Askep Morbus Responsi Oke.docx

  • Uploaded by: Indah Yulinda Pramesty
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Morbus Responsi Oke.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,705
  • Pages: 25
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kusta merupakan penyakit infeksi kronik yang penyebabnya ialah Mycobacterium leprae dan bersifat intraseluler obligat. Masa tunas dari penyakit kusta sangat bervariasi, yaitu antara 40 hari sampai 40 tahun dan pada umumnya penyakit ini membutuhkan waktu antara tiga hingga lima tahun (Kosasih dkk.,2007). Pada sebagian besar orang yang telah terinfeksi dapat teridentifikasi dengan tanpa gejala atau asimptomatik, namun pada sebagian kecil memperlihatkan gejala dan mempunyai kecenderungan untuk menjadi cacat,khususnya pada tangan dan kaki. Penyakit kusta dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe Multi Basiler dan Pausi Basiler (Amirudin dkk., 2003). Prevalensi penyakit kusta di Indonesia sejak tahun 2000-2008 tidak banyak mengalami perubahan. Pada tahun 2008 ada sedikit penurunan dari tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 2007 prevalensinya sebanyak 1,05% menjadi 0,94% pada tahun 2008. Namun, persebarannya hampir terdapat di seluruh provinsi di Indonesia, dengan jumlah kasus kusta yang berbeda-beda. Jumlah kasus kusta terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan (Depkes, 2008).

1.2 Rumusan Masalah 1. Apa Definisi dari Morbus Hansen? 2. Bagaimana Etiologi dari Morbus Hansen? 3. Apa aja Manifestasi Klinis dari Morbus Hansen? 4. Sebutkan apa saja Klasifikasi dari Morbus Hansen? 5. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik dari Morbus Hansen? 6. Bagaimana Pencegahan dari Morbus Hasen?

7. Bagaimana Pengobatan dari Morbus Hansen?

1

8. Apa Patofisiologi dari Morbus Hansen?

1.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk Mengetahui Definisi dari Morbus Hansen 2. Untuk Mengetahui Etiologi dari Morbus Hansen 3. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari Morbus Hansen 4. Untuk Mengetahui Klasifikasi dari Morbus Hansen 5. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik dari Morbus Hansen 6. Untuk Mengetahui Pencegahan dari Morbus Hasen 7. Untuk Mengetahui Pengobatan dari Morbus Hansen 8. Untuk Mengetahui Patofisiologi dari Morbus Hansen

2

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Morbus Hansen Kusta adalah penyakit infeksi kronis yg disebabkan oleh mycobacterium leprae, pertama kali menyerang saraf tepi, setelah itu menyerang kulit dan organ-organ tubuh lain kecuali susunan saraf pusat. Kusta

adalah

penyakit

infeksi

kronis

yang

di

sebabkan

oleh

mycobacterium lepra yang interseluler obligat, yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem endotelial, mata, otot, tulang, dan testis (djuanda, 4.1997 ). Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. (Depkes RI, 1998)

2.2 Etiologi 1. Penyebabnya adalah mycobacterium leprae 2. Kuman penyebab mycobacterium leprae di temukan oleh GA,Hansen pada tahun 1874 di norwegai. 3. Berbentuk basil dengan ukuran 3 – 8 UmX0,5 Um; 4. Bersifat gram positif, tahan asam tidak berspora, tidak bergerak dan alcohol. Mikobakterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat obligat intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti mukosa saluran nafas bagian atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Masa membelah diri mikobakterium leprae 12-21 hari dan masa tunasnya antara 40 hari-40 tahun. Kuman kusta berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5 micro biasanya berkelompok dan ada yang disebar satu-satu, hidup dalam sel dan BTA.

3

2.3 Manifestasi Klinis 1. Kulit dengan bercak putih atau kemerahan dengan mati rasa 2. Penebalan dalm saraf tepi di sertai kelainan berupa mati rasa dan kelemahan pada otot tangan, kaki, dan mata 3. Pada pemeriksaan kulit BTA + Dikatakan menderita kusta apabila di temukan satau atau lebih dari tanda pasi kusta dalam waktu pemeriksaan klinis. ( dirjen PPM & PL, 2003 )

2.4 Klasfikasi Morbus Hansen 1. Tipe Tuberkuloid-Tuberkuloid (TT). Lesi mengenai kulit/saraf, bisa satu atau beberapa. Dapat berupa macula/plakat, berbatas jelas, dibagian tengah didapatkan lesi yang mengalami regresi atau penyembuhan, permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang meninggi, gejalanya dapat disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba, kelemahan otot dan sedikit rasa gatal. 2. Tipe Borderline Tuberkuloid (BT). Lesi mengenai tepi TT, berupa macula anestesi/plak, sering disertai lesi satelit dipinggirnya, tetapi gambaran hipopigmentasi, gangguan saraf tidak seberat tipe tuberkuloid dan biasanya asimetrik. 3. Tipe Borderline-Borderline (BB). Merupakan tipe II yang paling tidak stabil, dan jarang dijumpai, lesi dapat berbentuk macula infilit, permukaannya dapat mengkilat, batas kurang jelas, jumlah melebihi tipe BT dan cenderung simetrik, bentuk, ukuran dan distribusinya bervariasi. Bisa didapat lesi punchedout yaitu hipopigmentasi yang oral pada bagian tengah, merupakan cirri khas tipe ini. 4. Tipe Borderline Lepromatous (BL). Lesi dimulai dengan macula, awalnya sedikit darem dengan cepat menyebar keseluruhan badan, macula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya. Walau masih kecil papel dan nodus lebih tegas dengan distribusi yang hampir simetrik. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa

4

hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya kerinngat, dan gugurnya rambut lebih cepat muncul dibandingkan dengan tipe lepromatous dengan penebalan saraf yang dapat teraba pada tempat predileksi dikulit. 5. Tipe Lepromatous-Lepromatous (LL). Jumlah lesi sangat banyak, simetrik, permukaan halus, lebih eritem, mengkilap, terbatas tidak tegas dan tidak ditemukan gangguan anestesi dan antidrosis pada stadium dini, distribusi lesi khas, mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping hidung, dibadan mengenai bagian belakang yang dingin, lengan punggung tangan dan permukaan ekstentor tungkai bawah, pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung, dapat disertai madarosis, iritis, dan keratitis. Dapat pula terjadi deforhitas hidung, dapat dijumpai pembesaran kelenjar limfe, orkitis dan atropi testis.

2.5 Pemeriksan Diagnostik 1. Pemeriksaan Bakterioskopik Memiliki lesi yang paling aktif yaitu : yang paling erythematous dan paling infiltratif. Secara topografik yang paling baik adalah muka dan telinga.Denngan menggunakan Vaccinosteil dibuat goresan sampai didermis, diputar 90 derajat dan dicongkelkan, dari bahan tadi dibuat sediaan apus dan diwarnai Zeihlnielsen. Pada pemeriksaan akan tampak batang-batang merah yang utuh, terputus-putus atau granuler. 2. Test Mitsuda Berupa penyuntikan lepromin secara intrakutan pada lengan, yang hasilnya dapat dibaca setelah 3 – 4 minggu kemudian bila timbul infiltrat di tempat penyuntikan berarti lepromim test positif.

2.6 Pencegahan 1. Penerangan dengan memberikan sedikit penjelasan tentang seluk beluk penyakit lepra pada pasien.

5

2. Pengobatan profilaksis dengan dosis yang lebih rendah dari pada dosis therapeutic. 3. Vaksinasi dengan BCG yang juga mempunyai daya profilaksis terhadap lepra.

2.7 Pengobatan 1. PB (tipe kering) a. Pengobatan bulanan :hari pertama : 2 Kapsul Rifampisin I Tablet Dapsone (DDS) b. Pengobatan harian : hari ke 2 – 28 : tablet Dapsone (DDS) Lama pengobatan : 6 Blister diminum selama 6 – 9 bulan 2. MB (tipe basah) a. Pengobatan bulanan : hari pertama : b. 2 Kapsul Rifampisin c. 3 Tablet Lamrene d. 1 Tablet Dapsone e. pengobatan harian : hari ke 2 – 28 : f. 1 Tablet Lamrene g. 1 Tablet Dapsone (DDS) h. lama pengobatan : 12 blister diminum selama 12 – 18 bulan.

6

2.8 Patofisiologi Infeksi Myobakterium leprae

Morbus Hansen

Saraf tepi

kulit motorik

Bercak hipopigmentasi/kemerahan

Penebalan dan anestesi

otonom N fasialis

Gatal-gatal

legoptalmus mus

ulcerasi

Kemampuan berkedip

Port de entri luka MK: resiko infeksi

Sensori k

Epitell mata kering MK: ggn persepsi sensori penglihatan

N ulnaris &N mediali s Paralisis jari tangan

N tibia posterior Paralisis jari kaki Claw toes

Claw hand & claw finger

Penebalan saraf

Ggn kelenjar keringat & minyak

anastesia

Kulit kering & bersisik

Terjadi luka

MK: resiko cidera

MK: kerusakan integritas kulit

MK: intoleransi aktifitas

MK: ggn citra diri

7

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN I.

PENGKAJIAN A. BIODATA 1. Identitas Pasien Nama Inisial Umur Agama Jenis kelamin Status Pendidikan Suku bangsa Alamat Tanggal masuk Tanggal Pengkajian No register Diagnosa medis

: Tn.E : 27th : Islam : laki-laki : Sudah menikah : SMA : Indonesia : jalan fatahillah watubellah sumber : 22 Desember 2018 : 22 Desember 2018 : 28171 : Morbus Hansen

2. Identitas Penanggungjawab Nama Inisial Umur Pekerjaan Hubungan dengan Pasien

: Ny.W : 25th : IRT : Istri

B. STATUS KESEHATAN 1. Keluhan Utama : Pasien mengatakan adanya bercak-bercak putih disertai mati rasa pada kulitnya 2. Riwayat Penyakit Sekarang :  Pasien mengatakan adanya bercak-bercak putih disertai mati rasa pada ektrimitas bagian tangan dan kaki serta merasa gatal-gatal pada tubuhnya.  P : Pasien mengatakan bahwa gejala ini timbul pada saat ia pindah rumah dan tinggal menyatu dengan keluarga istrinya. Ia merasa tidak percaya diri dan tidak mau keluar rumah ketika gejala yang dirasa semakin parah.  Q : Quality or Quantity :

8

3. 4.

5.

6.

7.

Pasien mengatakan bahwa bercak-bercak putih yang timbul di tubuhnya tidak berasa (Mati rasa). Semakin banyak bercak-bercak putih yang timbul semakin sulit ia beraktifitas karena semakin mati rasa.  R : Region or Radiation : Bercak-bercak putih timbul di ektremitas pada bagian kaki dan tangan. Semakin pasien membiarkan bercak-bercaknya semakin banyak pula bercak-bercak baru yang timbul.  S : Skala or Severity : T : Timing and Treatment: Pasien mengatakan bahwa gejala ini timbul pada saat ia pindah rumah dan tinggal menyatu dengan keluarga istrinya. Gejala bercak-bercak putih timbul secara bertahap, mati rasapun timbul dan bertambah sesuai dengan bertambahnya sebaran bercakbercak putih yang ada ditubuhnya. Riwayat Kesehatan Masa Lalu : Klien mengatakan gatal-gatal dan pernah mengalami panu Riwayat Keluarga : Klien mengatakan ada keluarganya yang mengalami penyakit yang sama dan tinggal serumah dengan klien yaitu adik iparnya. Riwayat Psikososial : Pasien mengatakan merasa tidak percaya diri dengan kondisi tubuhnya akibat penyakit yang dideritanya, terlebih masyarakat masih mengangap bahwa penyakit tersebut adalah penyakit kutukan. Kesehatan Spiritual : klien mengatakan bahwa penyakit yang dideritanya merupakan ujian dari sang pencipta. Pola-pola fungsi Kesehatan a. Pola nutrisi dan metabolisme  Sebelum masuk Rumah sakit pasien mengatakan ia seringkali maka sembarangan, tidak memperhatikan jenis makanan, kandungan gizi, kebersihan makanan, serta komposisi makanannya.  Ketika dirumah sakit pasien mengatakan makan sesuai dengan apa yang diberikan oleh pihak rumah sakit kepadanya. b. Pola eliminasi Pasien mengatakan pola eliminasi normal dan tidak ada gangguan. c. Pola istirahat dan tidur Pasien mengatakan merasa tidak nyenyak dan tergaggu ketika tidur akibat stress karena kepikiran terhadap penyakit yang dideritanya.

9

d.

e.

f. 

 g. h.

i.

j.

Pola aktivitas dan latihan Pasien mengatakan jarang keluar rumah dan berinteraksi dengan lingkungan karena ia tidak percaya diri akibat bercak-bercak putih yang muncul pada kaki dan tangannya akibat penyakit yang dideritanya. Pola persepsi dan konsep diri Pasien mengatakan ia yakin bahwa penyakit yang dideritanya merupakan penyakit yang diberikan oleh Tuhan YME bukan sebagai penyakit kutukan, namun ia tetap merasa tidak percaya diri karena masyarakat sekitar masih menganggap bahwa penyakit yang dideritanya adalah peenyakit kutukan. Pola sensori dan kognitif Pasien mengatakan mati rasa pada bagian bercak-bercak putih ditubuhnya apabila diberikan rangsangan. Pada umumnya penderita kusta mengalami gangguan disalah satu sensorinya seperti peraba . Pasien mengatakan bahwa ia sudah tidak berguna lagi karena dikucilkan oleh masyarakat akibat penyakit yang dideritanya. Pola reproduksi seksual Pasien mengatakan pola produksi seksualnya normal. Pola hubungan peran Pasien mengatakan selalu mengurung diri dan menarik diri dari masyarakat (disorentasi). Pasien merasa malu tentang keadaan dirinya, dan masyarakat beranggapan penyakit kusta merupakan penyakit yang menjijikan. Pola penanggulangan stress Pasien mengatakan cara penanggulangan stress ia lakukan dengan cara terus mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan selalu berbagi cerita kepada pasangan yaitu istrinya. Pola nilai dan kepercayaan Pasien mengatakan bahwa ia mendapatkan kekuatan jika ia mendekatkan diri beribadah kepada Allah SWT.

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah : 8. Pemeriksaan Fisik Persistem Pendekatan Pengkajian Fisik Persistem a. Sistem Integumen Rambut : Rambut tampak bersih lurus, berwarna hitam legam, sebaran rambut normal. Kulit : Kulit berwarna sawo matang, terdapat bercak-bercak putih dibagian ekstremitas atas dan bawah. Terdapat mati rasa pada bagian bercak-bercak putih yang ada 10

Kuku b. Sistem Kardiovaskuler Inspeksi

ditubuhnya. Turgor kulit elastis. : Bentuk Kuku tampak normal, tidak ada lesi atau infeksi jamur, CRT <2 detik, tidak terlihat sianosis. :

-

-

Kulit bagian dada teraba kasar, tidak terdapat adanya lesi atau jaringan parut Tidak terdapat Oedema tungkai, dan bengkak di sekitar wajah Bentuk kuku normal tidak terlihat sianosis Tampak denyut nadi di daerah apex cordis

-

Palpasi

:

-

Pitting oedema pada bagian tungkai (-) Turgor kulit elastic Nadi perifer teraba Denyut pulmonal teraba CRT < 2 detik

Perkusi

:

-

Bunyi jantung normal ICS II Linea Para Sternalis Dextra ICS IV Linea Para Sternalis Dextra ICS II Linea Para Sternalis Sinistra ICS IV Linea Medioclavicularis Sinistra

Auskultasi

:

-

Terdengar jelas suara S1 dan S2

c. Sistem Respirasi Inspeksi

:

-

Bentuk hidung normal, tidak ada lesi Lubang hidung tampak bersih Bentuk dada normal Gerakan pernapasan simetris Tidak ada pernapasan cuping hidung atau pergerakan otot aksesorius

Palpasi

:

-

Tidak ada nyeri pada daerah sinus Ekspansi dada simetris Traktil fremitus normal

Perkusi

:

-

Resonan

Auskultasi

:

-

Vesikuler terdengar lembut di lapang paru dengan kompleksitas 1:1 cepat dan dangkal.

11

d.

Sistem Endokrin Kadar hormone normal. e. Sistem Neurologi dan Pesepsi Sensori Kepala dan Leher :

-

Bentuk kepala normal, rambut berwarna hitam. Bentuk leher normal, tidak ada lesi. Reflek menelan normal.

Raut Wajah

:

-

Wajah tampak lesu.

Mata

:

-

Bentuk mata normal Konjungtiva normal Sclera mata normal Pupil mata normal Reflek kedip terganggu.

Mulut

:

-

Bentuk bibir normal dan tidak tampak sianosis. Gigi bersih, Tidak ada secret dalam rongga mulut

f. Sistem Gastrointestinal Inspeksi

:

-

Bentuk abdomen normal tidak ada lesi,

Perkusi

:

-

Terdengar bunyi Tymphani di kuadran 2 sinistra Terdengar Dullness di kuadran 1 dextra

-

Bising usus 6 kali/menit

-

Tidak ada pergerakan cairan berlebih saat undulasi Tidak terasa nyeri saat dilakukan penekanan di 4 kuadran

Auskultasi Palpasi

:

-

g. Sistem Urinary Output urine normal, berwarna bening dengan konsentrasi cair dan berbau amoniak, tidak ada nyeri pada bagian pinggang, adanya bunyi pekak pada bagian kandung kemih klien. h. Sistem Muskuloskeletal Pasien tidak mampu bermobiliasi dengan baik diakibatkan karena adanya mati rasa pada bercak-bercak putih yang terdapat di tangan dan kakinya. i. Sistem Reproduksi Tidak terkaji.

12

9. Data Diagnostik dan Laboratorium a. Pemeriksaan Bakterioskopik b. Test Mitsuda

C. Analisa Data NO 1.

DATA FOKUS

ETIOLOGI

Ds: - Klien mengatakan gatalgatal dan pernah mengalami panu

M. leprae

MASALAH KEPERAWATAN Kerusakan integritas kulit b.d ulkus akibat mycobacterium leprae

Penularan (droplet infection atau kontak dengan kulit

Do - Lesi - Kulit kering - Kulit bercak-bercak putih - Terdapat kelainan seperti panu Masuk dalam - Ttv : pembuluh darah Tensi :120/90 mmHg Pulse : 70x/menit Respirasi : 17x/menit Sistem imun Suhu : 37 C seluler

Makrofag aktif

Sitokin dan GF (growth factor)

Merusak saraf fibrous

Penebalan saraf tepi (sensorik, motoric dan otonom)

13

Terjadi luka pada tangan/kaki, selanjutnya akan mati rasa

Lemah/lumpuh otot kaki atau tangan

Ggn pada kelenjar keringat, kelenjar minyak & ggn sirkulasi darah

Kelainan pada kulit, hipopigmentasi (semacam panu) bercak-bercak putih

Kerusakan integritas kulit

2.

Ds : -

-

Do : -

Pasien mengatakan lemah pada tangan dan kaki. Pasien mengatakan mati rasa pada tangan dan kaki. Kekuatan otot 3-3-3-3 ADL dibantu keluarga Refleks kedip berkurang

M. leprae

Penularan (droplet infection atau kontak dengan kulit

Intoleransi aktifitas b.d kelemahan fisik akibat mati rasa pada bagian tubuh yang terkena Mycobacterium leprae

Masuk dalam

14

-

Ttv :    

pembuluh darah Tensi : 120/90 mmHg Pulse : 70x/menit Rr : 17x/menit Suhu : 37 C

Sistem imun seluler

Makrofag aktif

Sitokin dan GF (growth factor)

Merusak saraf fibrous

Penebalan saraf tepi (sensorik, motoric dan otonom)

Terjadi luka pada tangan/kaki, selanjutnya akan mati rasa

Lemah/lumpuh otot kaki atau tangan

3.

Ds : Pasien mengatakan tidak percaya diri dan tidak mau keluar rumah Do : - Pasien tampak murung dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain selain istrinya

Intelorensi Aktifitas M. leprae

Penularan (droplet infection atau kontak dengan kulit

Gangguan Citra tubuh b.d perubahan dan kehilangan fungsi tubuh.

15

-

Ttv : Tensi :120/90 mmHg Pulse : 70x/menit Respirasi : 17x/menit Suhu : 37 C

Masuk dalam pembuluh darah

Sistem imun seluler

Makrofag aktif

Sitokin dan GF (growth factor)

Merusak saraf fibrous

Penebalan saraf tepi (sensorik, motoric dan otonom)

Terjadi luka pada tangan/kaki, bercak-bercak putih selanjutnya akan mati rasa

Gangguan Citra tubuh.

16

D. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas No

1.

2.

3.

DIAGNOSA TGL KEPERAWATAN DITEMUKAN DIAGNOSA KEPERAWATAN Kerusakan 23-12-2018 integritas kulit b.d ulkus akibat mycobacterium leprae Intoleransi 23-12-2018 aktifitas b.d kelemahan fisik akibat mati rasa pada bagian tubuh yang terkena Mycobacterium leprae Gangguan Citra 23-12-2018 tubuh b.d perubahan dan kehilangan fungsi tubuh.

NAMA DAN TTD PERAWAT

Diva

Noviani

Diva

E. INTERVENSI KEPERAWATAN N O

1.

DIAGNOSA KEPERAWA TAN

NOC (NURSING OUTCOME CLASSIFICATI ON), KRITERIA HASIL Kerusakan Setelah integritas kulit dilakukan b.d ulkus Asuhan akibat Keperawatan mycobacteriu selama 2x24 m leprae jam tingkat intregitas kulit membaik dengan batasan karakteristik : - Tidak ada luka/lesi pada

NIC (NURSING RASIONAL INTERVENTIO N CLASSIFICATI ON)  Skin Surveilance - Observasi ekstremitas untuk warna, hangat, bengkak, pulsasi,tekstur ,oedema, dan ulserasi. - Inspeksi kulit dan -

Untuk mengetahui adanya tanda-tanda infeksi. Untuk menentukan jenis tindakan yang akan diberikan. Bercak17

kulit - Tidak terlihat bercakbercak putih pada kulit - Perfusi jaringan baik - Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit. - Mampu melindungi kulit dan mempertahan kan kelembapan kulit dan perawatan alami.

2.

Intoleransi aktifitas b.d kelemahan fisik akibat mati rasa pada bagian tubuh yang terkena Mycobacteriu

Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan kondisi klien dengan Kriteria

membrane mukosa untuk adanya kemerahan, ekstremitas hangat, atau drainase - Monitor suhu dan warna kulit  Wound Care - Buang debris / benda asing yang ada pada luka. - Catat karakteristik - Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian longgar - Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih. - Ubah posisi pasien setiap 2 jam sekali. - Monitor kulit akan adanya bercak-bercak putih - Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat. - Bantu pasien untuk mengidentifik asi aktifitas yang mampu dilakukan. - Bantu untuk memilih

Bercak putih merupakan tanda dari adanya bakteri mycobakteri um leprae. Agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah. Melihat tingkat keparahan yang terjadi.

Mempenga ruhi pilihan intervensi/ bantuan. Memperm udah pasien

18

m leprae

hasil : - Berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi, dan RR. - Mampu melakukan aktifitas sehari-hari (ADLS) secara mandiri - Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat. - Ttv Normal -

-

3.

Gangguan Citra tubuh b.d perubahan dan kehilangan fungsi tubuh

Setelah dilakukan Asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan kondisi pasien dalam rentan normal dengan

aktifitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi, dan social. Bantu untuk mendapatkan alat bantu aktifitas seperti kursi roda, Kruk Bantu untuk mengidentifik asi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktifitas yang diinginkan. Bantu pasien/keluarg a untuk mengidentifik asi kekurangan dalam beraktifitas. Bantu pasien untuk mengembang kan motivasi diri dan penguatan. Kaji Secara verbal dan non verbal respon pasien terhadap tubuhnya. Monitor frekuensi mengkritik

memilih dan melakukan aktifitas sesuai kemampua nnya. Mobilisasi dini menurunka n komplikasi tirah baring, dan meningkat kan penyembu han dan normalisas i fungsi organ. Dengan adanya motivasi untuk melakukan aktifitas dapat merangsan g pasien untuk lebih meningkat kan penyembu han pada pasien. Gangguan citra tubuh akan menyertai setiap penyakit keadaan yang tampak

19

kriteria hasil : - Body image (+) - Mampu mengidentifi kasi kekuatan personal - Mendeskripsi kan secara factual perubahan fungsi tubuh. - Mempertahan kan interaksi social.

dirinya. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit. Dorong pasien mengungkapk an perasaannya. Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil -

-

-

nyata bagi pasien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh pada konsep diri. Terdapat hubungan stadium perkembang an citra diri dan reaksi serta pemahaman pasien terhadap kondisi kuitnya. Pasien membutuhk an pengalaman didengar dan dipahami. Memberikan kesempatan pada pasien untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi pasien. Membantu meningkatk an

20

penerimaan diri dan sosialisasi.

F. No 1.

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Diagnosa Keperawatan Kerusakan integritas kulit b.d ulkus akibat mycobacterium leprae

-

-

 -

2.

Intoleransi aktifitas b.d kelemahan fisik akibat mati rasa pada bagian tubuh yang terkena Mycobacterium leprae

-

-

-

Tindakan Mengbservasi ekstremitas untuk warna, hangat, bengkak, pulsasi,tekstur,oedema, dan ulserasi. Menginspeksi kulit dan membrane mukosa untuk adanya kemerahan, ekstremitas hangat, atau drainase Memonitor suhu dan warna kulit Wound Care Membuang debris / benda asing yang ada pada luka. Mencatat karakteristik Menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian longgar Menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih. Mengubah posisi pasien setiap 2 jam sekali. Memonitor kulit akan adanya bercak-bercak putih Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat Membantu pasien untuk mengidentifikasi aktifitas yang mampu dilakukan. Membantu untuk memilih aktifitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi, dan social. Membantu untuk mendapatkan alat bantu aktifitas seperti kursi roda, Kruk

21

3.

Gangguan Citra tubuh b.d perubahan dan kehilangan fungsi tubuh.

- Membantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktifitas yang diinginkan. - Membantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktifitas. - Membantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan. - Mengkaji Secara verbal dan non verbal respon pasien terhadap tubuhnya. - Memonitor frekuensi mengkritik dirinya. - Menjelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit. - Mendorong pasien mengungkapkan perasaannya. - Memfasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil

G. EVALUASI NO

1.

HARI /TGL

DIAGNOS A KEP.

EVALUASI

NAMA DAN TTD PERAWAT Mingg Kerusakan S : Pasien mengatakan bercak- DIVA u/ 23 integritas bercak putih pada bagian tangan Dese kulit b.d dan kakinya sudah berkurang mber ulkus 2018 akibat O: mycobacter - bercak-bercak putih pada ium leprae kulit tampak berkurang - Ttv : Tensi :120/90 mmHg Pulse : 70x/menit Respirasi : 17x/menit Suhu : 36 C

22

KET.

A : Masalah sebagian

sudah

teratasi

P : Lanjutkan intervensi. 2.

Mingg u/ 23 Dese mber 2018

Intoleransi aktifitas b.d kelemahan fisik akibat mati rasa pada bagian tubuh yang terkena Mycobacter ium leprae

S : Pasien mangatakan sudah bisa NOVIANI mennjalankan ADL tanpa bantuan alat ataupun keluarga pasien. O: -

Kekuatan otot pasie 4-4-44 Pasien tampak mampu menjalankan ADL tanpa bantuan alat ataupun keluarganya.

A : Masalah teratasi.

3.

Mingg u/ 23 Dese mber 2018

Gangguan Citra tubuh b.d perubahan dan kehilangan fungsi tubuh.

P : Intervensi dihentikan. S : Pasien mengatakan sudah DIVA mulai berani berinteraksi dengan orang lain selain istrinya. O: - Pasien terlihat sudah mulai berani berinteraksi dengan orang lain.

A : Masalah teratasi. P : Intervensi dihentikan.

23

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Penyakit kusta ialah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas, dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah.

4.2 Saran Penyusun menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan mkalah ini.

24

DAFTAR PUSTAKA

hidayat2.wordpress.com/2009/05/26/askep-lepra kuliah+keperawatan+kebidanan+asuhan+keperawatan+lepra ads.masbuchin.com/search/askep%20lepra

25

Related Documents

Morbus Sabaticos
October 2019 15
Morbus Hansen.docx
June 2020 10
Morbus Hansen.docx
October 2019 15
Responsi Jarkom
May 2020 24

More Documents from ""