ASKEP ANAK SINDROM DOWN A. DEFINISI Down syndrome merupakan kelainan yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental. Syndrome Down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Wikipedia indonesia). Sindroma Down (Trisomi 21, Mongolisme) adalah suatu kelainan kromosom yang menyebabkan keterbelakangan mental (retardasi mental) dan kelainan fisik (medicastore). Kesan salinan tambahan ini mempunyai perbezaan jelas antara individual, bergantung kepada tahap salinan tambahan, latar belakang genetik, faktor persekitaran, dan peluang rawak. Sindrom Down berlaku pada kesemua populasi manusia, dan kesan seumpamanya telah di dapati pada spesies lain seperti chimpanzee dan tikus. Baru-baru ini, penyelidik telah mencipta tikus dengan kebanyakan kromosom 21 manusia (tambahan kepada kromosom tikus biasa). Bahan kromosom tambahan datang dalam berbagai cara berbeda. Kariotip manusia biasa hadir sebagai 46,XX atau 46,XY, menunjukkan 46 kromosom dengan aturan XX bagi betina dan 46 kromosom dengan aturan XY bagi jantan. Down syndrome merupakan kelainan yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental. Down syndrome ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang mongolia maka sering juga dikenal dengan Mongoloid. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merubah nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk pada penemu pertama syndrome ini dengan istilah Down Syndrome dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama. B. EPIDEMIOLOGI Sindrom down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada manusia. Angka kejadian pada tahun 1994 mencapai 1.0 - 1.2 per 1000 kelahiran dan pada 20 tahun yang laludilaporkan 1,6 per 1000 kelahiran. Kebanyakan anak dengan sindrom down dilahirkan oleh wanita yang berusia datas 35 tahun. Sindrom down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan angka kejadian pada orang
kulit putih lebih tinggi dari orang hitam (Soetjiningsih). Sumber lain mengatakan bahwa angka kejadian 1,5 per 1000 kelahiran, ditemukan pada semua suku dan ras, terdapat pada penderita retardasi mental sekitar 10 %, secara statistik lebih banyak di lahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 30 tahun, prematur dan pada ibu yang usianya terlalu muda (Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI). Kejadian sindrom Down dianggarkan pada 1 setiap 800 hingga 1 setiap 1000 kelahiran. Pada 2006, Pusat Kawalan Penyakit (Center for Disease Control) menganggarkan kadar sehingga 1 setiap 733 kelahiran hidup di Amerika Sarikat. Sekitar 95% dari penyebab sindrom down adalah kromosom 21. Sindrom Down berlaku dikalangan semua ethnik dan semua golongan tahap ekonomi. memberi kesan kepada risiko kehamilan bayi dengan sindrom Down. Pada ibu berusia antara 20 hingga 24, risikonya adalah 1/1490; pada usia 40 risikonya adalah 1/60, dan pada usia 49 risikonya adalah 1/11. Sungguhpun risiko meningkat dengan usia ibu, 80% kanak-kanak dengan sindrom Down dilahirkan pada wanita bawah usia 35, menunjukkan kesuburan keseluruhan kumpulan usia tersebut. Selain usia ibu, tiada faktor risiko lain diketahui (wikipedia melayu) C. ETIOLOGI Pada tahun 1959 Leujene dkk (dikutip dari sony HS, dalam buku tumbuh kembang anak karangan Soetjiningsih) melaporkan temuan mereka bahwa pada semua penderita sindrom down mempunyai 3 kromosom 21 dalam tubuhnya yang kemudian disebut dengan trisomi 21. tetapi pada tahun – tahun berikutnya, kelainan kromosom lain juga mulai tampak, sehingga disimpulkan bahwa selain trisomi 21 ada penyebab lain dari timbulnya penyakit sindrom down ini. Meskipun begitu penyebab tersering dari sindrom down ini adalah trisomi 21 yaitu sekitar 92-95%, sedangkan penyebab yang lain yaitu 4,8-6,3% adalah karena kketurunan. Kebanyakan adalah translokasi Robertisonian yaitu adanya perlekatan antara kromosom 14, 21 dan 22. Penyebab yang telah diketahui adalah kerena adanya kelainan kromosom yang terletak pada kromosom yang ke 21, yaitu trisomi. Dan penyebab dari kelainan kromosom ini mungkin disebabkan oleh beberapa hal di bawah ini, antara lain : 1) Non disjungtion (pembentukan gametosit) a. Genetik Bersifat menurun. Hal ini dibuktikan dengan penelitian epidemiologi pada kelurga yang memiliki riwayat sindrom down akan terjadi peningkatan resiko pada keturunannya b. Radiasi Menurut Uchida (dikutip dari Puechel dkk, dalam buku tumbuh kkembang anak karangan Soetjiningsih) menyatakan bahwa sekitar 30% ibu yang
melahirkan anak dengan sindrom down adal ibu yang pernah mengalami radiasi pada daerah perut. Sehingga dapat terjadi mutasi gen. c. Infeksi Infeksi juga dikaitkan dengan sindrom down, tetapi sampai saat ini belum ada ahli yang mampu menemukan virus yang menyebabkan sindrom down ini. d. Autoimun Penelitian Fial kow (dikutip dari Puechel dkk, dalam buku tumbuh kembang anak karangan Soetjiningsih) secara konsisten mendapatkan adanya perbedaan antibodi ibu yang melahirkan anak dengan sindrom down dengan anak yang normal. e. Usia ibu Usia ibu diatas 35 tahun juga mengakibatkan sindrom down. Hal ini disebabkan karena penurunan beberapa hormon yang berperan dalam pembentukan janin, termasuk hormon LH dan FSH. f.
Ayah Penelitian sitogenetik mendapatkan bahwa 20 – 30% kasus penambahan kromosom 21 bersumber dari ayah, tetapi korelasi tidak setinggi dengan faktor dari ibu.
2) Gangguan intragametik yaitu gangguan pada gamet, kemungkinan terjadi Translokasi kromosom 21 dan 15. 3) 3) Organisasi nukleus yaitu sintesis protein yang abnormal sehingga menyebabkan kesalahan DNA menuju ke RNA. 4) 4) Bahan kimia juga dapat menyebabkan mutasi gen janin pada saat dalam kandungan 5) 5) Frekwensi coitus akan merangsang kontraksi coitus, sehingga dapat berdampak pada janin. D. GEJALA KLINIS Berat pada bayi yang baru lahir dengan penyakit sindrom down pada umumnya kurang dari normal, diperkirakan 20% kasus dengan sindrom down ini lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Anak-anak yang menderita sindroma Down memiliki penampilan yang khas: 1. Bentuk tulang tengkoraknya asimetris atau ganjil dengan bagian belakang kepalanya mendatar (sutura sagitalis terpisah). 2. Lesi pada iris mata (bintik Brushfield), matanya sipit ke atas dan kelopak mata berlipat-lipat (lipatan epikantus) serta jarak pupil yang lebar.
3. Kepalanya lebih kecil daripada normal. (mikrosefalus) dan bentuknya abnormal serta Leher pendek dan besar 4. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa Congenital Heart Disease (kelainan jantung bawaan). kelainan ini yang biasanya berakibat fatal di mana bayi dapat meninggal dengan cepat. 5. Hidungnya datar (Hidung kemek/Hipoplastik) lidahnya menonjol, tebal dan kerap terjulur serta mulut yang selalu terbuka. 6. Tangannya pendek dan lebar dengan jari-jari tangan yang pendek dan seringkali hanya memiliki satu garis tangan pada telapak tangannya. Tapak tangan ada hanya satu lipatan 7. Jarak ibu jari kaki dengan jari kedua lebar 8. Jari kelingking hanya terdiri dari dua buku dan melengkung ke dalam (Plantar Crease). 9. Telinganya kecil dan terletak lebih rendah 10. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan (hampir semua penderita sindroma Down tidak pernah mencapai tinggi badan rata-rata orang dewasa 11. Keterbelakangan mental. 12. Hiper fleksibilitas. 13. Bentuk palatum yang tidak normal 14. Kelemahan otot Namun tidak semua ciri – ciri di atas akan terpenuhi pada penderita penyakit sindrom down, berdasarkan penelitian terakhir orang dengan penyakit sindrom down juga dapat mengukir prestasi seperti kebanyakan orang yang normal. E. TUMBUH KEMBANG PADA ANAK SINDROM DOWN Anak-anak penderita syndrome mongoloid atau down's syndrome memiliki keterlambatan pada hubungan sosial, motorik, serta kognitifnya, sehingga dapat dikatakan
bahwa
anak
ini
mengalami
keterlambatan
pada
semua
aspek
kehidupannya. Tetapi anak yang menderita penyakit sindrom down memiliki tingkatan yang berbeda – beda, yaitu dari tingkatan yang tinggi hingga yang paling rendah. Pada segi intelektualnya anak sindrom down dapat menderita retardasi mental tetapi juga ada anak dengan itelejensi normal, tetapi kebanyakan anak dengan sindrom down memiliki retardasi dengan tingkat rindgan hingga sedang. Pada perkembangan tubuhnya, anak sindrom down bisa sangat pendek tetapi bisa sangat tinggi. Serta anak sindrom down bisa menjadi sangat aktif dan juga bisa menjadi sangat pasif. Sekalipun demikian kecepatan pertumbuhan anak dengan sindrom down lebih lambat dibandingkan dengan anak yang normal, sehingga perlu dilakukan pemantauan terhadap pertumbuhannya secara berkelanjutan. Kita perlu memantau kadar hormon
tiroid bila pertumbuhan anak tidak sesuai dengan usia. Selain itu kita juga dapat memantau perkembangan organ – organ pencernaan, nungkin terdapat kelainan di dalamnya. Atau mungkin terdapat kelainan pada organ jantung yaitu penyakit jantung bawaan. F. DIAGNOSIS Pemeriksaan diagnostik digunakan ntuk mendeteksi adanya kelainan sindrom down, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain: 1. Pemeriksaan fisik penderita 2. Pemeriksaan kromosom (Kariotip manusia biasa hadir sebagai 46 autosom+XX atau 46 autosom+XY, menunjukkan 46 kromosom dengan aturan XX bagi betina dan 46 kromosom dengan aturan XY bagi jantan, tetapi pada sindrom down terjadi kelainan pada kromosom ke 21 dengan bentuk trisomi atau translokasi kromosom 14 dan 22). Kemungkinan terulang pada kasus (trisomi adalah sekitar 1%, sedangkan translokasi kromosom 5-15%) 3. Ultrasonograpgy (didapatkan brachycephalic, sutura dan fontela terlambat menutup, tulang ileum dan sayapnya melebar) 4. ECG (terdapat kelainan jantung) 5. Echocardiogram untuk mengetahui ada tidaknya kelainan jantung bawaan mungkin terdapat ASD atau VSD. 6. Pemeriksaan darah (percutaneus umbilical blood sampling) salah satunya adalah Dengan adanya Leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat. 7. Penentuan aspek keturunan 8. Dapat ditegakkan melalui pemeriksaan cairan amnion atau korion pada kehamilan minimal 3 bulan, terutama kehamilan di usia diatas 35 tahun keatas 9. Pemeriksaan dermatoglifik yaitu lapisan kulit biasanya tampak keriput. G. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini.Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim tubuhnya.Dengan demikian penderita harus mendapatkan support maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan
kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Hal yang dapat dilakukan antara lain : 1. Penanganan Secara Medis a. Pembedahan Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut. b. Pemeriksaan Dini
Pendengaran Biasanya terdapat gangguan pada pendengaran sejak awal kelahiran, sehingga dilakukan pemeriksaan secara dini sejak awal kehidupannya.
Penglihatan Sering terjadi gangguan mata, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secara rutin oleh dokter ahli mata
c. Pemeriksaan Nutrisi Pada perkembangannya anak dengan sindrom down akan mengalami gangguan pertumbuhan baik itu kekurangan gizi pada masa bayi dan prasekolah ataupun kegemukan pada masa sekolah dan dewasa, sehingga perlu adanya kerjasama dengan ahli gizi. d. Pemeriksaan Radiologis Diperlukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa keadaan tulang yan dianggap sangat mengganggu atau mengancam jiwa (spina servikalis) 2. Pendidikan a. Pendidikan khusus Program khus untuk menangani anak dengan sindrom down adalah membuat desain bangunan dengan menerapkan konsep rangsangan untuk tempat pendidikan anak-anak down's syndrome. Ada tiga jenis rangsangan, yakni fisik, akademis dan sosial. Ketiga rangsangan itu harus disediakan di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Hal ini diharapkan anak akan mampu melihat dunia sebagai sesuatu yang menarik untuk mengembangkan diri dan bekerja. b.Taman bermain atau taman kanak – kanak Rangsangan secara motorik diberikan melalui pengadaan ruang berkumpul dan bermain bersama (outdoor) seperti :
Cooperative Plaza untuk mengikis perilaku pemalu dan penyendiri.
Mini Zoo dan Gardening Plaza adalah tempat bagi anak untuk bermain bersama hewan dan tanaman
c. Intervensi dini. Pada akhir – akhir ini terdapat sejumlah program intervensi dini yang dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberikan lingkungan bagi anak dengan sindrom down. Akan mendapatkan manfaat dari stimulasi sensori dini, latihan khusus untuk motorik halus dan kasar dan petunjuk agar anak mau berbahasa. Dengan demikian diharapkan anak akan mampu menolong diri sendiri, seperti belajar makan, pola eliminasi, mandi dan yang lainnya yang dapat membentuk perkembangan fisik dan mental. 3. Penyuluhan terhadap orang tua Diharapkan penjelasan pertama kepada orang tua singkat, karena kita memandang bahwa perasaan orang tua sangat beragam dan kerena kebanyakan orang tua tidak menerima diagnosa itu sementara waktu, hal ini perlu disadari bahwa orang tua sedang mengalami kekecewaan. Setelah orang tua merasa bahwa dirinya siap menerima keadaan anaknya, maka penyuluhan yang diberikan selanjutnya adalah bahwa anak dengan sindrom down itu juga memiliki hak yang sama dengan anak normal lainnya yaitu kasih sayang dan pengasuhan. Pada pertemuan selanjutnya penyuluhan yang diberikan antra lain : Apa itu sindrom down, karakteristik fisik dan antisipasi masalah tumbuh kembang anak. Orang tua juga harus diberi tahu tentang fungsi motorik, perkembangan mental dan bahasa. Demikian juga penjelasan tentang kromosom dengan istilah yang sederhana, informasi tentang resiko kehamilan berikutnya. H. PENCEGAHAN Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit sindrom down antara lain 1. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan (lebih dari 3 bulan). Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan Down syndrome atau mereka yang hamil di atas usia 35 tahun harus dengan hati-hati dalam memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki resiko melahirkan anak dengan Down syndrome lebih tinggi. Down Syndrome tidak bisa dicegah, karena
Down Syndrome merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. 2. Konseling genetik juga menjadi alternatif yang sangat baik, karena dapat menurunkan angka kejadian sindrom down. Dengan Gene targeting atau Homologous recombination gene dapat dinon-aktifkan. Sehingga suatu saat gen 21 yang bertanggung jawab terhadap munculnya fenotip sindrom down dapat di non aktifkan.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN RETARDASI MENTAL
A.
Pengertian Retardasi Mental RM menurut American Association on Mental Retardation (AAMR) 1992 :
Kelemahan/ketidakmampuan kognitif muncul pada masa kanak-kanak (sbl 18 tahun) ditandai dengan fs. kecerdasan dibawah normal ( IQ 70-75 atau kurang), dan disertai keterbatasan lain pada sedikitnya dua area berikut : berbicara dan berbahasa; ketrampilan merawat diri, ADL; ketrampilan sosial; penggunaan sarana masyarakat; kesehatan dan keamanan; akademik fungsional; bekerja dan rileks, dll. Sedangkan menurut WHO,retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi. Retradasi mental adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fs. Intelektual berada dibawah normal, timbul pada masa perkembangan/dibawah usia 18 tahun, berakibat lemahnya proses belajar dan adaptasi sosial (D.S.M/Budiman M, 1991) Menurut Crocker AC 1983, retardasi mental adalah apabila jelas terdapat fungsi iritelegensi yang rendah, yang disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku, dan gejalanya timbul pada masa perkembangan. Sedangkan menurut Melly Budhiman, seseorang dikatakan retardasi mental, bila memenuhi kriteria sebagai berikut: 1.
Fungsi intelektual umum dibawah normal
2.
Terdapat kendala dalam perilaku adaptif social
3.
Gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun.
Retardasi Mental sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut: 1.
Lemah Pikiran ( feeble-minded)
2.
Terbelakang Mental (Mentally Retarded)
3.
Bodoh atau Dungu (Idiot)
4.
Pandir (Imbecile)
5.
Tolol (moron)
6.
Oligofrenia (Oligophrenia)
7.
Mampu Didik (Educable)
8.
Mampu Latih (Trainable)
9.
Ketergantungan Penuh (Totally Dependent) atau Butuh Rawat
10.
Mental Subnormal
11.
Defisit Mental
12.
Defisit Kognitif
13.
Cacat Mental
14.
Defisiensi Mental
15.
Gangguan Intelektual Jadi, Retradasi mental adalah suatu gangguan heterogen yang terdiri dari gangguan
fungsi intelektual dibawah rata-rata dan dan gangguan dalam keterampilan adaptif yang ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun. B.
Etiologi Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental. Untuk mengetahui
adanya retardasi mental perlu anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Penyebab dari retardasi mental sangat kompleks dan multifaktorial. Walaupun begitu terdapat beberapa faktor yang potensial berperanan dalam terjadinya retardasi mental seperti yang dinyatakan oleh Taft LT (1983) dan Shonkoff JP (1992) dibawah ini. 1.
Organik
a.
Faktor prekonsepsi : kelainan kromosom (trisomi 21/Down syndrome dan Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolik, kelainan neurocutaneos, dll.)
b.
Faktor prenatal : kelainan petumbuhan otak selama kehamilan
(infeksi, zat
teratogen dan toxin, disfungsi plasenta) c.
Faktor perinatal : prematuritas, perdarahan intrakranial, asphyxia neonatorum, Meningitis, Kelainan metabolik:hipoglikemia, hiperbilirubinemia, dll
d.
Faktor postnatal : infeksi, trauma, gangguan metabolik/hipoglikemia, malnutrisi, CVA (Cerebrovascularaccident) - Anoksia, misalnya tenggelam
2.
Non organik
4.
a.
Kemiskinan dan klg tidak harmonis
b.
Sosial cultural
c.
Interaksi anak kurang
d.
Penelantaran anak
Faktor lain : Keturunan; pengaruh lingkungan dan kelainan mental lain (15-20% ; AAP, 1984)
C. Klasifikasi Menurut nilai IQ-nya, maka intelegensi seseorang dapat digolongkan sebagai (dikutip dari Swaiman 1989): Nilai IQ : 1.
Sangat superior 130 atau lebih
2.
Superior 120-129
3.
Diatas rata-rata 110-119
4.
Rata-rata 90-110
berikut
5.
Dibawah rata-rata 80-89
6.
Retardasi mental borderline 70-79
7.
Retardasi mental ringan (mampu didik) 52-69
8.
Retardasi mental sedang (mampu latih ) 36-51
9.
Retardasi mental berat 20-35
10. Retardasi mental sangat berat dibawah 20 Yang disebut retardasi mental apabila IQ dibawah 70, retardasi mental tipe ringan masih mampu didik, retardasi mental tipe sedang mampu latih, sedangkan retardasi mental tipe berat dan sangat berat memerlukan pengawasan dan bimbingan seumur hidupnya. Bila ditinjau dari gejalanya, maka Melly Budhiman membagi: 1.
Tipe klinik Pada retardasi mental tipe klinik ini mudah dideteksi sejak dini, karena kelainan fisis maupun mentalnya cukup berat. Penyebabnya sering kelainan organik. Kebanyakan anak ini perlu perawatan yang terus menerus dan kelainan ini dapat terjadi pada kelas sosial tinggi ataupun yang rendah. Orang tua dari anak yang menderita retardasi mental tipe klinik ini cepat mencari pertolongan oleh karena mereka melihat sendiri kelainan pada anaknya
2.
Tipe sosio budaya Biasanya baru diketahui setelah anak masuk sekolah dan ternyata tidak dapat mengikuti pelajaran. Penampilannya seperti anak normal, sehingga disebut juga retardasi enam jam. Karena begitu rnereka keluar sekolah, mereka dapat bermain seperti anakanak yang normal lainnya. Tipe ini kebanyakan berasal dari golongan sosial ekonomi rendah. Para orang tua dari anak tipe ini tidak melihat adanya ketainan pada anaknya, mereka mengetahui kalau anaknya retardasi dari gurunya atau dari psikolog, karena anaknya gagal beberapa kali tidak naik kelas. Pada urnumnya anak tipe ini mempunyai taraf IQ golongan borderline dan retardasi mental ringan. Klasifikasi Menurut Page :
D.
1.
Idiot (IQ dibawah 20; umur mental dibawah 3 tahun)
2.
Imbisil (IQ antara 20-50, umur mental 3-7,5 tahun)
3.
Moron ( IQ 50-70, umur mental 7,5-10,5 tahun)
Manifestasi Klinik Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa kelainan
fisik yang merupakan stigmata kongenital, yang kadang-kadang gambaran stigmata mengarah kesuatu sindrom penyakit tertentu. Dibawah ini beberapa kelainan fisik dan gejala yang sering disertai retardasi mental, yaitu (Swaiman, 1989): 1.
Kelainan pada mata
2.
Kejang
3.
Kelainan kulit
4.
Kelainan rambut
5.
Kepala
6.
Perawakan pendek
7.
Distonia
Sedangkan gejala dari retardasi mental tergantung dari tipenya, adalah sebagai berikut:
1.
Retradasi Mental Ringan Keterampilan social dan komunikasinya mungkin adekuat dalam tahun-tahun
prasekolah. Tetapi saat anak menjadi lebih besar, deficit koognitif tertentu seperti kemampuan yang buruk untuk berpikir abstrak dan egosentrik mungkin membedakan dirinya dari anak lain seusianya. 2.
Retradasi Mental Sedang Keterampilan komunikasi berkembang lebih lambat. Isolasi social dirinya mungkin
dimulai pada usia sekolah dasar. Dapat dideteksi lebih dini jika dibandingkan retradasi mental ringan. 3.
Retradasi Mental Berat Bicara anak terbatas dan perkembangan motoriknya buruk. Pada usia prasekolah
sudah nyata ada gangguan. Pada usia sekolah mungkin kemampuan bahasanya berkembang. Jika perkembangan bahasanya buruk, bentuk komunikasi nonverbal dapat berkembang. 4.
Retradasi Mental Sangat Berat Keterampilan komunikasi dan motoriknya sangat terbatas. Pada masa dewasa dapat
terjadi perkembangan bicara dan mampu menolong diri sendiri secara sederhana. Tetapi seringkali masih membutuhkan perawatan orang lain. Terdapat ciri klinis lain yang dapat terjadi sendiri atau menjadi bagian dari gangguan retradasi mental , yaitu hiperakivitas, toleransi frustasi yang rendah, agresi, ketidakstabilan efektif , perilaku motorik stereotipik berulang, dan perilaku melukai diri sendiri. E.
Patofisiologi Retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup sehari-hari.
Retardasi mental ini termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif yang muncul pada masa kanak-kanak ( sebelum usia 18 tahun ) yang ditandai dengan fungsi kecerdasan di bawah normal ( IQ 70 sampai 75 atau kurang ) dan disertai keterbatasan-keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaftif : berbicara dan berbahasa , kemampuan/ketrampilan
merawat diri, kerumahtanggaan, ketrampilan sosial, penggunaan sarana-sarana komunitas, pengarahan diri , kesehatan dan keamanan , akademik fungsional, bersantai dan bekerja. Penyebab retardasi mental bisa digolongkan kedalam prenatal, perinatal dan pasca natal. Diagnosis retardasi mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak.
F.
Penatalaksanaan Medis
Terapi terbaik adalah pencegahan primer, sekunder dan tersier. 1.
Pencegahan primer adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau menurunkan kondisi yang menyebabkan gangguan. Tindakan tersebut termasuk pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum, usaha terus menerus dari profesional
bidang kesehatan untuk menjaga dan
memperbaharui kebijakan kesehatan masyarakat , aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang optimal, dan eredekasi gangguan yang diketahui disertai kerusakan system saraf pusat. Konseling keluarga dan genetic dapat membantu. 2.
Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mempersingkat perjalanan penyakit.
3.
Sedangkan pencegahan tersier bertujuan untuk menekan kecacatan yang terjadi. Dalam pelaksanaanya kedua jenis pencegahan ini dilakuakn bersamaan, yang meliputi pendidikan untuk anak : terapi perilaku, kognitif dan psikodinamika ; pendidikan keluarga; dan intervensi farmakologi. Pendidikan untuk anak harus merupakan program yang lengkap dan mencakup latihan keterampilan adaptif, sosialn, dan kejuruan. Satu hal yang penting dalam mendidik keluarga tentang cara meningkatkan kopetensi dan harga diri sambil mempertahankan harapan yang realistic. Untuk mengatasi perilaku agresif dan melukai diri sendiri dapat digunakan naltrekson. Untuk gerakan motorik stereotopik dapat dipakai antipsikotik seperti haloperidol dan klorpromazin. Perilaku kemarahan eksplosif dapat diatasi dengan penghambat beta seperti propranolol dan buspiron. Adapun untuk gangguan deficit atensi atau hiperktivitas dapat digunakan metilpenidat.
G. Komplikasi Menurut Betz, Cecily R (2002) komplikasi retardasi mental adalah : 1.
Serebral palsi
2.
Gangguan kejang
3.
Gangguan kejiwaan
4.
Gangguan konsentrasi / hiperaktif
5.
Deficit komunikasi
6.
Konstipasi
(karena
penurunan
motilitas
usus
akibat
obat-obatan,
kurang
mengkonsumsi makanan berserat dan cairan).
Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di indonesia 1-3 persen penduduknya menderita kelainan ini.4 Insidennya sulit di ketahui karena retardasi metal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan I.
Pemeriksaan Penunjang 1.
Pemeriksaan kromosom
2.
Pemeriksaan urin, serum atau titer virus
3.
Test diagnostik spt : EEG, CT Scan untuk identifikasi abnormalitas perkembangan jaringan otak, injury jaringan otak atau trauma yang mengakibatkan perubahan.
J.
Pencegahan 1.
Imunisasi bagi anak dan ibu sebelum kehamilan
2.
Konseling perkawinan
3.
Pemeriksaan kehamilan rutin
4.
Nutrisi yang baik
5.
Persalinan oleh tenaga kesehatan
6.
Memperbaiki sanitasi dan gizi keluarga
7.
Pendidikan kesehatan mengenai pola hidup sehat
8.
Program mengentaskan kemiskinan, dll
PROSES KEPERAWATAN A. Pengkajian 1.
Data demografi a. Identitas Klien b. Identitas Orang tua
2.
Riwayat Kesehatan a.
Tanda dan gejala : 1)
Mengenali sindrom seperti adanya mikrosepali
2)
Adanya kegagalan perkembangan yang merupakan indikator
RM seperti
anak RM berat biasanya mengalami kegagalan perkembangan pada tahun pertama kehidupannya, terutama psikomotor; RM sedang memperlihatkan penundaan pada kemampuan bahasa dan bicara, dengan kemampuan motorik normal-lambat, biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun; RM ringan biasanya terjadi pada usia sekolah dengan memperlihatkan kegagalan anak untuk mencapai kinerja yang diharapkan.
b.
3)
Gangguan neurologis yang progresif
4)
Tingkatan/klasifikasi RM (APA dan Kaplan; Sadock dan Grebb, 1994)
Ringan ( IQ 52-69; umur mental 8-12 tahun) Karakteristik : Usia presekolah tidak tampak sebagai anak RM, ttp terlambat dalam kemampuan berjalan, bicara , makan sendiri, dll Usia sekolah, dpt melakukan ketrampilan, membaca dan aritmatik, diarahkan pada kemampuan aktivitas social Usia dewasa, melakukan ketrampilan sosial dan vokasional, diperbolehkan menikah tidak dianjurkan memiliki anak. Ketrampilan psikomotor tidak berpengaruh kecuali koordinasi.
c.
Sedang ( IQ 35- 40 hingga 50 - 55; umur mental 3 - 7 tahun Karakteristik : Usia presekolah, kelambatan terlihat pada perkembangan motorik, terutama bicara, respon saat belajar dan perawatan diri Usia sekolah, dapat mempelajari komunikasi sederhana, dasar kesehatan, perilaku aman, serta ketrampilan mulai sederhana, Tidak ada kemampuan membaca dan berhitung.
Usia dewasa, melakukan aktivitas latihan tertentu, berpartisipasi dalam rekreasi, dapat melakukan perjalanan sendiri ke tempat yg dikenal, tidak bisa membiayai sendiri. d.
Berat ( IQ 20-25 s.d. 35-40; umur mental < 3 tahun Karakteristik : Usia prasekolah kelambatan nyata pada perkembangan motorik, kemampuan komunikasi sedikit bahkan tidak ada, bisa berespon dalam perawatan diri tingkat dasar sepeti makan Usia sekolah, gangguan spesifik dlm kemampuan berjalan, memahami sejumlah komunikasi/berespon, membantu bila dilatih sistematis. Usia dewasa, melakukan kegiatan rutin dan aktivitas berulang, perlu arahan berkelanjutan dan protektif lingkungan, kemampuan bicara minimal, meggunakan gerak tubuh.
e.
Sangat Berat ( IQ dibawah 20-25; umur mental seperti bayi Karakteristik : Usia prasekolah retardasi mencolok, fungsi. Sensorimotor minimal, butuh perawatan total. Usia sekolah, kelambatan nyata di semua area perkembangan, memperlihatkan respon emosional dasar, ketrampilan latihan kaki, tangan dan rahang. Butuh pengawas pribadi. Usia mental bayi muda. Usia dewasa, mungkin bisa berjalan, butuh perawatan total, biasanya diikuti dengan kelainan fisik.
3.
Pemeriksaan fisik : a.
Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (bentuk kepala tidak simetris)
b.
Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/ tidak ada, halus, mudah putus dan cepat berubah
c.
Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus, dll
d.
Hidung
:
jembatan/punggung
hidung
mendatar,
ukuran kecil,
cuping
melengkung keatas, dll e.
Mulut : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit lebar/ melengkung tinggi
f.
Geligi : odontogenesis yang tidak normal
g.
Telinga : keduanya letak rendah; dll
h.
Muka : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia
i.
Leher : pendek; tidak mempunyai kemampuan gerak sempurna
j.
Tangan : jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibu jari gemuk dan lebar, klinodaktil, dll
k.
Dada & Abdomen : terdapat beberapa putting, buncit, dll
l.
Genitalia : mikropenis, testis tidak turun, dll
m.
Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/ panjang kecil meruncing diujungnya, lebar, besar, gemuk.
4.
Pemeriksaan penunjang a.
Pemeriksaan kromosom
b.
Pemeriksaanurin, serum atau titer virus
c.
Test diagnostic sepetti : EEG, CT Scan untuk identifikasi abnormalitas perkembangan jaringan otak, injury jaringan otak atau trauma yang mengakibatkan perubahan.
B. Diagnosis Keperawatan 1.
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d kelainan fungsi Kognitif
2.
Kerusakan komunikasi verbal b/d lambatnya keterampilan ekspresi dan resepsi bahasa.
3.
Risiko cedera b/d perilaku agresif/ koordinasi gerak tidak terkontrol
4.
Gangguan interaksi sosial b/d kesulitan bicara /kesulitan adaptasi sosial
5.
Gangguan proses keluarga b/d memiliki anak RM
6.
Defisit
perawatan
diri:
makan, mandi,
berpakaian/
berhias,
toileting
b/d
ketidakmampuan fisik dan mental/ kurangnya kematangan perkembangan. C.
Rencana Intervensi : Dx : Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d kelainan fungsi Kognitif Tujuan : pertumbuhan dan perkembangan berjalan sesuai tahapan Intervensi : a.
Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak
b.
Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan anak yang optimal.
c.
Berikan aktivitas stimulasi yang sesuai dengan usia
d.
Pantau pola pertumbuhan (tinggi badan, berat badan, lingkar kepala dan rujuk ke ahli gizi untuk mendapatkan intervensi nutrisi)
e.
Dorong komunikasi terus menerus dengan dunia luar contoh Koran, televises, radio, kalender, jam.
Dx : Defisit perawatan diri b/d ketidakmampuan fisik dan mental/ kurangnya kematangan perkembangan. Tujuan : melakukan perawatan diri sesuai tingkat usia dan perkembangan anak. Intervensi : a.
Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan.
b.
Identifikasi kesulitan dalam perawatan diri, seperti keterbatasan gerak fisik, penurunan kognitif.
c.
Dorong anak melakukan perawatan sendiri
Pendidikan pada orangtua : a.
Perkembangan anak untuk tiap tahap usia
b.
Dukung keterlibatan orangtua dalam perawatan anak
c.
Bimbingan antisipasi dan manajemen menghadapi perilaku anak yang sulit
d.
Informasikan sarana pendidikan yang ada dan kelompok, dll
D. Evaluasi 1.
Anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya.
2.
Dapat berkomunikasi dengan baik sesuai usia.
3.
Perilaku dan pola hidup anak jauh dari risiko cidera.
4.
Anak berpartisipasi dalam aktivitas bersama anak-anak dan keluarga lain.
5.
Keluarga menunjukkan pemahaman tentang penyakit anak dan terapinya.
6.
Anak melakukan perawatan diri sesuai tingkat usia dan perkembangan
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC. KTI.2010. Retardasi Mental ( http://www.askep-askeb.cz.cc/2010/08/retardasi-mental.html, diakses tanggal 20 Desember 2010) Mansjoer, Arif., Suprohaita, Wardhani, W
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “asuhan keperawatan Sindrom Down dan Retendasi Mental pada Anak”. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita dan beberapa hal yang bersangkutan dengan materi tersebut. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Masohi , Maret 2019
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................................... BAB I Pendahuluan .................................................................................................... A.Latar Belakang.................................................................................................... B.Rumusan Masalah .............................................................................................. C.Tujuan Penulisan ................................................................................................ BAB II Pembahasan................................................................................................... A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ................................................................ B. Asuhan Keperawatan Sindrom Down dan Reterdasi Mental ............................ BAB III ....................................................................................................................... PENUTUP.................................................................................................................. A.Kesimpulan ......................................................................................................... B.Saran .................................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................
“ ASKEP KEJANG DEMAM DAN CAMPAK PADA ANAK” Mata kuliah Keperawatan Anak Dosen : O. Noya, S.Kep.,Ns
Disusun oleh: KELOMPOK 7 ZALINA RINA AYAMI AGNES D. SOHUWAT IBNU J. ULUELANG KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU PRODI KEPERAWATAN MASOHI TA 2018 / 2019