Asma, Rahmat Defina - Copy.docx

  • Uploaded by: Rahmatch M U Smile
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Asma, Rahmat Defina - Copy.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,954
  • Pages: 44
Case

SERANGAN ASMA AKUT DERAJAT BERAT

Oleh: Rahmat M. Usman, S.Ked

04054821820102

Defina Yunita, S.Ked

04054821820022

Pembimbing: dr. Nova Kurniati, Sp.PD KAI

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2018

1

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 BAB II LAPORAN KASUS ....................................................................... 2 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 1. .. Definisi .............................................................................................. 12 2. .. Epidemiologi ..................................................................................... 12 3. .. Faktor Resiko .................................................................................... 13 4. .. Faktor Pencetus ................................................................................. 14 5. .. Klasifikasi ......................................................................................... 14 6. .. Patofisiologi Asma ............................................................................ 16 7. .. Diagnosis ........................................................................................... 18 8. .. Diagnosis Banding ............................................................................ 21 9. .. Penatalaksanaan ................................................................................ 22 10. Komplikasi ........................................................................................ 33 11. Prognosis ........................................................................................... 33 BAB IV ANALISIS KASUS ....................................................................... 34 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 38

2

BAB I PENDAHULUAN Asma adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan peradangan saluran napas kronis. itu didefinisikan oleh riwayat gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas, sesak dada dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu dan intensitas, bersama dengan keterbatasan variabel aliran udara ekspirasi.1 Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia, terutama pada usia dini.2 Berdasarkan data World Health Organization (WHO), hingga saat ini jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.3 Mempertimbangkan urbanisasi pada populasi Asia, prevalensi kejadian asma cenderung meningkat pada negara berkembang. Dengan kesamaan riwayat genetik, tempat tinggal juga berpengaruh dalam risiko asma pada masa kanak-kanak. Asma pada dewasa mungkin didapat dari penyakit masa kanak-kanak, atau didapat akibat paparan iritan lingkungan atau pekerjaan. Secara keseluruhan, prevalensi kejadian asma di Asia pada orang tua 1,3-15,3%; dimana memiliki kecenderungan yang tinggi.4 Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.5 Sebuah penelitian di Pekanbaru menunjukkan data kelompok umur terbanyak yang menderita asma adalah 25 – 34 tahun dengan jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki.6 Tingginya jumlah penderita asma menunjukkan bahwa asma merupakan salah satu jenis penyakit yang memiliki pengaruh bagi kesehatan manusia. Asma dapat menunjukkan berbagai gejala dari ringan hingga berat dan dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang ringan maupun berat hingga dapat menyebabkan kematian bila tidak mendapatkan penanganan yang sesuai. Oleh karena itu, perlu pembelajaran lebih lanjut mengenai asma.

3

BAB II LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI •

Nama

: Ny. S binti M.A



Umur

: 46 tahun



Jenis kelamin

: Perempuan



Alamat

: JL. Mandiri 2, no 15,Rt 23, RW 22, Talang Kelapa, Kota Palembang



Status

: Menikah



Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga



Agama

: Islam



MRS

: 30 Oktober 2018

B. ANAMNESIS (Autoanamnesis dan Alloanamnesis pada tanggal 30 Oktober pukul 16.30 WIB)

Keluhan utama Sesak napas hebat sejak 2 jam SMRS. Keluhan tambahan Batuk sejak 5 jam SMRS. Riwayat perjalanan penyakit Sejak 5 jam SMRS pasien mengeluh batuk disertai sesak napas, nafas terasa seperti tertindih beban berat, sesak timbul setelah terkena hujan lebat, sesak tidak hilang dengan istirahat atau dengan pemberian obat yang biasa pasien gunakan, sesak disertai dengan bunyi mengi (+) yang terdengar tanpa stetoskop, pasien juga mengeluh batuk, terutama di pagi dan malam hari, berdahak, warna putih encer, pasien terkadang terbangun pada malam hari karena sesak, sesak tidak berkurang ketika berubah posisi. BAB dan BAK biasa, pilek (-),demam (-), nyeri dada (-), mual (-), muntah (-), sakit saat

4

menelan (-), penurunan berat badan akhir-akhir ini (-), BAB dan BAK tidak ada perubahan dari biasanya. Batuk bertambah berat pada malam hari. Sejak 2 jam SMRS, sesak dirasakan semakin hebat, disertai mengi (+) yang dapat didengar tanpa stetoskop, pasien tampak gelisah dan duduk membungkuk untuk mengurangi sesak, pasien hanya bisa berkata sepatahsepatah kata

(per satu kata), pasien tampak lemas, pasien lebih nyaman

duduk daripada berbaring, dan mengaku pandangan mulai kabur. Pasien lalu dibawa

ke

IGD

RSMH.

Riwayat penyakit dahulu: -

Riwayat Asma (+) sejak 20 tahun yang lalu. Dalam satu tahun terakhir muncul ± 3x serangan akut seperti saat ini, namun hanya sekarang yang masuk rumah sakit. Dalam satu bulan ini, pasien sudah 2 x terbangun pada malam hari karena batuk dan sesak. Sesak muncul biasanya saat cuaca dingin seperti hujan atau AC, sesak juga timbul setelah pasien melakukan aktivitas seperti menyapu lantai rumah atau mengepel, sesak biasanya hilang dengan istirahat atau menjauhi udara dingin.

-

Pasien mengkonsumsi obat inhalasi semprot yang digunakan 3 kali dalam seminggu, namun pasien lupa namanya, pasien menggunakan obat ini baru 1 tahun terakhir, pasien mengatakan keluhan asma sedikit berkurang dibanding sebleum menggunakan obat. Pasien tidak rutin memeriksakan penyakitnya ke dokter atau klinik.

-

Riwayat darah tinggi disangkal

-

Riwayat serangan jantung disangkal

-

Riwayat kencing manis disangkal.

-

Riwayat sakit ginjal disangkal.

Riwayat penyakit keluarga -

Riwayat asma (+) yang diderita oleh Ayah pasien.

5

Riwayat Kebiasaan -

Riwayat atopi (+): Pasien sering pilek dan bersin-bersin di pagi hari, atau terkena paparan debu atau asap rokok,pasien mengatakan alergi terhadap udang

Riwayat Sosioekonomi -

Penderita sudah berkeluarga.

-

Pasien memiliki 5 orang anak.

-

Pasien tinggal bersama anak dan menantu pasien.

-

Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 170/110 mmHg

Nadi

: 122 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup

Pernafasan

: 32 x/menit, reguler, SpO2 95% dengan O2 8L/m

Suhu

: 37° C

Berat badan

: 62 kg

Tinggi badan

: 160 cm

IMT

: 24,21 kg/m2

Status gizi

: Overweight

Keadaan spesifik Kepala Normosefali, simetris, ekspresi sakit sedang, deformasi (-).

Mata

6

Eksophtalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, diameter 3 mm, reflek cahaya (+/+), pergerakan mata ke segala arah baik.

Hidung Deformitas (-) sekret (-), septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik, tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan.

Telinga Deformitas (-), MAE lapang, sekret (-), tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-), pendengaran tidak dinilai. Mulut Bibir kering (-), sianosis (-), sariawan (-), gusi berdarah (-), lidah berselaput (-),atrofi papil lidah (-), Tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)

Leher Pembesaran kelenjar getah bening (-), Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5-2) cmH2O, kaku kuduk (-)

Thoraks Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-)

Pulmo I : Statis,dinamis simetris kanan = kiri, Barrel Chest (-), pelebaran sela iga (-), retraksi (+) suprasternal dan intercostal P : Stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-) P : Sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-), batas paru hepar ICS VI, peranjakan (+) 1 sela iga A: Bronchovesikular (+), ekspirasi memanjang (+), ronkhi (-), wheezing (+) ekspirasi, terdengar tanpa stetoskop Cor

7

I : Ictus cordis tidak terlihat P : Ictus codis tidak teraba P : Batas jantung atas: Linea parasternalis sinistra ICS II Batas jantung kanan: Linea parasternalis dextra Batas jantung kiri:Linea midclavicularis sinistra ICS VI A : HR=122 x/menit, BJ I dan II (+), reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen I : Datar, venektasi (-), tumor (-), pusat tidak menonjol P : Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal (-) P : Timpani, nyeri ketok (-), shifting dullnes (-), undulasi (-) A : Bising usus (+) normal

Alat kelamin : tidak dinilai

Extremitas atas Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, merah dan bengkak pada sendi (-), edema (-), jaringan parut (-), pigmentasi normal, akral hangat, clubbing finger (-), turgor kembali cepat.

Extremitas bawah Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, merah dan bengkak pada sendi (-), edema (-), jaringan parut (-), pigmentasi normal, akral hangat, turgor kembali cepat.

Kulit Warna sawo matang, efloresensi (-), scar (-), ikterus pada kulit (-), sianosis (-), spider nevi (-), pucat pada telapak tangan dan kaki (-), pertumbuhan rambut normal.

KGB

8

Tidak ada pembesaran dan nyeri tekan KGB pada daerah axilla, leher, inguinal dan submandibula.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah rutin, analisis gas darah. tes spirometri, Thorax X-Ray. E. DIAGNOSIS Serangan Asma Akut Derajat Berat G. TATALAKSANA AWAL Farmakologis -

Oksigenasi, NRM 8 l/menit

-

Nebulisasi Salbutamol + Ipatropium bromide, ulangi setiap 20 menit sampai maksimal 3 kali pemberian.

-

Candesartan 1 x 8 mg po

-

Amlodipin 1 x 5 mg po

-

Metilprednison 3 x 4 mg po

-

Budesonid/formoterol 3 x 160/4,5 mcg inhaler

Non farmakologis - Edukasi mengenai asma o Menginformasikan kepada pasien bahwa pasien mengalami serangan asma o Menginformasikan kepada pasien bahwa asma merupakan penyakit yang disebabkan karena terjadi penyempitan pada saluran pernafasan pasien karena pasien terlalu sensitif terhadap zat tertentu. o Menganjurkan pasien untuk mencari tahu zat tersebut dan memberi tahu pasien untuk menghindari zat tersebut. o Memberi

tahu

pasien

untuk

rutin

kontrol

mengkonsumsi obat sesuai anjuran dari dokter.

9

berobat

dan

o Pasien harus segera ke dokter bila pasien kesulitan bernapas saat istirahat, harus membungkuk ke depan untuk bernapas, hanya dapat berbicara beberapa patah kata (bukan kalimat), gelisah, bingung, mengi kencang atau tidak ada mengi sama sekali, atau pasien terlihat sangat lelah o Edukasi tentang pemebrian obat yang benar dan kepatuhan pasien dalam berobat. -

Istirahat

H. PROGNOSIS -

Quo ad vitam

: bonam

-

Quo ad functionam

: bonam

-

Quo ad sanationam

: dubia ad bonam

J. FOLLOW UP Perkembangan Di Instalasi Gawat Darurat (30 Oktober 2018) Pukul

16.30 WIB

17.00 WIB

17.30 WIB

Sensorium

CM

CM

CM

TD

170/110

160/100

150/90

Nadi

122x

120x

104x

RR

32

30

24

T

36,1

36,1

36,1

SpO2

95%

97%

99%

Bicara

Perkata

Perkata

Kalimat utuh

Posisi

Duduk

Duduk

Duduk

Iritabilitas

Gelisah

Gelisah

Tidak gelisah

+

-

+

-

Penggunaan

otot +

bantu respiratorik Retraksi

dinding +

10

dada Wheezing

+

+

Tanggal S O: Kesadaran TD Nadi Pernafasan Suhu Kepala Leher Thorax: Jantung Paru-paru Abdomen Eksterimitas

30-10-2018 (pukul 16.30 WIB) Sesak napas disertai mengi

A

Serangan Asma Akut Derajat Berat

P

Farmakologis - Oksigenasi, NRM 8 l/menit

Compos mentis 170/110 mmHg 122x/menit, reguler I/T cukup 32 x/menit 36,1oC Conjungtiva palpebra pucat (-), Sklera ikterik (-) JVP (5-2) cmH2O Pembesaran kelenjar getah bening (-) HR 122 x/menit. Murmur (-), gallop (-) Retraksi (+) Brochovesikular (+). Ronkhi (-), Wheezing (+) Datar. Lemas. Hepar dan lien tidak teraba Edema pretibia (-)

-

Nebulisasi Salbutamol + Ipatropium bromida

-

Candesartan 1 x 8 mg po

-

Amlodipin 1 x 5 mg po

-

Metilprednison 3 x 4 mg po

Non farmakologis - Edukasi mengenai asma - Istirahat - Hindari faktor pencetus Tanggal S

+

30-10-2018 (pukul 17.00 WIB) Sesak napas berkurang

11

O: Kesadaran TD Nadi Pernafasan Suhu Kepala Leher Thorax: Jantung Paru-paru Abdomen Eksterimitas

Compos mentis 160/100mmHg 120x/menit, reguler I/T cukup 30 x/menit 36,1oC Conjungtiva palpebra pucat (-), Sklera ikterik (-) JVP (5-2) cmH2O Pembesaran kelenjar getah bening (-) HR 120 x/menit. Murmur (-), gallop (-) Brochovesikular (+). Ronkhi (-), Wheezing (+) Datar. Lemas. Hepar dan lien tidak teraba Edema pretibia (-)

A

Serangan Asma Akut Derajat Berat

P

Farmakologi : -

Oksigenasi, NRM 8 l/menit

-

Nebulisasi Salbutamol + Ipatropium bromida

-

Candesartan 1 x 8 mg po

-

Amlodipin 1 x 5 mg po

-

Metilprednison 3 x 4 mg po

Non farmakologis - Edukasi mengenai asma - Istirahat - Hindari faktor pencetus

Tanggal S O: Kesadaran TD Nadi

30-10-2018 (pukul 17.30 WIB) Sesak napas berkurang Compos mentis 140/90 mmHg 104x/menit, reguler I/T cukup

12

Pernafasan Suhu Kepala Leher Thorax: Jantung Paru-paru Abdomen Eksterimitas

24 x/menit 36,1oC Conjungtiva palpebra pucat (-), Sklera ikterik (-) JVP (5-2) cmH2O Pembesaran kelenjar getah bening (-) HR 104 x/menit. Murmur (-), gallop (-) Brochovesikular (+). Ronkhi (-), Wheezing (-) Datar. Lemas. Hepar dan lien tidak teraba Edema pretibia (-)

A

Serangan Asma Akut Derajat Berat

P

Farmakologis Oksigenasi, NRM 8 l/menit -

Nebulisasi Salbutamol + Ipatropium bromida

-

Candesartan 1 x 8 mg po

-

Amlodipin 1 x 5 mg po

-

Metilprednison 3 x 4 mg po

Non farmakologis - Edukasi mengenai asma - Istirahat - Hindari faktor pencetus

13

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Asma adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan peradangan saluran napas kronis. itu didefinisikan oleh riwayat gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas, sesak dada dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu dan intensitas, bersama dengan keterbatasan variabel aliran udara ekspirasi.1 Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemen selular. Inflamasi kronik ini terkait dengan hiperreaktivitas saluran napas, pembatasan aliran udara, gejala respiratorik dan perjalanan penyakit yang kronis. Episode ini biasanya terkait dengan obstruksi aliran udara dalam paru yang reversibel baik secara spontan ataupun dengan pengobatan.7

2.

Epidemiologi Asma merupakan penyakit pernapasan kronis dan sering terjadi yang memengaruhi 1-18% populasi dari negara berbeda. Asma dikarakteristikkan sebagai gejala yang bervariasi seperti mengi, sesak nafas, sesak pada dada dan/atau batuk, dan keterbatasan variabel aliran udara ekspirasi.1 Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia, terutama pada usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan perempuan.2 Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.3 Kumpulan karakteristik demografi, klinis, dan / atau patofisiologi yang dapat dikenali sering disebut fenotipe asma. Fenotipe asma antara lain:1 -

Asma alergi: merupakan fenotipe asma yang mudah dikenali, dimana sering terdapat pada riwayat kanak-kanak dan berhubungan dengan riwayat penyakit

14

dahulu dan riwayat penyakit keluarga seperti eczema, rinitis alergi, atau alergi obat/makanan. Pemeriksaan sputum sebelum terapi biasanya terdapat inflamasi eosinofilik pada jalan napas. Pasien dengan fenotip asma ini biasanya respon baik terhadap terapi inhalasi kortikosteroid. -

Asma non alergi: beberapa pasien yang memiliki asma tidak memiliki hubungan dengan alergi. Profil seluler pada sputum bisa terdapat neutrofilik, eosinofilik, atau terdapat beberapa sel inflamasi (paucigranulocytic). Pasien dengan asma non alergi biasanya sedikit yang respon terhadap kortikosteroid inhalasi.

-

Late-onset asthma: beberapa pasien, biasanya wanita, terdapat asma yang terjadi pertama kali pada masa dewasa. Pasien biasanya non-alergi, dan sering mendapat inhalasi kortikosteroid dosis yang lebih tinggi atau biasanya bertahan dengan terapi kortikosteroid.

-

Asma dengan keterbatasan aliran udara tetap: beberapa pasien dengan longstanding asthma menjadi keterbatasan aliran udara tetap yang disebabkan oleh remodelling dari dinding saluran napas.

-

Asma dengan obesitas: pasien obesitas dengan asma memiliki gejala pernapasan yang prominen dan terdapat sedikit eosinofil pada inflamasi saluran napas.

3. Faktor Pencetus Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan oleh reaksi inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa faktor pencetus yang sering menjadi pencetus serangan asma adalah: 1. Faktor Lingkungan a. Alergen dalam rumah b. Alergen luar rumah 2. Faktor Lain a. Alergen makanan b. Alergen obat – obat tertentu c. Bahan yang mengiritasi

15

d. Ekspresi emosi berlebih e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif f. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan 4. Klasifikasi1 Tingkat keparahan asma dinilai secara retrospektif dari tingkat perawatan yang diperlukan untuk mengontrol gejala dan eksaserbasi. Tingkat keparahan asma dapat dinilai ketika pasien telah menjalani perawatan kontrol secara teratur selama beberapa bulan: a. Asma ringan atau sedang: asma yang terkontrol baik dengan terapi reliever inhaler jika perlu, atau ditambah dengan controller dosis rendah seperti kortikosteroid inhalasi dosis rendah, antagonis reseptor leukotriene atau chromones. b. Asma berat : asma yang terkontrol baik dengan terapi 1 atau 2 controller ditambah dengan reliever jika perlu, seperti inhalasi kortikosteroid dosis rendah atau LABA. c. Serangan Asma yang mengancam nyawa: asma yang membutuhkan terapi 2 atau lebih controller ditambah dengan reliever jika perlu atau pengobatan dengan inhalasi kortikosteroid dosis tinggi atau LABA, untuk mencegah menjadi asma tidak terkontrol. Meskipun kebanyakan pasien asma dapat mencapai kontrol gejala yang baik dan eksaserbasi minimal dengan perawatan pengontrol biasa, beberapa pasien tidak akan mencapai satu atau kedua tujuan ini bahkan dengan terapi maksimal. pada beberapa pasien hal ini disebabkan oleh asma berat yang sulit disembuhkan, tetapi pada banyak pasien lain, hal ini disebabkan oleh komorbiditas, persistensi eksposur lingkungan, atau faktor psikososial. Penting untuk membedakan antara asma berat dan asma tidak terkontrol, karena yang terakhir adalah alasan yang jauh lebih umum untuk gejala dan eksaserbasi yang persisten, dan mungkin lebih mudah ditingkatkan. Permasalahan umum yang perlu disingkirkan sebelum diagnosis asma berat antara lain:

16

-

Penggunaan inhaler yang kurang baik (lebih dari 80% dari komunitas pasien)

-

Kepatuhan penggunaan obat yang buruk

-

Diagnosis asma yang kurang tepat, dengan gejala akibat kondisi alternatif seperti disfungsi saluran napas atas, gagal jantung, atau kurang olahraga.

-

Komorbid dan kondisi yang rumit, seperti rhinosinusitis, gastroesophageal reflux, obesitas, dan obstructive sleep apnea.

-

Paparan terus-menerus terhadap agen yang sensitif atau iritan di rumah atau lingkungan kerja

5. Patogenesis Asma Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh hiperreaktivitas saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel epitel yang menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin dan leukotrin yang dapat mengaktivasi target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema, dan hipersekresi mukus. Inflamasi saluran napas pada asma merupakan proses yang sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen dan berbagai sel inflamasi, interaksi antara sel dan mediator yang membentuk proses inflamasi kronik.8 Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama pada malam hari. Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon bronkus berlebihan yaitu penyempitan bronkus akibat berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.8

17

Gambar 1. Patogenesis asma

6. Penegakkan Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Faktor – faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.10 Gambaran Gejala pernafasan yang merupakan karakteristik pasien asma 1. Lebih dari satu gejala (wheezing, nafas pendek, batuk, dada terasa terhimpit) khususnya pada dewasa. 2. Gejala sering memburuk pada malam atau pagi hari. 3. Gejala berubah setiap waktu, begitu juga dengan intensitasnya. 4. Gejala dipicu oleh infeksi virus (cuaca dingin), latihan, pajanan allergen, perubahan cuaca, tertawa, atau iritan seperti asap, rokok atau bau yang kuat.

18

Gejala dibawah ini apabila ditemukan pada pasien akan menurunkan kemungkinan masalah pernafasan tersebut karena asma. 1. Batuk dengan tanpa gangguan sistem pernafasan 2. Produksi sputum kronis 3. Nafas pendek yang berhubungan dengan parastesia, sempoyongan 4. Nyeri dada 5. Latihan menginduksi dispneu dengan inspirasi yang keras1 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang diserta ronki kering, mengi.10 Umumnya pemeriksaan fisik pasien asma itu normal, hal yang abnormal bisanya adanya wheezing ekspirasi saat auskultasi atau terdengar tanpa auskultasi, namun terkadang hal ini dapat negatif atau hanya terdengar dengan ekspirasi paksa. Wheezing dapat tidak ditemukan pada saat serangan asma eksaserbasi berat, karena pada keadaan asma berat akan mengurangi aliran udara sehingga wheezing tidak terdengar (disebut juga silent chest), namun apabila tidak ditangani, pemeriksaan fisik untuk kegagalan respirasi dapat ditemukan. Wheezing bukan merupakan tanda spesifik asma, keadaan sperti disfungsi saluran nafas atas, PPOK, infeksi saluran nafas, atau benda asing. Pemeriksaan hidung juga untu menilai adanya tanda rhinitis alergi dan nasal polyposis.1 Pemeriksaan Laboratorium Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot Leyden).10 Pemeriksaan Penunjang o Lung Function Test Peak expiratory flow rate (PEFR atau FEV) berfungsi untuk mendiagnosis asma dan tingakatannya. o Skin test: Berfungsi untuk mengetahui penyebab dari asma.

19

o Chest X-ray: Berfungsi untuk komplikasi (pneumotoraks) atau untuk memeriksa

pulmonary

shadows

dengan

allergic

bronchipulmonary

aspergilosis o Histamine bronchial provocation test: Untuk mengindikasikan adanya saluran napas yang hiperresponsif, biasanya ditemukan pada seluruh penyakit asma, terutama pada pasien dengan gejala utama batuk. Test ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang mempunyai fungsi paru yang buruk (FEV <1,5L)11 Pemeriksaan spesifik untuk asma: Tabel 2. Tes fungsi paru untuk menilai keterbatasan aliran udara ekspirasi Konfirmasi perubahan laju pernafasan ekspirasi Catatan perubahan massif fungsi paru yang bervariasi (satu atau lebih tes dibawah) dan keterbatasan aliran udara

Setidaknya

satu

tanda

diagnosis

(contoh : ketika FEV1 rendah), dengan mengkonfirmasi

nilai

FEV1/FVC

berkurang (normal > 0.75-0.80 pada dewasa, dan > 0.9 pada anak. Tes reversibility dengan Positive Dewasa : Peningkatan nilai FEV1 > bronchodilator (BD) ( Pemberian 12 % dan > 200 mL dari batas SABA terakhir ≥ 4 jam, pemberian bawah, LABA terakhir ≥ 15 jam).

10-15

menit

setelah

pemberian 200-400 mcg albuterol atau selainnya.

Positive exercise challenge test

Dewasa : Pengurangan FEV1 > 10 % dan > 200 ml dari batas bawah

Positive bronchial challenge test

20

Pasien dengan gejala sistem pernafasan Apakah gejala merupakan tipikal asma? YA NO

Detail riwayat/ pemeriksaan fisik untuk asma Riwayat/pemeriksaan fisik yang mendukung diagnosis asma? NO

YA Urgensi klinis dan kemungkinan diagnosis lain

Hasil Spirometri/PEF dengan reversible test Hasilnya mendukung diagnosis asma?

NO

tentukan riwayat dan pemeriksaan lebih lanjut untuk diagnosis lain Alternatif diagnose terkonfirmasi?

Ulangi pemeriksaan atau diwaktu lain Konfirmasi diagnosis asma?

YA

YA NO

Tatalaksana segera dengan ICS dan p.r.n SABA pantau respon Tes diagnostic dalam 1-3 bulan

YA

Pertimbangkan tatalaksana yang mengarah ke diagnosis lain atau mengacu pada investigasi lain

Tatalaksana sebagai Asma Tatalaksana sesuai alternatif diagnosis

Gambar 2. Algoritma diagnosis pasien Asma secara umum 1

21

NO

Serangan Asma Akut (Eksaserbasi) Definisi Serangan Asma Akut (Eksaserbasi) Eeksaserbasi adalah episode asma dengan karakteristik peningkatan gejala secara progressif seperti shortness of breath, batuk, wheezing atau dada tertekan dan penurunan progressif fungsi paru seperti pergantian keadaan umum pasien biasa hingga membutuhkan pergantian tatlaksana. Eksaserbasi biasanya muncul sebagai respon terhadap pajanan suatu agen external (seperti infeksi virus saluran nafas atas, debu atau polusi) dan atau tidak patuh terhadap pengobatan controller, bagaimanapun eksaserbasi bisa timbul pada pasien dengan tanpa factor risiko, dan eksaserbasi berat dapat menyerang pasien dengan asma terkontrol baik atau mild.

Diagnosis Serangan Asma Akut (eksaserbasi) Eksaserbasi adalah perubahan status gejala dan fungsi paru dari keadaan status biasanya. Penurunan laju ekspirasi dapat dinilai dengan pengukuran fungsi paru seperti PEF atau FEV1 dibandingkan dengan keadaan fungsi paru pasien sebelumnya atau nilai prediksi. Pada keadaan akut, pengukuran ini lebih dapat diterapkan dan merupakan indicator untuk tingkat keparahan eksaserbasi dari pada gejala yang timbul. Eksaserbasi berat dapat mengancam nyawa apabila tidak ditangani dengan cepat dantepat.

Manajemen Eksaserbasi Asma di Pelayanan Primer Menilai derajat keparahan eksaserbasi : Riwayat singkat yang terfokus pada gejala asma dan pemeriksaan fisik yang mendukung diagnosis harus dilakukan dengan cepat dan tepat untuk menegakkan tingkat keparahan asma, apabila pasien menunjukkan gejala yang mengancam nyawa langung tatalaksana dengan SABA, kontrol oksigen, dan kortikosteroid sistemik kemudian segera rujuk ke fasilitas IGD dengan selalu dimonitoring. Sementara asma derajat ringan dapat ditangani di tingkat pelayanan primer seperti puskesmas.

22

Anemnesis : Riwayat penyakit Riwayat penyakit mencakup : - Waktu onset dan penyebab (jika diketahui) dan menyebabkan eksaserbasi - Tingkat keparahan asma, termasuk keterbatasan aktivitas atau mnegganggu tidur setiap gejala akibat anafilaksis - Setiap risiko asma yang dapat menyebabkan kematian - Semua terapi terbaru baik reliver atau controller, termasuk dosis dan penggunaan alat, kepatuhan, setiap dosis yang baru berganti, dan respon setelah terapi.

Pemeriksana fisik Yang harus dinilai : -

Tanda tingkat keparahan eksaserbasi dan vital sign

-

Faktor komplikasi (seperti : anafilaksis, pneumonia, pneumothorax)

-

Tanda kondisi lain yang dapat menyebabkan sesak nafas (seperti gagal jantung, disfungsi saluran nafas atas, inhalasi benda asing atau emboli paru)

Pemeriksaan objektif -

Pulse oxymetri : Tingkat saturasi < 90 % pada anak dan dewasa menunjukkan sinyal membutuhkan terapi lebih agresif

-

PEF pada pasien yang lebih dari usia 5 tahun

Menejemen Eksaserbasi Asma di Fasilitas Instalasi Gawat Darurat Anamnesis Riwayat Perjalanan Penyakit - Riwayat singkat dan pemeriksaan fisik harus dibarengi dengan inisiasi terapi yang tepat Waktu onset dan penyebab (jika diketahui) dan menyebabkan eksaserbasi - Tingkat keparahan asma, termasuk keterbatasan aktivitas atau mengganggu tidur setiap gejala akibat anafilaksis - Setiap risiko asma yang dapat menyebabkan kematian - Semua terapi terbaru baik reliver atau controller, termasuk dosis dan penggunaan alat, kepatuhan, setiap dosis yang baru berganti, dan respon setelah terapi.

23

Pemeriksana fisik Yang harus dinilai - Tanda Tingkat keparahan eksaserbasi dan vital sign - Faktor komplikasi (seperti : anafilaksis, pneumonia, pneumothorax0 - Tanda kondisi lain yang dapat menyebabkan sesak nafas (seperti gagal jantung, disfungsi saluran nafas atas, inhalasi benda asing atau emboli paru).

Pemeriksaan Objektif - Pengukuran nilai fungsi paru ; Sangat direkomendasikan - Saturasi Oksigen : Dimonioring secara berkala - Arterial blood gas : pengukurannya tidak rutin. Dipertimbangkan pada pasien dengan PEF < 50 % nilai prediksi atau untuk mereka yang tidak respon terhadap terapi inisial atau memburuk. Oksigen suplementasi kontol dilanjutkan apabila kadar PaO2 < 6o mmHg dan normal atau penurunan PaCO2 mengindikasikan kegagalan respirasi. - Chest X ray, tidak direkomendasika secara rutin; untuk pasien yang tidak respon terhadap pengobatan dan dimana pneumothorax susah ditegakkan secara klinis. Kriteria masuk rawat inap dengan rawat jalan pada pasien asma serangan akut di IGD : Setelah diberikan tatalaksana yang adekuat, setelah satu jam nilai fungsi paru : Rekomendasi a. Jika sebelum ditatalaksana nilai FEV1 atau PEF < 25% nilai prediksi atau nilai terbaik, atau setelah treatment nilai FEV 1 atau PEF < 40 % nilai prediksi, maka pasien sebaiknya dirawat inap. b. Jika setelah terapi fungsi paru 40-60 % nilai prediksi, rawat jalan dapat dipertimbangkan setelah menilai factor eksaserbasi dan edukasi pasien c. Jika setelah terapi fungsi paru > 60 % nilai prediksi, rawat jalan adalah yang direkomendasikan setelah menilai factor eksaserbasi dan edukasi pasien.

24

Pelayanan primer : Pasien dengan akut atau sub akut eksaserbasi asma

Nilai pasien : apakah asma? Faktor risiko asma yang dapat menyebabkan kematian? Tingkat keparahan eksaserbasi?

Mild atau Moderate Berbicara dalam frasa (gabungan 2 kata atau lebih namun belum membentuk kalimat), lebih nyaman duduk daripada berbaring, tidak gelisah, laju nafas meningkat tanpa penggunaan otot bantu nafas, HR biasanya 100-120 x /menit, saturasi O2 90-95%, PEF > 50 % nilai prediksi

Severe : Berbicara dalam kata, duduk membungkuk ke depan, gelisah, RR > 30 x /m enit, pengggunaan otot bantu nafas jelas terlihat, HR >120 x /menit, saturasi O2 < 90 % dengan nafas biasa, PEF ≤ 50 % nilai prediksi

Mengancam nyawa : mengantuk, bingung, atau silent chest (mengi tidak terdengar lagi)

Mulai tatalaksana SABA : 4- 10 isapan dengan pMDI + spacer, ulangi setiap 20 menit sampai 1 jam. Prednison : dewasa : 1 mg/kgbb, maksimal : 50 mg, anak-anak 1-2 mg/kgbb, max : 40 mg Kontrol oksigen : Target saturasi 93-95 % (anakanak 94-98%)

Urgent

Perburukan Lanjutkan pengobatan : dengan SABA jika dibutuhkan Nilai respon setelah 1 jam (atau kurang darinya lebih baik)

Transfer ke Fasilitas pelayanan akut selama menunggu : Berikan SABA, O2, dan Kortikosteroid sistemik

Membaik Edukasi untuk pemulangan: Reliever : hanya saat dibutuhkan tidak dipakai rutin Controller : Mulai (lihat tabel ), atau Step up 9tabel), edukasi penggunaan inhaler dan kepatuhan Prednisolon : lanjutkan biasanya 5-7 hari (3-5 hari pada anak-anak) Follow up : selama 2-7 hari

Nilai untuk pemulangan : Gejala ; membaik, tidak perlu SABA PEF meningkat, dan 60-80 % nilai prediksi atau terbaik Oksigen ; Saturasi > 94 % di udara terbuka Ketersediaan obat-obatan dirumah ; tersedia

25

Follow up Reliever : hanya saat dibutuhkan bukan rutin Controller : lanjutkan dengan dosis tinggi untuk 1-2 minggu atau 3 bulan, sesuai dengan latar belakang risiko eksaserbasi, termasuk penggunaan inhaler dan kepatuhan Action plan : apakah itu dipahami? apakah itu digunakan dengan tepat? apakah itu perlu modifikasi?

Gambar 3. Algoritma tatalaksana paisen serangan asma di pelayanan primer.

26

Apakah terdapat tanda dibawah ini Mengantuk, Kebingunan, Silent chest

Asessmen awal A : Airways, B : breathing, C : Circulation

Ya

No Lanjut penilaian triase berdasarkan status klinis Berdasarkan keadaan perburukan

Konsul ICU, mulai SABA dan O2, siapkan pasien untuk intubasi

Severe : - Berbicara dalam kata - duduk membungkuk ke depan, gelisah, - RR > 30 x /menit - pengggunaan otot bantu nafas jelas terlihat, - HR >120 x /menit, - saturasi O2 < 90 % dengan nafas biasa, - PEF ≤ 50 % nilai prediksi

Mild atau Moderate - Berbicara dalam frasa (gabungan 2 kata atau lebih namun belum membentuk kalimat) - lebih nyaman duduk daripada berbaring, - tidak gelisah, - laju nafas meningkat tanpa penggunaan otot bantu nafa - HR biasanya 100-120 x /menit, - saturasi O2 90-95%, PEF > 50 % nilai prediksi

- Beri SABA + ipratropium bromide - Kontrol O2, pertahankan saturasi saturasi 93-95 % (anak-anak 94-98 %) - Oral atau IV kortikosteroid - Pertimbangkan IV magnesium - Pertimbangkan high dose ICS

- Beri SABA - Pertimbangkan pemberian ipratropium bromide - Kontrol O2 pertahankan saturasi 93-95 % (anak-anak 94-98 %) - Kortikosteroid oral

Jika terjadi perburukan, tatalaksana derajat berat (severe) nilai kembali untuk ICU

Evaluasi tanda klinis secara berkala periksa fungsi paru pada semua pasien setelah terapi 1 jam dengan inisial treatment

27

FEV1 atau PEF 60-80 % nilai prediksi atau terbaik, dan gejala membaik Moderate Pertimbangkan untuk rawat jalan

FEV1 atau PEF < 60 % nilai prediksi atau terbaik, atau tidak respon secara klinis Severe Lanjutkan tatalaksana diatas dan nilai secara berkala

Gambar 4. Menejemen Eksaserbasi asma akut di fasiliitas pelayanan, seperti Instalasi Gawat Darurat 1

Manejemen diri pasien asma dengan written asthma action plan

Menejemen diri saat perburukan asma pada pasien dewasa dan remaja dengan written asthma action plan Edukasi tentang menejemn asma yang efektif mencakup : - Monitoring diri terhadap gejala dan atau fungsi paru - written asthma action plan - medical review secara reguler

Semua pasien Tingkatkan reliver Tingkatkan controller seawall mungkin nilai respon

awal atau Mild

Jika PEF atau FEV 1 < 60 % atau tidak ada perbaikan setelah 48 jam lanjutkan reliever Lanjutkan controller tambahkan prednisone 40-50 mg/hari hubungi dokter

terlambat atau Severe

28

Penggantian terapi short term (1-2 Level evidence

Pengobatan

minggu) untuk perburukan asma Peningkatan dosis reliver - SABA

Tingkatkan frekuensi SABA dengan A pMDI, tambahkan spacer

-ICS/formoterol

Tingkatkan

frekuensi

penggunaan A

dosis rendah

reliever (max formoterol total 72 mcg/hari

Peningkatan

dosis

controller - Dosis maintenens Lanjutkan maintenens ICS/formoterol A dan

reliever dan

ICS/formoterol

tingkatkan

ICS/formoterol

reliever

seperlunya

(max

formoterol 72 mcg/hari) -

Maintenens

dengan

ICS Setidaknya

double

ICS

: B

SABA pertimbangkan peningkatan ICS dosis

sebagai reliever

tinggi (max: 2000 mcg/hari bersamaan dengan BDP

-

Maintenens Quadruple maintenens ICS/formoterol B

ICS/formoterol dengan

(max dosis 72 mcg/hari

SABA

sebagai reliever -

Maintenens Step

ICS/LABA dengan

up

formulasi

dosis

tinggi D

lain, ICS/LABA jenis lain petimbangkan SABA penambahan

sebagai reliever

maksimum

ICS 2000

dengan BDP Tambahkan Kortikosteroid oral

29

inhaler mcg/hari

(sampai sama

- OCS (prednisone - Tambahkan OCS untuk eksaserbasi A atau prednisolone

berat (seperti PEF atau FEV 1 < 60 % nilai prediksi atau terbaik) atau pasien yang tidak respon dengan pengobatan lebih dari 48 jam. - Dewasa : Prednison 1 mg/kgbb/hari D (maksimum 50 mg) untuk 5-7 hari. Anak-anak

(1-2

mg/kgbb.

hari

(maksimum 40 mg) untuk 3-5 hari - Tapering off tidak perlu untuk B penggunaan OCS < 2 minggu

7. Diagnosis Banding Bronkitis kronik Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani. Emfisema paru Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Gagal jantung kiri Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru. Emboli paru Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).

30

8. Penatalaksanaan Tujuan

utama

penatalaksanaan

asma

adalah

meningkatkan

dan

mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.12 Tujuan penatalaksanaan asma12: -

Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

-

Mencegah eksaserbasi akut

-

Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

-

Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise

-

Menghindari efek samping obat

-

Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel

-

Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.12 Penatalaksanaan di Instalasi Gawat Darurat untuk serangan asma berdasarkan Global Strategy for Asthma management and Prevention, Global Initiative for Asthma. Langkah Penatalaksanaan Asma bukan serangan (bukan eksaserbasi)1 Pedoman GINA 2018 menambahkan keluaran studi keamanan LABA (long acting beta agonist) oleh FDA pada orang dewasa, remaja, dan anak-anak. Kombinasi ICS/LABA dosis rendah dapat digunakan sebagai terapi rumatan untuk orang dewasa dan remaja. Pada pasien yang berisiko, kombinasi ICS/formoterol (budesonide atau beklometason) dosis rendah dilaporkan menurunkan risiko eksaserbasi dan efektif dalam mengontrol gejala asthma.

31

Tabel 3. Pilihan Obat untuk Langkah Penatalaksanaan Asthma GINA 20181 Langkah Langkah I

Pilihan Controller Utama

Pertimbangkan dosis rendah

Langkah II ICS dosis rendah Langkah III

Langkah IV

Langkah V

Pilihan Controller Lainnya

ICS/LABA dosis rendah** ICS/LABA dosis sedang/tinggi Tiotropium*** atau IL-5

Pilihan Reliever

ICS

Leucotriene receptor antagonist (LTRA)

Teofilin dosis rendah* ICS dosis sedang/tinggi ICS dosis rendah + LTRA atau teofilin Tiotropium ICS dosis sedang/tinggi + LTRA atau teofilin anti + Kortikosteroid oral

Short acting beta agonist (SABA) jika perlu

SABA atau ICS/formoterol jika perlu

*Tidak untuk anak <12 tahun **Untuk anak 6-11 tahun, langkah 3 yang direkomendasikan adalah ICS dosis sedang ***Tiotropium menggunakan inhaler adalah terapi tambahan untuk pasien ≥12 tahun dengan riwayat eksaserbasi

32

Diagnosis Kontrol sistem dan factor risiko (termasuk fungsi paru) Teknik pemakaian inhaler & kepatuhan Pengetahuan pasien Gejala Eksaserbasi Efek Samping Kepuasan pasien Fungsi paru

Pengobatan asma Strategi non-farmakologi Tatalaksana factor risiko yang dapat diubah

Yang harus diperhatikan 1. Edukasi mengenai menejemen diri (monitoring diri +rencana terapi berkelenjutan + review regular) 2. Menejemen factor risiko dan komorbiditas (seperti merokok, obesitas dan kecemasan) 3. Menasehati tentang terapi non farmakologi dan strategi seperti aktivitas fisik, kurangi berat badan, dan menghindari apa saja yang dapat mencetuskan asma 4. Mempertimbangkan kenaikan dosis (step up) apabila gejala tidak terkontrol, eksaserbasi, namun pertama, sebelumnya lihat teknik penggunaan obat dan kepatuhan pasien. 5 Perimbangkan penurunan dosis (step down) apabila gejala terkontrol baik selama 3 bulan + risiko rendah eksaserbasi. Menghentikan ICS tidak dianjurkan.

Gambar 3: Langkah Tatalaksana Pasien Asma (GINA 2018) 1

33

Sistem penilaian pasien asma (GINA 2018) 16 berdasarkan terkontrol atau tidak, pada pasien dewasa, remaja dan anak umur 6-11 tahun : Tabel 4. Sistem penilaian pasien asma (GINA 2018) 1 berdasarkan terkontrol atau tidak Tingkat kontrol gejala asma Sistem kontrol asma Gejala Asma timbul lebih dari 2 kali/pecan Apakah terbangun dari tidur malam karena asma Penggunaan obat reliever untuk mengurangi gejala asma lebih dari 2 kali per pekan Apakah ada keterbatasan aktivitas akibat asma

Terkontrol baik

Terkontrol sebagian

Tidak terkontrol

Tidak ada “YA”

1-2 YA

3-4 YA

YA/TIDAK YA/TIDAK

YA/TIDAK

YA/TIDAK

Tabel 5. Rekomendasi penggunaan controller pada pasien asma dewasa dan remaja (GINA 2018) 1. Gejala yang timbul

Anjuran penggunaan Inisial kotroller

Gejala asma yang membutuhkan SABA kurang dari 2 kali per minggu dalam sebulan, tidak ada terbangun malam hari karena asma bulan lalu,dan tidak ada factor risiko untuk eksaserbasi, termasuk tidak ada eksaserbasi tahun lalu Gejala asma kadang kadang, tapi pasien memiliki satu atau lebih factor risiko untuk eksaserbasi, seperti fungsi paru rendah, atau eksaserbasi butuh OCS tahun lalu, atau telah masuk ICU karena asma Gejala asma yang butuh SABA, gejala > 2 x perbulan dan < 2 x per minggu Gejala asma yang butuh SABA dengan gejala > 2 x per minggu Gejala asma hampir setiap hari, atau terbangun malam haru karena asma lebih dari sekali per pecan, terutama apabila terdapat factor risiko Gejala asma inisial dengan asma tak terkontrol berat atau dengan eksaserbasi akut.

Tidak perlu obat controller (Evidance D)

ICS dosis rendah (Evidance D)

ICS dosis rendah (Evidance B) ICS dosis rendah (Evidance A) pilihan lain yang kurang efektif adalah LTRA atau teofilin Medium/high dose ICS (Evidence A) atau low dose ICS/LABA (Evidence A) Kortikosteroid oral dan mulai controller treatment pilihannya : High dose ICS (Evidence A) Moderate dose ICS/LABA (Evidence A)

34

Pengobatan non-medikamentosa 

Penyuluhan



Menghindari faktor pencetus



Pengendali emosi



Pemakaian oksigen

Pengobatan medikamentosa Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.12 Pengontrol (Controllers) Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten.

Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat

pengontrol: 

Kortikosteroid inhalasi



Kortikosteroid sistemik



Sodium kromoglikat



Nedokromil sodium



Metilsantin



Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi



Agonis beta-2 kerja lama, oral



Leukotrien modifiers



Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)



Lain-lain

Glukokortikoid inhalasi Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat

35

serangan dan memperbaiki kualitas hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat). Tabel 6. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi12 Dewasa Obat Beklometason dipropionat Budesonid Flunisolid Flutikason Triamsinolon asetonid Anak Obat Beklometason dipropionat Budesonid Flunisolid Flutikason Triamsinolon asetonid

Dosis rendah

Dosis medium

Dosis tinggi

200-500 ug 200-400 ug 500-1000 ug 100-250 ug 400-1000 ug Dosis rendah

500-1000 ug 400-800 ug 1000-2000 ug 250-500 ug 1000-2000 ug Dosis medium

>1000 ug >800 ug >2000 ug >500 ug >2000 ug Dosis tinggi

100-400 ug 100-200 ug 500-750 ug 100-200 ug 400-800 ug

400-800 ug 200-400 ug 1000-1250 ug 200-500 ug 800-1200 ug

>800 ug >400 ug >1250 ug >500 ug >1200 ug

Glukokortikoid sistemik Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang.

Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium) Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak.

Metilsantin Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru.

36

Agonis beta-2 kerja lama Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil. Tabel 7. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-212 Onset

Durasi (Lama kerja) Singkat Fenoterol Prokaterol Salbutamol/ Albuterol Terbutalin Pirbuterol

Cepat

Lambat

Lama Formoterol

Salmeterol

Leukotriene modifiers Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi.

Kelebihan obat ini adalah

preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil).

Pelega (Reliever) Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk pelega adalah12: 

Agonis beta2 kerja singkat

37



Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).



Antikolinergik



Aminofillin



Adrenalin

Agonis beta-2 kerja singkat Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma.

Metilxantin Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.

Antikolinergik Pemberiannya

secara

inhalasi.

Mekanisme

kerjanya

memblok

efek

penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide.

Adrenalin Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan

38

gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).

Cara pemberian pengobatan Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian pengobatan langsung ke jalan napas (inhalasi) adalah12: 

lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas



efek sistemik minimal atau dihindarkan



beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorpsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada oral.

9. Komplikasi Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah : 1.

Status asmatikus

2.

Atelektasis paru

3.

Hipoksemia

4.

Pneumothoraks

5.

Emfisema

10. Prognosis Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak – kanak dan mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan mengalami serangan ulang.13

39

Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka kematiannya 9%.13

40

BAB IV ANALISA KASUS Pada kasus, pasien datang dengan keluhan sesak nafas 5 jam yang lalu, yang artinya sesak tersebut bersifat akut. Sesak juga timbul setelah pasien melakukan aktivitas seperti menyapu lantai rumah atau mengepel, sesak hilang dengan istirahat atau menjauhi udara dingin. Penting menanyakan deskripsi dari sesak tersebut kepada pasien untuk dapat menyingkirkan beberapa kemungkinan sesak yang disebabkan oleh organ lain. Sesak nafas harus disingkirkan apakah berasal dari jantung atau sistem pernafasan. Sesak nafas yang berasal dari jantung biasanya dipengaruhi oleh aktivitas, atau memberat dengan aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Sesak nafas akibat kelainan sistem pernafasan tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan terkadang tidak berkurang dengan istirahat. Sementara sesak nafas yang berkaitan dengan ginjal dan hati biasanya bersifat kronis, muncul perlahan dan kemudian semakin memberat. Dapat disimpulkan bahwa pada kasus ini pasien mengalami sesak yang disebabkan kelainan pada sistem pernafasan. Diagnosis banding sesak nafas dengan kelainan sistem pernafasan adalah asma, bronkiolitis, bronchitis, pneumonia, emboli paru, pneumothorax, trauma dada, PPOK. Pada penyakit bronkiolitis dan bronchitis didasari oleh infeksi yang terjadi pada paru, pasien bronkiolitis biasanya terjadi pada usia balita, sedangkan pasien bronchitis biasanya terjadi pada anak-anak, dan datang dengan keluhan sesak nafas disertai demam. Pada pneumonia, pasien biasanya datang dengan keluhan sesak nafas, demam, batuk, serta pada pemeriksaan fisik dijumpai ronkhi. Sementara pada kasus ini pasien tidak mengeluhkan demam, namun pasien mengatakan nafas terasa seperti tertindih beban berat, sesak timbul biasanya saat cuaca dingin seperti hujan atau AC, sesak juga timbul setelah pasien melakukan aktivitas seperti menyapu lantai rumah atau mengepel, sesak hilang dengan istirahat atau menjauhi udara dingin. Keluhan sesak nafas pasien asma biasanya sesak berulang, dipengaruhi oleh cuaca atau allergen, serta riwayat atopi atau alergi pada pasien dan keluarga. Pada pasien ini terdapat riwayat asma pada ayah. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya riwayat trauma dada.

41

Pneumotorax bisa disebabkan oleh trauma atau infeksi pada paru, namun pasien tidak memiliki riwayat trauma dan tanda-tanda infeksi. Diagnosis banding terdekat asma adalah PPOK, dimana pada pasien asma biasanya telah didiagnosis pada usia muda, sedangkan PPOK umumnya terjadi pada usia pasien > 40 tahun, gejala pernafasan pada asma dapat bervariasi seiring waktu biasanya membatasi aktivitas. dipengaruhi oleh olahraga, emosi, allergen dan debu sementara PPOK bersifat kronik, biasanya gejala berkelanjutan dengan derajat gejala berubah ubah serta riwayat paparan terhadap gas seperti rokok, pada rontgen dada pasien asma biasanya normal sedangkan pasien PPOK biasanya ditemukan hiperinflasi paru. Pasien ini juga memiliki tubuh overweight, yang merupakan salah satu factor risiko asma. Sebuah penelitian di New Hampshire, beberapa faktor risiko asma pada orang dewasa adalah seorang perokok, yaitu sebesar 21,1%. Lebih dari 30% anak-anak dengan asma tinggal di rumah dengan seorang perokok. Hampir 1/3 orang dewasa dan 2/3 anak-anak dengan asma tidak memiliki aktivitas fisik yang baik. Hampir 70% penderita asma memiliki tubuh yang overweight atau obesitas. Penegakan diagnosis asma adalah melalui gejala khas yang timbul pada pasien (wheezing, sesak nafas, dada terasa terhimpit, batuk) serta riwayat atopi pada pasien dan keluarga, sesak nafas pada asma bersifat berulang dan dicetuskan perubahan cuaca atau diinduksi oleh aktivitas fisik. Pada pemeriksaan fisik pasien ini akan ditemukan wheezing, sesak nafas yang terlihat dengan peningkatan usaha nafas seperti retraksi dinding dada, dan pada serangan berat pasien tampak gelisah bahkan sampai pingsan, adanya ekspirasi memanjang, ditemukan adanya wheezing ekspirasi, pernafasan yang cepat, dan adanya retraksi pada dinding dada. Pemeriksaan penunjang spesifik pada pasien asma adalah keterbatasan pada fungsi pernafasan yaitu dengan menilai tes reversibility dengan bronkodilator hasilnya apabila peningkatan nilai FEV1 > 12 % dan > 200 mL dari batas bawah, 10-15 menit setelah pemberian 200-400 mcg albuterol atau selainnya maka asma dapat ditegakkan, namun ingat bahwa penggunaan SABA terakhir minimal 4 jam sebelum pemeriksaan dan LABA minimal 15 jam.

42

Berdasarkan data tersebut, gejala asma dapat ditemukan bahwa pasien mengalami asma tidak terkontrol dengan derajat serangan berat. Pada serangan asma derajat berat ditemukan adanya sesak pada saat istirahat, lebih menyukai posisi duduk bertopang lengan, bila berbicara hanya dalam penggalan kata, gelisah, sianosis, wheezing didengar tanpa stateskop, ada penggunaan otot bantu respiratorik, ada retraksi dinding dada, frekuensi napas takipneu, frekuensi nadi takikardi, adanya pulsus paradoksus pada 10-20 mmHg. Eksaserbasi derajat berat pada pasien ditandai dengan pasien yang berbicara dengan kata, saat serangan pasien juga merasa gelisah, laju pernapasan meningkat, adanya retraksi dinding dada, mengi terdengar keras pada saat seranganm dan nadi >120 x/menit. Pulsus parakdoksus pada kasus ini tidak ditemukan. Spirometri, dan analisa gas darah tidak dilakukan pada kasus ini. Oleh karena itu, pemeriksaan penunjang yang dapat dianjurkan pada kasus ini di antaranya adalah pemeriksaan spirometri dan analisa gas darah. Selain itu dapat pula diperiksa rontgen thoraks untuk dapat menyingkirkan diagnosis dan mengetahui apakah ada komplikasi yang telah terjadi pada pasien. Pengobatan dengan pemberian terapi oksigen dengan NRM 8L/menit dan inhalasi β2 agonis digunakan untuk penanganan dalam asma. Selain itu pada pasien juga memiliki hipertensi, maka perlu diberikan obat-obat antihipertensi seperti candesartan dan amlodipin. Metilprednison merupakan kortikosteroid yang perlu digunakan pada pasien-pasien asma sesuai dengan kategori asmanya apakah sudah perlu penambahan kortikosteroid atau belum, yang bertujuan untuk mengatasi inflamasi. Edukasi pasien untuk menghindari faktor pencetus dan rutin konsumsi obat dan kontrol ke dokter dapat mencegah terjadinya serangan, dan juga efek samping dari penggunaan kortikosteroid dalam jangka panjang juga perlu diinformasikan pada pasien.

43

DAFTAR PUSTAKA

1. Global Strategy for Asthma Management and Prevention (2018 Update) 2. Morris MJ. Asthma. [updated June 16, 2016; cited September 22, 2016]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/296301 3. Partridge MD. Examining the Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur Respir Rev 2007; 16: 104, 67–72 4. Song WJ, Kang MG, Chang YS, Cho SH. Epidemiology of adult asthma in Asia: toward a better understanding. Asia Pac Allergy. 2014: 4(2):75-85. 5. Dewan Asma Indonesia. You Can Control Your Asthma: ACT NOW! Jakarta. 2009 May 4th. Available from: http://indonesianasthmacouncil.org/index.php? option=com_content&task=view&id=13&Itemid=5 6. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 TentangPedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta. 3 Nopember 2008. 7. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2015. Panduan Praktik Klinis. Interna Publishing. 8. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2003. h 27. 9. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. 2001. h 477 – 82. 10. Sundaru H, Sukamto. Asma Bronkial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam PAPDI. Editor: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. FK-UI. Jakarta; 2006. 11. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis& Penatalaksanaan di Indonesia. 2003. hal 73-5. 12. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Isselbacher KJ et al, editor. Jakarta: EGC. 2000. 1311-18. 13. Traore E (primary Author). Asthma Burden Report:Chapter 3: Asthma Risk Factors and Co-Morbidities. New Hempsire;2010

44

Related Documents

Asma'
June 2020 38
Asma
November 2019 62
Office Rahmat
October 2019 31
Asma
November 2019 54
Asma
June 2020 40

More Documents from ""

Gue.doc
December 2019 3
June 2020 12
May 2020 4
Sap 2 1.docx
November 2019 25
Proses Manajemen Risiko.docx
November 2019 23