Bagian I A. Anatromi Fisiologi Hati, Kandung Empedu dan Pankreas 1 Hati
Gambar 1. Hati dilihat dari depan (1) dan dari belakang (2). Pada permukaan posterior hati, perhatikan permukaan posterior hati pada diagram (3). {(Snell, 19987). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Bagian I, Ed 3: 260. EGC}
1
Hati ialah kelenjar terbesar di dalam tubuh terletak pada bagian teratas dalam rongga abdomen di sebelah kanan bawah diafragma. Hati secara luas dilindungi oleh iga-iga
Bagian-bagian hati Hati terbagi dalam dua belahan utama (lobus), yaitu lobus kanan (lobus dextra hepatic) yang besar dan lobus kiri. (lobus sinistra hepatic) yang kecil. Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma; permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan, fisura transverses. Permukaannya dilintasi oleh berbagai pembuluh darah yang masuk keluar hati. Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah, sedangkan ligamen falsiformis melakukan hal-hal yang sama di permukaan atas hati. Hati terbagi lagi dalam empat lobus yaitu kanan (dekstra), kiri (sinistara), kaudara (cuadatus), dan kwadrata (kwadratus) (Gambar 1). Setiap lobus terdiri atas lobulus. Lobulus berbentuk polyhedral (segibanyak) dan terdiir atas sel hati berbentuk kubus, dan cabang-cabang pembuluh darah diikat bersama oleh jaringan hati. Hati mempunyai dua jenis persediaan darah, yaitu yang datang melalui arteri hepatica dan yang melalui vena porta.
Pembuluh darah pada hati Terdapat empat pembuluh darah utama yang menjelajahi seluruh hati yaitu Arteri hepatica, vena porta, Vena hepatica. Dan saluran empedu. Arteri Hepatika., yang keluar dari aorta dan memberikan seperlima darahnya kepada hati; darah ini mempunyai kejenuhan oksigen 95 – 100%.
2
Vena Porta terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior, mengantarkan sepertlima darahnya ke hati; darah ini mempunyaoi kejenuhan oksigen 75% sebab beberapa O2 telah diambil oleh limpa dan usus. Darah vena porta membawa kepada hati zat makanan yang telah diabsorbsi oleh mukosa usus halus. Vena hepatica mengembalikan darah dari hati ke vena kava inferior. Di dalam vena hepatica terdapat katup. Saluran empedu terbentuk dari pernyatuan kapiler-kapiler empedu yang mengumpulkan empedu dari sel hati
Gambar 2. Struktur yang masuk dan meninggalkan porta hepatica. {( Snell, 19987). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Bagian I, Ed 3: 260. EGC}.
3
Struktur halus Sel hati adalah sel yang polyhedral dan berinti. Protoplasma sel berisi sejumlah besar enzim.Massa sel ini membentuk lobus hepatica yang berbentuk hexagonal kasar, kira-kira berdiameter satu millimeter dan satu dari yang lain terpisah oleh jaringan ikat yang memuat cabang-cabang pembuluh darah yang menjelajahi hati. Cabang vena porta, arteri hepatica dan saluran empedu dibungkus bersama oleh sebuah balutan dari jaringan ikat, yang disebut kapsul Glisson dan yang membentuk saluran porta. Darah berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hati, dan setiap lobnus dijelajahi oleh sebuah jal sinosoid darah atau kapiler hepatika . Pembuluh darah halus berjalan diantara lobula hati dan disebut vena interlobular. Dari sini cabang-cabang kapiler masuk masuk ke dalam bahan lobula kemudian bergabung mrmbentuk sebuah vena kecil di dalam pusat lobula yaitu vena intralobular.
Pembuluh-pembuluh darah ini menuangkan isinya ke dalam vena lain yang
disebut vena sublobuler. Vena-vena sublobuler ini bergabung dan akhirnya membentuk beberapa vena hepatica yang berjalan langsung masuk ke dalam vena kava inferior.
Pembuluh Limfe hati Hati menghasilkan sekitar sepertiga sampai separuh cairan limfe dalam porta hepatic. Pembuluh limfe meninggalkan hati dan masuk ke sejumlah kelenjar limfe dalam Porta hepatis. Pembuluh eferen berjalan ke nodi lymphatici coeliaca. Beberapa pembuluh berjalan ke nodi lymphatici coeliaca. Beberapa pembuluh berjalan dari area nuda hati melalui diafragma menuju ke nodi lymphatici mediastinalis posterior.
4
Persarafan hati Saraf yang mempersarafi hati berasal dari parasimpatis yang melewati plexus coeliacus. Trunctus vagus anterioir mempercabangkan banyak ramimhepatis yang berjalan langsung ke hati.
2. Fungsi hati 1. Merubah zat makanan yang diabsorbsi dari usus 2. Mengubah zat buangan dan bahan racun
3. Glikogenik melalui rangsangan kerja enzim sehingga sel hati menghasilkan glikogen yang diambil dari karbohidrat, selanjutnya disimpan sel hati kemudian diubah kembali menjadi glukosa oleh kerja enzim. Karena fungsi ini hati membantu supaya kadar gula normal darah 80-100 mg glukosa setiap 100 ccm darah dapat dipertahankan. Fungsi ini dkendalikan fungsi pancreas yaitu insulin.
4. Mengubah asam amino menjadi glukosa. 5. Sekresi empedu, misalnya garam empedu dibuat di hati; pigmen empedu dibentuk dalam sistem retikoleum dan dialirkan ke dalam empedu oleh hati. 6. Pembentukan ureum. Hati menerima asam amino yang diabsorbsi oleh darah. Di dalam hati terjadi dealiminasi oleh sel, artinya nitrogen dipisahkan dari bagian asam amino, dan asam amino diubah menjadi ureum. Ureum dapat dikeluarkan dari darah oleh ginjal dan diekskresikan ke dalam urine.
7. Kerja atas lemak. Hati menyimpan lemak untuk pemecahan terakhir menjadi hasil akhir asam karbonat dan air. Garam empedu yang dihasilkan oleh hati penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak. Kekurangan garam empedu mengiurangi absorbsi lemak dan karena itu dapat berjalan tanpa perubahan masuk feces seperti yang terjadi pada beberapa gangguan
5
pencernaan pada anak-anak kecil, pada penyakit siliak, seriawan tropik dan gangguan tertentu pada pancreas. 8. Hubungan hati dengan isi normal darah 1) Membentuk sel darah merah pada masa hidup janin. 2) Berperan manghancurkan sel darah merah
3) Menyimpan hematin yang diperlukan untuk penyempurnaan sel darah merah baru. 4) Membuat sebagian besar dari protein plasma. 5) Membersihkan bilirubin dari darah. 6) Berkenaan dengan penghasilan protrombin dan fibrinogen yang perlu untuk penggumpalan darah 9.
Penyimpanan dan penyebaran berbagai bahan, termasuk glikogen, lemak, vitamin dan besi (vitamin A dan D)
10.
Pertahanan suhu tubuh
11.
Detoksikasi
6
2. .Aparatus Biliaris Ekstrahepatik
Gambar 3. Bagian-bagian apparatus biliaris ekstra hepatic. Perhatikan hubungan kandung empedu dengan colon dan duodenum {(Snell, 19987). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Bagian I, Ed 3: 260. EGC}
Empedu Empedu dibentuk didalam sela-sela kecil di dalam sel hepar, dan dikeluarkan melalui kapiler empedu yang halus atau kanalikuli empedu, yaitu saluran halus yang dimulai di antara sel hati, dan terletak diantara dua sel. Tetapi kanalikuli terpisah dari kapiler darah, sehingga darah dan empedu tidak pernah tercampur.
7
Kapiler empedu berjalan ka pinggir lobula, dan menuangkan isinya ke dalam saluran interlobular empedu kemudian bergabung membentuk saluran hepatica. Saluran empedu sebagian besar dilapisi epitelium silinder dan mempunyai dinding luar yang terdiri atas jaringan fibrus dan otot: dengan cara berkontraksi dinding berotot pada saluran ini mengeluarkan empedu dari hati. Aparatus ekstrak hepatic terdisi atas ductus hepaticus kanan dan kiri, ductus choledochus, ductus biliaris, kandung empedu (vesica vellia), dan ductus cysticus. Cabang-cabang interlobularis terkecil ductus biliaris terdapat dalam saluran portal hati; mereka menerima canalikuli biliaris. Ductus interlobularis satu sama lain saling bersatu membentuk ductus hepatikus kanan dan kiri. Ductus hepatikus kanan mengalirkan empedu dari lubus kiri, lobus caudatus dan lobus quadratus.
Ductus Hepatikus Ductus (saluran) hepatikus kanan dan kiri dari pada porta hepatic (gambar 3). Ductus hepatikus kanan dan kiri menyatu membentuk ductus hepatikus communis (gambar 3). Ductus hepatikus comunis panjangnya sekitar 4 cm dan berjalan turun pada sisi yang bebas omentus minus. Sisi kanannya menyatu dengan ductus cysticus yang berasal dari kandung empedu untuk membentuk ductus choleduchus = ductus biliaris komunis (Gambar 3)
Ductus choleduchus Panjangnya sekitar 8 cm. Pada bagian pertama perjalanannya , ia terletak pada sisi bebas kanan omentum minus, di depan foramen epiploicum Winslow. Di sini ia terletak di sisi depan kana vena porta dan sisi kanan a. hepatika (gambar 5-1= 5-13). Pada bagian kedua perjalanannya ia terletak di belakang bagian pertama duodenum (gambar 6-1= 5-7) di sisi kanan a. gastroduodenalis
8
(gambar 7-1 = 5-12). Pada bagian ketiga perjalanannya, ia terletak dalam alur yang terdapat pada permukaan posterior caput pancreas (gambar 4-1). Di sini ductus choleduchus bersatu dengan ductus pancreaticus major. Ductus choleductus berakhir di bagian bawah dengan menembus dinding medial bagian pertengahan kedua duodenum (gambar 3). Biasanya ductus choleductus menyatu dengan ductus pancreatikus major, dan bersam-sama bermuara dalam ampulla kecil dalm dinding duodenum yang dinamakan ampulla vater (bermuara ke dalam lumen duodenum melalui suatu papilla kecil yaitu papilla duodeni major (gambar 3). Bagian akhir ductus choleduchus dan ampulla dikelilingi oleh serabut otot sirkuler yang dikenal sebagai sphincter Oddi (gambar 3).Kadang-kadang ductus choledochus dan ductus pancreatikus bermuara dalam duodenum pada tempat yang tidak sama. Variasi yang sering ditemukan diperlihatkan secara diagramatis dalam gambar (3)
3. Kandung empedu Kandung empedu (Vesica Fellia) adalah sebuah kantong berbentuk terong/buah pir dan merupakan membran berotot.
Letak Kandung empedu terletak di dalam sebuah lekukan di sebelah permukaan bawah hati, sampai di pinggiran depannya. Panjangnya delapan samapi dua belas senti meter dan dapat berisi kira-kira 60 ccm.
9
Bagian-bagian Kandung empedu terbagi dalam sebuah fundus (bagian basal), corpus (badan) dan collum (leher), dan terdiri atas tiga pembungkus, yaitu di sebelah luar pembungkus serosa peritoneal, di sebelah tengah jaringan berotot tak bergaris, dan di sebelah dalam membran mukosa yang bersambungan dengan lapisan saluran empedu, membran mukosanya memuat sel epitel silinder yang mengeluarkan secret musin dan cepat mengabsorbsi air dan elektrolit, tetapi tidak garam empedu atau pigmen, sehingga empedu menjadi pekat. Duktus sistikus kira-kira empat sentimeter panjangnya. Berjalan dari leher kandung empedu dan bersambung dengan duktus hepatikus sambil membentuk saluran empedu ke duodenum. Vesica Fellia terbagi menjadi fundus corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan menonjol di sisi bawah inferior hati dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya ke atas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai ductus cystikus, yang berjalan dalam omentum minus kemudian menyatu dengan sisi kanan
ductus hepaticus communis, membentuk ductus
choleduchus (gambar 4-1). Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellia dengan sempurna dan menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.
Batas 1. Anterior. Dinding anterior abdomen dan permukaan visceral hati (gambar 10-1=5-2). 2. Posterior. Colon transversum dan bagian pertama dan kedua duodenum (Gambar 4-1) 3. Ductus Cysticus
10
Fungsi 1. Tempat persediaan getah empedu 2. Memekatkan getah empedu yang tersimpan di dalam kandung empedu. 3. Mengalirkan empedu ke dalam duodenum yang mengakibatkan kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormone kolesistokinin dari mukosa duodenum; hormone kemudian masuk ke dalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal ductus choledochus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. 4. Garam-garam empedu dalam hati mengemulsikan lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absosrbsi lemak.
Pembuluh darah, pembuluh limfe dan persarafan vesica fellia Pembuluh arteri kandung empedu, yaitu a. cystica cabang dari a.hepatica kanan (3-1). V cystika mengalirkan darah langsung ke vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menunju ke nodi lymphatici cisticae yang terletak dekat collum vesica fellia. Selanjutnya berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. saraf yang menunju kandung empedu berasal dari fleksus coeliacuc.
11
Susunan dan Fungsi Getah Empedu Getah empedu adalah cairan alkali yang disekresikan oleh sel hati. Seseorang mengeluarkan sekitar 500-1000 cc setiap hari; sekresinya berjalan terus-menerus, tetapi jumlahnya dipercepat pada saat pencernaan, khususnya pencernaan lemak.. Sekitar 20% getah empedu terdiri dari air, garam empedu, pigmen empedu, kholesterol, musin dan zat lain.Fungsi khjpoleretik menambah sekresi empedi. Fungsi kholagogi menyebabkan kandung empedu mengosongkan diri. Pigmen empedu bersifat digestif dan meperlancar kerja enzim lipase dalam memecah lemak. Garam empedu membantu panyerapan lemak yang telah dicernakan (glisin dan asam lemak) dengan cara menurunkan tegangan permukaan dan memperlancar daya tembus endothelium yang menutupi vili susu.
4. Pankreas Anatomi Fisiologi Pakreas Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya mirip kelenjar ludah. Panjanganya kira-kira lima belas sentimeter, mulai dari duodenum sampai limpa.
Bagian Pankreas terdiri atas kepala, badan dan ekeor. Kepala pancreas paling lebar, terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan duodenum, dan yang praktis melingkarinya.
12
Badan Pnkreas merupakan bagian utama pada organ pancreas dan letaknya di belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama. Ekornya merupakan bagian yang runcing di sebelah kiri, dsan yang sebenarnya menyentuh limpa. Jaringan pancreas terdiri atas lobula daripada sekretori yang tewrsusun mengitari saluransaluran halus. Salauran-saluran ini mulai dari persambungan saluran-saluran kecil dari kiri ke kanan. Saluran-saluran kecil tersebut menerima saluran dari lobula lain
kemudian bersatu
membentuk saluran utama, yaitu ductus Wirsungi.
13
Gambar 4. Letak pancreas dalam rongga abdomen. {(Snell, 19987). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Bagian I, Ed 3: 260. EGC}
Fungsi
1. Exokrine dilaksanakan oleh sel sekretori lobulanya, yang membentuk getah pancreas dan yang berisi enzim dan elektrolit. Cairan pencerna tersebut berjalan melalui saluran ekskretori halus dan akhirnya dikumpulkan oleh dua saluran, yaitu yang utama disebut Wirsungi dan
14
duktus Santorini, yang masuk ke dalam duodenum. Saluran utama bergabung dengan saluran empedu di Ampula Vater.
2. Fungsi endokrin, tersebar diantara alveoli pancreas terdapat kelompok-kelompok kecil sel epitelium, yang jelas terpisah dan nyata , yaitu kepulauan langerhans, yang bersama-sama membentuk organ endokrin. Pankreas dilintasi oleh saraf vagus, dan dalam beberapa menit setelah menerima makanan, arus getah pancreas bertambah. Kemudian setelah isi lambung masuk ke dalam duodenum, maka dua hormon, sekretrin dan pankreosimin dibentuk di dalam mukosa duodenum dan yang kemudian merangsang arus getah pancreas.
BAGIAN II Metabolisme Hati dan Gangguan Fungsi Metabolik
15
1. Fungsi biokimia hati 1) metabolisme intermedia asam amino dan karbohidrat 2) sintesis dan degradasi protein dan glikoprotein 3) metabolisme dan degradasi obat dan hormone 4) regulasi metabolisme lipid dan kolesterol.
2. Metabolisme Karbohidrat dan gangguan metabolismenya Fungsi hati untuk memelihara kadar gula yang normal dengan kombinasi glikogenesis, glikogenolisis, glikolisis, dan glukoneogenesis diatur oleh sejumlah hormon termasuk insulin, glukagon, hormon pertumbuhan dan katekolamin tertentu. Pada keadaan puasa hati menambah homeostasis glukosa dengan glikoneogensis dan hiperglukogenesis. kadar glukosa darah normal melalui glukoneogenesis akhirnya berhubungan dengan katabolisme protein otot, yang memberikan precursor asam aminon yang diperlukan, terutama alanin. Dalam keadaan pascapandial hati mengarahkan alanin dan asam amino rantai cabang ke jaringan perifer, tempat asam amino kemudian bergabung ke dalam protein otot. Kelainan homeostasis glukosa yang terjadi pada hati ada dua yaitu pertama faktor yang menyebabkan hiperglikemia seperti penurunan ambilan glukosa hati, penurunan sintesis glikogen hati, resistensi hati terhadap insulin, pintas glukosa portal-sistemik, kelainan hormonal (serum) berupa peningkatan glukagon, penurunan kortisol, dan peningkatan insulin (hemokromatosis);kedua faktor yang menyebabkan hipoglikemia seperti penurunan glikoneogenesis, penurunan kandungan glikogen hati, resistensi hati terhadap glukagon, masukan oral yang buruk, dan hiperinsulinemia sekunder terhadap pintas portal-sistemik.
16
Hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang tersering. Intoleransi glukosa terjadi karena kadar insulin plasma yang normal atau meningkat (kecuali pada pasien dengan hemokromatosis), mengesankan bahwa resistensi insulin mungkin lebih bertanggungjawab dibandingkan defisiensi insulin. Faktor yang berperan dalam resistensi insulin yang nyata adalah penurunana absolut pada kemampuan hati untuk metabolisme beban glukosa karena penurunan dalam menfungsikan massa hepatoseluler. Respon terhadap insulin dikurangi karena cacat reseptor dan pascareseptor dalam hepatosist pasien dengann sirosis. Hiperinsulinemia dan hiperglukoagonemia mungkinn terdapat karena penurunan bersihan hepatic dari hormon ini. Pada pasien dengan hemokromatosis kadar insulin mungkin rendah karena endapan besi dan adanya diabetes mellitus yang menyertai. Pasien dengan sirosis mungkin juga memiliki kadar laktat serum yang meningkat,penurunan kapasitas hati terhadap penggunaan laktat untuk glukoneogenesis. Hipoglikemia, sering terjadi pada hepatitis pulminan akut, dan dapat bersam-sama dengan sirosis stadium akhir. Glikogen dalam hati bertanggungjawab terhadap lima sampai tujuh persen (57%) berat jaringan yang normal, karena kapasitas jhhati untuk menyimpan glikogen terbatas (kirakira 70 g) dan kebutuhan glokosa tetap pada kecepatan konstan (kira-kira 150 g/hari), cadangan glikogen hepatic dihabiskan sesudah puasa satu hari. Hipoglikemia pada sirosis stadium-akhir mungkin karena penurunan cadangan glikogen hapatik, kehabisan responsivitas glukagon, atau penurunan kapasitas untuk mensintesis glikogen vintas glukagon karena destruksi parenkim yang luas.
3. Metabolisme Asam Amino dan Amonia dan Gangguan metabolismenya. MelaLui berbagai proses anabolic dan katabolic, hati merupakan tempat interkonversi asam amino utama. Asam amino yang digunakan untuk sintesis protein hepatic berasal dari protein
17
makanan, pergantian protein endogen metabolic (terutama dari otot), sintesis langsung dalam hati. Sebagian besar asam amino yang memasuki hati melalui vena porta dikatabolisme menjadi urea (kecuali asam amino rantai-cabang leusin, isoleusin, dan valin). Jumlah yang sedikit dilepaskan ke dalam sirkulasi umum sebagai asam amino bebas, dan berperan dalam siklus glukosa-alanin. Disamping itu Asam amino digunakan untuk sintesis protein, protein plasma, karnosin, dan kreatin hati intraseluler. Gangguan metabolisme asam amino berupa perubahan konsentrasi asam aminoplasm. Katabolisme hapatik atau degradasi asam amino melibatkan dua reaksi utama, yaitu transaminase dan deaminasei oksidatif. Terjadi
peningkatan
asam
glutamat-oksaloasetat
transaminase,
aspartat
aminotrasnferase, AST) dalam serum akibat kerusakan hati seperti pada hepatitis virus akut, dan akibat obat-obatan). Sementara itu penggunaan asam amino terganggu pada kerusakan hati yang berat seperti nekrosis hepatic massif, selain itu asam amino dalam aliran darah meningkat dan limpahan tipe amino asiduria mungkin timbul. Terjadi penurunan sintesis urea pada penyakit hati lanjut dan menyebabkan penumpukan NH3 dan penurunan nitrogen urea darah (BUN) serta tanda gagal hati. Keadaan ini dapat mengaburkan diagnosis akibat adanya gangguan pada fungsi ginjal terutama pada gagal hati yang berat. Sebagian besar diekskresi oleh ginjal, kira-kira 25% berdifusi ke dalam usus kemudian menjadi NH3 oleh urease bakteri. Disamping itu terjadi pula produksi ammonia usus dari deaminasi asam amino yang tidak diabsorbsi dan protein yang berasal dari makanan, sel mengelupas, atau darah dalam saluran makanan oleh bakteri. Mekanisme penyebab peningkatan NH3 darah pada pasien sirosis hepatis yaitu pertama bila terdapat bahan nitrogen berlebihan dalam usus (dari perdarahan atau protein makanan),
18
kelebihan jumlah NH3 akan dibentuk melalui deaminasi asam amino oleh bakteri. Bila motilasi usus menurun yang ditandai dengan konstipasi, produksi amoniak oleh bakteri akan meningkat karena waktu yang memanjang untuk degradasai protein dan asm amino luminal; Kedua bila fungsi ginjal menurun (seperti pada sindroma hepatorenal), nitrogen urea darah meningkat, menyebabkan peningkatan difusi urea ke dalam lumen usus, tempat urease bakteri berubah menjadi NH3; Ketiga Bila fungsi hati menurun secara berarti, penurunan sintesis urea mungkin terjadi dengan akibat penurunan dalam pengeluaran NH3 ; keempatt bila alkalosis (sering karena hiperventilasi sentral) dan hipokalemia yang menyertai dekompensasi hati disertai penurunan persediaan in H+ ginjal. Hal ini mengakibatkan NH3 yang diproduksi dari glutamin oleh kerja glutaminase ginjal dapat memasuki vena renalis (dibanding yang diekskresi sebagai NH4+), menyebabkan peningkatan kadar
Nh3 darah perifer. Selain itu, hipokalemia menyebakan
peningkatan produksi NH3 ginjal; Kelima bila terdapat hipertensi portal (peningkatan abnormal pada tekanan darah dalam sirkulasi paru) dan terdapat anastomosis antara vena porta dan saluran vena sistemik dan peningkatan kadar NH3 darah. Dengan demikian, bersama pintas portal-sistemik darah, peningkkatan mungkin berkembang bersama disfungsi hepatoseluler sedang secara relatif. Faktor penting lain dalam menentukan apakah kadar NH3 yang biasa dalam darah akan merusak sistem saraf pusat adalah pH darah. Makin sering basa pH, maka toksik kadar NH3 yang biasa terjadi. Pada 37 oC,pK NH3 adalah 8,9; angka ini cukup dekat dengan pH darah yang mengalami sedikit perubahan pH dapat mempengaruhi rasio NH4/ NH3 Karena NH3 yang tidak berorientasi melintasi membran lebih mudah daripada ion NH4, alkalosis menyokong masuknya ammonia ke dalam otak (dengan perubahan selanjutnya dalam metabolisme sel) melalui pergeseran keseimbangan reaksi.
19
Alkalosis dapat meningkatkan kadar NH3 darah perifer melalui mekanisme ginjal, meningkatkan kadar jaringan dengan mempengaruhi difusi NH3 melintasi membran. Perubahan pada pH lumen usus mempengaruhi keseimbangan antara Nh4 dan NH3; lumen yang lebih alkali akan menggeser keseimbangan untuk kepentingan NH3 menyebabkan peningkatan absorbsi.
4. Sintesis dan degradasi protein serta ganguannya Hati adalah tempat degradasi dan sintesis protein yang penting. Hati selain mensintesis protein juga memproduksi protein ekspor diantaranya yang terpenting dan terbanyak adalah albumin sekitar 12 g/hari atau 25% sintesis protein hati total dan setengah dari semua protein yang diekspor. Rata-rata paru albumin normal adalah 17-20 hari. Sekitar 60% albumin ditemukan ruang eksravaskular. Sintesis albumin merupakan objek terhadap sejumlah pengaruh pengaturan, termasuk kecepatan transkripsi mRNA spesifik dan ketersediaan substrat tRNA. Kecepatan sintesis albumin dipengaruhi oleh ketersediaan precursor asam amino terutama triptofan, asam amino esensial yang paling langka. Pada pasien dengan tumor karsinoid yang besar, sintesis albumin dapat menurun dengan cepat bila triptofan dikonsumsi oleh sel karsinoid pada produksi 5hidroksitriptofan (serotonin). Selain itu kecepatan sintesis albumin dipengaruhi juga oleh tekanan onkolitik koloid. Pada penyakit hati yang parah dan kronis, terjadi penurunan sejumlah reseptor hati untuk asialoglikoprotein. Gangguan metabolisme protein yang sering ditemukan secara klinis adalah hipoalbuminemia akibat penurunan aktivitas sintesis. Penurunan sintesis bisa disebabkan oleh penurunan dalam jumlah dan fungsi hepatosit serta penurunan suplai asam amino makanan.
20
Pada pasien dengan asites, hipoalbumin diperburuk oleh kehilangan sejmulah besar albumin tubuh ke dalam cairan asites. Pada pasien dengan pascasinusoid dapat terjadi peningkatan tekanan vena hepatica karena peningkatan produksi limfe hati dengan ektravasasi ke dalam rongga peritoneum. Pada penyakit hati yang berat terjadi penurunan sintesis protombin, faktor pembekuan tergantung vitamin K. Pada malnutrisi dan penggunaan antibiotik spectrum luas atau kekacauan absorbsi lemak bersamaan karena penurunan konsentrasi asam empedu misalnya pada kolestasis terjadi hipoprotrotrombinemia dengan pengurangan jumlah vitamin K yang diabsorbsi dari usus. Terjadi penurunan faktor V plasma, Faktor II, VII,IX, dan X karena hati merupakan tempat produksi faktor pembekuan tergantung non vitamin K. Pada penyakit hati kronik bisa ditemukan molekul fobrinogen yang abnormal secara fungsional.
5. Mekanisme detoksikasi Hati berperan penting dalam matabolisme beberapa obat eksogen dan hormon endogen melalui sifat beberapa sistem enzim yang terlibat dalam transformasi biokimiawi seperti efek lintaspertama aliran darah dari keseluruhan saluran makanan yang melewati hati melalui sirkulasi portal. Ada beberapa tipe reaksi utama yaitu reaksi fase I, reaksi fase II. Reaksi fase I menyebabkan modifikasi kimia dari kelompok reaktif oleh oksidasi, reduksi, hidroksilasi, sulfooksidasi, deaminasi, dealkilasi atau metilasi (contoh kortison diaktivasi menjadi kortisol dan prednison; impramin; depresan diubah menjadi desmetilmipramin, antidepresan. Dengan cara
21
yang sama atau, bahkan reaksi fase I mengubah senyawa nontoksik menjadi toksik seperti pada metabolisme isoniazid dan asetaminofen. Enzim yang bertanggungjawap pada reaksi fase I khususnya yang melibatkan sitokrom P450
diakibatkan oleh obat-obatan seperti etanol, simetidin, disulfiram, dekstroprokpoksifen,
alopuridol, dan dengan berlawanan arah, etanol. Reaksi fase II bisa menyertai reaksi fase 1 atau berjalan secara bebas; hal ini melibatkan perubahan zat menjadi derivat glukuronida, sulfat, asetil, taurin, atau glisin, dengan demikian mengubah zat lipofilik menjadi derivat larut –air dan memperbolehkan dalam empedu atau urin. Pada sirosis hati, hemodinamiak intrahepatik yang berubah karena gangguan arsitektur hati bisa menyebabkan penurunan kecepatan bersihan obat dari hati. Penurunan sejumlah fungsi enzim pada reaksi fase 1 dan II akan mengakibatkan kecepatan inaktivasi dan pengeluaran obat lebih lambat. Obat yang dapat menurunkan bersihan pada pasien penyakit hati termasuk antikonvulsan (sperti fenitoin, fenobarbital); anti inflamasi (seperti asetaminofen, fenilbutazon, glukokortikoid); transquilizer minor; obat kardioaktif (seperti lidokain, kuinidin, propranolol); dan antibiotik (nafsilin, klorampenicol, tetrasiklin, trimetoprim, rifamfisim, pirazinamid)
6. Metabolisme Hormon dan kelainannya Hati bertanggungjawab terhadap metabolisme agen farmakologik, dan inaktivasi atau modifikasi beberapa hormone endogen. Oleh karena itu pada penyakit hati kronik dapat terjadi gangguan keseimbangan hormonal (seperti: 1) insulin dan glukagon diinaktivasi dalam hati melalui proteolisis Tertutama deaminasi; 2) Tiroksin dan tiodotironin dimetabolisme dalam hati melalui reaksi yang melibatkan deiododinasi; 3) hormone steroid seperti glukokortikoid dan aldosteron melalui reduksi ikatan ganda Δ4 dan kelompok 3 keto disertai dengan konjugasi, sebagian besar
22
dengan glukoronat; 4) testosterone dimetabolis menjadi isomer androsteron 17-ketosteroid dan etiokolonolon dan diekskresi dalam urin sabagian besar sebagai konjugat sulfat; 5) Estrogen seperti estradol diubah menjadi estriol dan estrogen kemudian berkonjugasi dengan asam glukoronat atau sulfat). Kelainan Metabolisme hormone.
1) Kelainan dalam metabolisme estrogen (dan
((testosteron) berpengaruh terhadap perkembangan angioma (spider angioma), kehilngan rambut aksila dan pubis, dan atrofi testis yang sering tampak pada pasien penyakit hati kronik. 2) Peningkatan pemirauan portal-sistemik dari testosterone dan androstenedion sekunder terhadap hipertens portal mungkin menyebabkan perkembangan
ginekomasita
pada laki-laki yang
menderita sirosis karena peningkatan konversi perifer alkoholik. 3) Pada pasien dengan panyakit hati alkoholik, feminisasi dapat terjadi sebagai akibat efek toksik alcohol yang langsung terhadap aksis hipotalamus-hipofisis-gonade yang menyebabkan penurunan menyeluruh dalam testosterone serum yang ditemukan pada pasien sirosis. Demikian juga pada pasien hemokromatosis karena penumpukan besi pada tempat ini. Namun hampIr tidak ditemukan ginekomatosis pada pasien hemokromatosis, ginekomastia sering tidak ditemukan pada pasien ini, karena penurunan yang mirip pada konsentrasi aldostenedion plasma (suatu precursor utama untuk sintesis estrogen). Estrogen bekerja langsung pada hati untuk menghambat aktivitas sekresi hati. Estradiol dan estrogen yang terkait seperti yang ditemukan pada pil kontrasepsi mengganggu natrium sulfomoftalein dan garam empedu dan memperburuk cacat yang sebelumnya disekresi oleh bilirubin terkonjugasi pada pasien dengan sindrom Dubin-Johnson (ikterik nonhemodinamik kronis herediter yang diperkirakan akibat defek pada ekskresi bilirubin terkonjugasi dan anion anorganik tertentu lainnya olah hati; adanya pigmen granular kasar berwarna coklat pada sel hati yang patognomomik); estrogen mungkin juga meningkatkan kadar fosfatse alkali plsma. Steroid
23
terkait seperti etiokolanolon dan pregnasediol (ALA) sintetase, yang menyebabkan peningkatan ekskresi porfobilinogen. Karena seteroid ini menggunakan efek ini hanya dalam bentuk tidak berkonjugasi, peningkatan kadar asam δ-aminolevulat (ALA) sintetase hati pada pasien dengan sirosis alkoholok mungkin sekunder terhadap kerja steroide.
7. Metabolisme lipid: Asam lemak dan Trigliserida serta gangguan metabolismenya Metabolismenya: 1) Pada kondisi normal sebagian besar asam lemak yang berasal dari jaringan diambil oleh hati dan diesterifikasi. 2) Beberapa asam lemak (khususnya masing-masing disaturasi) yang berasal dari asetat disintesis dalam hati. 3) Asam lemak dapat diubah secara enzimatis menjadi trigliserida, diesterifikasi bersama kolesterol, digabung dalam fosfolipid, atau dioksidasi menjadi CO2 atau badan keton. 4) Sebagian trigliserida diproduksi untuk dieksport, tetapi supaya dapat disekresi trigliserida harus diubah menjadi lipoprotein melalui penggabungan dengan sebagian apoprotein yang spesifik secara relative. 5) Hati berperan mengatur kadar lipoprotein melalui fungsi degradasi dan sintesisnya. 6) Hati merupakan tempat utama katabolisme lipoprotein densitas rendah (LDL) secara kuantitatif, dengan rangkap jalur perantara-reseptor afinitas-rendah. 7) Hati membuang dan mendegradasi sa kilomokron dan unsure pokonya mempunyai sejumlah efek metabolic. 8) Hati merupakan tempat utama produksi lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) dan bagi degradasi sisa kilomikron dan konversi LDL melalui kerja lipase hati.
24
9) Hati berperan dalam katabolisme lipoprotein densitas tinggi (HDL). Pada penyakit hati kronik tidak ditemukan perubahan yang nyata dalam metabolisme lipoprotein dan kolesterol, kecuali pada kolestiasis.
Kelainan metabolisme Asam lemak dan Trigliserida 1) Peningkatan influks Asam lemak yang dimobilisasi dari jaringan adipose karena obat seperti: etanol atau glukokortikoid. 2) Terjadi perlemakan di hati akbat ketoasidois diabetes. 3) Peningkatan kadar
asam lemak dalam hati, baik dalam sintesis asam lemak atau
penurunan oksidasi asam lemak yang menyebabkan pembentukan trigliserida 4) Pada keadaan seperti kelebihan etanol, dapat terjadi peningkatan kekuatan karbohidrat, ǽgliserofosfat, yang terlibat dal;am esterifikasi asam lemak menjadi trigliserida. 5) Pada pasien malnutrisi protein-kalori (Kwasiorkor) dan karena toksin seperti karbon tetraklorida, fosfor, atau etionin, dan juga menyertai kelebihan dosis antibiotic seperti tetrasiklin yang dapat mengahambat sintesis protein. Karena pelepasan trigliserida melibatkan pembentukan lipoprotein, penumpukan lipid mungkin terjadi karena penurunan sintesis apoprotein 6) Gangguan sekresi lipoprotein dapat terjadi di hati. Perubahan berbeda yang mengganggu metabolisme lemak hati yang dapat menyebabkan pola yang berbeda dari penumpukan lemakj yang dirancang makrovesikuler dan mikrovesikuler. 7) Alkohol merupakan agen tersering yang menyebabkan perlemakan hati, namun mekanisme bagaimana alcohol menyebebkan peningkatan trigliserida di hati tidak jelas. Tergantung pada dosis, lamanya pemakaian alcohol..
25
8) Perubahan dalam keadaan redoks (reduksi-oksidasi) karena kelebihan penumpukan NADH akibat oksidasi alcohol mungkin juga mempengaruhi. 9) Perubahan metabolic lain pada hati dapat ditemukan dalam darah yang menyertai pencernaan jumlah besar alcohol seperti peningkatan kadar laktat, prolin, urat, dan trigliserida plasma dan penurunan kadar glukosa, magnesium, fosfat dan triodotironin (T3 ) plasma.
Kolesterol Sintesis kolesterol dan garam empedu terutama dikeluarkan oleh hati. Sintesis kolesterol berlaku untuk sejumlah control metabolic, sebagian besar diperantarai melalui biosintesis kecepatan-terbatas enzim 3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim A reduktase (HMGCoA reduktase). Kolesterol terdapat bebas atau bergabung dengan asam lemak dalam bentuk ester kolesterol; dalam plasma, keduanya terutama ditemukan dalam –β- lipoprotein. Plasma dan hati juga mengandung lesitin-kolesesterolasiltraferase (LCAT), enzim yang terlibat dalam konversi kolesterol bebas menjadi bentuk teresterifikasi. Karena terdapat pertukaran kolesterol bebas antara jaringan, perubahan kadar kolesterol total tubuh. Penurunan ester koleseteol plasma menunjukkan kerusakan dan gangguan esterifikasi kolesterol hati. Cedera hati yang berat sering menyebabkan penurunan kadar kolesterol serum total, termasuk fraksi bebas maupun teresterifikasi. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunana sintesis apoprotein, atau keduanya. Pada kolestasis (baik intrahepatik maupun ekstrahepatik), kolesterol serum total sering meningkat secara mencolok. Penyakit kolestasis berhubungan dengan kelainan metabolisme lipoprotein. Pada sirosis empedu primer
26
terdapat peningkatan yang nyata dalam kolesterol bebas dari LDL serum; HDL serum menurun dan mungkin hilang dari serum pada pasien dengan penyakit kronik. Peningkatan kolesterol bebas serum (dan fosfolipid) dan pengurangan yang seiring dengan kolesterol teresterifikasi pada kolestasis mungkin berhubungan dengan penurunan produksi LCAT hati. Penurunan kadar LCAT berhubungan dengan penampilan LDL yang abnormal, disebut sebagai lipoprotein X (LP-X). Walaupun LP-X, yang mempunyai kandungan kolesterol,bebas dari trigliserida yang tinggi, semula dianggap sebagai indicator obstruksi saluran empedu yang spesifik, jelas bahwa hal ini tampak pada kondisi kolestasis. Sementara penurunan produksi LCAT hati mungkin bertanggungjawab terhadap perubahan kandungan lipid dan komposisi lipoprotein, faktor yang menyebabkan peningkatan kolesterol serum tidak jelas. Perubahan kolesterol dan zat terkait
yang diakibatkan oleh penyakit hati
menyebabkan perubahan komposisi membrane eritrosit (hal ini menyebabkan perubahan morfologi dengan perkembangan bentuk sel taji (spur dan burr.) dan perubahan ini merupakan tanda penyakit hati lanjut. Pada pasien dengan hepatitis berat atau hepatitis fulminan
terdapat
hipoprotrombinemia yang berat dengan gangguan koagulasi, hipoalbuminemia dan encepalopati. Berbeda dengan pasien sirosis hepatic , kelainan metabolisme karbohidrat cenderung menyebabkan hipoglikemia daripada hiperglikemia. Hipoglikemia menandakan bahwa cadangan glikogen di hati menurun rensponsivitas glukagon, dapat disertai asupan oral yang buruk karena mual, dan anoreksia bersama dengan peningkatan penggunaan glukosa sekunder terhadap hiperbilirubinemia (karena pemintasan portal sistemik dan penurunan degradasi insulin)
27
Bagian III Penyakit Hati dan Saluran Empedu
A. Gambaran Umum Pendahuluan Untuk memamahami penyakit hati, hal yang mendasar perlu diketahui yaitu pengertian penyakit hati dan manifestasi klinisnya, struktur dan fungsi hepatic normal.
28
Pengkajian
GAMBAR 1.Contoh asites pada penderita penyakit hati. (Schiff L and Schiff ER. Diseases of the Liver, 7th. ed. Philadelphia, JB Lippincott, 1993.)
Gambar 2. Pengkajian terhadap gelombang cairan abdominal. Pemeriksa menempatkan kedua belah tangannya pada masing-masing sisi pinggang pasien; kemudian salah satu pinggang pasien diketuk secara tiba-tiba dan setiap gelombang cairan yang terbentuk dideteksi dengan meuggunakan tangan yang lain. Sambil tangan asisten (dengan sisi ulnar meughadap ke bawah) ditempatkan di sepanjang garis tengah abdomen pasien untuk mencegah agar gelombang cairan tidak ditransmisikan lewat jaringan dalam dinding abdomen.
1. Gambaran Klinis Riwayat gejala klinis diamati sesuai dengan penyakit seperti: 1) Kolelitiasis, kolesistisis, dan koledokolitis ditandai dengan adanyan temuan berupa (1) Riwayat nyeri kuadran kanan atas ; (2) Ketidaksanggupan mencerna 2) Penyakit hepatoseluler atau infiltrat dengan hepatomegali ditandai dengan (1) Nyeri ; (2) kapsul glison; (3) pruritis; (4) ikterus; (5) anoreksia; (6) penurunan berat badan; (7) demam; (8) pasien mudah lebam, tanda (penyakit hati akut atau
kronik lanjut (penyakit hati akut
pulminan); (9) terdapat gangguan mental
pulminan) 29
3) Hepatitis virus, mempunyai riwayat serangan atau awitan penyakit secara mendadak dengan gejala mual, anoreksia dan keengganan merokok yang diikuti dengan ikteris progresif. 4) Kolestasis ditandai dengan perkembangan ikterus secara perlahan pada pemeriksaan fisik terdapat bekas garukan (abdomen) jari tabuh xantoma pada kelopak mata dan permukaan extensor tendo pergelangan tangan dan kaki (pada kolestasis). 5) Batu empedu nyeri kuadran kanan atas intermiten disertai ikterus kolestasis . 6) Tumor seperti carsinoma kaput pancreas ditandai dengan awitan ikterus secara perlahan tanpa disertai nyeri. 7) Kolangitis dan obstruksi biliaris ekstra hepatic ditandai dengan ikterik disertai demam dan menggigil. 8) Keganasan ditandai dengan adanya asites, dimana pembengkakan perut terjadi secara mendadak 9) Hepatitis kolestasis ditandai dengan keluhan obstruksi seperti pruritis.
2. Riwayat Keluarga 1) Ikterus 2) anemia 3) splenektomi 4) kolekistektomi 5) hiperbilirubinemia congenital atau familial atau batu empedu.
6) Pada penyakit Wilson (degenerasi hepatventrikuler)
riwayat keluarga tremor atau
abnormalitas neurologik
30
3. Riwayat pekerjaan 1. Faktor Llingkungan 2. Riwayat penggunaan obat 3. Riwayat terpajan zat tetraklorida, berilium dan vinil klorida 4. Riwayat ke daerah endemis 5. Riwayat mengkonsumsi alcohol 6. Riwayat kontak dengan penderita hepatitis (kontak seksual) 7. Riwayat mendapat suntikan hepatitis B atau C 8. Riwayat mendapat transfusi darah 9. Adanya Tato 10. Pengobatan gigi 11. Ikterus paska operasi mungkin disebabkan oleh obat anastesi, terutama halotan secara multiple
12. Gangguan fungsi hati karena hipoksemia relatif pada sel hati selamaa periode operasi atau paskah operasi 13. Penderita umumnya merasa tidak sehat 14. Urin berwaran gelap 15. Feces pucat 16. Ikteus pada mata 17. Pemeriksaan Fisik 1) sklera (1) Ikterik.
31
(2) Pucat menunjukkan anemia mungkin sebagai refleksi dari
hemolisis, sirosis atau
neoplasma 2) Ekskremitas: kurus mungkin berhubungan dengan kanker dan sirosis 3) Kelenjar parotis : membesar 4) Ginekomastia’ atrofi testikuler 5) Hilangnya rambut aksila atau pubis 6) Pemeriksaan kulit ditemukan ekimosis akibat defisiensi protrombin atau purpura yang disebabkan oleh trombositopenia; eritema palmar atau spider angioma biasanya ditemukan pada daerah atas umbilicus terutama pada wajah, leher, bahu, lengan atas dan dorsum tangan; terdapat bekas garukan jari tabuh xantoma pada kelopak mata dan permukaan extensor tendo pergelangan tangan dan kaki (pada kolestasis). Warna kulit gelap karena peningkatan zat besi atau perunggu akibat timbunan melanin memberi kesan hemokromatosis. 7) Pemeriksaan status mental dan fungsi neurologik akan titemukan kemunduran intelektual dan perubahan kepribadian ringan (penyakit hepatoseluler); pintas (shunt) sistem vena portal; plapping, tremor pada tangan (asteriksis) mungkin ditemukan dalam hubungannya dengan ensefalopati sistemik-portal atau koma hepatic yang mengancam. 8) Pemeriksaan abdomen menunjukkan asites yang bersama dengan vena periumbilikalis yang berdilatasi menunjukkan sirosis dan sirkulasi kolateral portal yang extensive.; pada palpasi terdapat pembesaran hati, noduler dan pengerasan hati menunjukkan hepatoma atau metastasis hepatic. Pada hepatitis, gagal jantung kongestif, hepatitis alkoholik hati teraba lunak, pada sirosis terjadi pengecilan hati; pada alkoholik, infiltrat lemak dan sirosis mengakibatkan pembesaran hati secara menyeluruh;
terdapat pembesaran kandung
32
empedu dan teraba pada obstruksi biliaris (tanda courvoiser) ekstrahepatik sering disebabkan oleh cancer pancreas; kandung empedu teraba lunak dan tanda Murhy positif pada kolelitiasis atau koledokolitiasis; limpa teraba pada hepatitis atau sirosis; splenomegali menunjukkan hipertensi portal; pada auskultasi abdomen
terdapat
dengungan vena di atas vena kolateral yang berdilatasi dengan arah radial dan umbilicus yang disebut kaput medusa; pada sirosis lanjut, dengungan vena merupakan diagnostik hipertensi portal. Bunyi bising kadang-kadang terdengar di atas nodul regenerasi besar pada sirosais dan kadang-kadang di atas hepatoma dan nodul metastasis di hati. Bunyi gesekan (Frfiction rub) kadang terdengar di atas hepatoma dan nodul hati metastasis.
4. Pemeriksaan Laboratorium
1) Aminotransferase serum AST dan ALT (SGOT dan SGPT) meningkat bervariasi (400- 4000 atau lebih IU) selamaa fase prodromal dari hepatitis virus akut dan mendahului peningkatan kadar bilirubun. Ikterik muncul bila kadar enzim AST dan ALT meningkat dan disertai ikterik. Ikterik akan menghilang secara progresif selama fase penyembuhan, keadaan ini akan ditunjukkan dengan peningkatan aminotransferase dan peningkatan bilirubin terkonjugasi (pada saat ikterik menghilang). Peningkatan aminotransaminase menunjukkan keparahan dari kerusakan hepatoseluler aktif.
2) pemeriksaan serum (kadar bilirubun). Kadar bilirubin serum meningkat >43 µmol/L (2,5 mg/dL) menunjukkan ikterik pada sclera atau kulit. Bila kadar bilirubin > 340 µmol/L (5-20 mg/dL) lama dan menetap selama perjalanan virus hepatitis akut menunjukkan penyakit berat. Pada pasien dengan anemia akibat defisiensi G6 fosfat dehidrogenase dan anemia sel sabit kadar bilirubin > 530 µmol/L (30 mg/dl)
33
3) Neutropenia dan limfopenia ringan disertai dengan linfositosis relatif. Pengukuran waktu protrombin (PT) akan berkepanjangan pada gangguan sintesis berat, nekrosis hepatoseluler ekstensif, dan prognosis yang buruk. Pada hepatitis virus akut dapat terjadi hipoglikemia akibat mual, muntah yang berkepanjangan dan asupan karbohidrat yang tidak memadai. Pada hepatitis virus akut dengan komplikasi fosfatase alkali serum mungkin normal atau sedikit meningkat, dan penurunan albumin serum. Kadang juga ditemukan steatore ringan, hematuria dan proteinuria.
4) Pemeriksaan fraksi gamma globulin difus. Selama hepatitis akut terjadi sedikit peningkatan fraksi gama globulin (IgG dan IgM). Peningkatan IGM khas pada hepatitis virus A
5) Test serologis untuk menegakkan diagnosis hepatitis A, B,C, dan D. Pada HAV didiagnosis hepatitis didasarkan pada deteksi IgM anti HAV selama penyakit akut. Infeksi HBV selalu ditegakkan melalui deteksi HbsAg serta diagnosis ditegakkan dengan adanya IgM antiHBc selama sakit dan penyembuhan. Titer HbsAg tertinggi pada pasien imunisupresant, tetapi lebih rendah pada penyakit hati kronik (lebih tinggi pada hepatitis kronik persisten daripada hepatitis kronik aktif), terendah pada hepatitis fulminan akut. Serologi lain yang bermanfaat pada hepatitis B yaitu HbeAG (ditemukan pada awal infeksi hepatitis B akut dan diindikasikan pada hepatitis B kronik). Hbs rendah pada pasien hepatitis B kronik (jarang dapat dideteksi dengan adanya HBsAg pada pasien hepatitis akut) HbsAg merupakan pertanda serologic pada pasien yang telah mendapatkan imunisasi hepatitis B yang terdiri atas HbsAG saja. Pada hepatitis C ditemukan anti VCV dalam serum, demikian juga pada HDV ditemukan antigen HDV intrateraupetik atau serokonversi anti HDV.
6) Penurunan transaminase menunjukkan adanya kerusakan parenkim hati 7) Peningkatan fosfatase alkali pada kolestasis dan infiltrat hati
34
8) Kadar albumin serum dan waktu protrombin untuk mengetahui fungsi sintetik hati. 9) Tes serologi 5. Computed tomography (CT) 6. USG 7. Skintisken 8. Magnetic resonance imaging (MRI)
9. Biopsi hati 10. Laparascopy
B. Klasifikasi Penyakit Hati Berdasarkan morfologinya, penyakit hati diklasifikasikan menjadi tiga klasifikasi utama yaitu penyakit hati paremkim, hepatobiliaris, dan vascular. Penyakit hati parenkim terbagi atas lima, yaitu: pertama hepatitis virus, hepatitis akibat obatobatan, hepatitis iskemis. Hepatitis ini terbagi lagi menjadi hepatitis akut dan hepatitis kronik yang persisten dan aktif. Kedua, sirosis berupa sirosis alkoholik portal, nutrisional, dan sisrosis laennec; sirosis pasca necrotic; sirosis biliaris; hemakromatosis dan sirosais tipe lain seperti penyakit Wilson, galaktosemia, fibrosis kistik pancreas, defisiensi antitripsin-alfa. Ketiga penyakit hati infiltrasi berupa glikogen, lemak seperti lemak murni, kolesterol, gangliosida, serebrosida; amiloid, limfoma,leukemia dan granuloma seperti sarkoidoidis, tuberculosis, dan idiopatik. Keempat penyakit hati lesi desak
35
ruang berupa hepatoma, tumor metastase; abses seperti piogenik, dan amoeibik; kista seperti penyakit polikistik, Echinococcus) ; Gumma. Kelima penyakit hati gangguan fungsional karena ikterus berupa sindroma gilbret ; Sindroma Crigler-Naijar (bentuk ikteurs nonhemolitik yang resesif autoso, akibat tidak adanya enzim glukoronida transferse dari hati ditandai dengan sejumlah besar bilirubin tidak terkonjugasi di dalam darah, kemikterus, dan gangguan system saraf pusat yang berat); Sindroma Dubin-Johnson dan Rotoa; Kolestisiais kehamilan dan kolestiasis rekuren jinak. Penyakit hati hepatobiliaris terbagi dua yaitu pertama obstruksi biliaris ekstrahepatik (oleh batu, sirkulasi atau tumor).kedua, kolangitis seperti sepsis, sirosis biliaris primer, kolangitis sclerosis primer, obat, dan toksik. Penyakit hati Vaskuler terbagi atas enam yaitu pertama kongesti pasif kronik dan sirosis jantung. Kedua trombosis vena hepatica berupa. Ketiga, trombosis vena porta. Keempat pyleflebitis. Kelima, malformasi arteriovenosa dan Keenam penyakit venoklosif.
Hepatitis virus Akut Pengertian Hepatitis virus akut adalah suatu infeksi sistemik yang terutama mempengaruhi hati.
Klasifikasi Hepatitis virus diklasifikasikan menjadi lima yaitu virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV) virus hepatitis D (HDV) dan virus hepatitis E (HEV)
36
a. Virus Hepatitis A (HAV) HAV dulu dikenal sebagai “Heptitis Infeksiosa” dengan masa inkubasi berkiosar antara 15-45 hari (3-4 minggu)
Virulogi dan etiologi Hav adalah suatu virus RNM yang tidak berkapsul, berukuran 27 nm, tahan panas,, asam , eter dan termasuk famili picorna virus. Pada mulanya virus ini diklasifikasikan sebagai enterovirus tipe 72, sekarang diklasifikasikan dalam genus virus heparna dari famli picornavirus. Virusnya mengandung empat polipeptida kapsid yang ditandai VPI sampai VP4, yang dihasilkan dari pembelahan produk poliprotein suatu genom nukleotida 7500 secara pascatranslasi. Aktivitas virus dihilangkan dengan sitem perbusan sema kurang lebih satu menit (mendidih), memberikan formaldehid dan clor atau radiasi sinar ultraviolet. Masa infeksi aktif virus ditemukan dalam feces.
Cara penularan 1. Melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi dengan famili pircoma virus. 2. Kontak langsung dari feces 3. Lewat urine atau saliva (jarang)
Insidensi Tertinggi pada anak-anak, dengan endemic pada perawat anak-anak dengan gangguan mental, pusat perawatan sehari-hari, anak yatim piatu.
37
Gambaran klinis
1) Subklinik hampir 100% pada bayi dan 10% pada dewasa; 2) demam ringan antara 38o-39oC; 3) anoreksia; 4) mual; 5) muntah; 6) kelelahan; 7) malaise; 8) artralgia; 9) mialgia; 10) sakitkepala 11)fotofobia; 12) faringitis; 13) batuk pilek
Pemeriksaan Laboratorium 1) Serologik: (1) deteksi antigen VHA kurang berguna (dengan mikroskop)
(2) beda anti RIA/ELISA
2) Antibodi terhadap VHA (1) Jenis IgM (Makroglobulin) timbul 3-4 minggu sesudah infeksi (sesaat sebelum ALT meningkat) dan lenyap setelah dua bulan
(2) Jenis IgG muncul dua minggu sesudah IgM meningkat, kemudian menurun dapat > 10 tahun (+)
Hasil laboratorium 1) Bila antigen VHA (dalam feces): EM menunjukkan adanya virus pada awal infeksi 2) IgM anti VHA menunjukkan infeksi yang baru/sedang berlangsung dari VHA dan merupakan tes terbaik untuk VHA akut.
3) IgG anti VHA menunjukkan masa konvalesens/pernah terinfeksi VHA, dan tes terbaik untuk menunjukkan kekebalan/pernah terinfeksi VHA
38
b. Virus Hepatitis B Dahulu dikenal sebagai serum hepatitis. Virus hepatitis B adalah suatu virus DNA dengan struktur genom yang sangat kompleks kecil, bulat, dengan 3.200 pasang basa, DNA HBV menjadikan empat set produk virus dan memiliki struktur yang kompleks dan banyak partikel. HBV memperoleh penghematan genomiknya dengan mengandalkan suatu strategi penyandian protein yang efisien dari empat gena yang saling bertumpang tindih: S,C,P, dan X.
Masa Inkubasi: sekitar 60-90 hari Cara Penularan
1. Vertikal melalui infeksi perianal dari ibu ke anak selama dalam kandungan atau melahirkan 2. Horisontal yaitu mrlalui kontak darah dengan jarum yang tidak steril, dialysis, transfusi dan luka terbuka; melalui mukosa seperti rectum pada homosex, saliva, semen; ketergantungan obat.
3. Lainnya yaitu pada penderita dengan transplantasi ginjal, leukemia, lympoma, petugas kesehatan seperti dokter/dokter gigi dan petugas hemodialisis. 4. Melalui kontak seksual dengan penderita yang menghidap virus hepatitis B. 5. Melalui transfusi darah yang mengnadung virus hepatitis B.
Pemeriksaan Laboratorium 1. Molekul HBV intak (dane particle):
39
1) Tiga antigen yaitu HbsAG (Hepetitis B Surface Antigen) , HbcAG (Hepatitis B Core Antigen), dan HbeAg (Hepatitis B e Antigen) 2) Tiga antibodi yaitu Anti HBs, Anti HBc (igM dan IgG), dan Anti Hbe 2. HbsAG: 1) Muncul 2-6 minggu setelah serangan 2) Mencapai puncak 1-2 minggu sebelum muncul gejala 3) Lenyap 1-3 bulan sesudah puncak 3. Anti HBs: 1) Muncul 2-6 minggu sesudah hilangnya HBs-Ag 2) Mencapai puncak 2-8 minggu sesudah hilangnya Hba-Ag 3) 85% penderita tetap mempunyai anti HBs dan penurunannya lambat sampai beberapa tahun atau selamaa hidup 4) 15% anti HBs lenyap kurang dari 6 bulan 4. HbsAg + (ELISA) : 1) Infeksi HBV yang sedang aktif aktif 2) Apabila menetap > 6 bulan menjadi carier/infeksi HBV kronik. 5. Anti HBc 1) IgM muncul dua minggu sesudah HbsAg muncul. Mencapai puncak satu minggu sesudah gejala muncul dan menghilang sesudah 3-6 bulan sesudah muncul 6. IgG/total 1) muncul 3-4 minggu sesudah HbsAg timbul
2) Mencapai puncaknya 3-4 minggu sesudah terdeteksi 3) Menetap tinggi selamaa hidup/mungkin menurun sesudah bertahun-tahun.
40
7. HBeAG: 1) Tidak untuk diagnosis 2) Sebagai pertanda adanya replikasi HBV 3) Muncul 3-5 hari sesudah HbsAg muncul 4) Pada 70% kasus HbeAG tak terdeteksi 2-4 minggu sebelum HbsAg hilang 5) Jika positif tanpa adanya Hbe antibodi, berarti sangat infeksius 8. Hbe antibodi (Anti Hbe): 1) Dapat muncul langsung sesudah HbeAg lenyap, atau dalam 1-2 minggu kemudian 2) Mencapai titer tertinggi pada daerah core window
3) Dapat
bertahan
sampai
beberapa
tahun
(4-6
tahun)
Apabila positif, infektifitasnya menurun.
c. Virus Hepatitis C Virus Hepatitis C (HCV) termasuk NANB virus dengan long incubation pernah dikenal sebagai hepatitis pasca transfusi. HCV memiliki beberapa generasi yaitu generasi I 1991, penetapan antibodi terhadap I antigen HCV, generasi II awal tahun 1993 terhadap tiga antigen dari HCV infectious, generasi q1 dan 2: IgG, generasi III: 1994: IgM. Untuk antigen HCV sampai tahun 1994, mulai diteliti terhadap RNA. Sekarang dikenal genotipe 1a,1b, 2a, 2b, 3 dan 4 yang mempunyai respon berbeda terhadap terapi interferon. Merupakan suatu virus RNA kecil
Masa Inkubasi: 6-8 minggu
41
80% kasus membentuk IgG dalam waktu 6 minggu setelah gejala timbul, dapat dideteksi dalam serum, saliva, semen. Trasnmisi SPT HBV. Sekitar 40-60% penderita hepatoma, didapatkan anti HCV positif
Cara Penularan Heptitis C dapat ditularkan melalui transfusi pemberian suntikan intravena, terpapar darah, dan melalui hemodialisis, kontak seksual, atau perianal.
Faktor Resiko Banyak ditemukan pada pengguna jarum suntik intravena dan hemofilia, penerima donor organ cangkokan, dan penderita HIV/AIDS, kelompok pasien imunosupresant.
Laboratorium 1. terdapat antibodi terhadap mikrosom ginjal-hati (LKM) 2. ditemukan anti HCV dalam serum 3. HCV-Ag: Nucleic acid probe dengan PCR: (Polimerase chain reaction muncul segera setelah sesudah dua minggu terinfeksi dan lenyap pada akhir infeksi aktif, awal konvalasensi 4. Anti HCV (IgG): muncul kira-kira 3-4 bulan sesudah infeksi 80% kasus pada 5-6 minggu sesudah gejala, hanya 70% yang titernya hilang setelah 1,5 tahun dan sebagian besar sesudah empat tahun. 5. RNA HCV dilakukan pada semua pasien kelompok imunosupresant jika kadar anti HCV tidak terdeteksi. d. Virus Hepatitis D
42
Suatu virus yang tidak sempurna yang harus masuk dalam VHB agar dapat masuk dalam sel hepar. Ada tiga jenis infeksi yaitu coinfection, infeksi bersama; kedua HDV superinfeksi HBV dan ketiga HDV-HBV relationship, HDV kronik ditambah HBV kronik.
Diagnosis infeksi HDV 1) skrining: anti HVD total 2)
IgM anti HVD mmembedakan proses akut-kronik
e. Hepatitis Virus E Jenis NANB dengan masa inkubasi, gejala klinik dan epidemiologi mirip dengan HAV. Telah diperdagangan antigen/antibodi HEV pada tahun 1994. HEV merupakan bentuk hepatitis non A non B yang ditrmukan di India, Asia, Afrika dan Amerika tengah menyerupai HAV dalam cara penurannya secara enterrik. Epidemi kasus ini biasa muncul setelahbencana banjir di musim hujan, juga dapat secara sporadic. Umumnya menyerang dewasa muda.
Hepatitis Virus G Pernah menginfeksi seorang ahli bedah pada tahun 1964, hasil lab menunjukkan GBV-C (mirip VHC, 1995). CDC mengidentifikasi sebagai Hepatitis G virus, dan GBV –C dan HGV 2 isolat terpisah, virus sama dan baru bisa terdeteksi dengan PCR.
C. Prognosis Hepatitis
43
1. Penderita hepatitis A dapat sembuh sempurna tanpa gejala sisa 2. 95% pasien pulih dengan sempurna, namun terdapat gambran klinis dan laboratorium tertentu yang menunjukkan perjalanan komplikasi dan berlarut-larut.
3. Angka kematian pada hepatitis A dan B sekitar 0,1% meningkat sesuai usia dan penyakit lain yang mendasari. Angka fatalitas sekitar 1-2 pada pasien rawat dan hingga 10-20% pada pasien BUMIL 4. Pada pecandu obat terjadi wabah infeksi hepatitis B dan D sekitar 5%, angka mortalitas pada wabah hepatitis D sekitar 20%.
D. Komplikasi dan Gejala Sisa
1.
Penderita hepatitis A dapat kambuh dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah sembuh dari hepatitis akut yang ditandai dengan gejal klinis,,peningkatan aminotransferase, kadang ikterik, dan ekskresi HAV dalam feses, bentuk hepatitis akut lain yaitu hepatitis kolestasis ditandai dengan ikterik kolestasis berkepanjangan. Namun tidak berkembang menjadi hepatitis kronik.
2.
Pada fase prodromal hepatitis B akut ditemukan sindrom yang menyerupai serum sickness dengan gejala kas artalgia atau artritis, ruam, angioderma, kadang-kadang ditemukan
44
hemturia dan proteinuria. Selanjutnya muncul ikterik. Penegakkan dioagnosis dengan pengukuran kadar aminotransferase serum yang hampir selalu meningkat dan HbsAg serum.
3.
Komplikasi lain hepatitis virus berupa hepatitis pulmina (nekrosis hati massif) terutama pada hepatitis B, D dan E, jarang pada hepatitis A. dan C. Sekitar 50% penderita hepatisis pulminan diakibatkan oleh hepatitis B. Gejala yang ditemukan pada pasien dengan hepatitis fulminan berupa encefalopati yang merkembang koma yang dalam (deep comatosedeep comatose), hati pasien biasanya mengecil dan waktu protrombin memanjang. Kegagaln hati ditunjukkan dengan pengecilan hati, peningkatan kadar bilirubin, perpanjangan waktu protrombin, konvulsi, disorientasi, somnolen, asites dan edema; tanda terminal. (edema otak, kompresi batang otak, perdarahan saluran makanan, sepsis, gagal pernafasan, kolaps kardiovaskular, dan gagal ginjal). Angka kematian 80% pada pasien dengan koma yang dalam. Pasein yang hidup meunjukkan perbaikan biokiia dan histologik yang lengkap.
4. hepatitis kronik aktif merupakan komplikasi major lambat dari hepatitis Bakut 5. Komplikasi lain berupa pankreatitis, miokarditis, pneumonia atipik, anemia aplastik, mielitis transversa, dan neuropati perifer. Pembawa HB sAg, terutama yang terinfeksi pada masa bayi atau kanak-kanak dini memiliki resiko karsinoma hepatoseluler yang meningkat. Resiko karasinoma hepatoseluler meningkat seperti pada pasien dengan sirosis karena hepatitis C kronik.
E. Diagnosis Banding Penyakit virus seperti mononucleosis infecsiosa; penyakit yang disebabkan oleh sitomegalo virus, herves simplkes, dan coxackievirus; serta toksoplasmosis memberikan gambaran yang mirip dengan virus hepatitis dan menyebabkan peningkatan aminotransferase
45
serum dan kadang pada bilirubun serum. Hal ini dapat membedakan diagnosis dengan hepatitis virus bila hasil pengukuran HbsAg, anti-HBc, IgM anti HAV, dan anti HCV negatif. Riwayat pemakaian obat-obatan seperti obat anastesi dapat menunjukkan gejala seperti hepatitis dan kolestasis. Riwayat penyakit dahulu mengneai episode berulang dari hepatitis akut. Hepatitis alkoholik dimana biasanya aminotransferas serum tidak meningkat dengan mencolok dan ditemukannya tanda-tanda alkoholisme lain, seperti pada biopsi hati ditemukan infiltrasi lemak, reaksi radang neutrofilik, dan hialin alkoholik. Gejala yang sering ditemukan pada hepatitis virus akut berupa demam, nyeri pada kuadran kanan atas , mual dan muntah serta ikterik sering diduga sebagai kolesistitis akut, batu pada duktus koledukus atau kolangitis asendens. Hepatitis virus pada orangf tua sering kali terdiagnosis sebagai ikterik obstruktif akibat batu duktus koledukus atau karsinoma pancreas. Gejala klinis lain yang membingungkan diagnosis hepatits virus adalah tanda dan gejala kegagalan ventrikel kanan dan kongesti hati pasif terutama sindroma hipoperfusi; seperti karena syok, hipotensi berat dan kegagalan ventrikel kiri yang berat. Untuk menegakkan diagnosis dilakukan biopsi hati, tes biokimiawi, kajian radiografik pada saluran empedu.
F. Penatalaksanaan Terapi Pada Pasien dengan Serangan Akut 1. Rawat nginap dengan tirah baring untuk penyembuhan total dengan pembatasan aktivitas. 2. Diit tinggi kalori, dengan pemberian terutama pada pagi hari karena pasien biasanya mengalami mual pada malam hari 3. Pemberian nutrisi parenteral diperlukan pada stadium akut dan pada pasien yang muntah terus-menerus dan tidak dapat mepertahankan asupan nutrisi secara oral.
46
4. Hindari obat yang dapat menimbulkan reaksi merugikan sepertikolestasis dan obat yang dimetabolisme oleh hati. 5. Bila terdapat pruritis berat, hindari terapi kortikosteroid, kolestiramin karena tidak akan bermanfaat tetapi akan membahayakan. 6. Isolasikan pasien pada ruangan tertentu yang jarang diperlukan
7. Lakukan perawatan pasein dengan mengggunakan sarung tangan dan menghindari kontak langsung dengan tangan. 8. Pasien boleh dipulangkan dari rumah sakit bila telah terjadi penurunan aminotransferase dan bilirubin serum, serta waktu protrombin kembali normal. 9. Tujuan terapi pada hepatitis pulminan adalah membantu pasien mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan sirkulasi, dan pernafasan, mengendalikan perdarahan, memperbaiki hipoglikemia dan pengobatan komplikasi lain pada keadaan koma dalam mengqntisipasi regenerasi dan perbaikan hati. 10. Batasi pemberian protein dan berikan laktosa dan neomisin secara oral.
Hepatitis Kronik Pengertian Hepatitis kronik merupakan kumpulan penyakit hati dengan berabagai penyebab dengan keparahan lebih dari enam bulan. Bentuk yang ringan adalah nonprogresif atau hanya progresif dengan lambat, sementara bentuk yang lebih berat biasanya dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut dan organisasi arsitektur, dan bila berlanjut menjadi sirosis hepatis.
47
Klasifikasi/kategori Hepatisis kronik memiliki beberapa kategori seperti hepatitis virus kronik, hepatitis karena obat-obatan, dan hepatitis kronik autoimun
Gambaran klinis Gambaran klinis hepatitis kronis kadang ditemukan pada penderita berpenyakit Wilson (kelebihan bebas tembaga) dan pada cidera hati alkoholik. Laboratorium dan histopatologi tertentu berbeda antara hepatitis autoimun kronik dan hepatitis virus kronik
Klasifikasi patologik Hepatitis Kronik
a. Hepatitis kronik persisten. 1. Pada hepatitis kronik persisten terjadi perluasan infiltrat peradanagan mononukleus, tetapi terbatas dalam traktus portal. Limiting plate hepatosit periportal tetap utuh, dan tidak terdapat perluasan proses nekroinflamasi ke dalam lobus hati. Sering dijumpai susunan sel hati berupa batu koral, yang mengisyaratkan adanya aktivitas regenerasi hati, walaupun terdapat fibrosis periportal minimal, tidak dijumpai sirosis.
2. Umumnya pasien asimptomatik tanpa gejala konstitusi ringan eperti lemah, anoreksia, mual, fisik dalam keadaan normal. 3. terdapat pembesaran hati
4. Laboratorium terdapat peningkatan aminotransferase yang ringan, namun jarang terjadi sirosis lesi yang lebih parah (pada pasien hepatitis kronik aktif.
48
5. Terjadi perkembangan progresif penyakit pada hepatitis virus persisten kronik dan hepatitis kronik persisten yang timbul setelah remisi spontan atau pemberian terapi pada hepatitis kronik aktif.
b. Hepatitis Lobuler kronik 1. Terdapat peradangan portal
2. histology memperlihatkan focus nekrosis da peradangan dalam lobus hati 3. Secara morfologi, hepatitis lobuler kronik mirip dengan hepatitis akut yang sedang sembuh secara perlahan. Limiting plate tetap utuh, sedikit atau tidak dijumpai fibrosis periportal, arsitektur lobuler dipertahankan, dan perkembangan menjadi hepatitis kronik aktif dan sirosis. (dapat dianggap sebagai varian hepatitis kronik persisten dengan komponen lobuler, dan gambran klinis/laboratorium serupa. 4. Kadang terjadi peningkatan aktivitas klinis hepatitis lobuler kronik secara spontan 5. Terjadi peningkatan aktivitas aminotransferase yang mirip dengan hepatitis akut, dan dapat memperburuk gambaran histology.
c. Hepatitis kronik aktif 1) Terjadi nekrosis hati yang terus-menerus, peradangan portal/periportal dan lobuler serta fibrosis. 2) Keparahan dapat bervariasi dari ringan sampai berat, dan bersifat progresif yang dapat menimbulkan sirosis, gagal hati dan kematian
3) Ciri morfologi yaitu pertama, infiltrat mononulkeus padat di saluran portal, yang secara bermakna melebar memasuki lobulus hati, kedua kerusakan hepatosit di tepi lobulus,
49
disertai erosi limiting plate hepatosit yang mengelilingi triad portal
(yaitu necrosis
peacemeal), ketiga septum jaringan ikat mengelilingi saluran portal dan meluas dari zona portal ke dalam lobulus, mengisolasi sel parenkim menjadi kelompok dan duktus biliaris, keempat tanda regenerasi hepatoseluler-pembentukan rosette, penebalan lempeng sel hati, dan pseudolobulus regeneratif.
4) Di daerah periportal ditemukan bukti bukti hitologik nekrosis koagulatif sel yaitu badan councilman atau asidofik. Nekrosis piecemeal merupakan prasyarat minimal untuk menegakkan diagnosis hepatitis kronik aktif (ditemukan pada hepatitis kronik aktif bentuk ringan yang relatif nonprogresif) 5) Pada hepatitis kronik aktif yang lebih berat dan hepatitis akut ditemukan lesi yang lebih parah, nekrosis hati bridging (semula disebut nekrosis hati subakut). Pada keadaan hepatitis aktif kronis berkembang menjadi sirosis. 6) Tanda nekrosis bridging yaitu kerusakan hepatoseluler seluruh lobulus (antara saluran portal-tepi lobulus-atau antara portal dan vena sentralis-bagian sentrizonal lobulus), tanda utama nekrosis yaitu kolapsnya jaringan retikulin yang diikuti oleh pembentukan jembatan dan akhirnya menimbulkan reorganisasi arsitektur hati oleh regenerasi noduler yaitu sirosis. Nekrosis briging yang lebih ekstensif dan buruk berupa kolaps multilobus, dimana di dalam nekrosis bridging mengenai seluruh hatiyang segera memburuk dan gagal hati akut.
7) Pada penderita hepatitis kronik aktif yang perah berkembang menjadi sirosis.
d. Hepatitis Virus Kronik
50
Bentuk hepatitis virus yang berkembang menjadi hepatitis kronik yaitu hepatitis A dan E.. Akan tetapi seluruh spectrum klinikopatologik hepatitis terjadi pada pasien hepatitis virus B dan C kronik serta hepatitis D yang terjadi pada hepatitis B kronik.
1. Hepatitis B kronik Hepatitis B akut dapat berkemabng menjadi hepatitis B kronik, terutama infeksi saat lahir (90%). Gejala klinis Asimptomatik sampai penyakit berat dan gagal hati pada stadium akhir yang berakibat fatal.
Laboratorium. Terjadi peningkatan aminotransferase (ALT atau SGPT) berkisar antara 100-1000 unit. Bila terjadi sirosis, SGOT cenderung meningkat dibandingkan dengan SGPT. Kadar aktivitas fosfatase alkali cenderung normal hanya sedikit meningkat. Pada keadaan yang parah terjadi peningkatan bilirubin serum (3-20mg/dl atau 51,3 sampai 171 µmol/L).Pada stadium akhir/berat terjadi hipoalbuminemia dan pemanjangan waktu protrombin. Pada hepatitis B kronik tidak terjadi hiperglobulinemia dan tidak ditemukan autoantibodi dalam darah (berlainan dengan hepatitis kronik aktif autoimun).
Penatalaksanaan 1.
Bergantung pada tingkat replikasi virus
51
2.
Anti virus dengan interveron α subkutis selamaa 4 bulan (16 minggu) setiap hari dengan dosis 5 juta IU, atau 3 kali seminggu dengan dosais 10 juta IU.
3.
Glukokortikoid
4.
Penderita karier hepatitis B nonreplikatif asimptomatik kontraindikasi pengobatan
5.
Terapi anti virus kontraindikasi bagi pasien hepatitis dekompensasi
6.
Transplantasi hati bagi pasien hepatitis B stadium akhir
2. Hepatitis C Kronik Sekitar 50 % kasus inveksi HCV menjadi kronik dan berkembang menjadi sirosis (2-% pada pasien yang terinfeksi melalui transfuse) setelah 10 tahun terinfeksi. Demikian juga pada pada pasien hepatitis kronik yang secara klinis ringan relative dan pada asimptomatik dengan peningktan ringan aktivitas aminotransferas, demikian juga pada pasien dengan hepatitis kronik persisten pada biopsi hati.
Gambaran klinis hepatitis C kronik Mirip dengan hepatitis B kronik yaitu berupa lelah ringan, jarang ditemukan ikterik, komplikasi krioglobulinemia campuran esensial.
Gambran laboratorium hepatitis C
52
Mirip dengan hepatitis B kronik, tetapi kadar aminotransferase cenderung lebih berfluktuasi dan lebih rendah, teruma pada pasien yang telah lama sakit., ditemukan auto anti bodi (kadang-kadang, hipergammaglobulinemia (positif) palsu pada pemeriksaan imunoesai enzim anti-HCV, secara serologis positif autoantibody terhadap mikrosom hati-ginjal (anti LKM) dalam darah.
Penatalaksanaan
1. Glukokortikoid dengan dosis 3 juta IU injeksi subkutis tiga kali seminggu selama 6 bulan (24 minggu) 2. Transplantasi hati pada pasien dengan penyakit hati stadium akhir
3. Hepatitis Kronik Aktif Autoimun Pengertian Hepatitis kronik autoimun adalah suatu penyakit kronik yang ditandai oleh nekrosis dan peradangan hepatoseluler yang berkelanjutan, biasanya disertai fbrosis, yang cenderung berkembang menjadi sirosis dan gagal hati.
Prognosis hepatitis kronik aktif autoimun Ditunjang dengan gambaran autoimun ektrahepatik. Nama yang lumum untuk hepatitis ini yaitu iodopatik atau kriptogenik karena autoantibody dan gambaran autoimuminitas kas lainnya tidak dijumpai pada semua pasien.
53
Imunohepatogensis Cidera hati pada pasien hepatitis aktif iodopatik/autoimun terjadi akibat serangan imunologik seluler terhadap sel hati; mungkin merupakan predisposisi terhadap autoimunitas diturunkan.
Faktor pencetus cidera hati yaitu lingkunga (kimia dan virus). Penderita hepatitis virus A dan B dapat mengalami hepatitis kronik aktif autoimun yang dipredisposisikan oleh kerentanan genetic. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya: 1) lesi histopatologik di hati terutama terdiri dari selT sitotoksik dan sel plasma; 2) autoantibody (terhadap nucleus, otot polos, tiroid dan sebagainya) di dalam darah, faktor rheumatoid dan hiperglobulinemia sering ditemukan.; 3) penyakit autoimun lain misalnya tiroiditis, arthritis rheumatoid, anemia hemlitik autoimun lain, colitis ulserativa, glomerulonefritis proliferatif, diabetes mellitus juvenile, dan sindrom Sjogren (kompleks gejala yang biasanya terjadi pada wanita usia pertengahan atu lebih tua yang ditandai dengan keratokonjungtivitis sika xerostomia, dan pembesaran kelanjar parotis ; kelainan ini sering berhubungan dengan arthritis rheumatoid, dan kadang-kadang lupus eritematosus sistemik, scleroderma,
atau polimiostasis)meningkat pada pasien hepatitis kronik aktif dan
keluarganya; 4) haplotipe histocompatibility yang berkaitan dengan penyakit autoimun, misalnya HLA_BI, -B8, -DRw3,- DRw4, sering dijumpai pada pasien hepatitis kronik aktif autoimun; 5) jenis hepatitis kronik aktif ini berespon terhadap terapi glukokortikoid/imunosupresif.
54
Mekanisme imum berperan dalam patogensis hepatitis kronik aktif autoimun, demikian genetic hepatitis kronik aktif autoimun, yaitu: Haplotipe HLA-B8, -DR3, -DW3 dan atau komplemen tertentu, C2 dan C4. Pada pemeriksaan antibody ditemukan autoantibody beredar di dalam darah yaitu antibody terhadap nucleus (yang disebut antibody antinukleus, ANA, pola homogen), otot polos (yang disebut antibody anti-otot polos, ASMA, ditunjukkan kepada aktin), antibody terhadap reseptor asialoglikoprotein spesifik hati (lektin hati) dan protein membrane hepatosit lain. Mekanisme imunohumoral, juga berperan dalam mekanisme ekstrahepatik hepatitis kronik aktif. Yang memperantarai terjadinya artralgia, artritis, vaskulitis kulit, dan glomerulonefritis pada pasien hepatitis kronik aktif autoimun adalah deposit komleks imun di pembuluh jaringan yang bersangkutan diikuti oleh pengaktifan komplemen, peradangan, dan cidera jaringan.
Gejala Klinis 1. Mirip dengan hepatitis virus kronik (pada awal terjadinya); 2. serangan dapat lambat atau cepat; 3) ciri khas: hiperglobulinemia hebat dan titer ANA dalam darah tinggi (pada pasien wanita dan usia pertengahan); 4) sering: lelah; 5) malaise; 6) anoreksia; 7)amenorhoe; 8) agne; 9) artralgia, 10) iskemik; 11)kadang-kadang: arthritis; 12) erupsi makulopapular; 13) eritema nodosum; 14) colitis; 15) pleuritis; 16) anemia; 17) azotemia; 18 sindrom sika (keratokonjunctivitis, xerastomia)
Hasil laboratorium 1. sama dengan hepatitis virus kronis
55
2. Uji biokimia hati umumnya normal 3. Pada hepatitis kronik aktif, kadar bilirubin, fosfatase, dan globulin serum dalam batas normal dan sedikit peningkatan aminotransferase. 4. Aspartat aminotransferase (AST dan SGOT) dan alanin aminotransferase (ACT dan SGPT) serum meningkat 100-1000 unit.
5. Keadaan parah, bilirubin serum meningkat (151-171 µmol (3-10 mg/dl) 6. Aktif/lanjut: hipoalbuminemia ringan 7. Kadar fosfatase alkali serum meningkat sedang atau mendekati normal 8. Hipergamaglobulinemia (> 2 q/dl) sering dijumpai pada hepatitis kronik aktif autoimun. 9. Globulin dapat berikatan secara non spesifik pada imunoasai fase sakit untuk antibody terhadap (virus hepatitis C) karena peningkatan kadar globulin darah.
Komplikasi
1.
Sirosis (asites, edema) yang mengakibatkan hipoalbuminemia.
2.
Ensefalopati
3.
Koagulopati
4.
perdarahan varises
Perjalanan penyakit Perjalanan penyakit hepatitis kronik aktif bervariasi:
56
1. Gejala ringan secara histology lesinya terbatas (misalnya nekrosis peacemeal tanpa pembentukan jaringan. Keadaan ini jarang menyebabkan sirosis. 2. berat/parah (kadar aminotransferase > 10 kali normal, hipoglobilunemia berat, lesi histology agresif-nekrosis bridging dan kolaps multilobulus, sirosis) angka mortalitas enam bulan tanpa terapi meningkat 40% dan merupakan 20% dari seluruh kasus.
Prognosis Prognosis penyakit buruk yang ditandai dengan kolaps multilobulus dan kegagalan bilirubun setelah 2 minggu terapi. Kematian terjadi akibat gagal hati, koma hepatikum, komplikasi sirosis (perdarah varises, infeksi) Komplikasi pada pasien yang telah mengalami sirosis berupa carcinoma hepatoseluler tahap lanjut.
Penatalaksanaan
1. Glukokortikoid: prednisone, metabolit hati prednisone dosis awal 20 mg/hari. Atau 60 mg kemudian diturunkan secara perlahan 20 mg/hari selamaa satu bulan (AS); Prednison 30 mg/hari ditambah azatioprim 50 mg/hari; glukokortikoid. Lama terapai 12-18 bulan. 2. Transplantasi ginjal jika gagal diterapi.
Diagnosis banding 1. Hepatitis virus aktif
57
2. Hepatitis kronik persisten 3. Hepatitis lobulus kronik 4. Penyakit Wilson (pada dewasa muda) 5. Sirosis pasca nekrosis primer 6. Penyakit reumatologik
4. Hepatits Toksik dan Hepatitis Akibat Obat Pendahuluan Cidera hati dapat terjadi akibat terhirup atau tertelan obat-abatan, atau pemberian secara parenteral dan zat kimia seperti toksin industri (karbon tetraklorida, trikloretilen, dan fosfor kuning), oktapeptida bisiklik toksik yang tahan panas dari spesies Amanita dan Galerina tertentu (jamur hepatotoksik beracun), dan yang lebih lazim obat farmakologi yang digunakan dalam terapi medis.
Jenis hepatotoksik kimia Jenis hepatotoksik kimia ada dua, yaitu Jenis toksik langsung, Jenis idiosinkratik. Hepatotoksik langsung terjadi dengan regulasi pada individu yang terpapar agen penyebab dan tergantung dosisnya. Periode laten antara paparan dan cedera hati biasanya singkat. (dalam beberapa jam), walaupun gejala klinis lambar (24-48 jam). Agen penyebab heptotoksik adalah racun sistemik atau metabolic toksik yang masuk ke dalam hati. Hepatotoksik langsung, mengakibatkan perubahan morfologi yang memiliki ciri spesifik dan reproduktif tiap racun (seperti karbon tetraklorida dan trikloretilen) mengakibatkan nekrosisi pada daerah centralobular, sedangkan keracunan fosfor
menyebabkan cedera periportal.
58
Oktapeptida hepatotoksik dari Amanita phalloides biasanya mengakibatkan nekrosis hati massif. Pemberian tetrasiklin secara intra vena yang melebihi dosis 1,5 g perhari, menyebabkan deposit lemak mikrovesikuler pada hati. Gejala hepatotoksik: anoreksia, mual, muntah dapat mengandung darah, ikterik, hepatomegali, panas, dan lemah, delirium, koma, kejang, dan kematian akibat gagal hati fulminan. Gejala gastrointestinal yang berat yaitu kolaps vascular. Hepatotoksik idiosinkratik, serangan hepatitis kadang tidak dapat diketahui, responnya tergantung pada dosis pemberian obat, dan dapat terjadi kapan saja selama atau sesaat setelah terpapar obat. Reaksi ini diperantarai oleh imunologik, dan mengakibatkan hepatotoksik langsung, metabolit obat. Manifestasi ekstrahepatik hipersensitivitas, yaitu: 1) ruam, 2) artralgia, 3) demam, 4) leukositosis, 5) dan eosinofilia.
Zat kimia yang dapat menyebabkan cidera hati Cidera hati kronik dan akut disebabkan oleh obat-obatan seperti: 1. hepatitis kronik aktif (oksifenisatin, alfa-metildofa, izoniazid; 2. sirosis (halation, metotreksat), 3. sindrom yang menyerupai sirosis biliaris primer (klorpromasim, metiltestoteron, tolbutamid dan obat alinnya; 4. angiosarkoma hati (vitamin A, intoksikasi asetat, pemajanan industri terhadap vinil klorida, atau pemberian torium dioksida); 5. adenoma hati dan oklusi vena hepatica atau Budd-Chiari syndrome: obstruksi atau oklusi simptomatik vena hati, menyebabkan hepatosplenomegali, nyeri dan lembek pada abdomen, asites yang keras, , ikterik ringan serta akhirnya terjadi hipertensi portal dan gagal hati ( akibat kontrasepsi oral); 6. poliosis hepatic atau kista darah hati (steroid anabolic)
59
Pola reaksi hati yang merugikan bagi beberapa agen prototipik 1. Hepatotoksik Asetaminofen (toksik langsung) Bila asetaminofen dikonsumsi dalam jumlah besar, seperti bunuh diri atau tertelan: anak dosis tunggal 10-15 gr atau krang dapat menyebabkan cidera hati yang ditandai dengan kadar diatas 300 µg.ml 4 jam setelah menelan obat; mual, muntah dan syok timbul 4-12 jam, cidera hati tamnpak 24-48 jam; abnormalitas kegagalan hati tidak nampak 4-6 minggu setelah menelan obat; dapat terjadi gagalhati dan cidera miokard. Tindakan perawatan pada overdosis asetamonofen adalah bilas lambung, tindakan suportif dan pemberian karbon aktif (activated carcoal) atau kolestiramin peroral untuk mencegah penyerapan sisa obat. Pemberian dalam jangka panjang dapat menyebabkan sirosis hepatic dan hepatitis kronik aktif.
2. Hepatotoksik halation (reaksi idiosinkratik) Halaton, merupakan obat anatesia golongan hidrokarbon flourida yang tidak eksplosif secara structural sama dengan kloroform, menyebabkan nekrosis hati berat. Gejala akibat halation dapat berupa: demam, mmuntah, sebelum terjadi iketik, hepatosplenomegali, leukositosis sedang, eosinofilia dan nyeri tekan pada daerah hati, kadar aminotransferase serum meningkat.
3. Hepatotoksik metildopa (reaksi toksin dan idiosinkratik) Cidera hati akut akibat terapi agen antihipertensi, terjadi 1-20 minggu setelah terapi metildopa dimulai. Keadaan hepatotoksik metildopa ditandai dengan demam, anoreksia,
60
malaise prodromal selamaa beberapa hari saat serangan terjadi sebelum ikterik, ruam, limfadenopati, artralgia, dan eosinofilia (jarang), deteksi autoimum biasanya Cooms-positif dengan atau tanpa nekrosis dan sirosis makronoduler. Dapat membaik dengan pemberhnetian terapi tersebut.
4. Haptotoksik isoniaziid (reaksi toksik dan idiosinkratik) Penderita dengan terapai Isoniasid (INH) akan mengalami peningkatan kadar aminotransferase serum selamaa beberapa minggu pertama pengobatan. Gejala yang menyertai, demam, ruam, eosinofilia, dan manifestasi alergi obat tidak biasa, kadar aminotransferase serum biasanya < 200 unit. Reaksi ini timbul setelah 2 bulan pengobatan.
5. Hepatotoksik Natrium valproat (reaksi toksik dan idiosinkratik) Natrium valproat, antikonvulsan yang digunakan dalam pengobatan petittmal dan penyakit dengan kejang lainnya dapat menyebabkan perkembangan toksisitas hati berat (jarang fatal pada anak dan orang dewasa) Tanda hepatoksik, yaitu peningkatan aminotransferase serum asimptomatik, ikterik, pemeriksaan jaringan hati menyatakan nekrosis lemak dan briging mikrovesikular yang mencolok pada daerah sentrolobular., cidera saluran empedu (mungkin ditemukan). Metabolit 4-asam pentenoat dari natrium valproat berperan dalam timbulnya cidera hati.
6. Hepatotoksik Fenitoin (reaksi idiosinkratik) Fenitoin dulu disebut difenhidantoin terutama untuk pengobatan penyakit yang dapat memicu terjadinya kejang terkait dengan cedera hati dan hepatitis berat. Gejala berupa
61
demam, limfadenopati, ruam (sindrom stevens Johnson atau dermatitis eksfolistif), leukositosis, dan eosinofilia. Keadaan ini dapat terjadi dalam 2 bulan pertama setelah dimualianya terapi ini. , dapat terjadi cidera saluran empedu, peningkatan kadar aminotransferase dan fosfatase dapat terjadi saluran empedu
7. Hepatotksik Klorpromazin (reaksi idiosinkratik kolestatik Mengakibatkan kolestasis intrahepatik dan ikterik setelah terapi 1-4 minggu. Dengan gejala: demam, ruam, artralgia, linfadenopati, mual, muntah, nyeri kedua kuadran epigastrik atau kanan atas, urin gelap, feses terang., eosinofilia dengan atau tanpa leukositosis, hiperbilirubinemia terkonjugasi, peningkatan aminotrasnferase serum (100-200 unit).Biopsi hati: kolestasis, sumbat empedu dalam kanalikuli empedu yang berdilatasi, infiltrat leukosit polimorfonukler, cosinofilia, mononuklear portal yang padat.
8. Hepatotoksik amiodaron (reaksi toksik dan idosinkratik) Merupakan terapi anti aritmia poten mengakibatkan : peningkatan kadar aminotransferse serum (bila telah terjadi hepatosplenomegali dan, penyakit hati, fosfolipidosis ultrastruktural.
9.Hepatotoksik eritomisin (reaksi idiosinktratik kolestatatik) Efek eritomisin yaitu, kolestasis terjadi selamaa 2-3 minggu pertama terapi dengan gejala: mual, muntah, demam, nyeri kuadran kanan atas abdomen, ikterik, leukositosis, peningkatan kadar aminotransferase sedang. Biopsi hati: kolestasis bervariasi, inflamasi portal yang terdiri atas limfosit, leukosist polimorfonuklear, eosinofil dan fokus nekrosis hepatik.
62
10. Hepatotoksik kontrasepsi oral (reaksi kolestatik) Efek kontrasepsi oral kombinasi steroid estrogen dan progesteroon, yaitu retensi bromosuphtalein (BSP), tanda: terjadi peningkatan fosfatase alkali serum;
Kolestasis
intrahepatik dengan pruritis dan ikterik (setelah beberapa minggu-bulan pemakaian). Laboratoirum: biokimia hati normal; Biopsi hati: kolestasis dengan sumbatan empedu pada kanlikuli yang berdilatasi. Dan pewarnaan bilirubin serum hati mencolok.
11.Steroid anabolik dengan 17, α-ALKIL yang dapat digantikan (reaksi kolestatik) Terapi pada gagal sumsum tulang dan tanpa indikasi medis menimbulkan disfungsi hati ringan. Dengan gejala: anoreksi, mual, malaise, pruritis, kadar aminitransferase serum <100 unit, kadar fosfatase alkali serum normal/sedikit meningkat. Biopsi hati kolestasis tanpa radang atau nekrosis. Dilatasi sinusoid hati dan pielosis hepatis.
12. Hepatotoksik trimetropin-sulfametoksazol (reaksi idiosinkratik) Trimetopin-slfometoksazol digunakan untuk infkesi saluran kemih,, pengemabnagan tanggap imun, untuk propilaksis terapi pneumonia Pneumoystisis carinii (pada pasien dengan penakanan imun): pasien penerima cangkok dan AIDS) terjadi
nekrosis hepatoseluler.
Gambaran laboratorium: eosinofilia (jarang) dan granuloma.
BAGIAN IV PROSEDUR UMUM DAN TERAPI MODALITAS
63
A. Kolekistetomi Pengertian Kolekistekomi adalah pembedahan kantong empedu pada kolesistiits istitis akut dan kronik Teknik Teknik pembedahan dilaksanakn melalui laparatomi secara terbukan (kantong empedu diangkat setelah dilakukan insisi) atau laparaskopi (kantong empedu diangkat melalui lubang insisi di atas umbilicus dengan menggunakan laparaskop).
Penatalaksanaan Keperawatan Preoperatif
1.
Kaji pengetahuan pasien tentang alas an dilakukan kolekistetomi, prosedur, dan harapan setelah pembedahan.
2.
Pasien harus puasa sejak jam 12:00 malam sebelum pembedahan.
3.
Pasang infus sebelum pembedahan untuk meningkatkan status hidrasi jika pasien muntah.
4.
Berikan antibiotic pada kolesistitis akut.
Penatalaksanaan Keperawatan Post operatif 1. Pengkajian 1) Tanda vital, tingkat kesadaran 2) Tingkat nyeri 3) Kondisi luka dan selang drainase (jika ada) 4) Masukan dan haluaran 2. Tungkatkan ambulasi untuk mencegah tromboemboli, vasilitasi flatus dan rangsang peristaltic Awasi komplikasi potensial infeksi insisi, perdarahan dan trauma
64
Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri
(akut)
berhubungan
dengan
pembedahan
ditandai
dengan:
DS
melaporkan/memberitahukan nyeri/sakit; DO: 1) ekspresi wajh meringis, 2) menahan sakit, sulit tidur, menggigil,), 3) menolak berinteaksi dengan orang lain, 4) berkeringat banyak, 5) otot lemas sampai kaku, 6) merintih, 7) menagis, 8) perubahan selera makan (malas makan) 2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan ditandai dengan: DS: Status pembedahan; DO: 1) terdapat luka bedah, 2) AL abnormal, 3) pembalut luka kotor, 4) Drainase luka operasi purulent. 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan prosedur pembedahan, ditandai dengan DS: Status pembedahan; DO 1) Terdapat luka pembedahan, 2) Terdapat pembalut luka
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan prosedur pembedahan dan pemasangan NGT ditandai dengan : DS melaporkan status pembedahan; 2) terdapat luka pembedahan, 2) terpasang NGT, 3) Penurunan BB < 20% BB ideal, 4) konjunctiva dan mukosa membrane pucat.
Intervensi Keperawatan DX 1 Tujuan: Hilangan nyeri 1. Kaji lokasi nyeri, tingkat dsan karakteristik 2. Berikan obat analgesic atau monitor pasien, kontrol analgesia 3. Jaga tegangan luka operasi ketika bergerak 4. Bantu pergerakan sesegera mungkin sesuai anjuran untuk menurunkan flatus dan distensi abdomen dan tingkatkan mobiditas usus.
65
5. Instruksikan pasien bahwa aktivitas biasa dapat dilakukan dalam 10 hari setelah laparaskopi kolekistektomi atau enam minggu sesudah kolekistektomi. 1) aktivitas seksual dapat dilakukan setelah nyeri hilang 2) Ikuti petunjuk dari ahli bedah seperti menghindari mengangkat benda berat, aktivitas yang berat, mandi (shower atau berendam)
DX 2 Tujuan: Infeksi 1. Kaji pembalut luka akan adanya/peningkatan drainase purulent (PUS) 2. Kaji lokasi NGT, catat jumlah, warna dan bau setiap drainase. 3. Kaji selang dan kantong NGT 1) laporkan setiap penurunan atau peningkatan draunase 2) Jaga kepatetan NGT
3) Laporkan nyeri kuadran kanan atas abdomen, distensi abdomen, nyeri, demam, menggigil, ikteri, (berhubungan dengan injuri saluran kantong empedu)
4) Berikan antibiotik sesuai yang diresepkan/anjuran 5) Gunakan sinsentif spirometer, batuk dan bernafas dalam, ambulasi untuk menurunkan resiko infeksi pulmonary.
Dx 3Tujuan : Menjaga keutuhan kulit
1. Kaji luka dan penyembuhannya 2. Lakukan perawatan luka sesuai anjuran 3. Kaji kecukupan cairan
66
4. Beritahu pasien untuk memelihara luka (insisi luka) akan kering dalam 5-7 hari dan laporkan setiap tanda kemerahan, nyeri dan kerusakan kulit.
Dx 4 Tingkatkan Nutrisi 1. Kaji mual, muntah dan berikan antiemesis sesuai yang diresepkan. 2.
Lakukan pengsisapan NGT setiap saat (jika ada) dan monitor peristaltic usus
3. Tingkatkan masukan cairan dan nutrisi sesuai anjuran 4. Berikan pengganti cairan untuk drainase dari NGT bila diindikasikan
Evaluasi 1. Mengatakan/melaporkan nyeri hilang 2. Tidak ada demam dan tanada infeksi 3. Luka sembuh tanpa drainase 4. Toleransi terhadap makanan dan makanan padat dalam jumlah kecil
B. Tabal 1. IV PROSEDUR KERJA MEMBANTU PASIEN DENGAN PARENTESIS ABDOMEN
67
Perlengkapan Baki berisi Parasentesis steril satu set
Botol penampung specimen (steril)
dan sarung tangan
Cairan desinfeksi kulit
Anastesi local
Botol specimen dan format laboratorium
Kasa atau bola kapas steril dan atau Duk steril NO 1.
2
Prosedur Fase Persiapan
Fase Kerja
Tindakan Keperawatan 1. Jelaskan prosedur kerja pada pasien 2. Catat laporan tanda vital pasien 3. Anjkurkan pasien berkemih sebelum tindakan. Teliti kembali bahwa inform consent telah dilaksanakn. 4. Atur pasien dalam posisi semi powler (miring) 5. Tutupi pasien dengan selimut/kain
1. 2.
3. 4.
5.
6.
7. 8.
Lakukan Persiapan perawatan kulit dengan antiseptic Buka baki steril dan perelngkapan parentesis dengan sarung tangan steril; siapkan cairan antiseptic steril Siapkan botol penampung specimen Kaji Frekuensi Nadi dan Frekuensi Pernafasan selama bekerja; amati pucat, sianosis atau sinkop. Lakukan anastesi local dan masukkan jarun trokar. Jarum dan trokar (spuit) dihubungan dengan tuba dan botol vakum atau spuit, alirkan cairan secara perlahan dari saluran peritoneum Pasang Duk ketika memasukkan jarum.
Rasional 1. Tindakan ini akan mengurangi perasaan takut dan cemas pasien 2. Untuk membandingkan nilai sebelum dan sesudah tindakan 3. Mencegah cedar pada kantong kemih 4. Pasien akan merasa nyaman dan posisi dapat diatur 5. Meminimalkan pasien cidera 1. Tindakan ini merupakan tindakan bedah mino, membtutuhan prosedr aseptic.
4.Indikasi syok perlu diamati untuk penatalaksanaan terapi emergensi. 6. Cairan bias any dibatasi sekitar 1-2L Untuk menghilanmgkan gejala akut dan meminimalkan resiko syok dan hipovolemia. 7.Dibutuhkan duk steril elastic,pemakaian materproof sebagai dressing
68
(duk) 3.
Fase Follow up
1.
Bantu pasien untuk mengatur posisi yang nyaman sesudah tindakan 2. Laporkan jumlah dan karakteristik cairan yang keluar, jumlah specimen yang dikirim ke laboratorium, kondisi pasien selamaa tindakan. 3. Observasi ketat akan 3. Cek tekanan darah dan tanda mendeteksi keadaan vital setiap setengah jam dengan sirkulasi dan kemungkinan selang waktu 2 jam selama 24 syok jam. 4. Biasanya , perawatan sesuai, namun bila terdapat luka bekas jarum membesar, dokter akan 5. Jika nampak, laporkan menjahit luka inisis. kepada seseorang. 5. A mati luka atau edema scrotal sesudah parasentesi. Sumber: Nettina SM, 1996:548. The Lippincott Manual of Nursing Practice. Sixth Ed. Lippincoot. Philadelphia. Newyork.
C. Petunjuk Proedur Penggunaan Tampon Balon untuk Mengontrol Perdarahan Esopgagus (Sengstaken Blakemore Tube Method, Minnesota Tuba Method Persiapan Balon Esopagus
Plester
Bengkok dengan pecahan es batu
Alat untuk traksi (helem bola kaki))
Lubrikan
Gunting besar
Jarum (50 ml dengan kateter
Manometer
Handuk dan bengkok emesis
Stetescope
Gelas air dan straw
69
Tabel 2. Petunjuk Proedur Penggunaan Tampon Balon untuk Mengontrol Perdarahan Esopgagus (Sengstaken Blakemore Tube Method, Minnesota Tuba Method ) No
Prosedur
Tindakan Perawatan
Rasional
GAMBAR 1.IV. Tamponade balon esofagus untuk mengatasi varises esofagus. (A) Vena (varises) yang mengalami dilatasi dan perdarahan pada esofagus bagian bawah. (B) Selang tamponade esofagus dengan empat buah lumen yang dilengkapi baton (dalam keadaan belum diliup) pada tempatnya. (C) Kompresi pada varises esofagus yang berdarah dengan meniup balon esofagus dan lambung. Saluran keluar lambung dan esofagus 1.
1. Fase Persiapan
1. Jelaskan pada pasien bahwa tindakan ini akan membantu mengontrol perdarahan. 2. Jelaskan kepada pasien bagaimana bernafas lewat mulut dan menelan akan membantu tuba (Selang) masuk ke lambung 3. Ttinggikan tempat tidur bagian kepala, jika pasien tidak syok.
70
2.
Fase Kerja
1. Kontrol balon dengan meniup untuk mengetahui adanya robekan.
2. Tegangan tuba dan berikan lubrikan sebelum dokter memasukkan ke dalam lambung melalui mulut dan hidung. 3. Beritahu pasien untuk menelan sedikit air 4. Sesudah tuba sampai ke lambung, cek apakah tuba telah di lambung dengan masukkan udara sambil auskultasi pada daerah lambung 5. Setelah dilakukan foto pada bagian bawah dada dan di atas abdomen, untuk meyakinkan tuba telah berada di lambung, masukkan NGT balon (200-250 ml) dengan udara dan secara perlahan tarik tuba ke belakang untuk mengatur balon berlawanan dengan gastroesofageal junction. 6. Klem balon NGT, beri tanda lokasi tuba. 7. Pasangkan traksi dengan balon tuba dan rekatkan helmet 8. Hubungkan penghubung berbentu ‘Y’ dan manometer lainnya. Masukkan NGT balon aspirasi ukuran 25-mHg . Klem balon usofagus.
1. Tindakan ini terbaik dilaksanakan memakai air sebab memudahkan memasukkan balon ke lambung . 2. Tegangan tuba dan lubrikan mngurangi iritasi
Sumber: Nettina SM, 1996:548. The Lippincott Manual of Nursing Practice. Sixth Ed. Lippincoot. Philadelphia. Newyork.
D. Membantu Biopsi Hati Persiapan Jarum Biopsi satu set steril
Tabung Spesimen (steril)
Khasa Steril
Inform consen
Cairan Desinfektan (alcohol 70 %, atau Betadin
Jarum suntik 2-3 cc
Hanscoon steril (satu set)
71
Lidokaon 1-2 ampul (sesuai kebtuhan) Tabel 3. . Membatu Biopsi Hati
No
Prosedur
Tindakan Perawatan
Rasional
Gambar 2. IV . Teknik Untuk Biopsi Hrti
1.
1. Fase Persiapan
1. Pastikan bahwa hasil-hasil pemeriksaan laboratorium (waktu protrombin, PTT dan hitung trombosit) suidah tersediadan donor darah yang kompatibel telh siap.
1. Banyak penderita penyakit hati memiliki kelainan pembekuan dan bersiko mengalami perdarahan.
2. Lakukan pengeckan inform konsent yang sudah ditandatangani. 3. Lakukan pemeriksaan dan pencatatan denyut nadi, frekuensi pernafasan serta tekanan darah arterial segera sebelum biopsi dikerjakan.
3. Hasil pemeriksaan sebelum biopsi merupakan dasar untuk membandingkan tanda vital dan lakukan evaluasi sattus penderita sesudah prosedur dilakukan.
4. Jelaskan kepada pasien sebelum tindakan 4. Penjelasan yang dilakukan tentang tahapan prosedur; apa diberikan dapat yang akan dilakukan, akibat tindakan yang mengurangi rasa takut perlu diantisipasi, pembatasan aktivitas dan menjamin kerja dan prosedur pemantauan yang harus sama. diikutti.
72
2.
Fase Kerja
1. Berikan dukungan kepada pasien selama 1. Kehadiran seorang menjalani tindakan perawat yang 2. Pajankan posisi kanan abdomen atas memberikan dukungan (hipokondrium kanan) akan menambah rasa 3. Beritahu pasien untuk menarik nafas dalam tenteram dan aman dan mengembuskan secara perlahan 2. Kulit pada tempat beberapa kali. Dokter segera melakukan penarikan jarum akan biopsi lewat jalur transtorakal (gunakan dibersihkan dan prosedur sterilisasi) sehingga menembus disuntuk obat anastesi hati, kemudian lakukan aspirasi dan tarik secara infiltrasi jarum keluar. 3. Manahan nafas akan Keseluruhan prosedur tersebut akan menimbulkan selesai dikerjakan dalam waktu 5-10 detik imobilisasi dinding . dada dan diafragma; 4. Instruksikan kepada pasien untuk bernafas dengan demikian kembali.seperti biasa. kemungkinan tertusuknya diafragma dihindari dan resiko laserasi hati diuperkecil
3.
Pascah Prosedur (Fase
1.
Segera setelah biopsi selesai dikerjakan, 1. Dalam posisi ini. Kapsula hati pada bantu pasien untuk membalikkan tubuh Follow up) tempat penusukan agar berbaring pada sisi kanan; letakkan akan tertekan pada sebuah bantal di bawah tepi tulang iga dinding dada, dan (mango kosta). Beritahu pasien untuk pengaliran darah tetap dalam posisi ini, berbaring dan atau empedu lewat tidak bergerak selama beberapa jam. luka peforasi akan dihambat. ini 2. Lakukan pemeriksaan dan pencatatan 2. Tanda-tanda menunjukkan denyut nadi, frekuensi pernafasn serta perdarahan, yang tekanan darah dengan interval 1-0-20 hebat atau menit selama periode waktu yang peritonitis empedu diberitahukan dokter atau sampai yang merupakan keadaan pasien stabil.. Tetap waspada komplikasi paling dan segera melaporkan kepada dokter sering pada biopsi setiap kali terjadi peningkatan frekuensi hati. nadi atau penurunan tekanan darah arteri, keluhahan nyeri atau manifestasi perasaan kuatir. Sumber: Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8: 1158. EGC. Jakarta
E. Membantu Paresentesis Persiapan
73
Manset spigmomanometer
Duk steril
Stetescope
Kasa steril
Trokar
Pinset steril/Forsep steril
Drain bag steril
Hansckoon steril
Cairan desingektan Tabel 4. (Membantu Paresentesis)
Sumber: Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8: 1166. EGC. Jakarta
BAGIAN V ASUHAN KEPERAWATAN 74
GANGGUAN FUNGSI HATI
A. Perlemakan Hati
Perlemakan hati terjadi bila penimbunan lemak melebihi 5 % dari berat hati atau mengenai lebih dari separuh jaringan sel hati. Perlemakan hati ini sering berpotensi menjadi penyebab kerusakan hati dan sirosis hati. Kelainan ini dapat timbul karena mengkonsumsi alkohol berlebihan, yang disebut ASH (Alcoholic Steatohepatitis), maupun bukan karena alkohol disebut NASH (Nonalcoholic Steatohepatitis).
Pemeriksaan pada perlemakan hati : Enzim GOT, GPT, Fosfatase Alkali B. Asites Definisi Asites adalah pengumpulan cairan di dalam rongga perut.
Penyebab Asites cenderung terjadi pada penyakit menahun (kronik). Paling sering terjadi pada sirosis, terutama yang diisebabkan oleh alkoholisme Asites juga bisa terjadi pada penyakit non-hati, seperti kanker, gagal jantung, gagal ginjal dan tuberkulosis. Pada penderita penyakit hati, cairan merembes dari permukaan hati dan usus. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1) hipertensi portal ; 2) menurunnya kemampuan pembuluh darah untuk menahan cairan; 3) tertahannya cairan oleh ginjal ; 4) perubahan dalam berbagai hormon dan bahan kimia yang mengatur cairan tubuh.
Penyebab asites akibat: 1). Kelainan di hati : (1) Sirosis, terutama yang disebabkan oleh alkoholisme, (2) Hepatitis alkoholik tanpa sirosis, (3) Hepatitis menahun: (4) Penyumbatan vena hepatic; 2) Kelainan diluar hati (1) gagal ljantung, (2) Gagal ginjal, terutama sindroma nefrotik; (3)
75
Perikarditis konstriktiva, (4)
Karsinomatosis, dimana kanker menyebar ke rongga perut, (5)
Berkurangnya aktivitas tiroid, (6) Peradangan pankreas. Field JM., Shah Rahil (2000) dalam artikelnya berjudul Acsites dalam EMedicine, mengatakan bahwa penyebab Ascites, adalah: a) Hipertensi poral (serum-ascites albmin gradient=SAAG) > 1.1. g/dl): 1) Kongesti hepatic, ggal jantung kongesti, perikarditis konstriktif, insuficiensi tricuspid, Budd Chiarry syndrome;(2) Penyakit liver, sirosis, sirosis hepatic, gagal hati pulminnt, hepatitits massif metastase. b) Hipoalbimumemia (SAAG < 1.1 g/dl): 1) Nefrotic syndrome, 2) Protein losing entero pathy, 3) Malnutrisi berat karena anasarca). c) Kondisi lainnya: 1) Asites Silous, 2) asites pankreatik, 3) bile ascites, 4) nefrotic ascites, 5) urine acsites., 6) penyakit ovarium. D) Penyakit peritoneum: 1) infeksi: (1) peritonis bakteri, (2) Peritonitis TBC, (3) Peritonitis fungus, (5) HIV-yang dikaitkan dengan peritonitis; 2) kondisi malignansi: (1) Carcinoma peritoneum, (2) Mesotelioma primer, (3) Pseudomiksoma Peritoneum, (4) Carcinoma hepaoseluler.; 3) Kondisi lain: (1) Familial Mediteranian fever, (2) Vasculitis, (3) granulama peritonitis, (4) Eosinofilia peritonitis.
Gejala Klinis 1. Jika jumlah cairan yang terkumpul tidak terlalu banyak, biasanya tidak menunjukkan gejala.
2.
Jumlah cairan yang sangat banyak bisa menyebabkan: 1) pembengkakan perut dan 2) rasa tidak nyaman, 3) juga sesak nafas.
3.
Jumlah cairan yang sangat banyak, menyebabkan 1) perut tegang dan 2) pusar menjadi datar, bahkan terdorong keluar.
4. Pada beberapa penderita, pergelangan kaki juga membengkak (edema).
5.
Paien dengan asites harus ditanyakan tentang factor resiko: 1) pemakaian alcohol dan lamanya, 2) hepatitis virus kronik atau ikterik, 3) pemakaian obat intravena, 4) pasangan seksual, 5) perilakuk seksual, 6) pemanakaian transfusi: Hepatitis C ada kaitannya dengan pemakaian transfusi tahun 1980, 7) tato, 8) penduduk, atau pelancong di/ke daerah endemis hepatitis.
6.
Pasien dengan penyakit liver
sedang atau telah mengurangi konsumsi alcohol pernah
menderita asites. Apabila pasien memiliki riwayat sirosis stabil, dan asites, maka kemungkinan pasien tersebut menderita karsinoma hepaoselular.
76
7. Obesitas, hiperkolesterolemia, dan diabetes melius tipe 2 dan penyebabnya nonalcoholic steatohepatis yang berkembang mnjai sioi.
8.
Pasien dengan riwayat cancer, kusunya cancer saluran system pencernaan memiliki resiko asites malignansi.
9. Pasien yang mengalami asites karena DM atau nefrotik sindrom memilik asites nefrotik. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fiisik harus dipusatkan pda tanda hiperteni portal dan penyakit hati kronis. 1. Di duga penyakit liver apbila ditemukan: ikterik, kemerahan pada telapak tangan, dan spider angioma. 2. Liver/hati mungkin sulit diraba jika terdapat cairan asites, tetapi kadang-kadang hati traba. Puddle sign mengindikasikn terdapt 120 l cairan sites. Ketika terjadi peningkatan cairan peritoneum 500 ml, maka asites dapat ditunjukkan deperkusi pekak beralih. Gelombang cairan tidak akurasi. 3. Peningkatan tekanan vena jugular mengindikasikan asites cardiac. Nodul yang keras di umbilicus, disebut Sister Mary Joseph nodule, jarang ditemukan. Hal ini mengindikasikn karsinoma peritoneum yeng merupakan metastasi dari lambung, pancreas, malignansi hapatis primer. 4. Nodus pda sisi kiri supraclavikular (Virchow node) mengindikaskan malignansi pada abdominal bagian atas. 5. Pasien dengan penyakit jantung atau nefrotik sindrom mungkin trdapat anasarka.
Stadium asites a) Stadium 1 + hanya dideteksi setelah pemeriksaan secar seksama. b) stadium 2 + mudah didetksi tetapi volumnya relative skecil. c) Staium 3+ diuga asites ttapi bukan asites, d) Stadium 4 + Asites.
Diagnosis 1. Pada pemeriksaan perkusi perut, akan terdengar suara tumpul (teredam).
77
2. USG digunakan untuk mengetahui adanya asites dan menemukan penyebabnya. 3. Parasintesis diagnostik dilakukan untuk memperoleh contoh cairan yang selanjutnya akan diperiksa di laboratorium. Pengobatan
1.
Pengobatan dasar dari asites adalah tirah baring dan diet rendah garam 20-30 mEq/hari) , yang biasanya dikombinasika dengan obat diuretik supaya cairan yang dibuang melalui ginjal lebih banyak jumlahnya.
2. Jika terjadi sesak nafas atau susah makan, dilakukan parasintesis terapeutik, dimana dimasukkan jarum untuk membuang cairan yang terkumpul.
3.
Tetapi cairan cenderung akan terkumpul kembali, jika tidak diberikan obat diuretik.
4. Sejumlah besar albumin sering ikut terbuang ke dalam cairan perut, sehingga mungkin diperlukan pemberian albumin intravena (melalui pembuluh darah). 5. Kadang terjadi infeksi dalam cairan asites, terutama pada sirosis alkoholik. Infeksi ini disebut peritonitis bakterialis spontan, diobati dengan antibiotik. 6. Parasentesis 7. Pembedahan dengan TIPS (transgular intrahepatic portacarval shunt)
Kategori Obat: Diuretik Nama obat
Dosis
Kontraindikasi
Spironolactone (Akdactone) (efektif 3 hari)
Dewasa: 25-200 mg PO perhari atau dibagi Pediatri : 1.5-3.5 mg/kg/hari PO dibagi detiap enam jam dalam 24 jam Wanita hamil: tidak aman
Hipertensi, anuria, gagal ginal, hiperkalemia.
Furosemid (lasix)
Dewasa: 20-80 mg/hari PO/IV/IM; dapat dinaikkan menjadi 6000 mg/hari untuk edema berat. Pediatri: 1-2 mg/kg/hari PO?, IV?; tidak melebihi 6 mgkg/dosis; jangan diberikan rel="nofollow"> 6 kali dalam 24 ja. 1 mg/kg IV/IM secara perlahan dengan enagawsan tidak boleh
Hipertensi, anuria, koma hepatik, hiperkalemia, gangguan elektrokit berat.
78
melebih 6 mg/kg. Wanita hamil: aman, namun tidak dianjurkan. Amilorida (Midamor)
Dewasa: 5-20 mg PO perhari. Pediatri: tidak dianjurkan Wanita hamil: aman, namun perlu mempertimbangkan resiko.
Metolazone (Mykrox, Zaaroxolyn)
Hipertensi, penambhan serum patasium, (>5.5. mEq/L), gagal ginjal akut, ganguan fungsi ginjal akut atu kronik., nefropati diabetikum. Gagal fungsi ginjal dengan BUN > 30 mg/100 ml, atau serum creatinine > 1.5/100 ml. Jipertensi, koma hepatic, dan anuria.
Dewasa: 5-20 mg/dosis PO/ 24 jam Pediatri: sama dengan dosis dewasa Wanita hamil: Biasanya aman, tetapi pertimbangkan resiko. Manitol Dewasa: 0-5.2 g/kg IV selama 30- Hipertensi, anuria, kongesti 60 menit dalam cairan minimal 15pulmonal berat, mengarah ke 25 %; ulangi setiap 6-8 jam kerusakan ginjal, dehidrasi berat, Pediatri: tidak dianjurkan perdarahan intracranial akif, Wanita hamil: aman, namun tidak mengarah ke gagal jantung. dianjurkan Sumber: Field JM., Shah Rahil. February 21, 2000. Ascites. E.Medicine. Retrived. 03/01/2007 08:12:39 A.M
C. Kegagalan Hati Definisi Kegagalan Hati adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan/kemunduran fungsi hati yang sangat berat.
Penyebab Bisa diakibatkan oleh berbagai kelainan hati, termasuk: 1) hepatitis virus, 2)
sirosis, 3)
kerusakan hati karena alkohol atau obat (misalnya asetaminofen). Sebagian besar hati harus terlebih dulu mengalami kerusakan, sebelum terjadinya kegagalan hati.
Gejala
79
Biasanya terjadi: 1. Jaundice (sakit kuning)
2.
Mudah mengalami memar atau mengalami perdarahan.
3.
Asites
4. Gangguan fungsi otak (ensefalopati hepatikum) 5. Keadaan kesehatan secara umum menurun. 6. Gejala lainnya berupa kelelahan, kelemahan, mual dan hilangnya nafsu makan.
Diagnosa 1. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. 2. Pemeriksaan darah biasanya menunjukkan kelainan fungsi hati yang berat.
Pengobatan 1. Pengobatan tergantung kepada penyebabnya dan gambaran klinik tertentu. 2. Biasanya makanan diawasi dengan ketat. 3. Asupan protein dipantau dengan seksama, karena terlalu banyak protein akan menyebabkan kelainan fungsi otak, dan terlalu sedikit bisa menyebabkan penurunan berat badan. 4. Asupan garam dibatasi, untuk mengatasi pengumpulan cairan di perut (asites). 5. Alkohol harus dihindari karena bisa memperburuk kerusakan hati. 6. Jika segera dilakukan, pencangkokan hati bisa memperbaiki keadaan penderita. Kegagalan hati akan berakibat fatal jika tidak diobati atau jika penyakit hatinya memburuk. Bahkan setelah diobatipun, mungkin saja tidak dapat diperbaiki. Pada kasus yang berat, penderita bisa meninggal akibat kegagalan ginjal (sindroma hepatorenalis).
80
D. Abses Hati Klasifikasi Abses hati diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: 1) Abses amuba hati, 2) Abses pirogenik hati. Abses amuba hati paling sering disebabkan oleh Enthamuba histolitica. Abses hati olh enthamuba histolitica mumnya di temukan di Negara berkembang, di kawasan tropis dan subtropics akibat sanitasi lingkungan yang buruk. Abses pirogenik hati jarang ditemkan, namun labih sering ditemukan di Negara maju.
Patofisiologi Jika terjadi infeksi di sepanjang saluran pencernaan, mikroorganisme penyebab infeksi dapat sampai ke hati. Mikroorganisme tersebut masuk ke hati melalui: 1) sistm bilier, 2) sistem vena porta, 3) system arterial hepatic. Bakteri lain akan segra mati, namun bakteri lainnya akan tetap hidup. Toksin bakteri selanjutnya menghancurkan sel-sel hati. Jaringan nekrotik yang dihasilkan bekerja sebagai dinding pelindung mikroorganisme tersebut. Leukosit kmudian berpindah ke daerah yang terinfeksi sehingga terbenuk abses yang berisi cairan leukosit yang mati dan hidup, sel-sel hati yang mencair serta bakteri. Abses piogenik tipe ini dapat soliter, multiple; dan berukuran kecil. Diantara peneyabab abses piogenik hati adalah kolangitis dan trauma abdomen.
Manifestasi klinis 1. Mirip dengan sepsis tanpa atau beberapa tanda yang terbatas. 2. Demam disertai menggigil, diaporesis. 3. Malise
81
4. Mual 5. Muntah 6. Dapat terjadi penururnan berat badan. 7. Pasien dapat mengeluh nyeri tumpul pada abdomen dan nyeri tekan kuadran kanan atas abdomen. 8. Hepatomegali. 9. Ikterus 10. Anmia 11. Efusi pleura. 12. Sepsis serta syok yang dapat mengakibatkan kematian.
Evaluasi diagnostic
1. Kultur darah 2. Aspirasi abses hati 3. CT scen hati 4. Drainase abses pirogenik perkutan
Penatalaksanaan 1. Antibiotok
82
E. Asuhan Keperawatan Karsinoma (Cancer) Hati
Karsinoma heptoseluler primer merupakan tumor yang paling sering ditemukan di dunia. Daerah prevalent seperti Negara Asia dan Afrika su- Sahara (insidensi tahunan 500- 10.000 pupolasi). Karsinoma hepatoseluler lebih sering ditemukan pada laki-laki, biasanya ditemukan pada hati yang sirotik. Alasan tingginya insidensi karsinoma di negara tersebut (Asia dan Afrika) karena seringnya infeksi kronik virus hepatitis B (HBV) dan virus hepatitis C(HCV) Faktor predisposisi karsinoma hati adalah penyakit hati kronik (penyakit hati alkoholik, defisiensi α1, antitripsin, hemokromatosis dan tirosinemia) karena menyebabkan DNA hepatosit lebih rentan terhadap perubahan genetik. Hilangya inaktivasi atau mutasi gena p53 Selain itu, faktor hormonal (seperti pemberian jangka panjang steroid androgen, terpapar torium dioksida atau vinil klorida), dan bahkan pajanan estrogen dalam bentuk kontrasepsi oral.
Gambaran Klinis dan laboratorium
1. Awalnya sulit terdeteksi karena sering muncul pada pasien yang telah menderita sirosis. 2. Gejala awal yang sering dijumpai nyeri kuadran kanan atas
3. Pada auskultasi dapat terdengar friction rub atau bruit di atas hati 4. Ikterik (jarang)
5.
Peningkatan alkali fosfatase dan alfa fetoprotein (AFP) serum , Protrombin jenis abnormal, γ karboksi protrombin secara umum berkoreksi dengan Peningkatan AFP
6. Terdapat sindroma paraneoplastik: dapat terjadi eritrositosis akibat aktivitas mirip eritropoietin yang dihasilkan oleh tum, timbul hiperkalemia akibat hormon mirip paratiroid. 83
7. Leukositosis 8. Hiperbilirubinemia (dapat terjadi) 9. Hiperkolesterolemia 10. Hipoglikemia
11. Pufiria didapat 12. disfibroniginemia 13. Kriofibrinoginemia.
14. Pemeriksaan radiology (pencitraan) dengan USG , MRI, angigrafi arteri, hepatica, dan pemindaian radionuklida dengan technetium 99m.
15. Kadar alfa fetoprotein (AFP) > 500 µg/L. Kadar lebih rendah pada pasien metastase tumor lambung atau kolon
16. Biopsi hati perkutis bersifat diagnostic bila diambil di bagian yang sesuai dengan petunjuk USG atau CT
17. Laparoscopi atau mini laparatomi melihat langsung tumor lokal untuk dideteksi sebagai tindakan hepatektomi parsial.
Perjalanan Penyakit perjalanan penyakit sangat cepat, bila tidak diobati sebagian pasien meninggal.
Penatalaksanaan
1. Transplantasi hati (pembedahan) 2. Embolisasi arteri hepatic dengan kemoterapi
3. Ablasi alkohol dingin dengan tuntunan USG 84
4. Imonuterapi dengan antibody monoclonal yang diberi obat sitotoksik 5. Terapi gena dengan vektor retrovirus yang berisi gena yang mengekspresikan obat sitotoksik.
Komplikasi
1. Drainase bilier 2. Kebocoran empedu
3. Perdarahan 4. Obstruksi ulang sistem bilier oleh debris dalam kateter atau tumor yang meluas kembali. 5. Gagal hati fulminan 6. Malnutrisi
Pengkajian Keperawatan 1. Kaji riwayat hepatitis, penyakit hepoatitis alkoholik dan sirosis, terpapar zat racun atau penyebab lainnya (potensial) 2. Kaji tanda malnutrisi, meliputi penurunan berat badan terakhir, kehilangan massa tubuh, anorerksi, dan anemia.
3. Kaji nyeri abdomen, nyeri padabahu kanan selamaa pembesaran hati 4. Kaji demam, ikterik, asites atau perdarahan
5. Catat setiap peruabahan status mental sebagai tanda kemungkinan ensepalopati hepatic
Diagnosis Keperawatan
85
1. Nyeri berhubungan dengan pertumbuhan tumor ditandai dengan DS: melaporkan nyeri; DO; 1) menahan perut kanan, 2) ekspresi wajah meringis, 3) merintih, 4) menangis,5) USFG menunjukkan adanya massa di hati, 6) nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas, 7) abnormal hasil pemeriksaan laboratorium.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia ditandai dengan DS: melaporkan: 1) penurunan berat badan, 2) tidak ada nafsu makan, 3) mual; DO: 1) mual, 2) kurus, 3) BB < 20 % BB ideal, 4) anemia.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan edema ditandai dengan: melapokan badan bengkok; DO: 1) edema, 2) asites.
Intervensi Keperawatan Dx 1: Tujuan Kontrol nyeri 1. Beriakan terapi farmakologi analgesik sesuai pesanan untuk mengontrol nyeri. Berikan peringatan untuk tidak menggunakan obat sesering mungkin; monitor tanda toksik obat. 2. Lakukan tindakan menghilangkan nyeri tanpa obat seperti masase dan imaginasi.
3. Atur posisi pasien yang menyenangkan (biasanya semi fowlwer) 4. Kaji rspon pasien terhadap penilaian nyeri.
DX 2: Tingkatkan status nutrisi 1. Bantu (bertahu) pasien makan dalam porsi kecil tapi sering dan berikan makanan suplemen seperti buah
2. Kaji faktor penyebab perubahan makan: peningkatan suhu tubuh, nyeri, tanda infeksi, tingkat stres..berikan kalori sesuai toleransi pasien. 3. Monitor perubahan BB setiap minggu.
86
Dx 3. Tujuan: mengurangi kelebihan cairan
1. Monitor tanda vital, cacat secara teliti masukan dan haluaran cairan 2. Batasi sodium dan cairan sesuai anjuran. 3. Berikan diuretic dan ganti potassium sesuai yang diresepkan.
4. Berikan albumin dan tambahan protein sesuai anjuran (resep) untuk mengurangi cairan dari intestinal ke intravaskuler.
5. Ukur dan catat penambahan lingkar perut setiap hari. 6. Ukur setiap hari, amati peningkatan BB yang mengindikasikan retensi cairan. 7. Monitor nilai hasil pemeriksaan laboratorioum untuk mengetahui fungsi hati.
F. Askep Sirosis Hepatis Sirosis Sirosis adalah entitas patologi yang berkaitan dengan suatu spectrum manifestasi klinis yang khas.
Gejala klinis 1. Hilangnya massa hepatoseluler yang masih berfungsi menimbulkan: 1) ikterik, 2) edema, 3) koagulopati 4) dan berbagai kelainan metabolic. 2. Fibrosis dan gangguan vaskuler menimbulkan: 1) hipertensi portal dan sekuelnya termasuk varises gastroesefagus dan splenomegali. 3. Insifisiensi hepatoseluler dan hipertensi portal menyebakab ensefalopati hepatic.
87
Pembagian Berdasarkan etiologi dan morfologinya, sirosis dibagi menjadi:
1. Sirosis alkoholik atau Sirosis portal laenneck (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah porta. Paling sering disebabkan oleh alkoholisme kronis dan paling sering ditemukan di daerah barat. Lesi hati yang ditimbulkan akibat alcohol, yaitu: 1) perlemakan hati alkoholik, 2) hepatitis alkoholik, 3) sirosis alkoholik.
2. Sirosis kriptogenik dan pascavirus./ Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. Ditandai dengan: 1) hilangnya sel-sel hati, 2) dalam jumlah besar, 2) kolaps dan fibrosis stoma yang mengandung sisa triad portal. Disebabkan oleh Hepatitis B da C sebagai faktor pendahulu, 2) penyakit alkoholik lanjut, 3) sirosis biliar. Ditanmdai dengan: 1) asites, 2) splenomegali, 3) hipersplenisme, 4) encepalopati, 4) perdarahan varises usovagus.
3. Sirosis biliaris, dimana terjadi pembentukan jaringan parut dalam hati di sekitar saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat cidera pada obstruksi system bilier intra hati atau ekstrahepatik yang kronis dan infeksi (kolangitis); insidensinya lebih rendah daripada insiden sirosis Laennec dan pascanecrotik. Kelainan ini berkaitan dengan gangguan ekskresi empedu, destruksi parenkim hati, dan fibrosis progresif. Ditandai oleh: 1) peradangan kronik 2) obliterasi fibrosa duktus empedu intrahati. Sirosis hepatic biliaris terdiri atas primer dan sekunder. Sirosis hepatic biliaris sekunder terjadi akibat sumbatan jangka panjang duktus ekstrahepatik yang lebih besar. Sirosis hepatic biliaris primer sering berkaitan dengan berbagai penyakit autoimun Misalnya sindrom CRST (calsinosis, fenomena rayauilt, sklerodaktili, telangiektasis); sindrom sika (mata dan mulut kering), tiroiditis autoimun, dan asidosis tubuler renalis. Gambaran klinis
88
pada pemeriksaan penapisan terjadi peningkatan kadar fosfatase alkali serum, lelah, pruritis mungkin terbatas pada tangan dan kaki atau generalisata (gejala awal), ikterik dan kulit yang terpajan menjadi gelap (melanosis) setelah beberapa bulan – tahun, gangguan sekresi empedu. ditandai dengan steatore, malabsorbsi vitamin larut lemak, pasien mudah memar (tersering), nyeri tulang akibat osteomalisia (defisiensi vitamin d) biasanya terdapat bersama osteoporosis, kadang buta senja, dan dermatitis. peningkatan lipid serum terutama kolesterol. akibat lanjut hipertensi portal, asites. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan antibody autoimun (+) dan biopsi hati, dan evaluasi saluran empedu.
4. sirosis kardiak. terjadi akibat gagal jantung kongestif sisi kiri-kanan yang berat dan memanjang.
etiologi gagal jantung kongestif sisi kiri-kanan, transmisi retrograte dari
peningkatan tekanan vena melalui vena kava inferior dan vena hepatica, menyebabkan kongesti hati. sinusoid hati menjadi berdilatasi dan berkongesti dengan darah, dan hati menjadi bengkak secara tegang. akibat kongesti dan iskemik pasif yang memanjang dari perfusi yang buruk sekunder terhadap penurunan curah jantung, sirosis sentrilobulus terjadi dan menyebabkan fibrosis pada area sentral ini;
fibrosis sentrilobulus berkembang dengan
perluasan kolagen ke;luar dalam pola bintang (cirri khas vena sentralis hepatic). gambaran kilis: pada kongesti hati, hati menjadi besar dan lunak, pasien mungkin mengeluh nyeri kuadran kana atas yang parah karena peregangan kapsul blisson; bilirubin serum sedikit meningkat (baik terkunjugasi dan tidak terkonjugasi) kadar AST sedikit meningkat. dan protrombin serum biasanya normal, tetapi dapat abnormal pada syok hati. Pada kasus insufisiensi tricuspid hati dapat berdenyut, tetapi menghilang ketika sirosis berkembang. Pada gagal jantung perdarahan usofagus jarang, yang menonjol adalah encefalopati kronik, asites dan edema perifer. Diagnosis ditegakkan bila terdapat pembesaran dan pengerasan hati pada
89
pasien kronik dengan gagal jantung vasvuller, perikarditis konstriktif, kor pulmonal (> 10 tahun) memberikan kesan sirosis jantung. Biopsi hati. terdapat sindrom budd-chiari (obstruksi atau oklusi simptomatik vena hati menyebabkan cidera hati, nyeri dan lembek pada abdomen, asites yang keras, ikterus ringan, akhirnya terjadi hipertensi portal dan kegagalan hati) akibat oklusi vena hepatika atau vena kava inferior. Hipertensi portal adalah peningkatan abnormal pada tekanan dalam sirkulasi paru. 5. Sirosis metabolic, keturunan, dan terkait obat. Terjadi akibat kelainan metabolit dan pemakaian obat-obtan.
Sirosis Hepatis Sirosis hepatis adalah sirosis hati yang ditandai dengan adanya skar. Ia merupakan penyakit kronis yang telah menyebabkan destruksi difusi dan generasi fibrotik dari sel hepar. Jaringan nekrotik diganti dengan jaringan fibrotik, struktur normal dari hati dan vaskularisasi terganggu, gangguan aliran darah dan limfe, mengakibatkan insufisiensi hati dan hipertensi portal.
Patofisiologi Faktor penyebab terjadinya sirosis, terutama adalah konsumsi alcohol, defisiensi gizi (asupan protein yang kurang), terpapar zat kimia seperti karbon tetraklorida, naftalen, terklorinisasi, arsen atau fosfor), infeksi skistosomiasis yang menular. Insidensi tertinggi pada pria dengan usia antara 40-60 tahun. Sirosis Laennec merupakan sirosis hepatic yang ditandai dengan episode nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang sepanjang perjalanan penyakit. Sel-sel hati yang
90
hancur secara berangsur-angsur menjadi jaringan parut, yang jumlahnya melebihi jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal hati yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenrasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik menunjukkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas. Sirosis hepatic biasanya memiliki awitan yang insidius dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melebihi rentang waktu 30 tahun atau lebih.
Gejala Klinis 1. Pembesaran hati 2. Obstruksi portal dan asites 3. Varises gastrointestinal 4. Edema 5. defisiensi vitamin dan anemia 6. Kemunduran mental.
Evaluasi Diagnostik 1.
Biobsi hati untuk mendeteksi destruksi dan fibrosis jaringan hati.
2.
Scan hepar menunjukkan abnormalitas ketebalan dan massa hati.
3.
CT scan menentukan ukuran hepar dan nudus permukaan yang tak teratur.
4.
Esofagopaty untuk menentukan adanya varises esophageal.
5.
Parasentesis untuk menentukan cairan asites (mengetahui sel, protein, dan jumlah bakteri)
6.
Perbedaan PTC ekstrahepatik akibat ikterik dari obstruksi intrahepatik.
91
7.
Laparaskopi, selama biopsi hati, untuk melihat langsung hepar.
8.
Pada disfungsi parenkim hati yang berat, kadar albumin serum cenderung menurun sementara kadar globulin serum meningkat.
9.
Pemeriksaan enzim menunjukkan kerusakan hati, yaitu: kadar alkali fosfatase, AST (SGOT) serta (ALT (SGPT) meningkat dan kadar kolinesterase serum dapat menurun.
10. MRI dan pemindai radioisotope hati memberikan informasi tentang pembesaran hati dan aliran darah hepatic serta obstruksi aliran tersebut. 11. Analisis gas darah arterial dapat mengungkapkan gangguan keseimbangan perfusi-ventilasi dan hipoksia pada sirosis hepatic.
Penatalakasanaan 1. Meminimalkan kerusakan fungsi hepar dengan menghentikan sat yang bersifat racun, alcohol dan obat. 2. Koreksi defisiensi nutrisi dengan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi dengan diit tinggi kalori dan protein dalam nilai sedang. 3. Obati asites dan gangguan keseimbangan cairan-elektrolit. 1)
batasi masukan sodium dan cairan, sesuai jumlah retensi sodium dan cairan.
2)
Instirahat untuk membantu diuresis.
3)
Terapi diuretic, sering dengan spironolaktiton (Aldakton).
4)
Parasentesis abdominal-untuk menghilangkan cairan dan menyembuhkan gejala.
5)
Berikan albumin untuk mengatur tekanan osmotic.
4. Peritoneovenus shunt dilakukan bagi pasien yang resiten dengan berbagai pengobatan lainnya.
92
1)
Komplikasi infeksi bakteri, shunt obstruction, koagulopati intravascular.
5. Obati keluhan simptomatik seperti terapi nyeri dan antiemetik 6. Obati masalah lain berhubungan dengan gagal hati. Komplikasi 1. Hiponatremia 2. Perdarahan varies usovagus 3. Koagulopati 4. Peritonitis bakteri spontan 5. Ensepalopati hepatic, yang dapat dipredisposisikan oleh pemakaian sedasi, diet tinggi protein, sepsis, atau ketidakseimbangan nutrisi.
Pengkajian keperawatan 1. Kaji riwayat faktor predisposisi seperti penyalahgunaan alcohol, hepatitis, atau penyakit biliaris. Kaji pola masukan alcohol. 2. Kaji status mental melalui interview dan interaksi dengan pasien. 3. lakukan pemeriksaan abdomen, kaji asites. 4. Amati setiap perdarahan. 5. Kaji berat badan setiap hari dan lingkar perut.
Diagnosis Keperawatan 1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara umum, penurunan massa otot ditandai dengan: DS: melaporkan kelelahan; DO: 1) lemah, 2) lelah, sulit beraktivitas, 3)
93
frekuensi jantung (FP) dan tekanan darah abnormal saat beraktivitas, 4) Perubahan gambaran elektrokardiografh (EKC) akibat aritmia atau iskemik, 5) Sesak nafas. 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, dan gangguan saluran pencernaan ditandai dengan DS: melaporkan tidak ada nafsu makan dan mual; DO: 1) Jumlah makanan yang dimakan tidak sesuai anjuran, 2) BB < 20% berat badan ideal, 3) pucat pada konjuctiva dan mukosa membrane, 4) otot lemah , 5) distensi abdomen, 6) muntah, 7) peristaltic usus meningkat. 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan status imunologi, edema dan nutrisi yang buruk ditandai dengan DS: melaporkan badan bengkak, DO: 1) edema pada tungkai, 2) asites 4. Resiko cidera berhubungan dengan perubahan mekanisme pembekuan dan hipertensi portal ditandai dengan DS: 1) melaporkan berjalan sempoyongan; DO 1) gangguan keseimbangan, 2) otot lemah, 2) lemah 3) perubahan tekanan darah, 4) perubahan status mental, 5) abnormal hasil laboratorium, 6) perdarahan usofagus, 7) asites 5. Gangguan memori berhubungan dengan gangguan fungsi hati
dan peningkatan nilai
ammonia serum ditandai dengan DS: melaporkan lupa; DO: 1) tidak mampu memanggil informasi, 2) tidak mampu mengingat informasi baru, 3) tidak mampu belajar dan menguasi keterampilan, 4) tidak mampu melakukan kegiatan, 5) pelupa, 6) Abnormalitas fungsi hati, 7) Ketidakseimbangan elektrolit, 8) Biobsi hati didapatkan destruksi dan fibrosis jaringan hati, 9) Scan hepar menunjukkan abnormalitas ketebalan dan massa hati, 10)CT scan menentukan ukuran hepar dan nodus permukaan yang tak teratur, 11) Pemeriksaan enzim menunjukkan kerusakan hati, yaitu: kadar alkali fosfatase, AST (SGOT) serta (ALT (SGPT) meningkat dan kadar kolinesterase serum dapat menurun,12) MRI dan pemindai radioisotope hati
94
memberikan informasi tentang pembesaran hati dan aliran darah hepatic serta obstruksi aliran tersebut, 13) hati teraba berjonjot-jonjot, dan nyeri tekan.
Rencana Asuhan Keperawatan Diagnosis Keperawatan 1 Nursing Outcomes Clasification (NOC) Klasifikasi hasil keperawatan NOC 2. Endurance (daya tahan) NOC 3. Energy concervation (konservasi tenaga) NOC 4.Self care: Activities of Daily Living (Merawat diri sendiri: aktivitas sehari-hari) NOC 4. Self care: Activities of Daily Living: Instrumental of Daily Living: Merawat diri sendiri: melakukan instrument dalam melakukan aktivitas sehari-hari mplementation of Nursing care Plan Diagonis 1 NOC 1.Activity tolerance (Toleran terhadap aktivitas) Indikator: 1) Saturasi oksigen dalam rentang yang diharapkan sebagai respon terhadap aktivitas
2) FJ dalam rentang yang diharapkan: bayi baru lahir 70-170x/mt; 1 tahun 60-160x/mt; 2 tahun 80130 x/mt; 4 tahun 80-120x/mt; 6 tahun 75-115x/mt; 8 tahun 70-110x/mt; 10 tahun 70-110x/mt; 12 tahun pria 65-105x/mt, wanita 70-110x/mt; 14 tahun: pria 60-100x/mt, wanita 65-105x/mt; 16 tahun: pria 50-90 x/mt, wanita 60-100 x/mt; 18 tahun: pria 50-90x/mt, wanita 55 -95x/mt; dewasa sama dengan usia 13 tahun: lansia sama dengan usia 1`8 tahun (Erb et al, 1983) sebagai respons terhadap aktivitas.
3) PP dalam rentang yang diharapkan: bayi baru lahir 35x/mt; 1 tahun 30x/mt; 2 tahun 25x/mt; 4 tahun 23 x/mt; 6 tahun 21x/mt; 8 tahun 20x/mt; 10 tahun 19x/mt; 12 tahun pria 19x/mt; 14 tahun
95
18x/mt; 16 tahun: 17 x/mt; 18 tahun 17 x/mt; dewasa 18x/mt: lansia > 16 (Erb et al, 1983) sebagai respons terhadap aktivitas.
4) TD Sistolik dalam rentang yang diharapkan: bayi baru lahir 60-90; 1 tahun 65-125; 2 tahun 75100; 4 tahun 80-120; 6 tahun 85-115; 8 tahun 90-120; 10 tahun 95-125; 12 tahun pria 95-135; 14 tahun 100-140; 16 tahun: 100-140; 18 tahun 100-140; dewasa : 110-140; lansia: sama dengan dewasa (Erb et al, 1983) sebagai respons terhadap aktivitas.
5) TD Diastolik dalam rentang yang diharaphan: bayi baru lahir 30-60; 1 tahun 40-90; 2 tahun 40-90; 4 tahun 45-85; 6 tahun 50-60; 8 tahun 50-65; 10 tahun 50-70; 12 tahun pria 50-70; 14 tahun 50-70; 16 tahun: 50-70; 18 tahun 70-70; dewasa : 60-80; lansia: sama dengan dewasa (Erb et al, 1983) sebagai respons terhadap aktivitas. 6) Gambaran ECG normal 7) Warna kulit tidak pucat, kebiruan 8) Usaha bernafas terahdap respon aktivitas 9) Berjalan ditempat 10
Berjalan pada jarak tertentu
11) Kuat 12) Melaporkan melakukan aktivitas sehari-hari. 13) Mampu berbicara ketika melakukan latihan. 14) Melaporkan tidak lelah.
Nursing intervention classification (NIC) 1. Terapi aktivitas
96
1)
Kolaborasi dengan ahli terapi kerja, fisik, dalam perencanaan dan monitoring program aktivitas jika diindikasikan.
2)
Tentukan komitmen pasien untuk meningkatkan frekuensi aktivitas.
3)
Atur waktu istirahat pasien
4)
Monitor emosional, fisik, sosial, dan respons spitirual terhadap aktivitas.
5)
Observasi FJ; FP;TD; ECG
2. Terapi oksigen 1) Bersihkan mulut dan sekresi trakea jika diindikasikan 2) Pasang tanda dilarang merokok. 3) Atur kepatenan jalan nafas. 4) Atur perlengkapan oksigen dan berikan melalui system tekanan pelembab. 5) Berikan oksigen sesuai anjuran. 6) Monitor aliran oksigen. 7) Monitor posisi peralatan oksigen. 8) Instruksikan pasien tentang pentingnya pemakaian oksigen. 9) Cek peralatan oksigen untuk meyakinkan konsentrasi oksigen sesuai terapi 10) Lepaskan peralatan oksigen dari masker jika peralatan dipindahkan. 11) Monitor kemampuan pasien terhadap aktivitas ketika oksigen dihentikan. 12) Lepaskan peralatan oksigen dari masker ke hidung selama makan, sesuai toleransi pasien. 13) Observasi hipoventilasi sebagai tanda kekurangan oksigen. 14) Monitor tanda keracunan oksigen dan absorbsi atelektasis. 15) Monitor peralatan oksigen untuk meyakinkan peralatan tidak sesuai pernafasan pasien.
97
16) Monitor kecemasan pasien. 17) Monitor luka lecet pada kulit akibat pemakaian alat oksigen. 18) Pasang oksigen ketika pasien dipindahkan. 19) Instruksikan pasien untuk menggunakan oksigen sebelum melakukan perjalanan atau menginap pada dataran tinggi 20) Konsultasi dengan petugas kesehatan tentang penggunaan oksigen selama melakukan aktivitas atau tidur. 21) Instruksikan pasien dan keluarga tentang penggunaan oksigen di rumah. 22) Atur penggunaan peralatan oksigen yang memfasilitasi mobilitas dan ajarkan kepada pasien. 23)Gunakan peralatan oksigen lainnya untuk meningkan kenyamanan.
3. Dukungan spiritual 1) Terbuka dengan harapan pasien akan kesendirian dan kelemahannya. 2) Berikan bimbingan rohani melalui tokoh agama (pastor, ustat, pendeta) 3) Dukung dengan peralatan spiritual. 4) Rujuk ke penasehat spiritual 5) Gunakan tknik klarifikasi untuk membantu menjelaskan keyakinan dan pasien dan nilai-nilai. 6) Dengarkan keluhan pasien. 7) Tunjukkan rasa empati dengan perasaan pasien. 8) Fasilitasi pasien menggunakan medikasi, dan tingkatkan waktu berdoa atau ritual spiritual. 9) Yakinkan pasien bahwa perawat akan menemani saat-saat kesepian. 10) Terbuka dengan perasaan tentang penyakit pasien dan kematian. 11) Bantu pasien untuk mengekspresikan dan menghilangkan perasaan marah.
98
Rencana Asuhan Keperawatan Diagnosis Keperawatan 2 Nursing Outcomes Clasification (NOC) Klasifikasi hasil keperawatan : NOC 1. Status nutrisi (1004) NOC 2. Status nutrisi: Masukan makanan dan cairan (1008) NOC 3.Status nutrisi: masukan nutrisi (1009) (skala 0-5) NOC 4.Kontrol berat badan NOC lain yang berhubungan: 1. Eliminasi buang air beras 2. Daya tahan 3. Pengetahuan: diit 4. Status nutrisi: Nilai biokinmia 5. Status nutrisi: Massa tubuh 6. Status nutrisi: Tenaga
7. Fungsi sensori: taste & smell
Implementation of Nursing care Plan Diagonis 1 NOC 1. Status nutrisi (1004) Indikator: 1) Masukan nutrisi cukup 2) Masukan makanan dan cairan seimbang dalm 24 jam 3) Massa tubuh: berat badan; lingkar lengan trisep; lingkar subklavikula; pinggang/pinggul seimbang; leher/pinggang seimbang; Persentase lemak tubuh; persentil kepala; persentil tinggi badan; persentil berat badan sesuai.
99
4) Berat badan stabil
5) Nilai biokimia normal (Albumin serum: dewasa 3,5-5,0 g/dL, Anak: Bayi baru lahir 2,9-5,4 g/dL, Bayi 4,4-5,4 g/dL; Anak 4,5-5,8/dL; Prealbumin serum: >15 g/dL; Hematokrit: Pria 40%-50%, 0,40-0,54 (unit SI), Anak: Bayi baru lahir 44%-65%, Anak: 1-3 tahun 29%-40%, 4-10 tahun 31%43%; Hb: Dewasa: Pria 13,5-18 g/dL, Wanita 12-16 g/dL; hitung limposit; total iron binding capacity; Glukosa darah: Gula darah puasa: Dewasa: serum/plasma 70-110 mg/dL, whole blood 60-100 mg/dL, Anak: Bayi baru lahir 30-80 mg/dL, Anak: 60-100 mg/dL, Lansia: serum70120 mg/dL, Gula darah post pandial (setelah makan/PPBS): Dewasa: serum/plasma <140mg/dL/2 jam, darah < 120 mg/dL/2jam, Anak: ,120 mg?dL/2jam, Lansia:serum < 60 mg/dL/2jam; darah <140 mg/dL/2jam; Kolesterol darah (serum): Dewasa <200 mg/dL, Anak: bayi 90-130 mg/dL, Anak 2-9 thaun 130-170 mg/dL; Trigliserid darah (serum): Dewasa 12-29 tahun 10-140 mg/dL, 30-39 tahun 20-150 mg/dL, 40-49 tahun 30-160 mg/dL, >50 tahun 40-190 mg/dL atau 0,44-2,09 mmol/L (unit SI), Anak : Bayi 5-40 mg/dL, Anak 5-11 tahun 10-135 mg/dL; serum transferin; urea nitrogen urin.
Iintervensi Keperawatan 1)
Penatalaksanaan nutrisi (1)
Kaji makanan yang tidak alergi atau alargi bagi pasien.
(2)
Kaji makanan kesukaan pasien.
(3)
Tentukan diit pasien melalui kolaborasi dengan ahli gisi sesuai program, sejumlah kalori dan jenis nutrisi (diit sirosis hepatis)
(4)
Tingkatkan masukan nutrisi kalori sesuai jenis tubuh dan gaya hidup
(5)
Tambahkan snac (seperti buah segar/jus buah) sesuai program.
100
(6)
Berikan buah berwarna cerah, makanan segar sesuai program.
(7)
Yakinkan bahwa makanan yang mengandung tinggi serat mencegah konstipasi.
(8)
Tawarkan herbal dan bumbu sebagi pengganti garam.
(9)
Berikan pasien tinggi kalori, protein sedang.
(10)
Ajarkan pasien bagimana menyimpan makanan kering.
(11)
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana membutuhkannya.
(12)
Bantu pasien menerima program nutrisi (diit sirosis hepatic) sesuai kebutuhan
(13)
Ukur berat badan pasien dalam interval waktu.
NOC 2. Status nutrisi: Masukan makanan dan cairan (1008) Indikator: 1) masukan makanan peroral adekuat 2) makanan melalui NGT adekuat 3) Masukan cairan peroral adekuat 4) Masuak cairan adekuat 5) Masukan TPN (Total parenteral nutrition) adekuat
Nursing intervention classification (NIC) 2)
Penatalaksanaan nutrisi (1)
Kaji makanan yang tidak alergi atau alargi bagi pasien.
(2)
Kaji makanan kesukaan pasien.
(3)
Tentukan diit pasien melalui kolaborasi dengan ahli gisi sesuai program, sejumlah kalori dan jenis nutrisi (diit sirosis hepatis)
(4)
Tingkatkan masukan nutrisi kalori sesuai jenis tubuh dan gaya hidup
101
(5)
Tambahkan snac (seperti buah segar/jus buah) sesuai program.
(6)
Berikan buah berwarna cerah, makanan segar seduai program.
(7)
Yakinkan bahwa makanan yang mengandung tinggi serat mencegah konstipasi.
(8)
Tawarkan herbal dan bumbu sebagai pengganti garam.
(9)
Berikan pasien tinggi kalori, protein sedang.
(10)
Ajarkan pasien bagaimana menyimpan makanan kering.
(11)
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana membutuhkannya.
(12)
Bantu pasien menerima program nutrisi (diit sirosis hepatic) sesuai kebutuhan
(13)
Ukur berat badan pasien dalam interval waktu.
(14)
Lakukan perawatan mulut sebelum makan.
(15)
Beriakn dan ajarkan cara minum obat mual, muntah, diare atau konstipasi.
Intervensi Keperawatan 1. Tahap diit 2. Eating disorder managemen 1) Kolaborasi dengan ahli gisi 2) Rujuk ke tim perawatan untuk menentukan target BB, jika pasien tidak direkomendasikan berat badan rata-rata sesuai usia dan postur tubuh. 3) Tentukan penambahan BB setiap hari 4) Rujuk ke ahli gisi untuk menentukan masukan kalori setiap hari dan untuk mencapai BB yang diinginkan. 5) Ajarkan konsep makanan bergisi, dan nutrisi sirosis hepatic. 6) Bantu pasien mendiskusikan makanan diit dengan ahli gisi.
102
7) Ukur berat badan secara teratur. 8) Monitor parameter psikososial (seperti: tanada vital, dan nilai elektrolit) sesuai kebutuhan. 9) Monitor masukan dan keluaran cairan. 10) Monitor masukan kalori setiap hari. 11) Batasi makanan sesuai jadwal. 12) Amati pasien selamaa dan sesudah makan. 13) Monitor perilaku pasien berhubungan dengan makan, penurunan berat badan (BB), penurunan BB. 14) Berikan dukungan (terapi relaksasi, dengarkan keluhan pasien) 15) Batasi aktivitas fisik pasien. 16) Bantu pasien meningkatkan harga diri. 17) Kaji kembali protocol program beret badan (sesuai targeta) 3. Penatalaksanaan cairan. 1) Ukur berat badan setiap hari. 2) Laporan masukan dan haluaran secara akurat. 3) Pasang kateter urin, jika memungkin. 4) Monitor status cairan (misalnya kelembaban mukosa, nadi, (TD ortostik) jika memungkinkan. 5) Monitor hasil laboratorium berhubungan dengan retensi cairan. (misalnya peningkatan BJ urin, peningkatan BUN, penurunan hematokrit, dan peningkatan nilai osmolalitas urin). 6) Monitor status hemodinamik meliputi CVP, MAP, PAP, PCWP, jika memungkinkan. 7) Monitor tanda vital sesuai kebutuhan. 8) Monitor perubahan berat badan pasien sebelum dan sesudah dialysis, jika diperlukan. 9) Monitor makanan dan cairan dan hitung jumlah masukan kalori, jika memungkinkan.
103
10) Berikan terapi IV sesuai yang diresepkan. 11)Berikan cairan sesuai kebutuhan. 12) Berikan diretik yang diresepkan sesuai kebutuhan. 13) Berikan cairan infuse pada ruang ber AC. 14) Intruksikan pasien puasa sesuai kebutuhan. 15) Berikan terapi pengganti melalui NGT berdasarkan haluaran. 16) Distribusikan masukan cairan lebih dari 24 jam sesuai kebutuhan. 17) Beritahu anggota keluarga untuk membatu pasien makan sesuai kebutuhan. 18) Monitor respon pasien terhadap terapi elektrolit. 19) Konsul ke dokter jika terdapat tanda kelebihan volume cairan. 20) Persiapkan terapi transfuse (periksa darah pasien dan infuse set), sesuai kebutuhan. 21) Berikan transfuse (platelet dan plasma segar), jika dibutuhkan. 4. Monitoring cairan 5 .Penatalaksanaan nutrisi 1) Terapi nutrisi 2) Konseling nutrisi 3) Monitor nutrisi 4) monitor tanda vital 6. Bantu menaikkan BB (1240) 1) Penatalaksanaan BB (1260) (1) Diskusikan dengan pasien hubungan antara masukan makanan, olahraga, penambahan BB, dan penurunan BB. (2) Diskusikan dengan pasien kondisi medis yang berdampak terhadap BB.
104
(3) Diskusikan dengan pasien kebiasaan, tradisi, budaya, dan keturunan
yang
mempengaruhi berat badan. (4) Diskusikan dengan pasien resiko yang berhubungan dengan kelebihan ataukekurangan berat badan. (5) Motivasi pasien untuk merubah kebiasaan makan. (6) Tentukan BB ideal pasien. (7) Bersama pasien menentukan metode untuk melaporkan masukan makanan sehari-hari. (8) Bantu pasien menulis tujuan nyata dari masukan makanan setiap minggu, latihan dan tunjukkan mereka tempat dimana mereka dapat melihat kembali catatan setiap hari. (9) Bantu pasien menggambarkan berat badan setiap hari (grafik) (10)Informasikan kepada pasien mengenai kelompok yang dapat membantu penatalaksanaan berat badan (11) Bantu merencakanan makanan seimbang konsisten dengan kebtuhan tenaga
NOC 3.Status nutrisi: masukan nutrisi (1009) (skala 0-5) Indikator: 1. Masukan kalori adekuat (skala 5) 2. Masukan protein adekuat (skala 5) 3. Masukan karbohidrat adekuat (skala 5) 4. Masukan vitamin adekuat (skala 5) 5. Masukan mineral adekuat (skala 5) 6. Masukan zat besi adekuat (skala 5) 7) Masukan kalsium adekuat (skala 5) 9) Masukan zat nutrisli lainnya adekuat (skala 5)
105
Rencana Asuhan keperawatan Diagnosis Keperawatan 3 Nursing Otcomes Clasiffication (NOC) NOC 1. Integratitas jaringan: Kulit dan mukosa membrane. NOC 2. Penyembuhan luka: Primary intention. NOC 3. Penyembuhan luka: Secondary intention NOC lainnya yang berhubungan 1. Dialysisi acces integrity 2. Keseimbangan cairan 3. Konsekuensi imobilitas: Psikososial 4. Status nutrisi 5. Perawatan diri: Kebersihan 6. Termoregulasi 7. Termoregulasi: Neonatal 8. Perfusi jaringa: Perifer 9. Perilaku pengobatan: Penyakit atau trauma
Implementasi Perencanaan Asuhan Keperawatan Diagnosis Keperawatan 3 NOC 1: Integratitas jaringan: Kulit dan mukosa membrane. Indikator: Temperatur (suhu badan) dalam batas yang diharapkan (hangat, tidak panas, tidak dingin) 1. Sensasi dalam batas yang diharapkan (merasakan panas, dan dingn, dan nyeri) 2. Elastisitas kulit dalam batas yang diharapkan (tidak edema, tidak keriput)
106
3. Hidrasi (status cairan) dalam batas yang diharapkan (tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi: mukosa mulut kering, torgor kulit jelek; melaporkan kencing cukup; melaporkan dadan tidak panas; ubun-ugun tidak cekung pada bayi, mata tidak cekung; tidak edema,;tidak ada asites; bunyi pernafasan normal) 4. Perspirasi dalam batas yang diharapkan 5. warna kulit dalam batas yang diharapkan (tidak pucat, tidak biru, tidak kuning, serta kemerahan) 6. Tekstur kulit dalam batas yang diharapkan. 7. Ketebalan kulit dalam batas yang diharapkan 8. Perfusi jaringan dalam batas yang diharapkan 10.Pertumbuhan rambut pada kulit dalam batas yang diharapkan 11. Kulit utuh (tidak ada luka lecet, luka tergores)
IIntervensi Keperawatan 1. Mandikan pasien 2. Atur posisi (tinggikan kaki yang edema) 3. Lkukan perawatan luka tekan (dekubitus) 4. Cegah luka tekan (balik posisi pasien setiap 2 jam) 5. Lakukan perawatan kulit 6. Monitoring elektrolit 7. Tingkatkan latihan 8. Penatalaksanaan cairan dan elektrolit 9. Cegah perdarahan
107
10.Perawatan kulit (mandi tanpa sabun dan gunakan pelembab) 11.Nasehatkan pasien untuk memotong kuku Rencana Asuhan Keperawatan Diagnosis Keperawatan 4 Nursing Otcomes Clasiffication (NOC) NOC 1. Pengetahuan: keamanan anak NOC 2. Pengetahuan: Keamanan individu NOC 3. Status neurology NOC 4. Pengasuhan anak: Keamanan social NOC 5. Pengawasan terhadap resiko (Risk control) NOC 6. Pengawasan terhadap resiko: Kerusakan pendengaran NOC 7. Pengawasan terhadap resiko: Kerusakan visual NOC 8. Deteksi Resiko (Risk detection) NOC 9. Perilaku keamanan: Pencegahan jatuh NOC 10. Perilaku keamanan: Lingkungan fisik rumah NOC 11. Periku: Individu NOC 12. Status: Terjatuh NOC 13. Status: Trauam fisik NOC 12. Pengawasan terhadap gejala
Implementasi Perencanaan Asuhan Keperawatan Diagnosis Keperawatan 4 NOC 5. Pengawasan terhadap resiko (Risk control) Intervensi keperawatan 1. Monitor status kesehatan
108
2. Catat perubahan status kesehatan 3. Monitor faktor resiko perilaku individu terhadap sirosis hepatis 4. Komitmen terhadap strategi pengawasan resiko sirosis hepatis 5. Berpartisipasi dalam skrining sirosis hepatis 6. Gunakan data individu untuk mengontrol resiko sirosis hepatis 7. Cegah trauma akibat perdarahan 1)
Amati feses, muntah (warna, konsistensi, jumlah, dan periksa setiap perdarahan)
2)
Awasi gejala cemas, kembung, kelemahan, dan sulit istirahat yang mengindikasikan perdarahan lambung.
3)
Amati perdarahan internal: ekimosis, pembesaran pembuluh darah leher, epestaksis, petekie, perdarahan gusi.
4)
Tenangkan pasien dan batasi aktivitas jika terjadi perdarahan.
5)
Berikan vitamin K (AquaMEPHYTON) sesuai yang diresepkan.
6)
Observasi ketat selama fase perdarahan.
7)
Ajarkan dan berikan protocol pencegahan trauma: atur lingkungan yang aman, gunakan sikat gigi yang lembut, Anjurkan mengkonsumsi tinggi vitamin C
8)
Gunakan jarum halus untuk injeksi.
Rencana Asuhan keperawatan Diagnosis Keperawatan 5 Nursing Oucomes Clasiffication (NOC) NOC 1. Kemampuan kognitif NOC 2. Kemampuan orientasi NOC 3. Konsentrasi
109
NOC 4. Membuat keputusa NOC 5. Distorted thought control NOC 6. Identifikasi NOC 7. Proses informasi NOC 8. Proses informasi NOC 9. Memori NOC 10.Status neurology NOC 11. NOC lain yang berhubungan 1) Pengawasan terhadap glukosa darah 2) Keseimbangan asam-basa 3) Keseimbangan cairan 4) Pencegahan: Status social 5) Status respirasi: pertukaran gas 6) Pengawasan resiko: Penggunaan alcohol 7) Kontrol resiko: Pemakaian obat 8) Perilaku keamanan: Pencegahan jatuh 9) Perilaku kenyamanan: Lingkungan fisik rumah 10) Perilaku kenyamanan: individu 11) Termoregulasi
Implementasi Perencanaan Asuhan Keperawatan Diagnosis Keperawatan 5 NOC 1. Kemampuan kognitif Indikator: 1. Berkomunikasi dengan jelas sesuai tingkat usia dengan baik dan benar
110
2. Menunjukkan control terhadap pemilihan situasi dan kejadian dengan baik dan benar 3. Attentivenssdengan baik dan benar 4. Konsentrasi dengan baik dan benar 5. Orientasi baik dan benar (orang, tempat dan waktu) 6. Menunjukkan meori dengan cepat baik dan benar 7. prose informasi baik dan benar 8. memilih alternative ketika membuat pilihan dengan baik dan benar 9. Membuat keputusan yang tepat dengan baik dan benar
Intervensi keperawatan 1. Feeding 1) Berikan diit sirosos hepatis, batasi masukan protein jika amonia serum meningkat untuk mencegah ensefalopati hepatic. Monitor nilai ammonia). 2) Lakukan perawatan oral sebelum makan 3) identifikasi kemampuan pasien menelan makanan. 4) Minta pasien memberitahu jika sudah selesai makan. 5)
Beritahu keluarga untuk membantu pasien makan..
2. Tingkatkan perfusi jaringan otak (2550) 3. Penatalaksanaan dimensia (6460) 4. Penatalaksanaan lingkungan (8480 ) 1) Kurangi rangsangan 2) Batasi pengunjung 3) Jaga suhu lingkungan pasien (hangat)
111
4) Beritahu keluarga untuk menjaga pasien 5) Jauhkan zat-zat berbahaya dari pasien 6) Rawat pasien dalam ruang isolasi 6) Lindungi pasien dari infeksi melalui teknik penatalaksanaan pencegahan infeksi dengan cara: mencucui tangan dengan sabun/cairan desinfekatan sebelum dan sesudah menyentuh pasien, menggunakan masker, sarung tangan karet seteril pada saat melakukan tindakan invasif (menyuntik, memasang infuse, mengambil bahan laboratorium), dan menggunakan skor, serta sarung tangan karet bersih saat memandikan pasien.
7) Kaji tingkat kesadaran pasien menggunakan GCS (Respon membuka mata : 4 = Spontan, 3 = Dengan perintah, 2 = Dengan Nyeri ,1 = Tidak berespon; Respons normal (orientasi orang,
verbal: 5 = Bicara
waktu, tempat dan situasi), 4 = Kalimat tidak mengandung arti, 3 =
Hanya kata-kata saja, 2 = hanya bersuara saja, 1 = Tidak ada suara ; Respon motorik: 6 = Dapat melakukan semua perintah; Rangsang nyeri: 5=Melokalisasi Nyeri, 4=Menghindari Nyeri, 3 = Fleksi, 2 = Extensi, 1 =Tidak berespon) 8) Pasang pagar tempat tidur 9) Penatalaksanaan cairan – elektrolit: (1) Monitor masukan dan haluran cairan untuk mencegah dehidrasi dan hipokalemia (mungkin terjadi akibat pemakaian diuretic, yang diprediksi menjadi coma hepatikum) 10) Penatalaksanaan terapi (1) Berikan laktosa (cephulac) atau neomycin (Myciguen) melalui retensi enema atau NGT, sesuai anjuran, untuk menambah ammonia dan memperbaiki tingkat kesadaran. Evaluasi 1. Ambulasi selamaa 10 menit setiap jam
112
2. Toleran terhadap makanan (sedikit, sering) 3. Kulit tidak lecet 4. Tidak terjadi perdarahan: tidakditemukan darah dalam feses . 5. Pasien mengantuk, tetapi orientasi
113
BAGIAN VI
PENYAKIT KANDUNG EMPEDU DAN DUKTUS BILIARIS Penyakit/kelainan kandung empedu meliputi : Anomali Kongenital, Batu Empedu, Kolesistitis akut dan kronik, Penyakit saluran empedu, Trauma, stritur dan hemobilia, Kompresi ekstrinsik saluiran empedu, Paratisme hepatobiliaris, Kolangitis sklerotikans, Kolangiokarsinoma. Anomali congenital dapat dijumpai pada sekitar 10-20 pasien populasi, melipuputi kelainan jumlah, ukuran dan bentuk misalnya agenesis kandung empedu, duplikasi kandung empedu rudimenter atau raksasa dan divetrikula). Anomali kandung empedu berupa letak kadung empedu di sebelah kiri, kandung empedu intrahati, kandung empedu yang letak di belakang, dan yang terapun. Kandung empedu terapung merupakan faktor predisposisi torsio akut, volvulus atau herniasi kandung empedu.
A. BATU EMPEDU (KOLELITIASIS)
Pengertian Batu empedu (kolelitiasis, Kalkuli/kalkulus) adalah struktur kristal terbentuk dati pembekuan konstituen empedu normal dan abnormal.
Jenis batu empedu,
114
1. Batu kolesterol dan campuran ini teridri dan campuran membentuk sekitar 80% dan batu pigmen menyusun
2% sisanya. Batu kolesterol dan campuran biasanya mengandung kolesterol
monohidrat lebih dari 7% ditambah campuran garam kalsium, asam dan pigmen empedu, protein, asam lemak dan fosfolipid. 2. Batu pigmen terutama terbentuk dari kalsium bilirubinat yang mengandung kolesterol kurang dari 1%.
Mekanisme pembentukan empedu litogenik kolesterol (pembentukan batu)
1. Peningkatan sekresi empedu, dapat terjadi karena kegemukan, diit tinggi kalori, atau obat (misalnya klaofibrat) Peningkatan aktivitas hidroksimetilghlutarid-koenzim A (HMG_KoA) reduktase, suatu enzim yang menentukan kecepatanpembentukan kolesetrol hati.Gangguan konversi kolesetrol (pada sebagian pasien) menjadi asam empedu yang mengakibatkan peningklatan rata-rata kolesterol litogenik/asam empedu.Terbentuknya empedu litogenik dari penurunan sekresi garam-garam empedu dan fosfolipid oleh hati setelh terjadi gangguan sintesis hati (misalnya kesalahan bawaan metabolisme yang jarang: Xantomatosis cerebrotendinosus atau kelainan yang mempengaruhi sirkulasi enterohepatik konstituen ini (misalnya) aloimenbtasi parenteral jangka panjang atau penyakit atau reseksi ileum). Penurunana aktivitas kolestterol 7-α-hidroksilase, enzim penentu kecepatan sintesis asam empedu primer. Jadi kelebihan kolesterol empedu dalam hubungannya dengan asam empedu dan fosfolipid dapat disebabkan oleh hipersekresi kolesterol, hiposekresi asam empedu atau keduanya. Sementara kejenuhan kolesterol dalam empedu merupakan prasyarat pembentukan batu empedu, kejenuhan itu sendiri tidak cukup untuk menghasilkan presipiatsi kolesterol in vivo.
115
Sebagian orang dengan empedu yang sangat jenuh tidak mengalami batu empedu di dalam kandung empedu. Dua gangguan tambahan metabolisme asam empedu yang mungkin membantu penjenuhan empedu oleh kolesterol adalah 1) penurunan jumlah asam empedu, 2) peningkatan konversi asam kolat oleh cadangan asam deoksikolat disertai penggantian cadangan asam kolat oleh asam deoksikolat. Gangguan pertama dapat disebabkan oleh hilangnya asam empedu primer dengan cepat dari usus halus ke kolon. Gangguan kedua terjadi dari peningkatan dehidroksilasi asam kolat dan peningkatan penyerapan asam deoksikolat.
2. Kelainan kedua penting adalah gangguan pembentukan vesikel. BIasanya kolesterol dan disekresikan ke dalam empedu sebagai vesikel berlapis unilameler yang tidak stabil dan diubah bersama asam empedu menjadi agregat lipid lain misalnya misel. Selamaa pembentukan misel dari vesikel, lebih banyak fosfolipid daripada kolesterol yang dipindahkan ke misel campuran. Hal ini menyebabkan pembentukan vesikel lebih kaya kolesterol yang menyatu menjadi vesikel besar multilemeler tempat terbentuknya agregrasi kolesterol.
116
3. Nukleasi kristal kolesterol monohidrat, yang sangat dipercepat pada empedu litogenik, dibandingkan dengan deraajt kejenuhan kolesterol, lebih membedakan empedu normal dari empedu litrogenik. Percepatan nukleasi kolesterol nonhidrat dalam empedu dapat disebabakan peningkatan faktor pronukleasi atau defisiensi faktor antinukleasi. Glikoprotein musin dan non musin dan lisin fosfatidilkolin merupakaan faktor pronukleasi dan antinukleasi laian belum lengkap. Nukleasi kristal kolesterol monohidrat dan pertumbuhan kristal mungkin barlangsung di dalam lapisan gel musin. Fusi veseikel menyebabkan terbentuknya kristal kolesterol monohidrat. Pertumbuhan kristal yang terus menerus berlangsung melalui nukleasi langsung molekul kolesterol dari vesikel empedu uni-atau multilameler yang jenuh.
4. Kolesterol adalah endapan empedu. Endapan empedu adalah bahan mukosa kental yang pada pemeriksaan mikroskopik memperlihatkan kristal lesiti-kolesterol, kristal kolesterol monohidrat, kalsium bilirubinat, dan serat musin atau gel mukosa. Endapan empedu biasanya membentuk endapan mirip bulan sabit di bagian terbawa kandung empedu dan dikenali berdasarkan ekornya yang khas pada pemeriksaan ultrasonografi (USG). In vitro, (kristalkolesterolum) yang bercampur dengan mucus menghasilkan ekor yang dapat dibedakan dari endapan kandung empedu yang dijumpai pada pasien. Adanya endapan empedu mencerminkan dua kelainan: 1) keseimbangan normal antara sekresi dan eliminasi musin kandung empedu mengalami gangguan; dan 2) telah terjadi nukleasi zat-zat terlarut dalam empedu. Bahwa endapan empedu merupakan bentuk precursor dari penyakit batu empedu terbukti dari beberapa pengamatan. Jadi penyebab terjadinya batu empedu adalah: 1) penjenuhan empedu oleh kolesterol, 2) nikleasi kolesterol monohidrat diikuti oleh retensi kristal dan pertumbuhan batu, 3) gangguan motorik akndung empedu yang menyebabkan perlambatan pengosongan dan stasis, (4) lihat table 1..
117
Tabel 4. Faktor-faktor predisposisi untuk pembentukan batu kolesterol dan batu empedu berpigmen No. Jenis Batu empedu 1. Batu Kolesterol dan• Campuran
1.
Batu Pigmen
Faktor Predisposisi A. Demografi m Selatan > daripada Asia , kemungkinan familial, aspek herediter B. Obesitas • Kumpulan dan sekresi asam empedu yang normal tetapi peningkatanm sekresi kolesterol biliaris C. Penurunana Berat Badan • Molbilitas kolesterol jaringan menyebabkan peningkatan sekresi kolesterol biliaris sedangkan sekresi garam empedu enterohepatik menurun. D. Hormon Seks Perempuan • Estrogen merangsang reseptor lipoprotein hati, meningkatkan ambilan kolesterol makanan dan meningkatkan sekresi kolesterol biliaris • Estrogen alami, estrogen lainnya dan kontrasepsi oral menyebabkan penurunan sekresi garam empedu. E. Penyakit atauRreseksiIileum • Malabsorbsi asam empedu menyebabkan penurunan kelompok asam empedu dan penurunan sekresi garam empedu biliaris. F. Pertambahan Usia • Peningkatan sekresi kolesterol biliaris, penurunan ukuran kumpulan asam empedu dan penurunan sekresi garam empedu biliaris G. Hipomotilitas kandung empedu menyebabkan stasis stasisi dan pembentukan kotoran/feces • Nutrisi parenteral yang lama • Puasa • Kehamilan • Obat seperti okuerotida H. Terapi Klofibrat * Peningkatan sekresi kolestrol biliaris I. Macam-macam • Diabetes mellitus • Diet Tinggi Kalori, tinggi lemak A. Demografi B. Hemolisis kronik C. Sirosis alkoholik D. Infeksi saluran empedu kronik, infestasi parasit E. Pertambahan usia
Sumber: Asdie A.H, 2000-. Harison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam: 1690. EGC. Jakarta
Tabel 5. Evaluasi diganostik kandung empedu
118
No I.
Keuntugan Diagnostik Ultrasonografi Hepatobiliaris (HBUS) 1) Cepat
2)
Sekaligus melakukan pemindaian terhadap kandung empedu, hati, saluran empedu yang melebar
3)
Tidak dibatasi oleh ikterus, kehamilan Pemandu biopsy jarum halus
4)
II
Computed Tomografhy (CT) 1) Sekaligus melakukan pemindaian terhadap kandung empedu, hati, saluran empedu, pancreas
2) 3) 4) 5)
III.
IV
Identifikasi akurat saluran empedu yang melebar Tidak dibatasi oleh ikterus, uadara, kegemukan, asites. Citra beresolusi tinggi Penanda bioposi jarum halus
Keterbatasan Diagnostik
Kontraindikasi
Kontraindikasi
1) 2)
Gas usus Kegemukan massif 3) Asites 4) Barioum 5) Obstruksi saluran empedu parsial 6) Visualisasi duktus koledukus Distal buruk
Tidak ada
Tidak ada
Tindakan awal pilihan untuk meneliti kemungkinan sumbatan empedu
1) Kakeksia Berat 2) Artefak akibat gerakan 3) lleus 4) Sumabatn saluran empedu parisal 5) Biaya tinggi 6) mungkin tidak tersedia
Kehamilan
Reaksi terhadap senyawa beriodium bila digunakan
1) Diindikasikan untuk evaluasi massa hati atau pancreas
1) Kehamilan 2) Koagulopati yang tidak dapat dikoreksi 3) Asites berat 4) Abses hati
1) Peradarahan 2) Hemofiloa
Kolangiogram pilihan bila saluran empedu mengalami dilatasi
1) Kehamilan
1) Pankreatitis
2) Pankreatitis akut? 3) Penyakit kardipulmoner berat?
2) Kolangitis, Sepsis 3) Pseudokista pancreas yang terinfeksi 4) Perforasi (jarang) 5) Hipoksemia, aspirasi
Kolangogram Transhepatik Perkutan (PTHC) 1) Sangat berhasil bila saluran empedu Saluran yang tidak mengalami dilatasi berdilatasi atau 2) Visualisasi saluran empedu mengalami striktura proksimal paling baik 3) Visualisasi system saluran kiri yang ntersumbat dapt terlihat terpisah 4) Sitologi/biakan empedu 5) Drainase transhepatik perkutis Kolangiopankreatogram Retrograde Endoskopik (ERCP) 6) Sekaligus melakukan pankreatografi 1) Sumbatan 7) Visualisasi/biopsy ampula dan gastroduodenum duodenum 2) Anastamosis enteri 8) Visualisasi saluran empedu distal biliaris roux en Y? terbaik 9) Sitologi empedu atau penkreas 10) Sfingterotomi endoskopik merupakan kemungkinan tindakan dan pengangkatan batu 11) Manometri empedu 12) Tidak dibatasi oleh asites, koagulopati, abses.
3) Peritonitis empedu 4) Bakteremia, sepsis
Komentar
2)Tindakan pilihan untuk memeriksa kemungkinan sumbatan empedu bila tidak dapat dilakukan USHB karena keterbatasan diagnostic
Kolangiogram pilihan pada: 1) Tidak adanya duktus yang melebar 2)Penyakit Pankreas , ampula, atau gastroduodenal? 3) Pembedahan saluran empedu sebelumnya KTHP gagal atau kontraindikasi 4) Spinkterektomi dan endoskopi
Sumber: Asdie A.H, (Editor), 2000. Harison Prinsip-Pronsip Ilmu Penyakit Dalam: 1690.EGC Jakarta
119
Gejala 1. Kolik biliaris (spesifk) 2. Peningkatan tekanan intralumen
3. Nyeri visera (nyeri hebat atau perih meningka\t di epigastrium atau kuadran kana atas abdomen menyebar ke daerah antarskapula, scapula kanan dan bahu. 4. Kolik dapat mendadak dan menetap serta sangat hebat. (1-4 jam) 5. demam/menggigilm
Terapi 1. Asimptomatik 2. Pembedahan (kolesistektomi 3. Terapi medis disolusi batu empedu 4. Litotripsi batu empedu
B. KOLESISTITIS AKUT DAN KRONIK Kolesistitis Akut Pengertian Kolesistitis akut adalah peradangan akut dinding kandung empedu terjadi akibat sumbatan ductus sistikus olah batu.
Faktor pencetus
120
1. Peradangan mekanis akibat tekanan intralumen dan regangan yang menimbulkan iskemia mukosa dan dinding kandung empedu.
2. Peradangan kimiawi akibat pelepasan lisolesitin (akibat kerja fosfolipase pada lesitin dalam empedu) dan faktor jaringan local lainnya. 3.
Peradangan bakteri yang mungkin berperan pada 50- 85 % pasien kolesistitis akut.
Organisme penyebab Tersering adalah Escherrichia Coli, spesies Klebsiella, Streptococcus grup D, spesies Stapilococcus, dan spesies Clostridium.
Gejala 1. serangan kolik biliaris (awal) 2. Neri kolesistisi dapat menyebar ke anatar scapula, skapul;a kanan atau baha. 3. Ikterik (jarang) 4. Mual dan muntah 5. Demam ringan Nyeri pada kuadran kanan atas abdomen. Diagnosis ditegakkan dengan 1. Riwayat penyakit
2. Pemeriksaan fisik (Triad: nyeri akut kuadran kanan atas abdomen, demem, leukositosis berkisar anatara 10.000-15.000 sel per mikroliter dengan pergeseran ke ki kiri pada hitung jenis: bilirubin serum sedikit meningkat (< 85,5 µ mol/L); peningkatanmsedang aminotransferase serum (dari 5 kali lipat) 3. USG menunjukkan batu (90-95% kasus)
121
Terapi Anjuran Pembedahan (bila memungkinkan)
Kolesistitis Akalkulus Faktor resiko
1. Luka bakar yang serius 2. Pasca persalinan yang memnejang 3. Vaskulitis 4. Adenokarsinoma kandung empedu 5. Diabetes mellitus 6. Torsi kandung empedu 7. Infeksi bakteri kandung empedu
8. Leptospira, streptokokus, Salmonela, Vibrio Cholera (jarang)
Penyakit yang menyertai 1. Sarkoidosis, 2. penyakit kardiovaskuler 3. Tuberkulosis 4.Sifilis 5.Aktinomikosis
Komplikasi
122
1. Empiema terjadi akibat kolesistitis akut dengan sumbatan duktus sistikus persisten menjadi superinfeksi empedu yang tersumbat disertai kuman-kuman pembentuk pus. Gambaran klinis mirip dengan kolangitis: demam tinggi, nyeri hebat kuadran kanan atas, leukositosis berat, ku lemah (sering), resiko sepsis gram negative (dan atau perforasi). Terapi: bedah darurat dan mpemberian antibiotic yang memadai stelah diagnosis.
2. hidrops atau mukokel kandung empedu terjadi akibat sumbatan berkepanjangan duktus sistikus, biasanya oleh sebuah kalkulus besar .. Dalam keadaan ini, lumen kandung empedu yang tersumbat secara progressif mengalami pergangan oleh mucus (mukokel) atau cairan transudat jernih (hidrops) yang dihasilkan oleh sel-sel epitel mukosa. Pemeriksaan fisis sering teraba massa tidak nyeri yang mudah dilihat dan diraba menonjol dari kuadran kanan atas menuju fosa iliaka kanan, nyeri kronik kuadran kanan atas abdomen (dapat terjadi). Terapi: Kolesistektomi. Komplikasi: empiema, perforasi, dan gangrene.
Gangren dan Perforasi Gangren kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan nekrosis bebercak atau totak. Kelainan yang mendasari adalah distensi kandung empedu, vaskulitis, DM, empiema atau torsi. . Terapi: kolesistektomi dan drain abses. Komplikasi Perforasi (dapat menyebabkan kematian), dekompresi kandung empedu akibat regangan
Pembentukan Fistula dan Ileum batu Empedu
123
Fistulasi dalam organ yang berdekatan melekat pada dinding kandung empedu akibat implamasi dan pembentukan pelekatan . Fistula dalam duodenum sering disertai oleh fistula yang melibatkan fleksura hepatica kolon, lambung, atau duodenum, dinding abdomen, dan pelvis ginjal. Fistual enteric bilaris tenag (diam) secara klinis terjadi sebagai komplikasi kolesistitis kronik. . Fistula kolesistoenteritik asimptomatik percabangan biliaris
kadang didiagnosis dengan temuan gas dalam
pada foto polos abdomen. Terapi. Kolesistektomi, eksplorasi duktus
koledukus, dan penutupan saluran fistula. Ileus batu ermpedu menunjukkan pada obstruksi intestinal mekanik. Yang diakibatkan oleh lintasan batu empedu yang besar ke dalam lumen Tempat terjepit batu biasanya pada katub ileoseka. Diagnostis ditegakkan dengan pemeriksaan foto polos abdomen (misalnya ditemukan obstruksi usus kecil dengan dengan gas dalam percabagan biliaris, dan batu empedu ektopik berkalsifikasi). Atau gejala gastrointestinal atas (fistula kolesistoduodenum) dengan obstruksi usus kecil pada katub eileosekal. Terapi: Laparatomi dengan enterilitotomi dan palpasi usus yang lebih proksimal dan kandung empedu yang teliti untuk menyingkirkan batu lainnya.
Empedu Limau (Susu Kalsium) dan Kandung Empedu Porselin Garam kalsium mungkin disekresi ke dalam lumen kandung empedu dalam konsentrasi yang cukup untuk membantu pengendapan kalsium dan opasifikasi empedu yang difuss dan tidak jelas atau efek pelapis pada rongenografi polos abdomen.. Terapi Kolesistekromi.
Terapi Kolsistitis
1. terapi medis 2. Hospitalisasi
124
3. Pusakan dan pasang naso gastric tuba (NGT) untuk pengisapan
4. Perbaiki kekurangan elektrolit 5. Obat: Meperidin atau pentazosin (analgesia); ampisilin, sefalosporin, Ureidopenisilin, atau aminoglokosida; Pada pasien DM atau menunjukkan gejala sepsis, kombinasi pemberian antibiotic. 6. Terapi pembedaha n(kolesistektomi).
Waktu pelaksanaan Pembedahan 1. Bagi pasien kolesisytitis akut dengan komplikasi (24-72 jam) 2. Pelaksanaan pembedahan ditunda bagi pasien dengan: kondisi medis keseluruhan memiliki resiko besar bila segera dilakukan operasi pasien yang didiagnosis kolesistitis akut masih meragukan,
Komplikasi Pasca Kolesistektomi 1. Atelektasis 2. Gangguan paru lainnya 3. Pembentukan abses 4. KebocoraN EMPEDU 5. Bekuan darah intraduktus atau tekanan ekstrinsik.
Pencegahan Komplikasi Lakukan Kolangiografi intraoperatif sewaktu sistsktomi
125
C. Kolestasis Definisi Kolestasis adalah berkuranganya atau terhentinya aliran empedu.
Penyebab Gangguan aliran empedu bisa terjadi di sepanjang jalur antara sel-sel hati dan usus dua belas jari (duodenum, bagian paling atas dari usus halus). Meskipun empedu tidak mengalir, tetapi hati terus mengeluarkan bilirubin yang akan masuk ke dalam aliran darah. Bilirubin kemudian diendapkan di kulit dan dibuang ke air kemih, menyebabkan jaundice (sakit kuning). Untuk tujuan diagnosis dan pengobatan, penyebab kolestasis dibagi menjadi 2 kelompok: 1. Berasal dari hati: 1) Hepatitis, 2) Penyakit hati alkoholik, 3) Sirosis bilier primer, 4) Akibat obatobatan, 5) Akibat perubahan hormon selama kehamilan (kolestasis pada kehamilan). 2. Berasal dari luar hati: 1) Batu di saluran empedu, 2) Penyempitan saluran empedu, 3) cancer saluran empedu, 4) cancer pancreas, 5) Peradangan pankreas.
Gejala 1. Jaundice dan air kemih yang berwarna gelap merupakan akibat dari bilirubin yang berlebihan di dalam kulit dan air kemih. 2. Tinja terkadang tampak pucat karena kurangnya bilirubin dalam usus. 3. Tinja juga bisa mengandung terlalu banyak lemak (stetore), karena dalam usus tidak terdapat empedu untuk membantu mencerna lemak dalam makanan. 4. Berkurangnya empedu dalam usus, juga menyebabkan berkurangnya penyerapan kalsium dan vitamin D. 5. Jika kolestasis menetap, kekurang kalsium dan vitamin D akan menyebabkan pengeroposan tulang, yang menyebabkan rasa nyeri di tulang dan patah tulang. 6. Juga terjadi gangguan penyerapan dari bahan-bahan yang diperlukan untuk pembekuan darah, sehingga penderita cenderung mudah mengalami perdarahan. 7. Terdapatnya empedu dalam sirkulasi darah bisa menyebabkan gatal-gatal (disertai penggarukan dan kerusakan kulit).
126
8. Jaundice yang menetap lama sebagai akibat dari kolestasis, menyebabkan kulit berwarna gelap dan di dalam kulit terdapat endapan kuning karena lemak. 9. Gejala lainnya tergantung dari penyebab kolestasis, bisa berupa nyeri perut, hilangnya nafsu makan, muntah atau demam.
Diagnosa 1. Jika penyebabnya adalah penyakit hati, maka pada pemeriksaan fisik akan ditemukan: 1) pembuluh darah yang memberikan gambaran seperti laba-laba, 2) pembesaran limfa, 3) pengumpulan cairan dalam perut (asites). 2. Jika penyebabnya di luar hati, bisa ditemukan: 1) demam, 2) nyeri yang berasal dari saluran empedu atau pancreas, 3) pembesaran kandung empedu. 3. Kadar enzim alkalin fosfatase sangat tinggi. 4. Jika hasil pemeriksaan darah menunjukkan kelainan, hampir selalu dilakukan pemeriksaan USG atau CT scan, untuk membantu membedakan penyakit hati dengan penyumbatan pada saluran empedu. 5. Jika penyebabnya adalah penyakit hati, dilakukan biopsi hati. 6. Jika penyebabnya adalah penyumbatan saluran empedu, dilakukan pemeriksaan endoskopi.
Pengobatan 1. Penyumbatan di luar hati biasanya dapat diobati dengan pembedahan atau endoskopi terapeutik. 2. Penyumbatan di dalam hati bisa diobati dengan berbagai cara, tergantung dari penyebabnya: 1) Jika penyebabnya adalah obat, maka pemakaian obat dihentikan. 2) Jika penyebabnya adalah hepatitis, biasanya kolestasis dan jaundice akan menghilang sejalan dengan membaiknya penyakit. 3. Cholestyramine, diberikan per-oral (ditelan), bisa digunakan untuk mengobati gatal-gatal. Obat ini terikat dengan produk empedu tertentu dalam usus, sehingga tidak dapat diserap kembali dan menyebabkan iritasi kulit. 4. Pemberian vitamin K bisa memperbaiki proses pembekuan darah. 5. Tambahan kalsium dan vitamin D sering diberikan jika kolestasis menetap, tetapi tidak terlalu efektif dalam mencegah penyakit tulang. 6. Jika terlalu banyak lemak yang dibuang ke dalam tinja, diberikan tambahan trigliserida.
127
BAGIAN VII ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PANKREAS A. PANKREATITIS AKUT Pengertian Pankreatitis akut adalah suatu inflamasi pada pancreas, bervariasi dari edema sampai dengan perdarahan hebat yang mengakibatkan kerusakan penkreas.
128
Etiologi (table 3) No. Penyebab Pankreatitis Akut 1. 2. 3. 4.
Minum alcohol (alkoholisme akut dan kronik) Penyakit saluran empedu (bartu empedu) Pasca operasi (abdomen, nonabdomen) Metabolik 1) Hipertrigliseridemia 2) Sindrom defisiensi apolipoprotein CLL
3)
Hiperkalsemia (misalnya: hiperparatiroidisme akibat obat) 4) Gagal ginjal 5) Setelah transplantasi ginjal 6) Perlemakan hati akut pada kehamilan 5. Pankreaditis herediter 1) Infeksi (1) gondongan (mumps) (2) Hepatitis virus (3) Infeksi virus (coxackievirus, echovirus) (4) Askariasis (5) Mikroplasma M 2) Akibat obat a. Hubungan definitif (1) Azotiopirin 6-merkaptopurin (2) Sulfonamid (3) Diuretik tiazida (4) Furosemid (5) Estrogen (kontrasepsi oral) (6) Tetrasiklin (7) Asam voalpoat (8) Pentamidin (9) Dideoksinosin (ddl) b. Hubungan mungkin (1) Asetaminofen (2) Klortalidon (3) Asam etakrinat
6.
7. 8. 9. 10.
(4) Prokainamid (5) Eritromisin (6) L-Asparaginase (7) Metronidazol (8) obat antiinflamasi nonsteroid (NSZID) (9) Penghambat angitensin-converting enzimes (ACVE) Penyakit Jaringan ikat dengan vaskulitis 1) Lupus eritomatosus sistemik 2) Angitis nekrotikans 3) Purpura trombositopenik trombotik Ulkus Peptikum penetrans Sumbatan ampula vater 1) Enteritis regionalis
2)
Divertikulum duodenum Pankreas divisum Serangan berulang pankreatitis akut tanpa sebab yang jelas
1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Pertimbangkan saluran empedu atau duktus pankreatikus yang samara, terutama batu empedu samar (mikrolitiasis, endapan) Obat Hipertrigliseridemia Pankreas divisium Kanker pancreas Disfungsi spingter Odii Fibrosis kistik Idiopatik sejati
Sumber: Asdie AH (200. Harison Prinsip_prinsip Ilmu Penyakit Dalam: 1706. EGc. Jakarta
Manifestasi Klinis 1. Nyeri abdomen, biasanya konstan dari ringan sampai hebat, menetap dan menyebabkan ketidakberdayaan 2. Pada pemeriksaan fisik: Pasien nampak tertekan dan cemas 3. Demam ringan 4. Takikardia
129
5. hipotensi 6. Syok akibat:
1) Hipovolemia karena eksudasi darah dan protein ke dalam ruang retroperineum (retroperineal burn) 2) Peningkatan pembentukan dan pelepasan peptide kinin
yang menyebabkan
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vascular 3)
Efek sistemik enzim proteolitik dan lipolitik yang dilepaskan ke dalam sirkulasi
7. Ikterik (jarang). Biasnaya karena edema kaput pancreas disertai
penekanan duktus
koledokus bagian intrahepatik. 8. Nodus eritomatosus di kulit akibat nekrosis lemak subkutis. 9. Kekakuan otot
10. Bising usus biasanya menurun sampai hilang. 11. Dapat teraba pseudokista pancreas di abdomen kuadran atas
12. Dapat timbul diskolorasi kebiruan samar di sekitar umbilicus (Tanda cullen) akibat hemoperitoneum, dan diskolorisasi biru-merah-ungu atau hijau-coklat di pinggang (tanda Turner) mencerminkan katabolisme hemoglobin di jaringan (menunjukkan pankreatitis nekrotik yang parah) Evaluasi Diagnostik
1. Laboratorium: Peningkatan amylase serum, peningkatan lipase;
alkalin phosfatase;
dehidrogenase laktat (LDH) meningkat > 8,5 µmol /L (> 500 unit perdesiliter mengindikasikan prognosis buruk ; Hipoalbumin hipokalsemia, hiposodium, hipomagnesemia, Leukositosis (15.000-20.000
leukosist
permikrometer),
Hiperbilirubinemia,
Hiperglikemia terjadi karena penurunan pelepasan
insulin,
Hipertrigliseridemia,
peningkatan pelepasan
130
glukagfon, peningkatan keluaran katekolamin dan glukokrtikoid adrenal; Kadar fosfatase alkali dan aspartat aminotransferase (AST, SGOT) meningkat secara transient dan sejajar dengan kadar bilirubin.
2. Hipoksemia (Po2 arteri ≥ 60 mmHg) menunjukkan sindrom distress pernafasan 3. Pemeriksaan Radiologi: Foto dinar “X” abdomen menunjukkan kalsifikasi pancreas atau abses pancreas menunjukkan pola gas pancreas; CT Scan (memastikan gambran klinins pank.
Diagnosis 1. Nyeri akut parh di abdomen atau punggung 2. Nyeri abdomen hebat dan konstan
mengindikasikan pankreatitis akut
3. Mual, muntah 4. temuan abnormal pada pemeriksaan abdomen 5. Diagnosis pasti dengan peningkatan amylase dan atau lipase serum 6. Diagnsosis Banding: 1) Perforasi viskus 2) Kolesistitis akut dan kolik biliaris
3) Sumbatan usus akut 4) Oklusi pembuluh mesentereum 5) Kolik ginjal 6) Infark miokard 7) Penyakit jaringan ikat dengan vaskulitis 8) Pneumonia
131
9)
Ketoasidosis diabetic
Komplikasi 1 Lokal 1) Plegmon Pankreas 2) Abses pancreas 3) Pseudokista pancreas (nyeri, rupture, perdarahan., infeksi, obstruksi saluran makanan (lambung, duodenum dan kolon) 4) Asites pancreas (gangguan duktus pankreatitis, kebocoran psudokista) 5) Ketrlibatan organ yang berdekatan
oleh pankreatitis
yang mengalami nekrosisi
( perdarahan intraperitoneum massif, trombosis pembuluh darah, infark usus) 6) Iktrus obstruktif
2. Sistemik 1) Pulmoner (efusi pleura, atelektasis, abses mediastinum, penumonitis, sindrom distress pernafasan dewasa+ARDS) 2) Kardiovaskular (Hipotensi: Hipovolemia, Hipoalbuminemia); Kematian mendadak; Perubahan ST-T nonspesifik pada elektrokardiogram yang mendalilkan infar miokar 3) hematology (koagulasi intravskular diseminata (DIC) 4) Perdarahan saluran makanan (penyakit ulkus peptikum; Gastritis erosive, Nekrosis pancreas hemoragikdengan erosi dalam pembuluh darah besar; Trombisis vena porta, perdfarahan varises) 5) Ginjal (oligusri; azotemia)
132
6) Metabolik (hiperglikemia, Hipertrigliseredemia; hipoklasemia; enselopalopati; kebutaan mendadak (retinopati Prticher) 7) Sistem saraf pusat (psikosis; emboli lemak) 8) Emboli lemak (jaringan subkutan:nodul eritema; tulang; bermacam-macam: mediastinum, pleura, system saraf)
Terapi 1. Tujuan: mengurangi sekresi pancreas dan mengistirahatkan pancreas 2. Tindakan Konvensional 1) Pemberian anlgetik untuk nyeri 2) Pemberian cairan dan koloid intravena untuk mempertahnkan volume intravascular normal. 3) Puasa 4) Pengisapan nasogastrik untuk menurunkan pelepasan gastrin oleh lambung dan mencegah isi lambung masuk ke duodenum. 3. Antibiotik untuk infeksi sekunder (flegmon, abses, pseudokista) atau sumbatan aliran empedu (kolangitis asenden, koledokoletasis yang mengalami komplikasi 4) laparatomi dengan drainase pengeluaran jaringan nekrotik jika terapi konvensional tidak dapat memperbaikai kondidi pasien yang memburuk 5) Parenteral nutrision 6) Pengobatan bagi pasien dengan hipertrigliserida: (1) penurunan berat badan sampai berat badan ideal; (2) diit rendah lemak; (3) olah raga; (4) menmghindari alcohol dan obat yang dapt meningkatkan trigliserida serum (seperti: estrogen, Vitamin A, tiazida, dan penghambat Beta); (5) pengendalian dialysis.
133
Pengkajian Keparawatan 1. Kaji riwayat penyakit batu empedu, pemakian alcohol, dan distress saluran pencernaan, meliputu mual, muntah dan diare. 2. Kaji karekateristik nyeri abdomen. 3. Kaji status nutrisi dan cairan. 4. Kaji kecepatan pernafasan, pola dan bunyi nafas.
Diagnosis keperawatan
1.
Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan proses penyakit berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan: DS melaporkan/memberitahukan nyeri/sakit pada perut ; DO: 1) ekspresi wajah meringis, 2) menahan sakit, sulit tidur, menggigigl,), 3) menolak berinteaksi dengan orang lain, 4) berkeringat banyak, 5) otot lemas sampai kaku, 6) merintih, 7) menangis, 8) perubahan selera makan (malas makan).
2. Kekurangan volum cairan berhubungan dengan muntah, batasan masukan, demam dan pertukaran cairan ditandai dengan: DS: melaporkan muntah; DO: 1) kelalahan, 2) Turgor kulit berkurang, 3) Peningkatan irama Nadi, TD, Volume N, 4) penurunan pengisian vena (Kapiler refill), 5) Perubahan status mental, 6) penurunan urin output, 7) peningkatan konsentrasi urin, 8) Peningkatan suhu tubuh, 9) peningkatan hematokrit, 10) penurunan BB secara mendadak. 3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri hebat dan komplikasi pulmonal ditandai dengan: DS Penurunan tekanan alat inspirasi dan ekspirasi, 2) Penurunan menit
134
ventilasi, 3) pemakaian otot pernafasan, 4) cuping hidung, 5) dispneu, 6) orthopneu, 7) sesak nafas, 8) penurunan kapasitas vitas.
Intervensi keperawatan DX 1: Tujuan Nyeri terkontrol
1. Berikan analgesik narkotik atau sesuai yang diresepkan untuk mengontrol nyeri. Monitor hipotensi dan depresi pernafasan 2. Kaji psosi yang nyaman bagi pasien. 3. Puasakan pasien untuk menurunkan sekresi enzim pancreas.
4. Lakukan pengisapan nasogastrik untuk mengeluarkan sekresi gastric dan menghilangkan distensi abdomen jika diindikasikan. 5. Lakukan perawatan muilut dan gigi.
6. Berikan antacid melalui NGT (NGT diklem). Cek apirasi pH cairan lambung sesudah NGT diklem selama 30 menit.
7. Laporkan setiap pertambahan nyeri (nyeri hebat), yang mungkin menunjukkan adanya perdarahan pancreas , rupture pseudokist, dosis anagesik tidak adekuat.
DX 2: Tujuan Keseimbangan cairan mencukupi 1. Monitor dan control tanda vital
2. Monitor masukan dan haluaran dan ukur berat badan setiap hari. 3. Evaluasi hasil pemeriksaan labotarorium: Hb, hematokrit, albumin, calsium, potassium, sodium, dan magnesium dan berikan terapi pengganti sesuai yang diresepkan. 4. Onservasi dan ukur lingkaran perut jika terdapat asites.
135
5. Laporkan setiap tanda peningkatan tekanan darah dan urin output atau peningkatan Nadi, sebab ini mengindikasikan hipovolemia dan syok atau gagal ginjal.
Dx 3: Tujuan Meningkatkan fungsi pernafasan
5. Kaji pernafasan, irama, kekuatan, saturasi oksigen, bunyi nafas secara teratur. 6. Atur pasien dalam posisi setengah duduk atau semi powler untuk ekaspansi diafragma
7. Berikan oksigen sesuai yang diresepkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen 8. Laporkan segera bila ada tanda distress pernafasan. 9. Instruksikan pasien untuk batuk dan nafas dalam untuk meningkatkan fungsi pernafasan
B. PANKREATITIS KRONIK Pengertian Pankreatitis kronik adalah kerusakan sel setelah inflamasi akut pamkreas dan penurunan fungsi sekresi eksokrin pancreas.
Patofisiologi/ etiologi 1. Alkohol diperkirakan bahwa defek primer mungkin adalah presipitasi protein (enzim yang mengental) di dalam duktus, atrofi difus sel asinus, fibrosis yang menimbulkan dilatasi duktus, atrofi difus sel sinus, fibrosis dan akhirnya kalsifikasi sebagian menyumbat protein tersebut. Efek toksi langsung alcohol pada pancreas (ditemukan pada pasien yang mengkonsumsi alcohol lama) mengakibatkan pankreatitis.
136
2. Inflamasi kronik pancreas terdapat destruksi sekresi sel pancreas yang menyebabkan maldigesti dan malabsorbsi protein dan lemak dan mungkin sel diabetes mellitus itu sendiri. 3. Ketika penggantian sel oleh jaringan fibrosa, mengakibatkan sumbatan pancreas saluran empedu dan duodenum.
Manifestasi klinis
1. Nyeri klasik berupa nyeri pada epigastrium yang menyebar ke punggung, tetapi nyeri sering tidak khas, lebih konstan dan intervalnya terjadi tanpa diprediksi. Selama proses penyakit, nyeri kadang sangat hebat dan waktunya lama. 2. Penuruanan berat badan 3. Malabsorbsi dan stetorhoe terjadi pada fase lambat. 4. Diabetes mellitus. 5. Peningkatan suhu badan ringan.
Evaluasi diagnostic 1. Amilase dan lipase serum biasanya tidak meningkat. 6. Peningkatan fosfatase alkali dan bilirubin serum mengisyaratkan adanya kolestasis akibat peradangan kronik di sekitar duktus koledokus. 7. Triad klasik kalsifikasi pancreas: steatore, dan DM, biasanya dapat menegakkan diagnosis . 8. Uji intubasi (uji stimulasi sekretin), yang biasanya menjadi abnormal bila terjadi kerusakan fungsi eksokrin pancreas sebesar 60 % atau lebih. 9. Eksresi menyolok lemak feses.
137
10. Uji bentiromid dan uju ekskresi D-Xilosa urin dilakukan pada pasien steotore pankreatisk (normal atau abnormal)
11. Penurunan kadar tripsinogen serum menunjukkan insufisiensi eksokrin pancreas. 12. Pemeriksaan lain seperti: sonografi dan CT (dapat memperlihatkan kalsifikasi atau pelebaran duktus
yang berkaitan dengan pankreatitis kronik, massa, ketidakteraturan duktus,
pembesaran dan cyste), ERCP (dapat mengindikasikan anatomi duktus dan lokasi komplikasi seperti pseudokiste pankreas, distrupsi duktus).
Terapi/Penatalaksanaan Tujuan: penatalaksanaan nyeri dan malabsorbsi. 1. Hindari alcohol 2. Penatalksanaan nyeri 3. Penggantian enzim pancreas 4. Mengobati DM 5. Pembedahan untuk menghilangkan nyeri, mencegah kehilangan cairan dan sekresi pancreas.
Komplikasi 1. Pseudokiste pancreas. 2. Asites pancreas dan efusi pleura 3. Perdarahan gastrointestinal 4. Obstruksi saluran biliare
Pengkajian keperawatan
138
1. Kaji tingkat nyeri abdomen 2. Kaji status nutrisi 3. kaji tanda dan gejala diabetes 4. Kaji tingkat masukan alcohol dan motivasidan jneis minumna lainnya.
Diagnosis keperawatan
1. Nyeri
berhubungan
dengan
kerusakan
pancreas
ditandai
dengan
DS
melaporkan/memberitahukan nyeri/sakit pada perut ; DO: 1) ekspresi wajah meringis, 2) menahan sakit, sulit tidur, menggigigl,), 3) menolak berinteaksi dengan orang lain, 4) berkeringat banyak, 5) otot lemas sampai kaku, 6) merintih, 7) menangis, 8) perubahan selera makan (malas makan).
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, takut makan, malbsorbsi, intoleransi glukosa ditandai dengan DS: melaporkan: 1) penurunan berat badan, 2) tidak ada nafsu makan, 3) mual; DO: 1) muntah, 2) kurus, 3) BB < 20 % BB ideal, 4) anemia.
3. Takut berhubungan dengan intervensi pembedahan ditandai dengan DS: melaporkan rasa takut; DO: 1) ekspresi wajah tegang, 2) gelisah, 3) sulit tidut, 4) sering terbanguan saat tidur, 5) gelisah, 6) perubahan tanda vital.
Intervensi keperawatan Dx i: Tujuan: Kontrol nyeri
1. Kaji dan catat karakteristik, lokasi lamanya dan frekuensi nyeri. 2. Tentukan presipitasi dan faktor pencetus nyeri.
139
3. Kaji efek nyeri terhadap gaya hidup pasien dan kebiasaan makan.
4. Berikan atau ajarkan pasien menggunakan sendiri analgetik (sering narkotik) atau oabt lain yang diresepkan. 5. Gunakan metode mengontro nyeri tanpa memakai obat untuk meningkatkan relaksasi , seperti distraksi , imaginasi, , relaksasi otot progresif .
6. Kaji respon pasien terhadap pengawasan nyeri (alat ukur) , dan rujuk pada penatalaksanaan klinik nyeri kronik, jika diindikasikan.
DX 2. Tujuan: Tingkatkan status nutrisi 1. Kaji status nutrisi, riwayat penurunan berat badan, dan kebisaan diit, meliputi konsumsi alcohol. 2. .Berikan pengganti enzim pankreatik dengan makanan atau sesuai yang diresepkan
3. Berikan antacid dan H2 reseptor antagonis untuk mencegah netralisasi suplemen enzim sesuai yang diindikasikan. 4. Monitor masukan dan haluaran dan berat badan setiap hari. 5. Kaji gangguan saluran pencernaan saat makan dan karakteristik feces.
6. Monitor nilai glukosa darah dan ajarkan keseimbangan. Rendah konsentrasi diit karbonat dan terapi insulin jika diindikasikan. 7. Identivikasi makanan yang tidak sesuai seperti diit rendah lemak.
DX 3. Tujuan: Menghilangkan cemas tentang intervensi pembedahan 1..Jelaskan prosedur pembedahan dan harapan setelah pembedahan. 1) Nyeri berkurang
140
2) Mampu makan lebih baik dan kondisi kesehatan meningkat. 2.Persipakan pasien mengenai efek /komplikasi pembedahan 1) Pancreatectomi total berdampak terhadap diabetes mellitus (DM) dan ketergantung insulin dan malabsorbsi yang buruk dan membutuhkan pengganti enzim pankreatik 2) Malnutrisi akan memiliki resiko komplikasi dan penyembuhan luka yang buruk. 3. Bantu pasien mepersiapkan pembedahan dengan menghindari alcohol dan mengkonsumsi suplemen vitamin. 4. Lakukan perawatan luka setelah pembedahan dan cegah komplikasi.
Daftar Pustaka Batticaca FB, 20006. Asuhan Keperawatan Gangguan Hati, Kandung Empedu dan Pankreas. Program Khusus RSUD Biak. Politeknik Kesehatan jayapura (tidak diterbitkan) ……………… 2003. Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan Kriteria Berdasarkan Respon Pasien dan Kebutuhan Dasar Manusia. Politeknik Kesehatan Jayapura (tidak diterbitkan) Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8. Vol 2. EGC. Jakarta. Closkey J.C., Bulecheck G.M, 1996. Iowa Intervention Project. Nursing Intervention Classification (NIC) 2 . Mosby. St. Louis. Pearce E.C, 1995. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia. Jakarta. IIsselbachere et al. Asdie A (Editor), 2000. Harison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Ed 13. Vol. 4. EGC. Kumala.P, 1998. Kamus Saku Kedokteran Drland. EGC. Jakarta Medicastro. Com. Retrieved. 03/16/2007 Nettina S.M, 1996. The Lippincott Manual of Nursing Practice. Sixth ed. Lippincott. Philadelphia Newyork. Snell, 19987. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Bagian I, Ed 3: 260. EGC}
141
Lampiran Format Pengkajian
A. PENGKAJIAN DISFUNGSI ORGAN ASESORIS 1. Manifestasi Umum
142
1) Ikterik- adalah warna kuning pada sclera, pruritis, urin berwarna hitam, feses berwarna putih atau seperti tanah liat. 2) Dispneu, anoreksia, mual, muntah , nyeri epigastrik pada kuadran kanan atas, nyeri terbakar pada punggung atau seperti teriris. Aapa hubungan antra anyeri dengan makan . 3) Apakah ada kellahan, malaise, penurunan vigor, dan kekuatan, mudah mengalami memar, atau penurunan berat badan.
2. Riwayat kesehatan 1) pakah pernah mendapat transfuse? Apakah ada kelaianan darah? 2) Apakah pernah kontak dengan orang infeksi, seperti hepatitis? Konatk seksual tanpa perlindungan (kondom)?. Atau tetelan oleh makanan yang tercemar, air, susu atau lauk pauk? 3) Apakah terpapar obat atau zat beracun? Seperti carbon tetraclorid, chloroform, fosfonik, arsenikum, ethanol, halothane, (Flouthane), Iozinazid, atau aectaminofen (Tylenol)Apakah ada jamur amnita yang dimakan? Apakah ada obat-obatan yang baru dikonsumsi? Seperti sulfonamide, oabt anti diabetes, prophylthiouracil (PTU), monoamine, oksodase onhibitor, asam aminobensoid? 4) Apakah ada riwayat pemakaian jarum tidak steril? 5) Apakah ada riwayat penyakit batu empedu?, hepatitis, , tumor, pankreatitis, Wilson’s diseses, Budd-Ciary syndrome, bedah atau transplantasi. 6) Adakah anggota keluarga yang menderita batu empedu? 7) berapa banyak alcohol, jika ada yang dikonsumsi?
3. Hasil pemeriksaan diagnostic
143
1) Kulit- Apakah sclera berwarna kuning? Ada kemerahan, bekas garukan? Tanda memar? Atau petechiae?, kemerahan pada telapak tangan, atau perdarahan? 2) Perut- Apakah ada pengertasan, pembesarag hati, atau pembesaran pada kuadran kanan atas abdomen? Aadakah asites? 3) Pembuluh darah perifer- Adakah edema?, telngeaktasis? 4) Neurologi- Bagaimana tingkat kesedarannya? Aadakah tremor, gemetar (ketika tangan angkat/diluruskan? Dan disfleksi pergelangan tangan?
B.DIAGNOSTIK TEST 1. Hasil laboratorium CA 1) Empedu dan sekresi (1) Serum bilirubin (Van den Bergh’s reaction) Direc …….. Indirect……. (2) .Bilirubin urin…… (3) Urobilinogen 2) Hasil pemeriksaan protein (!) Albumin (2) Globulin ……….. (3) Total serum protein (4) Protrombin time (PT) 3) Metabolisme lemak (1) kolesterol
144
4) detoksifikasi lever (1) serum albumin fosfatase 5) Produksio enzim (1) Aspartat aminotransferase (AST) SGOT………. (2) Alanin aminotransferase (ALT)……….. SGPT……… (3) Lactat dehidrogenase (LDH)…….. (4) Gamma glutamyl transpeptidase (GGT)……….. (5) Amonia (serum)……… 6) Bile axcid radioimmunoasey (sesudah dilakukan stimulasi kolokistokinin) Total……… Chenodeoxiicholic azid……. Cholic azid……….. Deoxycholic azid………. Lithocholic azid …………..
2. Radiologi 1) Scan Hepatobiliari (1) Cholecystografi……….. (2) Endoscopy retrograde Cholangiopancxreatografi (ERCP)……….. (3) Percutaneus Transhepatic Cholangiograhy (PTC) 2) Test Diagnostik lainnya
145
(1) Biopsi hati…………….
146