Aset Fixxx Bangat.docx

  • Uploaded by: shi chin
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Aset Fixxx Bangat.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,336
  • Pages: 28
BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Elemen yang terdapat dalam sebuah laporan keuangan keuangan memiliki makna yang menunjukkan realitas kegiatan perusahaan sehingga pembaca laporan keuangan dapat memperoleh gambaran yang jelas dan memadai mengenai realitas tersebut secara finansial tanpa harus mengamati sendiri secara fisis realitas finansial tersebut. Salah satu komponen kerangka konseptual adalah pengidentifikasian elemen-elemen laporan keuangan. Pengidentifikasian tersebut meliputi pengertian, pengakuan, pengukuran penilaian dan pengungkapan. Salah satu elemen tersebut adalah aset. Aset merupakan elemen neraca yang akan membentuk informasi semantik berupa posisi keuangan jika dikaitkan dengan elemen lainnya yakni kewajiban dan ekuitas.

B. Identifikasi Masalah •

Menyebutkan dan menjelaskan karakteristik aset.



Mengukur dan menentukan kos aset pada saat pemerolehan.



Menyebutkan dan menjelaskan berbagai dasar atau atribut penilaian aset.



Menjelaskan konsep penilaian aset.



Menjelaskan dan membedakan nilai masukan dan nilai keluaran.



Menyebutkan prinsip penilaian aset menurut FASB.



Menjelaskan teori yang berkaitan dengan sewaguna dan kos bunga.



Menjelaskan penyajian pos-pos aset dalam neraca.

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Pengertian Aset Aset biasanya disebut juga dengan istilah aktiva. Aktiva adalah segala kekayaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan, yang dimaksud dengan kekayaan ini adalah sumber daya yang dapat berupa benda atau hak yang dikuasai dan yang sebelumnya diperoleh perusahaan melalui transaksi atau kegiatan masa lalu. Untuk dapat diakui sebagai aktiva, kekayaan atau sumber daya tersebut harus bisa diukur menggunakan satuan mata uang, bisa Rupiah, Dollar, atau mata uang lainnya tergantung dengan situasi dan kondisi yang menyertai. Banyak juga yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan aktiva adalah suatu manfaat ekonomik masa depan yang cukup pasti, yang diperoleh atau dikendalikan oleh suatu perusahaan sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu. Disebut sebagai manfaat ekonomik masa depan yang cukup pasti dikarenakan aktiva ini merupakan sumber daya perusahaan yang nantinya akan digunakan untuk menjalankan kegiatankegiatannya, seperti operasional bisnis, pembiayaan, ataupun investasi. Kemudian, disebut akibat dari transaksi atau kejadian masa lalu dikarenakan perusahaan dalam memperoleh dan menguasai aktiva melalui transaksi-transaksi dan kejadian yang sebelumnya telah dilakukan, seperti transaksi pinjam meminjam dengan Bank, pembelian, kontrak piutang, penerbitan saham, investasi, dan transaksi lainnya. Menurut FASB, Aset didefinisikan dalam kerangka konseptualnya (SFAC No. 6, prg. 25) adalah sebagai manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang diperoleh atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu. Menurut IASC Aset didefinisikan sebagai suatu sumber daya yang dikendalikan oleh perusahaan sebagai hasil kejadian masa lalu yang mana manfaat ekonomis masa depan diharapakan didapatkan oleh perusahaan. Menurut AASB, Aset didefinisikan dalam Statement of Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting Standard Board (AASB) adalah sebagai potensial jasa atau

manfaat ekonomis yang dikendalikan oleh pelaporan entitas sebagai hasil transaksi masa lalu atau kejadian masa lalu lainnya. Menurut APB, Aset didefinisikan dalam Accounting Principal Board (APB) Statement (1970:132) adalah sebagai kekayaan ekonomi perusahaan, termasuk didalamnya pembebanan yang ditunda, yang dinilai dan diakui sesuai prinsip akuntansi yang berlaku.APB No. 4 mengenai aset yang digolongkan sebagai sumber ekonomik, yaitu: Sumber produktif. Produk yang merupakan keluaran satuan usaha terdiri atas barang jadi yang menunggu penjualan dan barang dalam proses klaim untuk menerima uang.

Hak

pemilikan

atau

investasi

pada

perusahaan

lain.

APB juga menggolongkan aset sebagai sumber nonekonomik, yaitu diantaranya goodwill, rugi selisih kurs, kos organisasi, dan beberapa kos yang timbul akibat penyesuaian . Menurut IFRS, Aset didefinisikan sebagai suatu sumber yang dikendalikan oleh entitas sebagai akibat dari peristiwa masa lalu (misalnya pembelian atau penciptaan sendiri) dan dari manfaat ekonomis masa depan (arus kas masuk atau aset lain-lain) yang diharapkan. Pada umumnya, aktiva dibagi menjadi empat yaitu aktiva lancar, investasi jangka panjang, aktiva tetap, dan aktiva tetap tak berwujud. Berikut adalah beberapa penjelasannya: 1. Aktiva Lancar (Current Assets) Aktiva Lancar merupakan aktiva yang diharapkan dapat dicairkan (diuangkan) tidak lebih dari 1 tahun atau 1 siklus akuntansi. Aktiva lancar terdiri dari : a. Kas, semua aktiva yang tersedia di dalam kas perusahaan ataupun setara kas yang disimpan di Bank yang bisa di ambil setiap saat. b. Surat Berharga, pemilikan saham atau juga obligasi perusahaan lain yang mempunyai sifat sementara, yang sewaktu-waktu bisa dijual kembali. c. Piutang Dagang, tagihan dari perusahaan kepada pihak lain (debitur) yang disebabkan karena penjualan barang atau jasa secara kredit. d. Piutang wesel, adalah surat perintah penagihan pada seseorang atau juga badan untuk dapat membayar sejumlah uang di tanggal yang telah ditentukan sebelumnya, pada orang yang namanya sudah disebut di dalam surat.

e. Piutang pendapatan, pendapatan yang sudah menjadi hak, namun belum diterima pembayarannya. f. Beban dibayar dimuka, pembayaran beban yang dibayar di awal, namun belum menjadi suatu kewajiban pada periode yang bersangkutan. g. Perlengkapan, seluruh perlengkapan yang dipakai demi suatu kelancaran bisnis dan bersifat habis pakai. h. Persediaan barang dagang, barang yang dibeli dengan tujuan dijual kembali dengan mengharapkan untuk mendapat suatu laba. 2. Investasi Jangka Panjang (Long Term Investment) Investasi jangka panjang adalah suatu penanaman modal di dalam perusahaan lain dalam jangka waktu yang panjang. Selain itu juga untuk memperoleh laba atau keuntungan dan mengontrol perusahaan tersebut. 3. Aktiva Tetap (Fixed Assets) Aktiva tetap adalah suatu kekayaan yang dimiliki perusahaan di mana pemakaiannya (umur ekonomis) lebih dari satu tahun, digunakan untuk proses operasi serta tidak untuk dijual. Contoh fixed assets antara lain tanah, gedung, mesin, peralatan toko dan kantor, alat angkut, dan lain sebagainya. 4. Aktiva Tetap Tak Berwujud (Intagible Fixed Assets) Aktiva tetap tak berwujud adalah suatu hak istimewa yang dimiliki perusahaan dan memiliki nilai namun tidak memiliki bentuk fisik. Yang termasuk di dalam intagible fixed assets antara lain sebagai berikut : a. Good will, nilai lebih yang dipunyai perusahaan dikarenakan keistimewaan tertentu. b. Hak paten, adalah hak tunggal yang diberikan oleh pemerintah kepada seseorang atau juga badan dikarenakan penemuan tertentu. c. Hak cipta, adalah hak tunggal yang diberikan oleh pemerintah kepada seseorang atau juga badan dikarenakan adanya hasil karya seni atau tulisan atau juga karya intelektual. d. Merek dagang, adalah hak yang diberikan oleh pemerintah kepada suatu badan untuk dapat menggunakan nama dan juga lambang bagi bisnisnya. e. Hak sewa, adalah hak untuk dapat menggunakan aktiva tetap pihak lain di dalam waktu yang panjang sesuai dengan kesepakatan sebelumnya.

f. Franchise, adalah suatu hak istimewa yang diterima oleh seseorang atau juga suatu badan dari pihak lain untuk dapat mengkomersilkan formula, teknik, atau juga produk tertentu. Daftar aset dalam neraca disusun menurut tingkat likuiditasnya, mulai dari yang paling likuid hingga yang tidak likuid.

B. Karakteristik Aset Berdasarkan penjelasan definisi di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga karakteristik utama yang harus dipenuhi agar suatu objek dapat dikategorikan sebagai aset, yaitu: 1. Manfaat Ekonomis Aset harus memiliki nilai manfaat ekonomis di masa depan yang cukup pasti. Misalkan seperti kas memiliki manfaat atau potensi jasa karena memiliki daya beli atau daya tukar dalam unit moneter. Objek selain kas lainnya harus memiliki nilai manfaat ekonomis yang dapat ditukarkan dengan kas, barang, atau jasa, sehingga dapat digunakan untuk memproduksi barang dan jasa, atau dapat digunakan untuk melunasi kewajibannya. 2. Dikuasai atau Dikendalikan Entitas Aset harus dimiliki dan dikendalikan oleh entitas. Namun, konsep penguasaan atau kendali lebih penting daripada konsep kepemilikan. Penguasaan disini mengandung arti kemampuan entitas untuk mendapatkan, memelihara, menahan, menukarkan, menggunakan manfaat ekonomis serta mencegah pihak lain menggunakan manfaat tersebut.. Pemilikan (ownership) hanya mempunyai makna yuridis atau legal. Menurut Most (1982) dalam (Suwardjono2005) menjelaskan bahwa penguasaan atau kendali atas suatu aset dapat diperoleh dengan cara-cara sebagai berikut: a. Pembelian (by purchase) b. Pemberian (by gift) c. Penemuan (by discovery) d. Perjanjian (by agreement) e. Produksi atau nformasi f. Penjualan g. Dan lainnya.

3. Timbul Akibat Transaksi Masa Lalu Aset harus timbul sebagai akibat dari transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi. Kepemilikan atau penguasaan suatu aset harus didahului oleh transaksi atau kejadian ekonomis yang telah terjadi. FASB memasukkan transaksi atau kejadian sebagai kriteria aset dengan alasan transaksi atau kejadian tersebut dapat memengaruhi jumlah aset, baik menambah maupun mengurangi. Contohnya adalah pembayaran tunai atas penjualan sebelumnya, penjualan kredit, asuransi yang dibayar di muka, dan lainnya. Selain tiga karakteristik yang dijelaskan di atas, FASB juga memberikan beberapa karakteristik pendukung yaitu: 

Melibatkan Kos Pemerolehan aset akan melibatkan kos atau biaya. Apabila kos timbul akibat perolehan suatu objek dengan pertukaran maupun pembelian, objek tersebut dapat dikategorikan sebagai aset walaupunn nilai kos teresbut harus ditaksir secara layak sebagai dasar pencatatan awal. Esensi utama terletak pada nilai ekonomis yang akan diperoleh dimasa mendatang.



Berwujud Wujud bukanlah merupakan kriteria yang baku untuk mengidentifikasi aset. Objek seperti hak paten, goodwill dan pos-pos tak berwujud lainnya dapat dikategorikan sebagai aset lancar dan tidak masuk dalam aset tidak berwujud karena objek-objek tersebut memiliki nilai tersendiri.



Pertukaran Banyak pendapat yang mengatakan dalam memenuhi definisi sebagai aset, suatu sumber ekonomis harus dapat ditukarkan dengan sumber ekonomis lainnya. Syarat ini diajukan untuk melihat seberapa jauh manfaat ekonomi akan menjadi cukup pasti dan terukur dengan handal apabila suatu aset tersebut memiliki nilai ukur maupun nilai tukar.



Terpisahkan Syarat dari suatu aset untuk dapat ditukarkan harus dapat dipisahkan dengan sumber ekonomis lain atau berdiri sendiri. Syarat ini diajukan karena posisi keuangan

harus ditentukan dengan pengukuran nilai beberapa aset dan kewajiban secara individual. Kalau syarat ini dimasukkan sebagai kriteria aset, goodwill tidak akan memenuhi syarat untuk disebut dan diakui sebagai aset. 

Berkekuatan Hukum Penguasaan atas aset tidak harus didukung dengan cara yuridis. Klaim atas piutang tidak harus diidukung oleh dokumen yang mempunyai daya paksa secara hukum untuk memenuhi definisi aset.

C. Mengukur dan Menentukan Kos Aset pada saat perolehan Pengukuran yang dimaksud disini adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada suatu objek aset pada saat perolehan, yang akan dijadikan data dasar untuk mengikuti aliran fisik objek tersebut. Kos adalah Jumlah rupiah yang disepakati untuk barang dan jasa yang diperoleh atau untuk surat surat berharga yang diterbitkan dalam transaksi keuangan antara dua pihak yang bebas (independen). Dalam transaksi tunai, kos ditentukan berdasarkan jumlah rupiah tunai pada saat transaksi, dalam transaksi kredit, kos ditetukan berdasarkan jumlah rupiah tunai yang disepakati seandainya transaksi kredit tersebut dilakukan secara tunai. Bila penghargaan (jumlah rupiah yang disepakati) tidak berupa kas tetapi berupa barang atau surat berharga yang nilainya tidak dapat ditentukan secara pasti, dasar pengukurannya adalah jumlah rupiah setara tunai barang atau surat berharga yang terlibat (yang diserahkan) dalam transaksi tersebut. Standar/norma akuntansi tentang kos berlaku untuk pasiva maupun untuk aktiva, jumlah rupiah sebagai dasar untuk mencatat pertama kali utang atau modal adalah jumlah rupiah tunai atau setara tunai (dalam hal transaksi nonkas) yang ditanamkan atau disetor, bukannya jumlah nominal utang pada saat jatuh tempo atau jumlah nilai nominal modal. Tahapan perlakuan akuntansi terhadap kos : 1. Pengukuran, pengakuan, dan klasifikasi pertama kali saat terjadinya. Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut pengukuran saja. 2. Pencatatan berikutnya dalam rangka mengikuti aliran fisis aset berupa alokasi, distribusi, dan penggabungan untuk kepentingan internal/manajerial atau untuk

kepentingan pengkosan produk. Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut penelusuran. 3. Pembebanan kependapatan perioda berjalan atau perioda-perioda yang akan datang. Kos yang belum menjadi beban pendapatan (biaya) akan tetap melekat pada objek menjadi aset badan usaha. Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut pembebanan kependapatan. Secara konseptual suatu sumber ekonomik harus diperlakukan dahulu sebagai aset dan baru kemudian diperlakukan sebagai biaya pada saat aset tersebut dianggap telah keluar dari kesatuan usaha dan mendatangkan pendapatan. Secara teknis pembukuan atau karena alasan kepraktisan, dapat saja suatu sumber ekonomik langsung dicatat sebagai upaya (biaya) sehingga kasnya langsung didebit ke akun biaya tanpa melalui akun aset. Perlu ditegaskan kembali bahwa kos adalah pengukur sedangkan aset dan biaya adalah elemen yang diukur. Sebagai pengukur elemen, kos melekat pada aset atau biaya sehingga kos, aset, dan biaya, ketiganya sering dirancukan. Kerancuan dapat timbul karena secara teknis pembukuan suatu kos dapat dibebankan atau didebit ke aset atau biaya pada saat terjadinya. Gambar Hubungan Kos, Aset, dan Biaya

Secara konseptual kos semua sumber ekonomik yang diperoleh dianggap telah diperlakukan sebagai aset walaupun hanya sesaat. Akibatnya, pos aset misalnya sediaan sering dinyatakan dalam pengukurnya sebagai kos sediaan; sediaan sering diidentikkan dengan kos sediaan. Sementara itu kos juga melekat pada biaya sehingga biaya sering disebut dengan kos saja. Karena kos mempresentasi manfaat ekonomik, bila kos diperlakukan sebagai aset, kos tersebut disebut dengan kos belum habis atau tak terhabiskan (unexpired cost) artinya kos yang belum habis dimanfaatkan dalam menghasilkan pendapatan. Bila manfaat ekonomik telah digunakan dalam mendatangkan pendapatan, bagian dari kos aset yang mempresentasi manfaat yang telah dihabiskan disebut dengan kos terhabiskan (expired cost) dan menjadi pengukur biaya. 1. Kos Sebagai Pengukur dan Bahan Olah Akuntansi Konsep dasar penghargaan sepakatan menegaskan bahwa pengukur aset pada saat pemerolehan yang paling objektif adalah jumlah rupiah yang terlibat dalam transaksi pertukaran antara dua pihak independen yang sama-sama berkehendak. Dalam arti luas kos mempunyai makna sebagai agregat harga dalam perolehan suatu aset. Penghargaan sepakatan (kos) dalam transaksi antarpihak independen menjadi dasar pengukuran karena jumlah rupiah tersebut dianggap cukup terandalkan untuk mendekati/ mengaproksimasi nilai sebenarnya (true value) atau nilai wajar (fair value) suatu objek pada saat transaksi. Kos yang didasarkan atas penghargaan sepakatan lebih terandalkan karena penyebarannya lebih terpusat atau variansi lebih kecil atau sempit daripada kos yang didasarkan atas penilaian secara subjektif atau selain penghargaan sepakatan. Dengan kata lain, kos atas dasar sepakatan lebih akurat daripada atas dasar yang lain. 2. Penghargaan Sepakatan Sebagai Bukti Transaksi pertukaran (jual-beli) dapat dijadikan landasan untuk menentukan kos yang terandalkan karena penghargaan sepakatnya didasarkan atas mekanisme pasar yang bebas sehingga menjadi bukti validitas pengukuran kos lebih-lebih dalam mekanisme pasar sempurna. Mekanisme pasar bebas menjamin dan menghendaki agar: a) Pihak bertransaksi sama-sama berkehendak dan bebas tanpa tekanan atau ancaman. b) Pihak bertransaksi sama-sama berkemampuan memperoleh informasi secara bebas.

c) Barang yang dipertukarkan cukup standar (umum) dan tersedia cukup banyak di pasar bebas. Dengan kata lain, cukup banyak penjual dan pembeli sehingga tak seorangpun cukup kuat untuk mempengaruhi harga. Kondisi (a) menghindari adanya transaksi sepihak. Transaksi-transaksi seperti merger, likuidasi, dan akuisisi internal sering dilakukan secara sepihak atas kehendak pihak yang lebih berkuasa. Demikian juga, gaji staf yang ditentukan oleh perusahaan yang dikuasai dan dimiliki oleh staf itu sendiri mungkin tidak mencerminkan harga pasar yang berlaku untuk jasa tenaga kerja. Kondisi (b) menjamin bahwa penghargaan sepakatan benar-benar merefleksi nilai wajar atau nilai sebenarnya yaitu nilai yang paling objektif. Bila pihak yang bertransaksi tidak mempunyai pengetahuan dan informasi sama penghargaan sepakatan mungkin tidak lagi merefleksi nilai wajar. Kondisi (c) dimaksudkan untuk meyakinkan keobjektifan kos atas dasar penghargaan sepakatan karena harga yang disepakati dalam tawar-menawar antar pihak yang bebas biasanya menunjukkan nilai wajar yang berlaku pada saat transaksi. Hal ini benar khususnya untuk barang atau jasa yang bersifat standar dan relatif mudah diperoleh. Jadi bila kondisi-kondisi diatas tidak dipenuhi, penghargaan sepakatan yang terjadi tidak dapat diterima begitu saja sebagai pengukur kos yang objektif. Walaupun demikian, berdasarkan konsep dasar relativitas bukti dapat dianggap bahwa penghargaan yang akhirnya dicapai merupakan bukti yang terbaik diperoleh sebagai dasar penentuan kos. 3. Pengukuran Kos Dalam praktiknya, pemerolehan aset merupakan proses yang tidak terjadi begitu saja selesai dalam satu kegiatan tetapi terdiri dari serangkaian kegiatan, misalnya menempatkan order, menerima barang, meneliti kecocokan, mengangkut barang, mencoba barang, menyimpan atau menempatkan barang, dan akhirnya menggunakan barang. Besar kecilnya kos yang harus dicatat pertama-kali sebagai pengukuran suatu aset pada saat pemerolehan ditentukan oleh dua faktor yaitu: (1) batas kegiatan yang disebut pemerolehan dan (2) jenis penghargaan. a) Batas Kegiatan. Batas kegiatan berkaitan dengan masalah unsur pengorbanan sumber ekonomik apa saja yang membentuk kos suatu aset. Secara teoritis dan sebagai

ketentuan umum, batas akhir kegiatan untuk memasukkan unsur kos sebagai bagian dari kos aset adalah saat dimulainya penggunaan aset. Kos utama merupakan unsur kos yang mempresentasi penghargaan sepakatan pada waktu suatu aset diperoleh atau pada saat pertukaran. Pada umumnya pertukaran merupakan kegiatan utama dalam serangkaian kegiatan pemerolehan suatu aset sampai aset siap digunakan. b) Jenis Penghargaan. masalah ini berkaitan dengan penentuan kos utama yang harus dicatat. Dalam transaksi pertukaran, penghargaan sepakatan dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk sumber ekonomik atau instrument yang diserahkan oleh pemeroleh aset. Bentuk instrument mempengaruhi dasar penentuan kos utama. Agar penghargaan yang telah disetujui dapat dicatat dalam sistem akuntansi, penghargaan tersebut harus dinyatakan dalam satuan uang. Persyaratan ini akan mudah dilakukan kalau penghargaan tersebut berwujud uang tunai (kas). Bila transaksi terjadi dalam mekanisme pasar bebas antar pihak independen, kos tunai adalah pengukur aset yang paling valid dan objektif. Kalau sumber ekonomik

nonkas merupakan penghargaan yang digunakan

dalam transaksi, pengukur yang ideal untuk menentukan kos aset yang diperoleh adalah jumlah rupiah uang tunai yang akan diperoleh seandainya sumber ekonomik tersebut dijual dulu secara tunai kepada umum. Jumlah rupiah melekat ini disebut jumlah setara tunai atau kos tunai terkandung atau implisit dari penghargaan yang diserahkan oleh pemeroleh aset. Berikut adalah penghargaan nonkas: (1) Kos Dalam Barter. Barter atau pertukaran aset adalah pemerolehan aset (biasanya aset berwujud atau nonmoneter) dengan penghargaan

berupa aset berwujud atau

nonmoneter lainnya. Bila hal ini terjadi, pengukuran aset yang diperoleh bergantung pada apakah aset yang dipertukarkan sejenis atau tak sejenis. Aset sejenis artinya aset yang fungsinya sama dan tidak harus aset yang identik. Bila suatu usaha menukarkan aset sejenis, secara konseptual dianggap bahwa perusahaan tersebut melakukan

pemeliharaan atau pemertahanan capital (daya

produksi) dan bukan melakukan penjualan sehingga penerimaan aset dan penyerahan aset dianggap sebagai transaksi pemeliharaan bukan transaksi penjualan. Dengan demikian, fungsi aset dalam memberi kontribusi untuk pembentukan pendapatan

belum berhenti atau habis. Jadi, proses pembentukan pendapatan oleh fungsi aset tersebut belum selesai oleh karena itu kalau terjadi untung tidak selayaknyalah untung tersebut diakui karena cara konseptual untung tidak dapat timbul dari transaksi pemeliharaan atau pembelian; untung hanya timbul dari transaksi penjualan. Bila kesatuan usaha menukarkan aset tidak sejenis, secara konseptual dianggap transaksi tersebut melibatkan dua transaksi yaitu penjualan dan pembelian. Dalam hal ini dianggap bahwa kesatuan usaha menjual aset yang diserahkan secara tunai kemudian seketika itu pula menggunakan seluruh kas yang diterima untuk membeli aset yang diterima (baru). Dalam barter, dapat pula terlibat kas sebagai tombok baik dari pihak kesatuan usaha atau dari lawan barter. Bila dalam barter aset sejenis tombok diberikan oleh lawan barter, maka barter tersebut tidak murni sejenis tetapi campuran. Artinya aset yang diserahkan sebagian ditukar dengan aset sejenis dan sebagian dengan kas. Oleh karena itu, bagian untung yang timbul dari penjualan tunai dapat diakui sebagai untung yang masuk dalam statement laba-rugi. Untung yang dapat diakui adalah proporsional antara tombok dan harga pasar aset yang diterima kesatuan usaha. Atas dasar penalaran atau teori diatas berikut ini disajikan prinsip-prinsip penentuan kos aset yang diterima dalam barter atau pertukaran. (a) Pertukaran tak sejenis, tanpa pembayaran tombok; aset yang diterima dicatat sebesar nilai wajar/pasar aset yang diserahkan atau nilai wajar aset yang diterima, mana yang lebih mudah atau jelas ditentukan. Untung atau rugi yang timbul diakui pada saat pertukaran. (b) Pertukaran tak sejenis, dengan pembayaran tombok; aset yang diterima dicatat sebesar nilai wajar/pasar aset yang diserahkan ditambah tombok atau nilai wajar aset yang diterima, dalam hal ini nilai pasar aset yang diserahkan menunjukan kas yang akan diterima seandainya aset tersebut dijual. Untung atau rugi yang timbul diakui pada saat pertukaran. (c) Pertukaran sejenis, tanpa pembayaran tombok; aset yang diterima dicatat sebesar nilai buku atau nilai pasar aset yang diserahkan, mana yang lebih rendah. Ini berarti bahwa kalau terjadi untung maka untung tidak diakui dan sebaliknya kalau terjadi rugi, rugi tersebut diakui pada saat transaksi.

(d) Pertukaran sejenis, dengan pembayaran tombok; aset yang diterima dicatat sebasar nilai buku aset yang diserahkan ditambah tombok atau nilai pasar aset yang diserahkan ditambah tombok, mana yang lebih rendah. Ini juga berarti bahwa kalau terjadi untung maka untung tidak diakui dan sebaliknya kalau terjadi rugi, rugi tersebut diakui pada saat transaksi. (e) Pertukaran sejenis, dengan penerimaan tombok; Bila terjadi rugi: aset yang diterima dicatat sebesar harga pasar aset yang diserahkan dikurangi kas yang diterima. Ini berarti rugi yang terjadi diakui semua pada saat terjadinya transaksi. Bila terjadi untung: aset yang diterima dicatat sebesar nilai buku aset yang diserahkan dikurangi porsi nilai buku aset yang diserahkan yang dianggap dijual (ditukar dengan kas). Pertukaran sejenis dengan penerimaan tombok sebenarnya merupakan transaksi campuran yaitu aset yang diserahkan sebagian ditukar dengan aset sejenis dan sebagian yang lain ditukar dengan aset taksejenis (kas). Oleh karena itu, bila terjadi untung, hanya untung yang berasal dari pertukaran taksejenis (kas) yang dapat diakui dan sisa untung diperlakukan sebagai untung tangguhan yang melekat pada (mengurangi kos) asset yang diterima. (2) Saham Sebagai Penghargaan Merupakan salah satu bentuk pemerolehan aset dengan barter. Dalam beberapa kasus transaksi yang menggunakan saham perusahaan sebagai penghargaan untuk barang dan jasa yang diperoleh, nilai nominal ataupun nilai nyataan (stated value) untuk tiap saham tidak dapat merepresentasi kos yang sebenarnya (true value) pada saat transaksi. Pengukur yang tepat untuk menentukan kos dalam situasi semacam itu adalah rupiah uang tunai yang akan diterima oleh perusahaan seandainya perusahaan menerbitkan saham-saham yang digunakan untuk penghargaan diatas. Dalam beberapa hal, jumlah setara tunai saham dapat dicari dengan membandingkan harga tunai jenis saham yang sama untuk memperoleh dana tunai (kas) yang diterbitkan kira-kira bersamaan dengan penyerahan saham untuk memperoleh aset bersangkutan. (3) Kos Dalam Reorganisasi Bila suatu perusahaan sudah berjalan atau beroperasi cukup lama kemudian mengalami reorganisasi, perusahaan tersebut biasanya tidak mempunyai data kos

yang memadai untuk menentukan kos aset yang dikuasainya. karena tujuan reorganisasi biasanya adalah menentukan nilai perusahaan pada saat tersebut, diperlukan

taksiran

nilai

yang

wajar

seluruh

aset

perusahaan

dengan

mempertimbangkan kondisi aset dan keadaan pasar pada waktu itu. (4) Hadiah atau Hibah Masalah khusus timbul bilamana barang atau jasa yang jelas-jelas mempunyai manfaat ekonomik yang besar diperoleh perusahaan tanpa kos yang berarti atau dengan kos yang tidak sebanding dengan nilai ekonomik barang yang diperoleh. Gedung dan tanahnya yang diperoleh perusahaan melalui sumbangan atau hibah adalah contoh pemerolehan aset tanpa kos. Oleh karena itu pengakuan kos yang wajar diperlukan untuk menentukan secara tepat

kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba yang biasanya ditunjukkan oleh tingkat kembalian investasi. (5) Temuan Kadangkala terjadi bahwa suatu sumber alam atau sarana ditemukan atau dikembangkan dan mempunyai nilai ekonomik yang jauh melebihi pengeluaran yang sebenarnya untuk memperolehnya. Misalnya, tambang minyak yang sangat berharga ditemukan dengan pekerjaan eksplorasi dengan kos nominal (cukup rendah dibandingkan dengan hasilnya). Demikian juga suatu peralatan atau teknik pemerosesan yang mempunyai harga pasar yang cukup tinggi mungkin dikembangkan dan didaftarkan hak patennya tanpa suatu pengeluaran yang sebanding dengan nilai pasar temuan tersebut. Dalam kondisi yang khusus seperti ini, diperlukanlah suatu pengukur kos baru atas dasar jumlah tunai implisit. Jumlah ini adalah jumlah rupiah uang tunai (kas) yang pasti diperlukan untuk memperoleh sumber alam atau teknik pemerosesan tersebut seandainya keduanya sudah dalam keadaan siap pakai atau dalam status siap dipasarkan. (6) Kos Dalam Pembelian Kredit Dengan sistem kredit, nilai waktu uang menjadi faktor yang sangat penting dalam mengukur kos yang sebenarnya. Kos yang sebenarnya dalam transaksi kredit bukanlah berapa nilai kontrak yang harus dilunasi dalam beberapa kali angsuran tetapi berapa kos yang sebenarnya pada transaksi. Dalam transaksi kontrak pembelian dengan harga kontrak tertentu harga kontrak yang disepakati mungkin melebihi harga

pembelian tunai. Pada umumnya, perusahaan tidak berusaha untuk menentukan harga tunai efektif baik dengan cara menanyakan langsung ke toko penjual barang ataupun dengan cara mendiskon nilai kontrak dengan tarif bunga yang berlaku. Kalau ini terjadi maka akibatnya dalah bahwa kos tercatat terlalu tinggi. Walaupun demikian, kalau jangka waktu kontrak pendek maka jumlah kelebihan kos adalah kecil dan tidak cukup berarti sehingga nilai kontrak dapat dianggap sebagai jumlah rupiah tunai sebagai dasar untuk mencatat kos. (7) Potongan tunai dan Keringanan Kos akan tercatat terlalu tinggi kalau potongan tunai dan keringanankeringanan lain tidak dikurangkan terhadap harga kesepakatan. Secara teknis, pembukuan memang dimungkinkan untuk sementara mendebit harga faktur bruto ke dalam akun aset yang bersangkutan dan nantinya harus dilakukan penyesuaian untuk mengurangi jumlah yang tercatat tersebut menjadi jumlah setara tunai. Potongan yang dimanfaatkan oleh pembeli sering dianggap sebagai laba. Hal ini tidak sejalan dengan konsep yang mendasarinya yaitu bahwa laba tidak diperoleh melaui proses pembelian atau pemerolehan potensi jasa. Pembelian semata-mata merupakan langkah pertama dalam upaya untuk menghasilkan pendapatan laba. Dalam perusahaan yang dikelola dengan baik, melewatkan potongan merupakan suatu kesalahan yang mengakibatkan rugi. Rugi bukan sumber ekonomik dan karenanya tidak selayaknya kalau dicatat sebagai aset. Sebenarnya perusahaan sudah tau pasti berapa harga yang sesungguhnya harus dibayar dalam suatu transaksi. (8) Rugi Dalam Pemerolehan Aset Sebelum pendapatan terjadi yang ditimbulkan oleh upaya yang direpresentasi oleh biaya, kos semata-mata mengalami penghimpunan, penggabungan dan reklasifikasi. Kos yang terhimpun tersebut tetap merepresentasi aset kalau aset tersebut belum dikeluarkan sebagai biaya. Akan tetapi, dapat terjadi bahwa karena sesuatu hal (atau keadaan yang tidak normal) potensi jasa tertentu menjadi tidak mempunyai lagi kemampuan atau daya dalam menghasilkan pendapatan pada waktu mendatang. Pengikatan atau kontrak yang tidak bijaksana, kecurangan pihak lain atau sekadar musibah belaka tidak jarang mengakibatkan hangusnya manfaat ekonomik dalam perioda pendirian badan usaha atau pembangunan pabrik. Pemogokan yang

berkepanjangan, kebakaran besar, banjir bandang atau bencana lainnya adalah contoh keadaan khusus yang tidak normal yang dapat mengakibatkan rugi besar. D. Penilaian Aset Pengukuran adalah penentuan angka satuan pengukur terhadap suatu objek untuk menunjukkan makna tertentu objek tersebut. Objek dapat berupa barang, jasa, binatang, tubuh manusia, dan benda atau konstruk lainnya. Makna (atribut) dapat berupa nilai, luas, berat, volume, tinggi, umur, indeks prestasi, dan sebagainya. Di dalam akuntansi istilah pengukuran dan penilaian sering tidak dibedakan karena adanya asumsi bahwa akuntansi menggunakan unit moneter untuk mengukur makna ekonomik suatu objek, pos, atau elemen. Pengukuran biasanya digunakan akuntansi untuk menunjukan proses penentuan jumlah rupiah yang harus dicatat untuk menunjuk proses penentuan jumlah rupiah yang harus dicatat untuk objek pada saat pemerolehan. Dalam penilaian suatu pos untuk tujuan penyajian, akuntansi dapat menggunakan berbagai dasar penilaian bergantung pada makna yang ingin direpresentasi melalui pos statemen keuangan. Penilaian pos aset dimaksudkan untuk menentukan berapa jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada tiap pos aset dan apa dasar penilaiannya. 

Tujuan Penilaian Aset Karena aset merupakan elemen pembentuk posisi keuangan sebagai informasi

semantik sebagai investor dan kreditor, tujuan penilaian aset harus berpaut dengan tujuan pelaporan keuangan. Tujuan pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi yang dapat membantu investor dan kreditor dalam menilai jumlah, saat dan ketidak pastian aliran kas bersih ke badan usaha. Jadi tujuan penilaian aset adalah merepresentasi atribut pos-pos aset yang berpaut dengan tujuan pelaporan keuangan dengan menggunakan basis penilaian yang sesuai. 

Konsep dan Basis Penilaian Hendriksen dan Van Breda (1992) membahas konsep dan dasar penilaian aset

untuk tujuan pelaporan keuangan dari dua dimensi yaitu arah aliran aset dan waktu, karena aset merupakan komponen penentu posisi keuangan pada saat tertentu, basis pengukuran untuk menilai aset pada saat tersebut yang paling valid adalah harga atau nilai pertukaran. Nilai yang diperoleh atas dasar pertukaran disebut dengan nilai pemasukan,

Sedangkan yang diperoleh dari pertukaran pemanfaatan disebut nilai keluaran. Gambar berikut hubungan antara berbagai dasar pengukuran tersebut:

Nilai Masukan

Nilai Keluaran

Masa Lalu

Kos Historis

Harga Jual Masa Lalu

Sekarang

Kos Pengganti

Harga Jual Sekarang

Masa Datang

Kos Harapan

Nilai Terrealisasi Harapan

Dasar diatas lebih mengarahkan untuk mencapai keterandalan penilaian atas dasar nilai pertukaran. Pos-pos tertentu lebih objektif atau terandalkan penilaiannya kalau didasarkan atas nilai masukan sedangkan pos-pos lainnya lebih terandalkan kalau didasarkan atas nilai keluaran. Karena pemakai dianggap berkepentingan dengan aliran kas bersih, penilaian aset harus berpaut atau relevan dengan kepentingan tersebut. Bila aliran kas menjadi basis pengukuran aliran kas tersebut harus cukup pasti atau jelas melekat pada pos aset yang diukur. Pada umumnya, pos-pos aset moneter dapat ditukarkan dengan atau berubah menjadi kas dengan cukup pasti sehingga penilaiannya dapat didasarkan pada nilai keluaran (nilai aliran kas bila pos tersebut keluar atau dijual). a. Nilai Masukan Didasarkan atas jumlah rupiah yang harus dikeluarkan atau dikorbankan untuk memperoleh aset atau objek jasa tertentu yang masuk dalam unit usaha. Kalau tujuan menyajikan makna aset ini adalah untuk menunjukkan aliran kas yang akan keluar dari unit usaha (seandainya unit usaha harus memperoleh objek jasa yang sama) maka nilai masukan merupakan alternatif nilai keluaran untuk objek jasa bila memang tidak ada pasar objek tersebut sehingga nilai keluaran tidak dapat diukur dengan cukup pasti dan andal. Sebagai nilai alternatif nilai keluaran, nilai masukan menunjukkan secara konservatif nilai maksimum objek jasa atau pos aset bersangkutan. 1) Kos Historis Kos Historis sebagai nilai masukan merupakan pengukur potensi jasa yang paling objektif untuk pos aset yang baru diperoleh. Kos menunjukan harga pertukaran

pada saat terjadinya. Salah satu keunggulan pos historis dari sudut konsep penilaian adalah dapat diujinya hasil penilaian tersebut, karena kos historis terjadi dari hasil kesepakatan dua pihak yang independen. Karena dapat diuji validitas penilaiannya, kos historis dapat diandalkan sebagai informasi. Kos historis merupakan nilai kesepakatan terendah bagi pembeli karena dianggap pembeli tidak dapat memperoleh barang/jasa yang sama ditempat lain dengan nilai lebih rendah. Kos kebijaksanaan adalah kos selayaknya yang manajemen bijaksana, atau hati-hati bersedia membayarnya untuk suatu objek. Kos ini tidak termasuk kos yang merepresentasi ketidaknormalan atau ketidakbijaksanaan seperti pemborosan, manipulasi salah urus, atau kurang kompetennya manajemen. Kos standar adalah kos yang seharusnya terjadi dalam kondisi proses produksi tertentu yang diasumsi. Walaupun kos standar lebih banyak diterapkan untuk tujuan internal manajemen (untuk pengendalian), kos standar dapat dipertimbangkan sebagai pengukur aset (khususnya sediaan barang) untuk merefleksi kos produksi dalam kondisi perusahaan beroperasi pada tingkat efisiensi dan kapasitas normal. Kos asli merupakan kos suatu aset bagi perusahaan yang pertama kali menempatkannya untuk digunakan dalam layanan publik. Kos asli dikenal dalam konteks layanan publik khususnya bila perusahaan membeli aset bekas dari perusahaan layanan publik lain. Walaupun bermanfaat untuk penetapan tarif layanan publik, kos asli tidak relevan untuk tujuan penilaian aset karena tidak merefleksi penghargaan sepakatan. 2) Kos Pengganti Kos Pengganti atau kos masukan sekarang menunjukan jumlah rupiah harga pertukaran atau kesepakatan yang diperlukan sekarang oleh unit usaha untuk memperoleh aset yang sama jenis dan kondisinya atau penggantinya yang setara. Kos pengganti hampir sama konsepnya dengan kos standar sekarang. Kos standar sekarang adalah berapa kos yang seharusnya untuk menghasilkan suatu produk dengan kondisi harga, teknologi, dan efisiensi sekarang. Kos pengganti berbeda dengan kos standar sekarang karena kos pengganti hanya didasarkan pada harga sekarang tetapi masih tetap didasarkan pada teknologi dan efisiensi masa lalu.

Nilai penaksiran adalah nilai taksiran kos sekarang atau nilai sekarang yang ditentukan dengan prosedur dan analisis sistematik oleh pihak independen yang kompeten. Nilai penaksiran biasanya ditujukan untuk aset tetap perusahaan yang berjalan terus guna menetapkan “nilai buku sekarang” yaitu kos pengganti atau reproduksi sekarang dikurangi depresiasi sampai tanggap penaksiran. Nilai wajar secara umum berarti jumlah rupiah yang dapat diterima untuk suatu objek dalam suatu transaksi antara pihak-pihak yang berkehendak bebas tanpa tekanan atau keterpaksaan. Secara khusus, nilai wajar dimaksudkan untuk menunjuk jumlah rupiah aset untuk menentukan agar laba yang diperoleh merepresentasi tingkat kembalian wajar bagi investor. Nilai terrealisasi bersih dikurangi laba normal adalah nilai yang diharapkan merepresentasi kos pengganti bila data untuk menentukan kos pengganti tidak tersedia. Jadi, nilai terrealisasi bersih / netto dikurangi laba normal merupakan cara untuk menaksir kos pengganti atau kos sekarang. 3) Kos Harapan Secara semantik, kos harapan suatu aset adalah nilai pengorbanan ekonomik di masa datang seandainya potensi jasa aset tersebut diperoleh secara bagian demi bagian (piecemeal) dan bukan sekaligus (lump sum). Untuk penilaian sekarang, kos harapan harus didiskon menjadi kos harapan sekarang atau kos masukan masa datang diskonan. Untuk dapat menggunakan dasar penilaian ini tentu saja harus ada alternatif pemerolehan aset secara bagian demi bagian sebagai pembanding dan diketahui dengan pasti kos masa datang tiap bagian tersebut. b. Nilai Keluaran Nilai keluaran didasarkan atas jumlah rupiah kas atau penghargaan lainnya (nonkas) yang diterima suatu unit usaha apabila suatu aset atau potensi jasa akhirnya keluar dari kesatuan usaha melalui pertukaran atau konversi. Secara umum, penilaian ini lebih berpaut dengan aset tujuannya adalah dijual atau dikonversi menjadi kas dan bukan digunakan untuk kegiatan produksi. Ada berbagai dasar penilaian yang dapat digunakan dan tiap pos aset dapat dinilai menurut dasar yang paling sesuai dengan tujuan pelaporan tiap pos tersebut.

1) Harga Jual Masa Lalu Harga jual masa lalu sebenarnya menunjukkan kas yang cukup pasti akan diterima dari konversi suatu pos aset yang timbul karena transaksi masa lalu. Pos yang mempunyai atribut semacam ini adalah piutang usaha karena jumlah rupiah piutang usaha merupakan harga jual masa lalu. Oleh karena itu, harga jual masa lalu merupakan salah satu bentuk khusus penilaian yang disebut nilai terrealisasi netto. Disebut netto atau bersih karena niai keluaran piutang atau sediaan barang tidak termasuk rugi piutang tak tertagih atau kos kegiatan penjualan tambahan untuk mendapatkan nilai sekarang pos-pos aset tersebut. 2) Harga Jual Sekarang Penentuan kos yang berkaitan dengan kegiatan tambahan untuk menuntaskan transaksi konversi atau penjualan dalam hal tertentu sulit ditentukan atau ditaksir. Sebagai alternatif, penilaian dapat didasarkan atas harga jual sekarang. Untuk piutang, harga jual sekarang dapat ditentukan atas dasar harga yang disepakati oleh perusahaan anjak piutang. Harga jual sekarang didasarkan pada anggapan bahwa perusahaan akan berlangsung terus dan transaksi dilaksanakan dalam pasar yang normal. Bila tidak ada pasar regular, penilaian dapat ditentukan atas dasar nilai likuidasi (liquidation values). Nilai likuidasi hanya dapat digunakan apabila kondisi berikut dipenuhi: (1) bila produk atau potensi jasa lainnya telah berkurang manfaat normalnya lantaran menjadi usang atau tidak laku lagi dipasarkan dan (2) bila unit usaha merencanakan untuk menutup usaha dalam waktu dekat sehingga tidak dapat menjual seluruh potensi jasa unit usaha dalam pasar yang normal sehingga perusahaan ada di dalam posisi tawarmenawar yang lemah (disadvantaged bargaining power). Nilai jual sekarang sebenarnya didasari oleh konsep setara tunai sekarang. Nilai ini menunjukkan jumlah rupiah kas atau daya beli yang dapat direalisasi dengan cara menjual setiap jenis aset di pasar bebas dalam kondisi perusahaan melikuidasi (menjual) asetnya secara normal. Secara teoritis, setara kas sekarang merupakan atribut atau properitas yang relevan untuk semua aset. Artinya, semua aset dapat menggunakan dasar penilaian ini pada titik waktu tertentu sehingga agregasi jumlah rupiah aset menjadi bermakna tanpa menghadapi masalah agregasi jumlah rupiah

masa lalu, sekarang, dan masa datang yang skala daya belinya berbeda. Kelemahannya adalah tidak semua aset mempunyai pasar (untuk barang tangan kedua) dan harga pasar kutipan sehingga hasil pengukuran kurang terandalkan. 3) Nilai Terrealisasi Harapan Secara semantik, nilai terealisasi harapan suatu aset adalah penerimaan kas atau potensi jasa masa datang yang jumlah dan waktunya cukup pasti. Untuk penilaian sekarang suatu aset, nilai terrealisasi harapan harus didiskon menjadi nilai terrealisasi harapan sekarang atau penerimaan kas / potensi jasa masa datang diskonan. Dasar penilaian ini lebih bermanfaat dan valid untuk menilai investasi tunggal atau perusahaan secara keseluruhan dari sudut pandang investor. Untuk penilaian aset secara individual, dasar penilaian ini mengandung beberapa kelemahan yaitu: 1) Kalau tidak ada pasar untuk aset bersangkutan, penentuan aliran kas masa datang bersifat subjektif sehingga sulit diverifikasi. 2) Pemilihan tarif yang cukup representatif untuk merefleksi risiko tiap aset sangat problematik. 3) Aliran kas ke perusahaan dihasilkan oleh seluruh aset sebagai satu kesatuan dalam menghasilkan produk yang akhirnya dijual untuk mendatangkan kas. 4) Memperkuat alasan 3 diatas, beberapa aset memang tidak terpisahkan sehingga nilai sekarang seluruh aset tidak akan sama dengan penjumlahan semua kas masa datang diskonan tiap pos aset. 

Kos atau Pasar yang Lebih Rendah Penilaian atas dasar kos atau pasar yang lebih rendah (KAPYLR, baca: kapiler) atau cost or market whichever is lower (COMWIL) atau lower of cost or market (LOCOM) ini merupakan kombinasi nilai masukan dan keluaran karena pengertian pasar dalam hal ini dapat berarti pasar barang masukkan atau keluaran. Penggunaan konsep penilaian ini didasari oleh konsep dasar konservatisme. Dalam kondisi ketidakpastian, kreditor secara historis mendasarkan keputusannya pada nilai konversi aset yang terendah sehinga penyajian aset dalam neraca juga mengikuti konsep ini.

Secara teoritis, penilaian atas dasar kos atau pasar yang lebih rendah mempunyai banyak kelemahan sehingga mengundang banyak kritik. Penilaian ini dianggap lemah secara teoritis karena alasan berikut: 1. Konservatisme cenderung merendahkan aset total. Ini disebabkan nilai sediaan tidak pernah dilaporkan lebih tinggi dari kos pemerolehan. 2. Lebih rendahnya sediaan akhir pada suatu periode akan berakibat lebih rendahnya biaya (dalam bentuk kos barang terjual) pada periode berikutnya sehingga laba menjadi lebih tinggi. 3. Terjadi inkonsistensi penilaian baik dalam suatu tahun atau antar periode. Karena penilaian antarperiode dapat berubah-ubah dari kos ke pasar, penilaian ini dapat mengakibatkan penilaian dalam suatu periode secara internal tidak konsisten. 4. Salah satu argumen digunakannya metode KAPYLR adalah bila terjadi penurunan manfaat akibat kerusakan, keusangan, perubahan harga, atau kemampuan mendatangkan laba maka selayaknyalah bahwa kos juga harus diturunkan. KAPYLR sebenarnya merupakan penilaian atas dasar kos pengganti untuk merefleksi nilai pasar masukan. Argumen yang mendasari adalah bahwa penurunan dalam kos pengganti pada umumnya merefleksi atau memberi indikasi dalam penurunan harga jual. Dengan kos pengganti (melalui KAPYLR), perusahaan dapat mempertahankan tingkat laba kotor penjualan normal. Lebih dari itu, bila kos pengganti dibawah kos tetapi lebih tinggi dari nilai terrealisasi bersih (NTB) penjualan (net realizable value) yaitu harga jual dikurangi pengeluaran yang wajar untuk menjual, selisih tersebut akan merupakan penilaian lebih persediaan barang. Atas dasar penalaran diatas, ketentuan umum penilaian sediaan dinyatakan sebagai berikut: Sediaan dinilai atas dasar KAPYLR dengan ketentuan bahwa pasar tidak melebihi nilai terrealisasi bersih atau tidak lebih rendah dari nilai terrealisasi bersih dikurangi laba kotor normal / LKN (normal profit margin).  Penilaian Menurut FASB Konsep-konsep penilaian yang dibahas diatas menjadi dasar untuk menjelaskan berbagai dasar yang dapat digunakan untuk mengukur atau menilai elemen statement keuangan sesuai dengan atribut yang ingin direpresentasi oleh pengukuran. Bila dikaitkan

dengan aset, dasar penilaian menurut FASB (SFAC No. 5, prgf 67) dapat disajikan sebagai berikut ini: a. Historical Cost. Tanah, gedung, perlengkapan, perlengkapan pabrik, dan kebanyakan sediaan dilaporkan atas dasar kos historisnya yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang dikorbankan untuk memperolehnya. b. Current (replacement) Cost. Beberapa sediaan disajikan sebesar nilai sekarang atau penggantinya yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang harus dikorbankan kalau aset tertentu yang sejenis diperoleh sekarang. c. Current Market Value. Beberapa jenis investasi dalam surat berharga disajikan atas dasar nilai pasar sekarang yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang dapat diperoleh kesatuan usaha dengan menjual aset tersebut dalam kondisi perusahaan yang normal (tidak akan dilikuidasi). d. Net Realizable Value. Beberapa jenis piutang jangka pendek dan sediaan barang disajikan sebesar nilai terrealisasi bersih yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya yang akan diterima (tanpa didiskon) dari aset tersebut dikurangi dengan pengorbanan (kos) yang diperlukan untuk mengkonversi aset tersebut menjadi kas atau setaranya. e. Present (or Discounted) Value of Future Cash Flows. Piutang dan investasi jangka panjang disajikan sebesar nilai sekarang penerimaan kas di masa mendatang sampai piutang terlunasi (dengan tarif diskon implisit) dikurangi dengan tambahan kos yang mungkin diperlukan untuk mendapatkan penerimaan tersebut. E. Pengakuan Pada umumnya pengakuan aset dilakukan bersamaan dengan adanya transaksi, kejadian, atau keadaan tetentu. Adapun kondisi perlu dan kondisi cukup yang merupakan penguji yang cukup rinci untuk mengakui aset: 1. Deteksi adanya aset. Untuk mengakui aset, harus ada transaksi yang menandai timbulnya aset. 2. Sumber ekonomis dan kewajiban. Untuk mengakui aset, suatu objek harus merupakan sumber ekonomis yang langka, dibutuhkan, dan berharga. 3. Berkaitan dengan entitas. Untuk mengakui aset, entitas harus mengendalikan atau menguasai objek aset. 4. Mengandung nilai. Untuk mengakui aset, suatu objek harus mempunyai manfaat yang dapat ditentukan besarnya secara moneter.

5. Berkaitan dengan waktu pelaporan. Untuk mengakui aset, semua penguji di atas harus dipenuhi pada tanggal pelaporan. 6. Verifikasi. Untuk mengakui aset, harus ada bukti pendukung untuk meyakinkan bahwa kelima penguji diatas dipenuhi. Penjelasan di atas sebenarnya menjelaskan apa yang disebut dengan kaidah pengakuan yang merupakan prosedur dalam menerapkan empat kriteria pengakuan FASB, yaitu definisi, keterukuran, keberpautan, dan keterandalan. Masalah akuntansi yang menyangkut pengakuan biasanya berkaitan dengan masalah apakah suatu kos atau jumlah rupiah yang terlibat dalam transaksi atau kejadian tertentu dapat diasetkan. Hal ini biasanya berkaitan dengan eksplorasi minyak dan gas bumi, rugi selisih kurs valuta asing, sewa guna,

riset dan pengembangan, bunga selama masa konstruksi aset tetap, dan

sumber daya manusia. F. Teori yang Berkaitan Dengan Sewa Guna dan Kos Bunga 

Sewa guna Penerapan definisi dalam dunia nyata melibatkan sejumlah kondisi yang dinamakan

aturan pengakuan. Aturan tersebut diciptakan sesuai keinginan akuntan untuk memperoleh bukti dalam kondisi ketidak pastian. Contoh aturan menurut konversi adalah piutang dagang dicatat bila penjualan kredit dilakukan dan peralatan dicatat saat pembelian. Kemudian contoh aturan yang didasarkan pada keputusan badan berwenang adalah Capital Lease. Dalam SFAS No. 13 “Accounting for Lease” disebutkan bahwa kapiltalisasi lease (sewa guna usaha) hanya dilakukan bila salah satu atau lebih kriteria berikut dipenuhi : 1. Adanya Tranfer hak milik kepada pembeli (lessee) 2. Kontrak menyebutkan adanya hak boleh pilih (option) untuk membeli dengan syarat yang menguntungkan pembeli. 3. Jangka waktu leasing 75% atau lebih dari sisa taksiran umur ekonomi pada saat kontrak ditandatangani. 4. Nilai sekarang dari pembayaran sewa minimum sama dengan 90% dari nilai pasar yang wajar dari aktiva yang disewa terhitung sejak kontrak dimulai. 

Kos Bunga Bila kesatuan usaha membangun sendiri fasilitas fisis dengan dana pinjaman dan pembangunannya memakan waktu yang cukup lama, masalahnya adalah apakah kos bunga selama masa pembangunan/konstruksi dapat dikapitalisasikan.Berikut adalah ketentuan terkait dengan kapitalisasi kos bunga:

1. Aset Memenuhi Syarat, Kapitalisasi bunga dapat dilakukan untuk aset berikut ini : a) Aset yang dibangun/diproduksi untuk digunakan sendiri oleh perusahaan. b) Aset yang dibangun/diproduksi dengan tujuan untuk dijual sebagai unit/proyek yang berdiri sendiri. Atas dasar ketentuan di atas maka ada aset yang tidak dapat dijadikan obyek kapitalisasi yaitu : a) Aset yang bersangkutan sudah siap digunakan sesuai dengan tujuan pembangunan atau sedang digunakan dalam kegiatan menghasilkan pendapatan. b) Aset yang bersangkutan belum digunakan untuk tujuan menghasilkan pedapatan dan juga tidak sedang mengalami penyeleseian/perbaikan atau aktivitas lain yang diperlukan untuk menjadikan aktiva tersebut siap digunakan lagi dalam operasi. 2. Besarnya Kapitalisasi Bunga Besarnya bunga yang dikapitalisasi secara teoritis adalah tambahan bunga yang diperkirakan terjadi selama satu periode akibat adanya konstruksi. Bunga tersebut adalah bunga yang dapat dihindari seandainya konstruksi tidak dilaksanakan. Besar tarif kapitalisasi ditentukan sebagai berikut : a) Apabila dana rata-rata yang tertanam dalam konstruksi tidak melebihi dana pinjaman, maka tarif yang digunakan adalah tingkat bunga pinjaman untuk konstruksi tersebut. b) Apabila dana rata-rata tertanam dalam konstruksi melebihi besarnya dana pinjaman untuk konstruksi tersebut, maka tarif kapitalisasi untuk kelebihan dana yang tertanam tersebut adalah rata-rata tertimbang dari tingkat bunga sumber dana lainnya. 3. Periode Kapitalisasi Kapitalisasi bunga dapat terus dilakukan setiap periode selama ketiga syarat berikut dipenuhi : a) Uang muka untuk konstruksi telah dibayar b) Kegiatan konstruksi tetap berlangsung dan tidak terhenti cukup lama selama periode bersangkutan c) Cost bunga telah terhimpun atau terjadi bersamaan dengan berjalannya pembangunan konstruksi. 4. Pengungkapan Bila sebagian atau seluruh bunga dikapitalisasi tentu saja akan ada sebagian informasi bunga hilang. Oleh karena itu, perlu ada pengungkapan tentang hal ini

sehingga statemen keuangan tidak menyesatkan. Standar akuntansi kapitalisasi bunga juga menentukan informasi tambahan yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan. Agar statemen keuangan tetap informatif hal-hal berikut ini harus diungkapkan sebagai penjelasan statemen keuangan: a) Bila tidak ada kos bunga yang dikapitalisasi, total bunga yang terjadi selama periode dan dibebankan sebagai biaya periode tersebut. b) Bila sebagian kos bunga dikapitalisasi, bunga total yang terjadi dan bagian yang dikapitalisasi. G. Penyajian Aset Prinsip akuntansi berterima umum, terutama standar akuntansi, menetapkan penyajian dan pengungkapan tiap pos-pos aset. Walaupun aset didefinisi secara umum sebagai manfaat ekonomik masa datang yang dikuasai kesatuan usaha dan yang benarbenar timbul dari transaksi yang sah, tiap pos aset didefinisi lebih lanjut atau spesifik sesuai dengan sifat pos tersebut. Pengungkapan dan penyajian pos-pos aset harus dipelajari dari standar yang mengatur tiap pos. Secara umum, prinsip akuntansi berterima umum memberi pedoman penyajian dan pengungkapan aset sebagai berikut: 1. Aset disajikan di sisi debit atau kiri dalam neraca berformat akun atau dibagian atas dalam neraca berformat laporan. 2. Aset diklasifikasi menjadi aset lancar dan tetap. 3. Aset diurutkan penyajiannya atas dasar likuiditas atau kelancarannya, yang paling lancar dicantumkan pada urutan pertama. 4. Kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan pos-pos tertentu harus diungkapkan (misalnya metode depresiasi aset dan dasar penilaian sediaan barang).

BAB 3 KESIMPULAN Aset merupakan elemen neraca yang akan membentuk informasi semantik berupa posisi keuangan bila dihubungkan dengan elemen yang lain yaitu kewajiban dan ekuitas. Aset merepresentasikan potensi jasa fisis dan nonfisis yang memampukan badan usaha untuk menyediakan barang dan jasa. Secara konseptual, pembentuk kos suatu aset adalah semua pengeluaran yang terjadi atau yang diperlakukan akibat kegiatan pemerolehan suatu aset sampai ditempatkan dalam kondisi siap dipakai atau berfungsi sesuai dengan tujuan pemerolehannya. Penilaian adalah penentuan jumlah rupiah yang harus diletakkan pada suatu pos aset pada saat akan dilaporkan atau disajikan dalam statemen keuangan pada tanggal tertentu. Tujuan penilaian aset adalah merepresentasi atribut pos-pos aset yang berpaut dengan tujuan pelaporan keuangan dengan menggunakan basis penilaian yang sesuai. Penilaian dapat didasarkan pada nilai masukkan atau keluaran bergantung pada tujuan merepresentasikan aset. Oleh karena itu, tiap dasar penilaian mempunyai keunggulan dan kelemahan serta kondisi keterapannya. Pengakuan dan penyajian aset biasanya ditentukan dalam standar akuntansi yang mengatur tiap pos aset. Masalah akuntansi yang menyangkut pengakuan biasanya berkaitan dengan masalah apakah suatu kos atau jumlah rupiah yang terlibat dalam transaksi, kejadian, atau keadaan tertentu dapat diasetkan.

DAFTAR PUSTAKA https://id.wikipedia.org/wiki/Aset https://www.slideshare.net/hernaferari/kunci-jawaban-bab-6-teori-akuntansi-suwardjono http://dominique122.blogspot.com/2015/04/teori-akuntansi-aset.html https://www.jurnal.id/id/blog/2017/pengertian-dan-jenis-jenis-aktiva-dalam-akuntansi https://sitisarahadi.wordpress.com/2013/05/31/tugas-kuliah-makalah-akuntansi-teori-asset/ http://www.academia.edu/13569506/Teori_Akuntansi_Bab_5_Konsep_Aset

Related Documents

Aset Fixxx Bangat.docx
December 2019 13
Aset Tetap
June 2020 25
Fixxx Paper Phieya.docx
November 2019 25
Aset Ka
November 2019 45
Aset Tetap.pdf
April 2020 33
Senarai Aset
October 2019 36

More Documents from ""

Aset Fixxx Bangat.docx
December 2019 13
T.a.k.docx
December 2019 12
Pew Research Web 2.0
October 2019 40