Askep Praktur.docx

  • Uploaded by: Anonymous lKpdGFQ
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Praktur.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,761
  • Pages: 27
1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (smeltzer S.C & Bare B.G,2001) Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.

( reeves C.J,Roux G & Lockhart R,2001 ) .Kejadian patah tulang atau fraktur dapat

menimpa setiap orang kapan saja dan dimana saja. Fraktur yang terjadi dapat mengenai orang dewasa maupun anak-anak. Presentasi keseluruhan dari anak anak 0-16 tahun yang mengalami (sedikitnya 1) fraktur, lebih tinggi anak laki-laki(42%) daripada anak perempuan (27%). Tetapi kejadian fraktur tiga tahun lebih awal terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Meningkatnya fraktur selama masa prapubertas terjadi karena ketidaksesuaian antara tinggi badan dan mineralisasi tulang. 77% kasus fraktur disebabkan karena trauma low-energy (terutama karena jatuh) yang lebih sering terjadi pada anak laki-laki usia sekolah dan remaja. (Jurnal Pattern of fractures across pediatric age groups: analysis of individual and lifestyle factors). Fraktur yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada daerah metafisis tulangradius distal,dan ulna distal sedangkan fraktur pada daerah diafisis yang terjadi sering s e b a g a i f a k t u r t yp e g r e e n - s t i c k . D a e r a h m e t a f i s i s p a d a a n a k r e l a t i f m a s i h l e m a h sehingga fraktur banyak terjadi pada daerah ini, selebihnya dapat mengenai suprakondiler humeri (transkondiler humeri) diafisis femur dan klavikula, sedangkan yang lainnya jarang. Fraktur pada anak mempunyai keistimewaan dibanding dengan dewasa, proses penyembuhannya dapat berlangsung lebih singkat dengan remodeling yang sangat baik, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan anatomi, biomekanik serta fisiologi tulang anak yang berbeda dengan tulang orang dewasa. Selain itu proses penyembuhan ini juga dipengaruhi oleh faktor mekanis dan faktor biologis. Ada perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak dengan fraktur pada orang dewasa, perbedaan tersebut pada anatomi, biomekanik, dan fisiologi tulang. Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa, s e h i n g g a e p i f i s i s d a n m e t a f i s i s i n i a k a n m e n y a t u . P a d a s a a t i t u l a h p e r t u m b u h a n memanjang tulang akan berhenti. Tulang panjang terdiri atas epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan bagian paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan bagian

2

yang lebih lebar d a r i u j u n g t u l a n g p a n j a n g y a n g b e r d e k a t a n d e n g a n d i s k u s e p i f i s i a l i s , s e d a n g k a n diafisis merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer. S e l u r u h t u l a n g d i l i p u t i o l e h l a p i s a n f i b r o s a y a n g d i s e b u t p e r i o s t e u m , y a n g mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari pembulu h darah inilah yang menentukanb e r h a s i l a t a u t i d a k n y a p r o s e s p e n y e m b u h a n suatu

tulang

yang

patah.

Pada

a n a k , terdapat lempeng epifisis yang

merupakan tulang rawan pertumbuhan. Periosteum s a n g a t t e b a l d a n k u a t d i m a n a p a d a p r o s e s bone heldingakan menghasilkan kalus yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa.

1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan fraktur? 1.2.2 Apa sajakah klasifikasi fraktur berdasarkan jenis dan garis fraktur? 1.2.3 Apa sajakah faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur? 1.2.4 Tanda, gejala, dan manifestasi klinis apa sajakah yang biasanya muncul pada fraktur? 1.2.5 Bagaimanakah penatalaksanaan yang baik dalam mengatasi fraktur pada anak,dewasa,lansia 1.2.6 Bagaimanakah asuhan keperawatan yang tepat untuk menangani permasalahan tersebut?(pada kasus ini kelompok kami akan membahas lebih lanjut mengenai askep fraktur)

1.3 Tujuan 1.3.1 Mengerti dan memahami mengenai definisi dari fraktur. 1.3.2 Mengetahui dan mengerti tentang berbagai macam klasifikasi fraktur. 1.3.3 Mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan fraktur. 1.3.4Mengetahui tanda, gejala, dan manifestasi klinis yang biasanya muncul pada fraktur. 1.3.5 Mengerti mengenai bagaimanakah penatalaksanaan yang tepat yang harus dilakukan dalam menangani fraktur. 1.3.6 Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan yang tepat untuk menangani permasalahan fraktur.

3

1.4 Manfaat 1.4.1 Menambah pengetahuan mengenai apa yang dimaksud dengan fraktur. 1.4.2 Dapat mengetahui tentang berbagai macam faktor penyebab dan akibat apasajakah yang mungkin muncul sebagai dampak dari fraktur khususnya fraktur pada anak,dewasa,lansia. 1.4.3 Dapat mengetahui mengenai penatalaksanaan yang tepat yang harus dilakukan dalam menangani permasalahan fraktur pada anak,dewasa,dan lansia. 1.4.4 Mengetahui mengenai asuhan keperawatan yang tepat dalam menangani fraktur pada anak,dewasa,lansia

4

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 PENGERTIAN 

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).



Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2002).



Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2005).



Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).



Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).

2.2 Klasipikasi fraktur 1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan). a.

Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: 1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya. 2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. 3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan. 4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.

5

b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu : 1) Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm. 2) Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif. 3) Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.

2. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma : a.

Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga. c.

Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.

d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain. e.

Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang..

2.3 Etiologi Terjadinya fraktur akibat adanya trauma yang mengenai tulang yang kekuatannya melebihi kekuatan tulang. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur : o Faktor ekstrinsik yaitu meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah serta kekuatan tulang. o Faktor intrinsik yaitu meliputi kapasitas tulang mengabsorpsi energi trauma, kelenturan, densitas serta kekuatan tulang. Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :  TraumaLangsung : Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu  Trauma tidak langsung : bilamana titik tumpuan benturan dengan terjadinya fraktur bergantian (Jatuh dari ketinggian dengan berdiri atau duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang)

6

 Proses penyakit (osteoporosis yang menyebabkan fraktur yang patologis)

2.4 Tanda dan gejala o Pasien merasakan tulangnya terasa patah atau mendengar bunyi “krek” (krepitasi) o Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat,atau mengalami angulasi abnormal o Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cedera o Posisi ekstremitas yang abnormal, memar, bengkak, perubahan bentuk o Nyeri gerak aktif dan pasif o Nyeri sumbu o Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketikamenggerakkan ekstremitas yang mengalami cedera (Krepitasi) o Fungsiolesa o Perdarahan bisa ada atau tidak o Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasicedera o Kram otot di sekitar lokasi cedera o Jika mengalami keraguan apakah terjadi fraktur atautidak, maka perlakukanlah pasien seperti orang yang mengalami fraktur.

2.5 Manifestasi klinik Manifestasi klinis fraktur antara lain adalah didapatkan riwayat trauma, hilangnya fungsi, tanda-tanda inflamasi yang berupa nyeri akut dan berat, pembengkakan lokal, merah akibat perubahan warna, dan panas pada daerah tulang yang patah. Selain itu ditandai juga deformitas, dapat berupa angulasi, rotasi, ataupemendekan, serta krepitasi. Apabila fraktur terjadi pada ekstremitas atau persendian, maka akan ditemui keterbatasan LGS (lingkup gerak sendi). Pseudoartrosis dan gerak abnormal. Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapatpada setiap fraktur, shingga perlu dilakukan pemeriksaan penuunjang. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan X-foto, yang harus dilakukan dengan proyeksi yaitu anterior-posterior dan lateral. Dengan pemeriksaan X-foto ini dapat dilihat adatidaknya patah tulang, luas, dan keadaan fragmen tulang. Pemeriksaan ini juga berguna untuk mengikuti proses penyembuhan tulang. Diagnosis fraktur sendiri bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien

7

mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut. Bila berdasarkan pengamatan Klinis diduga ada fraktur, maka perlakukanlah sebagaimana fraktur sampai terbukti lain. Pemeriksaan Penunjang : 1.

Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari : 

Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.



Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.



Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang normal)



Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

2. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Merupakan prosedur diagnosa yang menggunakan kombinasi dari magnetmagnet yang besar, frekuensi radio, dan komputer untuk menghasilkan gambar secara detail dari organ dan strukur tubuh. Test ini dilakukan untuk mengetahui hubungan abnormalitas dari medula spinal dan saraf. 3. Computed Tomography Scan (Also called a CT or CAT scan.) Prosedur diagnosa yang menggunakan kombinasi antar sinar X dan teknologi komputer untuk menghasilkan gambar yang melintang dan bersekat, keduanya mendatar dan tegak lurus dari tubuh. CT scan menunjukkan gambar yang detail dari bagian-bagian tubuh termasuk tulang, otot, lemak, dan organ. CT scans lebih detail dibandingkan sinar X 4. Pemeriksaan laboratorium umum dilakukan meliputi: 

Darah rutin,



Faktor pembekuan darah,



Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),



Urinalisa,

Proses Penyembuhan Tulang : Proses penyembuhan pada tulang terdiri atas lima fase, yaitu: a.

Fase Hematoma Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar

8

diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma. b. Radang dan proliferasi seluler Dalam delapan jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi sel di bawah periosteum dan di dalam saluran medulla yang tertembus. Ujung fragmen dikelilingi oleh jaringan sel, yang menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-lahan diabsorpsi dan kapiler baru yang halus berkembang ke daerah itu. c.

Fase pembentukan kalus Sel yang berkembang biak memiliki potensi krondrogenik dan osteogenik. Apabila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan dalam beberapa keadaan juga kartilago. Populasi sel sekarang juga mencakup osteoklas (mungkin dihasilkan pembuluh darah baru) yang mulai membersihkan tulang yang mati. Massa sel yang tebal, dengan pulau-pulau tulang yang immatur dan kartilago, membentuk kalus atau bebat pada permukaan periosteal dan endosteal. Sementara tulang fibrosa yang immature (atau anyaman tulang) menjadi lebih padat, gerakan pada tempat fraktur semakin berkurang dan pada empat minggu setelah cedera, fraktur menyatu.

d. Fase konsolidasi Bila aktivitas osteoklastik dan osteoblastik berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi tulang lamelar. Sistem itu sekarang cukup kaku untuk memungkinkan osteoklas menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan dekat dibelakangnya osteoblas mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk membawa beban yang normal.

e.

Fase remodeling Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan, atau bahkan beberapa tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses

9

resorpsi dan pembentukan tulang yang terus menerus.lamela yang lebih tebal diletakkan pada tempat yang tekanannya tinggi, dinding-dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk. Akhirnya, dan terutama pada anakanak tulang akan memperoleh bentuk yang mirip bentuk normalnya.

2.6 Fraktur Pada Anak, Dewasa, Dan Lansia 1. Fraktur pada anak Ada perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak dengan fraktur pada orang dewasa dan lansia perbedaan tersebut pada anatomi, biomekanik, dan fisiologi tulang. Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti. Tulang panjang terdiri dari : a. Epifisis : merupakan bagian paling atas dari tulang panjang b.Metafisis : merupakan bagian yang lebih lebar dari ujung tulang panjang, yang berdekatan dengan diskus epifisialis c. Diafisis : merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer

Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah. Pada

anak,

terdapat

lempeng

epifisis

yang

merupakan

tulang

rawan

pertumbuhan.Periosteum sangat tebal dan kuat dimana pada proses bone helding akan menghasilkan kalus yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa. Klasifikasi Fraktur khusus pada anak a. Fraktur akibat trauma kelahiran Fraktur yang terjadi pada saat proses kelahiran sering terjadi pada saat melahirkan bahu bayi, (pada persalinan sungsang). Fraktur yang terjadibiasanya disebabkan karena tarikan yang terlalu kuat yang tidak disadari olehpenolong. b. Fraktur salter-Haris

10

Klasifikasi salter haris untuk patah tulang yang mengenai lempeng epifisisdistal tibia dibagi menjadi lima tipe : Tipe 1: Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis tetapi periosteumnyamasih utuh. Tipe 2: Periost robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas sama sekali dari metafisis. Tipe 3: Patah tulang cakram epifisis yang melalui sendi Tipe 4: Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya tegak lurus cakram epifisis Tipe 5: Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan kematian dari sebagian cakram tersebut.

Fraktur yang paling banyak terlihat pada anak-anak antara lain: a. Bend fracture di karakteristikkan dengan membengkoknya tulang pada titik yang patah dan tidak dapat diluruskan tanpa dilakukan suatu intervensi. b. Buckle frakture terjadi akibat kegagalan kompresi pada tulang, ditandai dengan tulang yang menerobos dirinya sendiri. c. Greenstick fracture merupakan fraktur inkomplet d.Stres frakture dimana garis patah hampir tidak kelihatan

Salter Harris clasification

11

PLASTIC DEFORMIT GREENSTICK FRACTURES

BUCKLE OR TORUS FRACTURES

12

STRESS FRACTURE

2. Fraktur pada orang dewasa Terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Jatuh dan cedera olah raga adalah penyebab umum fraktur traumatic. Fraktur stres dapat terjadi pada tulang normal akibat stres tingkat rendah yang berkepanjangan atau berulang. Fraktur stres, yang juga disebut fraktur keletihan (fatingue fracture), biasanya menyertai peningkatan yang cepat tingkat latihan atlet, atau permulaan aktifitas fisik yangbaru. Karena kekuatan otot meningkat lebih cepat dari pada kekuatan tulang,individu dapat merasa mampu melakukan aktivitas melebihi tingkat sebelumnya walaupun tulang mungkin tidak mampu menunjang peningkatan tekanan. Fraktur stres paling sering terjadi pada individu yang melakukan olah raga daya tahan seperti pelari jarak jauh. Faktor stres dapat terjadi pada tulang yang lemah sebagai respons terhadap peningkatan level aktivitas yang hanya sedikit. Individu yang mengalami fraktur stress harus didorong

13

untuk mengikuti diet-sehat tulang dandiskrining untuk mengetahui adanya penurunan densitas tulang.

Fraktur yangsering terjadi pada orang dewasa : a. Fraktur panggul biasanya akibat kecelakaan kendaraan bermotor,kecelakaan saat bersepeda, atau jatuh dari ketinggian. Pasien tampak nyeridengan pergerakan panggul yang pelan. Terdapat risiko tinggi pada anak-anakuntuk mengalami nekrosis vascular dan gangguan pertumbuhan karenadeformitas akibat gangguan vascular yang ada pada fisis. b. Fraktur leher femur merupakan fraktur yang tidak stabil dan jugamemiliki risiko tinggi seperti di atas karena kaya akan pembuluh darah yangmensuplai fisis. Penatalaksanaan sebagai emergensi dengan ORIF denganscrew untuk menstabilisasi. c.Fraktur batang femur merupakan hasil dari trauma dengan gaya yangtinggi. Meskipun kebanyakan fraktur femur tertutup, perdarahan ke dalamjaringan lunak di paha mungkin mengakibatkan kehilangan darah yangsignifikan. Fraktur batang femur dapat menimbulkan pemendekan dan angulasike longitudinal akibat tarikan otot dan spasme. Restorasi panjang danalignment dicapai dengan traksi longitudinal. Overgrowth kira-kira 1-2,5 cmsering terjadi pada fraktur femur pada anak-anak antara 2-10 tahun. Gipsdigunakan pada kelompok usia ini untuk pemendekan beberapa sentimeter.Reduksi sempurna tidak diperlukan karena remodeling begitu cepat.Penyambungan solid biasanya tercapai dalam 6 minggu.

3. Fraktur pada lansia Tulang mengalami kepadatan maximal pada usia 30 – 40 tahun. Setelahusia lebih dari 40 tahun, osteoblas menurun tapi osteoklas ( penghancuran tulang)meningkat. Osteoporosis terjadi karena penyerapan tulang lebih banyak daripadapembentukan tulang. Ciri ciri orang yang mengalami osteoporosis antara lainsering mengalami sakit leher dan low back pain. Fraktur fremur dapat terjadi pada beberapa tempat bila bagian kaput,kolum, atau trokhanterik femur yang terkena, terjadilah fraktur pinggul. Fraktur juga dapat terjadi pada batang femur dan di daerah lutut. Fraktur yang sering dialami oleh lansia adalah :

14

a. Fraktur panggul paling sering terjadi akibat osteoporosis. Ini diperkirakan bahwa seorang wanita kulit putih usia 50 tahun mempunyai waktu hidup 17,5% berisiko fraktur femur proksimal. b. Fraktur Vertebral : Antara 35-50% dari seluruh wanita usia di atas 50tahun setidaknya satu mengidap fraktur vertebral. c. Fraktur Pergelangan Tangan : Fraktur pergelangan tangan merupakantipe fraktur ketiga paling umum dari osteoporosis. Ketika wanita mencapai usia70 tahun, sekitar 20%-nya setidaknya terdapat satu fraktur pergelangan tangan d. Fraktur Tulang Rusuk : Fragility fracture dari tulang iga umumnyaterjadi pada lakilaki usia muda 25 tahun ke atas

Perawatan Fraktur Pada Anak ,Dewasa Dan Lans a. Terapi Konservatif 1) Proteksi Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengankedudukan baik. 2) Immobilisasi tanpa reposisi Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan frakturdengan kedudukan baik. 3) Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gip Misalnya fraktur supracondylair, fraktur colles, fraktur smith. Reposisi dapat dengan anestesi general atau anestesi lokal. Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips. Misalnya fraktur distal radius,immobilisasi dalam pronasi penuh dan fleksi pergelangan. 4) Traksi Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau pasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit(traksi Hamilton Russel/traksi Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk anak-anakwaktu dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitif,bilamana tidak maka diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk orangdewasa traksi definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction.

15

b. Terapi Operatif 1) Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis a) Reposisi tertutup-Fiksasi eksterna Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intra operatif maka dipasang alat fiksasi eksterna. b) Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna Misalnya : reposisi fraktur tertutup supra condylair pada anak diikuti dengan pemasangan paralel pins. Reposisi tertutup fraktur collum pada anak diikuti pinning dan immobilisasi gips. Cara ini sekarang terus dikembangkan menjadi “close nailing” padafraktur femur dan tibia, yaitu pemasangan fiksasi interna intra meduller(pen) tanpa membuka frakturnya. 2) Terapi operatif dengan membuka frakturnya : a) Reposisi terbuka dan fiksasi interna ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) Keuntungan cara ini adalah 1. Reposisi anatomis. 2. Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar. Indikasi ORIF : 1. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosistinggi,misalnya : a. Fraktur talus. b. Fraktur collum femur. 2. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya : a. Fraktur avulsi b. Fraktur dislokasi. 3. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya : a. Fraktur Monteggia. b. Fraktur Galeazzi. c. Fraktur antebrachii. d. Fraktur pergelangan kaki. 4. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebihbaik dengan operasi, misalnya : fraktur femur.

16

3) Excisional Arthroplasty Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi, misalnya : a) Fraktur caput radii pada orang dewasa atau lansia. b) Fraktur collum femur yang dilakukan operasi Girdlestone. 4) Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore atauyang lainnya. Sesuai tujuan pengobatan fraktur yaitu untuk mengembalikanfungsi maka sejak awal sudah harus diperhatikan latihan-latihan untukmencegah disuse atropi otot dan kekakuan sendi, disertai mobilisasi dini. Pada anak jarang dilakukan operasi karena proses penyembuhannya yangcepat dan nyaris tanpa komplikasi yang berarti. Asuhan keperawatan gangguan muskuloskeletal A. Pengkajian 1. Pengumpulan Data a. Anamnesa 1) Identitas klien 2) Keluhan utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronis tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh data tentang nyeri digunakan P, Q, R, S, T. 3) Riwayat Penyakit Sekarang 4) Riwayat Penyakit Dahulu 5) Riwayat Penyakit Keluarga 6) Riwayat Psikososial 7) Pola-pola Fungsi Kesehatan menurut Gordon 8) Pemeriksaan Fisik 9) Pemeriksaan diagnostik b. Data Fokus Pemeriksaan pada system musculoskeletal adalah 1) Look (inspeksi) a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan) b) Cape au lait spot c) Fistulae

17

d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hiperpigmentasi e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal) f) Posisi dan bentuk dari ekstremitas (deformitas) g) Posisi jalan (gait, waktu masuk kekamar operasi) 2) Feel (palpasi) Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Yang perlu dicatat adalah: a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembapan kulit b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedem terutama disekitar persendian c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, distal) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat dipermukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaanya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak dan ukurannya. 3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak) Setelah dilakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakkan ekstremitas dan catat apakah ada keluhan nyeri pada pergerakan. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metric. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas atau tidak).

18

Askep fraktur

1

RENCANA KEPERAWATAN NO DX 1

DIANGOSA KEPERAWATAN DAN KOLABORASI Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.

TUJUAN (NOC)

INTERVENSI (NIC)

NIC NOC  Pain Level, Pain Management  Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk  Comfort level lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor Kriteria Hasil : presipitasi  Mampu mengontrol nyeri (tahu  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan penyebab nyeri, mampu  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui menggunakan tehnik pengalaman nyeri pasien nonfarmakologi untuk mengurangi  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau nyeri, mencari bantuan)  Melaporkan bahwa nyeri berkurang  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau dengan menggunakan manajemen  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan nyeri dukungan  Mampu mengenali nyeri (skala,  Kurangi faktor presipitasi nyeri intensitas, frekuensi dan tanda  Ajarkan tentang teknik non farmakologi nyeri)  Menyatakan rasa nyaman setelah  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri  Tingkatkan istirahat nyeri berkurang  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan  Tanda vital dalam rentang normal

2

nyeri tidak berhasil  Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri 2

Gangguan pertukaran gas NOC : b/d perubahan aliran  Respiratory Status : Gas exchange darah, emboli, perubahan  Respiratory Status : ventilation membran alveolar/kapiler  Vital Sign Status (interstisial, edema paru, Kriteria Hasil : kongesti)  Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat  Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)  Tanda tanda vital dalam rentang normal

NIC : Airway Management  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan  Pasang mayo bila perlu  Lakukan fisioterapi dada jika perlu  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan  Lakukan suction pada mayo  Berika bronkodilator bial perlu  Barikan pelembab udara  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.  Monitor respirasi dan status O2 Respiratory Monitoring  Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi  Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal  Monitor suara nafas, seperti dengkur  Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot  Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)  Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan  Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles

3

dan ronkhi pada jalan napas utama  auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya 3

Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).

NOC :  Joint Movement : Active  Mobility Level  Self care : ADLs  Transfer performance Kriteria Hasil :  Klien meningkat dalam aktivitas fisik  Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas  Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah  Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)

Latihan Kekuatan  Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk melakukan program latihan secara rutin Latihan untuk ambulasi  Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang aman kepada klien dan keluarga.  Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda, dan walker  Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam batasan yang aman. Latihan mobilisasi dengan kursi roda  Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara pemakaian kursi roda & cara berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya.  Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat anggota tubuh  Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara penggunaan kursi roda Latihan Keseimbangan  Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat mengatur posisi secara mandiri dan menjaga keseimbangan selama latihan ataupun dalam aktivitas sehari hari. Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar  Ajarkan pada klien/ keluarga untuk mem perhatikan postur tubuh yg benar untuk menghindari kelelahan, keram & cedera.  Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program latihan.

4

4

Gangguan integritas kulit NOC : b/d fraktur terbuka,  Tissue Integrity : Skin and Mucous pemasangan traksi (pen, Membranes kawat, sekrup) Kriteria Hasil :  Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan  Melaporkan adanya gangguan sensasi atau nyeri pada daerah kulit yang mengalami gangguan  Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang  Mampumelindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami

NIC : Pressure Management  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar  Hindari kerutan padaa tempat tidur  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali  Monitor kulit akan adanya kemerahan  Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien  Monitor status nutrisi pasien  Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

5

Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)

NIC : Infection Control (Kontrol infeksi)  Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain  Pertahankan teknik isolasi  Batasi pengunjung bila perlu  Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien  Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung  Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat  Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum  Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing

NOC :  Immune Status  Risk control Kriteria Hasil :  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi  Jumlah leukosit dalam batas normal  Menunjukkan perilaku hidup sehat

5

 Tingktkan intake nutrisi  Berikan terapi antibiotik bila perlu Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)  Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal  Monitor hitung granulosit, WBC  Monitor kerentanan terhadap infeksi  Batasi pengunjung  Saring pengunjung terhadap penyakit menular  Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko  Pertahankan teknik isolasi k/p  Berikan perawatan kuliat pada area epidema  Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase  Ispeksi kondisi luka / insisi bedah  Dorong masukkan nutrisi yang cukup  Dorong masukan cairan  Dorong istirahat  Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep  Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi  Ajarkan cara menghindari infeksi  Laporkan kecurigaan infeksi  Laporkan kultur positif 6

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada

NOC :  Kowlwdge : disease process  Kowledge : health Behavior Kriteria Hasil :  Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan

NIC : Teaching : disease Process  Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik  Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat

6

 Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar  Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya

 Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat  Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat  Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat  Hindari harapan yang kosong  Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat  Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit  Diskusikan pilihan terapi atau penanganan  Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan  Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat  Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat  Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat

7

1

BAB III PENUTUP 4.1 Implikasi Keperawatan • Perawat dapat memberikan informasi, pengertian dan pendidikan tentang fraktur, tindakan yang perlu dilakukan untuk menangani frakur. •

Perawat memberikan pelayanan yang penuh terhadap pasien yang mengalami fraktur.

• Perawat dapat menentukan tindakan yang tepat bagi pasien. 4.2 Kesimpulan Fraktur pada anak mempunyai keistimewaan dibanding dengan dewasa, proses penyembuhannya dapat berlangsung lebih singkat dengan remodeling yang sangat baik,hal ini disebabkan karena adanya perbedaan anatomi, biomekanik serta fisiologi tulang anak yang berbeda dengan tulang orang dewasa.. Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa, sehingga epifisis dan metafisi ini akan menyatu.Pada anak, terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang rawan pertumbuhan. Periosteum sangat tebal dan k u a t d i m a n a p a d a p r o s e s b o n e h e l d i n g a k a n menghasilkan kalus yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa. 4.3 Saran  Untuk keluarga : -Sebaiknya mendampingi anak pada saat bermain supaya tidak mengalami fraktur. -Apabila anak mengalami fraktur segera berikan pengobatan yang tepat agar tidak mengganggu tahap tumbuh kembang yang selanjutnya.  Untuk Perawat : -Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien yang mengalami fraktur -Mengajarkan penanganan fraktur kepada pasien dan keluarga . -Mengupdate pengetahuan yang baru tentang fraktur

2

DAFTAR PUSTAKA

A. V. Korompilias & M. G. Lykissas & G. I. Mitsionis & V. A. Kontogeorgakos & G. Manoudis & A. E. Beris.Treatment of Pink Pulseless Hand Following Supracondylar Fractures of the Humerus in Children.International Orthopaedics (SICOT) (2009) 33:237–241 Armis.1994. TRAUMA SISTEM MUSKULOSKELETAL. Yogyakarta : FK UGM Bitensky,Lucille., et all. Circulating Vitamin K level in patients with fractures in the Journal Of Bone and JoindSurgery. British volume 7-B, 1988, p.663-p.664 Closkey JC & Bulechek. 2008. Nursing Intervention Classification. 4th ed. Mosby Year Book. Giuliana Valerio, Francesca Gallè, Caterina Mancusi, Valeria Di Onofrio, Marianna Colapietro, Pasquale Guida,Giorgio Liguori. Pattern of fractures across pediatric age groups: analysis of individual and lifestyle factors. Valerio et al. BMC Public Health 2010, 10:656 Ianthe E.Jones,Sheila M.Williams,Ailsa Goulding.2003.Associations of Birth Weight and Length, Childhood Size, and Smoking with Bone Fractures during Growth: Evidence from a Birth Cohort Study.American Journal of Epidemiologi:Vol.159,No.4. Johnson M, dkk. 2004. Nursing Outcome Classification (NOC). 3rd edition. Mosby. Kenneth J. Noonan, M.D.*&Jedediah W. Jones, M.D.Recurrent Supracondylar Humerus Fracture Following Prior Malunion. Muzakkie. Kadar Vitamn K Pada Penderita Fraktur Tertutup Baru dan Lama yang Dirawat Di Bangsal ORTOPEDI RSU DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG. JKK ,Th 36, No 2,April 2004. NANDA, 2001, Nursing Diagnosis: Definition & Classification 2001-2002, Philadelphia, North American Nursing Diagnosis Association Onder Ersan & Emel Gonen & Ahmet Arik & Uygar Dasar & Yalim Ates.Treatment of Supracondylar Fractures of The Humerus in Children Through an Anterior Approach is a Safe and Effective Method.International Orthopaedics (SICOT) (2009) 33:1371–1375. Smeltzer and Bare, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta Wael A. El-Adl Æ Mohammed A. El-Said Æ, George W. Boghdady Æ Al-Sayed M. Ali.Results of treatment of displaced supracondylar humeral fractures in children by percutaneous lateral cross-wiring technique.Strat Traum Limb Recon (2008) 3:1–7 Wael A. El-Adl Æ Mohammed A. El-Said Æ,George W. Boghdady Æ Al-Sayed M. Ali.Operative Management of Type III Extension Supracondylar Fractures in ChildrenInternational Orthopaedics (SICOT) (2009) 33:1089–1094

Related Documents

Askep
October 2019 90
Askep
July 2020 51
Askep
May 2020 71
Askep Malaria.docx
April 2020 6
Askep Parkinson.pptx
November 2019 14

More Documents from ""