Askep Fraktur Crurris Revisi Okee.docx

  • Uploaded by: anes sintia
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Fraktur Crurris Revisi Okee.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,728
  • Pages: 21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas sering mengakibatkan trauma kecepatan tinggi dan kita harus waspada terhadap kemungkinan polytrauma yang dapat mengakibatkan trauma organ – organ lain. Trauma – trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cedera olah raga. Kita harus dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar dapat menduga fraktur yang dapat terjadi. Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga dapat sekaligus merusak jaringan lunak disekitar fraktur mulai dari otot, fascia, kulit, tulang, sampai struktur neurovaskuler atau organ – organ penting lainnya. Trauma dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung, trauma secara langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu sedangkan trauma tidak langsung terjadi bilamana titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. Fraktur adalah salah satu gangguan musculoskeletal yang umum yang disebabkan oleh trauma. Dengan semakin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia maka mayoritas fraktur adalah akibat kecelakaan lalu-lintas. Kecelakaan lalu-lintas dengan kecepatan tinggi sering menyebabkan trauma. dan kita harus waspada terhadap kemungkinan polytrauma yang dapat mengakibatkan trauma organ-organ lain. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, kecelakaan domestik, dan kecelakaan/cidera olahraga. . B. Tujuan Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan fraktur Crurris dan paham mengenai asuhan keperawatan yang akan di berikan pada pasien dengan fraktur crurris. 1

BAB II PEMBAHASAN A. Defenisi Fraktur Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kantinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya ( Brunner & Suddarth, 2005 dalam Wijaya dan putri, 2013). Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks, biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser (Wijaya dan putri, 2013). Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian pergelangan kaki (Muttaqin, 2008) Berdasarkan pengertian para

ahli dapat disimpulkan bahwa fraktur cruris

adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya, yang di sebabkan karena trauma atau tenaga fisik yang terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur cruris tertutup merupakan fraktur pada tulang tibia dan fibula yang tidak merusak atau merobek kulit atau tidak mengalami perlukaan pada area fraktur. B. Anatomi fisiologi tibia dan fibula 1. Tibia Tulang tibia merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah. Ujung atas memperlihatkan adanya kondil medial dan lateral. Kondil disebelah belakang dipisahkan oleh lekukan popliteum. Ujung bawah masuk dalam persendian mata kaki. Tulangnya sedikit melebar kebawah menjadi maleolus medial. Tibia membuat sendi dengan 3 tulang yaitu femur, fibula dan talus. Muskulus peroneus dan muskulus tibialis anterior yangmengatur pergerakan pada tulang tibia dan membuat gerakan dorso-fleksi. Begitu pula dengan nervus yang mempersarafinya adalah nervus peroneus dan nervus tibialis. Sedangkan pembuluh darah yang

2

memperdarahinya adalah arteri tibialis posterior dan anterior. Tulang tibia bersama otot yang disekitarnya berfungsi menyangga seluruh tubuh dari paha keatas dan mengatur pergerakan untuk menjaga keseimbangan tubuh pada saat berdiri dan beraktifitas. 2. Fibula Tulang fibula adalah tulang betis yang berada disebelah lateral tungkai bawah. Ujung atas berbentuk kepala dan bersendi dengan bagian belakang sebelah luar dari tibia tapi tidak ikut dalam formasi lutut. Ujung bawah memanjang menjadi maleolus lateralis. Seperti tibia, arteri yang memperdarahinya adalah arteri tibialis posterior. Dan otot-otot yang terdapat pada daerah betis adalah muskulus gastroknemius dan muskulus soleus pada sisi posterior serta muskulus peroneus dan tibialis anterior pada sisi anterior. Nervus peroneus dan tibialis juga mempesarafi daerah sekitar tulang fibula ini.

3

C. Klasifikasi fraktur Klasifikasi fraktur pada tibia dan fibula:

1. fraktur proksimal tibia a). Fraktur Infrakondilus Tibia Fraktur Infrakondilus tibia terjadi sebagai akibat pukulan pada tungkai pasien yang mematahkan tibia dan fibula sejauh 5cm di bawah lutut. Walaupun tungkai bawah dapat membengkak dalam segala arah, namun biasanya terjadi pergeseran lateral ringan dan tidak ada tumpang tindih atau rotasi. Fraktur tidak masuk ke dalam lututnya. Dapat dirawat dengan gips tungkai panjang, sama seperti fraktur pada tibia lebih distal. Jika fragmen tergeser, dapat dilakukan manipulasi ke dalam posisinya dan gunakan gips tungkai panjang selama 6 minggu. Kemudian dapat dilepaskan dan diberdirikan dengan menggunakan tongkat untuk menahan berat badan. b). Fraktur Berbentuk T Terjadi karena terjatuh dari tempat yang tinggi, menggerakkan korpus tibia ke atas diantara kondilus femur, dan mencederai jaringan lunak pada lutut dengan hebat. Kondilus tibia dapat terpisah, sehingga korpus tibia tergeser diantaranya. Traksi tibia distal sering dapat mereduksi fraktur ini secara adekuat. c). Fraktur Kondilus Tibia (bumper fracture) Fraktur kondilus lateralis terjadi karena adanya trauma abduksi terhadap femur dimana kaki terfiksasi pada dasar. Fraktur ini biasanya terjadi akibat tabrakan pada sisi luar kulit oleh bumper mobil, yang menimbulkan fraktur pada salah satu kondilus tibia, biasannya sisi lateral. d). Fraktur Kominutiva Tibia Atas Pada fraktur kominutiva tibia atas biasanya fragmen dipertahankan oleh bagian periosteum yang intak. Dapat direduksi dengan traksi yang kuat, kemudian merawatnya dengan traksi tibia distal 2. fraktur diafisis Fraktur diafisis tibia dan fibula lebih sering ditemukan bersama-sama. Fraktur dapat juga terjadi hanya pada tibia atau fibula saja. Fraktur diafisis tibia dan fibula terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur

4

tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan trauma tipe spiral. Fraktur jenis ini dapat diklasifikasikan menjadi: a). Fraktur Tertutup Korpus Tibia pada Orang Dewasa Dua jenis cedera dapat mematahkan tibia dewasa tanpa mematahkan fibula: 1). Jika tungkai mendapat benturan dari samping, dapat mematahkan secara transversal atau oblik, meninggalkan fibula dalam keadaan intak, sehingga dapat membidai fragmen, dan pergeseran akan sangat terbatas. 2). Kombinasi kompresi dan twisting dapat menyebabkan fraktur oblik spiral hampir tanpa pergeseran dan cedera jaringan lunak yang sangat terbatas.Fraktur jenis ini biasanya menyembuh dengan cepat. Jika pergeseran minimal, tinggalkan fragmen sebagaimana adanya. Jika pergeseran signifikan, lakukan anestesi dan reduksikan.

b). Fraktur Tertutup Korpus Tibia pada Anak-anak Pada bayi dan anak-anak yang muda, fraktur besifat spiral pada tibia dengan fibula yang intak. Pada umur 3-6 tahun, biasanya terjadi stress torsional pada tibia bagian medial yang akan menimbulkan fraktur green stick pada metafisis atau diafisis proksimaldengan fibula yang intak. Pada umur 5-10 tahun, fraktur biasanya bersifat transversal dengan atau tanpa fraktur fibula.

c). Fraktur Tertutup Pada Korpus Fibula Gaya yang diarahkan pada sisi luar tungkai pasien dapat mematahkan fibula secara transversal. Tibianya dapat tetap dalam keadaan intak, sehingga tidak terjadi pergeseran atau hanya sedikit pergeseran ke samping. Biasanya pasien masih dapat berdiri. Otot-otot tungkai menutupi tempat fraktur, sehingga memerlukan sinar-X untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Tidak diperlukan reduksi, pembidaian, dan perlindungan, karena itu asalkan persendian lutut normal, biarkan pasien berjalan segera setelah cedera jaringan lunak memungkinkan. Penderita cukup diberi analgetika dan istirahat dengan tungkai tinggi sampai hematom diresorbsi.

5

d). Fraktur Tertutup pada Tibia dan Fibula Pada fraktur ini tungkai pasien terpelintir, dan mematahkan kedua tulang pada tungkai bawah secara oblik, biasanya pada sepertiga bawah. Fragmen bergeser ke arah lateral, bertumpang tindih, dan berotasi. Jika tibia dan fibula fraktur, yang diperhatikan adalah reposisi tibia. Angulasi dan rotasi yang paling ringan sekalipun dapat mudah terlihat dan dikoreksi. Perawatan tergantung pada apakah terdapat pemendekan. Jika terdapat pemendekan yang jelas, maka traksi kalkaneus selama seminggu dapat mereduksikannya. Pemendekan kurang dari satu sentimeter tidak menjadi masalah karena akan dikompensasi pada waktu pasien sudah mulai berjalan. Sekalipun demikian, pemendekan sebaiknya dihindari.

D.Etiologi Menurut Wijaya dan Putri (2013) penyebab fraktur adalah : Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat: 1. Peristiwa trauma Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunaknya juga pasti rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada. 2. Fraktur kelelahan atau tekanan

6

Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh. 3. Fraktur patologik Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget). Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkatyang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit; cedera langsung akan menembus atau merobek kulit diatas fraktur. Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab yang paling lazim.

Etiologi patah tulang menurut (Helmi zairin noor, 2013 ) adalah : 1. Fraktur akibat peristiwa trauma Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak disekitarnya. Jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada. Fraktur dapat disebabkan oleh trauma, antara lain : a. Trauma langsung Bila fraktur terjadi ditempat dimana bagian tersebut terdapat ruda paksa, misalnya : benturan atau pukulan pada tulang yang mengakibatkan fraktur. b. Trauma tidak langsung Misalnya pasien jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi, dapat terjadi fraktur pada pergelangan tangan, suprakondiskuler, klavikula. c. Trauma ringan Dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh.Selain itu fraktur juga disebabkan olehkarena metastase dari tumor, infeksi, osteoporosis, atau karena tarikan spontan otot yang kuat. 2. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan

7

Tulang jika bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut tidak mampu mengabsobsi energi atau kekuatan yang menimapnya. 3. Fraktur Patologis Adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase atau ostepororsis.

E. Patofisiologi Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur 1. Faktor Ekstrinsik Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang tungkai kaki yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur cruris 2. Faktor Intrinsik Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur cruris seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

8

F. Manifestasi klinis a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fregmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. b. Setelah terjadi fraktur, bagian – bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur tungkai menyebabkan deformitas (terlihat

maupun

teraba)

ekstremitas

yang

biasa

diketahui

dengan

membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot. c. Pada fraktur panjang, terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas atau dibawah tempat fraktur. Fraktur sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1-2 inci). d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

G. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan diagnostik fraktur yaitu: 1. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur 2. Scan tulang, tonogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. 3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai 4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada taruma multiple). 5. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk kliren ginjal 6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple atau cedera hari.

9

G. Penatalaksanaan Terapi fraktur diperlukan konsep ”empat R” yaitu : rekognisi, reduksi/reposisi, terensi/fiksasi, dan rehabilitasi. 1. Rekognisis atau pengenalan adalah dengan melakukan berbagai diagnosa yang benar sehingga akan membantu dalam penanganan fraktur karena perencanaan terapinya dapat dipersiapkan lebih sempurna. Rekognisi ini menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kecelakaan dan selanjutnya di rumah sakit dengan melakukan pengkajian terhadap riwayat kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan pada pristiwa yang terjadi serta menentukan kemungkinan adanya fraktur melalui pemeriksaan dan keluhan dari klien 2. Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembalikan fragmen-fragmen fraktur semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan semula atau keadaan letak normal. -

Reduksi terbuka. Dengan pembedahan, memasang alat fiksasi interna (missal pen, kawat, sekrup, plat, paku dan batang logam)

-

Reduksi tertutup. Ekstremitas dipertahankan dengan gip, traksi, brace, bidai dan fiksator eksterna

3. Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan atau menahan fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan.

4. Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita fraktur tersebut dapat kembali normal. a. Mempertahankan reduksi dan retensi b. Meninggikan daerah fraktur untuk meminimalkan pembengkakan c. Memantau status neuromuskuler d. Mengontrol kecemasan dan nyeri e. Latihan isometric dan setting otot f. Kembali ke aktivitas semula secara bertahap

Tulang dapat beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan

10

membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang.Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Stadium penyembuhan tulang, yaitu : 1. Inflamasi Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.sel-sel darah

membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan

sebagai tempat tumbuhnya

kapiler baru dan fibrioblas. Stadium ini berlangsung

24-48 jam dan terjadi pembengkakan dan nyeri.

2. Proliferasi seluler Hematoma akan mengalami organisasi ± 5 hari, terbentuk benang-benang fibrin dalam bekuan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, invasi fibrioblast dan osteoblast.

3. Pembentukan kalus Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang dihubungkan dengan jaringan fibrus.Diperlukan waktu 3 sampai 4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis fragmen tulang sudah tidak bisa digerakan lagi

11

4. Penulangan kalus (osifikasi) Pada patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu 3 sampai 4 bulan.

5. Remodeling Tahap akhir dari perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan structural sebelumnya. Pada tahap ini memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan (wijaya & putri, 2013 : 242-243).

H. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi, yaitu: a. Komplikasi Awal 1)

Kerusakan Arteri

12

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. 2)

Kompartement Syndrom Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat. 3)

Fat Embolism Syndrom Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi

pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam. 4)

Infeksi System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. 5)

Avaskuler Nekrosis Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. 6)

Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

b. Komplikasi Dalam Waktu Lama 1) Delayed Union

13

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang. 2) Nonunion Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang. 3) Malunion Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

14

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian 1. Identifikasi Pasien Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, tgl. MRS, diagnosa medis, no. registrasi. 2.Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya serangan. Unit memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan: a. Provoking inciden: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi nyeri. b. Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut atau menusuk. c. Region radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakag rasa sakit menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi. d. Saverity (scale of pain): seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri/pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya. e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari/siang hari.

3.Riwayat Penyakit Sekarang Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh trauma/kecelakaan, degeneratif dan patologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekirat yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/perubahan warna kulit dan kesemutan.

15

4.Riwayat Penyakit Dahulu Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (Fraktur Costa) atau pernah punya penyakit yang menular/menurun sebelumnya.

5.Riwayat Penyakit Keluarga Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita esteoporosis, arthritis dan tuberculosis

/ penyakit lain yang sifatnya menurut dan menular.

6.Pola Fungsi kesehatan a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat b. Pada fraktur akan mengalami perubahan/ gangguan pada personal hygien, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK. c. Pola Nutrisi dan Metabolisme d. Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan, meskipun menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama sedangkan di RS disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien. e. Pola Eliminasi f. Kebiasaan

miksi/defekasi

sehari-hari,

kesulitan

waktu

defekasi

dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan konsistensi defekasi, pada miksi pasien tidak mengalami gangguan. g. Pola Istirahat dan Tidur h. Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur. i. Pola Aktivitas dan Latihan j. Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan akibat dari fraktur cruris sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat / keluarga. k. Pola Persepsi dan Konsep Diri l. Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi perubahan pada dirinya, pasien takut cacat seumur hidup/tidak dapat bekerja lagi. m. Pola Sensori Kognitif

16

n. Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang pada pola kognitif atau cara berpikir pasien tidak mengalami gangguan. o. Pola Hubungan Peran

Terjadinya

perubahan peran

yang dapat

mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan menarik diri. p. Pola Penanggulangan Stres Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi stres dan biasanya masalah dipendam sendiri / dirundingkan dengan keluarga. q. Pola Reproduksi Seksual Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka akan mengalami pola seksual dan reproduksi, jika pasien belum berkeluarga pasien tidak akan mengalami gangguan. r. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien meminta perlindungan / mendekatkan diri dengan Tuhan 2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, gangguan musculoskeletal, kerusakan integritas struktur tulang c. Resiko kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang perlindungan integritas jaringan

3. Intervensi Keperawatan Diagnosa : nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik Tujuan (NOC)

Intervensi (NIC)

Kontrol nyeri

Manajemen nyeri

Setelah dilakukan tindakan

Dengan tindakan – tindakan sebagai

keperawatan 1x24 jam diharapkan

berikut :

mencapai kriteria – kriteria sbb:

a. Melakukan pengkajian nyeri

a. Mampu mengenali kapan

komprehensif yang meliputi

terjadinya nyeri

lokasi, karakteristik, durasi,

b. Mampu menggambarkan faktor

frekuensi, intensitas atau

17

penyebab nyeri

beratnya nyeri dan faktor

c. Mampu menggunakan tindakan

penyebab nyeri

pengurangan nyeri tanpa

b. Memastikan perawatan

analgesik

analgesik bagi pasien dengan

d. Mampu melaporkan perubahan

dilakukan pemantauan yang

nyeri yang terjadi kepada tim

ketat

kesehatan

c. Menggunakan strategi

e. Meggunakan analgesik yang

komunikasi terapeutik untuk

direkomendasikan

mengetahui pengalaman dan

f. Mampu mengenali apa yang

penerimaan pasien terhadap

terkait dengan gejala nyeri

nyeri d. Mengajarkan prinsip – prinsip

g. Melaporkan nyeri yang terkontrol

manajemen nyeri seperti latihan napas dalam e. Mendukung pasien untuk istirahat / tidur untuk membantu menurunkan nyeri f. Memberitahu dokter jika tindakan non analgesik tidak berhasil untuk mengurangi nyeri pasien.

Diagnosa : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, gangguan musculoskeletal, kerusakan integritas struktur tulang Tujuan (NOC)

Intervensi (NIC)

a. Meningkatkan mobilitas pada

Pertahankan tirah baring dalam posisi yang

tingkat paling tinggi yang

diprogramkan

mungkin

a. Tinggikan ekstrimitas yang sakit

b. Mempertahankan posisi

b. Instruksikan klien/bantu dalam latihan rentang

fungsinal

gerak pada ekstrimitas yang sakit dan tak sakit

c. Meningkaatkan kekuatan /fungsi

c. Beri penyangga pada ekstrimitas yang sakit

18

yang sakit

diatas dandibawah fraktur ketika bergerak

d. Menunjukkan tehnik mampu

d. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam

melakukan aktivitas

aktivitas e. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan aktivitas dalam lingkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan f. Membantu / menginstruksikan pasien mengubah posisi secara periodik g. Kolaborasi analgesik

19

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Fraktur adalah salah satu gangguan musculoskeletal yang umum yang disebabkan oleh trauma. Dengan semakin pesatnya kemajuan lalu lintas di Indonesia maka mayoritas fraktur adalah akibat kecelakaan lalu-lintas. Kecelakaan lalu-lintas dengan kecepatan tinggi sering menyebabkan trauma. dan kita harus waspada terhadap kemungkinan polytrauma yang dapat mengakibatkan trauma organ-organ lain. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, kecelakaan domestik, dan kecelakaan/cidera olahraga. fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya, yang di sebabkan karena trauma atau tenaga fisik yang terjadi pada tulang tibia dan fibula

20

DAFTAR PUSTAKA

Chang, E. 2010. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC

Helmi zairin noor. 2013. Buku ajar gangguan musculoskeletal. Jakarta: salemba medika.

Nurarif.A.M dan Kusuma. H. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis & Nanda NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

21

Related Documents


More Documents from "Nur Nur"

Anemia Pd Bumil Done.docx
December 2019 29
Ppt.pptx
December 2019 21
Proposal.docx
April 2020 16