KONSEP DASAR TEORI A. PENGERTIAN 1. ISPA adalah suatu keadaan dimana saluran pernapasan (hidung, pharing, dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan obstruksi jalan napas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernapasan (Pincus Castel dan Ian Roberts; 1990: 450). 2. ISPA adalah infeksi saluran napas atas atau penurunan kemampuan pertahanan alami jalan napas dalam menghadapi organisme asing (whaley and Wong; 1990: 1418) 3. ISPA adalah radang akut saluran pernapasn atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus tampa atau disertai radang parenkim paru. B. KLASIFIKASI Program pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebaagai berikut: 1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing) 2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat. 3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinik oleh batuk pilek, bisa disertai demam tampa tarikan dinding dada kedalam, tampa napas cepat. Rinofaringis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia. C. ETIOLOGI 1. Virus utama: Rino virus, Corona Virus, Adeno Virus, Antero Virus. 2. Bakteri utama: streptococcus, pneumonia, Haemophylus, influenza, staphylococcus aureus. Pada neonatus dan bayi muda: chalamidia trachomatis, dan pada anak usia sekolah: mychoplasma pneumonia. D. PATOFISIOLOGI Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen kesaluran pernapasan akan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran napas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu rangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernapasan (Kending dan Chernik, 1983). Iritasi kulit pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Seliff). Kerusakan struktur lapisan dinding saluran pernapasan menyebabkan kenaikan aktivitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran pernapasan sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending dan Chermik; 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang sangat menonjol adalah batuk. Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi tersebut terjadi kerusakan mekanisme mokosiloris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernapasan sehingga memudahkan infeksi baakteri-bakteri patogen patogen yang terdapat pada saluran pernapasan atas seperti streptococcus pneumonia, Haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri tersebut menyebabkan sekresi mukus berlebihan atau bertambah banyak dapat menyumbat saluran napas dan juga dapat menyebabkan batuk yang produktif. Infeksi bakteri dapat dipermudah dengan adanya faktor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran napas dapat menimbulkan gangguan gisi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran napas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain di dalam tubuh sehingga menyebabkan kejang, demam dan dapat menyebar ke saluran napas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya diturunkan dalam saluran pernapasan atas, akan menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri. E. MANIFESTASI KLINIS Tanda dan gejala yang biasanya muncul adalah: 1. Demam 2. Meningismus 3. Anoreksia 4. Vomiting 5. Diare 6. Abdominal pain 7. Sumbatan pada jalan napas 8. Batuk 9. Suara napas tambahan F. 1. a. b. c. d. 2. a. b. c. 3. a. b. c.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pengkajian utama pada jalan napas: pola, kedalaman, usaha, ser ta irama dari pernapasan. Pola: cepat (takipnea) atau normal Kedalaman: napas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan rongga abdomen. Usaha: kontinyu, terputus-putus atau tiba-tiba berhenti disertai dangan adanya bersin-bersin. Irama pernapasan bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernapasan. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan kultur atau biakan kuman (swab): hasil yang didapat adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman. Pemeriksaan hitung darah (diferential count): laju endapan darah meningkat disertai dengan adanya leukositosit dan biasanya juga disertai dengan adanya trombositopeni. Pemeriksaan foto toraks. Diagnosis banding Difteri Mononukleosis infeksius Agranwasitasis Ketiganya memiliki manifestasi klinis nyeri tenggorokan dan terbentuknya membran.
G. PENATALAKSANAAN Meliputi langkah-langkah atau tindakan sebagai berikut: 1. Upaya pencegahan a. Menjaga perawatan diri agar tetap baik dan sehat. b. Imunisasi c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan. d. Menjaga anak berhubungan dengan penderita ISPA. 2. Perawatan a. Meningkatkan istirahat minimal 8 jam perhari b. Meningkatkan makanan bergisi c. Bila demam beri kompres dan banyak minum air putih. d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersikan lubang hidung dengan sapu tangan bersih. e. Bilaa badan demam, gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak terlalu ketat.
f. Bila terserang pada anak atau bayi berikan makanan bergisi dan ASI bila anak masih menete. 3. Pengobatan a. Mengatasi panas (demam) dengan memberikan paracetamol. Paracetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberian tablet di bagi sesuai dengan dosisnya. b. Mengatasi batuk, memberikan obat batuk yang aman atau bisa menggunakan ramuan tradisional. Misalnya: jeruk nipis + kecap atau madu 3 kali sehari.
BAB II KONSEP DASAR ASKEP
A. PENGKAJIAN 1. Identitas Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, no CM, tanggal MRS. 2. Riwayat kesehatan 1. Keluhan utama. 2. Riwayat kesehatan sekarang. 3. Riwayat penyakit dahulu. 4. Riwayat penyakit keluarga. 5. Riwayat sosial. 3. Pengkajian data dasar 1. Aktivitas / istirahat Gejala: kelemahan, kelelahan, insomnia. Tanda: alergi, penurunan toleransi aktifitas 2. Sirkulasi Gejala: riwayat adanya gejala kronis Tanda: takikardia, penampilan wajah merah / pucat 3. Integritas ego Stresor, masalah finansial 4. Makanan / cairan Gejala: anoreksia, mual / muntah, riwayat DM. Tanda: - Distensi abdomen - Hiper aktif bunyi usus - Kulit kering dan turgor buruk - Malnutrisi 5. Neurosensori Gejala:- sakit kepala daerah frontal -Perubahan mental Tanda:-pasien meringis kesakitan -bingung, insomnia 6. Nyeri / kenyamanan Gejala: -sakit kepala
-nyeri dada (pleuritik) meningkat oleh batuk, nyeri dada subaternal (influensa), miargia. Tanda: melindungi area yang sakit untuk membatasi gerak. 7. Pernapasan Gejala: riwyat ISK kronis, PPOM, merokok, takipnea, dipsnea progresif, pernapasan dangkal. Menggunakan otot aksesori, pelebaran nasal. Tanda: sputum :taktil dan fokal bertahap meningkat dengan konsoloidasi. Fremitus: taktil dan fokal bertahap meningkat dengan konsoloidasi Bunyi napas: menurun atau napas bronkial. 8. Keamanan Gejala: riwayat gangguan sistem imun Demam (38,5⁰c-40,5⁰c) Tanda : berkeringat dan menggil. B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
DIAGNOSA KEPERAWATAN Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) b/d proses infeksi Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia. Nyeri akut b/d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil. Resti penularan infeksi b/d tidak kuatnya pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun) Kebersihan jalan napas inefektif b/d peningkatan produksi sekret Pola napas inefektif b/d penurunan fungsi paru. Gangguan pertukaran gas b/d efek inflamasi Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. 2.
3.
4. 5. 6. 7.
Dx I Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) b/d proses infeksi Tujuan: suhu tubuh kembali normal (36⁰c-37,5⁰c) Kriteria hasil: pasien mengatakan suhu tubuhnya tidak panas lagi. Intervensi: Observasi tanda-tanda vital R/: pemantauan TTV yang teratur dapat menentukan perkembangan selanjutnya. Anjurkan kepada keluarga klien untuk melakukan kompres hangat pada aksila atau dahi. R/: dengan memberikan kompres hangat maka akan terjadi evaporasi / penguapan, sehingga panasnya akan berkurang. Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan yang dapat menyerap keringat, seperti yang terbuat dari katun. R/: untuk mempercepat evaporasi atau penguapan. Atur sirkulasi udarah R/: penyediaan udara bersih. Anjurkan klien untuk minum air hangat ± 2000-2500 ml/hari. R/: kebutuhan cairan meningkat karena proses penguapan tubuh meningkat. Anjurkan klien untuk istirahat di tempat tidur selama feblis penyakit R/: tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panas. Kolaborasi Pemberian terapi obat-obatan anti mikroba. Antipiretik R/: untuk mengontrol infeksi dan menurunkan panas.
1. 2. 3.
4. 5. 6. 7.
1.
2. 3.
4. 5.
6. 7.
Dx II Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia. Tujuan: dapat memenuhi nutrisi dalam tubuh pasien Kriteria hasil: nutrisi pasien seimbang dan tidak menunjukan malnutrisi. Intervensi: Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang berat badan pasien. R/: berguna untuk menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan nutrisi. Berikan makanan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat. R/: untuk menjamin nutrisi adekuat atau meningkatkan kalori tetap. Berikan secara oral dan sering, barang sekret, berikan wadah khusus dan tisu sekali pakai, ciptakan lingkungan bersih dan menyenangkan. R/: nafsu makan dapat dirangsang pada situasi rileks, bersih dan menyenangkan. Tingkatkan tirah baring. R/: untuk mengurangi kebutuhan metabolisme. Auskultasi bunyi usus. obseservasi/palpasi distensi abdomen. R/: bunyi usus menurun/tak ada bila proses infeksi berat/memanjang. Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya satu jam sebelum makan. R/: menunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini. kolaborasi konsul dengan ahli gisi untuk memberikan diet sesuai dengan kebutuhan pasien. R/: metode makanan dan kebutuhan kalori di dasarkan pada situasi atau kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal. Dx III Nyeri akut b/d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil. Tujuan: nyeri berkurang / terkontrol Kriteria hasil: pasien tampak rileks Intervensi Teliti keluhan nyeri, catat intensitas (dengan skala 0-10) faktor memperburuk atau meledakan lokasinya, lamanya dan karakteristiknya. R/: identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang erat penting untuk memilih intervensi-intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan. Pantau TTV. R/: perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri. Kaji pernyataan verbal dan non verbal nyeri pasien. R/: ketidaksesuaian antara petunjuk verbal/non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/keefektifan interfensi. Dorong pasien menyatakan perasaan tentang nyeri. R/: takut/masalah dapat meningkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri. Anjurkan klien untuk menghindari alergen / iritan terhadap debu, bahan kimia asap rokok dan mengistirahatkan / meminimalkan berbicra bila secara serak. R/: mengurangi bertambah beratnya penyakit. Anjurkan klien untuk melakukan kumur air garam hangat. R/: peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta mengurangi nyeri tenggorokan. Kolaborasi Berikan obat sesuai indikasi: -steroid oral, IV dan inhalasi -analgesik
R/: analgetik untuk mengurangi nyeri.
1. 2.
3. 4. 5.
6.
7.
1.
2. 3. 4. 5. 6.
7.
Dx IV Resti penularan infeksi b/d tidak kuatnya pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun) Tujuan: tidak terjadi penularan dan komplikasi Kriteria hasil: tidak terjadi komplikasi berlanjut terhadap pasien Intervensi: Batasi pengunjung. R/: menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius. Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas R/: menurunkan komsumsi atau kebutuhan keseimbangan o₂ dan memperbaiki pertahanan klien terhadap infeksi meningkatkan penyembuhan. Tutup mulut dan hidung jika bersin, jika di tutup dengan tisu buang segera di tempat sampah. R/: mencegaah penyebaran patogen melalui cairan. Observasi warna, karakter, bau sputum. R/: skeret berbau, kuning atau kehijauan menunjukan adanya infeksi paru. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat. R/: malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi. Tingkatkn daya tahan tubuh terutama pada anak usia di bawah 2 tahun, lansia dan penderita penyakit kronis. Komsumsi vitamin C, A dan mineral , seng atau anti oksidan jika kondisi tubuh menurun dan asupan berkurang. R/: untuk menjaga daya tahan tubuh klien. Kolaborasi Pemberian obat sesuai dengan hasil kultur. R/: dapat di berikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitifitas / di berikan secara profilaktik karena resti. Dx V Kebersihan jalan napas inefektif b/d peningkatan produksi sekret Tujuan: jalan napas bersih dan normal. Kriteria hasil: klien dapat bernapas dengan normal. Intervensi: kaji frekuensi pernapasan dengan gerak dada. R/: Penurunan bunyi dapat menunjukan atelektasis, ronchi, mengi dan pula menunjukan akumulasi sekret atau ketidak mampuan untuk membersihkan jalan napas. Lakukan auskultasi area paru dan bunyi paru R/: mendengar bunyi ronchi Obsevasi penurunan ekspansi dinding dada dan adanya /peningkatan fremitus. R/: ekspansi dada terbatas atau tak sama sehubungan dengan cairan, edema dan sekret. Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan napas sesuai kebutuhan. R/: memudahkan memilihara jalan napas. Lakukan cluping dan fibrasi R/: membantu pengembangan paru sehingga memudahkan pengeluaran sekret. Anjurkan kepada keluarga klien untuk memperhatikan kebersihan klien dan hindarkan klien dari debu. R/: agar terhindar dari kuman-kuman yang menyebabkan timbulnya penyakit tersebut. Kolaborasi. Pemberian terapi antibiotik.
R/: untuk mempercepat proses penyembuhan.
1.
2. 3.
4.
5. 6.
7.
1.
2.
3.
4.
5.
6. 7.
Dx VI Pola napas inefektif b/d penurunan fungsi paru. Tujuan: pola napas kembali normal Kriteria hasil: klien bisa secara optimal. Intervensi: Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi. Catat pernapasan termasuk pelebaran nasal. R/: kecepatan biasanya meningkat, terjadi peningkatan kerja napas. Tegakan kepala dan bantu untuk merubah posisi. R/: Duduk tinggi kemungkinan ekspirasi paru dan memudahkan pernapasan. Observasi pada batuk dan karakteristik sputum. R/: kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering atau iritasi sputum berdarah dapat di akibatkan oleh kerusakan jaringan. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi. R/: untuk memudahkan ekspansi paru atau ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas. Pantau penggunaan obat-obat depresan pernapasan, seperti sedatif. R/: dapat meningkatkan gangguan atau komplikasi pernapasan. Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk efektif. R/:meningkatkan atau banyaknya sputum, dimana gangguan ventilasi menambah ketidak nyamanan upaya napas. Kolaborasi Berikan oksigen R/: memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Dx VII Gangguan pertukaran gas b/d efek inflamasi. Tujuan: pertukaran gas normal di paru Kriteria hasil: kebutuhan o₂ bisa terpenuhi. Intervensi: Kaji frekuensi kedalaman dan kemudahan bernapas R/: manifestasi distress pernapasan tergantung pada induksi derajat keterlibtan paru dan status kesehatan umum. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, catat adanya sianosis sentral. R/: gelisah mudah tersinggung dan bingung pada menunjukan hiposemia / penurunan o₂ serebral. Awasi frekuensi jantung dan irama. R/: takikardia ada biasanya sebagai akibat dari demam atau dehidrasi tinggi tetapi dapat sebagai respon hipoksemia. Kaji status mental R/: gelisah, mudah terangsang, bingung dan somnolen dapat menunjukan hipoksemia atau gangguan oksigenasi serebral. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, napas dalam dan batuk efektif. R/: tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkaatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi. Siapkan untuk/pemindahan ke unit perawatan kritis. Bila di indikasikan. R/: intubasi dan ventilasi mekanik mungkin di perlukan pada kejadian kegagalan pernapasan. Kolaborasi
Pemberian terapi o₂ R/: tujuan terapi o₂ adalah mempertahankan Pao₂
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Dx VIII Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik. Tujuan: peningkatan toleransi terhadap aktivitas. Kriteria hasil: pasien dapat kembali beraktivitas secara mandiri. Intervensi: Evaluasi respon klien terhadap aktivitas. Cacat adanya laporan dispnea. Peningkatan kelemahan / kelelahan dan perubahan TTV selama dan setelah aktivitas. R/:Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi. Berikan lingkungan tanang dan batasi pengunjung selama fase akut. Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalihan yang tepat. R/: lingkungan yang tenang akan membrikan dampak positif terhadap proses penyembuhan. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat. R/: tirah baring di pertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolisme, penghematan energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas di tentukan dengan respon individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan pernapasan. Bantu pasien untuk memilih posisi nyaman untuk istirahat atau tidur. R/: pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi tidur di kursi atau menundukdi depan meja / bantal. Intruksikan pasien teknik penghematan energi, misalnya menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut atau menyikat gigi. R/: teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi. Bantu aktivitas perawatan diri yang di perlukan, berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan. R/: meminimalkan kelemahan atau kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen (o₂), Anjurkan untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi. Nyeri dada, napas pendek, kelemahan atau pusing terjadi. R/: renggangan/stres kardiopulmonal berlebihan/stres dapat menimbulkan dekompensasi atau kegagalan.
D. IMPLEMENTASI Di sesuaikan dengan intervensi. E. EVALUASI Di sesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil.
BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN ISPA merupakan radang akut saluran pernapasn atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus tampa atau disertai radang parenkim paru. ISPA di sebabkan oleh Virus dan bakteri. Manifestasi klinis dari ISPA adalah: Demam, Meningismus, Anoreksia,
Vomiting, Diare, Abdominal pain, Sumbatan pada jalan napas, Batuk dan Saluran napas tambahan. Pemeriksaan utama pada pasien ISPA yaitu pengkajian pola napas. Upaya pencegahan yaitu Menjaga perawatan diri agar tetap baik dan sehat, Imunisasi, Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan, Menjaga anak berhubungan dengan penderita ISPA. Perawatan pada pasien ISPA di lakukan dengan cara meningkatkan istirahat minimal 8 jam perhari, meningkatkan makanan bergisi, Bila demam beri kompres dan banyak minum air putih, bila hidung tersumbat karena pilek bersikan lubang hidung dengan sapu tangan bersih, bila badan demam, gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak terlalu ketat, bila terserang pada anak atau bayi berikan makanan bergisi dan ASI bila anak masih menete. Pengobatan pasien ISPA di lakukan dengan cara mengatasi panas (demam) dan mengatasi batuk serta memberikan antipiretik untuk mengurangi infeksi. B. SARAN Buat pembaca sekalin, dari pembaca menghimbau agar tidak terkena ISPA jagalah kebersihan diri dan lingkungan.