Askep Uretra Isi Fiks-1.docx

  • Uploaded by: Febiyantika Adhi
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Uretra Isi Fiks-1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,889
  • Pages: 17
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Striktur uretra adalah penyempitan atau kontraksi dari lumen urethra akibat adanya osbtruksi. Striktur urethra adalah penyempitan akibat dari adanya pembentukan jaringan fibrotik (jaringan parut) pada urethra atau daerah urethra. Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang disebabkan oleh jaringan uretra diganti jaringan ikat yang kemudian mengerut menyebabkan jaringan lumen uretra mengecil. Striktur uretra adalah suatu kondisi penyempitan lumen uretra. Striktur uretra menyebabkan gangguan dalam berkemih, mulai dari aliran berkemih yang kecil sampai tidak dapat mengeluarkan urine keluar dari tubuh. (Muttaqin.A, 2011) Dilihat dari segi aspek promotif perawat berperan sebagai pendidik dapat memberi pencegahan dan perawatan dalam menangani asuhan keprawatan striktur uretra dirumah sakit, tidak hanya memberi perawatan, pengobatan dan penyembuhan, tetapi juga bisa memberi informasi mengenai penyakit yang bertujuan menghindari klien dari komplikasi yang mungkin timbul. Dari segi aspek preventif peran perawat memberikan asuhan keperawatan yang baik dengan memberikan penyuluhan, penatalaksanaan dini kepada klien mengenai striktur uretra. Dari segi kuratif peran perawat untuk memberikan pertolongan yang sangat cepat seperti pemberian obat antipiretik dan antibiotik. Dari segi aspek rehabilitatif peran peran perawat adalah pemberian obat teratur. Berdasarkan permasalahan yang terdapat diatas maka penyusun tertarik untuk menyusun makalah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Striktur Uretra”.

B. Rumusan Masalah 1.

Bagaimanakah anatomi fisiologi dari uretra?

2.

Apakah definisi dari stricture uretra?

3.

Apakah etiologi dari stricture uretra? 1

4.

Apakah patofisiologi stricture uretra?

5.

Apakah manifestasi klinis stricture uretra?

6.

Apakah derajat penyempitan dari stricture uretra?

7.

Apakah macam-macam pemeriksaan diagnostik dari stricture uretra?

8.

Bagaimanakah penatalaksanaan pada klien stricture uretra?

9.

Apakah prognosis dari stricture uretra?

10. Bagaimana WOC dari stricture uretra? 11. Bagaimana asuhan keperawatan dari stricture uretra?

C. Tujuan 1. Tujuan Umum Setelah proses perkuliahan keperawatan perkemihandiharapkan mahasiswa mampu mengetahui mengenai konsep asuhan keperawatan pada klien dengan striktur uretra 2. Tujuan Khusus a. Menjelaskan definisi dari striktur uretra. b. Menjelaskan etiologi/ faktor pencetus dari striktur uretra. c. Menjelaskan manifestasi klinis dari striktur uretra. d. Menjelaskan patofisiologi striktur uretra. e. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik pada striktur uretra. f. Menjelaskan penatalaksanaan klien dengan striktur uretra. g. Menjelaskan prognosis dari striktur uretra. h. Menjelaskan WOC dari striktur uretra. i. Menjelaskan asuhan keperawatan klien dengan striktur uretra.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Uretra 1. Anatomi dan Fisiologi Uretra Pria Fungsi kandung kemih adalah menyimpan urin dan mengekskresikanya melalui uretta ke meatus uretra eksterna. Panjang panjang uretra pada laki-laki sekitar 20 cm. Kelenjar prostat mengelilingi bagian atas uretra laki-laki. (Chang, Ester. Dkk 2010). Uretra pria adalah tabung dengan panjang 20 cm dan membentang dari kandung kemih sampai ujung penis. Gambar 1. Uretra pada Pria

(images/google.com) Uretra meninggalkan kandung kemih dan melalui kelenjar prostat yang bagian itu dikenal sebagai Uretra Pars Prostatika, berjalan ke Uretra Membranosa. Kemudian menjadi uretra penis; membelok dengan sudut 900 dan memiliki perineum ke penis (Pearce.2000). Uretra mempunyai tiga bagian (Gibson.2003) yaitu : a. Urethra Pars Prostatica memiliki panjang 3 cm, melewatiGlandula Prostatica, menerima dua Ductus Ejaculatorius dan beberapa saluran kecil dari Glandula Prostatica. 3

b. Urethra Pars membranosa memiliki panjang 2 cm, melaluiDiafragma Urogenitale, lapisan fibrosa tepat di bawah Glandula Prostatica; tertutup oleh sfingter serat otot. Bagian ini disebut membranosa karena struktur ini setipis membran. c. Urethra Pars Spongiota memiliki panjang skitar 15cm; berjalan melalui Corpus Spongiosum penis sampai ujung penis. 2. Anatomi dan Fisisologi Uretra Wanita . Uretra pada wanita adalah tabung dengan panjang sekitar 3-4cm dan uretra berjalan tepat di bagian depan vagina. (Chang, Ester. Dkk 2010) Gambar 2. Uretra pada Wanita

(images/google.com) B. Stricture Uretra 1. Definisi Striktur uretra merupakan penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut dan kontraksi. Penyebab striktur uretra umumnya adalah karena cedera, cedera akibat peregangan dan cedera yang berhubungan dengan kecelakaan mobil, uretritis gonorhea yang tidak ditangani dan abnormalitas congenital. (Hapsari Tri dkk.2009)

4

Striktur Uretra yaitu penyempitan lumen uretra disertai dengan menurunnya elastisitas jaringan uretra. Sering terjadi di pars bulbaris lebih kurang 60 – 70 %. (Hapsari, Chairunnisa P. 2010). 2.

Etiologi Striktura uretra dapat disebabkan karena suatu infeksi, trauma pada uretra, dan kelainan bawaan. Infeksi seperti ikutan dari pemasangan kateter, uretritis, STD (Gonococcus), saat ini mungkin sudah jarang ditemukan, sering infeksi disebabkan karena pemakaian kateter uretra dalam jangka lama. Trauma yang menyebabkan striktura uretra adalah pembedahan/tindakan yang melewati uretra (kateterisasi, reseksi transuretra), trauma tumpul pada selangkangan (straddle injury) yang akan menimbulkan striktur uretra pars bulbosa, fraktur tulang pelvis yang akan merusak uretra pars membranasea hingga dapat menimbulkan striktur uretra parsial atau komplit, keluar batu secara spontan, trauma hubungan intim/melahirkan dan penggunaan intrumentasi atau tindakan transuretra yang kurang hati - hati. Serta Kelainan bawaan. (Baroroh Dewi Baririet. 2011).

3.

Patofisiologi Proses radang karena trauma atau infeksi menyebabkan terjadinya fibrosis sehingga menjadi sikatrik dan terjadilah striktur yang menyebabkan hambatan aliran urin dan hambatan aliran sperma. (Baroroh Dewi Baririet. 2011). Lesi pada epitel uretra atau putusnya kontinuitas, baik oleh proses infeksi maupun akibat trauma, akan menimbulkan terjadinya reaksi peradangan dan fibroblastic. Iritasi dan urine pada uretra akan mengundang reaksi fibroblastic yang berkelanjutan dan prosesfibrosis makin menghebat sehingga terjadilah penyempitan bahkan penyumbatan dari lumen uretra serta aliran urine mengalami hambatan dengan segala akibatnya. Ekstravasasi urine pada uretra yang mengalami lesi akan mengundang terjadinya peradangan periuretra yang dapat berkembang menjadi abses periuretra dan terbentuk

fistula

uretrokutan (lokalisasi

(Nursalam, 2008)

4.

Manifestasi Klinis 5

pada penis,

perineum atau skrotum).

a. Kekuatan pancaran dan jumlah urin berkurang b. Gejala infeksi c. Retensi urinarius d. Adanya aliran balik dan mencetuskan sistitis, prostatitis dan pielonefritis (C. Smeltzer, Suzanne;2002) e. Kesulitan dalam berkemih, harus mengejan, pancaran mengecil, pancaran bercabang dan menetes sampai retensi urine. Pembengkakan dan getah / nanah di daerah perineum, skrotum dan terkadang timbul bercak darah di celana dalam. Bila terjadi infeksi sistemik penderita febris, warna urine bisa keruh.(Nursalam, 2008) f. Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan hambatan arus kemih dan kemudian timbul sindrom lengkap obstruksi leher kandung kemih seperti digambarkan pada hipertrofia prostat. Striktur akibat radang uretra sering agak luas dan mungkin multiple. (Smeltzer.C,2002) g. Perasaan tidak puas setelah berkemih. h. Frekuensi (buang air kecil lebih sering dari normal). i. Urgensi (tidak dapat menahan keinginan untuk berkemih). j. Sakit atau nyeri saat buang air kecil kadang-kadang dijumpai.

5. Derajat Penyempitan Uretra a. Ringan: jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen. b. Sedang: oklusi 1/3 s.d 1/2 diameter lumen uretra. c. Berat: oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra. Ada derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis. (Basuki B. Purnomo; 2003).

6. Pemeriksaan Diagnostik a. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria. b. Kultur urin: adanya staphylokokus aureus. Proteus, klebsiella, pseudomonas, e. coli. c. BUN/kreatin : meningkat

6

d. Uretrografi: adanya penyempitan atau pembuntuan uretra. Untuk mengetahui panjangnya penyempitan uretra dibuat foto iolar (sisto) uretrografi. e. Uroflowmetri : untuk mengetahui derasnya pancaran saat miksi f. Uretroskopi : Untuk mengetahui pembuntuan lumen uretra (Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 dan Doenges E. Marilynn) Muttaqin.A, 2011 menyebutkan bahwa pemeriksaan diagnostik untuk stricture uretra yaitu : a. Laboratoriun Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk pelengkap pelaksanaan pembedahan. Selain itu, beberapa dilakukan untuk mengetahui adanya tanda –tanda infeksi melalui pemeriksaan urinalisis dan kultur urine. b. Uroflowmetri Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urine. Volume urine yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urine normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari harga normal menandakan adanya obstruksi. c. Radiologi Diagnosis pasti dibuat dengan uretrografi sehingga dapat melihat letak penyempitan dan besarnya penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang striktur adalah dengan sistouretrografi yaitu memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan ini, panjang striktur dapat diketahui sehingga penting untuk perencanaan terapi atau operasi.

7. Penatalaksanaan a. Filiform bougies untuk membuka jalan jika striktur menghambat pemasangan kateter b. Medika mentosa Analgesik non narkotik untuk mengendalikan nyeri. Medikasi antimikrobial untuk mencegah infeksi. c. Pembedahan 1) Sistostomi suprapubis 7

2) Businasi ( dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati. 3) Uretrotomi interna : memotong jaringan sikatrik uretra dengan pisau otis/sachse. Otis dimasukkan secara blind ke dalam buli–buli jika striktur belum total. Jika lebih berat dengan pisau sachse secara visual. 4) Uretritimi eksterna: tondakan operasi terbuka berupa pemotonganjaringan fibrosis, kemudian dilakukan anastomosis diantara jaringan uretra yang masih baik. (Basuki B. Purnomo; 2000 dan Doenges E. Marilynn, 2000) d. Terapi 1) Kalau penderita datang dengan retensio urine maka pertolongan pertama dengan cystostomi kemudian baru dibuat pemeriksaan uretrogafi untuk memastikan adanya striktura urethra. 2) Kalau penderita datang dengan infiltrat urine atau abses dilakukan insisi infiltrat dan abses dan dilakukan cystostomi baru kemidian dibuat uretrografi. e. Trukar Cystostomi Kalau penderita datang dengan retensio urine atau infiltrat urine, dilakukan cystostomi. Tindakan cystostomie dilakukan dengan trukar, dilakukan dengan lokal anestesi, satu jari di atas pubis di garis tengah, tusukan membuat sudut 45 derajat setelah trukar masuk, dimasukan kateter dan trukar dilepas, kater difiksasi dengan benar sutra kulit. f. Bedah endoskopi 1) Setelah dibuat diagnosis striktura urethra ditentukan lokasi dan panjang striktura Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat sachse adalah striktura urethra anterior atau posterior yang masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih 2 cm serta tidak fistel kateter dipasang selama 2 hari pasca tindakan. 2) Setelah penderita dipulangkan, penderita harus kontrol tiap minggu sampai 1 bulan kemudian.Tiap bulan sampai 6 bulan dan tiap 6 bulan seumur hidup.Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmer kalau Q maksimal <10 dilakukan bauginasi. g. Uretroplasti 1) Indikasi untuk uretroplasti adalah dengan setriktur urethra panjang lebih 2 cm atau dengan fistel urethrokutan atau penderita residif striktur pasca urethratomi sachse

8

2) Operasi urethroplasti ini bermacam – macam , pada umunya setelah daerah striktur diexsisi, urethra diganti dengan kulit preputium atau kulit penis dan dengan free graf atau pedikel graf yaitu dibuat tambung urethra baru dari kulit preputium atau kulit penis dengan menyertakan pembuluh darahnya.

h. Otis uretrotomi 1) Tindakan otis uretrotomi di kerjakan pada striktura urethra anterior terutama bagian distal dari pendulan urethra dan fossa manicularis. 2) Otis uretrotomi ini juga dilakukan pada wanita dengan striktura urethra

8. Prognosis Striktur urethra sering kali kambuh, sehingga klien harus sering menjalani pemeriksaan secara teratur ke dokter. Penyakit ini dinyatakan sembuh bila setelah dilakukan observasi selama 1 tahun tidak menunjukkan tanda-tanda kekambuhan. (Purnomo BB., Seto S, 2003)

9

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian 1. Anamnesa a. Identitas Klien 1) Nama 2) Alamat 3) Umur 4) Jenis Kelamin 5) Berat Badan 6) Agama 7) Pekerjaan b. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan Utama Klien merasakan pancaran urine melemah, sering kencing, dan sedikit urine yang keluar. Klien mengeluh nyeri saat berkemih. 2) Riwayat Penyakit Sekarang Pada klien striktur uretra keluhan-keluhan yang ada adalah nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis miksi, hesistensi, intermitency, dan waktu miksi memanjang dan akirnya menjadi retensio urine. 3) Riwayat Penyakit Dahulu Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan, misalnya ISK (Infeksi Saluran Kencing) yang berulang. Klien belum pernah operasi dan klien memiliki riwayat penyakit hipertensi. 4) Riwayat Penyakit Keluarga Adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit striktur urethra Kakek klien menderita DM dan hipertensi. 5) Riwayat Alergi Klien tidak memiliki riwayat alergi. 6) Riwayat Penggunaan Obat 10

Obat yang sudah dikonsumsi selama ini, obat apa yang sudah diminum sebelum masuk rumah sakit adalah obat pusing yang biasa dibeli di warung. 2.

Pemeriksaan Fisik a. B1 (breathing) Kaji bentuk hidung, pergerakan cuping hidung pada waktu bernafas, kesimetrisan gerakan dada pada saat bernafas, auskultasi bunyi nafas dan gangguan pernafasan yang timbul. Apakah bersih atau ada ronchi, serta frekuensi nafas. b. B2 (blood) Adanya peningkatan TD (efek pembesaran ginjal) dan peningkatan suhu tubuh. c. B3 (brain) Kaji fungsi serebral, fungsi saraf cranial, fungsi sensori serta fungsi refleks. d. B4 (bladder) Penurunan aliran urin, ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, dorongan dan frekuensi berkemih meningkat. e. B5 (bowel) Kaji apakah ada nyeri tekan abdomen, apakah ada kram abdomen, apakah ada mual dan muntah, anoreksia, dan penurunan berat badan. f. B6 (bone) Kaji derajat Range of Motion dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang dilaporkan klien waktu bergerak, dan toleransi klien waktu bergerak.Kaji keadaan kulitnya, rambut dan kuku, pemeriksaan kulit meliputi : tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan.

B. Analisa Data Data

Etiologi

Masalah Keperawatan

11

DS: Klien mengeluh dapat Sumbatan saluran

Retensi Urine (0023)

kencing tetapi kencingnya perkemihan sedikit dan pancarannya lemah. DO: Terasa distensi pada kandung

kemih

saat

dipalpasi.

DS: Klien mengeluh nyeri Agen cidera biologis

Nyeri Akut (00132)

saat berkemih. P

:

Obstruksi

kandung

kemih

pada karena

infeksi Q: Nyeri seperti tertekan benda tumpul R: Suprapubik, perineal dan panggul S: Skala 6 T: Nyeri hilang timbul DO: Wajah klien tampak meringis saat berkemih DS:

klien

mengatakan

Resiko Infeksi (00004)

suhu badan meningkat. DO:

muncul

keringat

dingin, akral hangat, Suhu : 37,5°C. DS: sering

Klien kencing

mengeluh Infeksi saluran kemih dengan

Gangguan Eliminasi Urine (00016)

jumlah urine sedikit. DO: intake dan output tidak seimbang

C. Diagnosa Keperawatan 12

1.

Retensi urine berhubungan dengan Sumbatan saluran perkemihan

2.

Nyeri akut berhubungan dengan Agen cidera biologis

3.

Resiko infeksi

4.

Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan Infeksi saluran kemih

D. Intervensi Diagnosa : Retensi urine berhubungan dengan Sumbatan saluran perkemihan NOC

NIC

Tujuan :

Perawatan retensi urin (05620)

setelah dilakukan tindakan keperawatan

O : Monitor efek resep obat seperti calcium channel blokers dan antikolinergik

selama 3 x 24 jam retensi urin dapat teratasi.

N : Lakukan pengkajian komprehensif sostem perkemihan

fokus

terhadap

inkontinensia

(misalnya. output urin, pola berkemih , fungsi

Kriteria hasil :

kognitif, dan masalah saluran perkemihan Eliminasi urin (0503) a. Pola eliminasi

sebelumnya) dari skala sangat

terganggu menjadi tidak terganggu (050301) b. Jumlah urine

dari skala sangat

terganggu menjadi tidak terganggu (050303) c. Retensi urine dari skala sangat terganggu menjadi tidak terganggu (050332)

13

E : Anjurkan klien/keluarga untuk mencatat urin output, sesuai kebutuhan C : Rujuk pada spesialis perkemihan, sesuai kebutuhan

Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan Agen cidera biologis NOC

NIC

Tujuan :

Managemen nyeri (1400)

setelah dilakukan tindakan keperawatan

O : Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada

selama 3 x 24 jam nyeri akut dapat teratasi. Kriteria hasil :

mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif N : Lakukan pengkajian nyeri komprehensif

Kontrol nyeri (1605)

yang meliputi lokasi, karakteristik, durasi, a. Mengenali

kapan

nyeri

terjadi

(160502)

frekuensi, kualitas, factor pencetus E : Ajarkan metode farmakologis untuk

b. Menggambarkan

faktor

penyebab

(160501)

menurunkan nyeri C : Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat

c. Menggunakan tindakan pencegahan (160503)

dan tim kesehatan lainnya untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan penurunan

d.

nyeri nonfarmakologi, sesuai kebutuhan

Diagnosa : Resiko infeksi NOC

NIC

Tujuan: Setelah

Kontrol Infeksi (6540) dilakukan

tindakan

keperwatan

selama 3 x 24 jam diharapkan resiko infeksi

O : Pastikan penanganan aseptik dari semua saluran IV

pada klien dapat terkontrol.

N : Berikan terapi antibiotik yang sesuai

Kriteria Hasil:

E : Ajarkan klien dan anggota keluarga

Keparahan infeksi (0703)

mengenai bagaimana menghindari infeksi

a. Nyeri dari skala berat menjadi ringan atau tidak ada (070333) b. Ketidakstabilan suhu dari skala berat menjadi ringan atau tidak ada (070330)

14

C:-

c. Kolonisasi kultur urin dari skala berat menjadi ringan atau tidak ada (070324)

Diagnosa : Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan Infeksi saluran kemih NOC

NIC

Tujuan :

Perawatan retensi urin (05620)

setelah dilakukan tindakan keperawatan

O : Monitor efek resep obat seperti calcium channel blokers dan antikolinergik

selama 3 x 24 jam gangguan eliminasi urin

N : Lakukan pengkajian komprehensif sistem

urin dapat teratasi.

perkemihan fokus terhadap inkontinensia (misalnya. output urin, pola berkemih ,

Kriteria hasil :

fungsi kognitif, dan masalah saluran Eliminasi urin (0503) a. Pola eliminasi terganggu

menjadi

perkemihan sebelumnya) dari skala sangat tidak

(050301) b. Jumlah urine terganggu

menjadi

urin output, sesuai kebutuhan terganggu C C : Rujuk pada spesialis perkemihan, sesuai

dari skala sangat tidak

E : Anjurkan klien/keluarga untuk mencatat

kebutuhan

terganggu

(050303) c. Retensi urine dari skala sangat terganggu

menjadi

tidak

terganggu

(050332)

15

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Striktur uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang disebabkan oleh jaringan uretra diganti jaringan ikat yang kemudian mengerut menyebabkan jaringan lumen uretra mengecil. Striktur uretra adalah suatu kondisi penyempitan lumen uretra. Striktur uretra menyebabkan gangguan dalam berkemih, mulai dari aliran berkemih yang kecil sampai tidak dapat mengeluarkan urine keluar dari tubuh. (Muttaqin.A, 2011)

B. Saran Penulis menyarankan agar pembacara tetap menjaga pola hidup sehat dan berolahraga dapat mengurangi resiko terjangkit penyakit. Semoga asuhakn keperawatan strictur uretra ini dapat bermanfaaat.

16

DAFTAR PUSTAKA

Baroroh Dewi Baririet. 2011. Nursing Care Plan : Striktur Uretra. Malang : Medical Surgical Department PSIK FIKES UMM. Doenges E. Marilynn, Rencana Asuhan keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Klien, Jakarta. EGC. 2000 Gibson, John. (2003).Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat Edisi 2,Jakarta:EGC Hapsari, Chairunnisa P. 2010. Hubungan antara Pembesaran prostat Jinak dengan Gambaran Endapan Urin di Kandung Kemih pada Pemeriksaan Ultrasonografi.Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Hapsari Tri dkk.2009. Gambaran Pengetahuan Klien Penderita Striktur Uretra Tentang Pencegahan Kejadian Ulang Striktur Uretra di Ruang Perawatan Bedah Rumah Sakit Dr Hasan Sadikin Bandung. Bandung : Jurnal Kesehatan Kartika Stikes A. Yani Nanda, NOC, NIC.2015-2017.Asuhan Keperawatan Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika. Pearce, Evelyn C. (2000). Anatomi dan Fisiolog untuk Paramedis Edisi Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Purnomo BB., Seto S. Striktur Urethra. Dalam: Dasar-Dasar Urologi. Edisi Kedua. Pene Susanne, C Smelzer, Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart) , Edisi VIII, Volume 2, Jakarta, EGC, 2002

17

Related Documents


More Documents from "laras"