Askep-billirubin.docx

  • Uploaded by: agung purwandari
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep-billirubin.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,767
  • Pages: 10
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILLIRUBIN A. Definisi Hiperbilirubinemia merujuk pada tingginya kadar bilirubin terakumulasi dalam darah dan ditandai dengan joundis atau ikterus, suatu pewarnaan kuning pada kulit, sclera, dan kuku. Hiperbilirubinemia yaitu temuan biasa pada bayi baru lahir dan pada bayi baru lahir dan pada kebanyakan kasus relative jinak. Akan tetapi hal ini, bisa menunjukan keadaan patologis. Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang di tandai dengan ikterus pada kulit, sklera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan). Hiperbilirubin adalah meningginya kadar bilirubin pada jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainya bewarna kuning dan meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal. (Donna L. Wong, 2008)

B. Klasifikasi Penggolongan hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi ikterus : 1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama. Penyebab ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat di susun sebagai berikut : a. Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain. b. Infeksi intra uterin (virus, toksoplasma, syphilis dan kadang-kadang bakteri) c. Kadang-kadang oleh defisiensi enzim G6PD 2. Pemeriksaan yang perlu di lakukan : a. Kadar bilrubin serum berkala b. Darah tepi lengkap c. Golongan darah ibu dan bayi d. Test coombs 3. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir a. Biasanya ikterus fisiologis b. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan darah lain. Hal ini di duga kalau kenaikan kadar bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam c. Pemeriksaan darah tepi d. Pemeriksaan darah bilirubin berkala 4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya : a. Karena ikterus obstruksi b. Hipotiroidisme c. Breast milk jaundice d. Infeksi

e. Hepatitis neonatal f. Galaktosemia 5. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan : a. Pemeriksaan bilirubin berkala b. Pemeriksaan darah tepi c. Skrining enzim G6PD d. Biarkan darah, biopsi hepar bila ada indikasi e. Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan drah atau biopsi hepar bila perlu

Macam-macam ikterus 1. Ikterus fisiologis Ikterus pada neonatus tidak selamnya patologis. Ikterus fisiologis adalah keadaan hiperbilirubin karena faktor fisiologis yang merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir. (Ngastiyah, 2005) a. Timbul pada hari kedua-ketiga b. Kadar bilirubin inderek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tak melebihi 5 mg% per hari d. Ikterus hilang pada 10 hari pertama e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan patologis tertentu 2. Ikterus patologis atau hiperbilirubinemia suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Karena suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin inderek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus, hipokampus, nucleus merah, dan nucleus pada dasar ventrikulus IV.

C. Etiologi Pada dasarnya warna pada kulit yang kekuningan pada bayi baru lahir bisa terjadi karena beberapa hal antara lain : (Rusepno,2007). a. Di produksi oleh bilirubin yang lebih, misalnya pada pemecahan sel darah merah (hemolisis) yang berlebihan pada incompabilitas (ketidaksesuaian) darah bayi dengan ibunya. b. Gangguan dalam proses konjugasi akibat dari gangguan fungsi liver. Bisa terjadi pada gangguan ekskresi yang terdapat dalam obstruksi dalam hepar yang mempunyai kelainan yang bisa di sebabkan oleh kelainan bawaan, dan bisa terkena infeksi akibat kerusakan hepar. c. Gangguan proses transportasi karena kurangnya albumin yang meningkat dalam bilirubin inderek. Ikatan bilirubin dengan albumin ini bisa di pengaruhi oleh obat-obatan, yang bisa di

sebabkan oleh banyaknya bilirubin inderek yang bebas darah dalam otak yang muadah melekat. d. Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan hepar karena infeksi atau kerusakan sel hepar (kelainan bawaan). Gangguan ini dapat di sebabakan oleh imaturitas hepar, kurangnya subtrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat asidosis, hipoksia dan infeksi. 1. Gangguan Metabolik Hipotermia: Terjadi karena sedikitnya dalam tubuh sistem pengaturan dalam susu tubuh pada bayi yang belum matang. Adapun ciri-cirinya pada bayi yang mengalami hipotermia adalah: a. Mengantuk dan sukar di bangunkan b. Menangis sangat lemah c. Meluruh tubuh dingin d. Pernafasan lambat e. Pernafasan tidak teratur f. Bunyi jantung lambat g. Mengeras kaku (sklerema) h. Tidak mau menetek, sehingga berisiko dehidrasi Sedangkan tanda-tanda stadium dari terjadinya hipotermia ini adalah sebagai berikut: a. Muka, ujung kaki dan tangan bewarna merah terang b. Bagian tubuh lainya pucat c. Kulit mengeras merah timbul edema terutama pada punggung,kaki dan tangan Hipoglikemia: Gula darah berfungsi sebagai makanan otak dan membawa oksigen ke otak, jika asupan glikosa ini kurang, akibat sel-sel syaraf di otak mati dan mempengaruhi kecerdasan bayi, dan bayi bilirubin membutuhkan ASI sesegera mungkin setelah lahir dan minum sangat sering setiap 2 jam pada minggu pertama.

Hiperglikemia: Hiperglikimia sering merupakan masalah pada bayi yang sangat amat premature yang mendapat cairan glukosa berlebihan secara intravena tetapi mungkin juga terjadi pada bayi bilirubin lainya.

2. Gangguan imunitas a. Gangguan imonologik Bayi prematur relatif belum sanggup membentuk antibody dan daya fagositosis serta reaksi terhadap infeksi belum baik, karna sistem kekebalan tubuh bayi bilirubin belum

matang. Bayi juga dapat terkena infeksi saat jalan lahir atau tertular infeksi ibu melalui plasenta. b. Kejang saat di lahirkan Pada bayi yang bisa di pantau dalam 2x24 jam untuk di cari penyebabanya misal apakah karena infeksi sebelum lahir (prenatal), perdarahan intrakania. Selain itu juga bayi akan di jaga jalan nafasnya supaya tetap terjaga di dalam kondisi bebas, bila perlu di berikan obat anti kejang, contoh : diazepam. 3. Ikterus (kadar bilirubin yang tinggi) Ikterus adalah warna kulit yang menjadi kuning, selaput lendir dan berbagai jaringan yang bewarna zat empedu. Ikterus neonatal adalah suatu gejala yang di temukan pada bayi baru lahir, ikterus dapat di bagi menjadi 2 golongan yaitu: a. Jika kulit bewarna kuning maka timbul dalam 24 jam pertama setelah lahir b. Jika dalam sehari kadar bilirubin meningkat secara pesat atau progresif c. Jika bayi terlihat tidak aktif maka tak mau menyusu, cenderung lebih banyak tidur, yang di sertai suhu tubuh yang mungkin meningkat atau makinmenurun. d. Jika bayi kuning lebih dari 2 minggu e. jika air kencingnya bewarna tua seperti air teh. Di bawah ini adalah beberapa faktor yang bisa menyebabkan resiko meningkatnya kelainan bawaan, yaitu sebagai berikut : 1. Faktor teratogenetik Setiap faktor atau bahan yang bisa di sebaabkan oleh resiko suatu meningkatnya pada kelainan bawaan. 2. Faktor gizi 3. Menjaga kesehatan janin yang tidak hanya di lakukan dengan cara menghindari teratogen, tetapi juga bisa mengkonsumsi gizi yang baik. Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam bayi bilirubin adalah: 1. Suhu tubuh a. Pusat pengaturan napas badan masih belum sempurna b. Luas badan bayi relative besar sehingga penguapanya bertambah c. Otot bayi masih lemah d. Lemak kulit dan lemak coklat kurang, sehingga cepat kehilangan panas badan e. Kemampuan metabolisme panas masih rendah

2. Pernapasan a. Fungsi pengaturan pernapasan belum sempurna b. Surfaktan paru-paru masih kurang sehingga pekembanganya tidak sempurna c. Otot pernapasan dan tulang iga lemah d. Dapat di sertai penyakit: seperti healin membrane ,mudah infeksi paru-paru dan

gagal pernapasan

3. Alat pencernaan makanan a. Belum berfungsi sempurna sehimgga penyerapan makanan dengan lemah atau

kurang baik b. Aktifitas otot pencernaan makanan masih belum sempurna, sehingga pengosongan

lambung berkurang c. Mudah terjadi regurgitasi isi lambung yang dapat menimbulkan aspirasi

pneumonia 4. Hepar yang belum matang (immature) Mudah menimbulkan adanya suatu gangguan pemecahan bilirubin, sehingga mudah terjadi hiperbilirubin (kuning) sama ikterus 5. Ginjal masih belum matang Kemampuan untuk mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna sehimgga mudah terjadi oedema 6. Perdarahan dalam otak a. Pembuluh darah bayi bilirubin masih rapuh dan mudah mecah b. Sering mengalami gangguan pernapasan, sehingga memudahkan terjadinya

perdarahan dalam otak c. Perdarahan dalam otak dapat memperburuk suatu kedaan yang bisa menyebabkan

kematian pada bayi d. Pemberian O2 belum bisa di atur sehingga memudahkan terjadi perdarahan dan

nekrosis

D. Patofisiologi Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi di otak disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kadar bilirubin indirek lebih dari 20mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia, dan hipoglikemia.

E. Komplikasi Ada beberapa hal yang dapat terjadi apabila bayi bilirubin tidak di tangani secepatnya menurut (Mitayani,2009). 1. Sindrom aspirasi mekonium (menyebabkan kesulitan untuk berbapas pada bayi) 2. Hipoglikemia simptomatik, terutama pada laki-laki 3. Penyakit membrane hialin: di sebabkan karna adanya surfaktan paru belum sempurna atau cukup, sehingga alveoli kolaps 4. Asfiksia neontorum 5. Hiperbilirubinemia bayi sering dismatur sering mendapatkan hiperbilirubinemia, hal ini mungkin bisa di sebabkan oleh gangguan pertumbuhan hati

F. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala dari hiperbillirubinemia adalah : 1. Kulit berwarna kuning hingg jingga 2. Pasien tampak lemah 3. Nafsu makan berkurang 4. Reflek hisap kurang 5. Urine pekat 6. Perut buncit 7. Pembesaran lien dan hati 8. Gangguan neurologik 9. Feses seperti dempul 10. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl. 11. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa. 12. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetik atau infeksi. 13. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.

G. Peeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan Bilirubin Serum a. Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis. b. Pada bayi prematur, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis. 1. Pemeriksaan Radiologi Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma. 2. Ultrasonografi

Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatik dengan ekstra hepatik. 3. Biopsi hati Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatik dengan intra hepatik. Selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma. 4. Peritoneoskopi 5. Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini. 6. Laparatomi 7. Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini

8. Diagnosa Keperawatan a. Resti cedera b.d efek samping tindakan fototerapi, komplikasi transfuse tukar, peningkatan bilirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah dan gangguan eksresi bilirubin. b. Resiko kurangnya volume cairan b/d tidak adekuatnya intake cairan, fototerapi, diare. c. Resiko gangguan integritas kulit b/d fototerapi

9. Intervensi No 1

Diagnose Keperawtan Resti cedera b.d efek samping tindakan fototerapi, komplikasi transfuse tukar, peningkatan bilirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah dan gangguan eksresi bilirubin.

Tujuan

Intervensi

Setelah dilakukan NOC : tindakan keperawatan Manajemen Lingkungan diharapkan tidak terjadi 1. Ciptakan lingkungan yang nyaman resiko cedera bagi pasien Kriteria hasil : 2. Identifikasi kebutuhan keamanan NOC : pasien 3. Pindahkan benda-benda berbahaya Status Neurologis dari sekitar pasien a. Kontrol Risiko 4. Pindahkan benda-benda beresiko dari lingkungan pasien b. Deteksi Risiko 5. Sediakan ruangan rawat sendiri c. Kontrol Gejala 6. Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih 7. Posisikan tempat tidur agar mudah terjangkau 8. Kurangi stimulus lingkungan 9. Sesuaikan temperatur lingkungan menurut kebutuhan pasien 10. Atur pencahayaan untuk efek terapi 11. Batasi pengunjung 12. Bawa benda-benda yang familiar dengan pasien dari rumah Surveilan 1. Pantau status neurologi 2. Pantau tanda-tanda vital jika diperlukan. 3. Kolaborasikan dengan dokter

melakukan monitoring ICP, jika diperlukan. 4. Kolaborasikan dengan dokter untuk melakukan monitoring Hemodynamik invasif, jika diperlukan 5. Pantau tingkat kenyamanan dan beri tindakan yang sesuai. 6. Pantau perubahan pola tidur. 7. Pantau oksigenasi dan berikan tindakan untuk mendukung keadekuatan oksigenasi organ vital 8. Lakukan pemeriksaan kulit rutin pada pasien resiko tinggi. 9. Pantau tanda dan gejala ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. 10. Pantau perfusi jaringan, jika diperlukan. 11. Pantau status nutrisi, jika diperlukan. 12. Pantau adanya infeksi, jika diperlukan. 13. Pantau fungsi gastrointestinal, jika diperlukan. 14. Pantau pola eliminasi, jika diperlukan. 2

Resiko kurangnya volume cairan b/d tidak adekuatnya intake cairan, fototerapi, diare.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko volime cairan tidak terjadi Kriteria hasil : NOC a. Keseimbangan cairan b. Status nutrisi: intake makanan dan cairan c. Kontrol risiko d. Hidrasi e. Termoregulasi : neonatus

Manajemen Cairan 1. Timbang BB tiap hari 2. Pertahankan intake yang akurat 3. Monitor status hidrasi (seperti :kelebapan mukosa membrane, nadi) 4. Monitor status hemodinamik termasuk CVP,MAP, PAP 5. Monitor hasil lab. terkait retensi cairan (peningkatan BUN, Ht ↓) Monitor TTV 1. Monitor adanya indikasi retensi/overload cairan (seperti :edem, asites, distensi vena leher) 2. Monitor status nutrisi 3. Kaji lokasi dan luas edem 4. Distribusikan cairan > 24 jam 5. Berikan terapi IV 6. Berikan cairan 7. Berikan diuretic 8. Berikan cairan IV 9. Nasogastrik untuk mengganti kehilangan cairan Pemantauan Cairan 1. Kaji tentang riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan pola eliminasi 2. Kaji kemungkinan factor resiko terjadinya imbalan cairan (seperti : hipertermia, gagal jantung, diaforesis, diare, muntah, infeksi,

disfungsi hati) 3. Pantau berat badan, intake dan output 4. Pantau nilai elektrolit urin dan serum 5. Pantau osmolalitas urin dan serum 6. Pantau denyut jantung, status respirasi 7. Pantau TD ortostatik dan perubahan ritme jantung 8. Pantau parameter hemodinamik invasive 9. Pantau membran mukosa, turgor dan rasa haus 10. Pantau warna dan kuantitas urin 11. Pantau distensi vena leher, edem perifer dan pengingkatan berat badan 12. Pantau tanda dan gejala asites 13. Pertahankan keakuratan catatan intake dan output 14. Catat adanya vertigo 15. Beri agen farmakoligis untuk meningkatkan output urin 16. Lakukan dialisa, catat respon klien 17. Beri cairan 18. Batasi intake cairan pertahankan aliran IV Pemantauan Tanda Vital 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan, jika diindikasikan. 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah. 3. Pertahankan kelangsungan pemantauan suhu. 4. Monitor adanya tanda dan gejala hipotermi/hipertermi. 5. Monitor kuat/lemahnya tekanan nadi. 6. Monitor irama dan frekuensi jantung. 7. Monitor bunyi jantung. 8. Identifikasi faktor penyebab perubahan tanda-tanda vital. 9. Monitor warna kulit, temperatur, dan kelembapan 10. Monitor sianosis sentral dan perifer 3

Resiko gangguan Setelah dilakukan Manajemen Cairan/Elektrolit integritas kulit b/d tindakan keperawatan 1. Timbang berat badan tiap hari fototerapi diharapkan resiko 2. Beri cairan integritas kulit tidak 3. Promosikan intake oral terjadi 4. Beri serat pada selang makan Kriteria hasil : pasien untuk mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit NOC selama diare a. Integritas Jaringan : 5. Pasang infus IV Membran Kulit dan 6. Pertahankan keakuratan catatan Mukosa intake dan output

b.

Penyembuhan Luka : Tujuan Primer

7. Pantau tanda dan gejala retensi cairan c. Penyembuhan Luka : 8. Pantau tanda- tanda vital 9. Restribusi cairan Tujuan Sekunder 10. Kaji sclera,kulit untuk mencari indikasi kekurangan keseimbangan cairan dan elektrolit 11. Beri suplemen elektrolit 12. Pantau kehilangan cairan (seperti; pendarahan, muntah, takipneu) 13. Lakukan perkontrolan kehilangan cairan Pengawasan pada Kulit 1. Hindari penggunaan alas kasur yang kasar 2. Bersihkan dengan sabun antibakteri jika diperlukan 3. Gunakan pakaian yang longgar 4. Taburkan bedak, jika diperlukan 5. Jaga kebersihan, kekeringan, alas tempat tidur 6. Gunakan antibiotik topical 7. Gunakan anti jamur 8. Dokumentasikan kerusakan kulit 9. Inspeksi kulit setiap hari untuk mengetahui resiko kerusakan kulit Pengaturan Posisi 1. Posisikan untuk memberikan ventilasi/perfusi yang adekuat (good lung down), sesuai kebutuhan 2. Posisikan untuk meringankan dispnea (posisi semi fowler), sesuai kebutuhan 3. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang sesuai 4. Gunakan tempat tidur yang kuat dan kokoh 5. Tempatkan pada posisi terapeutik 6. Posisi kesejajaran tubuh yang baik

DAFTAR PUSTAKA Hadayat aa. 2006. Pengantar ilmu keperawatan anak buku 2. Salemba Medika: Jakarta Ngastiyah. 2005. Perawatan anak sakit. EGC: Jakarta Nursalam, ddk. 2005. Asuhan keperawatan bayi dan anak (untuk perawat dan bidan). Salemba Medika: Jakarta Suriadi, dkk. 2001. Asuhan keperawatan pada anak. CW Sagung Seto: Jakarta Will kj. 2006. Buku saku diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC dan criteria hasil NOC. EGC: Jakarta Wong dll. 2004. Pedoman klinis keperawatan pediatric edisi 4. EGC: Jakarta

More Documents from "agung purwandari"