ILMU KESEHATAN MASYARAKAT Laporan Kasus FAKULTAS KEDOKTERAN Juni 2018 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR KEDOKTERAN KERJA ‘LOW BACK PAIN’
Oleh: Tri Wahyuni Aprianti Anzar, S.Ked Dewi Nurfadilah, S.Ked Sri Wahyuni, S.Ked Fahmi Azhari S, S.Ked Muhammad Asyraful Aswar, S.Ked
Pembimbing :
dr. H. Anwar Umar, M.Kes (Puskesmas Sudiang) DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2018
1
BAB I PENDAHULUAN Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu program yang didasari pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan maupun kerugian-kerugian lainnya yang mungkin akan terjadi. Kesehatan kerja merupakan bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial sehingga memungkinkan bekerja secara optimal. Kesehatan kerja juga diatur dalam Undang - Undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 23 mengenai kesehatan kerja dijelaskan bahwa upaya kesehatan kerja pada setiap tempat kerja khususnya tempat kerja yang berisiko terjadinya suatu bahaya kesehatan yang cukup besar bagi para tenaga kerja supaya dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri atau orang yang ada di sekelilingnya. Kesehatan kerja sangatlah penting, karena kesehatan kerja berkaitan erat dengan keefisienan kerja seorang karyawan. Tingkat produktivitas seorang karyawan akan rendah jika kesehatannya terganggu akibat lingkungan kerja yang buruk. Sebaliknya, seorang karyawan yang bekerja di lingkungan kerja yang bersih, sehat, dan tenang akan mampu mencapai tingkat produktivitas yang tinggi. Selain produktivitas, kualitas atau mutu produk juga akan mengalami peningkatan. Gangguan kesehatan kerja yang tidak ditanggulangi sesegera mungkin menyebabkan timbulnya penyakit yang secara umum digolongkan menjadi dua 2
yaitu penyakit umum dan penyakit akibat kerja. Kesehatan suatu lingkungan tempat kerja dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap kesehatan pekerja seperti
peningkatan
moral
kerja,
penurunan
absensi
dan
peningkatan
produktivitas. Adapun faktor yang mempengaruhi produktifitas antara lain adalah kapasitas kerja, beban tambahan akibat lingkungan kerja. Industri rumah tangga merupakan industri kecil yang bergerak disektor informal yang menjadi dasar industrialisasi di Indonesia. Industri ini tersebar di berbagai sentra usaha kecil di kota Makassar, salah satunya adalah industri rumahan kue “Gelora Cake”. Karena pentingnya keselamatan kesehatan
kerja,
permasalahan
maka
dan
berikut
upaya
akan
pencegahan
dijabarkan dalam
dan
beberapa
mengurangi
kecelakaan kerja pada industri rumahan “Gelora Cake”.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Akibat Kerja 1.
Definisi Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan dan lingkungan kerja. Faktor risiko PAK antara lain : golongan fisik, kimiawi, biologis atau psikososial di tempat kerja. Faktor tersebut di dalam lingkungan kerja merupakan penyebab yang pokok dan menentukan terjadinya penyakit akibat kerja. Faktor lain seperti kerentanan individual juga berperan dalam perkembangan penyakit di antara pekerja yang terpajan.1,2 2.
Faktor Risiko Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya PAK adalah sebagai
berikut: 3 1) Golongan fisik a. Kebisingan dapat mengakibatkan gangguan pada pendengaran sampai dengan Non-induced hearing loss b. Radiasi (sinar radio aktif) dapat mengakibatkan kelainan darah dan kulit c. Suhu udara yang tinggi dapat mengakibatkan heat stroke, heat cramps, atau hyperpyrexia. Sedangkan suhu udara yang rendah dapat mengakibatkan frostbite, trenchfoot atau hypothermia.
4
d. Tekanan udara yang tinggi dapat mengakibatkan caison disease e. Pencahayaan yang tidak cukup dapat mengakibatkan kelahan mata. Pencahayaan
yang
tinggi
dapat
mengakibatkan
timbulnya
kecelakaan. 2) Golongan kimia a. Debu dapat mengakibatkan pneumokoniosis b. Uap dapat mengakibatkan metal fume fever, dermatitis dan keracunan c. Gas dapat mengakibatkan keracunan CO dan H2S d. Larutan dapat mengakibatkan dermatitis e. Insektisida dapat mengakibatkan keracunan 3) Golongan infeksi a. Anthrax b. Brucell c. HIV/AIDS 4) Golongan fisiologis Dapat disebabkan oleh kesalahan kontruksi, mesin, sikap badan yang kurang baik, salah cara melakukan suatu pekerjaan yang dapat mengakibatkan kelelahan fisik bahkan lambat laun dapat menyebabkan perubahan fisik pada tubuh pekerja. 5) Golongan mental Dapat disebabkan oleh hubungan kerja yang tidak baik atau keadaan pekerjaan yang monoton yang menyebabkan kebosanan.
5
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-01/MEN/1981 dan Keputusan Presiden RI No 22/1993 terdapat 31 jenis penyakit akibat kerja yaitu sebagai berikut:1 1) Pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentukan jaringan
parut
(silikosis,
antrakosilikosis,
asbestosis)
dan
silikotuberkulosis yang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian. 2) Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam keras. 3) Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis). 4) Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang dikenal berada dalam proses pekerjaan. 5) Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu organik 6) Penyakit yang disebabkan oleh berillium atau persenyawaannya yang beracun. 7) Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang beracun. 8) Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang beracun. 9) Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun.
6
10) Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun. 11) Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun. 12) Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya yang beracun. 13) Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yang beracun. 14) Penyakit yang disebabkan oleh flour atau persenyawaannya yang beracun. 15) Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida. 16) Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon alifatik atau aromatik yang beracun. 17) Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun. 18) Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau homolognya yang beracun. 19) Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya. 20) Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton. 21) Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan seperti karbon monoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida atau derivatnya yang beracun, amoniak, seng, braso dan nikel. 7
22) Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan. 23) Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urat, tulang persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi). 24) Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih. 25) Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi yang mengion. 26) Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi atau biologik. 27) Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak mineral, antrasena, atau persenyawaan, produk atau residu dari zat tersebut. 28) Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes. 29) Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminasi khusus. 30) Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau kelembaban udara tinggi. 31) Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.
8
3.
Diagnosis Penyakit Akibat Kerja Secara teknis penegakan diagnosis dilakukan dengan cara berikut ini:2
1) Tentukan diagnosis klinis dengan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik diagnostik dan pemeriksaan penunjang. 2) Tentukan pajanan terhadap faktor risiko dengan melakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaan secara cermat dan teliti yang mencakup : Kapan pertama kali bekerja, sudah berapa lama bekerja, apa yang dikerjakan, bahan yang digunakan, informasi bahan yang digunakan (Material Safety Data Sheet/MSDS), bahan yang diproduksi, jenis bahaya yang ada, jumlah pajanan, kapan mulai timbul gejala, kejadian sama pada pekerja lain, pemakaian alat pelindung diri, cara melakukan pekerjan, pekerjaan lain yang dilakukan, kegemaran (hobi) dan kebiasaan lain (merokok, alkohol) 3) Membandingkan gejala penyakit sewaktu bekerja dan dalam keadaan tidak bekerja a.
Pada saat bekerja maka gejala timbul atau menjadi lebih berat, tetapi pada saat tidak bekerja atau istirahat maka gejala berkurang atau hilang
b.
Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja
c.
Informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesis atau dari data penyakit di perusahaan
4) Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan catatan : a.
Tanda dan gejala yang muncul mungkin tidak spesifik
9
b.
Pemeriksaan laboratorium penunjang membantu diagnostik klinis
c.
Dugaan adanya penyakit akibat kerja dilakukan juga melalui pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis
5) Pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis a.
Seperti pemeriksaan spirometri dan rontgen paru (pneumokoniosis – pembacaan standar ILO)
b.
Pemeriksaan audiometrik
c.
Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah atau urin
6) Pemeriksaan atau pengujian lingkungan kerja atau data hygiene perusahaan yang memerlukan: a.
Kerja sama dengan tenaga ahli hygiene perusahaan
b.
Kemampuan mengevaluasi faktor fisik dan kimia berdasarkan data yang ada
c.
Pengenalan secara langsung sistem kerja, intensitas dan lama pemajanan
7) Konsultasi keahlian medis dan keahlian lain a.
Seringkali penyakit akibat kerja ditentukan setelah ada diagnosis klinis, kemudian dicari faktor penyebabnya di tempat kerja atau melalui pengamatan (penelitian) yang relatif lebih lama
b.
Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi dan dokter penasihat (kaitan dengan kompensasi)
10
4.
Pencegahan Berikut ini adalah penerapan konsep lima tingkatan pencegahan
penyakit (five level of prevention disease) pada penyakit akibat kerja, yakni:2,4 a.
Peningkatan kesehatan (health promotion). Misalnya: penyuluhan kesehatan
dan
keselamatan
kerja
(K3)
pendidikan
kesehatan,
meningkatkan gizi yang baik, pengembangan kepribadian, perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi, lingkungan kerja yang memadai, penyuluhan perkawinan dan pendidikan seksual, konsultasi tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodik. b.
Perlindungan khusus (specific protection). Misalnya: imunisasi, hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, serta proteksi terhadap bahaya dan kecelakaan kerja dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti helm, kacamata kerja, masker, penutup telinga (ear muff dan ear plug) baju tahan panas, sarung tangan, dan sebagainya.
c.
Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan segera serta pembatasan titiktitik lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi.
d.
Membatasi
kemungkinan
cacat
(disability
limitation).
Misalnya:
memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara komprehensif, mengobati tenaga kerja secara sempurna dan pendidikan kesehatan. e.
Pemulihan
kesehatan
(rehabilitation).
Misalnya:
rehabilitasi
dan
mempekerjakan kemali para pekerja yang menderita cacat. Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan karyawan-karyawan cacat di jabatan yang sesuai.
11
Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mencegah PAK adalah sebagai berikut:4 1.
Menyingkirkan atau mengurangi risiko pada sumbernya, misalnya menggantikan bahan kimia yang berbahaya dengan bahan yang tidak berbahaya.
2.
Mengurangi risiko dengan pengaturan mesin atau menggunakan APD.
3.
Menetapkan prosedur kerja secara aman untuk mengurangi risiko lebih lanjut.
4.
Menyediakan, memakai dan merawat APD.
B. Low Back pain (LBP) a.
Definisi Low Back pain adalah suatu sensasi nyeri di daerah lumbosakral dan
sakroiliakal, umumnya pada daerah L4-L5 dan L5-S1, nyeri ini sering disertai penjalaran ke tungkai sampai kaki.4 LBP juga didefinisikan sebagai nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa di antara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki.5 b. Etiologi Menurut Fauci et al (2008) LBP dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terjadi pada tulang belakang, otot, diskus intervertebralis,
12
sendi, maupun struktur lain yang menyokong tulang belakang. Kelainan tersebut antara lain kelainan congenital atau kelainan perkembangan yang terdiri dari spondilosis dan spondilolistesis, kiposkoliosis, spina bifida, gangguan korda spinalis, trauma minor yaitu regangan dan cedera whiplash, fraktur atau traumatik yaitu jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, traumatik yaitu osteoporosis, infiltrasi neoplastik, steroid eksogen, herniasi diskus intervertebral, degeneratif yaitu kompleks diskus-osteofit, gangguan diskus internal, stenosis spinalis dengan klaudikasio neurogenik, gangguan sendi vertebral, gangguan sendi atlantoaksial (misalnya arthritis rheumatoid), arthritis seperti : spondilosis, artropati facet atau sakroiliaka, autoimun (misalnya ankylosing spondilitis, sindrom reiter), neoplasma : metastasis, hematologic, tumor tulang primer, infeksi/inflamasi: osteomyelitis vertebral, abses epidural, sepsis diskus, meningitis, arachnoiditis lumbalis, metabolik : osteoporosis, hiperparatiroid, imobilitas, osteosklerosis, vascular : aunerisma aorta abdominal, diseksi arteri vertebral, dan lainnya seperti nyeri alih dari gangguan visceral, sikap tubuh, psikiatrik, pura-pura sakit serta sindrom nyeri kronik.6 c.
Prevalensi LBP sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, terutama di negara-
negara industri. Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi pernah mengalami episode ini selama hidupnya. Prevalensi tahunannya bervariasi dari 15-45%, dengan point prevalence rata-rata 30%. Data epidemiologi mengenai LBP di Indonesia belum ada, namun diperkirakan 40% penduduk
13
Jawa Tengah berusia di atas 65 tahun pernah menderita nyeri punggung, prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%. Insiden berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar antara 317%.8 d. Gambaran klinis Gejala LBP bermacam-macam dan berbeda antara satu dengan yang lain. Kebanyakan orang menganggap berbaring akan meningkatkan nyeri yang datang tiap episode, tapi ada juga yang mampu tidur tanpa rasa nyeri. Kebanyakan orang merasakan nyeri ketika mereka membungkuk atau mengambil sesuatu, yang lain merasa nyeri bila melengkungkan tubuh ke belakang. Nyeri pada kaki juga merupakan bagian dari masalah. Nyeri kebanyakan pada punggung atau samping luar paha dan kemudian menjalar ke kaki. Nyeri yang menjalar pada kaki disebut sciatica karena nyeri berasal dari perangsangan pada nervus ischiadikus, perangsangan pada nervus ischiadikus sering menjadi lebih nyeri bila bersin atau batuk. Pada episode akut, LBP dapat menjadi sangat akut untuk beberapa hari atau seminggu dan akan lebih meningkat. Pada 2-4 minggu kemudian penderita akan merasa lebih baik. Episode panjangnya waktu nyeri berbagai macam pada tiap penderita, begitu juga dengan intensitas tiap episode nyeri dan seberapa mampu penderita dapat menahan nyerinya.9
e.
Klasifikasi Low Back pain
14
Menurut Bimariotejo (2009) berdasarkan perjalanan klinisnya LBP dibagi menjadi 2 jenis yaitu 1) acute Low Back pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba, rentang wakunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute Low Back pain dapat disebabkan karena luka traumatic seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot, ligament dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal masih dapat sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanaan awal nyeri punggung akut terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik. 2) chronic Low Back pain, rasa nyeri pada chronic Low Back pain bisa menyerang lebih dari 3 bulan. Rasa nyeri ini dapat berulangulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic Low Back pain dapat terjadi karena
osteoarthritis,
reumathoidarthritis,
proses
degenerasi
discus
intervertrebalis, dan tumor.9 f.
Faktor Resiko Berdasarkan studi yang dilakukan secara klinik, biomekanika,
fisiologi dan epidemiologi didapatkan kesimpulan bahwa terdapat dua faktor yang menyebabkan terjadinya cedera otot (MSDs) akibat bekerja, yaitu:
1.
Faktor Pekerjaan
15
Berdasarkan karakteristik pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksinya dengan sistem kerja. Berdasarkan penelitian telah terbukti bahwa tinjauan secara biomekanik serta data statistik menunjukkan bahwa faktor pekerjaan berkontribusi pada terjadinya cedera otot akibat bekerja Berikut ini faktor-faktor pekerjaan yang bisa menyebabkan terjadinya cedera pada otot atau jaringan tubuh : 1) Postur tubuh Postur
tubuh
pada
saat
melakukan
pekerjaan
yang
menyimpang dari posisi normal ditambah dengan gerakan berulang akan meningkatkan risiko terjadinya LBP. Keyserling (1986) mengembangkan criteria sikap tubuh membungkuk, berputar dan menekuk yang dilakukan pada waktu bekerja berdasarkan pengukuran sikap tubuh tersebut. Kriteria penilaian sikap tubuh: -
Sikap tubuh normal : tegak / sediit membungkuk 0o- 200dari garis vertikal
-
Sikap tubuh fleksi sedang : membungkuk 200– 450dari garis vertikal
-
Sikap tubuh fleksi berlebih : membungkuk > 450dari garis vertikal
-
Sikap tubuh fleksi ke samping atau berputar : menekuk ke samping kanan atau kiri atau berputar > 15o dari garis vertikal
2) Repetisi
16
Pengulangan gerakan kerja dengan pola yang sama, hal ini bisa terlihat pada dimana frekuensi pekerjaan yang harus dikerjakan tinggi, sehingga
pekerja
menyesuaikan
diri
harus
terus
dengan
menerus
sistem.
bekerja
Kekuatan
agar
dapat
beban
dapat
menyebabkan peregangan otot dan ligamen serta tekanan pada tulang dan sendi – sendi sehingga terjadi kerusakan mekanik badan vertebrata, diskus invertebrate, ligamen, dan bagian belakang vertebrata. Kerusakan karena beban berat secara tiba – tiba atau kelelahan akibat mengangkat beban berat yang dilakakn secara berulang – ulang. Mikrotrauma yang berulang dapat menyebabkan degenerasi tulang punggung daerah lumbal. 3) Pekerjaan statis (static exertions) Pekerjaan yang menuntut seseorang tetap pada posisinya, perubahanposisi dalam bekerja akan menyebabkan pekerjaan terhenti. Pekerjaan
dengan
postur
yang
dinamis,
memiliki
risiko
musculoskeletal disolder (MSDs) lebihrendah dibandingkan dengan pekerjaan yang mengharuskan postur statis. Halini disebabkan karena postur tubuh yang statis dapat meningkatkan risiko yang berhubungan dengan menurunnya sirkulasi darah dan nutrisi padajaringan otot.Begerak sangat diperlukan untuk pemberian nutrisi kepada diskus, sehingga pekerjaan statis dapat mengurangi nutrisi tersebut. Selain itu pekerjaan statis menyebabkan peregangan otot dan ligament daerah punggung, hal ini merupakan faktor resiko timbulnya LBP.
17
4) Pekerjaan yang membutuhkan tenaga (forceful exertions) atau beban Force atau tenaga merupakan jumlah usaha fisik yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas atau gerakan. Pekerjaan atau gerakan yang menggunakan tenaga besar akan memberikan beban mekanik yang besar terhadap otot, tendon, ligament, dan sendi. Beban yang berat akan menyebabkan iritasi, inflamasi, kelelahan otot, kerusakan otot, tendon, dan jaringan lainnya. 2. Faktor Individu (Personal factors) Kondisi
dari
seseorang
yang
dapat
menyebabkan
terjadi
musculoskeletal disorder. Berikut adalah beberapa faktor risiko pribadi yang berpengaruh terhadap kejadian MSDs: 1) Masa Kerja Masa kerja adalah faktor yang berkaitan dengan lamanya seseorang bekerja disuatu perusahaan. Terkait dengan hal tersebut, MSDs merupakan penyakit kronis yang membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan bermanifestasi. Jadi semakin lana waktu bekerja atau semakin lama seseorang terpajan faktor risiko MSDs ini maka semakin besar pula risiko untuk mengalami MSDs.10
2) Usia Sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang berusia 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan,
18
penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang. Pendek kata, semakin tua seseorang, semakin tinggi risiko orang tersebut tersebut mengalami penurunan elastisitas pada tulang, yang menjadi pemicu timbulnya gejala MSDs. Pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu 25-65 tahun. Pada usia 35, kebanyakan orang memiliki episode pertama mereka kembali sakit. Umur mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan otot, terutama untuk otot leher dan bahu, bahkan beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa umur merupakan penyebab utama terjadinya keluhan otot. 3) Jenis Kelamin Jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot rangka. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih
rendah
daripada
pria.
Berdasarkan
beberapa
penelitian
menunjukkan prevalensi beberapa kasus musculoskeletal disorders lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria.
4) Kebiasaan Merokok Beberapa penelitian telah menyajikan bukti bahwa riwayat merokok positif dikaitkan dengan MSDs seperti nyeri pinggang, linu panggul, atau intervertebral disc hernia. Meningkatnya keluhan otot
19
sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Risiko meningkat 20% untuk tiap 10 batang rokok per hari. Mereka yang telah berhenti merokok selama setahun memiliki risiko LBP sama dengan mereka yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah. 5) Kebiasaan Olahraga Aerobic fitness meningkatkan kemampuan kontraksi otot. 80 %) kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena buruknya tingkat kelenturan (tonus) otot atau kurang berolah raga. Otot yang lemah terutama pada daerah perut tidak mampu menyokong punggung secara maksimal. Tingkat keluhan otot juga dipengaruhi oleh tingkat kesegaran jasmani. 6) Tinggi badan Walaupun pengaruhnya relatif kecil, tinggi badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal. Penelitian
Heliovaara
(1987),
yang
dikutip
NIOSH
(1997)
20
menyebutkan bahwa tinggi seseorang berpengaruh terhadap timbulnya herniated lumbar disc pada jenis kelamin wanita dan pria. Schierhout (1995), menemukan bahwa pendeknya seseorang berasosiasi dengan keluhan pada leher dan bahu. Pada tubuh yang tinggi umumnya sering mengalami keluhan sakit punggung, tetapi tubuh tinggi tak mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu, dan pergelangan tangan. Apabila diperhatikan, keluhan otot skeletal yang terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka dalam menerima beban, baik beban berat tubuh maupun beban tambahan lainnya 7) Obesitas Berat badan yang berlebihan (overweight/ obesitas) menyebabkan tonus otot abdomen lemah, sehingga pusat gravitasi seseorang akan terdorongke depan dan menyebabkan lordosis lumbalis, akan bertambah
yang
kemudianmenimbulkan
kelelahan
pada
otot
paravertebrata, hal ini merupakan resiko terjadinya LBP.10
3. Faktor Lingkungan 1) Getaran (vibrasi) Getaran dapat didefinisikan sebagai serangkaian arus bolak balik, arus mekanis bolak balik, dan pergerakan partikel mengitari suatu keseimbangan, merupakan sebagian kecil yang dikemukakan. Karakteristik getaran ditinjau dari frekuensi dan intensitas. Frekuensi
21
getaran mengacu pada frekuensi bolak balik per detik dan diukur dalam satuan hertz (Hz). Intensitas diukur dengan berbagai cara, seperti puncak amplitude, kecepatan tertinggi, dan pecepatan. Reaksi fisiologis tubuh terhadap getaran tergantung pada frekuensi dan intensitas. Getaran juga dibedakan menjadi getaran seluruh tubuh dan getaran yang terlokalisir. Getaran seluruh tubuh ditransmisikan ke tubuh terutama melalui bokong, misalnya saat seorang operator menduduki tempat duduk yang bergetar. Tetapi getaran seluruh tubuh juga dapa terjadi saat getaran memasuki tubuh melalui lengan dan tungkai. Getaran seluruh tubuh beraibat pada seluruh tubuh dapat bersumberdari berbagai jenis kendaraan atau peralatan berat termasuk mobil, truk, bis, kereta api, pesawat terbang, dan mesin – mesin untuk konstruksi bangunan.Pajanan getaran setempat terutama berasal dari peralatan mesin genggam yang bergetar.
2) Temperatur ekstrim Temperatur yang dingin menyebabkan berkurangnya daya kerja sensor tubuh, aliran darah, kekuatan otot dan keseimbangan. Sedangkan temperatur bekerja yang tinggi dapat menyebabkan pekerja cepat merasa lelah. g. Penatalaksanaan Low Back Pain
22
Biasanya low back pain hilang secara spontan. Kekambuhan sering terjadi karena aktivitas yang disertai pembebanan tertentu. Penderita yang sering mengalami kekambuhan harus diteliti untuk menyingkirkan kelainan neurologik yang mungkin tidak jelas sumbernya. Berbagai telaah yang dilakukan untuk melihat perjalanan penyakit menunjukkan bahwa proporsi pasien yang masih menderita low back pain selama 12 bulan adalah sebesar 62% (kisaran 42 % - 75 %), agak bertentangan dengan pendapat umum bahwa 90% gejala low back pain akan hilang dalam 1 bulan12 Penanganan terbaik terhadap penderita LBP adalah dengan menghilangkan penyebabnya (kausal) walaupun tentu saja pasien pasti lebih memilih untuk menghilangkan rasa sakitnya terlebih dahulu (simptomatis). Jadi perlu digunakan kombinasi antara pengobatan kausal dan simptomatis. Secara kausal, penyebab nyeri akan diatasi sesuai kasus penyebabnya. Misalnya untuk penderita yang kekurangan vitamin saraf akan diberikan vitamin tambahan. Para perokok dan pecandu alkohol yang menderita LBP akan disarankan untuk mengurangi konsumsinya. Pengobatan
simptomatik
dilakukan
dengan
menggunakan
obat
untukmenghilangkan gejala-gejala seperti nyeri, pegal, atau kesemutan. Pada kasus LBPkarena tegang otot dapat dipergunakan Tizanidine yang berfungsi untukmengendorkan kontraksi otot (muscle relaxan). Untuk pengobatan simptomatislainnya kadang-kadang memerlukan campuran antara obat-obat analgesik, antiinflamasi, NSAID, obat penenang, dan lain-lain13
23
Apabila dengan pengobatan biasa tidak berhasil, mungkin diperlukan tindakanfisioterapi dengan alat-alat khusus maupun dengan traksi (penarikan tulangbelakang). Tindakan operasi mungkin diperlukan apabila pengobatan denganfisioterapi ini tidak berhasil misalnya pada kasus HNP atau pada pengapuran yangberat. Jadi, penatalaksanaan LBP ini memang cukup kompleks. Di samping berobatpada spesialis penyakit saraf (neurolog), mungkin juga diperlukan berobat kespesialis penyakit dalam (internist), bedah saraf, bedah orthopedic bahkan mungkinperlu konsultasi pada psikiater atau psikolog. Dalam beberapa kasus, masih banyakkasus dokter menyarankan istirahat total untuk penyembuhan kasus low back pain,padahal penelitian baru menyatakan bahwa aktivitas yang kurang tidak akanmengurangi gejala low back pain.11 Beragamnya penyebab LBP menuntut penatalaksanaan yang bervariasi pula. Meski demikian, pada dasarnya dikenal dua tahapan terapi LBP yaitu: a. Terapi Konservatif, yang meliputi rehat baring, medikamentosa dan fisioterapi.
b. Terapi Operatif Kedua tahapan ini memiliki kesamaan tujuan yaitu rehabilitasi. Pengobatan nyeri punggung sangat tergantung penyebabnya. Lain penyebab, lain pula pengobatannya. Terdapat beragam tindakan untuk nyeri punggung, dariyang paling sederhana yaitu istirahat (bedrest), misalnya untuk kasus otot tertarikatau ligamen sprain, sampai penanganan
24
yang sangat canggih, seperti mengganti bantal tulang belakang. Jika dengan bedrest tidak juga sembuh, maka harus ditingkatkan dengan pemeriksaan sinar X atau dengan MRI (magnetic resonanceimaging). Setelah itu, bisa dilakukan fisioterapi, pengobatan dengan suntikan, muscle exercise, hingga operasi. Masih ada lagi teknik pengobatan lain, misalnya melalui pembedahan dengan endoskopi (spinal surgery), metode pasang pen, sampai penggantian bantalan tulang.12 Mengatasi low back pain juga tidak cukup dengan obat atau fisioterapi. Hal itu hanya mengurangi nyeri, tetapi tidak menyelesaikan masalah. Penderita harus menjalani pemeriksaan untuk mengetahui sumber masalahnya. Penyembuhan bias melalui pembedahan atau latihan mengubah kebiasaan yang menyebabkan nyeri. Latihan itu menggunakan alat-alat pelatihan medis untuk melatih otot-otot utama yang berperan dalam menstabilkan serta mengokohkan tulang punggung. Semua penyakit apapun jenisnya pada dasarnya dapat dicegah walaupun terkadang timbulnya suatu penyakit adalah disebabkan lebih dari satu faktor dan ada faktor penyebab yang tidak dapat kita kendalikan.
25
C. Ergonomi a.
Definisi Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, ergon yang artinya kerja dan
nomos yang artinya peraturan atau hukum, sehingga secara harfiah dapat diartikan sebagai peraturan tentang bagaimana melakukan kerja, termasuk sikap kerja. Seirama dengan perkembangan kesehatan kerja ini maka hal-hal yang mengatur antara manusia sebagai tenaga kerja dan peralatan kerja atau mesin juga berkembang menjadi cabang ilmu tersendiri.13 b. Faktor Resiko Kesalahan Ergonomi Kecelakaan kerja masih sering terjadi yang disebabkan karena pihak manajemen masih belum mempertimbangkan segi ergonomi. Kondisi ini menimbukan cedera pada pekerja. Ada beberapa faktor resiko yang dapat menimbulkan kesalahan ergonomi, sebagai berikut:14 a. Pengulangan yang banyak, yaitu menjalankan gerakan yang sama berulang-ulang b. Beban berat, yaitu beban fisik yang berlebihan selama bekerja c. Postur yang kaku, yaitu menekuk atau memutar bagian tubuh d. Beban statis, yaitu bertahan lama pada satu postus sehingga menyebabkan kontraksi otot e. Tekanan, yaitu tubuh tertekan pada suatu permukaan
26
f. Getaran, yaitu menggunakan peralatan yang bergetar
BAB III LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien Nama
: Ny. N
Umur (tahun)
: 46 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Bagian pembuatan dan pemindahan adonan ke loyang (produksi)
Tanggal periksa
: Rabu, 06 Juni 2018
B. Anamnesis (Autoanamnesis) 1.
Keluhan Utama Nyeri punggung bawah
2.
Riwayat Perjalanan Penyakit Seorang perempuan 46 tahun datang dengan keluhan nyeri punggung bawah. Keluhan ini dirasakan sejak ± 2 tahun terakhir. Keluhan ini dirasakan hilang timbul, nyeri memberat setelah bekerja dan berkurang
27
setelah beristirahat. Nyeri dirasakan tidak menjalar ke tungkai bawah. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat DM dan hipertensi disangkal. Pasien belum pernah berobat. BAB biasa dan BAK lancar. Keluhan lain (-).
3.
Anamnesis Okupasi a.
Uraian Tugas/Pekerjaan Pasien bekerja di bagian pembuatan dan pemindahan adonan (produksi), khususnya mengangkat tempat yang berisi adonan lalu memindahkan adonan tersebut ke loyang. Pasien telah bekerja selama delapan tahun. Pasien bekerja dari hari senin sampai sabtu (jam kerja 60 jam/minggu), sejak pukul 07.00 sampai pukul 17.00 WITA (10 jam kerja dalam sehari). Setiap hari pasien mengangkat beban berat yaitu adonan yang telah dicampur kemudian dipindahkan ke loyang.
b. Potensial Hazard Bahaya
Tempat
Lama
Kerja Mengangkat beban dengan cara yang Industri
Kerja ±10
Masalah Kesehatan Potensial Fisiologi (Ergonomi)
salah
rumahan
jam/hari
Posisi duduk membungkuk dalam kue
waktu lama dengan kaki tertekuk
28
c.
Hubungan pekerjaan dengan penyakit yang dialami Pekerjaan utama pasien adalah dibagian produksi. Pada bagian produksi, memang mayoritas pekerjaan yang dilakukan adalah mengangkat dan menuangkan adonan ke loyang serta duduk yang lama. Posisi mengangkat yang kadang salah dan beban yang terlalu berat dilalukan selama bertahun-tahun membuat pasien merasakan nyeri pada punggung bawah. Posisi duduk yang salah karena sering membungkuk juga memperberat keluhan pasien ditambah dengan kurangnya istirahat. Istirahat hanya 1 jam untuk makan dan sholat. Keluhan pasien ini baru pertama kali dialami setelah bekerja.
4.
Riwayat Pekerjaan Pasien sudah bekerja selama 8 tahun
5.
Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama Riwayat hipertensi (+) ibu pasien
6.
Riwayat Pengobatan Tidak ada
7.
Riwayat Alergi Tidak ada
C. Pemeriksaan Fisik 1.
Status Generalis
29
Keadaan Umum : Tampak baik Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 160/90 mmHg
Nadi
: 86x/menit
Pernapasan
: 18x/menit
Suhu
: 36,5oC
BB
: 68 Kg
TB
: 154 cm
IMT
: 28,69 kg/m2
Status Gizi
: Overweight
a.
b.
c.
Kepala Bentuk
: Tidak ada kelainan
Rambut
: Tidak ada kelainan
Mata
: Sklera ikterik (-/-), konjungtiva pucat (-/-)
Telinga
: Liang lapang (+/+), serumen (-/-)
Hidung
: Deviasi septum (-), sekret (-/-)
Mulut
: Bibir lembab, sianosis (-)
Leher Bentuk
: Simetris
Trakhea
: Di tengah
KGB
: Tidak teraba pembesaran KGB
JVP
: Tidak meningkat
Thorax
30
Paru Inspeksi
: Bentuk normal, pergerakan napas simetris kanan dan kiri
Palpasi
: Vocal fremitus simestris kanan dan kiri
Perkusi
: Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler pada seluruh lapangan paru, rhonki (-/-), wheezing (-/-) Jantung Inspeksi
: Iktus kordisss tidak terlihat
Palpasi
: Iktus Kordis teraba di sela iga V linea midklavikularis kiri
Perkusi : Pekak Auskultasi : Bunyi Jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-) d.
Abdomen Inspeksi
: Perut datar, simetris, eritema (-)
Palpasi
: Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi
: Timpani, nyeri ketuk (-)
Auskultasi : Peristaktik (+) normal e.
2.
Ekstremitas Superior
: Tidak ada kelainan
Inferior
: Sensibilitas (+/+), parestesi (-/-)
Status Lokalis Punggung bawah
31
Inspeksi
: Tanda – tanda radang (-)
Palpasi
: nyeri tekan (+)
Tes Lasegue
:-
Tes Patrick
: -/+
Tes Kontra-patrick : -/D. Diagnosis Kerja Low Back Pain E. Diagnosis Banding
F.
Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
Spondilosis Lumbalis
Osteoporosis
Terapi Meloxicam 7,5 mg tab 1 x 1 Amlodipin 10 mg 1 x ½ tab Vitamin B6 1 x 1
G. Edukasi 1.
Biasakan lakukan peregangan (stretching) 15 menit tiap pagi sebelum memulai pekerjaan
2.
Bila mengangkat beban berat dari posisi yang lebih rendah, jangan membungkuk tetapi menekuk lutut terlebih dahulu
3.
Kursi jangan terlalu pendek sehingga kaki tidak tertekuk dan bisa rileks
4.
Memperbaiki posisi duduk yaitu duduk tegak jangan bungkuk
32
5.
Bila tidur dengan punggung mendatar, alas tidur sebaiknya yang keras
6.
Saat akan bangun tidur dengan cara melipat kedua kaki terlebih dahulu, kemudian badan dimiringkan dan kedua kaki terlebih dahulu turun dari tempat tidur kemudian diikuti badan
7.
Istirahat yang cukup
H. Prognosis Quo ad vitam
: Ad bonam
Quo ad functionam : Ad bonam Quo ad sanationam : Ad bonam
33
BAB IV PEMBAHASAN Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di salah satu industri rumahan di Makassar “Gelora Cake”, dilakukan pemeriksaan secara acak kepada 26 pekerja, didapatkan berturut- turut dengan diagnosis Low Back Pain 2 orang, 2 dengan CTS, 5 dengan common cold, 1 dengan konjungtivitis, 2 dengan sefalgia, 2 dengan hipertensi dan sisanya tidak ada keluhan. Berkaitan banyaknya Low Back Pain yang dialami oleh pekerja, terutama pada bagian pembuat adonan (produksi), yang memang mayoritas pekerjaan yang dilakukan adalah mengangkat dan menuangkan adonan ke loyang serta duduk yang lama, maka diambil sampel observasi yaitu pekerja dengan diagnosa Low Back Pain. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, pasien didiagnosa Low Back Pain dan ditemukan adanya penyakit lain yaitu hipertensi. Dari anamnesis, pasien diketahui mengalami keluhan nyeri punggung bawah. Keluhan ini dirasakan sejak ± 2 tahun terakhir. Keluhan ini dirasakan hilang timbul, nyeri memberat setelah bekerja dan berkurang setelah beristirahat. Nyeri dirasakan tidak menjalar ke tungkai bawah. Riwayat trauma tidak ada. Pasien telah bekerja selama delapan tahun. Pasien bekerja dari hari senin sampai sabtu ( jam kerja 60 jam/minggu), sejak pukul 07.00 sampai pukul 17.00 WITA (10 jam kerja dalam sehari). Setiap hari pasien mengangkat beban berat yaitu adonan yang telah dicampur kemudian dipindahkan ke loyang. Diantara 26 orang karyawan tersebut, 2 diantaranya mengeluh keluhan yang sama dan didiagnosis Low Back Pain.
34
Pada pasien ini dapat ditemukan sebab terjadinya penyakit akibat kerja adalah ergonomis akibat Unsafe Action pada pasien ini yaitu posisi saat mengangkat beban dan posisi duduk. Dengan mengangkat beban dengan cara yang salah, maka secara fisiologis tubuh akan berusaha menghadapinya dengan maksimal, pekerjaan atau gerakan yang menggunakan tenaga besar akan memberikan beban mekanik yang besar terhadap otot, tendon, ligament dan sendi. Beban yang berat akan menyebabkan iritasi, inflamasi, kelelahan otot, kerusakan otot, tendon dan jaringan lainnya. Faktor-faktor pengaruh kerja seperti waktu kerja selama 10 jam/hari, waktu istirahat yang kurang dan pekerjaan yang monoton seperti posisi duduk lama dapat meningkatkan resiko terjadinya low back pain. Pada pasien ini posisi duduk yang dilakukan saat memindahkan adonan ke loyang adalah membungkuk. Penelitian menunjukkan bahwa lama duduk selama 8 jam per hari dengan sikap membungkuk merupakan faktor risiko terjadinya LBP. Adanya faktor usia dimana paling banyak menyerang usia 35-55 tahun seiring bertambahnya usia, kekuatan tulang dan elastisitas otot cenderung menurun. Discus intervertebral mulai kehilangan cairan dan fleksibilitas, yang mengurangi kemampuan sebagai bantal. Banyak faktor yang bisa menyebabkan nyeri punggung belakang di tempat kerja yaitu ketegangan otot, spasme atau kejang otot, trauma dan gangguan mekanik. Pada pasien ini juga ditemukan faktor risiko overweight dan berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa seseorang yang overweight lebih berisiko 5 kali menderita LBP dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan ideal. Ketika berat badan bertambah, tulang belakang akan tertekan untuk menerima beban yang membebani tersebut sehingga
35
mengakibatkan mudahnya terjadi kerusakan dan bahaya pada stuktur tulang belakang. Salah satu daerah pada tulang belakang yang paling berisiko akibat efek dari obesitas adalah verterbrae lumbal. Patofisiologi nyeri pinggang bawah terjadi karena biomekanik vertebra lumbal akibat perubahan titik berat badan dengan kompensasi perubahan posisi tubuh dan akan menimbulkan nyeri Keterangan (strain) otot dan keregangan (sprain) ligamentum tulang belakang merupakan salah satu pemnyebab utama LBP Kifosis lumbal selain menyebabkan peregangan ligamentum longitudinalios posterior, juga menyebabkan peningkatan tekanan pada diskus intervertebralis sehingga mengakibatkan peningkatan tegangan pada bagian dari annulus posteriordan penekanan pada nukleus pulposus. Terapi yang dilakukan untuk pasien menjadi medikamentosa dan non medikamentosa. Terapi medikamentosa diberikan meloxicam 7,5 mg tab 1 x 1, amlodipin 10 mg 1 x ½ tab dan vitamin B6 1 x 1. Terapi nonmedikamentosa yang dilakukan adalah diberikan edukasi yaitu bila mengangkat beban berat dari posisi yang lebih rendah, jangan membungkuk tetapi menekuk lutut terlebih dahulu, kursi jangan terlalu pendek sehingga kaki tidak tertekuk dan bisa rileks, memperbaiki posisi duduk yaitu duduk tegak jangan bungkuk, bila tidur dengan punggung mendatar, alas tidur sebaiknya yang keras, saat akan bangun tidur dengan cara melipat kedua kaki terlebih dahulu, kemudian badan dimiringkan dan kedua kaki terlebih dahulu turun dari tempat tidur kemudian diikuti badan, istirahat yang cukup dan biasakan lakukan peregangan (stretching) 15 menit tiap pagi sebelum memulai pekerjaan. 36
Cara mengangkat beban berat dengan baik dan benar:
Peregangan (stretching) yang disarankan untuk pekerja adalah sebagai berikut: Pelvic Tilts Berbaring telentang dengan lutut ditekuk, tumit diatas lantai, dan berat badan bertumpu pada tumit. Tekan punggung kecil menghadap lantai, kerutkan bokong (angkat sekitar setengah inci dari lantai), dan kerutkan otot perut. Tahan posisi ini untuk hitungan 10. ulangi 20 kali.
37
Abdominal Curls Berbaring telentang dengan lutut ditekuk dan kaki diatas lantai. Letakkan tangan melintani dada. Mengkerutkan otot perut, secara perlahan mengangkat bahu 10 inci dari lantai sambil menjaga kepala belakang (dagu seharusnya tidak menyentuh dada). Kemudian mepaskan otot perut, secara perlahan merendahkan bahu. lakukan 3 kali 10 Knee-to-Chest Stretch Berbaring pada punggung dengan lutut ditekuk dan kedua tumit pada lantai. Ketika menjaga lutut ditekuki, letakkan kedua tangan dibelakang salah satu lutut dan arahkan kedada. Tahan untuk hitungan ke 10. Secara perlahan rendahkan kaki dan ulangi dengan kaki yang lain. Lakukan latihan ini 10 kali.
38
Hip and Quadriceps Stretch Berdiri dengan salah satu kaki diatas lantai dan lutut pada kaki yang lain ditekuk kirakira bersudut 90º. Genggam didepan pergelangan kaki pada kaki yang ditekuk dengan tangan pada sisi yang sama. (tangan
yang
lainnya
kemungkinan
diletakkan di belakang bangku atau pada dinding untuk keseimbangan). Menjaga lutut bersamaan, menekan kaki berlawanan dengan tangan dan menjauh dari tubuh. Tahan untuk hitungan ke 10. Ulangi dengan kaki yang lain. Lakukan olahraga ini 10 kali.
39
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN 1. Low Back Pain pada kasus ini disebabkan oleh ketegangan otot akibat posisi duduk yang tidak ergonomis yang terjadi selama beberapa tahun dan diperberat oleh faktor usia dan pada pasien didapatkan overweight. 2. Penyakit akibat kerja pada pasien ini terjadi akibat unsafe action.
B. SARAN 1. Untuk Pekerja Pekerja juga disarankan untuk mengangkat beban dengan cara yang benar dan selingi pekerjaan dengan istirahat beberapa kali sebelum melanjutkan lagi dan melakukan beberapa gerakan peregangan. 2. Untuk Perusahaan Penyediaan peralatan kerja yang menerapkan ergonomi sebagai perbaikan dan pencegahan terhadap peralatan kerja yang tidak nyaman dan berpotensi menimbulkan keluhan muskuloskeletal yaitu menyediakan kursi yang ada sandaran, ventilasi dan pencahayaan yang baik dalam ruang kerja. 3. Untuk Puskesmas Melakukan pendataan terhadap pekerja yang mengalami LBP secara berkala agar dapat dilakukan upaya pencegahan untuk mengurangi angka
40
kesakitan serta melakukan penyuluhan tentang keselamatan kerja dan kesehatan kerja pada tempat kerja minimal 1 kali per tiga bulan.
41
DAFTAR PUSTAKA 1. Republik Indonesia. Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena Hubungan Kerja. Presiden Republik Indonesia: Jakarta; 1993 2. Jeyaratnam J. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. 3. Suaeb A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Universitas Gunadarma; 2013 4. Harsono, 2009. Kapita Selekta Neurologi. Edisi 8. Jakarta : Erlangga 5. Harianto R. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2008. 6. Sadeli HA, Tjahjono B. Nyeri Punggung Bawah. dalam: Nyeri Neuropatik, Patofisioloogi dan Penatalaksanaan. Editor: Meliala L, Suryamiharja A, Purba JS, Sadeli HA. Perdossi, 2001:145-167. 7. Rumawas RT. Nyeri Pinggang Bawah (Pandangan umum). Kumpulan makalah lengkap Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia (PERDOSSI). Palembang, 8-12 Desember 1996 8. Depkes RI. 2008. Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta. 9. Notoatmodjo S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta 10. Sadeli HA, Tjahjono B. Nyeri Punggung Bawah. dalam: Nyeri Neuropatik, Patofisioloogi dan Penatalaksanaan. Editor: Meliala L, Suryamiharja A, Purba JS, Sadeli HA. Perdossi, 2001:145-167
42
LAMPIRAN
43
44