Aktifitas Fisik Pasien jarang berolah raga dan tidak melakukan aktifitas berat Alergi Makanan Pantangan makanan Masalah Gastrointestinal Mual , nyeri pada perut Penyakit kronik Hipertensi st I ( sejak 1 tahun ) Kesehatan mulut Gigi tidak lengkap, pasien memakai gigi palsu. Suplemen/ Vitamin Perubahan Berat Badan Riwayat/ Pola Makan - Pasien makan 3x dalam sehari (pagi,siang dan sore) - Makan 3x nasi lembek 1 centong 50 gr Energi : 175,7 kkal
Riwayat Nutrisi Dahulu
Riwayat Nutrisi Sekarang
protein : 3,3 lemak : 0,3 karbohidrat : 38,6 serat : 0,5 - Makan ikan 2-3x/ hr 40 gr Energi : 117,6 Protein : 21,7 Lemak : 2,9 Karbohidrat : 0,0 Serat : 0,0 - Makan ayam 2-3x/mgg 30 gr Energi : 36,6 Protein : 3,4 Lemak : 2,4 Karbohidrat : 0,0 Serat : 0,0 - Makan sayur 2x sehari ( labu, timun, gambas, wortel dll) Energi : 33 Protein : 1,2 Lemak : 0,3 Karbohidrat : 7,5 Serat : 1,5 - Makan buah 3-4x/mgg (semangka, pisang dan melon) Energi : 3,8 Protein: 0 Lemak : 0 Karbohidrat : 0,9 Serat : 0 - Mengkonsumsi teh pagi hari 1 gls sdg Energi : 50,3 Protein : 0 Lemak : 0 Karbohidrat : 13 Serat : 0 - Pasien menyukai makanan yang digoreng. - Pasien sering mengkonsumsi gorengan. - Pasien mengkonsumsi nasi lembek - Pasien tidak mengkonsumsi gorengan - berdasarkan hasil recall 24 jam - nasi lembek 3x/ hri - sayur 3x hr - lauk hewani 3x/hr
- lauk nabati 1-2x/hri - buah 3x/hari B. Antropometri LILA ULNA BBI Berat badan estimasi Tinggi badan estimasi Status Gizi Perhitungan :
: 21 cm : 23 cm : 52,2 kg : 41,5 kg : 158 cm : 66,2% (Gizi Buruk) berdasarkan Kemenkes 2013
BBE : (Laki – laki) = (2.592 x LILA) – 12.902 = (2.592 x 21) – 12.902 = 41,5 kg TBE : (Laki – laki) = 97,252 + (2,645 x ULNA) = 97,252 + (2,645 x 23) = 97,252 + 60,835 = 158 cm % Status Gizi
21
= 31,7 𝑥 100 = 66,2%
Kesimpulan : berdasarkan data diatas status gizi Tn. TM menurut LLA defisit berat (66,2%) dan harus dilakukan Asuhan Gizi. Pembahasan : Untuk mengetahui status gizi pasien dilakukan pengukuran menggunakan LILA dan ULNA untuk mengetahui berat badan dan tinggi badan estimasi pada pasien dengan kondisi bedrest. Setelah dilakukan pengukuran selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mengetahui status gizi pasien. Berdasarkan data yang telah diperoleh berat badan pasien saat ini kurang dari berat badan ideal oleh karena itu Tn. TM akan diberikan Asuhan Gizi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sehingga meningkatkan dan mempertahankan berat badan. Implementasi status gizi berdasarkan % LILA (Berdasarkan Kemenkes 2013) : Obesitas : > 120% Overweight : 110 – 120 % Normal : 85 – 110% Underweight : < 90% Gizi Kurang : 70,1 – 84,9 % Gizi Buruk : < 70%
C. Pemeriksaan Biokimia (05 November 2018) Pemeriksaan Satuan/Nilai Awal Kasus Kategori Normal Hb 14 – 17 g/dL 7,9 Rendah Leukosit 5,0 – 10,0 103/µl 2 Rendah Eritrosit 700 – 5,2 jt/mcl 200 Rendah Creatinine 0,6 – 1,2 mg/dL 6,3 Tinggi UREA – BUN- UV 10.0 – 50.0 115.6 Tinggi mg/dL Kesimpulan : berdasarkan data diatas untuk Hb, Leukosit dan Eritrosit dikategorikan rendah. Kemudian untuk creatinine dan urea dikategorikan tinggi. Pemeriksaan (06 November 2018) Pemeriksaan Satuan/Nilai Awal Kasus Kategori Normal Natrium 136-145 mEq/L 138 mEq/L Normal Kalium 3.5 – 5.1 5.0 Normal Clorida 98 - 107 105 Normal Kesimpulan : untuk ketiga data diatas dikategorikan normal Sedimen Urine (07 November 2018) Nilai
Nilai Rujukan
Lekosit 0-2 0-3 Eritrosit 1-2 0-2 Epitel 1+ 1+ Krista Negatif Negatif Silinder Negatif Negatif Bakteri Negatif Negatif Lain -lain Negatif Negatif Kesimpulan : untuk data diatas dikategorikan normal Urinalisa Makroskopi (07 November 2018) Pemeriksaan Hasil Warna Kejernihan Berat jenis pH Keton Protein – Albumin Glukosa Birilubin Darah samar Nitrit
Kuning Jernih 1.010 6.0 Negatif Negatif Negatif Negatif Trace Negatif
Keterangan Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Nilai/Normal
Keterangan
Kuning Jernih 1.005-1.030 5.0-6.5 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Urobilinogen 0.2 0.1-1.0 Lekosit Negatif Negatif Kesimpulan : untuk urinalisa untuk darah samar dengan hasil Normal .
Normal Normal
Sumber : berdasarkan Buku Rekam Medis Pasien, November 2018. Kesimpulan : untuk hasil urinalisa data dikategorikan normal. Pembahasan : berdasarkan data di tabel untuk hasil laboratorium nilai keratinin pasien tinggi yaitu 6,3 mg/dl hal ini dikarenakan fungsi ginjal terganggu berkaitan dengan terganggunya fungsi jantung( Anandini,2016). D. Pemeriksaan fisik klinis Fisik : Compos Mentis, pasien tampak lemas, edema (-). Klinis Pemeriksaan Nilai Normal 06/11/18 Keterangan TD 90/60 140/90mmHg Tinggi 120/80mmHg Nadi 60 – 100 x/mnt 62x/mnit Normal RR 14 – 16 x/mnit 23x/mnit Cepat Suhu 36,6°C – 37,2°C 36,7°C Normal SPO2 95 – 100% 97% Normal Sumber : berdasarkan Buku Rekam Medis Pasien, November 2018 Pemeriksaan Nilai Normal 07/11/18 Keterangan TD 90/60 120/60mmHg Normal 120/80mmHg Nadi 60 – 100 x/mnt 56x/mnit Kurang RR 14 – 16 x/mnit 24x/mnit Cepat Suhu 36,6°C – 37,2°C 36,8°C Normal SPO2 95 – 100% 92% Kurang Sumber : berdasarkan Buku Rekam Medis Pasien, November 2018 Pemeriksaan TD
Nilai Normal 08/11/18 Keterangan 90/60 110/60mmHg Normal 120/80mmHg Nadi 60 – 100 x/mnt 60x/mnit Normal RR 14 – 16 x/mnit 18x/mnt Cepat Suhu 36,6°C – 37,2°C 36,6°C Normal Sumber : berdasarkan Buku Rekam Medis Pasien, November 2018 Kesimpulan : Pada awal studi kasus keadaan pasien lemas, Tekanan darah berangsur normal, suhu normal, nadi normal dan respirasi cepat. Saat dilakukan wawancara, dilakukan bersama keluarga ( anak dan cucu).
Pembahasan : Pasien dalam keadaan lemas dan pasien merasa nyeri pada abdomen serta pusing. Hal ini akan berdampak pada asupan makan pasien. E. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang dijalani oleh pasien yaitu pemeriksaan CT Scan Abdomen. Kesimpulan : Abdomen mass Pembahasan : Pada pemeriksaan didapatkan hasil Abdomen mass, namun pada saat dilakukan pengamatan fisik dan klinis pada abdomen pasien tidak mengalami pembengkakkan, pasien tidak mengalami odema. F. Asupan Zat Gizi Hasil recall 24 jam diet RS Tanggal 06 November 2018 Diet NL DJ Energi Protein Lemak Karbohidrat Serat Asupan 821,2 33,4 18,2 125,8 2,3 Makanan Kebutuhan 1381,40 33,2 30,6 224,47 22 % 59,4% 100% 59,4% 56% 10,4% Ket Defisit berat Normal Defisit berat Defisit berat Defisit berat Kesimpulan : berdasarkan data recall diatas diatas untuk zat gizi energi, lemak, karbohidrat dan serat dikategorikan defisit berat karena asupan < 70% dari kebutuhan. Kriteria tingkat konsumsi berstandar Departemen Kesehatan RI (2004) antara lain : -
Diatas kebutuhan Normal Defisit ringan Defisit sedang Defisit berat
: > 120% : 90 – 120% : 80 – 89% : 70 – 79% : < 70%
Pembahasan : Pada hasil recall 24 jam asupan energi, lemak, karbohidrat dan serat mengalami defisit berat untuk asupan protein di kategorikan normal. Gizi sangat dibutuhkan bagi usia lanjut untuk mempertahankan kualitas hidupnya. Bagi lanjut usia yang mengalami gangguan gizi diperlukan untuk penyembuhan dan mencegah agar tidak terjadi
komplikasi pada penyakit yang dideritanya.Gizi merupakan unsur penting bagi kesehatan tubuh dan gizi yang baik (Darmojo, 2011).
G. Terapi Medis Jenis Obat/ Tindakan Antasida 1x1 Captopril 3x1
Lansoprazole 1x1
Inj. Metoclopramide
Inj. Ranithidin 2x50 mg
NAC 3 x 1
Codein 3 x 10 mg
Lactulosa 3x 15ml
Fungsi Menetralkan asam lambung dan mengikat cairan asam lambung. Mengobati hipertensi dan gagal jantung .
Mengatasi gangguan pada sistem pencernaan akibat produksi asam lambung yang berlebihan. Mengobati beberapa masalah diperut dan usus seperti rasa panas diperut (heartburn). Untuk pasien maag untuk mengurangi asam lambung dan untuk mengobati luka pada lambung. Digunakan sebagai terapi pada orang dengan kondisi paru-paru tertentu seperti cystic fibrosis, emfisema, bronchitis, pneumonia atau tuberculosis. Untuk mengobati nyeri ringan hingga berat. Obat ini juga dapat meredakan batuk dan obat ini bekerja pada sistem syaraf pusat untuk mengurangi nyeri dan rasa sakit yang dialami pasien. Sebagai obat pencahar untuk mengobati kostipasi.
Sumber : buku rekam medis
Interaksi Penyerapan vitamin berkurang. Tidak boleh digunakan pada saat makan atau makan makanan tertentu karena interaksi obat dapat terjadi. Mengkonsumsi alcohol atau tembakau dengan obat-obatan tertentu juga dapat menyebabkan interaksi. Obat berinteraksi jika di konsumsi dengan alcohol dan tembakau. Mengkonsumsi bersama dengan alcohol dapat menghambat kerja obat. Dapat mengurangi absorpsi vitamin B12 dan zat gizi.
Tidak boleh dikonsumsi bersamaan dengan antibiotik.
Tidak dikomsumsi bersama makanan karena akan mengganggu absorbsi obat
Tidak boleh dikonsumsi dengan obat maag yang mengandung alumunium dan magnesium hidroksia serta antibiotic neomycin.
Kesimpulan Asessment : 1. Identitas Pasien Pasien laki-laki berusia 60 tahun datang dengan keluhan utama mual, nyeri pada perut, sesak nafas dan lemas. Riwayat penyakit dahulu pasien mengalami jantung selama 6 bulan terakhir. Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan apapun. Pasien sangat sering mengalami mual apalagi pada saat makan. Pasien tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi suplemen gizi tertentu. Perubahan berat badan pasien berkurang dari sebelumnya. 2. Antropometri Dari hasil pengukuran antropometri, status gizi pasien berdasarkan LILA masuk kategori gizi kurang. 3. Biokimia Pemeriksaan biokimia pada pasien hanya dilakukan pada tanggal 05 November 2018 hasil dari pemeriksaan biokimia bahwa Hb, Leukosit dan Eritrosit masuk kategori rendah untuk creatinin dan urea masuk kategori tinggi. 4. Fisik dan Klinis Pemeriksaan fisik dan klinis pasien dilakukan setiap hari untuk mengetahui perubahan kondisi selama dirawat inap. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu TD, Nadi, Respirasi dan Suhu. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan CT Scan Abdomen. 5. Dietery Riwayat pola makan pasien dirumah teratur, frekuensi 3x/hari. Dilihat dari segi jenis, bahan makanan yang dikonsumsi pasien kurang bervariasi pasien suka makan ikan nila, ikan patin dan ayam. Hasil recall asupan pasien yaitu energi 821,2 (67,2%), protein 33,4 (100%), lemak 18,2 (53,6%), karbohidrat 125,8 (63,43%) dan serat 2,3 (10,45%). Berdasarkan hasil recall 24 jam asupan zat gizi energi, lemak, karbohidrat dan serat masuk kategori defisit berat untuk protein masuk kategori normal.
Pembahasan Assesment a. Anamnesa Pasien bernama Tn. TM yang berusia 64 tahun. Pasien datang dengan keluhan nyeri perut, pusing, mual > 10x/hr, muntah 10x/hr dan pasien merasa terdapat benjolan pada perut yang terasa keras. Riwayat penyakit terdahulu adalah Jantung sejak 6 bulan lalu. Pasien tidak ada alergi makanan jenis apapun dan pantangan makanan hanya saja pasien tidak menyukai daging sapi dan sayuran yang keras. Setelah di diagnosa penyakit ini pasien mulai menghindari makan gorengan 6 bulan lalu. Riwayat makan pasien sebelum di Rumah Sakit adalah teratur yaitu frekuensi makan 3x sehari. Pasien sudah dirawat sejak tanggal 8 November 2018 di RSUD Ulin Banjarmasin. Selain di diagnosa penyakit Jantung pasien juga di diagnosa penyakit penyerta lainnya yaitu, Anemia Renal, Aneurisma aorta, Bisitopenia dan Hipertensi stadium I. b. Antropometri Dari hasil pengukuran antropomentri tersebut, status gizi pasien berdasarkan LILA masuk kategori Gizi Buruk menurut Kemenkes 2013. Sebelum studi kasus terlebih dahulu dilakukan pengukuran tinggi dan berat badan. Pengukuran awal hingga akhir untuk berat badan tidak mengalami perubahan. Penimbangan berat badan dilakukan sebagai bentuk monitoring dan bahan evaluasi bila terjadi perubahan status gizi agar dapat dilakukan tidak lanjut intervensi gizi berikutnya. Selama 3 hari studi kasus berat badan pasien tidak mengalami peningkatan dikarena menurunnya nafsu makan pasien juga dikarenakan adanya mual sehingga asupan makanan pasien menurun. Hal ini disebabkan karena penurunan dan penambahan berat badan atau perubahan status gizi memerlukan waktu dan hanya dapat diketahui apabila minimal 1 minggu pemantauan (sunita, Almatsier 2006).
c. Biokimia Pemeriksaan biokimia pada tanggal 5 November 2018 nilai urea dan kreatinin masuk kategori tinggi karena berkaitan dengan tingkat keparahan penyakit PJK pasien (anandini,2016). d. Fisik dan Klinis Pemeriksaan fisik klinis pada pasien dilakukan setiap hari untuk mengetahui perubahan kondisi selama dirawat. Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien adalah Tekanan Darah, Nadi, Respirasi dan Suhu. Hasil pemeriksaan dan klinis untuk keseluruhan berangsur membaik. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan Thorax dan USG Abdomen untuk memeriksa gangguan gastrointestinal. Hasil recall asupan pasien yaitu energi 821,2 kkal, lemak 18,2 gr, serat 2,3 gr dan karbohidrat 125,8 gr. Berdasarkan hasil recall 24 jam asupan energi masuk kategori defisit berat(< 80%). Terapi medis yang diberikan adalah antasida, catopril, lansoprazole, Inj. Metoclopramide, Inj. Ranithidine, NAC, Codein dan Lactulosa.
BAB III DIAGNOSA GIZI A. Problem Gizi 1. Intake oral inadekuat < 80% (Energi, Lemak dan KH) 2. Mual 3. Hb rendah 4. Kesulitan mengunyah 5. TD 140/90 mmHg 6. Pengetahuan gizi/ diet kurang 7. LILA 66,2%
B. Penentuan Diagnosa Gizi 1. NI-2.1 Kekurangan Intake Makanan dan Minuman Oral berkaitan dengan menurunnya nafsu makan, menurunnya kemampuan mengunyah, lemas, mual, dan pusing ditandai dengan asupan zat gizi Energi, Lemak dan Karbohidrat pasien kurang dari 80%. 2. NI- 5.4 Penurunan Kebutuhan Zat Gizi Natrium berkaitan dengan adanya Hipertensi ditandai dengan TD 140/90 mmHg. 3. NC- 1.2 Kesulitan mengunyah berkaitan dengan pasien menggunakan gigi palsu ditandai dengan pasien tidak dapat mengkonsumsi makanan padat. 4. NB- 2.5 Kualitas Gizi yang buruk dalam kehidupan berkaitan dengan pengetahuan yang kurang berhubungan dengan nutrisi dan makanan ditandai dengan status gizi berdasarkan LILA 66,2% (Defisit berat).
Prioritas Domain Intake Klien kekurangan asupan zat gizi Energi, Lemak, Karbohidrat dan Natrium. Oleh karna itu klien harus diberikan edukasi dan konseling gizi tentang mengatur pola makan sesuai dengan kebutuhan.
BAB IV INTERVENSI A. Planning 1. Terapi Diet a. Bentuk makanan b. Jenis diet c. Rute d. Frekuensi
: Nasi lembek/lunak : Jantung dan Rendah Garam : Oral : 3 x makana utama dan 3x selingan
2. Tujuan Diet Jangka pendek 2-3 hari : a. Memberikan makanan sesuai dengan kebutuhan tanpa memberatkan kerja jantung untuk meningkatkan status gizi pasien. b. Pembatasan natrrium untuk menurunkan hipertensi. 3. Prinsip Diet a. Energi sesuai kebutuhan b. Protein cukup c. Lemak cukup d. Karbohidrat cukup e. Serat cukup f. Cairan cukup g. Natrium Rendah 600 – 800 mg Na ( Rendah Garam II) 4. Syarat Diet a. Energi sesuai kebutuhan , untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal. b. Protein cukup yaitu 0,8 g/kgBB c. Lemak sedang, yaitu 25% dari kebutuhan energi total, 10% berasal dari lemak jenuh, dan 10-15% lemak tidak jenuh. d. Kolesterol rendah. e. Vitamin dan mineral cukup. Hindari penggunaan suplemen kalium, kalsium, dan magnesium jika tidak dibutuhkan. f. Garam rendah, 2-3 g/hr (600-800 mg Na), untuk mengatasi hipertensi. g. Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas h. Cairan cukup, 1250 ml/hari sesuai dengan kebutuhan. i. Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit, diberikan dalam porsi kecil
j. Jika kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melalui makanan dapat diberikan tambahan berupa makanan enteral, parenteral atau suplemen gizi. k. Makanan diberikan secara bertahap
5. Perhitungan Kebutuhan Zat Gizi Perhitungan: -
Usia
: 64 tahun
-
BBE
: 41,5 kg
-
TBE
: 158 cm
-
LILA
: 21 cm
-
ULNA
: 23 cm
-
Status gizi : 68,4% (defisit berat)
BBI
= ( TB – 100) – (TB -100 x 10%) = 158 -100 – 158 -100 x 10% = 58 – 5,8 = 52,2 kg
Perhitungan Harist & Benedict : BEE
= 66,5 + (13,8 x BBI) + (5,0 x TB) – (6,8 x U) = 66,5 + (13,8 x 52,2) + (5,0 x 158) – (6,8 x 64) = 1576,86 – 435,2 = 1141,66 kkal
Keb. Energi = Energi x fa x fi = 1141,66 kkal x 1,1 x 1,1 = 1381,40 kkal
Kebutuhan energi dan zat gizi makro Protein
= 41,5 x 0,8 = 33,2 gr
Lemak
=
Karbohidrat
=
1105,12 𝑥 25% 9 1105,12𝑥 65% 4
= 30,6 𝑔𝑟 x = 224,47 𝑔𝑟
Kebutuhan zat gizi mikro Serat
𝐵𝐵𝐴
= 𝐵𝐵 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑥 𝑠𝑒𝑟𝑎𝑡 (𝑎𝑘𝑔) =
41,5 62
x 33 gr
= 22 gr Perhitungan Cairan
Out put = In put Urine + IwL
= makan + minum + infus (-)
750 ml + 500ml
= makan + minum
1250 ml
= makan + minum (In put)
Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan Bahan Makanan Dianjurkan Sumber Karbohidrat Beras ditim atau disaring ; roti, mi, kentang, macaroni, biscuit, tepung beras/terigu/sagu aren/sagu ambon, gula pasir, gula merah, madu dan sirup Sumber Protein Daging sapi, ayam dengan lemak Hewani rendah; ikan, telur , susu rendah lemak dalam jumlah yang telah ditentukan.
Sumber Protein Nabati
Kacang-kacangan kering, seperti : kacang kedelai dan hasil olahannya, seperti tahu dan tempe.
Sayuran
Sayuran tidak mengandung gas, seperti; bayam, kangkung, kacang buncis, kacang panjang, wortel, tomat, labu siam, dan tauge. Semua buah-buahan segar, seperti ; pisang, pepaya, jeruk, apel, melon, semangka dan sawo.
Buah-buahan
Lemak
Minuman
Minyak jagung, minyak kedelai, margarine, metega dalam jumlah terbatas dan tidak untuk digoreng tetapi untuk menumis; kelapa atau santan encar dalam jumlah terbatas The encer, coklat, sirup
Bumbu
Semua bumbu selain bumbu berbau tajam dalam jumlah terbatas
Natrium
Buah segar, sayuran hijau, flaxseed, oatmeal dan susu skim.
Tidak Dianjurkan Makanan yang mengandung gas atau alcohol, seperti; ubi, singkong, tape singkong dan tape ketan. Daging sapid an ayam yang berlemak; gajih, sosis, ham, hati, limpa, babat, otak, kepiting dan kerangkerangan; keju, dan susu penuh. Kacang-kacangan kering yang mengandung lemak cukup tinggi seperti kacang tanah, kacang mete dan kacang bogot. Semua sayuran yang mengandung gas, seperti : kol, kembang kol, lobak, sawi dan nangka muda. Buah-buahan segar yang mengandung alcohol atau gas, seperti: durian dan nangka matang. Minyak kelapa dan minyak kelapa sawit; santan kental
The/kopi kental, minuman yang mengandung soda dan alcohol, seperti bird an wiski. Lombok, cabe rawit dan bumbu-bumbu lain yang berbau tajam. Bahan makanan yang di awetkan ( ikan kaleng, ikan asin dll)
6. Rencana Monitoring dan Evaluasi Pengamatan Yang Diukur Antropometri BB Biokimia Hb, ureum, creatinin Klinis Tekanan Darah Asupan zat gizi Energi, lemak, karbohidrat dan Natrium
Pengukuran Awal – akhir Berkala
Evaluasi/ Target Normal Normal
Setiap hari Setiap hari
Normal Meningkat
7. Rencana Konsultasi Gizi Sasaran : Pasien dan keluarga Waktu : 12 November 2018 Tempat : RSUD Ulin Banjarmasin Alat : Leaflet Metode : Ceramah Tujuan Mengatahui dan mengerti tentang penyakit yang diderita, jenis diet yang diberikan dan pola makan.
Materi Konseling Penyakit Jantung, Hipertensi ,diet yang diberikan serta bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan diberikan sehubungan dengan dietnya.
A. Implemetasi 1. Kajian Terapi Diet di Rumah Sakit Jenis Diet : Jantung dan Rendah Garam Bentuk Makanan : Makanan Lembek Cara Pemberian : Oral (Jumat, 09 November 2018) Implementasi Energi Protein (Kkal) (Gram) Makanan RS 1640,45 63 Kebutuhan 1381,40 33,2 % Makanan 118,7% 189,7% RS/Kebutuhan
Hasil Diharap pasien dapat memperbaiki pola makan, menjaga kesehatan dan melakukan aktifitas fisik ringan.
Lemak (Gram) 33 30,6 107,8%
Karbohidrat (Gram) 278,3 224,47 123%
Kesimpulan : Asupan yang diberikan dari rumah sakit lebih dari kebutuhan yang sudah di hitung karena rumah sakit menggunakan kebutuhan standar untuk rumah sakit Pembahasan : jadi terapi diet yang diberikan dari RS sudah dapat memenuhi kebutuhan zat gizi pasien. Namun pemberian diet berdasarkan implementasi hanya seluruh zat gizi mengalami defisit berat dan belum memenuhi kebutuhan pasien. Pasien mengeluh tidak nafsu makan, nyeri perut dan mual.
2. Rekomendasi Diet A. Perencanaan Menu Dalam Sehari (Pemorsian pertaman Hari 1) Waktu
Masakan
Bahan Makanan
Berat
Makan
Nasi Lembek
Nasi Lembek
125
Pepes Ikan nila
Ikan
Tumis tempe
Sayur bening labu
Energi
Protein (gram)
Lemak (gram)
Serat (gram)
Na
2,8
Karbohid rat (gram) 32,1
146,4
2,8
0,4
0
50
49
9,1
9,1
0,0
0,0
200
Tempe
50
177
8,6
8,6
7,7
0,6
0
Kacang panjang
37,5
13,3
0,7
0,7
3,0
1,2
0
Wortel
37,5
7,1
0,4
0,4
1,5
0,6
0
Buah pepaya
50
19,5
0,3
0,3
4,9
0,9
0
412,3
21,9
15,1
49,2
3,7
200
(kkal)
Sore 17.00
Buah
Selingan 20.00 Total Makan
Nasi lembek
Nasi lembek
125
146,4
2,8
0,3
32,1
0,4
0
pagi
Ayam bistik
Ayam
50
142,4
13,4
9,4
0,0
0,0
200
Sop buncis
Kentang
25
23,2
0,5
0,0
5,4
0,4
0
Wortel
25
4,7
0,3
0,0
1,0
0,4
0
buncis
25
8,7
0,5
0,1
2,0
0,8
0
Buah
Melon
50
19,1
0,3
0,1
4,1
0,1
0
Buah
Pisang
50
46
0,5
0,3
11,7
1,2
0
390,5
18,3
10,2
56,3
3,3
200
Snack Total Makan
Nasi lembek
Beras
125
146
2,8
0,3
32,1
0,4
0
siang
Ikan patin masak
Patin
50
49
9,1
1,2
0,0
0,0
400
Tempe bacem
Tempe
50
118,5
5,4
7,5
8,8
0,5
0
Sayur bening
Tauge
25
15,2
1,6
0,9
1,2
0,1
0
Bayam
25
3
0,4
0,1
0,5
0,3
0
Labu waluh
25
9,7
0,2
0,2
2,2
0,7
0
Pepaya
50
19,5
0,3
0,1
4,9
0,9
0
Total
360,9
19,8
10,3
49,7
2,9
400
TOTAL
1164
59,7
35,3
155,2
9,8
800 mg
asam
Buah
Perencanaan Menu Dalam Sehari (Pemorsian ke 2 ) Waktu
Sore
Masakan
Bahan makanan
Berat
Nasi lembek
Nasi lembek
125
Daging
Ayam
50
Tahu goreng
Tahu
50
Sop jagung
Jagung
25
Kentang
25
Wortel
25
Semangka
50
Serat (gram)
Na
32,1
0,4
0
9,4
0,0
0,0
200
4,1
2,4
0,9
0,6
0
27
0,8
0,3
6,3
0,7
0
23,2
0,5
0,0
5,4
0,4
0
4,7
0,3
0,0
1,0
0,4
0
16
0,3
0,2
3,6
0,3
0
397,7
22,2
12,6
49,3
2,8
200 mg
Energi (kkal)
Protein
Lemak
Karbohidrat
(gram)
(gram)
(gram)
146,4
2,8
0,3
142,4
13,4
38
teriyaki
Snack
Buah
Total Pagi
Nasi lembek
Nasi lembek
125
146,4
2,8
0,3
32,1
0,4
0
Semur daging
Ayam
50
142,4
13,4
9,4
0,0
0,0
200
Tumis
Wortel
25
4,7
0,3
0,0
1,0
0,4
0
Buncis
25
8,7
0,5
0,1
2,0
0,8
0
Baby corn
25
14
0,4
0,2
3,5
0,4
0
Buah
Pisang
50
46
0,5
0,3
11,7
1,2
0
Buah
Pepaya
50
19,5
0,3
0,1
4,9
0,9
0
381,7
18,2
10,4
55,2
4,1
200
baby
corn
Snack Total Siang
Nasi lembek
Nasi lembek
125
146,4
2,8
0,3
32,1
0,4
0
Ikan
Patin
50
49
9,1
1,2
0,0
0,0
400
Tempe
Tempe
50
118,5
5,4
7,5
8,8
0,5
0
Sop sayuran
Kentang
25
23,2
0,5
0,0
5,4
0,4
0
Wortel
25
4,7
0,3
0,0
1,0
0,4
0
Kembang kol
25
6,3
0,3
0,1
1,4
0,6
0
Semangka
50
16
0,3
0,2
3,6
0,3
0
364,1
18,7
18,7
52,3
2,6
400
1144,5
58,9
32,2
156,9
9,2
800
patin
masak tim
Snack
Buah
Total TOTAL
Perencanaan Menu Dalam Sehari (Pemorsian ke 3 ) Waktu
sore
Masakan
Bahan makanan
Berat
Energi
Protein
Lemak
Karbohidrat
(kkal)
(gram)
(gram)
(gram)
Serat (gram)
Na
Nasi lembek
Nasi lembek
125
146,4
2,8
0,3
32,1
0,4
0
Pindang ikan
Ikan patin
50
49
9,1
1,2
0,0
0,0
200
Tempe
50
177
8,6
13,4
7,7
0,6
0
Bayam
25
3,0
0,4
0,1
0,5
0,3
0
Wortel
25
4,7
0,3
0,0
1,0
0,4
0
Kembang tahu
25
95,0
10,1
6,0
2,4
1,5
0
Pepaya
50
19,5
0,3
0,1
4,9
0,9
0
494,6
31,6
21,1
48,6
4,1
200
tenggiri/patin Oseng-oseng tempe Cah bayam
Buah Total Pagi
Nasi Lembek
Nasi lembek
125
146,4
2,8
0,3
32,1
0,4
0
Omelet kornet
Kornet
25
44,3
2,5
3,7
0,3
0,0
200
Telur itik
Telur
25
46,2
3,2
3,5
0,4
0,0
0
Cah Tauge
Tauge
25
15,2
1,6
0,9
1,2
0,1
0
Wortel
25
4,7
0,3
0,0
1,0
0,4
0
Jagung
25
27,0
0,8
0,3
6,3
0,7
0
Pisang Mahuli
50
46,0
0,5
0,3
11,7
1,2
0
329,8
11,7
9
53
2,8
200
Buah Total Siang
Nasi Lembek
Nasi lembek
125
146,4
2,8
0,3
32,1
0,4
0
Ikan patin masak
Ikan patin
50
49
9,1
1,2
0,0
0,0
400
Tempe bacem
Tempe
50
118,5
5,4
7,5
8,8
0,5
0
Sayur bening
Bayam
25
3,0
0,4
0,1
0,5
0,3
0
Jagung
25
27,0
0,8
0,3
6,3
0,7
0
Labu kuning
25
9,7
0,2
0,2
2,2
0,7
0
Semangka
50
16,0
0,3
0,2
3,6
0,3
0
Total
369,6
19
9,8
53,5
2,9
0
TOTAL
1297,7
64,2
40,6
176,5
10
800
kuning
Buah
3. Hasil Konseling Gizi Penerima Konseling Waktu Tempat Alat Metode
: Pasien dan keluarga : 12 November 2018 : RSUD Ulin Banjarmasin : Leaflet (terlampir) : Ceramah
Tujuan Mengatahui dan mengerti tentang penyakit yang diderita, jenis diet yang diberikan dan pola makan.
Materi Konseling Penyakit Jantung, Hipertensi ,diet yang diberikan serta bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan diberikan sehubungan dengan dietnya.
Hasil Diharap pasien dapat memperbaiki pola makan, menjaga kesehatan dan melakukan aktifitas fisik ringan.
BAB V MONITORING, EVALUASI DAN TINDAK LANJUT Tanggal / hari pengamatan 09/11/18
10/11/18
11/11/18
Diagnosa medis Antropo mentri Anemia renal, Aneurisma aorta, Ht st I, HF, Bisitopenia.
Anemia renal, Aneurisma aorta, Ht st I, HF, Bisitopenia
Anemia renal, Aneurisma aorta, Ht st I, HF, Bisitopenia
BB = 41,5 TB = 158
BB = 41,5 TB = 158
BB = 41,5 TB = 158
Monitoring Asupan Gizi (ABCD) Biokimia Fisik & Klinis Hb = 7,9 Leu = 2 Erit = 200 Creatinin = 6,3 Urea = 115,6
TD = 140/90 Nadi = 62x Suhu = 36,7°C RR = 23x Nyeri perut Mual Lemas Kesulitan BAB TD = 120/60 Nadi = 56x Suhu = 36,8°C RR = 24x Nyeri perut Mual Lemas Kesulitan BAB TD = 110/60 Nadi = 60x Suhu = 36,6°C RR = 18x Nyeri perut Mual Lemas Kesulitan BAB
Asupan
Monitoring Diagnosa Gizi
Hasil Recall 24 jam Energi = 334,4 Protein = 16,8 Lemak = 14,8 Karbohidrat = 34,5 Serat = 1,8
NI-2.1 Asupan oral inadekuat berkaitan dengan faktor fisiologis nyeri perut dan mual ditandai dengan asupan pasien defisit berat < 60%
Te bis me
Energi = 491,8 Protein = 12,9 Lemak = 17,7 Karbohidrat = 65,8 Serat = 4
NI-2.1 Asupan oral inadekuat berkaitan dengan faktor fisiologis nyeri perut dan mual ditandai dengan asupan pasien defisit berat < 60%
Te ke da me ag
Energi = 116,9 Protein = 4,7 Lemak = 3,3 Karbohidrat = 16,7 Serat = 0,5
NI-2.1 Asupan oral inadekuat berkaitan dengan faktor fisiologis nyeri perut dan mual ditandai dengan asupan pasien defisit berat < 60% NI-5.8 Inadekuat Intake Serat berkaitan dengan pasien tidak suka mengkonsumsi buah dan sayur ditandai dengan asupan serat pasien berdasarkan recall 2% dari kebutuhan.
Te me me un dir
Pembahasan : a. Perkembangan Data Antromopetri Data antropometri diperoleh dengan cara pengukuran berat badan menggunakan berat badan estimasi untuk pengukuran tinggi dengan cara wawancara dan pengukuran menggunakan rentang lengan/ulna. Berdasarkan hasil pemantauan dari awal kasus sampai akhir kasus diketahui bahwa tidak terjadi perubahan pada berat badan dan LILA. pada kasus ini pemantauan hanya dilakukan selama 3 hari jadi masih kurang dapat untuk melihat adanya penurunan atau kenaikan berat badan. Namun, berdasarkan pemantauan, pasien mengalami penurunan nafsu makan karena nyeri pada abdomen dan mual. Jika hal tersebut terus menerus dalam jangka yang panjang maka dapat berdampak terhadap berat badan pasien. Sedangkan pengukuran LILA tidak ada perubahan karena perkembangan massa LILA membutuhkan waktu yang lama. Status gizi berdasarkan LILA dari awal kasus sampai akhir kasus sama atau tetap yaitu dalam kategori underweight. b. Perkembangan Biokimia Data perkembangan biokimia didapat dari hasil pengukuran laboratorium yang tercantum dalam catatan rekam medis laboratorium pasien. Berdasarkan data pada awal kasus Hb,Leukosit dan Eritrosit masuk kategori Rendah sedangkan untuk Creatinine dan Urea masuk kategori Tinggi. Kemudian pada tanggal 09 November 2018 Hb, Eritrosit, Hematokrit dan Trombosit masuk kategori Rendah dan Leukosit masuk kategori Normal. Namun, pada akhir kasus tidak ada hasil pemeriksaan laboratorium. c. Perkembangan Fisik Klinis Data perkembangan fisik pasien didapat dari data hasil pengukuran laboratorium yang tercantum dalam catatan rekam medis. Berdasarkan data fisik pasien dari awal kasus sampai akhir kasus menunjukkan bahwa pada saat kunjungan awal keadaan umum pasien yaitu compos mentis atau sadar penuh. Pasien juga mengalami mual dan nyeri pada abdomen. Secara psikologi pasien mendapat dukungan penuh dari keluarga
dalam menjalani pengobatan. Dukungan keluarga adalah dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga (suami, istri, anak, saudara kandung dan orang tua) sehingga individu yang diberikan dukungan merasakan bahwa dirinya diperhatikan, dihargai, mendapatkan bantuan dari orang-orang yang berarti serta memiliki ikatan keluarga yang kuat dengan anggota keluarga yang lain (Friedman, 1998). Hasil penelitian Pratiwi (2009) mengatakan berbagai dampak fisik dan masalah psikologis dialami oleh mereka yang menderita penyakit jantung koroner. Hal ini membuat dukungan keluarga sangat dibutuhkan dari orang-orang yang berada di sekitarnya. Pada tanggal 11 November 2018 pasien belum buang air besar. Pasien mengeluh perut terasa kembung atau begah setelah dilakukan recall asupan serat, asupannya sangat kurang yaitu 2% dari kebutuhan. Kesulitan buang air besar selain disebabkan karena asupan serat yang kurang bisa juga disebabkan oleh interaksi obat codein yang berefek pasien mengalami konstipasi. d. Perkembangan Diet Berdasarkan data bahwa pada tanggal 9 november 2018 hinggan 12 november 2018 pasien diberikan makanan melalui oral dengan bentuk nasi lembek, kemudian untuk mengatasi kontipasi pada pasien diberikan buah sebagai selingan. Pasien kurang motivasi dan keinginan untuk menerima diet yang diberikan sehingga asupan <70% termasuk kategori defisit berat.
e. Perkembangan Asupan Data perkembangan asupan pasien didapat dari data hasil Comstock dan recall 24 jam. Tanggal 09-10 November Zat Gizi 2018 Na Energi Protein Lemak Karbohidrat (mg) (kkal) (gram) (gram) (gram) Kebutuhan Zat Gizi 800 1164 59,7 35,3 155,2 mg 366,45 Intake Makanan Pasien 266,6 16,7 8,9 30,0 % Asupan
22,9%
27,9%
25,2%
19,3%
45,8%
Tanggal 10-11 November 2018
Zat Gizi Lemak Karbohidrat (gram) (gram)
Na (mg)
Energi (kkal)
Protein (gram)
1144,5
58,9
32,2
156,9
800
325,9
9,3
4,6
59,8
104,7
28,4%
15,7%
14,2%
38%
13%
Kebutuhan Zat Gizi
Energi (kkal) 1297,7
Protein (gram) 64,2
Zat Gizi Lemak Karbohidrat (gram) (gram) 40,6 176,5
Intake Makanan Pasien
146,3
7,1
3,9
% Asupan
11%
11%
9,6
Kebutuhan Zat Gizi Intake Makanan Pasien % Asupan
Tanggal 11-12 November 2018
Serat (gram) 10
Na (mg)
19,7
0,2
191,95
11%
2%
23,9%
Berdasarkan hasil pengamatan dari awal kasus sampai akhir kasus tanggal 09 November sampai 12 November 2018 didapatkan hasil asupan pasien dari rumah sakit. Dari hasil monitoring diketahui bahwa asupan pasien selama dirumah sakit masih kurang terpenuhi sesuai kebutuhannya. Persentasi asupan pasien dapat dilihat pada grafik berikut :
800
1. Asupan Energi 30
25
28.4
22.9
20
15
Persentase 11
10
5
0 09-11-18
10-11-18
11-11-18
Asupan energi pasien sejak awal kasus hingga akhir kasus mengalami penurunan dengan persentase masuk dalam kategori defisit berat dikarenakan menurunnya nafsu makan pasien, pasien mengeluh nyeri pada abdomen dan mual saat makan, oleh karena itu pada setiap di lakukan recall sisa makanan menggunakan Comstock makanan pasien tidak pernah menghabiskan makanannya. Gangguan nafsu makan sendiri merupakan gangguan klinis yang penting namun sering kali diabaikan (Grilo dan Mitchell, 2010). Nafsu makan berkurang ketika keinginan untuk makan tidak sebanyak kondisi sebelumnya, atau disebabkan oleh suatu penyakit atau kelainan tertentu. Berkurangnya nafsu makan diyakini sebagai faktor utama terjadinya kurang gizi dan dapat berdampak pada penurunan berat badan yang tidak disengaja (Vorvick, 2010).
2.
Asupan Protein 30
27.9
25
20 15.7 15
Persentase 11
10
5
0
09-11-18
10-11-18
11-11-18
Asupan protein pasien pada tanggal 09 November sampai dengan 12 November 2018 mengalami penurunan dan dikategorikan defisit berat dikarenakan menurunnya nafsu makan pasien, pasien mengeluh nyeri pada abdomen dan mual saat makan, oleh karena itu pada setiap di lakukan recall sisa makanan menggunakan Comstock makanan pasien tidak pernah menghabiskan makannya. Protein berguna untuk melindungi supaya keseimbangan asam dan basa di dalam darah dan jaringan terpelihara, selain itu juga mengatur keseimbangan air di dalam tubuh. Selain fungsi tersebut, menurut Joko Pekik (2006) protein juga berfungsi sebagai: a) Membangun sel tubuh b) Mengganti sel tubuh c) Membuat air susu, enzim dan hormon d) Membuat protein darah e) Menjaga keseimbangan asam basa cairan tubuh
f) Pemberi kalori
3. Asupan Lemak 30 25.2 25 20 14.2
15
Persentase
9.6
10 5 0 09-11-18
10-11-18
11-11-18
Asupan lemak pasien dari awal pemorsian 09 November sampai akhir tanggal 12 November 2018 tidak mengalami peningkatan dikategorikan defisit berat dikarenakan menurunnya nafsu makan pasien, pasien mengeluh nyeri pada abdomen dan mual saat makan, oleh karena itu pada setiap di lakukan recall sisa makanan menggunakan Comstock makanan pasien tidak pernah menghabiskan makanannya. Fungsi utama lemak adalah memberikan tenaga kepada tubuh. Satu gram lemak dapat dibakar untuk menghasilkan sembilan kalori yang diperlukan tubuh. Disamping fungsinya sebagai sumber tenaga, lemak juga merupakan bahan pelarut dari beberapa vitamin yaitu vitamin: A, D, E, dan K. Menurut Sunita almatsier (2009) klasifikasi lipida menurut fungsi biologisnya di dalam tubuh yaitu:
Lemak simpanan yang terutama terdiri atas trigliserida yang
disimpan di dalam depot-depot di dalam jaringan tumbuh-tumbuhan dan hewan. Lemak
merupakan simpanan sumber zat gizi esensial. Komposisi asam lemak trigliserida simpanan lemak ini bergantung pada susunan lemak.
4. Asupan Karbohidrat 40
38
35 30 25 20
19.3 Persentase
15 11 10 5 0 09-11-18
10-11-18
11-11-18
Asupan karbohidarat pasien dari tanggal 09 November 2018 sampai 12 November 2018
tidak ada mengalami peningkatan dan masuk kategori berat dikarenakan
menurunnya nafsu makan pasien, pasien mengeluh nyeri pada abdomen dan mual saat makan, oleh karena itu pada setiap di lakukan recall sisa makanan menggunakan Comstock makanan pasien tidak pernah menghabiskan makanannya.
Karbohidrat
merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon, hidrogen dan oksigen. Sebagai salah satu jenis zat gizi, fungsi utama karbohidrat adalah penghasil energi di dalam tubuh. Tiap 1 gram karbohidrat yang dikonsumsi akan menghasilkan energi sebesar 4 kkal dan energi hasil proses oksidasi (pembakaran) karbohidrat ini kemudian akan digunakan oleh tubuh untuk menjalankan berbagai fungsi-fungsinya seperti bernafas, kontraksi jantung dan otot serta juga untuk menjalankan berbagai aktivitas fisik seperti berolahraga atau bekerja (irawan,2007).
5. Asupan Serat 16 14 14 12 10 Persentase 8
7
Column1 Column2
6 4 2 2 0 09-11-18
10-11-18
11-11-18
Asupan serat pasien dari awal pemorsian dari tanggal 9 Novemver 2018 sampai 12 November 2018 tidak mengalami peningkatan karena pasien tidak suka mengkonsumsi sayur dan buah baik yang disediakan keluarga ataupun yang diberikan dari Rumah Sakit. Serat makanan dari jenis viscous, seperti gums dan zat pectin, memperlambat pengosongan lambung dan memperlambat penyerapan usus terhadap glukosa, asam amino dan obat-obatan seperti digoxin dan acetaminophen. Serat juga berhubungan dengan peningkatan asam empedu pada usus dan pengeluaran feses. Efek serat pada usus kecil dianggap karena kemampuannya untuk meningkatkan ketebalan lapisan air dan bertindak sebagai penghalang untuk difusi nutrisi ke brush border enterocyte. Preparat viscous fiber akan menstabilkan emulsi lipid. Preparat viscous fiber digunakan dalam manajemen diabetes, serta mengurangi kadar kolesterol serum hiperlipidemia (Maurice and Shils, 2005).
6. Asupan Natrium 50
45.5
45 40 35 30 23.9
25
Persentase Column1
20
Column2 13
15 10 5 0 09-11-18
10-11-18
11-11-18
Asupan natrium pasien dari awal pemorsian dari tanggal 9 November 2018 sampai 12 November 2018 tidak mengalami peningkatan yang signifikan karena pasien tidak menghabiskan makanannya dan pasien memiliki kebiasaan pada setiap kali makan selalu menambahkan kecap. Ion natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraselular tubuh yang mempunyai fungsi menjaga keseimbangan cairan dan asam basa tubuh, serta berperan dalam transmisi saraf dan kontraksi otot (Almatsier, 2008). Sebagai kation utama dalam cairan ekstraseluler, natrium mengatur tekanan osmosis yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel. Secara normal tubuh dapat menjaga keseimbangan antara natrium di luar sel dan kalium di dalam sel. Melalui mekanisme keseimbangan, tubuh berusaha agar cairan di dalam tubuh setiap waktu berada dalam jumlah yang tetap/konstan (Almatsier, 2001).
7. Asupan Selama 3 hari 1600 1400
Axis Title
1200 1000 800
600 400 200 0 Energi
Protein
Lemak
Karbohidr at
serat
natrium
Asupan
246.2
11
5.8
36.5
7.6
221
Kebutuhan
1381.4
33.2
30.6
224.47
22
870
17.8
33
18.9
16
34.5
25
%Asupan
Berdasarkan grafik, asupan zat gizi energi, protein, karbohidrat dan serat tidak ada peningkatan dan untuk asupan lemak mengalami peningkatan karena pasien selalu mengkonsumsi 25% - 75% lauk sumber hewani yang diberikan. Setelah dilakukan wawancara terhadap keluarga pasien diketahui nafsu makan pasien menurun karena pasien tidak mau makan dan selalu mengeluh nyeri pada bagian abdomen dan mual. Hal tersebut menyebabkan penurunan asupan energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat. Berdasarkan grafik diatas secara keseluruhan, rata-rata asupan pasien selama 3 hari masih belum memenuhi kebutuhan karena hasil asupan rata-rata energi pasien 17,8% (defisit berat), protein 33% (defisit berat), lemak 18,9 % (Normal) , karbohidrat 16% (defisit berat), serat 34.5% (defisit berat) dan natrium 25% (defisit berat).
BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan 1. Tn. TM masuk rumah sakit pada tanggal 06 N0vember 2018 dengan diagnose Anemia renal, Aneurisma aorta, Ht st I, HF, Bistropeni. 2. Hasil antropomentri pasien pada awal masuk yaitu BB estimasi 41,5 kg, BBI 52,2 kg , TB 158 dan status gizi berdasarkan LILA 68,4% (Gizi Buruk). Fisik Klinis yaitu TD 140/90 (Tinggi), Nadi 62x menit (tinggi), Respirasi 23x (cepat) dan suhu tubuh 36,7°C (normal). Keadaan umum pasien compos mentis, pasien mengalami mual, muntah, sesak nafas dan nyeri pada abdomen. 3. Diagnose gizi pasien NI-2.1 Kekurangan Intake Makanan dan Minuman Oral berkaitan dengan menurunnya nafsu makan, menurunnya kemampuan mengunyah, lemas, mual, dan pusing ditandai dengan asupan zat gizi Energi, Lemak dan Karbohidrat pasien kurang dari 80%.
NI- 5.4 Penurunan
Kebutuhan Zat Gizi (Spesifik) berkaitan dengan adanya Hipertensi ditandai dengan TD 140/90 mmHg. NI- 5.8 Inadekuat Intake Serat berkaitan dengan pasien tidak suka mengkonsumsi buah dan sayuran ditandai dengan pasien mengalami konstipasi.
NC- 1.2 Kesulitan mengunyah berkaitan dengan
pasien menggunakan gigi palsu ditandai dengan pasien tidak dapat mengkonsumsi makanan padat. NB- 2.5 Kualitas Gizi yang buruk dalam kehidupan berkaitan dengan pengetahuan yang kurang berhubungan dengan nutrisi dan makanan ditandai dengan status gizi berdasarkan LILA 68,4% (Defisit berat). 4. Pasien diberikan diet Jantung dan Rendah garam dengan bentuk makanan lembek, cara pemberian oral dan frekuensi pemberian 3x/hari makanan utama dan 3 selingan.
5. Hasil monitoring dan evaluasi antropometri BB dan TB pasien tidak mengalami perubahan. Untuk hasil biokimia pada akhir kasus tidak ada pemeriksaan laboratorium. 6. Untuk hasil fisik dan klinis, tekanan darah pasien berangsur normal, suhu tubuh normal, nadi dan respirasi berangsur normal. Pasien mengalami mual,sesak nafas, nyeri pada abdomen. 7. Sedangkan rata-rata asupan selama 3 hari masih belum dapat memenuhi kebutuhan karena hasil asupan energi pasien 17,8% (defisit berat), protein 33% (defisit berat), lemak 18,9 % (Normal) , karbohidrat 16% (defisit berat), serat 34,5 % (defisit berat) dan natrium 25% (defisit berat).
B. Saran 1. Diharapkan pasien selalu melakukan control kesehatan secara rutin dan rutin melakukan konsultasi gizi di Rumah Sakit. 2. Diharapkan keluarga bisa memberikan motivasi pada pasien untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2. Almatsier, 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 3. Almatsier, S. 2008. Penuntun Diet edisi baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 4. Almatsier, S. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. 5. Wang, T. D., & Emurian, H. H. 2005. An overview of online trus: concepts elements, and implications. Computers in Human Behavior, 21. 105-125. 6. Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta. 7. Guyton, A.C., John E. Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC. Jakarta. 8. Nafrialdi. 2009. Antihipertensi. Sulistia Gan Gunawan (ed). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 9. Oparil, S., Zaman, MA., Calhoun, DA. 2003. Pathogenesis of Hypertension, Ann Intern Med 2003. 10. Sunardi, Tuti. 2000. Hidangan Sehat untuk Penderita Hipertensi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 11. Aru WS, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 12. Dalton, C., & Schmidt, R., 2008, Diagnosis and Treatment of Anemia of Chronic Kidney Disease in the Primary Care Setting, dalam The Journal for Nurse Practitoners-JNP, hal 194-199. 13. Lankhorst,
C.E.,
Wish,
J.B.,
2010,
Anemia
in
Renal
Disease:
Diagnosis
andManagement, Blood Reviews.,24, 39–47. 14. Bakta, I.M., 2006, Pendekatan Terhadap Pasien Anemia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Keempat, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 15. Djoko Pekik.2006. Panduan Gizi Lengkap. Yogyakarta: Andi
16. Soeharto, Iman (2004). Penyakit Jangtung koroner dan Serangan jantung. Jakarta Penerbit PT Gramedia Pustaka utama. 17. Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta 18. Babitt, J.L., Lin, H.Y., 2012, Mechanisms of Anemia in CKD, Journal American Society of nephrology; 23: 1631-1634. 19. PERNEFRI, 2011, Konsensus Manajemen Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik, Perhimpunan Nefrologi (PERNEFRI), Jakarta, 3-48. 20. Greer , D. M. et al., 2008. Comprehensive Meta-Analysis Impact of Fever on Outcome in Patients With Stroke. Journal of American Heart Association, Volume 39, pp. 30293035. 21. Pratiwi, S.A., 2009, Pengaruh Pemberian Jus Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) terhadap Perubahan Warna Gigi pada Proses Pemutihan Gigi Secara In Vitro, Laporan Penelitian, Universitas Diponegoro, Semarang (Abstr.). 22. Friedman, 1998. Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC. 23. Grilo, C.M. & Mitchell J.E., 2010, The treatment of eating disorders: A clinica handbook, 417-427, The Guildford Press, New York. 24. Vorvick, L. 2010. "Dengue hemorrhagic fever" MedlinePlus.2011 25. Irawan, M.A., 2007. Glukosa dan Metabolisme Energi. Sport Science Brief. 1(6):12-5. 26. Maurice E.Shils., Moshe Shike., A Catharine Ross., et al. 2006. Modern Nutrition Health And Disease 50th Anniversary Edition Vol.1. Lippicott Williams & Wilkins, Phiadelphia, Baltimore, New York. 27. Gray Huon H., Keith D Darwin., Iain A Simpson., John M. Morgan. Lecture Notes: Kardiologi Edisi Keempat. Alih bahasa Prof. Dr. H. Azwar DAFK, Sp.FK dan dr. Asri Dwi Rachmawati. Jakarta: Erlangga; 2002.