Askep Anak Leukemia.docx

  • Uploaded by: dayh ayu
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Anak Leukemia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,051
  • Pages: 30
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah. Pada leukemia ada gangguan dalam pengaturan sel leukosit. Leukosit dalam darah berpoliferasi secara teratur dan tidak terkendali dan fungsinya pun menjadi tidak normal. Oleh karena proses tersebut fungsi-fungsi lain dalam sel darah normal juga terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam klinik. Leukemia akut dibagi atas leukemia limfoblastik akut (LLA) dan leukemia mieloblastik akut (LMA). Leukemia akut pada masa anak-anak merupakan 30-40% dari keganasan. Insidens rata-rata 4-4.5 kasus/tahun/100.000 anak dibawah 15 tahun. Dinegara berkembang 83% ALL, 17% AML, lebih tinggi pada anak kulih putih dibandingkan kulit hitam di asia kejadian leukemia pada anak lebih tinggi daripada anak kulit putih. DiJepang mencapai 4/100.000 anak, dan diperkirakan tiap tahun terjadi 1000 kasus baru. Sedangkan di Jakarta pada tahun 1994 insidens nya mencapai 2.76/100.000 anak usia 1-4 tahun. Pada tahun 1996 didapatkan 5-6 pasien leukemia baru setiap bulan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, sementara itu di RSU Dr. Soetomo sepanjang tahun 2002 dijumpai 70 kasus leukemia baru. Leukemia akut pada anak mencapai 97% dari semua leukemia pada anak, dan terdiri dari 2 tipe yaitu leukemia limfoblastik akut (LLA) 82% dan leukemia mieloblastik akut (LMA) 18%. Lekemia kronik mencapai 3% dari seluruh Leukemia pada anak. Di RSU Dr. Sardjito LLA 79%, LMA 9% dan sisanya leukemia kronik, sementara itu di RSU Dr. Soetomo tahun 2002 LLA 88%, LMA 8% dan 4% leukemia kronik. Rasio laki-laki dan perempuan adalah 1.15 untuk LLA dan mendekati 1 untuk LMA. Puncak kejadian pada umur 2-5 tahun, spesifik untuk anak kulit putih dengan ALL, hal ini disebabkan banyak nya kasus pre B-LLA pada

rentan

usia

ini.

Kejadian

ini

tidak

tampak

pada

kulit 1

hitam.Kemungkinan puncak tersebut merupakan pengaruh factor-faktor lingkungan dinegara industri yang belum diketahui.

B. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini : 1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada anak dengan leukemia. 2. Tujuan Khusus Mahasiwa dapat : a. Mahasiswa mampu memahami pengertian leukemia b. Mahasiswa mampu memahami anatomi fisiologi leukemia c. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi leukemia d. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi leukemia e. Mahasiswa mampu menyebutkan tanda dan gejala leukemia f. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostik leukemia g. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan leukemia h. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian keperawatan leukemia i. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan leukemia j. Mahasiswa mampu melaksanakan perencanaan keperawatan k. Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan l. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan

C. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan penulis dalam penulisan makalah maka makalah ini disusun secara sistematis. Penyusunan makalah ini terdiri dari 4 (empat) bab pokok pembahasan, dan daftar pustaka. Bab I. Pendahuluan meliputi latar belakang, tujuan penulisan makalah, serta sistematika penulisan. Bab II. Tinjauan Teori meliputi Pengertian leukemia, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, pemeriksaan diagnostik, dan penatalaksaan.

2

Bab III. Asuhan Keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi, dan evaluasi. Bab VI. Penutup meliputi kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan isi makalah. Daftar Pustaka

3

BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Leukemia Leukemia berasal dari bahasa yunani yaitu leukos yang berarti putih dan haima yang berarti darah. Leukemia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan pembentuk darah (Suriadi & Rita, 2001). Leukemia adalah kanker anak yang paling sering, mencapai lebih kurang 33% dari keganasan pediatrik, Leukemia Limfloblastik Akut (LLA) berjumlah kira kira 75% dari semua kasus, dengan insidensi tertinggi pada umur 4 tahun, Leukemia Miomelid Akut (LMA) berjumlah, kira-kira 20% dari leukemia, dengan insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun. Meningkat sedikit pada masa remaja, leukemia sisanya adalah bentuk kronis. Leukemia Limfostik Kronis (LLK) jarang ditemukan pada anak, insidensi tahunan keseluruhan dari leukemia adalah 42,1 tiap juta anak kulit putih dan 24,3 tiap juta anak kulit hitam, perbedaan itu terutama disebabkan oleh rendahnya kejadian LLA pada kulit hitam, gambaran klinis umum dari leukemia adalah serupa karena semuanya melibatkan kerusakan hebat fungsi sumsum tulang. Gambaran klinis dan laboraturium spesifik berbeda danada perbedaan dalam respons terhadap terapi dalam perbedaan dalam pronogsis. Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang,ditandai oleh peliforasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi, pada leukemia adanya gangguan dalam pengaturan sel leukosit, leukosit dalam darah berpoliferasi secara tidak teratur dan tidak terkendali dan fungsinya pun menjadi tidak normal, oleh karena proses tersebut fungsi-fungsi lain dari sel darah normal juga terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam klinik. Leukemia akut dibagi atas Leukemia Limflobastik Akut (LLA) dan Leukemia Mieblobastik Akut (LMA). 1. Leukemia Mieloblastik Akut (LMA) Angka kejadia 80% leukemia akut pada orang dewasa. Permulaannya mendadak atau progresif dalam masa 1-6 bulan, jika tidak diobati kematian kira-kira 3-6 bulan. Insiden pada pria dan wanita 3 : 2. 4

2. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Insidensi Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) merupakan1/60.000 orang per tahun dengan 75% kanker darah yang paling sering menyerang anak-anak berumur dibawah umur 15 tahun, dengan puncak insidens antara 3-5 tahun, insiden lebih banyak ditemukan pada pria dari pada wanita 5 : 4. Saudara dari kandung pasien LLA mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk berkembang menjadi LLA. Sedangkan kembar monozigot dari pasien LLA mempunyai resiko 20% untuk berkembang menjadi LLA. Leukimia Limfloblastik Akut (LLA) adalah kegiatan kolonal dari sel-sel prekusor limfoid, lebih dari 80% kasus, sel sel ganas berasal dari limfosit B, dan sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia ini merupakan bentuk leukemia yang paling banyak pada anak anak walaupun demikian 20% dari kasus (LLA) adalah dewasa jika tidak diobati leukemia ini bersifat fatal.

B. Anatomi Fisiologi 1. Anatomi Sel darah putih, leukosit adalah sel yang membentuk komponen darah. Sel darah putih ini berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sel darah putih tidak berwarna, memiliki inti, dapat bergerak secara amoebeid, dan dapat menembus dinding kapiler / diapedesis. Dalam keadaan normalnya terkandung 4x109 hingga 11x109 sel darah putih di dalam seliter darah manusia dewasa yang sehat-sekitar 7000-25000 sel per tetes. Dalam setiap milimeter kubil darah terdapat 6000 sampai 10000(rata-rata 8000) sel darah putih. Dalam kasus leukemia, jumlahnya dapat meningkat hingga 50000 sel per tetes. Di dalam tubuh, leukosit tidak berasosiasi secara ketat dengan organ atau jaringan tertentu, mereka bekerja secara independen seperti organisme sel tunggal. Leukosit mampu bergerak secara bebas dan berinteraksi dan menangkap serpihan seluler, partikel asing, atau mikroorganisme penyusup. Selain itu, leukosit tidak bisa membelah diri atau bereproduksi dengan cara mereka sendiri, melainkan mereka adalah produk dari sel punca hematopoietic pluripotent 5

yang ada pada sumsum tulang. Leukosit turunan meliputi: sel leukosit, sel biang, eosinofil, basofil, dan fagosit termasuk makrofag, neutrofil, dan sel dendritik. Ada beberapa jenis sel darah putih yang disebut granulosit atau sel polimorfonuklear yaitu: Basofil, Eosinofil, Neutrofil. dan dua jenis yang lain tanpa granula dalam sitoplasma: Limfosit, Monosit. 2. Fisiologi Leukosit adalah sel darah berinti. Di dalam darah manusia, jumlah normal leukosit rata-rata 5000-9000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut leukositosis, bila kurang dari 5000 disebut leukopenia. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk

inti

yang

bervariasi,

yang

tidak

mempunyai

granula,

sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler : limfosit sel kecil, sitoplasma sedikit, monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis leukosir granuler: Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam. Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan pada sebagian besar precursor (pra-zatnya). Meski masing-masing jenis sel terdapat dalam sirkulasi darah, leukosit tidak secara acak terlihat dalam eksudat, tetapi tampak sebagai akibat sinyal-sinyal kemotaktik khusus yang timbul dalam berkembangnya proses peradangan (Effendi, 2003). Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Ketika viskositas darah meningkat dan aliran lambat, leukosit mengalami marginasi, yakni bergerak ke arah perifer sepanjang pembuluh darah. Kemudian melekat pada endotel dan melakukan

gerakan

amuboid.

Melalui

proses

diapedesis,

yakni

kemampuan leukosit untuk menyesuaikan dengan lubang kecil leukosit, dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung. Pergerakan leukosit di daerah 6

intertisial pada jaringan meradang setelah leukosit bermigrasi, atau disebut kemotaktik terarah oleh sinyal kimia (Effendi, 2003). Jumlah leukosit per-mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 4000-11000, waktu lahir 15000-25000, dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel-sel darah putih tergantung pada usia, waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -15 tahun persentase khas dewasa tercapai (Effendi, 2003).

Fungsi sel Darah putih Granulosit dan Monosit mempunyai peranan penting dalam perlindungan badan terhadap mikroorganisme, dengan kemampuannya sebagai fagosit (fago- memakan), mereka memakan bakteri hidup yang masuk ke sistem peredaran darah, melalui mikroskop adakalanya dapat dijumpai sebanyak 10-20 mikroorganisme tertelan oleh sebutir granulosit, pada waktu menjalankan fungsi ini mereka disebut fagosit, dengan kekuatan gerakan amuboidnya ia dapat bergerak bebas didalam dan dapat keluar pembuluh darah dan berjalan mengitari seluruh bagian tubuh. dengan cara ini ia dapat mengepung daerah yang terkena infeksi atau cidera,

menangkap

organisme

hidup

dan

menghancurkannya,

menyingkirkan bahan lain seperti kotoran-kotoran,serpihan-serpihan dan lainnya, dengan cara yang sama, dan sebagai granulosit memiliki enzim yang dapat memecah protein, yang memungkinkan merusak jaringan hidup, menghancurkan dan membuangnya. Dengan cara ini jaringan yang sakit atau terluka dapat dibuang dan penyembuhannya dimungkinkan. Sebagai hasil kerja fagositik dari sel darah putih, peradangan dapat dihentikan sama sekali. Bila kegiatannya tidak berhasil dengan sempurna, maka dapat terbentuk nanah. Nanah berisi dari kawan dan lawan-fagosit yang terbunuh dalam kinerjanya disebut sel nanah, demikian juga terdapat banyak kuman yang mati dalam nanah itu dan ditambah lagi dengan sejumlah besar jaringan yang sudah mencair, dan sel nanah tersebut akan disingkirkan oleh granulosit yang sehat yang bekerja sebagai fagosit. 7

C. Etiologi Walaupun pada sebagian besar penderita leukemia faktor-faktor penyebabnya tidak dapat diidentifikasi, namun terdapat beberapa faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia. 1. Host a. Umur, Jenis kelamin, Ras Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. LLA merupakan leukemia paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan puncak insiden antara usia 2-4 tahun, LMA terdapat pada umur 15-39 tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan antara umur 30-50 tahun. LLK merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun). Insiden leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan kelompok kulit hitam.Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker b. Faktor Genetik Insiden leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Dari data ini ditambah kenyataan bahwa saudara kandung penderita leukemia mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita sindrom down. Dan dapat diambil kesimpulan bahwa kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D. Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia meningkat dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara kandung penderita naik 2-4 kali.19 Selain itu, leukemia juga dapat terjadi pada kembar identik. 2. Agent a. Virus

8

Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur pada sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum pada propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain, khususnya di antara Negro Karibia dan Amerika Serikat b. Sinar radioaktif Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan leukemia pada binatang maupun pada manusia. Angka kejadian leukemia mieloblastik akut (LMA) dan leukemia granulosistik kronik (LGK) jelas meningkat sesudah sinar radioaktif, sedangkan pada leukemia limfoblastik akut (LLA) tidak begitu jelas. Sebelum proteksi terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita leukemia 10kali lebih besar. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa penderita-penderita yang diobati dengan sinar radioaktif atau obat-obat alkilating akan menderita leukemia pada 6%pasien dan terjadinya sesudah umur 5tahun. c. Zat Kimia Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon) diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia.18 Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi penyebab leukemia (misalnya

Benzene),

pada

orang

dewasa

menjadi

leukemia

nonlimfoblastik akut. Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control menunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene dapat meningkatkan risiko terkena leukemia terutama LMA. d. Merokok Merokok

merupakan

salah

satu

faktor

risiko

untuk

berkembangnya leukemia. Rokok mengandung leukemogen yang potensial untuk menderita leukemia terutama LMA. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa merokok meningkatkan risiko LMA. Faktor risiko terjadinya leukemia pada orang yang merokok tergantung pada frekuensi, banyaknya, dan lamanya merokok e. Lingkungan (Pekerjaan) 9

Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan pekerjaan dengan kejadian leukemia. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Jepang, sebagian besar kasus berasal dari rumah tangga dan kelompok petani. Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control meneliti hubungan ini, pasien termasuk mahasiswa, pegawai, ibu rumah tangga, petani dan pekerja di bidang lain. Di antara pasien tersebut, 26% adalah mahasiswa, 19% adalah ibu rumah tangga, dan 17% adalah petani. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang bekerja di pertanian atau peternakan mempunyai risiko tinggi leukemia.

D. Patofisiologi Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan. Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal. Leukemia terjadi jika proses pematangan dari sistem sel menjadi sel darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. 10

Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak.

E. Tanda dan Gejala Gejala yang khas adalah pucat (dapat terjadi mendadak), panas dan pendarahan (pendarahan dan anemia adalah manifestasi utama) disertai splenomegaly, dan kadang-kadang heptomegali serta limfadenopati. 1. Anemia Anemia disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat dari kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya hematrokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak yang menderita leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang mengalami sesak napas. 2. Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi disebabkan karena adanya penurunan leukosit secara otomatis akan menurunkan daya tahan tubuh karena leukosit yang berfungsi untuk mempertahankan daya tahan tubuh tidak dapat bekerja secara optimal. 3. Perdarahan Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan mukosa seperti gusi, ekomosis, perdarahan gastrointestinal, hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang sering disebut petekia. Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena trauma, apabila kadar trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan. 4. Penurunan kesadaran Penurunan kesadaran disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti kejang sampai koma. 5. Anoreksia

11

6. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia) 7. Infeksi mulut, saluran napas atas dan bawah, selulitis, atau sepsis. Penyebab yang paling sering adalah stafilokokus, streptokokus, dan bakteri gram negative usus, serta berbagai spesies jamur. 8. Hepatomegali 9. Splenomegali 10. Limfadenopati 11. Massa di mediastinum (sering pada LLA sel T) Leukimia system saraf pusat: nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi intracranial), perubahan dalam status mental. Kelumpuhan saraf otak terutama saraf VI dan VII, kelainan neurologic fokal 12. Keterlibatan organ lain: testis, retina, kulit, pleura, pericardium, tonsil.(Aru W, Sudoyo, 2009)

Kira-kira 66% anak dengan LLA mempunyai gejala dan tanda penyakitnya kurang dari 4 minggu pada waktu diagnosis. Gejala pertama biasanya nonspesifik dan meliputi anoreksia, iritabel, dan letargi. Mungkin ada riwayat infeksi virus atau eksantem dan penderita seperti tidak mengalami kesembuhan sempurna. Kegagalan sumsum tulang yang progresif sehingga timbul anemia, perdarahan (trombositopenia) dan demam (neutropenia, keganasan). Pada pemeriksaan inisial, umumnya penderita, dan lebih kurang 50% menunjukkan petekie atau perdarahan mukosa. Sekitar 25% demam, yang mungkin disebabkan oleh suatu sebab spesifik seperti infeksi saluran napas atau otitis media . limfadenopati biasanya nyata dan splenomegaly (biasanya kurang dari 6cm di bawah arkus kosta) dijumpai lebih kurang 66% . hepatomegali kurang lazim. Kira-kira 25% ada nyeri tulang yang yang nyata dan arthralgia yang disebabkan oleh infiltrasi leukemia pada tulang perikondrial atau sendi atau oleh ekspansi rongga sumsum tulang akibat sel leukemia. Jarang, ada gejala kenaikkan intracranial seperti nyeri kepala dan muntah, yang menunjukkan keterlibatan selaput otak. Anak dengan LLA sel-T umumnya dari 12

kelompok umur lebih tua dan lelaki lebih banyak. (Arvin, Kliegman Behrman, 2012) Gejala yang khas ialah pucat, panas, dan perdarahan disertai splenomegali dan kadang-kadang hepatomegalia serta limfadenopatia. Penderita yang menunjukkan gejala lengkap seperti diatas, secara klinis dapat didiagnosis loeukimia. Pucat dapat terjadi mendadak, sehingga bila pada seorang anak terdapat pucat yang mendadak dan sebab terjadinya sukar diterangkan , waspadalah terhadap leukemia. Perdarahan dapat berupa ekimosis , petekia, sebagainya.

Pada

stadium

epitaksis, dan perdarahan pada gusi dan permulaan

mungkin

tidak

terdapat

splenomegali. Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi, atau sakit tulang yang dapat disalahtaksirkan sebagai penyakit reumatik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel leukemia pada tubuh, kejang pada leukemia serebral dan sebagainya (Bambang Permono, 2012).

F. Pemeriksaan Diagnostik Beberapa

pemeriksaan

laboratoriun

diperlukan

untuk

konfirmasi

diagnostic LLA, klasifikasi prognostic dan perencanaan terapi yang tepat yaitu: 1. Hitung Darah Lengkap (Complete Blood Count) dan Apus Darah Tepi Jumlah leukosit dapat normal, meningkat, atau rendah pada saat diagnosis. Hiperleukositosis (>100.000mm3) terjadi pada kira-kira 15%pasien dan dapat melebihi 200.000mm3. pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia. Proporsi sel blas pada hitung leukosit bervariasi dari 0 sampai 100%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai hitung trombosit kurang dari 25.000/mm3. 2. Aspirasi dan Biopsi Sumsum Tulang Pemeriksaan ini sangat penting untuk konfirmasi diagnosis dan klasifikasi, sehingga semua pasien LLA harus menjalani prosedur ini. Specimen yang didapat harus diperiksa untuk analisis histologi. Sitogenetik dan immunophenotyping. Apus sumsum tulang tampak hiperseluler dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel berinti. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel-sel leukemia, 13

maka aspirasi sumsum tulang dapat tidak berhasil sehingga touchimprint dari jaringan biopsy penting untuk gambaran sitology. 3. Sitokimia Gambaran morfologi sel blas pada apus darah tepi atau sumsum tulang

kadang-kadang

tidak

dapat

membedakan

LLA

dari

leukemimieloblastik akut (LMA). Pada LLA, pewarnaan sudan black dan mieloperoksidase adalah enzim sitoplasmic yang ditemukan pada granula primer dari perkursor gfranulositik, yang dapat dideteksi pada sel blas LMA. Sitokimia juga berguna untuk membedakan precursor B dan BALL dari T-ALL. Pewarnaan fosfatase asam akan positif pada limfosit T yang ganas sedangkan sel B dapat memberikan hasil yang posutuf pada pewarnaan Periodic Acis Schiff (PAS). TdT yang diekspresikan oleh limfoblas dapat dideteksi dengan pewarnaan imunoperoksidase atau flowcytometry 4. Imunofenotip (dengan sitometri arus atau flowsitometri) Pemeriksaan ini berguna dalam pemeriksaan diagnosis dan klasifikasi LLA reagen yang dipaki untuk diagnosis dan identifikasi subtype imunologi adalah antibodi terhadap : a. Untuk sel precursor B: CD10 (common ALL antigen), CD 19, CD 79A, CD 22, sitoplasmik m-heavy chain, dan TdT b. Untuk sel T CD 1a, CD 2, CD3, CD 4. CD,5, CD 7,CD 8 dan TdT c. Untuk sel B: kappa atau lambda, CD 19, CD 20, CD 22 Pada sekitar 15-50% LLA didapatkan ekspersi antigen myeloid antigen myeloid yang biasa dideteksi adalah CD 13, CD 15, CD 33 ekspresi yang bersamaan dari antigen limfoid dan myeloid dapat ditemukan di leukemia bifenotip akut. Kasus ini jarang dan perjalanan penyakitnya buruk 5. Sitogenetik Analisis sitogenetik sangat berguna karena beberapa kelainan sitogenetik berhubungan dengan subtype LLA tertentu, dan dapat memberikan informasi prognostik. 6. Pemeriksaan lainnya

14

Parameter koagulasi biasanya normal dan koagulasi intravascular diseminata jarang terjadi. Kelainan metabolic seperti hiperurikemia dapat terjadi trutama pada pasien dengan sel-sel dengan leukemia yang cepat membelah dan tumor burden yang tinggi. Pungsi lumbal dilakukan pada saat diagnosis untuk memeriksa cairan serebrospinal. Perlu atau tidknya tindakan ini dilakukan pada pasien dengan banyaknya sel blas yang bersirkulasi masih kontroversi. Definsi keterlibatan susunan syaraf pusat (SSP) adalah bila ditemukan lebih dari 5 leukosit/ml cairan serebrospinal dengan morfologi sel blas pada specimen sel yang disentrifugasi.

G. Penatalaksanaan 1. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 gram %. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin. 2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dsb) setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan. 3. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin dsb. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis, hendaknya lebih berhati-hati bila jumlah leukosit kurang dari 2000/mm3 . 4. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam yang suci hama). 5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan corinae bakterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibody yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yg telah di radiasi. 15

Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibody yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.

Cara pengobatan Setiap

klinik

mempunyai

cara

tersendiri

bergantung

pada

pengalamannya. Umumnya pengobatan ditunjukkan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut : 1. Induksi Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat tersebut diatas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blas dalam sumsum tulang kurang dari 5%. 2. Konsolidasi yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi 3. Rumat (maintenance) Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian titostatika separuh dosis biasa. 4. Reinduksi Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan pemberian oabt-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari. 5. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500 rad. Untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral radiasi ini tidak diulang pada reinduksi. 6. Pengobatan imunologik Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan demikian diharapkan penderita sembuh dapat sempurna. Cra pengobatan yang dilakukan dibagian ilmu kesehatan anak FKUI 16

terhadap leukemia limfositik akut ialah dengan menggunakan protokol sebagai berikut : a. Induksi sistemik : 1) VCR (vinkristin : 2mg/m2/minggu, intravena, diberikan 6 kali 2) ADR (adriamisin) : 40 mg/m2/2 minggu intravena,diberikan 3 kali, dimulai pada hari ketiga pengobatan. 3) Pred (predmison): 50mg/m2/hari per oral diberikan selama 5 minggu, kemudian taperingoff selama 1 minggu. 4) SSP:

profilaksis:

MTX

(metotreksat)

10mg/m2/minggu

intratekal, diberikan 5 kali dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR pertama. 5) Radiasi kranial : dosis total 2.400 rad. Dimulai setelah konsolidasi terakhir (siklofosfamida) b. Konsolidasi 1) MTX : 15mg/m2/hari intravena, diberikan 3 kali dimulai satu minggu setelah VCR keenam, kemudian dilanjutkan dengan 6mp (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral, diberikan 3 kali. 2) CPA (siklofosfamida) : 800 mg/m2/kali diberikan sekaligus pada akhir minggu ke 2 dari konsolidasi. c. Rerinduksi Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama re induksi obat-obat rumat dihentikan. Sistemik: 1) VCR: dosis sama dengan dosis induksi diberikan 2 kali. 2) Pret: dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan satu minggu kemudian taperingoff 3) SSP: MTX intratekal: dosis sama dengan dosis profilaksis, diberikan 2 kali d. Imunoterapi BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada re induksi pertama. Dosis 0,6 ml intra kutan, diberikan pada 3 tempat masing-masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali dengan 17

interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat-obat rumat diteruskan. e. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus. Fungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah 6 minggu).

18

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Data Demografi a. Usia

: lebih sering terjadi pada anak yang berusia 2-5 tahun

b. Ras

: lebih banyak terkena pada kulit putih

c. Lingkungan

: banyak polutan

2. Riwayat Kesehatan a. Riwayat kesehatan dahulu 1) kemungkinan klien pernah terpajan zat kimiawi atau mendapatkan pengobatan seperti benzol, arsen, preparat sulfat. 2) Kemungkinan klien pernah kontak atau terpajan radiasi dengan kadar ionisasi yang lebih besar. 3) Kemungkinan klien pernah menderita demam tinggi yang tidak diketahui penyebabnya. b. Riwayat Kesehatan Keluarga Penyakit leukemia tidak diwariskan, tapi sejumlah individu memiliki faktor predisposisi, misalnya kembar satu telor. c. Riwayat Kesehatan Sekarang 1) Adanya perdarahan seperti : ptekie, purpura, dan epistaksis 2) Nyeri sendi dan tulang 3) Peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, anoreksia, mual, dan muntah 4) Mengeluh tidak enak pada perut dan BAB tidak teratur. 3. Data fokus a. Aktivitas Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas biasanya. Tanda

: kelelahan otot, peningkatan kebutuhan tidur, somnolen.

b. Sirkulasi Tanda : palpitasi, takikardi, mur-mur jantung, membran mukosa pucat, dan tanda pendarahan serebral. 19

c. Eliminasi Gejala : diare, nyeri tekan perianal, darah merah terang pada tisu, feses hitam, darah pada urin, penurunan haluaran urin. d. Integritas ego Gejala : perasaan tak berdaya atau tidak ada harapan Tanda : depresi, menarik diri, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung, perubahan alam perasaan, kacau. e. Nutrisi dan Cairan Gejala : kehilangan nafsu makan, anoreksia,

mula, muntah,

penurunan berat badan, perubahan rasa, Tanda : distensi abdominal, penurunan bising usus, disfagia, pharingitis, spenomegali, hepatomegali, ikterus, stomatitis, hipertropi gusi. f. Neurosensori Gejala : penurunan koordinasi atau kesadara, perubahan alam perasaan, kacau, disorientasi/kurang konsentrasi, pusing, kebas, kesemutan. Tanda : otot mudah terangsang, aktivitas kejang g. Nyeri dan Kenyamanan Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang dan sendi, kram otot, nyeri tekan pada sternum. Tanda : gelisah, fokus pada diri sendiri h. Pernafasan Tanda : dispneu, takipnea, batuk, ronkhi, napas pendek, batuk, penurunan bunyi nafas. i. Kemanan Tanda : gangguan penglihatan, jatuh, injuri, demam, dan infeksi. j. Seksualitas Penurunan libido, perubahan siklus menstruasi, menorragia, impoten. 4. Data penunjang a. Hitung darah lengkap 1) Hemoglobin

: dapat kurang dari 10 g/100 ml

2) Jumlah trombosit : sangat rendah (kurang dari 50.000/mm) 20

3) Sel darah putih

: lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan sel

darah putih imatur b. Pemeriksaan sel darah tepi : biasanya menunjukan anemia dan rombositopenia tetapi juga dapat menunjukan leucopenia, leukositosis tergantung pada jumlah sel beredar. c. Asam urat serum/ urine : meningkat. d. Biopsi sumsum tulang : sel darah merah abdormal biasanya lebih dari 50% atau lebih dari sel darah putih pada sumsum tulang. Sering 60%90% dari sel blast, dengan prekusor eritrosit, sel matur, dan mega kariositis menurun. e. Biopsi nodus limfa : pemeriksaan ini akan memperlihatkan peliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limfa akan terdesak seperti limfosit normal dan granulosit. (Andra & Yessie, 2013).

B. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia. 3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah, efek samping agen kemoterapi 4. Resiko terhadap cedera / pendarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit 5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi, dan stomatitis. 6. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia 7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan cepat pada penampilan. (Andra & Yessie, 2013).

C. Perencanaan Keperawatan 1. Resiko infeksi b.d menurunnya sistem pertahanan tubuh

21

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak mengalami gejala-gejala infeksi.

INTERVENSI

RASIONAL

a. Pantau suhu dengan teliti

a. Untuk

mendeteksi

kemungkinan infeksi b. Tempatkan

anak

dalam

ruangan khusus

b. Untuk

meminimalkan

terpaparnya

anak

dari

sumber infeksi c. Anjurkan

semua

c. Untuk

pengunjung dan staff rumah

pajanan

sakit untuk menggunakan

infektif

teknik

mencuci

meminimalkan pada

organisme

tangan

dengan baik d. Gunakan

teknik

aseptik

d. Untuk

mencegah

yang cermat untuk semua

kontaminasi

prosedur invasif

menurunkan resiko infeksi.

e. Evaluasi

keadaan

terhadap

anak

tempat-tempat

e. Untuk

silang

intervensi

/

dini

penanganan infeksi

munculnya infeksi seperti tempat

penusukan

jarum

mukosa,

dan

ulserasi

masalah gigi. f. Inspeksi membran mukosa mulut.

Bersihkan

mulut

dengan baik. g. Berikan

periode

f. Rongga

mulut

adalah

medium yang baik untuk pertumbuhan organisme

istirahat

tanpa gangguan

g. Menambah

energi

penyembuhan

untuk dan

regenerasi seluler h. Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia i. Berikan

antibiotic

h. Untuk

mendukung

pertahanan tubuh sesuai

i. Diberikan

sebagai

22

ketentuan

profilaktik atau mengobati infeksi khusu.

2. Intoleransi aktivitas b.d. kelemahan akibat anemia Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan terjadi peningkatan toleransi aktivitas. INTERVENSI

RASIONAL

a. Evaluasi

laporan

kelemahan,

a. Menentukan derajat dan efek

perhatikan

ketidakmampuan

untuk

berpatisipasi

dalam

ketidakmampuan.

aktifitas sehari-hari. b. Berikan

lingkungan

b. Menghemat

energi dan

untuk

tenang dan perlu istirahat

aktifitas

regenerasi

tanpa gangguan

seluler atau penyambungan jaringan.

c. Kaji kemampuan untuk

c. Mengidentifikasi

berpatisipasi pada aktifitas

individual

yang

pemilihan intervensi

diinginkan

atau

dan

kebutuhan membantu

dibutuhkan d. Berikan bantuan dalam

d. Memaksimalkan

sediaan

aktifitas sehari-hari dan

energi untuk tugas perawatan

ambulasi

diri.

3. Resiko terhadap cedera/pendarahan yang b.d. penurunan jumlah trombosit Tujuan : setelah dilakuka tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien tidak terjadi pendarahan. INTERVENSI a. Gunakan

RASIONAL semua

tindakan

a. Karena

pendarahan

untuk mencegah perdarahan

memperberat kondisi anak

khususnya

dengan adanya anemia

pada

daerah

ekimosis.

23

b. Cegah ulserasi oral dan rectal

b. Karena kulit yang luka cenderung untuk berdarah.

c. Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi d. Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut

c. Untuk

mencegah

penderahan d. Untuk

mencegah

pendarahan

e. Laporkan setiap tanda-tanda

e. Untuk

memberikan

perdarahan (tekanan darah

intervensi

dini

dalam

menurun, denyut nadi cepat

mengatasi perdarahan.

dan pucat). f. Hindari

obat-obat

yang

mengandung aspirin.

f. Karena

aspirin

mempengaruhi

fungsi

trombosit g. Ajarkan orang tua dan anak yang

lebih

besar

mengontrol

untuk

g. Untuk

mencegah

perdarahan.

perdarahan

hidung.

4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. mual dan muntah, dengan efek samping kemoterapi. Tujuan : setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi kekurangan volume cairan, dan klien tidak mengalami mual dan muntah. INTERVENSI

RASIONAL

a. Berikan

antiemetic

sebelum

awal

dimulainya

a. Untuk mencegah mual dan muntah

kemoterapi. b. Berikan antiemetic secara teratur

pada

waktu

dan

b. Untuk mencegah episode berulang

program kemoterapi. c. Kaji respon anak terhadap antiemetic

c. Karena

tidak

antiemetic

ada

yang

obat secara

24

umum berhasil d. Hindari

memberikan

makanan

yang

beraroma

menyengat. e. Anjurkan

d. Bau yang menyengat dapat menimbulkan

mual

dan

muntah. makan

dalam

porsi kecil tapi sering

e. Karena

jumlah

kecil

biasanya ditoleransi dengan baik.

f. Berikan

cairan

intravena

sesuai ketentuan

f. Untuk

mempertahankan

hidrasi.

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi, dan stomatitis. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien mendapatkan nutrisi yang adekuat. INTERVENSI

RASIONAL

a. Dorong orang tua untuk

a. Jelaskan bahwa hilangnya

tetap rileks pada saat anak

nafsu makan adalah akibat

makan.

langsung dari mual dan muntah serta kemoterapi.

b. Izinkan

anak

memakan

semua makanan yang dapat ditoleransi,

b. Untuk

mempertahankan

nutrisi yang optimal.

rencanakan

untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat. c. Berikan

makanan

yang

disertai suplemen nutrisi gizi,

seperti

suplemen

susu

yang

c. Untuk

memaksimalkan

kualitas intake nutrisi

atau dijual

bebas. d. Izinkan anak untuk terlibat dalam

persiapan

dan

d. Untuk mendorong agar anak mau makan.

25

pemilihan makanan. e. Dorong

nutrisi

e. Karena jumlah yang kecil

dengan jumlah sedikit tapi

biasanya ditolansi dengan

sering.

baik.

f. Dorong

masukan

pasien

untuk

f. Kebutuhan

jaringan

makan diet tinggi kalori

metabolik

ditingkatkan

kaya nutrient.

begitu juga cairan untuk menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan peranan

penting

mempertahankan kalori

dan

dalam masukan

protein

yang

adekuat. g. Timbang BB, ukur TB, dan

g. Membantu

ketebalan lipatan nutrisi.

dalam

mengidentifikasi malnutrisi protein kalori, khusunya bila BB

dan

antropometri

pengukuran kurang

dari

normal.

6. Nyeri b.d. efek fisiologis dari leukemia Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak. INTERVENSI a. Mengkaji

RASIONAL tingkat

nyeri

dengan skala 0 – 10

a. Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan intervensi.

b. Jika

mungkin,

gunakan

prosedur-prosedur

b. Untuk meminimalkan rasa tidak aman

(misalkan pemantauan suhu

26

non

invasif,

alat

akses

vena). c. Evaluasi

efektifitas

penghilang derajat

nyeri

c. Untuk

menentukan

dengan

kebutuhan perubahan dosis.

dan

Waktu pemberian atau obat.

kesadaran

sedasi. d. Lakukan

teknik

pengurangan

nyeri

non

d. Sebagai

analgetik

tambahan.

farmakologis yang tepat. e. Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur.

e. Untuk

mencegah

kambuhnya nyeri.

7. Gangguan citra tubuh b.d. perubahan cepat pada penampilan Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif. INTEVENSI

RASIONAL

1. Dorong anak untuk memilih

1. Untuk

membantu

wig (anak perempuan) yang

mengembangkan

serupa gaya dan warna

penyesuaian

rambut

terhadap

anak

sebelum

rambut mulai rontok. 2. Berikan

penutup

pada

kerontokan

rambut. kepala

yang kuat adekuat selama pemajanan

rambut

2. Karena

hilangnya

perlindungan rambut

sinar

matahari, angin atau dingin 3. Jelaskan mulai

bahwa

tumbuh

hingga mungkin

6

rambut dalam

bulan warna

3

3. Untuk menyiapkan anak dan keluarga

dan

perubahan

atau

rambut baru

terhadap penampilan

teksturnya agak berbeda

27

D. Implementasi Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah dibuat untuk mencapai hasil yang efektif. Dalam pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang diberikan baik mutunya. Dengan demikian tujuan dari rencana yang telah ditentukan dapat tercapai (Wong.D.L. 2004).

E. Evaluasi Evaluasi

adalah

suatu

penilaian

terhadap

keberhasilan

rencana

keperawatan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien. Menurut Wong. D.L (2004) hasil yang diharapkan pada klien dengan leukemia adalah : 1. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi 2. Berpartisipasi dalam aktifitas sehari-sehari sesuai tingkat kemampuan, adanya laporan peningkatan toleransi aktifitas. 3. Anak menyerap makanan dan cairan, anak tidak mengalami mual dan muntah 4. Anak tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan. 5. Masukan nutrisi adekuat 6. Anak beristirahat dengan tenang, tidak melaporkan dan atau menunjukkan bukti-bukti ketidaknyamanan, tidak mengeluhkan perasaan tidak nyaman. 7. Anak mengungkapkan masalah yang berkaitan dengan kerontokan rambut, anak membantu menentukan metode untuk mengurangi efek kerontokan rambut dan menerapkan metode ini dan anak tampak bersih, rapi, dan berpakaian menarik.

28

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang,ditandai oleh peliforasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi, pada leukemia adanya gangguan dalam pengaturan sel leukosit, leukosit dalam darah berpoliferasi secara tidak teratur dan tidak terkendali dan fungsinya pun menjadi tidak normal, oleh karena proses tersebut fungsi-fungsi lain dari sel darah normal juga terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam klinik. Leukemia akut dibagi atas Leukemia Limflobastik Akut (LLA) dan Leukemia Mieblobastik Akut (LMA). Sebagian besar penderita leukemia faktor-faktor penyebabnya tidak dapat diidentifikasi, namun terdapat beberapa faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia yaitu Host (Umur, Jenis kelamin, Ras, dan faktor genitik) Agent (Virus, Sinar radioaktif, Kimia, Merokok, Lingkungan). Gejala yang khas adalah pucat (dapat terjadi mendadak), panas dan pendarahan (pendarahan

dan

anemia

adalah

manifestasi

utama)

disertai

splenomegaly, dan kadang-kadang heptomegali serta limfadenopati. Pemeriksaan pada leukimia bisa dilakukan Hitung Darah Lengkap (Complete Blood Count) dan Apus Darah Tepi, Aspirasi dan Biopsi Sumsum Tulang, Sitokimia, Imunofenotip (dengan sitometri arus atau flowsitometri), Sitogenetik. Pengobtaan pada leukimia yaitu Transfusi darah, Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dsb), Sitostatika, Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam yang suci hama), Imunoterapi B. Saran Seluruh

mahasiswa

keperawatan

agar

meningkatkan

pemahamannya terhadap penyakit asuhan keperawatan anak dengan leukimia sehingga dapat dikembangkan dalam tatanan layanan keperawatan. 29

DAFTAR PUSTAKA Brtunner., Sudadarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Buku Kedokteran. EGC, Jakarta. Hidayat Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2. Edisi Pertama Salemba Medika, Jakarta. Long., Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Volume 2. Yayasan Alumni Pendidikan Keperawatan, Bandung. Suriadi., Yuliani., &Rita.2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Sagung Seto. CV, Jakarta. Wijaya Andra., Putri Yessie. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa). Cetakan Pertama. Nuha Medika, Yogyakarta.

30

Related Documents

Askep Thalasemia Pada Anak
December 2019 36
Askep Anak Dhf Fiks.docx
November 2019 27
Askep Typoid Anak Tnl.docx
November 2019 36
Askep Anak Hirschprung.doc
November 2019 24
Askep Anak-6 Fix.docx
May 2020 12
Askep Anak Diare.docx
November 2019 18

More Documents from "Anonymous 2vgGtl0Ji6"

Bab I1.docx
October 2019 16
Apendisitis.docx
October 2019 13
Glomerulonefritis Akut.docx
October 2019 17
Bab I.docx
October 2019 13
Askep Anak Leukemia.docx
October 2019 25
3.bisnisinternational1.pdf
October 2019 23