Askep Teori Dhf.docx

  • Uploaded by: bikeindo20
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Teori Dhf.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,910
  • Pages: 26
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN

A. ANATOMI FISIOLOGI DARAH

(Sumber : www.virtualmedicalcentre.com)

Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan interseluler adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsur-unsur padat, yaitu sel darah. Volume darah secara keseluruhan kira-kira merupakan 1/12 berat badan atau kira-kira 5 liter. Sekitar 55 persennya adalah cairan, sedangkan 45% sisanya terdiri atas sel darah. Angka ini dinyatakan dalam nilai hematokrit atau volume sel darah yang dipadatkan yang berkisar anatara 40-47. Diwaktu sehat volume darah adalah konstan dan sampai batas tertentu diatur oleh tekanan osmotik dalam pembuluh darah dan dalam jaringan. Kandungan yang ada di dalam darah : 1.

Air

: 91%

2.

Protein

: 3% (albumin, globulin, protombin, da fibrinigen)

3.

Mineral

: 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam fosfat, magnesium, kalsium dan zat besi.

4.

Bahan Organik

: 0.1% (glukosa, lemakasam urat, keratinin, kolesterol, dan asam amino)

Fungsi Darah : 1.

Sebagai alat pengangkut, yaitu : a. Mengambil oksigen / zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh jaringan tubuh. b. Mengangkut karbon dioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru. c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan keseluruh jaringan / alat tubuh. d. Mengangkat / mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui ginjal dan kulit. e. Mengedarkan hormon yaitu hormon untuk membantu proses fisiologis. f. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun dalam tubuh dengan perantaraan leukosit dan antibodi / zat-zat anti racun. g.

Menyebarkan panas keseluruh tubuh.

h. Menjaga kesetimbangan asam basa jaringan tubuh untuk menghindari kerusakan.

Karakteristik Darah : 1.

Volume darah : 7% - 10% BB (5 Lt pada dewasa normal)

2.

Komponen darah : Eritrosit, Leukosit, trombosit →40% - 45% volume darah; a. Transfusi dalam plasma darah b. PH darah : 7,37 – 7,45 c. Temp : 38°C d. Viskositas lebih kental dari air dengan BJ 1,041 – 1,067\

Bagian-Bagian Darah : 1.

Sel-Sel Darah a. Eritrosit (Sel darah merah) Merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti, ukurannya 0.007 mm, tidak bergerak, banyaknya kira-kira 4,5-5 juta/mm³, warnanya

kuning

kemerah-merahan

karena

didalamnya

mengandung hemoglobin (hemoglobin adalah protein pigmen yang meberi warnamerah pada darah. Hemoglobin terdiri atas protein yang di sebut globin dan pigmen non-protein yang disebut heme.), setiap eritrosi mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin, sifatnya kenyal sehingga dapat berubah bentuk sesuai dengan pembuluh darah yang dilalui. Sel darah merah memerlukan protein karena strukturnya terbentuk dari asam amino. Mereka juga memerlukan zat besi wnita memerlukan lebih banyak zat besi karena beberapa diantaranya

dibuang

sewaktu

menstruasi.

Sewaktu

hsmil

diperlukan zat besi dalam jumlah yang lebih banyak lagi untuk perkembangan janin dan pembuatan susu. Sel darah merah dibentuk didalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek, pipih, dan tak beraturan dari jaringan konselus pada ujung tulang pipa dan dari sumsum dalam batang iga-iga dan dari sternum.

Perkembangan sel darah dalam sumsum tulang melalui berbagai tahap mula-mula besar dan berisi nukleus tetapi tidak ada hemoglobin;

kemudian

dimuati

hemoglobin

dan

akhirnya

kehilangan nukleusnya dan baru diedarkan ke dalam sirkulasi darah. Rata-rata panjang hidup sel darah merah kira-kira 115 hari. Sel menjadi usang dan dihancurkan dalam sistema retikuloendotelial, terutama dalam limpa dan hati. Globin dan hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk digunakan sebagai protein dalam jaringan-jaringan dan zat besi dalam hem dari hemoglobin dikeluarkan untuk digunakan dalam pembentukan sel darah merah lagi. Sisa hem dari hemoglobin diubah lagi menjadi bilirubin (pigmen kuning) dan biliverdin yaitu yang berwarna kehijauhijauan yang dapat dilihat pada perubahan warna hemoglobin yang rusak pada luka memar. Bila

terjadi

perdarahan

maka

sel

merah

dengan

hemoglobinnya sebagai pembawa oksigen, hilang. Pada perdarahan sedang, sel-sel itu diganti dalam waktu beberapa minggu berikutnya. Tetapi bila kadar hemoglobin turun sampai 40% atau dibawahnya, maka diperlukan tranfusi darah. Fungsi : Mengikat oksigen dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh jaringan tubuh dan mengikat karbon dioksida dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru / melalui jalan pernafasan. Produksi Eritrosit (Eritropoesis): 1) Terjadi di sumsum tulang dan memerlukan besi, Vit B12, asam folat,

piridoksin (B6)

2) Di pengaruhi oleh O₂ dalam jaringan 3) Masa hidup : 120 hari 4) Pemecahan Hb menghasilkan bilirubin dan besi. Besi berkaitan dengan protein baru.

(transferin) dan diolah kembali menjadi Hb

2.

Leukosit (Sel darah putih) Berbentuk bening, tidak bewarna, memiliki inti, lebih besar dari sel drah merah (eritrosit), dapat berubah dan bergerak dengan perantaraan kaki palsu (psedoupodia),dalam keadaan normalnya terkandung 4x109 hingga 11x109 sel darah putih di dalam seliter darah manusia dewasa yang sehat, sekitar 7000-25000 sel per tetes. Dalam setiap milimeter kubil darah terdapat 6000 sampai 10000 (rata-rata 8000) sel darah putih. Leukosit selain berada di dalam pembuluh darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit di sebabkan oleh masuknya kuman / infeksi maka jumlah leukosit yang ada di dalam darah akan lebih banyak dari biasanya. Hal ini disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam kelenjar

limfe,

sekarang

beredar

dalam

darah

untuk

mempertahankan tubuh dari serangan penyakit tersebut. Rentang kehidupan leukosit setelah di produksi di sumsum tulang, leukosit bertahan kurang lebih satu hari di dalam sirkulasi sebelum masuk ke jaringan. Sel ini tetap dalam jaringan selama beberapa hari, beberapa minggu, atau beberapa bulan, tergantung jenis leukositnya. Fungsi : sebagai pertahan tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit /bakteri yang masuk kedalam jaringan RES (sistem retikuloendotel), tempat pembikannya didalam limpa dan kelenjar limfe, sebagai pengangkut yaitu mengangkut membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh darah.

Macam-Macam Sel Darah Putih (Leukosit), meliputi : a.

Agranulosit Sel leukosit yang tidak mempunyai granula di dalamnya, yang terdiri dari : 1)

Limfosit Yaitu macam leukosit yang dihasilkan dari jaringan RES dan kelenjar limfe, bentuknya ada yang besar dan kecil, didalam sitoplasmanya tidak terdapat glandula dan intinya besar, banyaknya kira-kira 15%-20%. rentang hidupnya dapat mencapai beberapa tahun. Striktur : Limfosit mengandung nukleus bulat berwarna biru gelap yang dikelilingi lapisan tipis sitoplasma. Ukurannya bervariasi ukuran kecil 5 µm – 8 µm, ukuran terbesar 15 µm Fungsi : membunuh dan memakan bakteri yang masuk kedalam jaringan tubuh dan berfungsi juga dalam reaksi imunologis.

2)

Monosit Terbanyak dibuat di sumsum merah, lebih besar dari limfosit, mencapai 3%-8% jumlah total. Struktur : merupakan sel darah terbesar. Memilik protoplasma

yang

lebar,

berwarna

biru

abu-abu

mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan, inti selnya bulat dan panjang, warnanya lembayung muda. Fungsi : sangat fagositik dan sangat aktif. Sel ini siap bermigrasi melalui pembuluh darah. Jika monosit telah meninggalkan aliran darah, maka sel ini menjadi hitosit jaringan (makrofag tetap).

b.

Granulosit Disebut juga leukosit granular yang terdiri dari Neutrofil atau disebut juga polimorfonuklear leukosit banyaknya mencapai 50%-60%. Struktur : neutrofil memiliki granula kecil berwarna merah muda dalam sitoplasmanya dan banyak bintikbintik halus / glandula. Nukleusnya memiliki 3-5 lobus yang terhubungkan dengan benang kromatin tipis. Diameternya mencapai 9 µm – 12 µm Fungsi : pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga juga yang memberikan tanggapan pertama terhadap infeksi bakteri, aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak menyebabkan adanya nanah.

c.

Eusinofil mencapai 1%-3% jumlah sel darah putih. Struktur : memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar, dengan pewarnaan oranye kemerahan. Sel ini memiliki nukleus berlobus dua, dan berdiameter 12 µm – 15 µm.Fungsi : merupakan fagosti lemah, jumlahnya akan mengikat saat terjadi alergi atau penyakit parasit, tetapi akan berkurang selama stres berkepanjangan. Sel ini berfungsi dalam detoksifikasi hestamin yang di produksi sel mast dan jaringan yang cedera saat inflamasi berlangsung.

d.

Basofil Mencapai kurang dari 1% jumlah leukosit.

Struktur ; memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang bentuknya tidak beraturan dan akan bewarna keunguan sampai hitam serta memperlihatkan nukleus berbentuk S. Diameternya 12 µm – 15 µm.Fungsi : bertanggung jawab untuk memberi reaksi alergi dan

antigen

dengan

jalan

mengeluarkan

histamin

kimia

yang

menyebabkan peradangan.

e. Trombosit (Sel pembeku darah Trombosit merupakan benda-benda kecil yang mati yang bentuk dan ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat dan lonjong, warnanya putih, normal pada orang dewasa 200.000-300.000/mm³. Bagian inti yang merupakan fragmen sel tanpa nukleus yang berasal dari sumsum tukang. Ukuran trombosit mencapai setengah ukuran sel darah merah. Sitoplasmanya terbungkus suatu membran plasma dan mengandung berbagai jenis granula yang berhubungan dengan proses koagulasi darah. Trombosit lebih dari 300.000 disebut trombositosis. Trombosit yang kurang dari 200.000 disebut trombositopenia. Trombosit memiliki masa hidup dalam drah antara 5-9 hari. Trombosit yang tua atau mati di ambil dari sistem perdaran darah, terutama oleh makrofag jaringan. Lebih dari separuh trombosit diambil oleh makrofag dalam limpa, pada waktu darah melewati organ tersebut. Di dalam plasma darah terdapat suatu zat yang turut membantu terjadinya peristiwa pembekuan darah yaitu Ca2+ dan fibrinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh mendapat luka. Ketika kita luka maka darah akan keluar, trombosit pecah dan akan mengeluarkan zat yang di namakan trombokinase. Trombokinase ini akan bertemu dengan protrombin dengan pertolongan Ca2+ akan menjadi trombin. Trombin akan bertemu dengan fibrin yang merupakan benang-benang halus, bentuk jaringan yang tidak teratur letaknya, yang akan menahan sel darah, dengan demikian terjadilah pembekuan. Protrombin ini dibuat di dalam hati dan untuk membuatnya diperlukan vitamin K, dengan demikian vitamin K penting untuk pembekuan darah. Fungsi

: memegang peranan penting dalam pembekuan darah

(hemostatis). Jika banyaknya kurang dari normal, maka kalau ada luka

darah tidak lekas membeku sehingga timbul perdarahan yang terusmenerus. · f. Plasma Darah Merupakan komponen terbesar dalam darah dan merupakan bagian darah yang cair, tersusun dari air 91%, protein plasma darah 7%, asam amino, lemak, glukosa, urea, garam sebanyak 0,9%, dan hormon, antibodi sebanyak 0,1% . Protein Plasma Mencapai 7% dari plasma dan merupakan satu-satunya unsur pokok plasma yang tidak dapat menembus membran kapiler untuk mencapai sel.

Ada 3 jenis protein plasma yang utama : 1. Albumin Adalah protein yang terbanyak, sekitar 55%-60% tetapi ukurannya paling kecil. Albumin di sintesis di dalam hati dan bertanggung jawab untuk tekanan osmotik koloid darah. Mempertahankan tekanan osmotik agar normal (25 mmHg). 2. Globulin Membentuk sekitar 30% protein plasma. Alfa dan beta globulin disintesis di hati, dengan fungsi utama sebagai molekul pembawa lipid, beberapa hormone, berbagai subtrat, dan zat penting lainnya. Gamma globulin (immunoglobulin) fungsi utama berperan sebagai antibody. 3. Fibrinogen Membentuk sekitar 4% protein plasma. Disintesis di hati dan

merupakan

komponen

esensial

dalam

mekanisme

pembekuan darah. Fungsi

: mengangkut sari makanan ke sel-sel serta

membawa sisa pembakaran dari sel ke tempat pembuangan

selain itu plasma darah juga menghasilkan zat kekebalan tubuh terhadap penyakit atau zat antibodi. g. Proses Pembekuan Darah Pembekuan darah yaitu darah yang mengeras dan menjadi sel yang bersatu. Hal ini dikarenakan di dalam darah terdapat sel-sel yang dapat membentuk jaringan secara cepat. Inilah kenapa disebut membeku karena darah yang cair itu dapat seolah-olah “mengeras” dengan cepat. Namun proses ini terjadi jika terdapat jaringan tubuh yang rusak, yang mengakibatkan drah keluar dari pembuluh darah. Bila tidak, darah hanya akan beredar menyuplai zat-zat yang dibutuhkan oleh organ tubuh. Dalam proses pembekuan darah ada beberapa zat yang dibutuhkan, yakni trombosit atau keping darah, fibrinogen, protrombin, kalsium dan vitamin K. Ketika luka terjadi yang mengakibatkan rusaknya jaringan tubuh, merobek pembuluh darah hingga darah keluar, maka hati akan menggenjot produksi produksi komponen yang ada di trombosit maupun plasma darah yang bernama fibrinogen. Fibrinogen adalah sebuah glikoprotein yang ada dalam plasma darah dalam bentuk cairan dan trombosit dalam bentuk granula yang semuanya dihasilkan oleh hati. Fibrinogen ini yang kemudian melakukan proses koagulasi darah dan meningkatkan viskositas darah. Proses ini akan menghasilkan trombin dan protrombin dengan bantuan Ca2+ dan vitamin K. Trombin yang terbentuk akan memecah fibrinogen menjadi benang fibrin. Bersamaan dengan proses ini, terjadi pengendapan LDL yang memacu proses terbentuknya plak dan memicu agregasi

trombosit

yang pecah mengeluarkan

trombokinase untuk merubah protrombin menjadi trombin dan proses kembali ini menyebabkan semakin banyaknya benang fibrin yang terbentuk Proses Pembentukan Sel Darah :

1.Terjadi awal masa embrional, sebagian besar pada hati dan sebagian kecilpada limpa. Pada minggu ke-20 masa embrional mulai terjadi pada sumsum tulang. 2. Semakin besar janin peranan pembentukan sel darah terjadi pada sumsum

tulang.

3. Setelah lahir semua sel darah dibuat di sumsum tulang, kecuali limfosit yang juga di bentuk di kelenjar limfe, thymus dan lien. Setelah usia 20 tahun sumsum tulang panjang tidak memproduksi lagi drah kecuali bagian proximal, humerus, dan tibia. B. LANDASAN TEORI 1. DEFINISI Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan tenaga kesehatan lainnya seperti Bidan dan Pak Mantri

seringkali salah dalam penegakkan diagnosa, karena

kecenderungan gejala awal yang menyerupai penyakit lain seperti Flu dan Tipes (Typhoid) (Berhman 2000). 2. ETIOLOGI Penyebab terjadinya demam berdarah adalah virus yang ditularkan melalui sel darah yang terdapat pada nyamuk aides agepti. plasmodium vivax dimana penderita merasakan demam muncul setiap hari ketiga. demam,menggigil, linu atau nyeri persendian, dan kadang sampai muntah, tampak pucat/anemis,hati dan limpa membesar, air kencing tampak

keruh/pekat karena mengandung Hemoglobin (Hemoglobinuria) terasa geli pada kulit dan mengalami kekejangan. Namun demikian, tanda klasik ditampakkan adalah adanya perasaan tibatiba kedinginan yang diikuti dengan kekakuan dan kemudian munculnya demam dan banyak mengeluarkan keringat setelah 4-6 jam kemudian, hal ini berlangsung tiap 2 hari, diantara masa tersebut, mungkin penderita merasa sehat seperti sediakala a.Virus dengue Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4. Keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis. b.Vektor Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes alboptictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari.

c.Host Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk

kedua kalinya atau lebih dan dapat pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas

terhadap

dengue

dari

ibunya

melalui

plasenta

(

Litbang.Depkes.go.id,2005)

3. EPIDEMILOGI Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Virus Dengue termasuk genus Flavivirus, famili Flaviviridae, yang dibedakan menjadi 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Keempat serotipe virus ini terdapat di Indonesia dan dilaporkan bahwa serotipe virus DEN 3 sering menimbulkan wabah, sedang di Thailand penyebab wabah yang dominan adalah virus DEN 2 (Syahrurahman A et al., 1995). Penyakit ini ditunjukkan dengan adanya demam secara tiba-tiba 2-7 hari, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam merah terang, petechie dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah badan menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare (Soewandoyo E., 1998). Manifestasi klinik terwujud sebagai akibat adanya kebocoran plasma dari pembuluh darah perifer ke jaringan sekitar. Infeksi virus Dengue dapat bersifat asimtomatik atau simtomatik yang meliputi panas tidak jelas penyebabnya (Dengue Fever, DF), Demam Berdarah Dengue (DBD), dan demam berdarah dengan renjatan (DSS) dengan manifestasi klinik demam bifasik disertai gejala nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, dan timbulnya ruam pada kulit ( Soegijanto S., 2004). Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Di dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sistem retikuloendotelial, dengan target utama virus Dengue adalah APC (Antigen Presenting Cells ) di mana pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupffer

dari hepar dapat juga terkena (Harikushartono et al., 2002). Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Precenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel THelper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. Thelper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemaglutinasi, antibodi fiksasi komplemen (Gubler DJ., 1998). Penyakit infeksi virus Dengue merupakan

hasil interaksi

multifaktorial yang pada saat ini mulai diupayakan memahami keterlibatan faktor genetik pada penyakit infeksi virus, yaitu kerentanan yang dapat diwariskan. Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility) antar individu terhadap infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi antara faktor genetik dengan organisme penyebab serta lingkungannya (Darwis D., 1999). Patofisiologi primer DBD dan Dengue Shock Syndrom (DSS) adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang diikuti kebocoran plasma

ke

dalam

ruang

ekstravaskuler,

sehingga

menimbulkan

hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah (Gambar 2.1). Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, yang didukung penemuan post mortem meliputi efusi serosa, efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi (Soedarmo, 2002). Patogenesis DBD masih kontroversial dan masing-masing hanya dapat menjelaskan satu atau beberapa manifestasi kliniknya dan belum dapat menjelaskan secara utuh keseluruhan fenomena (Soetjipto et al., 2000). Beberapa teori tentang patogenesis DBD adalah The Secondary Heterologous Infection Hypothesis, Hipotesis Virulensi Virus, Teori Fenomena Antibodi Dependent Enhancement (ADE), Teori Mediator, Peran Endotoksin, dan Teori Apoptosis (Soegijanto S., 2004).

Pencegahan dan pemberantasan infeksi Dengue diutamakan pada pemberantasan vektor penyakit karena vaksin yang efektif masih belum tersedia. Pemberantasan vektor ini meliputi pemberantasan sarang nyamuk dan

pembasmian

jentik.

Pemberantasan

sarang

nyamuk

meliputi

pembersihan tempat penampungan air bersih yang merupakan sarana utama perkembangbiakan nyamuk, diikuti penimbunan sampah yang bisa menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Tempat air bersih perlu dilindungi dengan ditutup yang baik. Pembasmian jentik dilakukan melalui kegiatan larvaciding dengan abate dan penebaran ikan pemakan jentik di kolamkolam (Soegijanto S., 2004).

4.MANIFESTASI KLINIK a. . Fase prepatogenesis Fase Susepteble : agent (nyamuk aedes aegypti) sudah terinfeksi virus dangue dari host yang satu yang menderita penyakit DBD tetapi agent belum menularkan virus dangue pada host yang lain, sehingga host tersebut belum terinfesi virus dangue B. Fase fatogenesis a) . Fase presimtomatis : host sudah terinfeksi virus dangue tetapi gejalanya belum tampak namun apabila dilakukan pemeriksaan diagnostik maka akan didapat peningkatan leukosit dan penurunan trombosit 2. Fase klinis : infeksi virus semakin meluas, muncul tanda-dan gejala DBD Masa inkubasi selama 3 – 15 hari sejak seseorang terserang virus dengue. Selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut : 1) Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 – 40 derajat Celsius) a. Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (puspura) perdarahan b. Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam

(konjungtiva), c. mimisan (epitaksis), buang air besar dengan kotoran berupa lendir bercampur

darah (melena), dan lain-lainnya.

d. Terjadi pembesaran hati (hepatomegali). e. Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok. f. Pada pemeriksaan laboratorium hari ke 3 – 7 terjadi penurunan trombosit

dibawah

100.000

/mm3

terjadi

peningkatan

nilai

Hematokrit diatas 20% dari nilai normal. g. Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah,

3. Fase ketidakmampuan apabila pengobatan berhasil, maka penderita akan sembuh sempurna tetapi apabila penyakit tidak ditangani dengan segera atau pengobatan yang dilakukan tidak berhasil maka akan mengakibatkan kematian.

5. PATOFISIOLOGI

a. Narasi Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler.

Hal ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler ibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat. (Suriadi,2001, hal:b5758)

b. Skema

Virus Dangue

Masuk tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aides aigepti

Viremia

Peningkatan pemebialitas dinding kapiler

Intra vaskular cairan dari ke ekstra vaskular

infeksi

Volume plasma

kelainan sistem

retikuloendotelial

demam

Nyeri

mid-

epigastrium

hipotensi Hipetermi hipokonsentrasi trombosit

mual, muntah,

anoreksia

Resiko renjatan hipovolemik

Resiko

Perubahan

pendarahan

nutrisi

6. COLABORATIVE CARE MANAJEMEN

kurang dari kebutuhan

a. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Trombositopeni (  100.000/mm3) 2. Hb dan PCV meningkat (  20% ) 3. Leukopeni ( mungkin normal atau lekositosis ) 4. Isolasi virus 5. Serologi ( Uji H ): respon antibody sekunder 6. Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali (setiap jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan ), Faal hemostasis, FDP, EKG, Foto dada, BUN,creatinin serum.

b.

MEDIKASI Dengue Hemoragik Fever (DHF) tanpa disertai pengobatan hanya bersifat optomatif dan suportif :

1. Pemberian cairan IV yang cukup 2. Antipiretik 3. Antimikroba / antibakteri 4. Antikonvulsan

c. TREATMENT Penatalaksanaan

bersifat

sufortif

yaitu

mengatasi

kehilangan cairan plasma sebagai akibat pendarahan.klien demam dangue dapat berobat jalan sedangkan klien demam DHF dirawat diruang perawat biasa, tetapi pada kasus DHF dengan komplikasi diperlikan perawatan intensif.fase kritis biasanya terjadi pada hari ketiga. Rasa haus dan dehidrasi dapat timbul akibat damam tinggi,anoreksia dan muntah.klien perlu di beri banyak minum,50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama berupa air teh dangan gula,sirup susu,sari buah,atau oralit.setelah dehidrasi dapat diatasi,berikan cairan 80-100 ml /kg BB dalam 24 jam berikutnya.

d. DIET Untuk makanan dan cairan pada awal berikan saring atau bubur sampai keluhan nyeri epigartrium hilang, suhu normal dan merasa nyaman maka bentuk makanan bisa di tingkatkan.rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi. Pasien perlu di beri minum banyak, 50 ml/kg BB dalam 2-4 jam pertama berupa air teh atau gula, sirup, susu, dan sari buah. e. Aktivitas Karena suhu tubuh yang tinggi dan rasa lemah, pasien di anjurkan tirah baring di tempat tidur, selama tirah baring pasien dapat melakukan mobilisasi ringan sesuai dengan kemampuannya. f. Pendidikan Kesehatan Pada pasien dan keluarga di beri pendidikan kesehatan mengenai penyakit

DHF :

a. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang vector dan pemberatan nya b. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala awal DHF. c. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya tindakan pertama pada penderita DHF. ( Wijaya dan putri , 2013 ).

7. MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a. Data subyektif dan data obyektif biodata klien : DHF dapat menyerang dewasa/anak-anak. keluhan utama : panas,mual muntah,nyeri ulu hati. Riwayat kesehatan Riwayat penyakit sekarang : 1 minggu badan panas mual muntah sakit ulu

hati demam disertai lemah bibir

pecah-pecah akral teraba hangat. Riwayat penyakit terdahulu : ada kemungkinan terkena DHf bisa terulang kembali. Riwayat penyakit keluarga : penyakit DHF dibawa oleh nyamuk,jika dalam satu keluarga

ada yang menderita

penyakit ini kemungkinan besar bisa tertular. b. Pemeriksaan fisik:keadaan umum suhu tubuh tinggi nadi cepat dan lemahKulit: tampak bintik merah (peteki) dan keringKepala: Mucosa mulut kering, pendarahan gusi.Dada: nyeri tekan epigestrik.Abdomen:saat di palpasi tidak ada pembesaran limfe

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses b. Resiko

infeksi virus dengue (viremia). defisit

volume

cairan

berhubungan

dengan

pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler c. Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang

berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke

ekstravaskuler d. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan intake nutrisi

yang tidak adekwat akibat

mual dan nafsu makan yang

menurun. e. Resiko terjadinya cidera (perdarahan) berhubungan dengan penurunan

factor-fakto

pembekuan

darah

(

trombositopeni )

3. PERENCANAAN Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi virus dengue (viremia). Tujuan : Suhu tubuh normal kembali setelah mendapatkan tindakan perawatan. Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37, membran mukosa basah, nadi dalam batas normal (80-100 x/mnt), Nyeri otot hilang. Intervensi : a.

Berikan kompres (air biasa / kran). Rasional : Kompres dingin akan terjadi pemindahan panas

secara b.

konduksi

Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000

cc/hari (

sesuai toleransi )

Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.

c.

Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis dan

mudah

menyerap keringat pada klien.

Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah

menyerap

keringat

dan

tidak

merangsang

peningkatan suhu tubuh. d.

Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi,

tekanan darah )

tiap 3 jam sekali atau lebih sering.

Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui

keseimbangan cairan dan elektrolit dalam

tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien. e.

Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian

obat antipiretik

sesuai program.

Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu

tubuh yang tinggi. Obat khususnyauntuk

menurunkan suhu tubuh

1.

Resiko

defisit

pindahnya cairan

pasien.

volume

cairan

berhubungan

dengan

intravaskuler ke ekstravaskuler.

Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok

hipovolemik. Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas

normal

(TD 100/70 mmHg, N: 80-120x/mnt), Tidak ada

tanda presyok, Akral

hangat, Capilarry refill < 3 detik,

Pulsasi kuat. Intervensi : a. Observas vital sign tiap 3 jam/lebih sering Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler b. Observasi capillary Refill Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer

c. Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ urine. Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi. d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi) Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral e. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena, plasma atau darah. Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemic syok.

2.

Resiko Syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan

yang

berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke

ekstravaskuler. Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal Intervensi : a.

Monitor keadaan umum pasien Raional : Untuk memonitor kondisi pasien selama

perawatan

terutama

saat

Perawat segera mengetahui

terdi

perdarahan.

tanda-tanda

presyok / syok b.

Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital

sign untuk

memastikan tidak terjadi presyok /

syok c.

Jelaskan

pada

perdarahan, dan segera perdarahan

pasien

dan

keluarga

tanda

laporkan jika terjadi

Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-

tanda

perdarahan

diketahui dan tindakan yang

dapat

segera

cepat dan tepat

dapat segera diberikan. d.

Kolaborasi : Pemberian cairan intravena Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk

mengatasi

kehilangan

cairan

tubuh

secara hebat. e.

Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran

pembuluh

darah yang dialami pasien

dan untuk acuan melakukan tindakan 3.

lebih lanjut.

Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat

mual dan nafsu makan yang menurun.

Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan, Nafsu makan meningkat, porsi makanan yang disajikan

mampu dihabiskan klien, mual dan

muntah berkurang.

Intervensi : a.

Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang

disukai Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan b.

intervensi

Observasi dan catat masukan makanan pasien Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas

kekurangan c.

konsumsi makanan

Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan) Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi

efektifitas

intervensi.

d.

Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan

sedikit namun

sering dan atau makan diantara

waktu makan Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan

meningkatkan masukan juga

mencegah distensi gaster. e.

Berikan dan Bantu oral hygiene. Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan

peroral 4.

Resiko terjadi cidera (perdarahan) berhubungan dengan

penurunan factor-faktor pembekuan darah (trombositopeni). Tujuan : Tidak terjadi perdarahan selama dalam masa perawatan. Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat,

tidak ada perdarahan spontan (gusi, hidung,

hematemesis dan melena), trombosit

dalam

batas

normal

(150.000/uL). Intervensi : a.

pada klien untuk banyak istirahat tirah baring

(bedrest) Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat b.

menyebabkan terjadinya perdarahan. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga

tentang bahaya

yang dapat timbul akibat dari

adanya perdarahan, dan anjurkan

untuk

segera

melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti di gusi, hidung(epistaksis), berak darah (melena), atau muntah darah (hematemesis). Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu perdarahan.

untuk penaganan dini bila terjadi

c.

Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi

yang lunak,

pelihara kebersihan mulut, berikan

tekanan 5-10 menit setiap

selesai ambil darah

dan Observasi tanda-tanda perdarahan serta

tanda

vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan). Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut. d.

Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang

disertai tanda

klinis.

Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya

kebocoran pembuluh darah yang

pada tahap tertentu dapat

menimbulkan

tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike. e.

Monitor trombosit setiap hari Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap

hari, dapat

diketahui

tingkat

pembuluh darah dan kemungkinan yang dialami pasien.

4. EVALUASI

a. Suhu tubuh normal b. Tidak tarjadinya defisit volume cairan c. Tidak tarjadi syok hipopolemik d. Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi e. Tidak terjadi pendarahan

kebocoran perdarahan

Related Documents

Askep Teori Dhf.docx
June 2020 5
Teori
October 2019 61
Teori
May 2020 46
Teori
June 2020 35

More Documents from ""