Askep Thalesemia Kmb. Emi.docx

  • Uploaded by: Puskesmas Alang-Alang Lebar
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Thalesemia Kmb. Emi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,666
  • Pages: 56
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS THALASEMIA

Laporan Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Individu dalam Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh:

EMI ARNITA

PROGRAM NON REGULER PROGRAM STUDI NERS STIK SITI KHADIJAH PALEMBANG TAHUN AKADEMIK 2018/2019

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunianya jualah sehingga dengan segala kesungguhan dan kemampuan yang ada serta berkat bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan tugas individu Mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah dengan Topik Asuhan Keperawatan Thalesemia. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan baik susunannya maupun isinya, hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran-saran dan kritik yang sifatnya membangun sebagai bahan masukan demi membangun kesempurnaan tugas mandiri ini.

Palembang, Desember 2018

Emi Arnita Am, Kep

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 PENGERTIAN

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) Thalasemia merupakan penyakit anemia hemofilia dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997). Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defesiensi produksi rantai  atau () pada haemoglobin. (Suryadi, 2001) Thalassemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin. Jadi Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari 100 hari), yang disebabkan oleh defesiensi produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai  dan , yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara resesif.

2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI

A. Anatomi Darah Darah terdiri dari elemen-elemen berbentuk dan plasma dalam jumlah setara. Elemenelemen berbentuk adalah : sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit).

Plasma terdiri dari air 90%, dan 10 % berupa elektrolit, gas terlarut, berbagai produk sisa metabolisme dan zat-zat gizi misalnya gula, asam amino, lemak, kolesterol, dan vitamin. Protein dalam darah misalnya albumin, imunoglobin, serta komponen jenjang koagulasi dan komponen itu ikut menyusun plasma. Protein-protein lain dalam plasma berfungsi untuk mengangkut berbagai hormon dan lemak yang sebenarnya sulit larut. Contoh bahan-bahan yang diangkut secara terikat ke protein plasma berdensitas rendah dan tinggi adalah hormon tiroid, besi, fosfolipid, dan kolesterol.

B. Pembentukan Sel Darah

Sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit dibentuk di hati dan limpa pada janin, dan disumsum tulang setelah lahir. Proses pembentukan sel-sel darah disebut hematepoiesis. Hematopoiesis berawal dari sumsum tulang dari sel-sel bakal pluripotensial (berarti “memiliki banyak potensi/kemungkinan”). Sel-sel bakal adalah sumber dari semua sel darah. Sel-sel ini mengalami reproduksi sel melalui replikasi DNA dan mitosis, serta diferensiasi sel sewaktu mereka mulai berpisah dan berkembang menjadi sel darah merah, sel darah putih, atau trombosit.

C. Kontrol terhadap Perkembangan Sel Bakal

Sel bakal, distimulasi untuk membentuk sel-sel darah dengan cara menerima tanda in utero dan setelah lahir. Tanda-tanda tersebut meliputi pelepasan molekul-molekul produk lokal, yang merupakan petunjuk terhadap keadaan kepadatan di dalam jaringan hematopoietik. Tanda tersebut juga termasuk peredaran hormon, (faktor pertumbuhan hematopoietik) yang menstimulasi terjadinya plorifelari banyak atau seluruh sel. Faktor pertumbuhan hemaopoietik yang spesifik untuk sel-sel yang mereka stimulasi disebut faktor penstimulasi koloni (colony-stimulating factor).

D. Sel Darah Merah

Sel darah merah (eritrosit) tidak memiliki inti sel, mitokondria, atau ribosom. Sel ini tidak dapat melakukan mitosis, fosforilasi oksidatif sel, atau pembentukan protein. Sel darah merah mengandung protein hemoglobin yag mengangkut sebagian besar oksigen yang diambil di paru ke sel-sel di seluruh tubuh. Hemoglobin menempati sebagian besar ruang intrasel eritrosit. Sel darah matang dikeluarkan dari sumsum tulang dan hidup sekitar 120 hari untuk kemudian mengalami disintegrasi dan mati. Sel-sel darah merah yang mati diganti oleh sel-sel baru yang dihasilkan oleh sumsum tulang.

E. Sifat-Sifat Sel Darah Merah

Sel darah merah biasanya digambarkan berdasarkan ukuran dan jumlah hemoglobin yang terdapat di dalam sel:  Normositik

: Sel yang ukurannya norma

 Normokromik : Sel dengan jumlah hemoglobin yang normal  Mikrositik

: Sel yang ukurannya terlalu kecil

 Makrositik

: Sel yang ukurannya terlalu besar

 Hipokromik

: Sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu sedikit

 Hiperkromik : Sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu banyak  Dalam keadaan normal, bentuk sel darah dapat berubah-ubah.

Sifat ini memungkinkan sel tersebut masuk atau lolos ke mikrosirkulasi kapiler tanpa mengalami kerusakan. Apabila sel darah merah sulit berubah bentuknya (kaku), maka sel tersebut tidak dapat bertahan selama peredarannya dalam sirkulasi.

F. Antigen Sel Darah Merah

Sel darah merah memiliki bermacam-macam antigen spesifik yang terdapat di membran selnya dan tidak ditemukan di sel lain. Antigen-antigen ini diberi - nama A dan B, - dan Rh.

Antigen ABO Seseorang memiliki dua alel (gen) yang masing-masing mengkode antigen A atau B; atau tidak memiliki keduanya, yang diberi nama O. Satu alel diterima dari masing-masing orang tua. Antigen A dan B bersifat kodominan. Orang yang memiliki antigen A dan B (AB) akan memiliki darah (golongan) AB. Mereka yang memiliki dua antigen A (AA) atau satu A dan satu O (AO), akan memiliki darah A. Mereka yang memiliki

dua antigen B (BB) atau satu B dan satu O (BO), akan memiliki darah B. Orang yang tidak memiliki kedua antigen (OO) akan memiliki darah O. Orang yang memiliki golongan darah AB akan menerima darah A, B atau O. Namun, orang yang tidak memiliki antigen A dan B akan membentuk respons imun apabila terpajan ke antigen-antigen tersebut selama transfusi darah.

Antigen Rh adalah kelompok utama antigen lainnya pada sel darah merah yang juga diwariskan sebagai gen-gen dari masing-masing orang tua. Antigen Rh yang utama disebut faktor Rh. Orang yang mempunyai antigen Rh dianggap positif Rh (Rh+). Orang yang tidak memiliki antigen Rh dianggap negatif Rh (Rh-). Gen positif Rh bersifat dominan. Dengan demikian, orang harus memiliki dua faktor negatif agar menjadi negatif Rh. Orang yang positif Rh akan menerima darah negatif Rh, tetapi mereka yang tidak memiliki antigen Rh akan membentuk respons imun apabila terpajan ke darah posistif Rh.

G. Resipien dan Donor Darah Universal

Resipien darah universal adalah mereka yang memiliki darah posistif-AB karena sistem imun darah mereka akan menganggap antigen A atau B dan antigen positif Rh sebagai bagian dari diri mereka (bukan benda asing). Dengan demikian, mereka dapat menerima semua profil ABO dan Rh. Donor darah universal adalah mereka yang memiliki darah negatif O. Walaupun sistem imun negatif mereka akan menyerang darah yang mengandung antigen A atau B dan faktor Rh, darah mereka dapat diberikan transfusi untuk semua resipien.

H. Hemoglobin

Hemoglobin terdiri dari bahan yang mengandung besi yang disebut hem (heme) dan protein globulin. Terdapat sekitar 300 molekul hemogobin dalam setiap sel darah merah. Setiap molekul hemoglobin memiliki tempat pengikatan untuk oksigen. Hemoglobin yang mengikat oksigen disebut oksihemo-globin. Hemoglobin dalam darah dapat mengikat

oksigen secara parsial atau total di ke empat tempatnya. Hemoglobin yang jenuh mengikat oksigen secara penuh/total, sedangkan hemoglobin yang jenuh parsial akan mengalami deoksigenasi memiliki saturasi yang kurang dari 100%. Darah arteri sistemik dari paru adalah jenuh dengan oksigen. Hemoglobin melepaskan oksigen ini ke sel sehingga saturasi hemoglobin dalam darah pena adalah sekitar 60%. Tugas akhir hemoglobin adalah menyerap karbondioksida dan ion hidrogen serta membawanya

ke

paru

tempat

zat-zat

tersebut

dilepaskan

dari

hemoglobin.

Terdapat paling sedikit 100 jenis molekul hemoglobin abnormal yang diketahui terdapat pada manusia, yang terbentuk dari berbagai mutasi. Sebagian besar sebagian jenis tersebut kurang mampu mengangkut oksigen dibandingkan hemoglobin normal.

I. Pemecahan Sel Darah Merah

Apabila sel darah merah mulai berdisintegrasi pada akhir masa hidupnya, sel tersebut mengeluarkan hemoglobinnya ke dalam sirkulasi. Hemoglobin diuraikan di hati dan di limpa. Molekul globulin diubah menjadi asam-asam amino yang digunakan kembali oleh tubuh. Besi disimpan di hati dan di limpa sampai digunakan kembali. Sisa molekul lainnya diubah menjadi bilirubin, yang kemudian dieksresikan melalui tinja sebagai empedu atau melalui urin.

2.3 ETIOLOGI Faktor

genetik

yaitu

perkawinan

antara

2

heterozigot

(carier)

yang

menghasilkan keturunan Thalasemia (homozigot). Thalasemia termasuk dalam anemia hemolitik, dimana umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal 100-120 hari). Umur eritrosit ada yang 6 minggu, 8 minggu bahkan pada kasus yang berat umur eritosit bisa hanya 3 minggu. Pada talasemia, letak salah satu asam amino rantai polipeptida berbeda urutannya atau ditukar dengan jenis asam amino lainnya. Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan

hemoglobin,

disebabkan

oleh

sebuah

gen

cacat

yang

diturunkan.

Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya.

Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.

Thalasemia

digolongkan

bedasarkan

rantai

asam

amino

yang

terkena.

2 jenis yang utama adalah 

Alfa-thalassemia (melibatkan rantai alfa)



dan Beta-thalassemia (melibatkan rantai beta).

Thalassemia juga digolongkan berdasarkan apakah seseorang memiliki 

1 gen cacat (Thalassemia minor) atau



2 gen cacat (Thalassemia mayor).

Alfa-thalassemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen), dan beta-thalassemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara. 

gen untuk beta-thalassemia menyebabkan anemia ringan sampai sedang tanpa menimbulkan gejala;



gen menyebabkan anemia berat disertai gejala-gejala. Sekitar 10% orang yang memiliki paling tidak 1 gen untuk alfa-thalassemia juga menderita anemia ringan

2.4 TANDA DAN GEJALA

Tanda Dan Gejala Klien Dengan Thalasemia

Secara klinis talasemia dibagi dalam 3 golongan yaitu : 1. Thalasemia Mayor (bentuk homozigot) Memberikan gejala klinis yang jelas 2. Thalasemia Minor biasanya tidak memberikan gejala klinis 3. Thalasemia intermedia ditandai oleh anemia mirositik, bentuk heterozigot

Gejala Klinis Thalasemia Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1 tahun, yaitu: 

Lemah



Pucat



Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur



Berat badan kurang



Tidak dapat hidup tanpa transfusi

Thalasemia intermedia : ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot. Thalasemia minor/thalasemia trait : ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot. Pada anak yang besar sering dijumpai adanya: 

Gizi buruk



Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba



Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (Hepatomegali), Limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja

Gejala khas adalah: 

Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.



Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu karena penimbunan bes

2.5 PATOFISIOLOGI

Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya

volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.  Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpa dan dua rantai beta.  Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen.  Ada suatu kompensator yang meninghkatkan dalam rantai alpa, tetapi rantai Beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektive. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.  Kelebihan pada rantai alpa pada thalasemia Beta dan Gama ditemukan pada thalasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intra-eritrositk yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.  Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropoitik aktif. Kompensator produksi RBC terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan distruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.

Thalassemia adalah kelainan herediter dari sintesis Hb akibat dari gangguan produksi rantai globin. Penurunan produksi dari satu atau lebih rantai globin tertentu (α,β,γ,δ) akan menghentikan sintesis Hb dan menghasilkan ketidakseimbangan dengan terjadinya produksi rantai globin lain yang normal. Karena dua tipe rantai globin (α dan non-α) berpasangan antara satu sama lain dengan rasio hampir 1:1 untuk membentuk Hb normal, maka akan terjadi produksi berlebihan dari rantai globin yang normal dan terjadi akumulasi rantai tersebut di dalam sel menyebabkan sel menjadi tidak stabil dan memudahkan terjadinya destruksi sel. Ketidakseimbangan ini merupakan suatu tanda khas pada semua bentuk thalassemia. Karena alasan ini, pada sebagian besar thalassemia kurang sesuai disebut sebagai hemoglobinopati karena pada tipe-tipe thalassemia tersebut didapatkan rantai globin normal secara struktural dan juga karena defeknya terbatas pada menurunnya produksi dari rantai globin tertentu. Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari rantai yang tereduksi. Reduksi bervariasi dari mulai sedikit penurunan hingga tidak diproduksi sama sekali (complete absence). Sebagai contoh, apabila rantai β hanya sedikit diproduksi, tipe thalassemia-nya dinamakan sebagai thalassemia-β+, sedangkan tipe thalassemia-β° menandakan bahwa pada tipe tersebut rantai β tidak diproduksi sama sekali. Konsekuensi dari gangguan produksi rantai globin mengakibatkan berkurangnya deposisi Hb pada sel darah merah (hipokromatik). Defisiensi Hb menyebabkan sel darah merah menjadi lebih kecil, yang mengarah ke gambaran klasik thalassemia yaitu anemia hipokromik mikrositik. Hal ini berlaku hampir pada semua bentuk anemia yang disebabkan oleh adanya gangguan produksi dari salah satu atau kedua komponen Hb : heme atau globin. Namun hal ini tidak terjadi pada silent carrier, karena pada penderita ini jumlah Hb dan indeks sel darah merah berada dalam batas normal. Pada tipe trait thalassemia-β yang paling umum, level Hb A2 (δ2/α2) biasanya meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan rantai δ oleh rantai α bebas yang eksesif, yang mengakibatkan terjadinya kekurangan rantai β adekuat untuk dijadikan pasangan. Gen δ, tidak seperti gen β dan α, diketahui memiliki keterbatasan fisiologis dalam kemampuannya untuk memproduksi rantai δ yang stabil; dengan berpasangan dengan rantai α, rantai δ memproduksi Hb A2 (kira-kira 2,5-3% dari total Hb). Sebagian dari rantai α yang berlebihan digunakan untuk membentuk Hb A2, dimana sisanya (rantai α) akan terpresipitasi di dalam sel, bereaksi dengan membran sel, mengintervensi divisi sel normal, dan bertindak sebagai benda asing sehingga

terjadinya destruksi dari sel darah merah. Tingkat toksisitas yang disebabkan oleh rantai yang berlebihan bervariasi berdasarkan tipe dari rantai itu sendiri (misalnya toksisitas dari rantai α pada thalassemia-β lebih nyata dibandingkan toksisitas rantai β pada thalassemia-α). Dalam bentuk yang berat, seperti thalassemia-β mayor atau anemia Cooley, berlaku patofisiologi yang sama dimana terdapat adanya substansial yang berlebihan. Kelebihan rantai α bebas yang signifikan akibat kurangnya rantai β akan menyebabkan terjadinya pemecahan prekursor sel darah merah di sumsum tulang (eritropoesis inefektif).

Produksi Rantai Globin Untuk memahami perubahan genetik pada thalassemia, kita perlu mengenali dengan baik proses fisiologis dari produksi rantai globin pada orang sehat atau normal. Suatu unit rantai globin merupakan komponen utama untuk membentuk Hb : bersama-sama dengan Heme, rantai globin menghasilkan Hb. Dua pasangan berbeda dari rantai globin akan membentuk struktur tetramer dengan Heme sebagai intinya. Semua Hb normal dibentuk dari dua rantai globin α (atau mirip-α) dan dua rantai globin non-α. Bermacam-macam tipe Hb terbentuk, tergantung dari tipe rantai globin yang membentuknya. Masing-masing tipe Hb memiliki karakteristik yang berbeda dalam mengikat oksigen, biasanya berhubungan dengan kebutuhan oksigen pada tahap-tahap perkembangan yang berbeda dalam kehidupan manusia. Pada masa kehidupan embrionik, rantai ζ(rantai mirip-α) berkombinasi dengan rantai γ membentuk Hb Portland (ζ2γ2) dan dengan rantai ε untuk membentuk Hb Gower-1 (ζ2ε2). Selanjutnya, ketika rantai α telah diproduksi, dibentuklah Hb Gower-2, berpasangan dengan rantai ε (α2ε2). Hb Fetal dibentuk dari α2γ2 dan Hb dewasa primer (Hb A) dibentuk dari α2β2. Hb fisiologis yang ketiga, Hb A2, dibentuk dari rantai α2δ2.

Gambar 2. Gen rantai α yang berduplikasi pada kromosom 16 berpasangan dengan rantai-rantai non-α untuk memproduksi bermacam-macam Hb normal.

Patofisiologi seluler Kelainan dasar dari semua tipe thalassemia adalah ketidakseimbangan sintesis rantai globin. Namun, konsekuensi akumulasi dari produksi rantai globin yang berlebihan berbeda-beda pada tiap tipe thalassemia. Pada thalassemia-β, rantai α yang berlebihan, tidak mampu membentuk Hb tetramer, terpresipitasi di dalam prekursor sel darah merah dan, dengan berbagai cara, menimbulkan hampir semua gejala yang bermanifestasi pada sindroma thalassemia-β; situasi ini tidak terjadi pada thalassemia-α. Rantai globin yang berlebihan pada thalassemia-α adalah rantai γ pada tahun-tahun pertama kehidupan, dan rantai β pada usia yang lebih dewasa. Rantai-rantai tipe ini relatif bersifat larut sehingga mampu membentuk homotetramer yang, meskipun relatif tidak stabil, mampu tetap bertahan (viable) dan dapat memproduksi molekul Hb seperti Hb Bart (γ4) dan Hb H (β4). Perbedaan dasar pada dua tipe utama ini mempengaruhi perbedaan besar pada manifestasi klinis dan tingkat keparahan dari penyakit ini. Rantai α yang terakumulasi di dalam prekursor sel darah merah bersifat tidak larut (insoluble), terpresipitasi di dalam sel, berinteraksi dengan membran sel (mengakibatkan kerusakan yang signifikan), dan mengganggu divisi sel. Kondisi ini menyebabkan terjadinya destruksi intramedular dari prekursor sel darah merah. Sebagai tambahan, sel-sel yang bertahan yang sampai ke sirkulasi darah perifer dengan intracellular inclusion bodies (rantai yang berlebih) akan mengalami hemolisis; hal ini berarti bahwa baik hemolisis maupun eritropoesis inefektif menyebabkan anemia pada penderita dengan thalassemia-β.

Kemampuan sebagian sel darah merah untuk mempertahankan produksi dari rantai γ, yang mampu untuk berpasangan dengan sebagian rantai α yang berlebihan untuk membentuk Hb F, adalah suatu hal yang menguntungkan. Ikatan dengan sebagian rantai berlebih tidak diragukan lagi dapat mengurangi gejala dari penyakit dan menghasilkan Hb tambahan yang memiliki kemampuan untuk membawa oksigen. Selanjutnya, peningkatan produksi Hb F sebagai respon terhadap anemia berat, menimbulkan mekanisme lain untuk melindungi sel darah merah pada penderita dengan thalassemia-β. Peningkatan level Hb F akan meningkatkan afinitas oksigen, menyebabkan terjadinya hipoksia, dimana, bersama-sama dengan anemia berat akan menstimulasi produksi dari eritropoetin. Akibatnya, ekspansi luas dari massa eritroid yang inefektif akan menyebabkan ekspansi tulang berat dan deformitas. Baik penyerapan besi dan laju metabolisme akan meningkat, berkontribusi untuk menambah gejala klinis dan manifestasi laboratorium dari penyakit ini. Sel darah merah abnormal dalam jumlah besar akan diproses di limpa, yang bersama-sama dengan adanya hematopoesis sebagai respon dari anemia yang tidak diterapi, akan menyebabkan splenomegali masif yang akhirnya akan menimbulkan terjadinya hipersplenisme. Apabila anemia kronik pada penderita dikoreksi dengan transfusi darah secara teratur, maka ekspansi luas dari sumsum tulang akibat eritropoesis inefektif dapat dicegah atau dikembalikan seperti semula. Memberikan sumber besi tambahan secara teori hanya akan lebih merugikan pasien. Namun, hal ini bukanlah masalah yang sebenarnya, karena penyerapan besi diregulasi oleh dua faktor utama : eritropoesis inefektif dan jumlah besi pada penderita yang bersangkutan. Eritropoesis yang inefektif akan menyebabkan peningkatan absorpsi besi karena adanya downregulation dari gen HAMP, yang memproduksi hormon hepar yang dinamakan hepcidin, regulator utama pada absorpsi besi di usus dan resirkulasi besi oleh makrofag. Hal ini terjadi pada penderita dengan thalassemia intermedia. Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat diperbaiki, dan terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga penyerapan besi akan berkurang dan makrofag akan mempertahankan kadar besi. Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi besi menurun akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada penderita thalassemia-β berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme tersebut dan mencegah terjadinya

produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung meskipun penderita dalam keadaan iron overload. Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain bernama ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag menuju plasma dan menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin diregulasi oleh jumlah penyimpanan besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga menjelaskan mengapa penderita dengan thalassemia-β yang memiliki jumlah besi yang sama memiliki jumlah ferritin yang berbeda sesuai dengan apakah mereka mendapat transfusi darah teratur atau tidak. Sebagai contoh, penderita thalassemia-β intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah memiliki jumlah ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan penderita yang mendapatkan transfusi darah secara teratur, meskipun keduanya memiliki jumlah besi yang sama. Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat dengan protein pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti pada thalassemia berat, transferrin tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di plasma. Besi ini cukup berbahaya karena memiliki material untuk memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada organ-organ, seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organorgan tersebut (organ damage).

Hipotesa Malaria Pada tahun 1949, Haldane menyatakan adanya suatu keuntungan selektif untuk bertahan hidup pada individu dengan trait thalassemia pada daerah endemik malaria. Hardane berpendapat bahwa penyakit sel darah merah letal seperti pada thalassemia, anemia sel sabit, dan defisiensi G6PD terdapat hampir secara eksklusif pada daerah tropis dan subtropis. Insidens dari mutasi genetik ini pada populas tertentu merefleksikan adanya keseimbangan antara kematian dini pada penderita homozigot dengan peningkatan kesehatan pada penderita heterozigot. Mekanisme proteksi terhadap malaria pada penderita trait thalassemia belum jelas. Sel Hb F telah didemonstrasikan dapat menghambat pertumbuhan parasit malaria, dan, berdasarkan tingginya level Hb F tersebut pada bayi dengan trait thalassemia-β, malaria serebral fatal yang diketahui dapat menyebabkan kematian pada bayi tersebut dapat dicegah. Sel darah merah pada penderita Penyakit Hb H juga memiliki semacam efek supresif terhadap pertumbuhan parasit. Namun efek ini tidak ditemukan pada penderita dengan trait thalassemia-α.

Klasifikasi Thalassemia dan Presentasi Klinisnya Saat ini dikenal sejumlah besar sindrom thalasemia; masing-masing melibatkan penurunan produksi satu atau lebih rantai globin, yang membentuk bermacam-macam jenis Hb yang ditemukan pada sel darah merah. Jenis yang paling penting dalam praktek klinis adalah sindrom yang mempengaruhi baik atau sintesis rantai α maupun β.

Thalassemia-α Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-α banyak ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia. Delesi gen globin-α menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen globin-α pada individu normal, dan empat bentuk thalassemia-α yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen ini Tabel 1. Thalassemia-α

Genotip

Jumlah gen α

Presentasi Klinis Hemoglobin Elektroforesis Saat Lahir

> 6 bulan

αα/αα

4

Normal

N

N

-α/αα

3

Silent carrier

0-3 % Hb Barts

N

Trait thal-α

2-10% Hb Barts

N

--/αα atau 2 –α/-α --/-α

1

Penyakit Hb H

15-30% Hb Bart

Hb H

--/--

0

Hydrops fetalis

>75% Hb Bart

-

Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Bart’s = γ4, HbH = β4 

Silent carrier thalassemia-α o Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya ditemukan secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-Amerika. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen α yang terletak pada kromosom 16. o Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang, menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel darah merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.

o Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa juga dicari akan adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga ( misalnya orangtua) untuk mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua yang menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang cukup kuat menuju diagnosis thalasemia. 

Trait thalassemia-α o Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16 atau satu gen α pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di Asia Tenggara, subbenua India, dan Timur Tengah. o Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.

Gambar 3. Thalassemia alpha menurut hukum Mendel 

Penyakit Hb H o

Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan thalassemia-α intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali,

ikterus, dan jumlah sel darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi oleh rantai tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit, sehingga menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies.

Gambar 4. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H yang menunjukkan HeinzBodies



Thalassemia-α mayor o Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali. o Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang menderita, dan karena γ4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = ζ2γ2), yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen. o Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi.

Thalassemia-β Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-β; antara lain : 

Silent carrier thalassemia-β o Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai eritrosit yang rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan merepresentasikan suatu thalassemia-β+. o Bentuk silent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan yang dapat diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika diwariskan bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-β°, menghasilkan sindrom thalassemia intermedia.

Gambar 5. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel



Trait thalassemia-β o

Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F, atau keduanya

o

Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-β mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ.



Thalassemia-β yang terkait dengan variasi struktural rantai β o

Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media hingga seberat thalassemia-β mayor

o

Ekspresi gen homozigot thalassemia (β+) menghasilkan sindrom mirip anemia Cooley yang tidak terlalu berat (thalassemia intermedia). Deformitas skelet dan hepatosplenomegali timbul pada penderita ini, tetapi kadar Hb mereka biasanya bertahan pada 6-8 gr/dL tanpa transfusi.

o Kebanyakan bentuk thalassemia-β heterozigot terkait dengan anemia ringan. Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai normal menurut umur. o Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan poikilositosis, ovalositosis, dan seringkali bintik-bintik basofil. Sel target mungkin juga ditemukan tapi biasanya tidak mencolok dan tidak spesifik untuk thalassemia. o

MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan MCH juga rendah (<26 pg). Penurunan ringan pada ketahanan hidup eritrosit juga dapat diperlihatkan, tetapi tanda hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi serum normal atau meningkat.



Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)

o bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan. o Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.

Gambar 6. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)

o Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.

Gambar 7. Splenomegali pada thalassemia

o Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering merupakan kejadian terminal. o Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot yang tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang merupakan presipitasi kelebihan rantai α, juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit.

A. Stadium Thalassemia Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah kumulatif transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat gejala yang melibatkan kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk memulai terapi khelasi pada pasien dengan

thalassemia-β mayor atau intermedia. Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : 

Stadium I o

Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red Cells (PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram (ECG) hanya ditemukan sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri, dan elektrokardiogram (EKG) dalam 24 jam normal.



Stadium II o Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan memiliki keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi pada dinding ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan ventrikular abnormal pada EKG dalam 24 jam



Stadium III o Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya fraksi ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi prematur dari atrial dan ventrikular.

2.6 KOMPLIKASI komplikasi Thalasemia yang dapat terjadi adalah hepatitis, osteoporosis, pubertas terlambat, dan gangguan ritme jantung

2.7 PROGNOSIS Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Seperti dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari ringan bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG 

Hasil apusan darah tepi didapatkan gambaran perubahan-perubahan sel dara merah, yaitu mikrositosis, anisositosis, hipokromi, poikilositosis, kadar besi dalam serum meninggi, eritrosit yang imatur, kadar Hb dan Ht menurun.



Elektroforesis hemoglobin: hemoglobin klien mengandung HbF dan A2 yang tinggi, biasanya lebih dari 30 % kadang ditemukan hemoglobin patologis.

2.8. THERAPY Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut setelah diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali memang dipastikan terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai Hb yang potensial pada penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada semua penderita dengan kelainan genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk terkena penyakit thalassemia berat. Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah harus dimulai pada usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode pengamatan awal untuk menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi. Transfusi Darah 

Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9-9.5 gr/dL sepanjang waktu.



Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan suatu studi lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan hepatitis.



Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg PRC dengan kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan regimen yang adekuat untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan.



Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk mencegah demam dan reaksi alergi.

Komplikasi Transfusi Darah Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi bahan infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor biasanya lebih mudah untuk

terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi.

Beberapa

tahun lalu, 25% pasien yang menerima transfusi terekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh organisme opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris pada penderita dengan iron overload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin (DFO). Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan Gentamisin dan Trimetoprim-Sulfametoksazol. Terapi Khelasi (Pengikat Besi) 

Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi dapat menunda onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat mencegah kelainan jantung tersebut.



Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan kompleks hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute pemberiannya sangat penting untuk mencapai tujuan terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih banyak diekskresi dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka rute pemberiannya harus melalui parenteral (intravena, intramuskular, atau subkutan).



Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama 8-12 jam saat pasien tidur selama 5 hari/minggu. Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH) TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang saat ini diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya hepatomegali, fibrosis portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi dilakukan. Prognosis bagi penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah 59%, sedangkan pada penderita yang tidak memiliki ketiganya adalah 90%. Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah transplantasi sukses dilakukan, individu tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca transplantasi , termasuk fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi daripada biaya transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus dipertimbangkan.

Terapi Bedah Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada pasien dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi nontoksik (yaitu, fungsi penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah merah dan distribusi besi. Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan melakukan splenektomi.. Limpa berfungsi sebagai penyimpanan untuk besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari besi tersebut. Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat membahayakan. Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif, menyebabkan penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan demikian meningkatkan kebutuhan transfusi darah, menghasilkan lebih banyak akumulasi besi. Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-250 mL / kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL karena dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30%.

Gambar 8. Splenektomi

Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur sekarang dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila memungkinkan sampai anak

berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu diberikan untuk setiap keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin® setiap hari juga bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000 / μL pasca splenektomi. Diet Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut : asam folat, asam askorbat dosis rendah, dan alfa-tokoferol. Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari. Kopi dan teh diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus.

2.9. PENATALAKSANAAN

Medis:  Hingga kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien thalasemia. Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau bila anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.  . Hemosiderosis dapat dicegah dengan pemberian Deferoxamine(desferal).  Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun sebelum terjadi pembesaran limpa/hemosiderosis, disamping itu diberikan berbagai vitamin tanpa preparat besi.

Keperawatan :  Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis

Konsep teori Asuhan keperawatan dengan klian thalasemia

A. anamese 1. Data umum - Nama, Umur, Jenis kelamin, Latar belakang suku dan Latar belakang budaya. 2. Riwayat penyakit - Riwayat Penyakit sekarang : Keluhan utama, Alasan masuk RS. - Riwayat penyakit dahulu 3. Penampilan umum - Pucat, Tanda nyeri, Bentuk tubuh abnormal,Dehidrasi 4. Tanda – tanda Vital Tekanan darah : Nadi : Suhu : Pernafasan : Perubahan BB : Perubahan.

B. Pengkajian PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum Lihat keadaan umum klien, apakah pucat, lemah, perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur,BB kurang,perut buncit padaanak-anak. Penilaian keadaan umum klien thalasemia meliputi: - Lemah/pucat - Bentuk muka mongoloit yaitu hidung pesek.

2. Vital Sign Meliputi: - Tekanan darah, biasanya hipotensi - Temperatur tubuh, panas

- RR - HR 3. Data Sistematik a. Kepala dan Leher Lihat apakah terdapat tanda – tanda thalasemia di sekitar kepala dan leher, termasuk mata, mulut, telinga. b. Kulit Tanda thalasemia terlihat pada kulit, pada kulit akan tampak pucat dan kulit menjadi kelabu karena penimbunana besi. c. Sistem Kardiovaskuler d. Sistem Pernafasan e. Sistem Pencernaan g. Sistem Muskuluskletal

Pemeriksaan pada sistem Kardiovaskuler, Pernafasan dan sistem Pencernaan sangat penting dilakukan pada klien dengan urtikaria kronis karena biasanya akan terjadi angiodema pada organ – organ dalam tubuh.

C. PRIORITAS MASALAH - Perubahan perfusi jaringan - Toleransi aktivitas - Ketidak seimbangan nutrisi -

terjadi kerusakan integritas kulit

-

Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder

-

Kurangnya pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan

-

Resiko infeksi

-

Perubahan subu tubuh.

D.DIAGNOSA KEPERAWATAN 1) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen ke sel. 2) Resiko Activity Intolerance berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan. 3) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal. 4) terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis. 5) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tak adekuat: penurunan Hb, leukopeni atau penurunan granulosit. 6) Kurangnya pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi 7) Intoleransi aktivitas berhubung an dengan kemungkinan dibuktikan oleh kelemahan dan kelelahan 8) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan kemungkinan dibuktikan oleh penurunan berat badan. 9) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tidak adekuat missal kerusakan kulit 10) Perubahan subu tubuh. Perubahan resiko terhadap penggunaan anat( transfuse darah)

E.intervensi Keperawatan 1) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen ke sel. Tujuan : setelah tindakan keperawatan selama 3x24 jam perfusi jaringan baik Kriteria hasil : -

tidak

terjadi

palpitasi,tidak

terjadi

mual/muntah

dan

distensi

abdomen,

- kulit tidak pucat , membran mukosa lembab,keluaran urin adekuat,tidak terjadi perubahan tekanan darah, orientasi klien baik

No.

Intervensi

1

2

1

awasi

Rasional 3

tanda-tanda

pengisisan

vital,kaji

Memberikan informasi tentang

kapiler,warna

derajat/keadekuatan

kulit/membrane mukosa, dasar

jaringan

kuku,

dan

perfusi membantu

menentuksn kebutuhan intervensi

tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi(kontra indikasi pada pasien dengan hipotensi)

Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler

selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi

Dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau

kaji respon verbal melambat, mudah

terangsang,

agitasi

difisiensi vitamin B12

gangguan memori,binggung.

catat

keluhan

pertahankan

rasa

Vasokontriksi (ke organ vital)

dingin, menurunkan sirkulasi perifer

suhu lingkungan

dan tubuh hangat sesuai indikasi - Terapi konservatif :

-

Mengidentifikasikan defisiensi

dan kebutuhan pengobatan/respons a.

obat Aspirin, hidung

Acetaminopen; terhadap terapi dekongestan

-

Meningkatkan jumlah sel

pembawa oksigen dan memaksimalkan transport oksigen ke jaringan

2) Activity Intolerance berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan. Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam toleransi terhadap aktivitas meningkat. Kriteria : menunjukan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal pasien.

No.

Intervensi

1

2

1

Rasional 3 unuk mencegah : istirahat yang

Mandiri

cukup, makan yang teratur. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan

aktivitas,

catat

Memberikan informasi tentang

kelelahan dan kesulitan dalam

derajat/keadekuatan

beraktifitas.

jaringan

awasi tanda-tanda vital selama

dan

perfusi membantu

menentukan kebutuhan intervensi

dan sesudah aktifitas. Berikan posisi fowler atau semi

mempertahankan dan meningkatkan

fowler tinggi

regangan jantung dan paru

berikan lingkungan yang tenang

Membantu dalam menentukan menentukan respons klien terhadap

gunakan teknik penghematan energy misalnya mandi dengan duduk

aktivitas yang diinginkan dan kemampuan berpartisipasi dalam perawatan diri

2

Kolaborasi Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspektoran, bronkodilator

3) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal. Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selam 3x24 jam masukan nutrisi adekuat. Kriteria : menunjukan peningkatan berat badan atau BB stabil, tidak ada tanda malnutrisi.

No

Intervensi

Rasional

1

2

3

1

Membantu dalam mengidentifikasi

Mandiri

kebutuhan/kekuatan khusus. kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai. observasi dan catat masukan makanan pasien

Berguna

dalam

mengukur

keefektifan nutrisi dan dukungan cairan

timbang BB tiap hari, bari makanan sedikit tapi sering

Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa

kelemahan

perlu/kebutuhan

yang energi

tak dari

kalaborari dengan ahli gizi, dan

makanan banyak dan menurunkan

kalaborasi

iritasi gaster

pemeriksaan

leb

Hb,BUN,Albumin,transferins, protein,dll.

:

4) Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis. Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit Kriteria : kulit utuh. No

Intervensi

Rasional

1

2

3

1

Mencegah kontaminasi silang /

Mandiri

kolonisasi bakterial. kaji integritas kulit, catat perubahan pada

turgor,

gangguan

warna,

eritema ekskoriasi

meningkatkan sirkulasi peredaran terhadap

kulit

agar

dapat

membatasi iskemia jaringan. ubah posisi secara periodik Menurunkan risiko kerusakan pertahan kan kulit kering dan bersih,

kulit / jaringan dan infeksi.

batasi penggunaan sabun.

5) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tak adekuat: penurunan Hb, leukopeni atau penurunan granulosit

Tujuan : tidak terjadi infeksi

Criteria : tidak ada demam, tidak ada drainage purulen atau erotema, dan adanya peningkatan penyembuhan luka.

No

Intervensi

Rasional

1

2

3

pertahankan teknik septic antiseptic

menurunkan

risiko

Hb,

pada prosedur perawatan

leukopenia

atau

penurunan

Memberikan

informasi

granulosit dorong perubahan ambulasi yang sering

tentang derajat/keadekuatan tingkatkan masukan cairan yang adakuat

perfusi

jaringan

membantu pantau dan batasi pengunjung dan

dan

menentukan

kebutuhan intervensi

pantau keadaan vital

Membantu dalam .

menentukan menentukan respons klien terhadap aktivitas yang diinginkan dan kemampuan berpartisipasi dalam perawatan diri

6) Kurangnya pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi

Tujuan : pengetahuan meningkat

Criteria : menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur diasnotik dan rencana pengobatan, mengidentifikasi factor penyebab, melakukan tindakan yang perlu/ perubahan hidup.

No

Intervensi

Rasional

1

2

3

1

memberikan

Mandiri

dasar-dasar

pengetahuan kepada pasien agar berikan informasi tentang thalasemia dapat membantu keadan pasien secara spesifik. sumber tidak adakuat dalam diskusikan kenyataan bahwa terapi

proses penyembuhan

tergantung pada tipe dan beratnya thalasemia.

bahwa dukungan didalam lingkungan

rujuk kesumber komunikasi untuk

kerabat

mendapat dukungan secara psikologis

keluarga

diperlukan

dan untuk

upaya penyembuhan konseling

keluarga

tentang untuk tidak menikah dengan

pembatasan punya anak/deteksi dini

sesama keluarga agar dapat

keadaan janin melalui air ketuban dan

penghindari penyakit tersebut.

konseling pernikahan

7) Intoleransi aktivitas berhubung an dengan kemungkinan dibuktikan oleh kelemahan dan kelelahan Tujuan : toleransi terhadap aktifitas meningkat

Criteria : menunjukan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal pasien

1 1

2

3 unuk mencegah : istirahat yang

Mandiri

cukup, makan yang teratur. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan

aktivitas,

catat

kelelahan dan kesulitan dalam

Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan

perfusi

beraktifitas.

jaringan

dan

membantu

menentukan kebutuhan intervensi awasi tanda-tanda vital selama

8

dan sesudah aktifitas. Berikan posisi fowler atau semi

mempertahankan dan meningkatkan

fowler tinggi

regangan jantung dan paru

berikan lingkungan yang tenang

Membantu dalam menentukan menentukan respons klien terhadap

gunakan teknik penghematan energy misalnya mandi dengan

aktivitas yang diinginkan dan kemampuan berpartisipasi dalam

duduk

perawatan diri

8) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan kemungkinan dibuktikan oleh penurunan berat badan. Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selam 3x24 jam masukan nutrisi adekuat. Kriteria : menunjukan peningkatan berat badan atau BB stabil, tidak ada tanda malnutrisi. No

Intervensi

Rasional

1

2

3

1

Mandiri

Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/kekuatan khusus.

kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai. observasi dan catat masukan makanan pasien

Berguna

dalam

mengukur

keefektifan nutrisi dan dukungan cairan

timbang BB tiap hari, bari makanan

Memaksimalkan masukan nutrisi

sedikit tapi sering

tanpa

kelemahan

perlu/kebutuhan

yang energi

tak dari

kalaborari dengan ahli gizi, dan

makanan banyak dan menurunkan

kalaborasi

iritasi gaster

pemeriksaan

leb

:

Hb,BUN,Albumin,transferins, protein,dll.

9) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tidak adekuat missal kerusakan kulit. Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit. Criteria : kulit utuh. No

Intervensi

Rasional

1

2

3

1

Mencegah kontaminasi silang /

Mandiri

kolonisasi bakterial. kaji integritas kulit, catat perubahan pada

turgor,

gangguan

warna,

eritema ekskoriasi

meningkatkan sirkulasi peredaran terhadap

kulit

agar

dapat

membatasi iskemia jaringan. ubah posisi secara periodik Menurunkan risiko kerusakan pertahan kan kulit kering dan bersih,

kulit / jaringan dan infeksi.

batasi penggunaan sabun.

10) perubahan suhu tubuh,perubahan resiko terhadap pengguna anat(transfuse darah)

Tujuan : tidak terjadi nya perubahan suhu

Criteria : suhu kembali normal

No

Intervensi

Rasional

1

2

3

1

Mandiri

Agar suhu tubuh kembali normal

Pantau suhu tubuh pasien

Berikan kompres panas atau dingin Kolaborasi: Berikan Parasetamol

.

F. PATOFLOW

Berat Badan Menurun

BAB II LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. B DENGAN GANGGUAN THALASEMIA

I.

Identitas Klien Nama

: An.B

TTL

: 10 Juni 1995

Usia

: 10 tahun

Nama Ayah

: Tn. S

Pekerjaan

: Guru

Pendidikan

: Sarjana

Nama ibu

: Ny. R

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: SMA

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Jawa

Alamat

: Perumahan Miranti 53 Purworejo Jateng

Tanggal masuk

: 5 Juni 2005

Tanggal pengkajian

: 7 Juni 2005

II. Keluhan Utama Muka pucat dan badan terasa lemah, tidak bisa beraktifitas dengan normal

III. Riwayat Penyakit Riwayat penyakit sekarang Klien datang ke Poliklinik anak RS. Dr Sardjito dengan keluhan muka pucat dan badan terasa lemah. Klien adalah penderita Talasemia  mayor, terdiagnosis 2 tahun yang lalu. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 5,2 gr/dl,leuko 9200/mmk,Trombosit 284.000,segmen 49

%,Limfosit 49%,batang 1%. Atas keputusan dokter akhirnya klien dianjurkan rawat inap di Ruang B4 untuk mendapatkan tranfusi.

IV. Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran 1. Prenatal

: Selama hamil ibu klien memeriksakan kehamilannya secara teratur di RS

Islam Jakarta sebanyak 15 kali,Ibu mendapat multivitamin dan zat besi,Imunisasi TT 1x dan selama kehamilan tidak ada keluhan. 2. Intra natal

: Anak lahir pada umur kehamilan cukup bulan,lahir di puskesmas setempat

secara spontan, pervaginam letak sungsang,lahir langsung menangis BBL 2900 gram dan PB 51 cm dan kondisi saat lahir sehat. 3. Post natal

: Pemeriksaan bayi dan masa nifas dilakukan di RS Puskesmas setempat.

Kondisi klien pada masa itu sehat .

V. Riwayat Masa Lampau. 1. Penyakit waktu kecil

: Pada waktu kecil klien jarang sakit dan setelah berumur 2 tahun

ketahuan anak menderita Talasemia. 2. Pernah dirawat dirumah sakit : Anak sering dirawat di RS karena Talasemia terakhir Bulan Oktober 2004 3. Obat-obatan yang digunakan

: Anak belum pernah diberikan obat sendiri selain dari

petugas kesehatan 4. Tindakan (operasi)

: Belum pernah pernah dilakukan operasi

pada An. B 5. Alergi

: Tidak ada riwayat alergi makanan maupun obat-

obatan 6. Kecelakaan

: Anak belum pernah mengalami

kecelakaan 7. Imunisasi

: Lengkap

Hepatitis B I,II,III umur 12 bulan,14 bulan dan 20 bulan BCG 1 Kali umur 1 bulan DPT I,II,III umur 2,3,4 bulan

Polio I,II,III,IV umur 2,3,4,5 bulan Campak 1 kali umur 9 bulan

VII. Kesehatan Fungsiolnal. 1. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan : Orang tua klien bila anaknya sakit selalu memeriksakan kesehatan anaknya pada petugas kesehatan di Rumah Sakit.

2. Nutrisi : Makanan yang disukai

: Anak suka makan nasi dengan daging ayam

Alat makan yang dipakai : Sendok dan piring Pola makan/jam

: Selama di RS anak makan 3 kali sehari masing-masing habis

setengah porsi Jenis makanan

: Nasi TKTP

Aktivitas klien di RS terbatas di tempat tidur, berbaring, duduk dan membaca buku di tempat tidur.

4. Tidur dan istirahat Pola tidur

: Anak tidur cukup 8-9 jam

Kebiasaan sebelum tidur : Tidak ada kebiasaan khusus Tidur siang

: Anak tidur siang 1-2 jam

5. Eleminasi : BAB : Anak BAB 1 kali sehari konsistensi lembek warna kecoklatan BAK : Anak BAK 6-8 kali sehari warna kuning.

6. Pola hubungan Yang mengasuh

: Anak diasuh sendiri oleh orang tuanya

Hubungan dengan anggota keluarga: baik Hubungan anak dengan orang tua

: baik

Pembawaan secara umum

: Anak berpenampilan rapi

Lingkungan rumah

: Lingkungan rumah bersih,rumah permanen

milik sendiri ventilasi cukup sinar matahari cukup,lantai keramik atap genteng.

7. Koping keluarga : Stressor pada anak/keluarga

: Anak dan keluarga cukup familiar dengan petugas

dan rumah sakit karena sudah sering dirawat di RS.

8. Kongnitif dan persepsi Pendengaran : Anak tidak mengalami gangguan pendengaran Penglihatan : Penglihatan anak normal Penciuman

: Penciuman anak baik

Taktil dan pengecapan : Anak dapat membedakan halus dan kasar.

9. Konsep diri : Selama ini anak merasa tidak ada masalah dengan penampilan dan pergaulannya dengan teman-temannya. Klien termasuk anak yang mudah bergaul dan disukai oleh teman-temannya.

10. Seksual

:

Anak berjenis kelamin laki-laki tidak ada kelainan genetalia.

11. Nilai dan kepercayaan : Anak dilahirkan pada lingkungan keluarga beragama Islam,rajin dan sudah mulai belajar untuk beribadah secara aktif. Keluarga memberikan kesempatan pada anak untuk aktif dalam kegiatan TPA di tempat tinggalnya.

VIII. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : KU lemah,kesadaran CM. TB/ BB/

: 125 Cm/23 Kg

Lingkar kepala : 54 Cm

Mata

: Conjuctiva anemis,Sklera ikterus

Hidung

: Tidak ada kelainan,Discharge (-)

Mulut

: Mukosa mulut pucat ,mulut bersih.gigi caries (+)

Telinga

: Tidak ada kelainan,discharge (-)

Tengkuk

: Tidak ada kaku kuduk dan tidak ada pembesaran kel.limfe

Dada

: Bentuk simetris, Ictus cordis tak tampak

Jantung

: Bunyi Jantung I S1 tunggal, S2 split tak konstan,bising jantung (-)

Paru-paru

: Suara nafas vesikuler,Wheezing tidak ada

Perut

: Pembesaran Hepar tak teraba, Pembesaran Lien : (+) Distensi abdomen(-),kembung(-), peristaltic usus (+)

Genetalia

: Genetalia tak ada kelainan

Ekstremitas

: Tangan kanan terpasang infus, gerakan ekstemitas bebas, tonus otot normal, tidak ada edema,akral agak dingin

Kulit

: Kulit bersih,turgor kulit normal,hiperpigmentasi (-)

Tanda vital

: Suhu 36,4C, Nadi 94x/mnt, Respirasi 24 x/mnt

IX. Keadaan Kesehatan Saat Ini. 1. Diagnosa medis : Talasemia  2. Tindakan operasi 3. Status nutrisi

:-

: Diit TKTP 3 x 1 porsi, FCM 2 x 200 cc Menurut NCHS BB : 23/33,3 x 100% = 69,06% (Gizi Kurang)

4. Status cairan

: Melalui oral (minum)  1000cc/hari dan melalui infus dan darah 800

cc/hari. Total kebutuhan cairan anak 1800 cc/hari. 5. Obat-obatan

: Infus KaEN3B Asam Folat 1 x 5mg Transfusi PRC 4 kolf Disferal 500 mg dalam 200 cc Nacl

6. Aktivitas

: Berbaring dan duduk serta membaca buku di tempat tidur

7. Tindakan keperawatan : Observasi TTV dan KU penderita, memberi Transfusi PRC dan mengawasi

reaksi

transfusi,

membantu

memberi

makan

minum

dan

obat

oral,mengevaluasi asupan nutrisi,membantu ADL,merawat infus, dan mengambil darah untuk pemeriksaan laboratorium 8. Hasil laboratorium

:

Tanggal Mei 2005 : HGB = 5,2 gr/dl AL = 9200/mmk Trombosit = 284.000 Segmen = 49%,Limfosit 49%,batang 1%, Normoblast 25/100 leuko. Tanggal Mei 2005: HGB = 10,2 gr/dl , HCT = 34% 9. Hasil Rontgen : Tidak dilakukan

XII .Analisa Data NO 1

DATA FOKUS

ETIOLOGI

Data Subyektif

tidakseimbangan kebutuhan

Anak mengeluh badannya terasa

pemakaian dan suplai

lemah

MASALAH Fatigue/Kelemahan

oksigen/penurunan intake nutrisi

Data Obyektif Aktivitas kebutuhan seharihari dibantu/ADL dibantu Skala ADL : 2 2.

Tindakan invasive dan Data Subyektif : -

Risiko Infeksi

penurunan daya tahan tubuh

Data Obyektif Terpasang infus Anak anemis(conjuctiva dan membran mukosa pucat) Hb : 5,2 gr/dl 3.

Intake inadequate Data Subyektif - Ibu mengatakan nafsu makan anaknya menurun

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

Data Obyektif Porsi makanan yang disediakan hanya habis ½ porsi Menurut NCHS BB : 23/33,3 x 100% = 69 % (Gizi kurang)

XIII. Diagnosa Keperawatan yang muncul: 1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d Intake inadequat 2. Fatique/Kelemahan berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen/penurunan intake nutrisi 3. Risiko Infeksi berhubungan dengan prosedur/tindakan invasive/penurunan status imunitas klien IX. Rencana Keperawatan NO 1.

Diagnosa Keperawatan Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake inadequat

Tujuan (NOC) Keseimbangan nutrisi dapat tercapai setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam ditandai dengan: Tidak terjadi penurunan atau peningkatan BB dengan cepat Turgor kulit normal tanpa udema Kadar albumin plasma 3,5-5,0 gr/dl Melaporkan peningkatan selera makan

Intervensi (NIC) Nutrient management Kaji adanya alergi terhadap makanan Kolaborasi dengan ahli gizi jumlah kalori dan tipe nutrisi yang dibutuhkan. Anjurkan meningkatkan intake kalori, Fe, dan vit C k/p Monitor jumlah kalori dan intake nutrisi Bantu klien menerima program nutrisi yang dibuat dirumah sakit Nutrient konseling Komunikasi terapeutik Bina hubungan saling percaya

2.

Resiko Infeksi

Pasien menunjukkan kontrol terhadap resiko setelah dilakukan perawatan 3x24 jam dengan indikator : Bebas dari tanda dan gejala infeksi. Mampu menjelaskan tanda dan gejala infeksi Leukosit dalam batas normal Tanda vital dalam batas normal

Kaji pola kebiasaan makan sebelum sakit Diskusikan makanan kesukaan dan tidak disukai Evaluasi kemajuan program modifikasi diet (tujuan) Infection Control Terapkan pencegahan universal Berikan hiegine yang baik lingkungan atau personal Batasi jumlah pengunjung dan anjurkan cuci tangan ketika kontak dengan klien Lakukan dresing pada IV line dan Kateter Tingkatkan intake nutrisi dan istirahat yang cukup Infection Protection Monitor tanda dan gejala infeksi lokal/sistemik Pantau hasil pemeriksaan laboratorium yang mengindikasikan infeksi (WBC) Amati faktor2 yang dapat meningkatkan infeksi Observasi area invasive Pertahankan tekhnik aseptic dalam perawatan klien Monitor Vital Sign Pantau suhu tubuh setiap 8 jam Enviroment management Batasi pengunjung yang sedang demam/influensa/sakit infeksi Health education Jelaskan mengapa sakit dan pengobatan meningkatkan resiko infeksi Anjurkan untuk menjaga kesehatan personal untuk melindungi dari infeksi Ajarkan metode aman untuk pengamanan/penyiapan makanan Pengendalian infeksi : Ajarkan tekhnik cuci tangan Ajarkan tanda2 infeksi Anjurkan untuk lapor

perawat/dokter bila dirasakan muncul tanda2 infeksi Medication Administration Kelola Therapi sesuai advis Pantau efektifitas, keluhan yang muncul pasca pemberian antibiotik 3.

Fatique/Kelemahan

-

Aktifitas kehidupan sehari-hari adekuat dengan kriteria : kemampuan klien dalam memenuhi ADL toleransi terhadap tanda2 vital

Self Assistance Self care : mandi Tempatkan perawatan mandi di dekat bed pasien Fasilitasi klien untuk menggosok gigi Fasilitasi klien untuk membersihkan diri Monitor kebersihan gigi dan kuku Libatkan keluarga dalam membantu klien Self care makan : Identifikasi diet Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan Lakukan oral higene sebelum makan Self care toileting Identifikasi kebutuhan toileting Jaga privaci klien Libatkan keluarga dalam membantu klien

X. Catatan Keperawatan/Catatan Perkembangan

tgl, Jam No. Dx 1.

Implementasi

Mengobservasi Ku penderita Selasa. 8 Juni 2005

Mengkaji status gizi klien

Evaluasi

S : Klien mengatakan makan terasa kurang enak

Membantu menyiapkan makanan pagi Memotivasi klien untuk menghabiskan porsi makanan yang disediakan

O : Porsi makanan yang disediakan habis ½ porsi, susu habis 100 cc (1/2 gelas)

Mengobservasi asupan nutrisi klien

A : Masalah belum teratasi

Memberi obat oral asam folat 5 mg

P : Intervensi lanjutkan

Pk.10.00 Memberi minum susu FCM 1 gelas

Rabu, 9 Juni 2005

Mengobservasi KU penderita Membantu menyiapkan diet klien Memotivasi klien untuk menghabiskan porsi makanan yang disediakan Menilai nafsu makan anak Mencatat asupan nutrisi klien

S : Ibu klien mengatakan nafsu makan anaknya meningkat O : Porsi makann yang disediakan habis ¾ porsi, minum susu 1 gelas (200cc) A : Masaah belum teratasi P : Lanjutkan intervensi

Kamis 10Juni 2005

Membantu menyiapkan diet/makanan pagi Memotivasi klien untuk menghabiskan makanan yg disediakan Menilai nafsu makan klien

S : Ibu klien mengatakan nafsu makan anaknya meningkat O : Porsi makann yang disediakan habis ¾ porsi, minum susu 1 gelas (200cc) BB : 23,5 kg

Mencatat asupan nutrisi klien

A : Masalah teratasi sebagian

Memberi obat oral asam folat 5 mg

P : Beri HE pada klien/keluarga

Menimbang Berat Badan

untuk meningkatkan asupan

Memberi HE pada klien/keluarga untuk

nutrisi.

meningkatkan porsi makan Mengkaji kekuatan dan status fungsi

2. Selasa. 8 Juni 2005

otot klien. Menyiapkan buku-buku bacaan untuk

S : Klien mengatakan badan masih lemah belum bisa turun dari Tempat tidur.

klien Membantu mendekatkan alat-alat keperluan makan

O : Kebutuhan sehari/hari (ADL) mandi,makan dan BAK masih dibantu,Skala ADL : 2

Membantu klien BAK

A : Masalah belum teratasi

Menganjurkan klien/orang tua agar

P : Lanjutkan intervensi

melakukan aktivitas secara bertahap sesuai dengan kemampuan Mengevaluasi KU penderita setelah melakukan aktivitas Rabu, 9 Juni 2005

Mengobservasi Ku penderita

S : Kien mengatakan bhw

Menyiapkan air hangat untuk mandi

badannya terasa lebih enak dan

Membantu memanikan penderita

tidak lemah lagi

Membantu BAK Menyiapkan buku-buku bacaan untuk klien Mengobservasi KU klien

O : Kebutuhan mandi dan bak masih dibantu,makan dan memakai baju,menyisir rambut sendiri. Tidak pusing dan tidak sesak napas. A : masalah teratasi sebagian P : lanjutkan intervensi

Kamis 10Juni 2005

Mengobservasi KU penderita Membantu klien turun dari tempat tidur Mengevaluasi KU klien setelah beraktivitas

S : Kien merasa sudah sehat dan segar O : Wajah nampak segar,mandi ,memakai baju,buang air kecil tanpa bantuan tidak sesak napas dan tidak pusing A : Masalah teratasi P : Lanjutkan perawatan

Membersihkan lingkungan dan

3. Selasa. 8 Juni 2005

tempat tidur klien.

S:O : Tanda-tanda plebitis : Nyeri (-),

Mengganti sprei tempat tidur.

kemerahan (-)

Dressing infus/mengganti balutan

Suhu : 36,80C R : 30 x/mnt

Mengukur Tanda-tanda vital Motivasi klien untuk meningkatkan intake nutrisi

panas (-)

A : Masalah teratasi tapi klien msh berisiko terhadap infeksi P : Lanjutkan intervensi

Mengobservasi tanda-tanda adanya infeksi

3.

Rabu, 9 Juni 2005

Membersihkan lingkungan dan tempat tidur klien. Mengganti sprei tempat tidur. Dressing infus/mengganti balutan Mengganti infus set darah pasca transfusi Mengukur Tanda-tanda vital Motivasi klien untuk meningkatkan

S:O : Lingkungan klien bersih Tanda vital :Suhu : 36,50C Nadi : 88 x/mnt,R : 24 x/mnt Tanda-tanda phlebitis (-) A : Masalah teratasi tapi klien msh beriko untuk terjadi infeksi P : Lanjutkan intervensi

intake nutrisi Kamis 10Juni 2005

Mengobservasi tanda-tanda infeksi S : Klien mengatakan badannya Membersihkan lingkungan dan tempat tidur klien. Mengganti sprei tempat tidur. Dressing infus/mengganti balutan Mengganti infus set darah pasca transfusi Mengukur Tanda-tanda vital Motivasi klien untuk meningkatkan intake nutrisi

tidak panas. O : Luka insersi infus bersih, tidak tampak kemerahan. Lingkungan klien bersih. Tanda Vital: S : 36,2oC Nadi : 84x/mnt R : 22 x/mnt A : Masalah teratasi P : Lanjutkan monitor lingkungan dan perawatan

Mengobservasi tanda-tanda adanya infeksi

insersi infus.

DAFTAR PUSTAKA

1) Aman, Adi Kusuma. 2003. Klasifikasi etiologi dan aspek laboratorik pada anemi hematolik. Digitized by USU digital library. 2) Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances & Geissler, Alice C. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC. 3) Kosasih, E.N. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 4) Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius. 5) Price, Sylvia A & Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Buku 1. Edisi 4. Jakarta: EGC. 6) Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC. 7) Staf Pengajar IKA FK-UI. 2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak 8) .Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta: EGC. 9) LKLK 10) Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. Edisi ke-15. Jakarta : EGC ; 1996 11) Erythropoesis.

November

4,

2009

(cited

December

6,

2009)

Available

at

http://en.wikipedia.org/wiki/Erythropoiesis 12) Hemoglobine. December 9, 2009 (cited December 12, 2009). Available at http://en.wikipedia.org/wiki/Hemoglobin 13) Hay WW, Levin MJ. Current Diagnosis and Treatment in Pediatrics. 18th Edition. New York : Lange Medical Books/ McGraw Hill Publishing Division ; 2007 14) Permono B, Sutaryo, dkk. Buku Ajar Hemotologi-Onkologi Anak Cetakan Kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia ; 2006.

Related Documents


More Documents from "Nur NurseNyunyu"