Askep Lansia Dengan Masalah Pneumonia.docx

  • Uploaded by: Sri agustini
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Lansia Dengan Masalah Pneumonia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 10,243
  • Pages: 49
ASKEP LANSIA DENGAN MASALAH PNEUMONIA

Konsep Lansia 1.

Pengertian Menua menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan- lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000). Manula Adalah

suatu

proses

menghilangnya

secara

perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (constantinpes, 1994) 2.

Batasan-batasan lansia batasan usia menurut WHO meliputi :

3.

a.

pertengahan yaitu kelompok usia 45-59 tahun

b.

lanjut usia, antar 60-74 tahun

c.

lanjut usia tua, antara 75-90 tahun

d.

usia sangat tua, diatas 90 tahun

Faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan Hereditas Nutrisi Status kesehatan Pengalaman hidup Lingkungan Stress

B.

Konsep penyakit

1.

Pengertian respirasi (pernafasan) melibatkan keseluruhan proses yang menyebabkan pergerakan pasif o2 dari atmosfir ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel, serta pergerakan pasif CO2 selanjutnya yang merupakan produk sisa metabolisme dari jaringan ke atmosfir. (sherwood lauralee, 2011)

pernapasan adalah pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara udara dan darah. (corwin elizabet . j 2010)

2.

Perubahan Fisik sistem pernafasan pada lansia. a.

Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.

b.

Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial terjadi penumpukan sekret.

c.

Penurunan aktivitas paru ( mengembang & mengempisnya ) sehingga jumlah udara pernafasan yang masuk keparu mengalami penurunan, kalau pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.

d.

Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang ( luas permukaan normal 50m²), Ù menyebabkan terganggunya prose difusi.

e.

Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu prose oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua kejaringan.

f.

CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.

g.

kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus alium dari saluran nafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.

C.

Faktor-faktor yang memperburuk fungsi paru

a.

Faktor merokok Merokok akan memperburuk fungsi paru, yaitu terjadi penyempitan saluran nafas. Pada tingkat awal, saluran nafas akan mengalami obstruksi clan terjadi penurunan nilai VEP1 yang besarnya tergantung pada beratnya penyakit paru tad. Pada tingkat lanjut dapat terjadiobstruksi yang iereversibel, timbul penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) (Silverman dan Speizer, 2009; Burrows, 2009. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 2009)

b.

Obesitas Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru seseorang. Pala obesitas, biasanya terjadi penimbunan lemak pada leher, dada dan (finding perut, akan dapat mengganggu compliance dinding dada, berakibat penurunan volume paru atau terjadi keterbatasan gerakanpernafasan (restriksi) dan timbul gangguan fungsi paru tipe restriktif (Taylor et al, 2010; Levinxky, 2010. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 2010)

c.

Imobilitas Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan gerak saat otot-otot berkontraksi, sehingga kapasitas vital. paksa atau volume paru akan "relatif' berkurang. Imobilitas karena kelelahan otot-otot pernafasan pada usia lanjut dapat memperburuk fungsi paru (ventilasi paru). Faktor-faktor lain yang menimbulkan imobilitas (paru), misalnya efusi pleura, pneumotoraks, tumor paru dan sebagainya (Mangunegoro, 2009). Perbaikan fungsi paru dapat dilakukan dengan menjalankan olah raga secara intensif (Rahmatullah, 2009. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 2011)

d.

Operasi Tidak

semua

operasi

Dari pengalaman

para

(pembedahan) ahli

mempengaruhi

diketahui

bahwa

faal yang

paru. pasti

memberikan pengaruh faal paru adalah : (1) pembedahan toraks (jantung dan paru); (2) pembedahan abdomen bagian atas; dan (3) anestesi atau jenis obatanestesi

tertentu.

Peruhahan

fungsi

paru

yang

timbul,

meliputi perubahan proses ventilasi, distribusi gas, difusi gas serta perfusi darah kapiler paru. Adanya perubahan patofisiologik paru pasca bedah mudah menimbulkan komplikasi paru: atelektasis, infeksi atau sepsis dan selanjutnya mudah terjadi kematian, karena timbulnya gagal nafas (Rahmatullah, 2008. Didalam bukuR.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 2011)

D.

Patogenesis penyakit paru pada usia lanjut

a.

Perubahan anatomik-fisiologik

Dengan adanya perubahan anatomik-fisiologik sistem pernafasan ditambah adanya faktor-faktor lainnya dapat memudahkan timbulnya beberapa macam penyakit paru: bronkitis kronis, emfisema paru, PPOM, TB paru, kanker paru dan sebagainya (Mangunegoro, 2009; Davies, 2009; Widjayakusumah, 2009; Rahmatullah,2009; Suwondo 2009. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 2011) b.

Perubahan daya tahan tubuh Pada usia lanjut terjadi penurunan daya tahan tubuh, antara lain karena lemahnya fungsi limfosit B dan T (Subowo, 1993; Roosdjojo dkk, 1988), sehingga penderita rentan terhadap kuman-kuman pathogen virus, protozoa, bakteri atau jamur (Haryanto clan Nelwan, 2011, Didalam bukuR.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 2011)

c.

Perubahan metabolik tubuh Pada orang usia lanjut sering terjadi peruban metabolik tuhuh, dan paru dapat ikut mengalami peruban penyebab tersering adalah penyakit-penyakit metabolik yang bersifatsistemik: diabetes mellitus, uremia, artritis rematoid dan sebagainya. Fakator usia peranannya tidak jelas, tetapi lamanya menderita penyakit sistemik mempunyai andiluntuk timbulnya kelainan paru tadi (Davies,88. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 2011)

d.

Perubahan respons terhadap obat Pada orang usia lanjut, bisa terjadi bahwa penggunaan obat-ohat tertentu akan nemnemberikansan respons atau perubahan pada paru dan saluran nafas, yang mungkin perubahan-perubahan tadi tidak terjadi pada usia muda.Contoh, yaitu penyakit paru akibat idiosinkrasi terhadap obat yang sering digunakan dalam pengobatan penyakityang sedang dideritanya yang mana proses tadi jarang terjadi pada usia muda (Davies, 2009. Didalam bukuR.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 2011)

e.

Perubahan degenerative Perubahan

degeneratif

merupakan

perubahan

yang

tidak

dapat dielakkaan terjadinya pada individu-individu yang mengalami proses penuaan.

Penyakit

paru

yang

timbul

akibat

proses

(perubahan) degeneratif tadi, misalnya terjadinya bronkitis kronis, emfisema

paru,penyakit

paru

obstruktif

terjadinya pada usia lanjut

menahun,

dan sebagainya

karsinoma

paru

yang

(Davies, 2009.Didalam

buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 2011)

E.

Penyakit lanjut usia di Indonesia berhubungan dengan gangguan sistem

respirasi Ada beberapa penyakit paru yang menyertai orang usia lanjut, yangparuing ada 4 macam: pneumoni, tuberkulosis paru, penyakit paru obstruktif menahun (PPOM),dan karsinoma paru. 1.

Definisi Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM) Pengertian.

PPOM

adalah

kelainan

paru

yang

ditandai

dengan

gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran nafas dan tidak banyak mengalami perubahan

dalam

masa

observasi

beberapa

waktu

(Mangunegoro, 2009. , Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 2011) 2.

Etiologi. Etiologi penyakit ini belum diketahui. Timbulnya penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor resiko yang terdapat pada penderita, antara lain merokok sigaret yang berlangsung lama, polusi udara, infeksi paru berulang, umur, jenis kelamin, ras, defisiensi alfa-1antitripsin, defisiensi antioksidan dan sebagainya. Pengaruh dari masing-masing faktor resiko terhadap terjadinya PPOM adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan dalam menimbulkan penyakit ini.

3.

Patofisiologi. Faktor-faktor resiko yang telah disebutkan di atas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulknn kerusakan pada dinding bronkiolis terminal. Akibat dari kerusakan yang timbul akan terjadi obstruksi bronkus keel (bronkiolus terminal), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang pada saat inspirasi mudah masuk ke dalam

alveoli, saat ekspirasi banyak yang terjebak. dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara(airtrapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak nafas dengan segara akibat-akibatnya. Adanya obstruksi dini saat awal ekspirasi akan

menimbulkan

kesulitan

ekspirasi

dan

menimbulkan

pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 2008. , Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 2011) 4.

Gambaran klinik. Gambaran klinik yang ditemukan adalah gambaran penyakit paru yang mendasari ditambah tanda-tanda klinik akihat terjadinya obstruksi bronkus. Gambaran klinik bila diamati secara cermat akan mengarah pada dua hal atau dua tipe pokok: (1) mempunyai gambaran klinik dominan ke arah bronkitis kronis (blue bloater type); dan (2) gambaran klinik predominant ke arah emfisema (pink puffer type).

5.

Diagnosis. Diagnosis PPOM ditegakkan dengan metode yang lazim (terarah dan sistimatik),

meliputi

anamnesis,

pemeriksaan

fisik

dan pemeriksaan

penunjang. a.

Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan kelemahan badan, batuk, sesak nafas, sesak nafas waktu aktivitas clan nafas berbunyi, mengi atau wheeze. Oleh karena perjalanan penyakitnya lambat, maka anamnesisharus dilakukan secara hati-hati dan teliti.

b.

Pada pemeriksaan fisik, pada penderita tingkat penyakitnya masih awal mungkin

tidak

ditemukan

kelainan.

Adanya

ekspirasi

yang memanjang merupakan petunjuk kelainan dial. Pada penyakit tingkat lanjut, tampak bentuk dada seperti tong, ditemukan penggunaan otot-otot bantu nafas, suaranafas melemah, terdengar suara mengi yang lemah.Kaitting ditemukan (gerak) pernafasan paradoksal. Selain itu dapat ditemukan edema kaki, mites dan jari tabuh (Mangunegoro, 2009; Das Jardin dan Burton,2009). c.

Pemerikasaan diagnosis 1)

Sinar x dada dapat menyatakan hiperinflasi paru, peningkatan tanda bronkovaskuler ( bronkitis)

2)

GDA memperkirakan progresi penyakit kronis misalnya

peningkatan po2. 3)

Sputum: untuk menentukan adanya infeksi

4)

EKG membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator.

IV. Perubahan Anatomik pada Sistem Pernafasan (System Respiratorius) 1. Dinding dada: Tulang-tulang mengalami osteoporosis, rawan mengalami osifikasi

sehingga terjadi perubahan bentuk dan ukuran dada. Sudut

epigastrik relatif mengecil dan volume rongga dada mengecil 2. Otot-otot pernafasan: Musuculus interkostal dan aksesori mengalami kelemahan akibat atrofi. 3. Saluran nafas: Akibat kelemahan otot, berkurangnya jaring¬an elastis bronkus dan aveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil. Cicin rawan bronkus mengalami pengapuran. 4. Struktur jaringan parenkim paru: Bronkiolus, duktus alveoris dan alveolus membesar secara progresip, terjadi emfisema senilis. Struktur kolagen dan elastin dinding saluran nafas perifer kualitasnya mengurang sehingga me¬nyebabkan

elasti¬sitas

jaringan

parenkim

paru

mengu¬rang.

Penurunan elastisitas jaringan parenkim paru pada usia lanjut dapat karena menurun¬nya

tegangan

permukaan

akibat

permu¬kaan

pengurangan

daerah alveolus.

Perubahan anatomi tersebut menyebabkan gangguan fisiologi pernapasan sebagai berikut: a. Gerak pernafasan: adanya perubahan bentuk, ukuran dada, maupun volume rongga dada akan merubah mekanika per¬nafasan menjadi dangkal, timbul gangguan sesak nafas, lebih-lebih apabila terdapat deformitas rangka dada akibat penuaan. b. Distribusi gas: perubahan struktur anatomik saluran nafas akan menimbulkan penimbulkan penumpukan udara dalam alveolus (air trapping) ataupun gangguan pendistribusian gangguan udara nafas dalam cabang bronkus.

c. Volume dan kapasitas paru menurun: hal ini disebabkan karena beberapa faktor: (1) kelemahan otot nafas, (2) elastisitas jaringan parenkim paru menurun, (3) resistensi saluaran nafas (menurun sedikit). Secara umum dikatakan bahwa pada usia lanjut terjadi pengurangan ventilasi paru. d. Gangguan transport gas: pada usia lanjut terjadi penurunan PaO2 secara bertahap, penyebabnya terutama disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. Selain itu diketahui bahwa pengambilan O2 oleh darah dari alveoli (difusi) dan transport O2 ke jaringan berkurang, terutama terjadi pada saat melakukan olahraga. Penurunan pengam¬bil¬an O2 maksimal disebabkan antara lain karena: (1) ber¬bagi perubahan pada jaringan paru yang menghambat difusi gas, dan (2) kerena bertkurangnya aliran darah ke paru akibat turunnyan curah jantung. e. Gangguan perubahan ventilasi paru: pada usia lanjut terjadi gangguan pengaturan ventilasi paru, akibat adanya penu¬runan kepekaan kemoreseptor perifer, kemoreseptor sentral atupun pusat-pusat pernafasan di medulla oblongata dan pons terhadap rangsangan berupa penurunan PaO2, peninggian PaCO2, Perubahan pH darah arteri dan sebagainya.

ASKEP LANSIA DENGAN MASALAH PNEUMONIA

A. PENGERTIAN Pengertian

Pneumonia (Peradangan

Organ

Paru-paru)

– Pneumonia

adalah suatu penyakit infeksi atau peradangan pada organ paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun parasit di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer menjadi “inflame” dan terisi oleh cairan. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh iritasi kimia atau fisik dari paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker paru-paru atau terlalu banyak minum alkohol. Namun penyebab yang paling sering ialah serangan bakteria streptococcus pneumoniae, atau pneumokokus. Penyakit Pneumonia sering kali diderita sebagian besar orang yang lanjut usia (lansia) dan mereka yang memiliki penyakit kronik sebagai akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh (Imun), akan tetapi Pneumonia juga bisa menyerang kaula muda yang bertubuh sehat. Saat ini didunia penyakit Pneumonia dilaporkan telah menjadi penyakit utama di kalangan kanak-kanak dan merupakan satu penyakit serius yang meragut nyawa beribu-ribu warga tua setiap tahun. Terjadinya Penyakit Pneumonia Cara penularan virus atau bakteri Pneumonia sampai saat ini belum diketahui pasti, namun ada beberapa hal yang memungkinkan seseorang beresiko tinggi terserang penyakit Pneumonia. Hal ini diantaranya adalah: 

Orang yang memiliki daya tahan tubuh lemah, seperti penderita

HIV/AIDS dan para penderita penyakit kronik seperti sakit jantung, diabetes mellitus. Begitupula bagi mereka yang pernah/rutin menjalani kemoterapy (chemotherapy) dan meminum obat golongan Immunosupressant dalam waktu lama, dimana mereka pada umumnya memiliki daya tahan tubuh (Immun) yang lemah. 

Perokok dan peminum alkohol. Perokok berat dapat mengalami irritasi

pada saluran pernafasan (bronchial) yang akhirnya menimbulkan secresi muccus (riak/dahak), Apabila riak/dahak mengandung bakteri maka dapat

menyebabkan Pneumonia. Alkohol dapat berdampak buruk terhadap sel-sel darah putih, hal ini menyebabkan lemahnya daya tahan tubuh dalam melawan suatu infeksi. 

Pasien yang berada di ruang perawatan intensive (ICU/ICCU). Pasien

yang dilakukan tindakan ventilator (alat bantu nafas) ‘endotracheal tube’ sangat beresiko terkena Pneumonia. Disaat mereka batuk akan mengeluarkan tekanan balik isi lambung (perut) ke arah kerongkongan, bila hal itu mengandung bakteri dan berpindah ke rongga nafas (ventilator) maka potensial tinggi terkena Pneumonia. 

Menghirup udara tercemar polusi zat kemikal. Resiko tinggi dihadapi oleh

para petani apabila mereka menyemprotkan tanaman dengan zat kemikal (chemical) tanpa memakai masker adalah terjadi irritasi dan menimbulkan peradangan pada paru yang akibatnya mudah menderita penyakit Pneumonia dengan masuknya bakteri atau virus. 

Pasien yang lama berbaring. Pasien yang mengalami operasi besar

sehingga menyebabkannya bermasalah dalah hal mobilisasi merupakan salah satu resiko tinggi terkena penyakit Pneumonia, dimana dengan tidur berbaring statis memungkinkan riak/muccus berkumpul dirongga paru dan menjadi media berkembangnya bakteri.

B. TANDA DAN GEJALA Gejala yang berhubungan dengan pneumonia termasuk batuk, sakit dada, demam, dan kesulitan bernafas. Sedangkan tanda-tanda menderita Pneumonia dapat diketahui setelah menjalani pemeriksaan X-ray (Rongent) dan pemeriksaan sputum.

C. ETIOLOGI 

Virus Synsitical respiratorik



Virus Influensa



Adenovirus



Rhinovirus



Rubeola



Varisella



Micoplasma (pada anak yang relatif besar)



Pneumococcus



Streptococcus



Staphilococcus

D. PATOFISIOLOGI Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta karbon dioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi ke dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa, dan bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki atau alveoli dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau dari sisi kanan ke sisi kiri jantung. Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia arterial.

Pneumonia mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang paling umum. Mikoplasma adalah organisme kecil yang dikelilingi oleh membran berlapis tiga tanpa dinding sel. Organisme ini tumbuh pada media kultur khusus tetapi berbeda dari virus. Pneumonia mikoplasma paling sering terjadi

pada

anak-anak

yang

sudah

besar

dan

dewasa

muda.

Pneumonia kemungkinan ditularkan oleh droplet pernapasan yang terinfeksi, melalui kontak dari individu ke individu. Pasien dapat diperiksa terhadap antibodi mikoplasma.

Inflamasi infiltrat lebih kepada interstisial ketimbang alveolar. Pneumonia ini

menyebar ke seluruh saluran pernapasan, termasuk bronkiolus. Secara umum, pneumonia ini mempunyai ciri-ciri bronkopneumonia. Sakit telinga dan miringitis bulous merupakan hal yang umum terjadi. Pneumonia atipikal dapat menimbulkan masalah-masalah yang sama baik dalam ventilasi maupun difusi seperti yang diuraikan dalam pneumonia bakterial.

E. MANIFESTASI KLINIK Pneumonia bakterial (atau pneumokokus) secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5oC sampai 40,5oC), dan nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk. Pasien sangat sakit dengan takipnea sangat jelas (25 sampai 45 kali/menit) disertai dengan pernapasan mendengkur, pernapasan cuping hidung, dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan.

Pneumonia atipikal beragam dalam gejalanya, tergantung pada organisme penyebab. Banyak pasien mengalami infeksi saluran pernapasan atas (kongesti nasal, sakit tenggorok), dan awitan gejala pneumonianya bertahap. Gejala yang menonjol adalah sakit kepala, demam tingkat rendah, nyeri pleuritis, mialgia, ruam, dan faringitis. Setelah beberapa hari, sputum mukoid atau mukopurulen dikeluarkan.

Nadi cepat dan bersambungan (bounding). Nadi biasanya meningkat sekitar 10 kali/menit untuk setiap kenaikan satu derajat Celcius. Bradikardia relatif untuk suatu demam tingkatan tertentu dapat menandakan infeksi virus, infeksi mycoplasma, atau infeksi dengan spesies Legionella.

Pada banyak kasus pneumonia, pipi berwarna kemerahan, warna mata menjadi lebih terang, dan bibir serta bidang kuku sianotik. Pasien lebih menyukai untuk duduk tegak di tempat tidur dengan condong ke arah depan, mencoba untuk mencapai pertukaran gas yang adekuat tanpa mencoba untuk batuk atau napas dalam. Pasien banyak mengeluarkan keringat. Sputum purulen dan bukan merupakan indikator yang dapat dipercaya dari etiologi.

Sputum berbusa, bersemu darah sering dihasilkan pada pneumonia pneumokokus, stafilokokus, Klebsiella, dan streptokokus. Pneumonia Klebsiella sering juga mempunyai sputum yang kental; sputum H. influenza biasanya berwarna hijau.

Tanda-tanda lain terjadi pada pasien dengan kondisi lain seperti kanker, atau pada mereka yang menjalani pengobatan dengan imunosupresan, yang menurunkan daya tahan terhadap infeksi dan terhadap organisme yang sebelumnya tidak dianggap patogen serius. Pasien demikian menunjukkan demam, krekles, dan temuan fisik yang menandakan area solid (konsolidasi) pada lobus-lobus paru, termasuk peningkatan fremitus taktil, perkusi pekak, bunyi napas bronkovesikular atau bronkial, egofoni (bunyi mengembik yang terauskultasi), dan bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan yang terauskultasi melalui dinding dada). Perubahan ini terjadi karena bunyi ditransmisikan lebih baik melalui jaringan padat atau tebal (konsolidasi) ketimbang melalui jaringan normal.

Pada pasien lansia atau mereka dengan PPOM, gejala-gejala dapat berkembang secara tersembunyi. Sputum purulen mungkin menjadi satusatunya tanda pneumonia pada pasien ini. Sangat sulit untuk mendeteksi perubahan yang halus pada kondisi mereka karena mereka telah mengalami gangguan fungsi paru yang serius.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Radiologis Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae; bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan pneumonia interstisial (interstitial disease) oleh virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrat di lobus atas sering

ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteriemia.

Pemeriksaan Laboratorium Leukositosis

umumnya

menandai

adanya

infeksi

bakteri;

leukosit

normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman Gram negatif atau S. aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.

Pemeriksaan Bakteriologis Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.

Pemeriksaan Khusus Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.

G. PENATALAKSANAAN Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang sesuai seperti yang ditetapkan oleh hasil pewarnaan Gram. Penisilin G merupakan antibiotik pilihan untuk infeksi oleh S. pneumoniae. Medikasi efektif lainnya termasuk eritromisin, klindamisin, sefalosporin generasi kedua dan ketiga, penisilin lainnya, dan trimetoprim-sulfametoksazol (Bactrim).

Pneumonia mikoplasma memberikan respons terhadap eritromisin, tetrasiklin, dan derivat tetrasiklin (doksisiklin). Pneumonia atipikal lainnya mempunyai penyebab virus, dan kebanyakan tidak memberikan respons

terhadap antimikrobial. Pneumocystis carinii memberikan respons terhadap pentamidin dan trimetropim-sulfametoksazol (Bactrim, TMPSMZ). Inhalasi lembab, hangat sangat membantu dalam menghilangkan iritasi

bronkial.

Asuhan

keperawatan

dan

pengobatan

(dengan

pengecualian terapi antimikrobial) sama dengan yang diberikan untuk pasien yang mengalami pneumonia akibat bakteri.

Pasien menjalani tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda penyembuhan. Jika dirawat di RS, pasien diamati dengan cermat dan secara kontinu sampai kondisi klinis membaik.

Jika terjadi hipoksemia, pasien diberikan oksigen. Analisis gas darah arteri dilakukan untuk menentukan kebutuhan akan oksigen dan untuk mengevaluasi keefektifan terapi oksigen. Oksigen dengan konsentrasi tinggi merupakan kontraindikasi pada pasien dengan PPOM karena oksigen ini dapat memperburuk ventilasi alveolar dengan menggantikan dorongan ventilasi yang masih tersisa dan mengarah pada dekompensasi. Tindakan dukungan pernapasan seperti intubasi endotrakeal, inspirasi oksigen konsentrasi tinggi, ventilasi mekanis, dan tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) mungkin diperlukan untuk beberapa pasien tersebut.

Pathway Normal (sistem pertahanan)terganggu

Virus

Kuman patogen mencapai bronkhial terminalis merusak sel epitel bersilia, sel goblet

Organisme

Sal. Napas bagian bawah pneumokokus

Eksudat masuk ke alveoli

Sel darah merah, leukosit pneumokokus mengisi alveoli

Cairan edema + leukosit ke alveoli

Konsolidasi paru

Leukosit dan fibrinmengalami konsolidasi

Stapilokokus

Trombus

Toksin, coagulase

Permukaan lapisan pleura tertutup tebal eksudat trombus vena pulmonalis

leukositosis Kapasitas vital, compliance menurun, hemoragik

Intoleransi aktifitas

Suhu tubuh meningkat

Nekrosis hemoragik

Resiko kekurangan volume cairan

Produksi sputum meningkat

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Abses pneumatocale (kerusakan jaingan parut

Ketidakefektifan pola nafas

Pathogenesis penyakit pada lansia Perubahan degenerative

Perubahan respon terhadap obat

Perubahan metabolic tubuh

Aging Proses

Teori Psikologi dan Sosial

Fungsi anatomi dan fisiologi organ tubuh

Perubahan daya tahan tubuh

Continuity Theory

Activity Theory

Disengagement Therapy

Sistem Respirasi Menarik diri dari lingkungan Ansietas

HDR Penyempitan saluran pernafasan atas Udara yang masuk

Alveoli kurang elastis, ukuran melebar

Gaya pegas paru

Otot Pernafasan

Terganggunya inspirasi dan ekspirasi

Fungsi kapiler pada alveoli

Fungsi Difusi sesak MK : Gg Pertukaran gas Suplai O2 darh CO2 Otak Pusing MK : Gg Rasa nyaman nyeri

MK : Gangguan pola napas

Suplai O2 ke organ dan jaringan Malaise

Aktivitas silia

Fungsi batuk

Membran mukosa mengering Menghambat pengeluaran sekret

Batuk efektif Secret

Suplay O2 dalam tubuh Penggunaan otot bantu pernapasan Mudah lelah

MK : Intoleransi aktifitas

Berubahnya bentuk Thorax dan Vertebra

Resiko infeksi

MK : Tidak efektifnya bersihan jalan napas

Potensial obstruksi paru

Bronkitis kronis

Anor exia

Obstruktif saluran pernapasan 02 yang masuk

ISOS

Faktor pemberat fungsi organ Merokok, obesitas, pasca operasi

Fungsi silia dan sel goblet

Produksi secret

intake Batuk MK : Gg Pemenuhan nutrisi

KONSEP ASKEP

A. PENGKAJIAN -Aktivitas/istirahat Gejala: Kelemahan, kelelahan, insomnia. Tanda: Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas. -Sirkulasi Gejala: Riwayat adany/GJK kronis. Tanda: Takikardia, penampilan kemerahan atau pucat. -Integritas ego Gejala: Banyaknya stresor, masalah finansial. -Makanan/cairan Gejala:

Kehilangan

nafsu

makan,

mual/muntah,

riwayat

diabetes

melitus.

Tanda: Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi). -Neurosensori Gejala: Sakit kepala daerah frontal (influenza). Tanda: Perubahan mental (bingung, somnolen). -Nyeri/keamanan Gejala: Sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk; nyeri dada substernal (influenza), mialgia, artralgia. Tanda: Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan). -Pernapasan Gejala: Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret, takpnea, dispnea progresif, pernapasan

dangkal,

penggunaan

otot

aksesori,

pelebaran

nasal.

Tanda: Sputum: merah muda, berkarat, atau purulen, perkusi: pekak di atas area yang konsolidasi, fremitus: taktil dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi, gesekan friksi pleural, bunyi napas: menurun atau tak ada di atas area yang terlibat, atau napas bronkial, warna: pucat atau sianosis bibir/kuku.

-Keamanan Gejala: Riwayat gangguan sistem imun, mis: SLE, AIDS, penggunaan steroid atau kemoterapi, institusionalisasi, ketidakmampuan umum, demam (mis: 38, 5-39,6oC). Tanda: Berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola atau varisela. -Penyuluhan/pembelajaran Gejala:

Riwayat

Pertimbangan:

mengalami

DRG

pembedahan;

menunjukkan

rerata

penggunaan lama

alkohol

dirawat:

6,8

kronis. hari.

Rencana pemulangan: Bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah, oksigen mungkin diperlukan bila ada kondisi pencetus.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d hipersekresi jalan napas 2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler-alveolus 3. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen 4. Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru. 5. Defisit Nutrisi b/d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi. 6. Risiko hipovolemia dibuktikan kehilangan cairan secara aktif (demam, berkeringat banyak, napas mulut/hiperventilasi, muntah).

C. INTERVENSI DIAGNOSA KEPERAWATAN Bersihan jalan napas tidak efektif

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL

INTERVENSI

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam jalan napas paten dengan KH :  Pola Napas vesikuler  Klien mampu batuk efektif  Sputum atau secret berkurang  Klien tenang tidak ada cyanosis  Frekuensi napas normal : 12-20x/menit

Latihan batuk efektif Observasi :  Identifikasi kemampuan batuk  Monitor adanya retensi sputum  Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas input dan output cairan ( mis : jumlah dan karakteristik ) Terapeutik :  Atur posisi semifowler/fowler  Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien  Buang secret pada tempat sputum Edukasi :  Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif  Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama empat detik, ditahan selama dua detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu ( dibulatkan) selama delapan detik  Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga tiga kali  Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang

ke tiga Kolaborasi :  Kolaborasi pemberian mucolitik atau ekspectoran jika perlu Manajemen jalan nafas Observasi :  Identifikasi pasien-pasien yang membutuhkan isolasi  Lakukan screening pasien isolasi dengan kriteria ( mis : batuk lebih dari 2 minggu, suhu >37C, riwayat perjalanan dari daerah endemic ) Terapeutik :  Tempatkan satu pasien untuk 1 kamar  Pasang poster kewaspadaan standard di pintu kamar pasien  Sediakan seluruh kebutuhan harian dan pemeriksaan sederhana dikamar pasien  Dekontaminasi alat-alat kesehatan sesegera mungkin setelah digunakan  Lakukan kebersihan tangan pada 5 moment ( mis: sebelum kontak dengan pasien, sebelum tindakan aseptic, setelah kontak dengan pasien, setelah kontak dengan cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan lingkungan pasien)  Pasang alat proteksi diri sesuai SOP ( mis : sarung tangan, masker, apron )  Lepaskan alat proteksi diri segera setelah kontak dengan pasien  Pakailah pakaian sendiri dan cuci pada suhu 60C  Masukan bahan-bahan linen yang terkena cairan tubuh kedalam trolley infeksius  Minimalkan kontak dengan pasien sesuai kebutuhan  Bersihkan kamar dan lingkungan sekitar setiap hari dengan desinfektan ( mis : clorin 0,5%)  Batasi transportasi pasien seperlunya  Pakai masker selama proses transportasi pasien  Batasi pengunjung  Pastikan kamar pasien selalu dalam kondisi bertekanan negative  Hindari pengunjung berusia dibawah 12 tahun Edukasi :  Ajarkan kebersihan tangan kepada keluarga dan pengunjung  Anjurkan keluarga / pengunjung melapor sebelum ke kamar pasien  Anjurkan keluarga/pengunjung melakukan kebersihan tangan sebelum masuk dan sesudah meninggalkan kamar

Dukungan kepatuhan program pengobatan Observasi :  Identifikasi kepatuhan menjalani program pengobatan Terapeutik :  Buat komitmen menjalani program pengobatan dengan baik  Buat jadwal pendampingan keluarga untuk bergantian menemani pasien selama menjalani program pengobatan jika perlu  Dokumentasikan aktivitas selama menjalani proses pengobatan  Diskusikan hal-hal yang dapat mendukung atau menghambat berjalannya program pengobatan  Libatkan keluarga untuk mendukung program pengobatan yang dijalani Edukasi :  Informasikan program pengobatan yang harus dijalani  Informasikan manfaat yang akan diperoleh jika teratur menjalani program pengobatan  Anjurka keluarga untuk mendampingi dan merawat pasien selama menjalani program pengobatan  Anjurkan pasien dan keluarga melakukan konsultasi kepelayanan kesehatan terdekat jika perlu Fisioterapi dada Observasi :  Identifikasi indikasi dilakukan fisioterapi dada ( mis : hipersekresi sputum, sputum kental dan tertahan, tirah baring lama )  Identifikasi kontraindikasi fisioterapi dada ( mis: eksaserbasi PPOK akut, pneumonia tanpa produksi sputum berlebih, kanker paru-paru )  Monitor status pernapasan ( mis : kecepatan, irama, suara napas, dan kedalaman napas )  Periksa segmen paru yang mengandung sekresi berlebihan  Monitor jumlah dan karakter sputum  Monitor toleransi selama dan setelah prosedur Terapeutik :  Posisikan pasien sesuaikan dengan area paru yang mengalami penumpukan sputum  Gunakan bantal untuk membantu pengaturan posisi  Lakukan perkusi dengan posisi telapak tangan ditangkupkan selama 3-5 menit  Lakukan vibrasi dengan posisi telapak tangan rata bersamaan ekspirasi melalui mulut  Lakukan fisioterapi dada setidaknya dua jam setelah makan  Hindari perkusi pada tulang belakang, ginjal, payudara wanita, insisi

Gangguan gas

pertukaran

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam Menunjukkan perbaikan ventilasi KH :  Haterate dalam batas normal : 60 – 100x/menit  Tidak ada diaphoresis

dan tulang rusuk yang patah  Lakukan penghisapan lendir untuk mengeluarkan secret, jika perlu Edukasi :  Jelaskan tujuan dan prosedur fisioterapi dada  Anjurkan batuk segera setelah prosedur selesai  Ajarkan inspirasi pertahanan dan dalam melalui hidung selama proses fisioterapi Terapi oksigen Observasi :  Monitor kecepatan aliran oksigen  Monitor posisi alat terapi oksigen  Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang diberikan cukup  Monitor efektifitas terapi oksigen ( mis : oksimetri, analisa gas darah ), jika perlu  Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan  Monitor tanda-tanda hipoventilasi  Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelectasis  Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen  Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen Terapeutik :  Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trachea jika perlu  Pertahankan kepatenan jalan napas  Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen  Berikan oksigen tambahan jika perlu  Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi  Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien Edukasi :  Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah Kolaborasi :  Kolaborasi penentuan dosis oksigen  Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur Pemantauan respirasi Observasi :  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas  Monitor pola napas ( seperti bradipnoe, takipnoe, hiperventilasi, kussmaul, Chyene-Stokes, Biot, Ataksik )  Monitor kemampuan batuk efektif  Monitor adanya produksi sputum

    

Tidak ada cyanosis Tidak terdapat pernapasan hidung Klien tenang Kesdaran compos mentis Pola napas vesikuler

cuping

 Monitor adanya sumbatan jalan napas  Palpasi kesimetrisan ekspansi paru  Auskultasi bunyi napas  Monitor saturasi oksigen  Monitor AGD  Monitor hasil X-Ray Thorax Terapeutik :  Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien  Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi :  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan  Informasikan hasil pemantauan, jika perlu Dukungan berhenti merokok Observasi :  Identifikasi keinginan behenti merokok  Identifikasi upaya berhenti merokok Terapeutik :  Diskusikan motivasi penghentian merokok  Diskusikan kesiapan perubahan gaya hidup  Lakukan pendekatan psikoedukasi untuk mendukung dan membimbing upaya berhenti merokok Edukasi :  Jelaskan efek langsung berhenti merokok  Jelaskan berbagai intervensi dengan farmakoterapi ( mis : terapi penggantuan nikotin ) Dukungan ventilasi Observasi :  Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas  Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernapasan  Monitor status respirasi dan oksigenasi ( mis : frekuensi dan kedalaman napas, penggunaan otot bantu napas, bunyi napas tambahan, saturasi oksigen ) Terapeutik :  Pertahankan kepatenan jalan napas  Berikan posisi semi fowler atau fowler  Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin  Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan ( mis : nasal kanul, masker wajah, masker rebrithing atau non rebreathing )  Gunakan Bag-Valve mask, jika perlu

Edukasi :  Ajarkan melakukan tekhnik relaksasi napas dalam  Ajarkan mengubah posisi secara mandiri  Ajarkan tekhnik batuk efektif Kolaborasi :  Kolaborasi pemberian bronchodilator, jika perlu Edukasi berhenti merokok Observasi :  Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi Terapeutik :  Sediakan materi dan media edukasi  Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan  Beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya Edukasi :  Jelaskan gejala fisik penarikan nikotin ( mis : sakit kepala, pusing, mual dan insomnia )  Jelaskan gejala berhenti merokok ( mis : mulut kering, batuk, tenggorokan gatal)  Jelaskan aspek psikososial yang mempengaruhi perilaku merokok  Informasikan produk pengganti nikotin ( mis : permen karet, semprotan hidung, inhaler )  Ajarkan cara berhenti merokok Edukasi pengukuran respirasi Observasi :  Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi Terapeutik :  Sediakan materi dan media edukasi  Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan  Beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya  Dokumentasikan hasil pengukuran respirasi Edukasi :  Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan  Ajarkan cara menghitung respirasi dengan mengamati naik turunnya dada saat bernapas  Ajarkan cara menghitung respirasi selama 30 detik dan kalikan dengan 2 atau hitung selama 60 detik jika respirasi tidak teratur Fisioterapi dada Observasi :  Identifikasi indikasi dilakukan fisioterapi dada ( mis : hipersekresi sputum, sputum kental dan tertahan, tirah baring lama )



Identifikasi kontraindikasi fisioterapi dada ( mis: eksaserbasi PPOK akut, pneumonia tanpa produksi sputum berlebih, kanker paru-paru )  Monitor status pernapasan ( mis : kecepatan, irama, suara napas, dan kedalaman napas )  Periksa segmen paru yang mengandung sekresi berlebihan  Monitor jumlah dan karakter sputum  Monitor toleransi selama dan setelah prosedur Terapeutik :  Posisikan pasien sesuaikan dengan area paru yang mengalami penumpukan sputum  Gunakan bantal untuk membantu pengaturan posisi  Lakukan perkusi dengan posisi telapak tangan ditangkupkan selama 3-5 menit  Lakukan vibrasi dengan posisi telapak tangan rata bersamaan ekspirasi melalui mulut  Lakukan fisioterapi dada setidaknya dua jam setelah makan  Hindari perkusi pada tulang belakang, ginjal, payudara wanita, insisi dan tulang rusuk yang patah  Lakukan penghisapan lendir untuk mengeluarkan secret, jika perlu Edukasi :  Jelaskan tujuan dan prosedur fisioterapi dada  Anjurkan batuk segera setelah prosedur selesai  Ajarkan inspirasi pertahanan dan dalam melalui hidung selama proses fisioterapi Edukasi fisioterapi dada Observasi :  Identifikasi kemampuan pasien dan keluarga menerima informasi Terapeutik :  Sediakan materi dan media edukasi  Jadwalkan waktu yang tepat untuk memberikan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan dengan pasien dan keluarga  Berikan kesempatan pasien dan bertanya Edukasi :  Jelaskan kontraindikasi fisioterapi dada ( mis : eksaserbasi PPOK akut, osteoporosis)  Jelaskan tujuan dan prosedur fisioterapi dada  Jelaskan segmen paru-paru yang mengandung sekresi berlebihan  Jelaskan cara modifikasi posisi agar dapat mentolelir posisi yang ditentukan  Jelaskan alat perkusi dada pneumatic, akustik, atau listrik ysng

digiunakan, jika perlu Jelaskan cara menggerakan alat dengan cepat dan kencang, bahu dan lengan lurus, pergelangan tangan kaku, di daerah yang akan dikeringkan saat pasien menghisap atau batuk 3-4 kali  Anjurkan menghindari perkusi pada tulang belakang, ginjal, payudara wanita, insisi dan tulang rusuk yang patah  Ajarkan mengeluarkan sekresi melalui pernapasan dalam  Ajarkan batuk selama dan setelah prosedur  Jelaskan cara memantau efektifitas prosedur ( mis : oksimetri nadi, tanda vital dan tingkat kenyamanan Pencegahan aspirasi Observasi :  Monitor tingkat kessadaran, batuk, muntah, dan kemampuan menelan  Monitor status pernapasan  Monitor bunyi napas, terutama setelah makan/minum  Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral Terapeutik :  Posisikan semi fowler ( 30-45 derajat ) 30 menit sebelum memberi asupan oral  Pertahankan posisi semi fowler ( 30-45 derajat )  Pertahankan kepatenan jalan napas  Berikan makanan dengan ukuran kecil atau lunak  Berikan obat oral dalam bentuk cair  Anjurkan makan secara perlahan  Ajarkan strategi mencegah aspirasi  Ajarkan tekhnik mengunyah atau menelan, jika perlu Terapi oksigen Observasi :  Monitor kecepatan aliran oksigen  Monitor posisi alat terapi oksigen  Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang diberikan cukup  Monitor efektifitas terapi oksigen ( mis : oksimetri, analisa gas darah ), jika perlu  Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan  Monitor tanda-tanda hipoventilasi  Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelectasis  Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen  Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen Terapeutik : 

     

Intoleransi aktivitas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas KH :  Haterate dalam batas normal : 60 – 100x/menit  Tekanan darah normal 140/90 mmHg  Tidak ada cyanosis  Klien tampak kuat  Klien menyatakan nyaman setelah beraktivitas  Tidak ada dispnoe

Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trachea jika perlu Pertahankan kepatenan jalan napas Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen Berikan oksigen tambahan jika perlu Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien Edukasi :  Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah Kolaborasi :  Kolaborasi penentuan dosis oksigen  Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur Manajemen energy Observasi :  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan  Monitor kelelahan fisik dan emosional  Monitor pola dan jam tidur  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas Terapeutik:  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis: Cahaya, suara, kunjungan )  Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif  Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan  Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan Edukasi:  Anjurkan tirah baring  Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap  Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan Kolaborasi :  Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan Terapi Aktivitas Observasi :  Identifikasi deficit tingkat aktifitas  Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu  Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan  Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas  Identifikasi makna aktivitas rutin ( mis : bekerja ) dan waktu luang  Monitor respon emosional, fisik, social, dan spiritual terhadap aktivitas

Terapeutik :  Fasilitasi focus pada kemampuan, bukan deficit yang dialami  Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang aktivitas  Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang konsisten sesuai kemampuan fisik, psikologis dan social  Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia  Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih  Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika sesuai  Fasilitsi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan untuk mengakomodasi aktivitas yang dipilih  Fasilitasi aktivitas fisik rutin ( mis : ambulasi, mobilisasi dan perawatan diri ), sesuai kebutuhan  Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan waktu, energy atau gerak  Fasilitasi aktivitas motoric kasar untuk pasien hiperaktif  Tingkatkan aktivitas fisik untuk memeliharaberat badan, jika sesuai  Libatkan dalam permainan kelompok yang tidak kompetitif, terstruktur dan aktif  Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas rekreasi dan diversifikasi untuk menurunkan kecemasan ( mis : tugas sederhana, permainan sederhana, tugas rutin, tugas rumah tangga, perawatan diri )  Libatkan keluarga dalam aktivitas jika perlu  Fasilitasi mengembangkan motivasi dan penguatan diri  Fasiltasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan  Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari  Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas Edukasi :  Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu  Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih  Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social, spiritual dan kognitif dalam menjaga fungsi dan kesehatan  Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai  Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas Kolaborasi :  Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu

Dukungan ambulasi Observasi :  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya  Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi  Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi  Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi Terapeutik :  Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu ( mis : tongkat, kruk )  Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu  Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi Edukasi :  Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi  Anjurkan melakukan ambulasi dini  Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan ( mis : berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi ) Dukungan perawatan diri Observasi :  Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuia usia  Monitor tingkat kemandirian  Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan makan Terapeutik :  Sediakan lingkungan yang terapeutik ( mis : suasana hangat, rileks, prvasi )  Siapkan keperluan pribadi ( mis : parfum, sikat gigi dan sabun mandi )  Damping dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri  Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan  Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan perawatan diri  Jadwalkan rutinitas perawatan diri Edukasi :  Ajarkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuia kemampuan Dukungan spiritual Observasi :  Identifikasi perasaan khawatir, kesepian dan ketidakberdayaan  Identifikasi pandangan tentang hubungan antara spiritual dan kesehatan  Identifikasi harapan dan kekuatan pasien  Identifikasi ketaatan dalam beragama

Terapeutik :  Berikan kesempatan mengekspresikan perasaan tentang penyait dan kematian  Berikan kesempatan mengekspresikan dan meredakan marah secara tepat  Yakinkan bahwa perawat bersedia mendukung selama masa ketidakberdayaan  Sediakan privasi dan waktu tenang untuk aktivitas spiritual  Diskusikan keyakinan tentang makna dan tujuan hidup, jika perlu  Fasilitasi melakukan kegiatan ibadah Edukasi :  Anjurkan berinteraksi dengan keluarga, teman, dan/atau orang lain  Anjurkan berpartisipasi dalam kelompok pendukung  Ajarkan metode relaksasi, meditasi, dan imajinasi terbimbing Kolaborasi :  Atur kunjungan dengan rohaniawan Dukungan tidur Observasi :  Identifikasi pola aktivitas dan tidur  Identifikasi factor pengganggu tidur ( fisik dan/atau psikologis )  Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur ( mis : kopi, the, alcohol, makan mendekati waktu tidur, minum banyak air sebelum tidur )  Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi Terapeutik :  Modifikasi lingkungan ( mis : pencahayaan, kebisingan, suhu, matras, dan tempat tidur )  Batasi waktu tidur siang, jika perlu  Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur  Tetapkan jadwal tidur rutin  Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan ( mis : pijat, pengaturan posisi, terapi akupresur )  Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan untuk menunjang siklus tidur-terjaga Edukasi :  Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit  Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur  Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur  Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor terhadap tidur REM



Ajarkan factor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur ( Mis : psikologis, gaya hidup, sering berubah Shift kerja )  Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara nonfarmakologi lainnya Edukasi latihan fisik Observasi :  Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi Terapeutik :  Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan  Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan  Berikan kesempatan untuk bertanya Edukasi :  Jelaskan manfaat kesehatan dan efek fisiologis olahraga  Jelaskan jenis latihan yang sesuia dengan kondisi kesehatan  Jelaskan frekuensi, durasi, dan intensitas program latihan yang diinginkan  Ajarkan latihan pemanasan dan pendinginan yang tepat  Ajarkan tekhnik menghindari cedera saat berolahraga  Ajarkan tekhnik pernapasan yang tepatuntuk memaksimalkan penyerapan oksigen selama latihan fisik Edukasi tekhnik ambulasi Observasi :  Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi  Monitor kemajuan pasien dalam ambulasi Terapeutik :  Sediakan materi, media dan alat bantu jalan ( mis : tongkat, walker, kruk )  Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan  Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertanya Edukasi :  Jelaskan prosedur dan tujuan ambulasi dengan atau tanpa alat bantu  Anjurkan menggunakan alas kaki yang memudahkan berjalan dan mencegah cedera  Anjurkan menggunakan sabuk pengamansaat transfer dan ambulasi, jika perlu  Ajarkan cara mengidentifikasi sarana dan praarana yang mendukung untuk ambulasi dirumah  Ajarkan cara mengidentifikasi kemampuan ambulasi ( mis : kekuatan otot, rentang gerak )  Ajarkan tekhnik ambulasi yang aman  Demonstrasikan cara ambulasi tanpa alat bantu jalan

 Ajarkan berdiri dan ambulasi dalam jarak tertentu  Demonstrasikan cara ambulasi dengan alat bantu Manajemen lingkungan Observasi :  Identifikasi keamanan dan kenyamanan lingkungan Terapeutik :  Aturposisi furniture dengan rapid an terjangkau  Atur suhu lingkungan yang sesuia  Sediakan ruang berjalan yang cukup dan aman  Sediakan tempat tidur dan lingkungan yang bersih dan nyaman  Sediakan pewangi ruangan, jika perlu  Ganti pakaian secara berkala  Hindaripaparan langsung dengan cahaya matahari atau cahaya yang tidak perlu Edukasi :  Jelaskan cara membuat lingkungan rumah yang aman  Ajarkan pasien tentang upaya pencegahan infeksi Manajemen program latihan Observasi :  Identifikasi pengetahuan dan pengalaman aktivitas fisik sebelumnya  Identifikasi jenis aktivitas fisik  Identifikasi kemampuan pasien beraktivitas Terapeutik :  Motivasi untuk memulai / melanjutkan aktivitas fisik  Motivasi menjadwalkan program aktivitas fisik dari regular menjadi rutin  Berikan reinforcement jika aktivitas sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan bersama Edukasi :  Jelaskan manfaat aktivitas fisik  Anjurkan tekhnik pernapasan yang epat selama aktivitas fisik  Ajarkan tehnik latihan sesuai kemampuan  Ajarkan menghindari cedera saat aktivitas fisik  Ajarkan latihan pemanasan dan pendinginan yang tepat Pemantauan tanda vital Observasi :  Monitor tekanan darah  Monitor nadi  Monitor pernapasan  Monitor suhu tubuh

 Monitor oksimetri nadi  Monitor tekanan nadi ( selisih systole dan dyastole )  Identifikasi penyebab perubahan tanda vital Terapeutik :  Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien  Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi :  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan  Informsikan hasil pemantauan, jika perlu Promosi latihan fisik Observasi :  Identifikasi keyakinan kesehatan tentang latihan fisik  Identifikasi pengalaman olahraga sebelumnya  Identifikasi motivasi individu untuk memulai atau melanjutkan program olahraga  Identifikasi hambatan untuk berolah raga  Monitor kepatuhan menjalankan program latihan  Monitor respon terhadap program latihan Terapeutik :  Motivasi mengungkapkan perasaan tentang olahraga/ Kebutuhan olahraga  Motivasi memulai atau melanjutkan olahraga  Fasiltasi dalam mengidentifikasi peran positif untuk mempertahankan program latihan  Fasilitasi dalam menetapkan tujuan jangka panjang dan jangka pendek program latihan  Fasilitasi dalam mempertahankan kemajuan program latihan  Berikan umpan balik positif terhadap setiap upaya yang dijalankan pasien Edukasi :  Jelaskan manfaat kesehatan dan efek fisiologis olahraga  Jelaskan jenis latihan yang sesuai dengan kondisi kesehatan  Jelaskan frekuensi, drasi, dan intensitas program latihan yang diinginkan  Ajarkan latihan pemanasan dan pendinginan yang tepat  Ajarkan tehnik menghindari cedera saat berolahraga  Ajarkan tehnik pernapasan yang tepat untuk memaksimalkan penyerapan oksigen selama latihan fisik Kolaborasi :  Kolaborasi dengan rehabilitasi medis atau ahli fisiologi olahraga, jika

perlu Terapi music Observasi :  Identifikasi perubahan perilaku atau fisiologi yang akan dicapai  Identifikasi minat terhadap music  Identifikasi music yang disukai Terapeutik :  Pilih usik yang disukai  Posisikan dalam posisi yang nyaman  Batasi rangsangan eksternal selama terapi dilakukan  Seiakan peralatan terapi music  Atur volume suara yang sesuai  Berikan terapi music sesuia indikasi  Hindari pemberian terapi music dalam waktu yang lama Edukasi :  Jelaskan tujuan dan prosedur terapi music  Anjurkan rileks selama mendengarkan musik Manajemen nutrisi Observasi :  Identifikasi status nutrisi  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan  Identifikasi makanan yang disukai  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrisi  Monitor asupan makanan  Monitor berat badan  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium Terapeutik :  Lakukan oral hygiene sebelum makan  Fasilitasi menentukan pedoman diet  Sajikan makanan secara menarikdan suhu yang sesuai  Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi  Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein Edukasi :  Ajarkan diit yang diprogramkan Kolaborasi :  Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan

Manajemen nyeri Observasi :  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri  Indentifikasi skala nyeri  Identifikasi respons nyeri  Identifikasi faktor non verbal yang memperberat dan yang memperingan nyeri  Monitor efek samping penggunaan analgetik Terapeutik:  Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis:TENS, hipnosis, akupressur, terapi musik, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)  Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)  Fasilitasi istirahat dan tidur Edukasi:  Jelaskan penyebab, periode, pemicu nyeri  Jelaskan starategi meredakan nyeri  Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri  Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat  Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi :  Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu Terapi oksigen Observasi :  Monitor kecepatan aliran oksigen  Monitor posisi alat terapi oksigen  Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang diberikan cukup  Monitor efektifitas terapi oksigen ( mis : oksimetri, analisa gas darah ), jika perlu  Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan  Monitor tanda-tanda hipoventilasi  Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelectasis  Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen  Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen Terapeutik :  Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trachea jika perlu

    

Nyeri akut

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam nyeri hilang KH :  Haterate dalam batas normal : 60 – 100x/menit  Respirasi Rate : 12-20x/menit  Skala nyeri 0 ( tidak ada nyeri )  Suhu : 36,5C - 37C

Pertahankan kepatenan jalan napas Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen Berikan oksigen tambahan jika perlu Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien Edukasi :  Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah Kolaborasi :  Kolaborasi penentuan dosis oksigen Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur Terapi relaksasi otot progresif Observasi :  Identifikasi tempat yang tenag dan nyaman  Monitor secara berkala untuk memastikan otot rileks  Monitor adanya indicator tidak rileks Terapeutik:  Atur lingkungan agar tidak ada gangguan saat terapi  Berikan posisi bersandar pada kursi atau posisi lainnya yang nyaman  Hentikan saat relaksasi secara bertahap  Beri waktu mengungkapkan perasaan tentang terapi Edukasi  Anjurkan memakai pakaian yang nyaman dan tidak sempit  Anjurkan elakukan relaksasi otot rahang  Anjurkan menegangkan otot selama 5-20 detik, kemudian anjurkan untuk merilekskan otot 20-30 detik, masing-masing 8-16 kali  Anjurkan menegangkan otot kaki selama tidak lebih dari 5 detik untuk menghindari kram  Anjurkan focus pada sensasi otot yang menegang  Anjurkan focus pada sensasi otot yang relaks  Anjurkan bernapas dalam dan perlahan  Anjurkan berlatih diantara sesi regular dengan perawat Manajemen nyeri Observasi :  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri  Indentifikasi skala nyeri  Identifikasi respons nyeri  Identifikasi faktor non verbal yang memperberat dan yang memperingan nyeri



Tidak terdapat tanda-tanda infeksi

 Monitor efek samping penggunaan analgetik Terapeutik:  Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis:TENS, hipnosis, akupressur, terapi musik, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)  Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)  Fasilitasi istirahat dan tidur Edukasi:  Jelaskan penyebab, periode, pemicu nyeri  Jelaskan starategi meredakan nyeri  Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri  Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat  Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi :  Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu Aromaterapi Observasi :  Identifikasi pilihan aroma yang disukai dan tidak disukai  Identifikasi tingkat nyeri, stress, kecemasan, dan alam perasaan sebelum dan sesudah aromaterapi  Monitor ketidaknyamanan sebelum dan setelah pemberian  Monitor masalah yang terjadi saat pemberian aromaterapi Terapeutik :  Pilih minyak esensial yang tepat sesuai dengan indikasi  Lakukan uji kepekaan kulit dengan uji temple  Berikan minyak esensial dengan metode yang tepat ( mis : inhalasi, pemijatan, mandi uap atau kompres) Edukasi :  Ajarkan cara menyimpan minyak esensial dengan tepat  Anjurkan menggunakan minyak esensial bervariasi  Anjurkan menghindarkan kemasan minyakesensial dari jangkauan anak-anak Kolaborasi :  Konsultasikan jenis dan dosis minyak esensial yang tepat dan aman Edukasi manajemen nyeri Observasi :  Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

Terapeutik :  Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan  Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan  Berikan kesempatan untuk bertanya Edukasi :  Jelaskan penyebab, periode dan strategi meredakan nyeri  Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri  Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat  Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Edukasi proses penyakit Observasi :  Identifikasi kesiapan pasien dan keluarga menerima informasi Terapeutik :  Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan  Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan  Berikan kesempatan untuk bertanya Edukasi :  Jelaskan penyebab dan factor risiko penyakit  Jelaskan proses patofisiologi munculnya penyakit  Jelaskan tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit  Jelaskan kemungkinan terjadinya komplikasi  Ajarkan cara meredakan atau mengatasi gejala yang dirasakan  Ajarkan cara meminimalkan efek samping dari inetrvensi atau pengobatan  Informasikan kondisi pasien saat ini  Anjurkan melapor jika merasakan tanda dan gejala memberat atau tidak biasa Edukasi tekhnik napas Observasi :  Identifikasi kesiapan pasien dan keluarga menerima informasi Terapeutik :  Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan  Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan  Berikan kesempatan untuk bertanya Edukasi :  Jelaskan tujuan dan manfaat tehnik napas  Jelaskan prosedur tehnik napas  Anjurkan memposisikan tubuh senyaman mungkin  Anjurkan menutup mata dan berkonsentrasi penuh  Ajarkan melakukan inspirasi dengan menghirup udara melalui hidung

secara perlahan Ajarkan melakukan ekspirasi dengan menghembuskan udara mulut mencucu secara perlahan  Demonstrasikan menarik napas selama 4 detik, menahan napas selama 2 detik dan menghembuskan napas selama 8 detik Latihan pernapasan Observasi :  Identifikasi indikasi dilakukan latihan pernapasan  Monitor frekuensi, irama dan kedalaman napas sebelum dan sesudah latihan Terapeutik :  Sediakan tempat yang tenang  Posisikan pasien nyaman dan rileks  Tempatkan satu tangan di dada dan satu tangan diperut  Pastikan tangan di dada mundur kebelakang dan telapak tangan di perut maju kedepan saat menarik napas  Ambil napas dalam secara perlahan melalui hidung dan tahan selama 7 hitungan  Hitungan ke delapan hembuskan napas melalui mulut dengan perlahan Edukasi :  Jelaskan tujuan dan proedur latihan pernapasan  Anjurkan mengulangi latihan 4-5kali Tekhnik distraksi Observasi :  Identifikasi pilihan teknis distraksi yang diinginkan Terapeutik :  Gunakan tekhnik distraksi ( mis : membaca buku, menonton televise, bermain, aktivitas terapi, membaca cerita, bernyanyi ) Edukasi :  Jelaskan manfaat dan jenis distraksi bagi panca indera ( mis : music, penghitungan, televise, baca, video/permainan genggam )  Anjurkan menggunakan tehnik sesuai dengan tingkat energy, kemampuan, usia, tingkat perkembangan  Anjurkan membuat daftar aktvitas yang menyenangkan  Anjurkan berlatih tehnik distraksi Tekhnik imajinasi terbimbing Observasi :  Identifikasi masalah yang dialami  Monitor respons perubahan emosional 

Terapeutik :  Sediakan ruangan yang aman dan tenang Edukasi :  Anjurkan membayangkan suatu tempat yang sangat menyenangkan yang pernah atau yang ingin di kunjungi ( mis : gunung, pantai )  Anjurkan membayangkan mengunjungi tempat yang dikunjungi berada dalam kondisi yang sehat, bersama dengan orang yang dikasihi atau dicintai dalam suasana yang nyaman Terapi music Observasi :  Identifikasi perubahan perilaku atau fisiologi yang akan dicapai  Identifikasi minat terhadap music  Identifikasi music yang disukai Terapeutik :  Pilih usik yang disukai  Posisikan dalam posisi yang nyaman  Batasi rangsangan eksternal selama terapi dilakukan  Seiakan peralatan terapi music  Atur volume suara yang sesuai  Berikan terapi music sesuia indikasi  Hindari pemberian terapi music dalam waktu yang lama Edukasi :  Jelaskan tujuan dan prosedur terapi music  Anjurkan rileks selama mendengarkan musik Terapi sentuhan Observasi :  Identifikasi keinginan melakukan intervensi  Identifikasi tujuan dan terapi sentuhan yang diinginkan  Monitor respons relaksasi dan perubahan lain yang diharapkan Terapeutik :  Ciptakan lingkungan yang nyaman tanpa distraksi  Posisikan duduk atau telentang dengan nyaman  Fokuskan diri pada kekuatan batin  Focus pada niat untuk memudahkan penyembuhan  Pikirkan pasien sebagai kesatuan dan fasilitasi aliran energy pasien terbuka dan seimbang  Letakan telapak tangan menghadap pasien 3 sampai 5 inci dari tubuh  Focus pada niat memfasilitasi kesimetrisan dan penyembuhan diarea yang terganggu  Gerakan, tangan perlahan dan terus sebanayak mungkin, mulai dari

kepala hingga kaki Gerakan tangan dengan sangat lembut ke bawah melalui medan energy pasien  Perhatikan keseluruhan pola aliran energy, teutama area yang mengalami gangguan, yang mungkin dirasakan melalui tangan (perubahan suhu, kesemutan, atau perasaan gerakan halus lainnya) Edukasi :  Anjurkan beristirahat selama 20 menit atau lebih setelah perawatan 

Defisit Nutrisi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam KH :  Mencapai berat badan dalam rentang ideal  Nafsu makan klien meningkat  Bising usus normal : 12-16x/menit  Otot mengunyah kuat  Otot menelan kuat  Membrane mukosa lembab

Manajemen Nutrisi Observasi :  Identifikasi status nutrisi  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan  Identifikasi makanan yang disukai  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrisi  Monitor asupan makanan  Monitor berat badan  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium Terapeutik :  Lakukan oral hygiene sebelum makan  Fasilitasi menentukan pedoman diet  Sajikan makanan secara menarikdan suhu yang sesuai  Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi  Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein Edukasi :  Ajarkan diit yang diprogramkan Kolaborasi :  Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan Promosi Berat Badan Observasi :  Identifikasi kemungkianna penyebab BB kurang  Monitor adanya mual muntah  Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi sehari-hari  Monitor berat badan Terapeutik :  Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien  Hidangkan makanan secara menarik  Berikan pujian pada pasien untuk peningkatan yang dicapai

Edukasi :  Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap terjangkau  Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan Edukasi diet Observasi :  Identifikasi kemampuan pasien dan keluarga menerima informasi  Identifikasi tingkat pengetahuan saat ini  Identifikasi kebiasaan pola makan saat ini dan masa lalu  Identifikasi persepsi pasien dan keluarga tentang diet yang diprogramkan Terapeutik :  Persipakan materi, media dan alat peraga  Jadwalkan waktu yang tepat untuk memberikan pendidikan kesehatan  Berikan kesempatan pasien dan keluarga untuk bertanya  Sediakan rencana makan tertulis, jika perlu Edukasi :  Jelaskan tujuan kepatuhan diet terhadap kesehatan  Informasikan makanan yang diperbolehkan dan dilarang  Anjurkan melakukan olahraga sesuai toleransi Kolaborasi :  Rujuk keahli gizi dan sertakan keluarga, jika perlu Pemantauan cairan Observasi :  Monitor frekuensi dan kekuatan nadi  Monitor frekuensi napas  Monitor tekanan darah  Monitor waktu pengisian kapiler  Monitor berat badan  Monitor elastisitas atau turgor kulit  Monitor intake dan output cairan  Identifikasi tanda-tanda hipovolemia ( nilai CVP, tanda-tanda vital )  Identifikasi faktor resiko ketidakseimbangan cairan Terapeutik :  Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien  Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi :  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan  Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Pemantauan nutrisi Observasi :  Identifikasi faktor yang mempengaruhi asupan gizi  Identifikasi perubahan berat badan  Identifikasi kelainan pada rambut  Identifikasi kelainan pada kuku  Identifikasi kemampuan menelan  Identifikasi kelainan rongga mulut  Monitor asupan oral  Monitor warna konjungtiva Terapeutik :  Timbang berat badan  Ukur antropometrik komposisi tubuh  Hitung perubahan berat badan  Atur unterval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien  Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi :  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan  Informasikan hasil pemantauan, jikaperlu Manajemen cairan Manajemen energy Observasi :  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan  Monitor kelelahan fisik dan emosional  Monitor pola dan jam tidur  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas Terapeutik:  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis: Cahaya, suara, kunjungan )  Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif  Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan  Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan Edukasi:  Anjurkan tirah baring  Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap  Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan Kolaborasi :  Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan

makanan Manajemen gangguan makan Observasi :  Monitor asupan dan keluarnya makanan dan cairan serta kebutuhan kalori Terapeutik :  Timbang berat badan secara rutin  Diskusikan perilaku makan dan jumlah aktivitas fisik ( termasuk olahraga ) yang sesuai  Lakukan kontrak prilaku ( mis : target berat badan, tanggung jawab perilaku )  Berikan penguatan positif terhadap keberhasilan target dan perubahan perilaku Edukasi :  Anjurkan membuat catatan harian tentang perasaan dan situasi pemicu pengeluaran makanan  Ajarkan pengaturan diit yang tepat  Ajarkan keterampilan koping untuk penyelesaian masalah perilaku makan  Kolaborasi :  Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan, kebutuhan, kebutuhan kalori danpilihan makanan Terapi menelan Observasi :  Monitor tanda dan gejala aspirasi  Monitor gerakan lidah saat makan  Monitor tanda kelelahan saat makan, minum dan menelan Terapeutik :  Berikan lingkugan yang nyaman  Jaga privasi pasien  Gunakan alat bantu, jika perlu  Posisikan duduk  Berikan permen lollipop untuk menningkatkan kekuatan lidah  Fasiltasi meletakan makanan dibelakang mulut Edukasi :  Informasikan manfaat terapi menelan kepada pasien  Anjurkan membuka dan menutup mulut saat memberikan makanan  Anjurkan tidak bicara saat makan

Kolaborasi :  Kolaborasi dengan tenaga kesehatan dalam memberikan therapi okupasi, ahli wicara, dan ahli gizi dalam mengatur program rehabilitasi pasien Risiko hipovolemia

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam Menunjukkan keseimbangan cairan KH :  Tanda-tanda vital dalam batas normal Haterate dalam batas normal : 60 – 100x/menit, TD : 140/90 mmHg, RR : 12-20x/menit, S: 36,5C - 37C  Output urine : 0,5 cc- 1 cc/kgbb/jam  Tidak terjadi diaphoresis  Tidak terjadi penurunan kesadaran  Membran mukosa lembab

Manajemen hipovolemik Observasi :  Periksa tanda dan gejala hipovolemia  Monitor intake output cairan Terapeutik :  Hitung kebutuhan cairan  Berikan asupan cairan oral Edukasi :  Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral Kolaborasi :  pemberian cairan IV isotonus  pemberian cairan IV hipotonus  pemberian cairan koloid Pemantauan cairan Observasi :  Monitor frekuensi dan kekuatan nadi  Monitor frekuensi napas  Monitor tekanan darah  Monitor waktu pengisian kapiler  Monitor berat badan  Monitor elastisitas atau turgor kulit  Monitor intake dan output cairan  Identifikasi tanda-tanda hipovolemia ( nilai CVP, tanda-tanda vital )  Identifikasi faktor resiko ketidakseimbangan cairan Terapeutik :  Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien  Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi :  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan  Informasikan hasil pemantauan, jika perlu Edukasi manajemen demam Observasi :  Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi Terapeutik

 Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan  Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan  Berikan kesempatan untuk bertanya Edukasi :  Jelaskan cara mengukur suhu tubuh, nadi, pernapasan dan tekanan darah pasien  Ajarkan cara memberikan kompres hangat  Anjurkan menggunakan selimut hipotermia sesuai kebutuhan  Anjurkan menggunakan pakaian yang menyerap keringat  Anjurkan intake yang adekuat  Anjurkan cara memonitor intake dan output cairan  Anjurkan pemberan analgetik, jika perlu Manajemen cairan Observasi :  Monitor satus hidrasi ( mis : frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler, kelembaban mukosa, turgor kulit, tekanan darah  Monitor berat badan harian Terapeutik:  Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan  Catat intake out put dan hitung balance cairan 24 jam Manejemen nutrisi Observasi :  Identifikasi status nutrisi  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan  Identifikasi makanan yang disukai  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrisi  Monitor asupan makanan  Monitor berat badan  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium Terapeutik :  Lakukan oral hygiene sebelum makan  Fasilitasi menentukan pedoman diet  Sajikan makanan secara menarikdan suhu yang sesuai  Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi  Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein Edukasi :  Ajarkan diit yang diprogramkan Kolaborasi :  Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis

nutrien yang dibutuhkan Pencegahan infeksi Observasi :  Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik Terapeutik :  Berikan perawatan kulit pada area edema  Cuci tsngan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien  Pertahankan tekhnik aseptic dan pasien berisiko tinggi Edukasi :  Jelaskan tanda dan gejala infeksi  Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar  Ajarkan etika batuk  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi  Anjurkan meningkatkan asupan cairan

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, ( 2017 ). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Indikator Diagnostik.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, ( 2017 ). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Tindakan keperawatan.

Charles, J.Reeves, dkk. 2011. Buku 1 Keperawatan Medikal Bedah Ed. I. Salemba Medika. Jakarta.

Price, Sylvia Anderson. 2011. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol 2. EGC. Jakarta.

Slamet suyono, dkk. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed.3. Balai Penerbit

Related Documents


More Documents from "Rimha"