Asistensi Fisika Percobaan 1.docx

  • Uploaded by: Alhamdi aldhi
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Asistensi Fisika Percobaan 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,828
  • Pages: 26
PRAKTIKUM FISIKA DASAR PERCOBAAN 1

DASAR PENGUKURAN DAN KETIDAK PASTIAN PADA PENGUKURAN ASISTEN : KASMAIDA, S.T

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3 KELAS : TEKNIK SIPIL . C NAMA

NIM

1. ADHA FHADYLAH MURSALIM

218190104

2. MUHAMMAD ASRIYADI

218190088

3. ILHAM . H

218190096

4. SYAHRIZAN

218190074

5. NURUL AMIN

218190091

6. UDES SAPUTRA

218190099

7. MUH. IKRAM FADILLAH

218190081

LABORATORIUM FISIKA DASAR UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE 2018/2019

1

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga laporan praktikum ini dapat tersusun dengan baik.Tidak lupa kami ucapkan terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga laporan praktikum mengenai β€œdasar pengukuran dan ketidak pastian pada pengukuran” ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi laporan ini agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam laporan ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaaan laporan praktikum ini.

Parepare, 19 Jannuari 2019

Kelompok 3

i

DAFTAR ISI Kata pengantar ........................................................................................................ i Daftar isi .................................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 A. Tujuan ......................................................................................................... 1 B. Teori Ringkas .............................................................................................. 1 C. Alat & Bahan............................................................................................... 9 D. Metode Percobaan ....................................................................................... 9 BAB II PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA ................................................ 10 A. Hasil Perolehan Data ................................................................................... 11 B. Pengolahan/ Analisis ................................................................................... 11 BAB III PENUTUP ................................................................................................ 20 A. Kesimpulan ................................................................................................. 20 B. Saran ............................................................................................................ 20 Daftar Pustaka ......................................................................................................... 21 Dokumentasi Alat & Bahan .................................................................................... 21

ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. TUJUAN

1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Setelah mengikuti percobaan ini, mahasiswa akan dapat: a. Memperoleh kecakapan dan keterampialan dalam menggunakan dan mengerti kegunaan peralatan laboratorium. b. Memperkirakan dan menyatakan kesalahan khusus.

2.

TUJUAN INSTRUKSI KHUSUS a. Menggunakan beberapa alat ukur satu atau lebih variable. b. Menentukan ketidakpastian pada hasil pengukuran berulang. c. Mengerti membuat laporan hasil pengukuran.

B. TEORI RINGKAS

1. TOERI SINGKAT Fisika adalah ilmu yang mempelajari gejala dan perilaku alam sepanjang bias diamati oleh manusia baik dengan menggunakan panca indera yang dimiliki maupun dengan alat ukur yang diciptakan oleh manusia itu sendiri. Pengukuran suatu besaran fisis dalam fisika senantiasa dihinggapi dengan apa yang disebut sebagai ketidak pastian baik dilakukan satu kali maupun dilakukan berulang-ulang. Misalnya x adalah suatu besaran fisis tertentu yang nilai benarnya adalah π‘₯0 yang akan diketahui melalui pengukuran, maka setiap kali dilakukan suatu pengukuran pada besaran fisis tersebut akan

1

berpeluang terjadinya penyimpangandari nilai yang sebenarnya. Contoh: suhu kamar, kelembapan udarah, arus listrik dalam rangkaian, massa calorimeter dan sebagainya. Adapun sebab-sebab terjadinya penyimpangan ini antara lain adalah: a) Adanya nilai skala kecil (least count) yang ditimbulkan oleh keterbatasan dari alat ukur yang digunakan b) Adanya ketidakpastian bersistem, diantaranya: ο‚·

Kesalahan kalibrasi Pemberian nilai skala pada waktu alat diproduksi ternyata kurang tepat.

ο‚·

Kesalahn titik nol Sebelum digunakan untuk mengukur, alat ukur telah menunjuk pada suatu harga skala tertentu atau jarum tidak mau kembali pada titik nol secara tepat.

ο‚·

Kesalahan pegas Setelah sekian lama berfungsi, pegas melembek ataupun mengeras dari keadaan semula.

ο‚·

Gesekan pada bagian-bagian alat yang bergerak.

ο‚·

Paralaks (arah pandang) dalam mebaca skala Kesalahan bersistem menyebabkan hasil pengukuran yang diperoleh agak menyimpang dari nilai yang sebenarnya, dan simpangan ini mempunyai arah tertentu.Misalnya, hasil pengukuran menghasilkan nilai-nilai yang secara konsisten lebih besar atau kecil dari harga yang semestinya.

c) Adanya ketidak pastian acak, diantaranya: ο‚·

Gerak Brown molekul udarah, gerak ini dapat mengganggu penunjukan jarum alat ukur yang sangat halus.

2

ο‚·

Flutuasi tegangan jaringan listrik, mengganggu operasional alat-alat listrik.

ο‚·

Bising elektronik, berupa gangguan pada alat ukur elektronik.

ο‚·

Sumber kesalahan acak sering berada diluar kendali dan dapat menghasilkan simpangan positif maupun negative secara acak terhadap nilai yang dicari.

d) Keterbatasan keterampilan Alat ukur dewasa ini tidak jarang merupakan alat ukur yang sangat kompleks pemakaiannya, sehingga menuntut keterampilan yang tidak sedikit dari si pemakai. Misalnya: Mikroskop, Osiloskpo, Spektrometer, Pecahan partikel dll. Dengan demikian akan timbul masalah-masalah seperti: apa saja yang harus diatur sebelumnya, bagaimana cara mengoperasikannya, bagaimana membaca skalanya dll. Dengan demikian banyak yang harus diatur dan dipahami, sehingga pengamat mudah sekali melakukan suatu kesalahan.Dengan demikian banyaknya sumber kesalahan, sehingga tidak mungkin dapat dihindari atau diatasi dengan sekaligus setiap saat. Berdasarkan asas teori pengukuran di atas, maka dapat dikatakan bahwa nilai benar π‘₯0 tidak mungkin dapat diketahui secara tepat melalui suatu eksperimen. Dari pengukuaran yang dilakuakan akan senantiasa diperoleh nilai x yang tidak sama dengan nilainya π‘₯0 yang sebenarnya. 2. NILAI SKALA TERKECIL (least count) ALAT UKUR Setiap alat ukur memiliki skala berupa panjang atau busur atau jangka digital.Pada skala terdapat goresan besar dan kecil sebagai pembagi dan dibubuhi nilai tertentu.Secara fisik, jarak antara goresan kecil bertetangga jarang kurang dari 1mm. mengapa demikian? Ini disebabkan karena mata

3

manusia (tanpa alat bantu) agak sukar melihat jarak kurang dari 1mm dengan tepat. Nilai skala sesuai dengan jarak terkecil itu disebut nilai skala terkecil (nst) dari alat ukur tersebut.

3. NONIUS Banyak alat ukur dilengkapi dengan nonius.Alat ini membantu alat ukur berkemampuan besar, karena jarak antara dua garis skala bertetangga seolaholah menjadi lebih kecil. Biasanya pembagian skala utama dan nonius adalah: 1 pembagian skala alat ukur = 10 bagian skala nonius. Tetapi tidak selalu demikian, misalnya alat spectrometer.Bagaimana membaca kedudukan pengukuran dengan nonius? Perhatikan gambar berikut ini:

Gambar 1: Pembacaan Skala Pada gambar 1 diatas, skala bagian atas adalah alat ukur yaitu antara angka 12 dan 13 dibagi menjadi 10 bagian terkecil yang menyatakan kedudukan 12,1 : 12,2: 12,3: …..: 13,0. Sedangkan pada bagian bawah adalah skala nonius.Dalam gambar tersebut skala nonius terdiri dari 10 bagian.Tampak bahwa skala nonius ini lebih kecil dari bagian terkecil skala alat ukur. Kalau diperhatikan lebih lanjut pada gambar terdapat dua kedudukan skala nonius dan skala alat ukur yang berimpit, yaitu 12 pada skala alat ukur berimpit dengan 0 dan pada skala nonius 10 berimpit dengan 12,9 pada skala alat ukur.

4

Selanjutnya perhatikan hasil pengukuran lain dari alat bantu nonius tersebut seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 2 : pembacaan skala nonius Skala pada nonius dari tidak berimpit dengan sala satu skala pada alat ukur, melainkan terletak antara kedudukan 9,5 dengan 9,6. Dalam pengukuran ini dapat diyakini bahwa harga x yang diukur adalah lebih besar dari 9,5 tetapi lebih kecil dari 9,6. Berapakah harga x menurut pembacaan ini?Cobahlah anda perhatikan gambar 2 lebih teliti.Ternyata ada satu garis skala nonius yang berimpit dengan skala 7 dari nonius.Dalam keadaanpengukuran semacam ini menunjukkan bahwa harga π‘₯0 yang diukur adalah 9,570. 4. ALAT UKUR DASAR a) jangka Sorong jangka sorong adalah suatu alat ukur panjang yang memiliki bentuk seperti gambar 3 dibawah ini, yang dapat digunakan untuk menemukan dimensi dalam, luar dan kedalam benda yang di uji. Jangka sorong meningkatkan akurasi pengukuran hingga 1/20 mm karena memiliki skala 1 mm = 20 skala nonius.

Gambar 3 : Jangka Sorong 5

Ada 3 fungsi pengukuran panjang yang dimiliki jangaka sorong, yaitu: 1) Pengukuran panjang bagian luar benda. 2) Pengukuran panjang bagian rongga dalam benda. 3) Pengukuran kedalam lubang.

b) Micrometer Sekrup Micrometer sekrup dipergunakan untuk mengukur panjang benda yang memilki ukuran maksimum sekitar 2,50 cm, dan bentuk micrometer sekrup ditunjukkan pada gambar 4 berikut ini :

Gambar 4 : Micrometer Sekrup

5. KETIDAKPASTAIAN PADA PENGUKURAN BERULANG Bagaimana

kalau

pengkuran

berulang?Adakah

manfaat

pada

pengulangan tersebut?Dalam usaha mencari nilai benar dari π‘₯0 dengan mengadakan satu kali pengukuran hasilnya hanya suatu pernyataan samarsamar saja. Pengulangan diharapkan akan memberi informasi lebih banyak tentang π‘₯0 . Makin banyak suatu nilai dihasilkan dalam pengukuran berulang maka nilai yang dihasilkan akan semakin benar. Ilmu statistika mengatakan:

6

1)

Hasil

n

kali

pengulangan

pengukuran

besaran

x,

sebutlah

π‘₯1 , π‘₯2 , π‘₯3, … . , π‘₯𝑛 adalah merupakan suatu sampel dari populasi besaran x. Nilai terbaik yang mendekati nilai π‘₯0 yang dapat diambil dari sampel x

2)

adalah nlai rata-rata sampel : π‘₯Μ… =

π‘₯1 + π‘₯2 + π‘₯3 +β‹―+π‘₯𝑛 =1 𝑛

1

= 𝑛 βˆ‘π‘›π‘–=1 π‘₯𝑖

Karena x bukanlah π‘₯0 maka padanya terdapat suatu penyimpangan atau

3)

ketidakpastian. Ketidakpastian pada nilai rata-rata sampel x menyatakan deviasi hasil pengukuran (βˆ†π‘₯) dapat digunakan deviasi standar rata-rata sampel yakni: 1

π‘›βˆ‘π‘₯12 βˆ’(βˆ‘π‘₯1)2

S = π‘›βˆš

π‘›βˆ’1

Hasil pengukuran dapat dituliskan sebagai berikut : π‘₯ = π‘₯Μ… Β± βˆ†π‘₯ = π‘₯Μ… Β± 𝑠𝑛 Besaran nilai yang dipakai sebagai βˆ†π‘₯ pengukuran berulang. Kesalahan pengukuran sering kali dinyatakan dalam: (βˆ†π‘₯)

ο‚·

Kesalahan relative :

ο‚·

Kesalahan mutlak : βˆ†π‘₯

π‘₯

Contoh = Diameter D sekeping mata uang diukur 10 kali dengan menggunakan jangka sorong. Di = (11,7; 11,8; 11,9; 12,0; 12,0; 12,0; 12,0; 12,0; 12,3; 12,3;) mm Decimal terakhir dalam bilangan-bilangan ini adalah taksiran.Berapakah DΒ±βˆ†D menurut pengukuran ini? Jawab : Untuk memudahkan hitungan, data dituang dalam bentuk table dan perhitungan dilakukan dengan menggunakan kalkulator.

7

1

Di

Di2

1

11,7

136,89

2

11,8

139,24

3

11,9

141,61

4

12,0

141,61

5

12,0

141,61

6

12,0

141,61

7

12,0

141,61

8

12,0

141,61

9

12,3

151,29

10

12,3

151,29

βˆ‘

12,0

1440,32

Μ… = 120 = 12,00 D 10 βˆ†π· =

1 𝑛

π‘›βˆ‘π‘₯1 βˆ’ (βˆ‘π‘₯1 )2

√

π‘›βˆ’1

= 0,0596

Pelaporan ditulis : Μ… Β± βˆ†D = (12,00Β± 0,06) mm D=D Seandainya D hanya diukur sekali saja, hasilnya mungkin (12,0Β± 0,5) mm karena: 1

βˆ†D = 2 𝑛𝑠𝑑 =

1 2

Γ— 1 = 0,5

6. ANGKA BERARTI Perhatikan, misalnya penulisan hasil pengukuran diameter sebuah keeping logam D = (12,00 Β± 0,06) mm dan D = (12,00 Β± 0,06) mm. yang pertama menyatakan bahwa nilai benar diameter ada dalam selang (11,94 – 12,06) mm, sedangkan yang kedua mempunyai makna nilai benar berada dalam selang (11,4 – 12,6) mm. dikatakan bahwa diameter pertama diketahui

8

dengan angka 4 berarti, sedangkan yang kedua mempunyai 3 angka berarti, semakin banyak angka berarti semakin tepat pengukurannya. Dari contoh diatas βˆ†D D

=

βˆ†D D 0,6 12,00

=

0,06 12,00

Γ— 100% = 0,5% untuk yang pertama dan yang kedua

Γ— 100% = 5%. Jadi dikatan bahwa pengukuran diameter pertama

dengan ketelitian 10 kali lebih besar dari pengukuran diameter kedua. C. ALAT DAN BAHAN Adapun alat dan bahan yang diperlukan dalam praktikum ini adalah : NO

ALAT DAN BAHAN

JUMLAH

1.

Jangka Sorong

1 buah

2.

Micrometer Sekrup

1 buah

3.

Kelereng Warna

4 ukuran

4.

Kelereng Putih

4 ukuran

5.

Kelereng Besar

4 ukuran

D. METODE PERCOBAAN 1.

Sebelum melakukan praktikum, terlebih dahulu sediakan alat dan bahan praktikum serta bola-bola kecil (kelereng) sebanyak 4 buah dengan ukuran yang berbeda.

2.

Langakah selanjutnya

hitunglah diameter luar kelereng dengan

menggunakan jangka sorong secara bergantian sebanyak 14 kali pergantian kelerang. 3.

Setelah selesai menghitung diameter luar kelereng, kemudian tulis data dari hasil pengukuran sebagai bahan laporan.

4.

Langkah selanjutnya hitunglah diameter kelereng dengan menggunakan micrometer sekrup sebanyak 14 kali pergantian. Selanjutnya tulis data dari hasil pengukuran sebagai bahan laporan.

9

BAB II PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA

JANGKA SORONG 1. KELERENG WARNA NO 1. 2. 3. 4.

SU (cm) 1,6 1,6 1,6 1,6

SN (cm) 3 1 3,5 6

2. KELERENG PUTIH NO 1. 2. 3. 4.

SU (cm) 1,6 1,6 1,7 1,6

SN (cm) 6 5 5 3

3. KELERENG BESAR NO 1. 2. 3. 4.

SU (cm) 2,5 2,5 2,5 2,5

SN (cm) 1 8 8 4

10

ANALISIS DATA JANGKA SORONG KELERENG WARNA A. TABEL N0 1. 2. 3. 4. βˆ‘n=4

𝐷𝑖 2 (cm) 3,0625 2,7225 3,1506 3,61 2 βˆ‘π·π‘– =12,5456

Di (cm) 1,75 1,65 1,775 1,9 βˆ‘Di=7,075

Μ… =βˆ‘π·π‘–=…….? B. 𝐷 𝑛 Μ… =7,075 𝐷 4 = 1, 768 cm

1

C. βˆ†π· = 𝑛 √ D.

1

= 4√ 1

= 4√ 1

π‘›Γ—βˆ‘π·π‘– 2 βˆ’(βˆ‘π·π‘–)2 π‘›βˆ’1

4Γ—12,5456βˆ’(7,075)2 4βˆ’1

50,1824βˆ’50,0556

= 4√

3 0,1268 3

1

= √0,042 4 1

= 4 Γ— 0,205 = 0,0512 cm

Μ… Β± βˆ†π· E. D = 𝐷 = 1,768Β± 0,0512

11

= 1,768 + 0,0512

ATAU

= 1,819 cm

= 1,768 – 0,0512 = 1,716 cm

F. KESALAHAN RELATIF βˆ†π· Μ… 𝐷

=

Γ— 100%

0,0512 1,768

Γ— 100%

= 0,028% KELERENG PUTIH A. TABEL N0 1. 2. 3. 4. βˆ‘π‘› = 4

𝐷𝑖 2 (cm) 3,61 3,4225 3,8025 3,0625 βˆ‘π·π‘– 2 = 13,8975

Di (cm) 1,9 1,85 1,95 1,75 βˆ‘Di= 7,45

Μ… = βˆ‘π·π‘–=…….? B. 𝐷 𝑛 Μ… = 𝐷

7,45 4

= 1,862 cm

𝐢. βˆ†π· =

D.

1 𝑛 Γ— βˆ‘π·π‘– 2 βˆ’ (βˆ‘π·π‘–)2 √ 𝑛 π‘›βˆ’1

1 4 Γ— 13,8975 βˆ’ (7,45)2 = √ 4 4βˆ’1 1

= 4√

55,59βˆ’55,5025 3

12

1

= 4√

0,0875 3

1

= 4 √0,029 1

= 4 Γ— 0,170 = 0,0425 cm

Μ… Β± βˆ†π· E. D = 𝐷 = 1,862Β± 0,0425 = 1,862 + 0,0425

ATAU

= 1,904 cm

= 1,819 cm

F. KESALAHAN RELATIF βˆ†π· Γ— 100% Μ… 𝐷 =

0,0425 1,862

Γ— 100%

= 0,22% KELERENG BESAR A. TABEL N0 1. 2. 3. 4. βˆ‘π‘› = 4

= 1,862 – 0,0425

𝐷𝑖 2 (cm) 6,5025 8,41 8.41 7,29 2 βˆ‘π·π‘– = 30,6125

Di (cm) 2,55 2,9 2,9 2,7 βˆ‘Di=11,05

Μ… = βˆ‘π·π‘–=…….? B. 𝐷 𝑛

13

Μ…= 𝐷

11,05 4

= 2,762 cm

C. βˆ†π· =

D.

1 𝑛 Γ— βˆ‘π·π‘– 2 βˆ’ (βˆ‘π·π‘–)2 √ 𝑛 π‘›βˆ’1

1 4 Γ— 30,6125 βˆ’ (11,05)2 = √ 4 4βˆ’1 1

122,45βˆ’122,1025

= 4√ 1

3 0,347

= 4√

3

1

= 4 √0,116 1

= Γ— 0,340 4

= 0,085 cm

Μ… Β± βˆ†π· E.D =𝐷 = 2,762Β± 0,085 = 2,762 + 0,085

ATAU

= 2,847 cm

= 2,762 – 0,085 = 2,677cm

F. KESALAHAN RELATIF βˆ†π· Γ— 100% Μ… 𝐷 0,085

=2,762 Γ— 100% =0,030%

14

MICROMETER SKRUP

1. KELERENG WARNA NO SU (mm) 1. 16 2. 16 3. 15,5 4. 16

SN (mm) 7 9 2 9

2. KELERENG PUTIH NO SU (mm) 1. 15,5 2. 15,5 3. 16 4. 16

SN (mm) 0 44 41 14

3. KELERENG BESAR NO SU (mm) 1. 21,5 2. 21,5 3. 21,5 4. 21,5

SN (mm) 23 10 15 13

15

ANALISI DATA KELERENG WARNA A. TABEL N0 1. 2. 3. 4. βˆ‘π‘› = 4

𝐷𝑖 2 (mm) 258,2449 258,8881 240,8704 258,8881 βˆ‘π·π‘– 2 =1016,891

Di (mm) 16,07 16,09 15,52 16,09 βˆ‘Di= 63,77

Μ… = βˆ‘π·π‘– =…….? B. 𝐷 𝑛 Μ…= 𝐷

63,77 4

= 15,942 cm

1

π‘›Γ—βˆ‘π·π‘– 2 βˆ’(βˆ‘π·π‘–)2

𝑛

π‘›βˆ’1

C. βˆ†π· = √ D.

1

= 4√ 1

4Γ—1016,891βˆ’(63,77)2

= 4√ 1

4βˆ’1 4067,564βˆ’4066,6129

= 4√

3 0,9511 3

1

= 4 √0,317 1

= Γ— 0,563 4

= 0,140 cm

Μ… Β± βˆ†π· E. D = 𝐷

16

= 15,942Β± 0,140 = 15,942 + 0,140

= 15,942 – 0,140

ATAU

= 16,082 cm

= 15,802 cm

F. KESALAHAN RELATIF βˆ†π· Μ… 𝐷

Γ— 100% 0,140

= 15,942 Γ— 100% = 0,0087% KELERENG PUTIH A. TABEL N0 1. 2. 3. 4. βˆ‘π‘› = 4

Di (mm) 15,5 15,94 16,41 16,14 βˆ‘Di=63,99

𝐷𝑖 2 (mm) 240,25 254,0836 269,2881 260,4996 βˆ‘π·π‘– 2 =1024,1213

Μ… = βˆ‘π·π‘– =…….? B. 𝐷 𝑛 Μ…Μ…Μ…Μ…= 𝐷

63,99 4

= 15,997 cm

1

C. βˆ†π· = 𝑛 √ 𝐷.

=

π‘›Γ—βˆ‘π·π‘– 2 βˆ’(βˆ‘π·π‘–)2 π‘›βˆ’1

1 4 Γ— 1024,1213 βˆ’ (63,99)2 √ 4 4βˆ’1 1

= 4√ 1

4096,4852βˆ’4094,7201 3 1,7651

= 4√

3

17

1

= 4 √0,588 1

= 4 Γ— 0,767 = 0,192 cm Μ… Β± βˆ†π· E. D = 𝐷 = 15,997Β± 0,192 = 15,997 + 0,192

ATAU

= 16,189 cm

= 15,997 – 0,192 = 15,805cm

F. KESALAHAN RELATIF βˆ†π· Γ— 100% Μ… 𝐷 0,192

= 15,997 Γ— 100% = 0,012% KELERENG BESAR A. TABEL N0 1. 2. 3. 4. βˆ‘π‘›

𝐷𝑖 2 (mm) 472,1929 466,56 468,7225 1190,9401 βˆ‘π·π‘– 2 = 2598,4155

Di (mm) 21,73 21,6 21,65 34,51 βˆ‘Di= 99,49

=4 B.

Μ… = βˆ‘π·π‘– =…….? 𝐷 𝑛 Μ…= 𝐷

99,49 4

= 24,872 cm

18

1

C. βˆ†π· = 𝑛 √ D.

1

= 4√ 1

= 4√ 1

= 4√

π‘›Γ—βˆ‘π·π‘– 2 βˆ’(βˆ‘π·π‘–)2 π‘›βˆ’1

4Γ—2428,48βˆ’(99,49)2 4βˆ’1 10393,662βˆ’9898,2601 3 495,4019 3

1

= 4 √165,134 1

= 4 Γ— 12,850 = 3,212 cm

Μ… Β± βˆ†π· E. D = 𝐷 = 24,872Β± 3,212 = 24,872 + 3,212

ATAU

= 28,084 cm

= 24.872 – 3,212 = 21,66 cm

F. KESALAHAN RELATIF βˆ†π· Γ— 100% Μ… 𝐷 3,212

= 24,872 Γ— 100% = 0,129%

19

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Jangka Sorong Kesalahan relative (Angka Berarti) ο‚·

Kelereng warna

= 2,8%

ο‚·

Kelereng putih

= 2,2%

ο‚·

Kelereng besar

= 3%

2. Mikrometer sekrup Kesalahan relative ο‚·

Kelereng warna

= 0,87%

ο‚·

Kelereng putih

= 1,2%

ο‚·

Kelereng besar

= 1,29%

B. SARAN Di dalam melakukan melaksanakan praktikum kita harus tertib,gunakan alat dan bahan sesuai prosedur kerja, lebih teliti dalam melaksanakan praktikum dan tenang dalam proses praktikum.

20

DAFTAR PUTAKA Tim pengelolah Taboratorium Laboratorium Fisika Dasar, 2018. Penuntun Praktikum Fisika Dasar Satu. Pare-pare : Universitas Muhammadiyah Pare-pare. http://www.saturnstopwatches.co.uk/18-fastime-1-stopwatch.html http://www.smileorthoshop.com/dental-equipment/kawat-niti-putih.html

21

DOKUMENTASI ALAT DAN BAHAN

1

5

2

3

6

7

Keterangan : 1. Kelereng 2. Pengukuran kelereng besar putih dengan jangka sorong 3. Pengukuran kelereng kecil warna dengan jangka sorong 4. Pengukuran kelereng kecil putih dengan jangka sorong 5. Pengukuran kelereng kecil warna dengan mikrometer sekrup 6. Pengukuran kelereng kecil putih dengan micrometer sekrup 7. Pengukuran kelereng besar putih dengan micrometer sekrup

22

4

23

Related Documents


More Documents from ""