ASAM dan BASA
Disusun Oleh: Izzati Saidah Enggy Septy Riska Ayu Wibaweni Reiner Mukti Ria Septi Harmia Wisnu Narendratama Wenny Oktavia
Pembimbing: dr. Reza Tandean, MHSc (OM), Sp.Ok
KEPANITERAAN KLINIK ILMU HYGIENE PERUSAHAAN, KESEHATAN, DAN KESELAMATAN KERJA PERIODE 14 JANUARI – 15 FEBRUARI 2019 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang tercurah serta keberkahan dan rahmat yang diberikan kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “ASAM dan BASA”. Tugas ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Hygiene Perusahaan, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja periode 14 Januari – 15 Februari 2019. Selama pembuatan tugas ini, penyusun mendapat bimbingan dan masukan dari berbagai pihak, dan dalam kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Reza Tandean, MHSc (OM), Sp.Ok selaku pembimbing yang telah memberikan banyak masukan selama penulisan tugas ini. Penyusun menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan ini, oleh karena itu penyusun sangat menerima saran dan kritikan yang membangun. Akhir kata penulis berharap referat ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada para pembaca dan penulis terutama dalam bidang Ilmu Hygiene Perusahan, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja.
Jakarta,Februari 2019
1
LEMBAR PENGESAHAN
ASAM dan BASA
Diajukan untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Ilmu Hygiene Perusahan, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja Universitas Trisakti Periode 14 Januari – 15 Februari 2019
Disusun Oleh: Izzati Saidah Enggy Septy Riska Ayu Wibaweni Reiner Mukti Ria Septi Harmia Wisnu Narendratama Wenny Oktavia
Mengetahui, Pembimbing
dr. Reza Tandean, MHSc (OM), Sp.Ok
2
BAB I PENDAHULUAN
Senyawa asam dan basa sering ditemukan dan berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Contoh bahan yang bersifat asam yaitu pada buahanbuahan misalnya lemon dan jeruk. Sedangkan contoh bahan yang bersifat basa yaitu sabun dan deterjen. Untuk menjelaskan mengenai senyawa asam dan basa, terdapat beberapa teori asam basa, diantaranya yaitu teori Arrhenius, teori Bronsted-Lowry, teori asam basa Lewis, dan teori Lux-Flood. Senyawa asam dan basa masing-masing memiliki sifat spesifik yang dapat membedakannya satu sama lain, misalnya dengan rasanya. Senyawa asam cenderung memiliki rasa masam, sedangkan senyawa basa memiliki rasa agak pahit. Perbedaan lain yang dapat membedakan kedua senyawa ini yaitu kemampuannya melarutkan zat lain. Senyawa asam bersifat korosif sehingga dapat melarutkan beberapa logam aktif, sedangkan senyawa basa dapat melarutkan lemak. Oleh karena itu, abu gosok yang bersifat basa dapat digunakan untuk mencuci sisa lemak yang ada di piring. Senyawa asam dan basa juga dapat digolongkan lebih lanjut berdasarkan sifat keras dan lunaknya. Penggolongan ini didasarkan pada ligan dan ion logamnya. Ligan (anion) keras dan lunak digolongkan berdasarkan polarisabilitas anion, yaitu kemampuan suatu anion untuk mengalami polarisasi akibat medan listrik yang berasal dari ion logam (kation). Sedangkan ion logam (kation) keras dan lunak digolongkan berdasarkan polarisabilitas kation, yaitu kemampuan suatu kation untuk mempolarisasi suatu anion dalam suatu ikatan. Penggolongan ini penting dilakukan untuk memudahkan pemahaman mengenai pengertian dari suatu asam atau basa yang keras dan lunak.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Hidroklorida 2.1.1 Definisi Asam hidroklorida merupakan larutan jernih, tidak berwarna dari hidrogen klorida (HCl) dalam air. Asam ini sangat korosif, merupakan asam mineral kuat yang banyak kegunaannya dalam industri. Asam hidroklorida ditemukan di alam sebagai asam lambung. 1 Larutan asam klorida atau yang biasa kita kenal dengan larutan HCl dalam air, adalah cairan kimia yang sangat korosif dan berbau menyengat. HCl termasuk bahan kimia berbahaya atau B3. Di dalam tubuh HCl diproduksi dalam perut dan secara alami membantu menghancurkan bahan makanan yang masuk ke dalam usus. Dalam skala industri, HCl biasanya diproduksi dengan konsentrasi 38%. Ketika dikirim ke industri pengguna, HCl dikirim dengan konsentrasi antara 3234%. Pembatasan konsentrasi HCl ini karena tekanan uapnya yang sangat tinggi, sehingga menyebabkan kesulitan ketika penyimpanan. Uapnya korosif, dan konsentrasi udara di atas 5 ppm dapat menyebabkan iritasi.
2.1.2 Sifat dan Reaksi Kimia Hidrogen klorida (HCl) adalah suatu asam monoprotik, yang berarti asam ini dapat berdisosiasi (yaitu, mengion) hanya sekali untuk menghasilkan satu ion H+ (proton tunggal). Dalam air asam hidroklorida, H+ bergabung dengan satu molekul air membentuk ion hidronium, H3O+: HCl + H2O → H3O+ + Cl− Ion lain yang terbentuk ialah Cl−, ion klorida. Oleh karena itu, asam klorida digunakan untuk membuat garam-garam yang disebut klorida, seperti natrium klorida (NaCl). Asam klorida merupakan suatu asam kuat, karena ia secara esensial terdisosiasi dengan sempurna di dalam air.1
4
Dari enam asam mineral kuat yang umum dalam kimia, asam klorida merupakan asam monoprotik yang paling tidak mungkin menjalani reaksi reduksioksidasi. HCl merupakan salah satu dari asam kuat paling berbahaya untuk ditangani, terlepas dari keasamannya, asam ini terdiri dari ion non reaktif dan non-toksik. Larutan asam klorida dengan kekuatan sedang adalah sangat stabil pada penyimpanan, mempertahankan konsentrasinya melampaui waktu. Atribut ini, ditambah fakta bahwa HCl tersedia sebagai reagen murni, membuat asam klorida reagen pengasaman yang baik.5
2.1.3 Sifat Fisika Sifat-sifat fisika dari asam klorida, seperti titik didih dan titik lebur, densitas, dan pH, bergantung pada konsentrasi atau molaritas HCl dalam larutan berair. Molaritasnya berkisar dari larutan dalam air pada konsentrasi sangat rendah yang mendekati 0% HCl hingga nilai bagi asam klorida berasap pada konsentrasi melebihi 40% HCl.1 Tabel 1. Sifat Fisika Asam Hidroklorida Konsentrasi
Den- Mola-
pH Visko- Panas
sitas ritas
sitas
kg HCl/kg kg HCl/m3 Baumé kg/L mol/dm3
spesifik
Tek TD TL uap
mPa·s kJ/(kg·K) kPa °C °C
10%
104,80
6,6
1,048 2,87
−0,5 1,16
3,47
1,95 103 −18
20%
219,60
13
1,098 6,02
−0,8 1,37
2,99
1,40 108 −59
30%
344,70
19
1,149 9,45
−1,0 1,70
2,60
2,13 90 −52
32%
370,88
20
1,159 10,17
−1,0 1,80
2,55
3,73 84 −43
34%
397,46
21
1,169 10,90
−1,0 1,90
2,50
7,24 71 −36
36%
424,44
22
1,179 11,64
−1,1 1,99
2,46
14,5 61 −30
38%
451,82
23
1,189 12,39
−1,1 2,10
2,43
28,3 48 −26
Referensi suhu dan tekanan untuk table di atas adalah 20 °C dan 1 atmosfir (101,325 kPa). Nilai tekanan uap diambil dari International Critical Tables, dan mengacu pada total tekanan uap dari larutan tersebut.
5
Standar ketetapan pemajanan3: - OSHA-PEL (Occupational Safety and Health Administration – Permissibile Exposure Limits ) (batas pemajanan yang diizinkan) = 5 ppm - NIOSH-IDLH (National Institute for Occupational Safety and Health – Immediately Dangerous to Life or Health) (waspada berbahaya bagi kehidupan atau kesehatan) = 50 ppm - AIHA ERPG-2 (American Industrial Hygiene Association - Emergency Response Planning Giudelines) 20 ppm
2.1.4 Kegunaan Asam hidroklorida ialah asam anorganik kuat yang digunakan dalam banyak proses industri. Aplikasinya sering menentukan mutu produk yang diperlukan. Berikut ini adalah beberapa bidang yang memanfaatkan HCl, baik pada skala industri maupun skala rumah tangga.6 1. Asam klorida digunakan pada industri logam untuk menghilangkan karat atau kerak besi oksida dari besi atau baja. 2. Sebagai bahan baku pembuatan vinyl klorida, yaitu monomer untuk pembuatan plastik polyvinyl chloride atau PVC. 3. HCl merupakan bahan baku pembuatan besi (III) klorida (FeCl3) dan polyalumunium chloride (PAC), yaitu bahan kimia yang digunakan sebagai bahan baku koagulan dan flokulan. Koagulan dan flokulan digunakan pada pengolahan air. 4. Asam klorida dimanfaatkan pula untuk mengatur pH (keasaman) air limbah cair industri, sebelum dibuang ke badan air penerima. 5. HCl digunakan pula dalam proses regenerasi resin penukar kation (cation exchange resin). 6. Di laboratorium, asam klorida biasa digunakan untuk titrasi penentuan kadar basa dalam sebuah larutan. 7. Asam klorida juga berguna sebagai bahan pembuatan cairan pembersih porselen.
6
8. HCl digunakan pada proses produksi gelatin dan bahan aditif pada makanan. 9. Pada skala industri, HCl juga digunakan dalam proses pengolahan kulit. 10. Campuran asam klorida dan asam nitrat (HNO3) atau biasa disebut dengan aqua regia, adalah campuran untuk melarutkan emas. 11. Kegunaan-kegunaan lain dari asam klorida diantaranya adalah pada proses produksi baterai, kembang api dan lampu blitz kamera.
2.1.5 Kehadiran Pada Makhluk Hidup Asam lambung merupakan salah satu dari sekresi utama lambung. Asam lambung terutama terdiri dari asam hidroklorida dan pengasaman isi lambung pada pH 1–2. 6 Klorida (Cl−) dan ion hidrogen (H+) dikeluarkan secara terpisah dalam daerah fundus lambung di atas lambung oleh sel parietal dari mukosa pencernaan ke dalam jaringan kerja sekretori yang disebut canaliculi sebelum ia masuk ke dalam lumen lambung. Asam
lambung
berfungsi
sebagai
penghalang
terhadap
serangan
mikroorganisme untuk mencegah infeksi dan penting bagi pencernaan makanan. pH-nya yang rendah mendenaturisasi protein dan dengan demikian membuat protein tersebut rentan terhadap degradasi oleh enzim pencernaan seperti pepsin. pH rendah juga mengaktifkan precursor enzim, yaitu pepsinogen menjadi enzim aktif pepsin dengan pembelahan diri sendiri. Setelah meninggalkan lambung, asam klorida dari chyme yang dinetralkan dalam duodenum dengan natrium
2.1.6 Efek terhadap kesehatan Terpapar secara akut dapat berakibat3 : 1. Pernapasan Gas hidrogen klorida sangat mengiritasi selaput lendir hidung, tenggorokan, dan saluran pernapasan. Paparan singkat hingga 35 ppm menyebabkan iritasi tenggorokan, dan kadar 50 hingga 100 ppm hampir tidak dapat ditoleransi selama 1 jam. Dampak terbesar adalah pada saluran pernapasan bagian atas;
7
paparan konsentrasi tinggi dapat dengan cepat menyebabkan edema dan kematian. Tanda awal terpapar pernapasan yang cepat, kulit tampak biru, akibat dari penyempitan bronkiolus. Paparan terhadap hidrogen klorida dapat menyebabkan Sindrom Disfungsi Airway Reaktif (RADS), jenis asma yang diinduksi secara kimia atau iritasi. Anak-anak mungkin lebih rentan terhadap agen korosif daripada orang dewasa karena diameter saluran udara mereka yang relatif lebih kecil. Anak-anak juga mungkin lebih rentan terhadap paparan gas karena peningkatan ventilasi menit per kg dan kegagalan untuk mengevakuasi area dengan segera ketika terpapar. Terpapar gas atau uap asam kuat menyebabkan batuk, sensasi terbakar pada tenggorokan, sensasi tercekik, inflamasi dan ulser pada mukosa nasal, tenggorokan dan larynx. Pada kasus yang lebih parah menyebabkan spasm laryngeal, epistaxis, gingivitis dan kemungkinan gastritis. Terhirup asam sulfat yang parah menyebabkan pneumonitis kimia dengan edema paru yang mungkin akan tertunda gejalanya. 2. Metabolik Peningkatan
konsentrasi
ion
klorida
dalam
darah,
menyebabkan
ketidakseimbangan asam-basa. Karena tingkat metabolisme yang lebih tinggi, anak-anak mungkin lebih rentan terhadap racun
yang mengganggu
metabolisme tubuh. 3. Gastrointestinal Jika tertelan menyebabkan muntah, nyeri ketika menelan, keluar air liur (drooling), ketidaknyamanan pada orofaring dan nyeri abdomen. Komplikasi akut menyebabkan aspirasi pneumonia, rasa terbakar pada epiglotis dan vocal cord, penyumbatan laring, perforasi pada lambung dengan abses mediastinal atau peritoneal dan keracunan didarah (sepsis). Keracunan yang serius karena menelan asam kuat adalah terjadinya resiko perforasi dalam 72 jam pertama, walaupun perforasi terlambat sampai 2 minggu setelah tertelan. Penyumbatan pada Pyloric merupakan gejala umum pada keracunan kronik. 4. Kulit
8
Kontak dengan kulit menyebabkan iritasi yang signifikan dan pada beberapa kasus yang parah menyebabkan terbakar. Wajah yang terbakar menyebabkan luka parut (scars). Kontak yang berulang menyebabkan dermatitis. Kontak pada mata menyebabkan luka korosif yang dimulai dari berkurangnya ketajaman penglihatan dan kehilangan penglihatan yang permanen, hal ini tergantung dari konsentrasi asam sulfat dan lamanya terpapar. 5. Mata Paparan uap hidrogen klorida pekat atau asam klorida yang terkena mata dapat menyebabkan kematian sel kornea, katarak, dan glaukoma. Paparan larutan encer dapat menyebabkan rasa sakit dan kerusakan atau ulkus pada permukaan mata.
Terpapar secara kronis : 1. Karsinogenik Belum terbukti menyebabkan efek karsinogenik 2. Reproduksi Beberapa penelitian telah menjelaskan efek terhadap reproduksi pada hewan percobaan yang terpapar hidrogen klorida. Tidak ada data yang ditemukan berkaitan dengan transfer hidrogen klorida ke ibu melalui plasenta atau dalam ASI.
2.1.7 Mekanisme Toksisitas Asam kuat menghasilkan nekrosis koagulasi karena efeknya terhadap protein. Namun demikian, koagulum akan membatasi penetrasi asam dan efeknya terutama pada jaringan yang dangkal. Hal ini berlawanan dengan sifat alkali yang akan membentuk nekrosis liquefaktif dimana nekrosisnya tidak membeku dan akan menimbulkan jaringan yang makin dalam.7
2.1.8 Penatalaksanaan - Managemen Pre-Hospital dengan melakukan dekontaminasi3
9
Lepaskan pakaian yang terkontaminasi sambil menyiram kulit dan rambut dengan air yang mengalir selama 3 hingga 5 menit, cuci sampai bersih dengan sabun
dan
air.
Berhati-hatilah
untuk
menghindari
hipotermia
saat
mendekontaminasi anak-anak atau orang tua. Gunakan selimut atau penghangat jika perlu. Basuh mata yang terpapar atau teriritasi dengan air biasa hangat atau garam selama 15 menit. Lepaskan lensa kontak jika mudah dilepas tanpa trauma tambahan pada mata. Dalam kasus tertelan, jangan memaksakan untuk dimuntahkan. Korban yang sadar dan mampu menelan harus diberi 4 hingga 8 ons air atau susu. (Dosis anakanak adalah 2 hingga 4 ons). - Managemen di Rumah Sakit3
Stabilkan Airway Breathing Circulation.
Bronkodilator simpatomimetik umumnya dapat menangani bronkospasme pada pasien yang terpapar hidrogen klorida.
Pertimbangkan aerosol epinefrin untuk anak-anak yang mengalami stridor. Dosis 0,25-0,75 mL larutan epinefrin 2,25% dalam air 2,5 cc, ulangi setiap 20 menit sesuai kebutuhan, dengan hati-hati untuk variabilitas miokard.
Dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti kadar glukosa darah, elektrolit. Perhatikan keseimbangan asam basa, juga pemeriksaan radiologi rontgen thoraks jika terdapat kemungkinan infeksi pada paruparu.
Lakukan follow up pada pasien jika mengalami tanda-tanda atau muncul gejala terpapar asam klorida maka harus dilakukan followup selama 46jam sampai gejala tidak ada dan dapat disarankan untuk datang ke dokter. Pasien yang memiliki cedera kulit atau kornea harus diperiksa ulang dalam waktu 24 jam.
10
2.1.9 Pencegahan Asam klorida pekat (asam klorida berasap) membentuk kabut asam. Baik kabut asam maupun larutannya mempunyai efek korosif terhadap jaringan tubuh manusia, dengan berpotensi terhadap kerusakan organ pernafasan, mata, kulit, dan usus secara irreversibel.1 Pada pencampuran asam hidroklorida (HCl) dengan zat kimia pengoksidasi biasa, seperti natrium hipoklorit (pemutih, NaClO) atau kalium permanganat (KMnO4), menghasilkan racun gas klor. Peralatan pelindung diri seperti sarung tangan karet atau PVC, kaca mata pelindung, dan pakaian tahan-zat kimia dan sepatu harus digunakan untuk meminimalkan resiko ketika menangani asam hidroklorida. Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat mengatur tingkat asam klorida sebagai suatu zat beracun.1
2.2 Hydroflouric Acid (HF) 2.2.1 Definisi Hydroflouric acid atau asam flourida adalah asam anorganik yang berasal dari melarutkan hidrogen fluorida di dalam air, merupakan senyawa dengan rumus kimia HF. Senyawa ini merupakan gas atau cairan tidak berwarna dan merupakan sumber utama dari industri fluor, biasanya sebagai larutan encer yang disebut asam hidrofluorat.
2.2.2 Sifat Fisik dan Sifat Kimia Asam fluorida (HF) memiliki sejumlah sifat fisik, kimia, dan sifat beracuni yang membuatnya sangat berbahaya, Baik dalam bentuk asam fluorida anhidrous maupun asam fluorida encer. Sifat fisik dan sifat kimia nya adalah: a. Sifat fisik -
Compound : Hydrofluoric acid
-
Synonyms : Hydrogen fluoride, fluoric acid, hydrofluoride, fluorine monohydride
-
CAS No : 7664-39-3
11
-
Mol. Formula : HF Mol.
-
Weight : 20.01
-
Boiling point : 68°F (20°C) at 760 mmHg
-
Specific gravity : 0.99 at 19°F (-7°C)
-
Vapor pressure : 400 mmHg (34°F) Vapor density: 0.7 (air=1)
b. Sifat kimia -
pKa : 3.15 bersifat asam lemah
-
Description : gas tidak berwarna atau dalam uap cair. Disagreeable, berbau menyengat dibawah 1 ppm
-
Solubility : Larut dalam air dan etanol, larut sedikit dalam eter, benzena, toluen, m-ksilen dan tetrahidronaftalen
-
2.2.3
Flammability : tidak mudah terbakar
Kegunaan 1. Sebagai katalisator terutama dalam industri pengilangan minyak bumi (alkilasi parafin) 2. industri aluminium 3. pembuatan senyawa fluorida untuk pemisahan isotop-isotop uranium 4. pembuatan plastik yang mengandung fluor 5. dalam bahan pewarna kimia 6. industri film dan fotografi. 7. Sebagai bahan perekat
2.2.4
Efek Terhadap Kesehatan dan Gejala yang ditimbulkan
2.3 Terhirup Paparan dalam jangka pendek jika zat ini terhirup adalah paparan sebesar 30 bpj menyebabkan iritasi ringan pada hidung dan dapat ditoleransi hingga beberapa menit. Konsentrasi yang lebih tinggi dapat menyebabkan rasa tercekik untuk sementara, batuk, menggigil, nyeri dan sesak pada dada, dan sesak nafas. Paparan berulang terhadap konsentrasi yang rendah dapat menyebabkan
12
penyumbatan hidung, pendarahan pada hidung, penyakit sinus dan bronchitis. 2.4 Tertelan Penelanan
dapat
menyebabkan
luka
bakar
pada
mulut,
kerongkongan, perut dan usus halus disertai radang lambung, pendarahan lambung, muntah, mual, sakit perut, dan diare. Dosis besar dapat menyebabkan nekrosis yang ekstensif dengan perforasi pada perut, syok dan kematian. Penelanan konsentrasi kecil dalam jangka panjang dapat menyebabkan fluorosis disertai penebalan osteosklerotik dengan kalsifikasi dalam pelengkap ligamen tulang kerangka. 2.5 Kontak dengan mata Kontak langsung dengan cairan atau larutan dapat menyebabkan luka bakar pada kornea. Jika tidak dihilangkan dengan cepat, kerusakan penglihatan yang permanen atau kebutaan, sedaangkan pada paparan berulang dengan dosis kecil dapat menyebabkan iritasi mata dan lakrimasi yang ringan.
2.6 Kontak dengan kulit Paparan langsung pada kulit dapat menyebabkan luka bakar pada kulit yang dikarakterisasikan dengan tampilan kulit yang pucat dengan rasa nyeri luar biasa yang persisten, edema dan nekrosis.
2.2.5
Patogenesis Seperti halnya semua asam anorganik, karena degenerasi ion
hydrogen dan korosi, HF dapat membakar kulit. Setelah menembus ke dalam kulit, ia bergerak cepat ke lapisan jaringan yang lebih dalam dan melepaskan ion fluoride yang dapat dipisahkan secara bebas. Toksisitas ion didasarkan pada reaktivitasnya yang kuat. Mekanisme cedera HF diduga akibat pengikatan ion fluoride ke jaringan, kation kalsium dan
13
magnesium untuk membentuk garam yang tidak larut. hal Ini dapat mengganggu metabolisme sel, menginduksi kematian sel dan nekrosis. Jika terhirup
atau tertelan HF, sistemik toksisitas menjadi
perhatian. Untuk menghasilkan HF, CaF2 bereaksi dengan asam sulfat, Proses ini melepaskan energi dan terjadi dengan sangat cepat. Meskipun nilai pH HF hanya 3,45, HF larut dalam air dengan reaksi kuat pada setiap konsentrasi. Karena itu sangat higroskopis, ia memiliki kemampuan untuk mendehidrasi zat. Karena itu, ia dapat dengan cepat menembus ke dalam kulit dan lunak lainnya. 2.2.6 Langkah – langkah Penanganan Tindakan Pertolongan Pertama jika terpapar zat. a. Jika terhirup Jika aman untuk memasuki area, jauhkan korban dari paparan. Gunakan masker kantong berkatup atau peralatan sejenis untuk pernafasan buatan (pernafasan keselamatan) jika diperlukan. Jaga agar korban tetap hangat dan istirahatkan. Segera bawa ke dokter b. Jika tertelan Jangan pernah merangsang korban yang pingsan untuk muntah atau meminum cairan. Berikan air atau susu yang banyak. Agar dibolehkan untuk muntah. Ketika terjadi muntah, jaga agar posisi kepala lebih rendah dari pinggul untuk mencegah aspirasi. Jika korban pingsan, posisi kepala palingkan ke samping. Segera bawa ke dokter. c. Jika terkena mata Basuh mata segera dengan air yang banyak, dan sesekali membuka kelopak mata atas dan bawah hingga tidak ada bahan kimia yang tertinggal. Lanjutkan dengan mengalirkan larutan garam fisiologis hingga siap dibawa ke rumah sakit. Tutup dengan perban steril. Segera bawa ke dokter d. Jika terkena kulit
14
Lepaskan
segera
pakaian,
perhiasan
dan
sepatu
yang
terkontaminasi. Cuci bagian yang terkena dengan sabun atau deterjen lunak dengan jumlah air yang banyak hingga tidak ada bahan kimia yang tertinggal (setidaknya selama 15-20 menit). Untuk luka bakar, tutup daerah yang terkena hingga aman terlindung dengan pembalut yang longgar, steril dan kering. Segera bawa ke dokter
2.2.7
Tindakan Pencegahan dan Perlindungan Diri 1.
Alat Pelindung Diri untuk mencegah paparan terhadap zat
Respirator : Respirator dan konsentrasi maksimum penggunaan berikut dikutip dari NIOSH dan/atau OSHA. Peralatan pelindung penafasan harus disertifikasi oleh NIOSH/MSHA. Jenis respirator yang digunakan : o
Respirator selongsong (chemical catridge respirator) jenis apa saja yang memberikan perlindungan terhadap bahan kimia ini.
o
Respirator pemurnian udara bertenaga mesin jenis apa saja dengan selongsong yang memberikan perlindungan terhadap bahan kimia ini
o
Respirator pemurnian udara jenis apa saja dengan pelindung wajah penuh dan selongsong yang memberikan perlindungan terhadap bahan kimia ini.
o
Respirator dengan pasokan udara jenis apa saja.
o
positif lainnya dikombinasikan dengan peralatan pasokan udara penyelamatan yang terpisah.
o
Alat pernafasan serba lengkap jenis apa saja dengan pelindung wajah penuh.
Pelindung Mata :
15
Gunakan kacamata keselamatan yang tahan pecahan yang dilengkapi dengan pelindung wajah. Jangan gunakan lensa kontak ketika bekerja dengan bahan kimia ini. Sediakan kran air pencuci mata untuk keadaan darurat dan semprotan air deras di sekitar lokasi kerja.
Pakaian : Gunakan pakaian pelindung tahan bahan kimia yang sesuai
Sarung Tangan : Gunakan sarung tangan tahan bahan kimia yang sesuai. 2 Penanganan Tumpahan/ Bocoran a. ditempat kerja
Jangan sentuh bahan yang tumpah. Hentikan kebocoran jika dapat dilakukan tanpa risiko. Kurangi uap dengan menyemprotkan air.
Tumpahan sedikit : Serap dengan menggunakan pasir atau bahan lain yang tidak dapat terbakar. Kumpulkan bahan yang tumpah ke dalam kemasan yang sesuai untuk pembuangan.
Tumpahan banyak : Bendung tumpahan untuk pembuangan lebih lanjut. Isolasi daerah bahaya dan orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk.
b. Ke udara
: Kurangi uap dengan menyemprotkan air. Kumpulkan cairan hasil penyemprotan untuk pembuangan sebagai limbah berbahaya yang potensial, uap yang jatuh bersifat korosif/ beracun.
b. Ke air
: Tambahkan bahan alkali (kapur, batu kapur/ gamping. Natrium bikarbonat atau soda abu). Netralisasikan. Kumpulkan bahan yang tumpah menggunakan peralatan mekanis
16
: Gali tempat penampungan seperti lagoon,
d. Ke tanah
kolam atau lubang. Bendung tumpahan untuk pembuangan lebih lanjut. Absorbsi dengan menggunakan pasir atau bahan lain yang tidak dapat terbakar. Tambahkan bahan alkali (kapur, batu kapur/ gamping, natrium bikarbonat atau soda abu).
2.3 Asam Fosfor 2.3.1 Definisi Fosfor adalah zat yang mengalami fosforesensi, unsur kimia yang memiliki lambang P dengan nomor atom 15. Fosfor merupakan non logam, termasuk golongan nitrogen, banyak ditemui dalam batuan fosfat anorganik dan dalam semua sel hidup. Fosfor sangat reaktif, Fosfor berasal dari bahasa Yunani, phosphoros,yang berarti memiliki cahaya sehingga dalam keadaan gelap dapat bersinar. Unsur fosfor pertama kali disintesis oleh seorang ilmuwan asal Jerman, Henning Brand pada tahun 1669 secara tidak sengaja dalam percobaan menggali bebatuan. Unsur kimia fosforus dapat mengeluarkan cahaya dalam keadaan tertentu. Fosfor merupakan unsur penting dalam makhluk hidup. 2
Tabel 1. Sifat fisik Asam Fosfor Bentuk Padat Warna
Tidak berwarna/merah/putih
Bau
Tidak berbau
pH
Netral
Tabel 2. Karakteristik Asam Fosfor Titik lebur
317,3 K (44,20C)
Titik didih/rentang didih
158 °C (316 °F; 431 K)
Densitas : Putih
1.823 g•cm−3
17
Merah
2.2–2.34 g•cm−3
Hitam
2.69 g/cm3
Massa jenis fosfor merah 2,34 g/cm3 Massa jenis fosfor putih
1,823 g/cm3
Massa jenis fosfor hitam
2,609 g/cm3 392.2 g/100 g (−16.3 °C)
Kelarutan dalam air
369.4 g/100 mL (0.5 °C) 446 g/100 mL (14.95 °C)
2.3.2
Jenis Fosfor Fosfor padat yang murni mempunyai tiga bentuk kristal, yaitu fosfor putih, fosfor merah, dan fosfor hitam
1. Fosfor Putih Fosfor putih mempunyai sifat padat seperti lilin, titik lebur rendah (±44ºC), berupa unsur non logam, beracun, mempunyai struktur molekul tetrahedral, mudah terbakat dan bersinar dalam keadaan gelap. Fosfor putih sangat baik disimpan di dalam botol cokelat dan di simpan di dalam air atau lemari yang gelap guna menghindari berubahnya fosfor putih menjadi merah apabila terkena sinar ultraviolet. Fosfor putih dikatakan lebih reaktif karena pada udara terbuka akan terbakar dengan sendirinya. Karena kereaktifan ini fosfor putih biasa disimpan dalam air atau alkohol ataupun larutan-larutan inert yang tidak melarutkan atau bereaksi dengan fosfor. Fosfor putih larut dalam benzena dan karbon disulfida. Fosfor putih memancarkan cahaya hijau yang lemah (pendaran) dengan adanya oksigen, (menyala spontan bila bersinggungan dengan udara (inilah alasan perlunya penyimpanan dalam air), bahan fosforesen yang berpendar dalam gelap. 2. Fosfor Merah Fosfor merah terbentuk jika fosfor putih dipanaskan atau disinari dengan sinar UV yang mengakibatkan atom fosfor saling berkatan dalam
18
bentuk tetrahedral. Fosfor merah biasanya digunakan untuk bahan peledak dan kembang api. Fosfor merah mempunyai sifat berupa serbuk, tidak mudah menguap, tidak beracun dan tidak bersinar dalam gelap. Titik lebur fosfor merah 600ºC. 3. Fosfor Hitam Fosfor hitam kurang reaktif dibanding fosfor merah. Atom fosfor tersusun dalam bidang datar melalui ikatan kovalen. Antara bidang terdapat gaya van der Waals yang lemah. Bentuk fosfor yang paling stabil tampaknya adalah P hitam, yang dapat terbentuk dari P putih pada tekanan tinggi, atau melalui pemanasan P putih dengan katalis (Hg) dan kristal “benih” Phitam. P hitam mempunyai struktur kristal berlapis, seperti grafit, tetapi lapisan-lapisannya terikat kuat. P hitam merupakan semikonduktor.3
2.3.3 Patogenesis Paparan asam fosfor pada tubuh manusia dapat melalui inhalasi, oral, maupun lewat kulit. Menurut OSHA paparan terhisap normal 1 mg/m3.
Paparan
tunggal
terhadap
senyawa
asam
fosfor
dapat
menyebabkan efek akut maupun kronik. Efek akut dapat berupa iritasi kulit dan mata, dan dapat menyebabkan timbulnya iritasi dan inflamasi pada mukosa hidung dan saluran pernafasan, sehingga meyebabkan terjadinya batuk dan wheezing. Paparan kronik asam sulfur berupa iritasi saluran pernafasan sehinggan menyebabkan bronkitis dan kekeringan pada kulit.4,5
2.3.4
Gejala klinis 1. Jika terhirup : Batuk. Tenggorokkan kering. Iritasi traktus respiratory dan mukosa nasal 2. Kontak kulit : Membuat kulit terbakar /korosi 3. Kontak mata : Korosi mata hingga kebutaan
19
4. Jika tertelan : Muntah, sakit perut, muntah darah hingga membakar mukosa lambung6
2.3.5
Penegakan diagnosis Secara teknis penegakan diagnosis dilakukan dengan cara berikut ini:7 1. Tentukan
diagnosis
klinis
dengan
anamnesis
yang
baik,
pemeriksaan fisik diagnostik dan pemeriksaan penunjang. 1. Tentukan pajanan terhadap faktor risiko dengan melakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaan secara cermat dan teliti yang mencakup: kapan pertama kali bekerja, sudah berapa lama bekerja, apa yang dikerjakan, bahan yang digunakan, informasi bahan yang digunakan (Material Safety Data Sheet/MSDS), bahan yang diproduksi, jenis bahaya yang ada, jumlah pajanan, kapan mulai timbul gejala, kejadian sama pada pekerja lain, pemakaian alat pelindung diri, cara melakukan pekerjan, pekerjaan lain yang dilakukan, kegemaran (hobi) dan kebiasaan lain (merokok, alkohol) 1. Membandingkan gejala penyakit sewaktu bekerja dan dalam keadaan tidak bekerja a. Pada saat bekerja maka gejala timbul atau menjadi lebih berat, tetapi pada saat tidak bekerja atau istirahat maka gejala berkurang atau hilang b. Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja c. Informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesis atau dari data penyakit di perusahaan 1. Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan catatan: a. Tanda dan gejala yang muncul mungkin tidak spesifik b. Pemeriksaan laboratorium penunjang membantu diagnostik klinis c. Dugaan adanya penyakit akibat kerja dilakukan juga melalui pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis 1. Pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis
20
a. Pemeriksaan spirometri dan rontgen paru b. Pemeriksaan audiometrik c. Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah atau urin 1. Pemeriksaan atau pengujian lingkungan kerja atau data hygiene perusahaan yang memerlukan: a. Pengenalan secara langsung sistem kerja, intensitas dan lama pemajanan b. Kerja sama dengan tenaga ahli hygiene perusahaan c. Kemampuan mengevaluasi faktor fisik dan kimia berdasarkan data yang ada 1. Konsultasi keahlian medis dan keahlian lain Santa Clara Center for Occupational Safety and Health (SCCOSH) menganggap bahwa paparan pekerja terhadap zat beracun di tempat kerja tidak boleh lebih tinggi daripada di tempat biasa lain dimana memungkinkan terjadinya paparan. Untuk alasan ini, nilai yang sesuai dengan risiko penyakit yang sangat rendah di lingkungan kerja dihitung untuk serangkaian zat dan menyesuaikan RfC (konsentrasi referensi inhalasi) dengan mengubah waktu paparan dalam paparan kerja (8 jam/hari, 240 hari/tahun, selama 40 tahun). Penilaian risiko adalah karakterisasi sistematis dari potensi efek merugikan yang dihasilkan dari paparan manusia terhadap agen atau situasi berisiko. Penilaian risiko adalah dasar untuk mengatur kriteria kualitas, untuk mengelaborasi standar dan pengambilan keputusan. Untuk karakterisasi risiko efek akut paparan titik (sesaat) digunakan, sedangkan untuk efek non-karsinogenetik kronis disarankan untuk memperhitungkan eksposur rata-rata selama jangka waktu tertentu.8 2.3.6
Tatalaksana Saran umum Bila gejala bertahan atau bila ada keraguan apapun mintalah pertolongan medis. Beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai pertolongan pertama pada kecelakaan adalah sebagai berikut:6
21
- Cek tanda vital : Jika pasien tidak sadar, pertahankan jalan nafas. Jika pernafasan terhenti beri oksigen atau nafas buatan dan lakukan resusitasi. Kemudian segera hubungi dokter/rumah sakit terdekat. - Setelah terhirup uap: Pindahkan ke tempat berudara segar dan hirup udara segar. Bila pernapasan tidak teratur atau berhenti, berikan pernapasan buatan dan segera hubungi dokter. - Bila terjadi kontak kulit: Tanggalkan segera semua pakaian dan sepatu yang terkontaminasi. Bilaslah kulit dengan air mengalir atau pancuran air ( selama 15 menit ). Setelah itu cuci pakaian yang tercemar. Jika iritasi kulit berlanjut, segera hubungi dokter. - Setelah kontak pada mata: bilaslah dengan air mengalir selama sekitar 15 menit. Jika iritasi berlanjut, segera hubungi dokter mata. - Setelah tertelan: Bilas mulut dengan air. Dan beri banyak minum. perhatian jika korban muntah, jangan dibiarkan risiko pengeluaran jika kondisi tidak sadar, dan pertahankan agar aliran udara tetap bebas. Kerusakan paru-paru mungkin terjadi setelah pengeluaran atau muntah.
2.3.7
Pencegahan Berikut ini pencegahan pada penyakit akibat kerja, yaitu:7 1. Penyuluhan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pendidikan kesehatan mengenai asam fosfor 2. Penggunaan APD seperti baju,sarung tangan, masker dan sepatu boot agar terhindar terkena asam fosfor 3. Penggunaan kacamata/goggle agar mata tidak terkena asam fosfor 4.
Menyediakan, memakai dan merawat APD
5. Menetapkan prosedur kerja secara aman untuk mengurangi risiko lebih lanjut
22
2.3.8
Kegunaan Asam Fosfor 1. Fosfor sangat penting dan dibutuhkan oleh mahluk hidup tanpa adanya fosfor tidak mungkin ada organik fosfor di dalam Adenosin trifosfat (ATP) Asam Dioksiribo nukleat (DNA) dan Asam Ribonukleat (ARN) mikroorganisme membutuhkan fosfor untuk membentuk fosfor anorganik dan akan mengubahnya menjadi organik fosfor yang dibutuhkan untuk menjadi organik fosfor yang dibutuhkan, untuk metabolisme karbohidrat, lemak, dan asam nukleat. 2.
Kegunaan fosfor yang terpenting adalah dalam pembuatan pupuk, bahan korek api, kembang api, pestisida, odol, dan deterjen.
3.
Kegunaan fosfor yang paling umum ialah pada ragaan tabung sinar katoda (CRT) dan lampu fluoresen, sementara fosfor dapat ditemukan pula pada berbagai jenis mainan yang dapat berpendar dalam gelap (glow in the dark ).
4.
Asam fosfor yang mengandung 70% –75% P2O5, telah menjadi bahan penting pertanian dan produksi tani lainnya.
5.
Fosfor juga digunakan dalam memproduksi baja, perunggu fosfor, dan produk-produk lainnya. Trisodium fosfat sangat penting sebagai agen pembersih, sebagai pelunak air, dan untuk menjaga korosi pipa-pipa.
6. Fosfor juga merupakan bahan penting bagi sel-sel protoplasma, jaringan saraf dan tulang. 7. Bahan tambahan dalam deterjen, bahan pembersih lantai dan insektisida. 8. Fosfor merupakan bahan makanan utama yang digunakan oleh semua organisme untuk energi dan pertumbuhan.
2.3.9
Dampak Asam Fosfor Penyalahgunan fosfor menjadi Bom yang sangat mengerikan. Fosfor bom
memiliki sifat utama membakar. Zat fosfor biasanya akan menempel di kulit, paru-paru, dan usus para korban selama bertahun-tahun, terus membakar dan menghanguskan serta menyebabkan nyeri berkepanjangan. Ketika fosfor putih
23
ditembakan atau dibakar udara maka akan bereaksi dengan oksigen membentuk fosfor pentaoksida (P2O5). Walaupun fosfor berbahaya namun yang paling berbahaya yaitu terletak pada proses pembakaran fosfor dan hasil pembakaran fosfor bukan pada ledakannya.
2.4 Asam Kromat 2.4.1
Definisi Asam kromat (H2CrO4) adalah larutan yang dibuat dengan cara mengasamkan larutan yang mengandung ion kromat atau dikromat. Larutan asam yang biasa digunakan adalah larutan asam sulfat pekat (H2SO4). Nama lain dari asam kromat adalah chromium trioxide, chromic anhydride, atau chromium (VI) oxide.
Asam kromat berwarna merah
gelap, dan biasanya hadir dalam bentuk padat atau bubuk, dan juga tidak berbau.(4) Tabel 1. Sifat fisik Asam Kromat Bentuk Padat Warna
Merah gelap hingga keunguan
Bau
Tidak berbau
pH
< 1.0 (50g/l aq. sol.)
Tabel 2. Karakteristik Asam Kromat Titik lebur
197 °C (387 °F; 470 K)
Titik didih
250 °C (482 °F; 523 K)
Suhu dekomposisi
250 °C (482 °F; 523 K)
Densitas
1.201 g cm-3
Kelarutan dalam air 169 g/100 mL
2.4.2 Epidemiologi Banyaknya industri yang menggunakan bahan baku kromium, seperti industri pengelasan stainless steel, produksi kromat, pelapisan krom
dan
industri
zat
pewarna
krom
membuat
meningkatnya
24
kemungkinan paparan pekerja dengan Cr(VI). Hal ini menimbulkan efek risiko paparan terhadap krom meningkat. Sekitar 175.000 pekerja berisiko terpapar oleh Cr(VI) di tempat kerja secara berulang dan dalam waktu yang cukup lama.(1) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR) di Tokyo, Jepang, melaporkan tingginya angka keluhan subjektif dari iritasi hidung. Dalam penelitian lain yang serupa, debu kromat dan asap kromium trioksida dilaporkan menyebabkan terjadi asma pada pekerja pabrik pelapisan kromium, pengelasan dan pabrik yang memproduksi ferrokromium.(5) Terdapat sebuah studi kohort yang dilakukan pada 2689 sampel (terdiri dari 1288 orang laki-laki dan 1401 orang perempuan) pekerja pabrik pelapisan krom yang telah bekerja setidaknya selama 6 bulan pada pabrik di Inggris memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami beberapa jenis kanker.(2)
2.4.3
Kegunaan Asam Kromat Dalam industri, asam kromat biasa digunakan sebagai senyawa intermediet dalam chromium plating, bahan untuk kaca berwarna, pembersih logan, bahan kimia untuk tinta dan cat serta pada industri pengelasan stainless steel.
2.4.4
Patogenesis Terdapat 2 buah bentuk oksidan dari asam kromat, yaitu Cr(VI) atau kromium heksavalen, dan Cr(III) atau kromium trivalen. Cr(III) dalam dosis rendah dibutuhkan oleh tubuh untuk memenuhi kebutuhan mikronutrien tubuh, sedangkan Cr(VI) memiliki toksisitas 1000 kali dari Cr(III).(5) Paparan kromium pada tubuh manusia dapat melalui inhalasi, oral, maupun lewat kulit.(6) Pekerja di inustri, terutama terpapar Cr(VI) melalui
25
inhalasi aerosol dan berada pada risiko terbesar menderita efek kesehatan yang merugikan.(7) Paparan tunggal terhadap senyawa Cr(VI) dapat menyebabkan timbulnya iritasi dan inflamasi pada mukosa hidung dan saluran pernafasan, iritasi kulit, luka bakar apabila kulit berkontak langsung dengan asam kromat, ulkus, kerusakan pada mata apabila terkena percikan dari asam kromat. Pada pekerja yang sering terpapar asam kromat maupun kromium dalam waktu yang lama dapat timbul ulkus ada hidung, radang paru-paru, reaksi alergi pada kulit maupun saluran pernapasan, gangguan ginjal dan hati, perubahan hematologis maupun kanker paru.(5,7) Akibat yang ditimbulakan dari paparan secara oral adalah timbulnya ulkus pada mulut, gangguan pencernaan, acute tubular necrosis, muntah, nyeri perut, gagal ginjal akut, dan kerusakan pada gigi.(8)
2.4.5
Bahaya Asam Kromat terhadap Kesehatan Paparan Cr(VI) pada saluran pernapasan dapat menimbulkan iritasi pada mukosa hidung, tenggorokan dan paru-paru. Gejala yang dapat timbul seperti hidung berair, bersin, batuk-batuk, gatal dan sensasi terbakar. Pada paparan yang berulang atau lama dapat menimbulkan keluhan nyeri pada area hidung yang dapat juga disertai dengan mimisan. Apabila kerusakan yang timbul cukup parah, dapat timbul perforasi dari septum nasi. Paparan zat kromium akibat kerja biasanya merupakan campuran antara Cr(VI) dan Cr(III) yang dapat mengakibatkan iritasi saluran pernapasan, obstruksi saluran napas, kanker hidung, sinus maupun paru.(5) Cr(VI) tidak hanya memiliki sifat iritasi yang kuat terhadap kulit, tetapi juga bersifat korosif. Jika berkontak dengan bagian kulit yang luka akan menimbulkan terjadinya ulkus yang merupakan luka kulit kecil dengan batas bulat. Ulkus dapat menembus jauh ke dalam jaringan lunak atau timbul infeksi sekunder. Luka ini dapat sembuh secara perlahan dan meninggalkan bekas luka. Beberapa pekerja sering mengeluhkan adanya
26
reaksi kulit alergi yang disebut dermatitis kontak alergi. Reaksi alergi ini biasa terjadi pada pekerja yang sering berkontak dengan cairan maupun padatan yang mengandung Cr(VI). Dermaitis kontak alergi ini akan semakin parah dengan paparan berulang kulit dengan Cr(VI). Pada toksisitas akut akibat Cr(VI) yang masuk ke tubuh melalui kulit, akan timbul luka bakar yang terjadi akibat reaksi nekrosis koagulatif.(5) Kontak antara Cr(VI) dengan mata dapat menimbulkan terjadinya pandangan menjadi buram, kemerahan, nyeri dan dapat terjadi ulserasi pada mukosa mata. Kontak langsung antara asam kromat dan debu chromium trioxide dapat menimbulkan kerusakan mata yang permanen.(5) Efek gastrointestinal dari pajanan Cr(VI) adalah timbulnya keluhan nyeri perut atau nyeri substernal, muntah, iritasi dan ulserasi mukosa gastrointestinal, serta dapat timbul perdarahan saluran cerna jika jumlah asa kromat yang ditelan dalan jumlah yang banyak. Paparan kromium secara oral juga dapat menimbulkan efek buruk bagi ginjal dan hati. Efek pada fungsi ginjal yang sering ditimbulkan adalah acute tubular necrosis dan gagal ginjak kronik. Acute tubular necrosis sering ditemukan terjadi pada pekerja yang sering terpapar dengan kromium. Selain itu, pada kasus toksisitas akut dapat timbul hepatomegali dan gagal hati.(5)
2.4.6
Penegakan diagnosis Secara teknis penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan cara berikut: (9) 1. Tentukan diagnosis klinis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang 2. Tentukan ada tidaknya pajanan terhadap faktor risiko melalui anamnesis mengenai riwayat pekerjaan yang mencakup: kapan pertama kali bekerja, sudah berapa lama bekerja, apa yang dikerjakan, bahan yang digunaan saat bekerja, informasi bahan yang digunakan, barang yang diproduksi, jenis bahaya yang ada, jumlah pajanan, kapan gejala mulai timbul, kejadian yang dialami selama bekerja, kejadian serupa yang dialami oleh pekerja lain, pemakaian alat pelindung diri,
27
pekerjaan lain yang dilakukan, kebiasaan seperti merokok atau mengkonsumsi alkohol. 3. Membandingkan gejala penyakit sewaktu bekerja dan dalam keadaan tidak bekerja
d. Pada saat bekerja maka gejala timbul atau menjadi lebih berat, tetapi pada saat tidak bekerja atau istirahat maka gejala berkurang atau hilang e. Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja f. Informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesis atau dari data penyakit di perusahaan 4. Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan catatan: d. Tanda dan gejala yang muncul mungkin tidak spesifik e. Pemeriksaan laboratorium penunjang membantu diagnostik klinis f. Dugaan adanya penyakit akibat kerja dilakukan juga melalui pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis 5. Pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis d. Pemeriksaan spirometri dan rontgen paru e. Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah atau urin 6. Pemeriksaan atau pengujian lingkungan kerja atau data hygiene perusahaan yang memerlukan: d. Pengenalan secara langsung sistem kerja, intensitas dan lama pemajanan e. Kerja sama dengan tenaga ahli hygiene perusahaan f. Kemampuan mengevaluasi faktor fisik dan kimia berdasarkan data yang ada
2.4.7
Tatalaksana Beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai pertolongan pertama pada
kecelakaan kerja akibat asam kromat adalah sebagai berikut: (4)
28
a. Setelah kontak dengan mata : Basuh mata dengan air mengalir setidaknya selama 15 menit, sambil sesekali mengangkat kelopak mata atas dan bawah. Setelah itu, mintalah bantuan pada petugas medis untuk pemeriksaan lebih lanjut. b. Setelah kontak dengan kulit : Bilas kulit dengan air mengalir selama setidaknya 15 menit sambil melepaskan pakaian dan sepatu yang terkontaminasi. Cuci pakaian sebelum digunakan kembali. Mintalah pertologan kepada petugas medis. c. Setelah tertelan : Apabila tertelan asam kromat, jangan dimuntahkan kecuari diarahkan untuk melakukannya oleh petugas medis. Jangan pernah memberikan apapun melalui mulut orang yang tidak sadar. Mintalah pertolongan kepada petugas medis. d. Setelah terhirup uap atau bubuk: Pindahkan pasien dari tempat kejadian ke tempat yang tidak terkontaminasi. Jika tidak bernapas, berikan bantuan napas buatan. Jika sulit bernapas, berikan oksigen. Dilarang melakukan resusitasi dari mulut ke mulut.
2.4.8
Pencegahan Penerapan konsep lima tingkat pencegahan penyakit pada penyakit akibat kerja, yaitu: (9) 1. Promosi
kesehatan
(health
promotion),
dengan
melakukan
penyuluhan kesehatan dan keselamatan kerja (K3), pendidikan kesehatan, penyuluhan mengenai jenis-jenis penyakit akibat kerja yang dapat dialami oleh pekerja dan cara mencegahnya. 2. Perlindungan khusus (specific protection), seperti dengan cara meningkatkan proteksi terhadap bahaya dan kecelakaan kerja dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti helm, kacamata kerja, masker, penutup telinga (ear muff dan ear plug) baju tahan panas, sarung tangan, dan sebagainya 3. Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan segera serta pembatasan titik-titik lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi
29
4. Membatasi kemungkinan cacat (disability limitation), seperti memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara komprehensif, mengobati tenaga kerja secara sempurna, dan pendidikan kesehatan. 5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation), seperti rehabilitasi dan mempekerjakan kembali para pekerja yang menderita disabilitas dan mencoba menempatkan di jabatan dan pekerjaan yang sesuai Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk para pekerjanya adalah sebagai berikut: (10) a. Menyediakan ventilasi
yang memadai untuk mempertahankan
konsentrasi Cr di udara tempat kerja tetap rendah b. Menyediakan APD yang memadai bagi pekerjanya, seperti kacamata kerja, sarung tangan, baju tahan panas, penutup wajah, dan masker. c. Segera cuci pakaian yang telah terkontaminasi dengan produk.
2.5
Asam Sulfat
2.5.1
Definisi Asam sulfat mempunyai rumus kimia H2SO4 merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan dan merupakan salah satu produk utama industri kimia. Kegunaan utamanya termasuk pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan air limbah dan pengilangan minyak. Asam sulfat murni yang tidak diencerkan tidak dapat ditemukan secara alami di bumi oleh karena sifatnya yang higroskopis. Asam sulfat juga digunakan dalam jumlah yang besar oleh industri besi dan baja untuk menghilangkan oksidasi, karat, dan kerak air sebelum dijual ke industri otomobil. Selain itu asam sulfat juga digunakan untuk pembuatan zat warna, obat-obatan, plastik, baterai, dan bahan peledak.(1)
2.5.2
Etiologi
30
Asam sulfat berbentuk cairan kental berminyak, tidak berwarna, tidak berbau, bersifat higroskopis, rumus molekul H2SO4, berat molekul 98,08 9/mol, titik lebur/titik beku 10,5 °C (anhidrat) atau -35 °C (-31 °F) menjadi 10,36 °C (93% sampai 100% kemurnian), titik didih 290 °C atau 270 °C (518 °F) - 340 °C terurai di 340 °C, tekanan uap 1,33 hPa pada 145,8 °C, Kerapatan uap 3.4 (udara = 1), berat jenis relatif 1,84 g/cm3 pada 25 °C, kelarutan: mudah larut dalam air dingin, dan larut dalam etil alkohol.(2-6) Asam sulfat terutama dihasilkan melalui reaksi katalitik sulfur dioksida dengan oksigen untuk menghasilkan sulfur trioksida, selanjutnya dilarutkan dalam air untuk menghasilkan asam sulfat pekat (lebih dari 99% murni).(7) Dekomposisi termal menjadi sulfur trioksida dan air terjadi pada 340 ° C.
2.5.3
Kegunaan Asam sulfat digunakan dalam industri, seperti pupuk, bahan peledak,
pemurnian minyak bumi, penambangan dan metalurgi, pengolahan bijih, pemurnian alumina (untuk kerak), bahan kimia anorganik dan pigmen, bahan kimia organik, karet sintetis dan plastik, pulp dan kertas, sabun dan deterjen , pengolahan air, serat dan film selulosa, dan pigmen dan cat anorganik. Penggunaan asam sulfat menurun di beberapa industri. Ada kecenderungan dalam industri baja untuk menggunakan asam klorida, asam sulfat dalam pengawetan, dan asam hidrofluorik telah menggantikan asam sulfat untuk beberapa kegunaan dalam industri perminyakan. Produk konsumen utama yang mengandung asam sulfat adalah baterai timbal-asam. Namun, ini menyumbang sebagian kecil dari keseluruhan penggunaan.(8) Asam sulfat adalah salah satu bahan kimia industri yang paling banyak digunakan, tetapi sebagian besar digunakan sebagai reagen daripada bahan. Oleh karena itu, sebagian besar asam sulfat yang digunakan berakhir sebagai asam yang dihabiskan atau limbah sulfat. Tingkat kemurnian yang tepat diperlukan untuk digunakan dalam baterai penyimpanan dan untuk industri rayon, pewarna, dan farmasi. Asam sulfat yang digunakan dalam industri baja, kimia, dan pupuk memiliki persyaratan kemurnian yang lebih rendah.(8)
31
Industri besar dengan paparan kabut asam anorganik yang kuat meliputi industri yang memproduksi pupuk fosfat, isopropanol (isopropil alkohol), etanol sintetik (etil alkohol), asam sulfat, asam nitrat, dan baterai timbal-asam. Eksposur juga terjadi selama peleburan tembaga, dan pengawetan serta perlakuan asam lainnya dari logam seperti pembersihan logam dan pelapisan logam, dan larutan logam sulfat dan asam sulfat digunakan dalam electrowinning logam.
2.5.4
Patofisiologi Dan Gejala Asam sulfat sangat larut dalam air dan mudah diserap dari saluran
pernapasan atas setelah paparan inhalasi. Dalam kondisi hangat dan lembab dari saluran pernapasan bagian atas manusia, ada kemungkinan akan ada peningkatan ukuran partikel aerosol inhalasi, karena sifat higroskopis H2SO4. Tetesan yang lebih besar (10-15 μm) tersimpan dalam hidung dan tetesan yang lebih kecil (1-10 μm) akan mencapai lebih dalam di saluran pernapasan (laring, trakea, dan bronkus). Setelah diserap, ion sulfat yang terbentuk menjadi tidak dapat dibedakan dari sulfat yang berasal dari sumber makanan. (7)
2.5.5
Rute Paparan
Paparan Jangka Pendek 1. Terhirup (2,3,4,6) Kontak dengan uap atau kabut dari larutan terkonsentrasi dapat menyebabkan batuk, perasaan terbakar di tenggorokan, perasaan tersedak, peradangan dan ulserasi dari mukosa hidung, tenggorokan dan laring. Menghirup kabut semprotan dapat menghasilkan iritasi yang parah pada saluran pernapasan, ditandai dengan batuk, tersedak, atau napas pendek. 2. Kontak Dengan Kulit (2,3,4,6) Kontak dengan kulit dapat menyebabkan iritasi yang serius dan dalam beberapa kasus luka bakar yang parah. Sering kontak dengan
32
asam yang relatif encer (cair atau kabut) dapat menyebabkan dermatitis. 3. Kontak Dengan Mata (2,3,4,6) Kontak dengan mata dapat menyebabkan luka korosif mulai dari penurunan
ketajaman
visual
sampai
kehilangan
penglihatan
permanen tergantung pada asam yang terpapar, konsentrasi dan tingkat paparan. Peradangan pada mata dapat ditandai dengan kemerahan, berair dan gatal-gatal. 4. Tertelan (2,3,6) Bila tertelan dapat menyebabkan muntah, disfagia, drooling (mengiler/keluar air liur), ketidaknyamanan orofaringeal dan nyeri perut. Komplikasi akut termasuk aspirasi pneumonia, luka bakar pada epiglottis dan pita suara, obstruksi laring, perforasi lambung dengan mediastinum atau peritoneal abses, dan sepsis. Setelah terlihat kemajuan kemungkinan dalam 2 sampai 3 hari pasien mengalami nyeri mendadak di perut atau dada dan shock, hal ini menunjukkan perforasi lambung. Pada kasus tertelan asam yang parah, risiko tertinggi pada perforasi dalam 72 jam pertama, namun perforasi lambat dapat terjadi sampai sekitar 2 minggu setelah mengkonsumsi. Paparan Jangka Panjang 1. Terhirup (4,6) Dalam kasus yang lebih parah dapat terjadi spasme (kekejangan) pada laring, epistaksis, gingivitis dan gastritis. Inhalasi yang parah dapat menyebabkan pneumonitis kimia dengan edema paru, yang memungkinkan terjadi saat onset tertunda. Jumlah paparan yang tinggi dapat mengakibatkan kematian.
2. Kontak Dengan Kulit (6) Kontak yang sering bahkan dengan asam yang relatif encer (cairan atau kabut) dapat mengakibatkan dermatitis.
3. Kontak Dengan Mata (6)
33
Dapat menyebabkan kehilangan penglihatan permanen tergantung pada asam yang terpapar, konsentrasi dan tingkat paparan.
4. Tertelan (6) Obstruksi pilorus adalah efek jangka panjang yang paling umum terjadi. 2.5.6
Mekanisme Toksisitas Informasi penting tersedia mengenai efek akut paparan asam sulfat.
Sejumlah laporan kasus manusia tersedia di mana paparan inhalasi tunggal untuk kabut H2SO4 telah dikaitkan dengan mata lokal dan iritasi saluran pernapasan, dan penghitam gigi.(7) Kekhawatiran tentang toksisitas asam sulfat di atmosfer tempat kerja difokuskan pada potensinya, sebagai aerosol yang dihirup, untuk memberikan efek lokal pada saluran pernapasan, sebagai konsekuensi dari pH rendah. Efek tersebut dapat dimanifestasikan sebagai iritasi sensorik dari ujung saraf, peradangan akut atau jangka panjang di berbagai situs sepanjang epitel saluran pernapasan, dan pada akhirnya kemungkinan pembentukan tumor di saluran pernapasan, diyakini sebagai konsekuensi dari peradangan jaringan yang berkelanjutan. dan proses perbaikan. Data karsinogenisitas manusia dan temuan studi inhalasi 28 hari baru-baru ini pada tikus menunjukkan bahwa laring adalah tempat yang menjadi perhatian khusus, terkait dengan peradangan epitel, kerusakan, dan akhirnya kanker.(7) Hasil penelitian inhalasi pada tikus (menggunakan aerosol asam sulfat 50%) memberikan bukti sedikit perubahan dalam epitel laring pada konsentrasi terendah yang diuji, 0,3 mg/ m3. Studi eksperimental lain dalam berbagai spesies hewan menunjukkan pernapasan efek saluran pada paparan berulang pada konsentrasi sekitar 0,3 mg/ m3, dengan kemungkinan efek dari beberapa signifikansi kesehatan bahkan pada konsentrasi turun menjadi sekitar 0,1
mg /m3.
Memperhatikan keseluruhan
basis
data, dan dengan
memperhatikan potensi karsinogenisitas manusia, SCOEL menyimpulkan bahwa paparan jangka panjang harus dijaga di bawah 0,1 mg / m3 untuk
34
memberikan jaminan yang cukup terhadap penghindaran kemungkinan konsekuensi yang merugikan untuk epitel saluran pernapasan. Karenanya SCOEL merekomendasikan batas 8 jam TWA 0,05 mg / m3 untuk memenuhi persyaratan ini.
2.5.7
Stabilisasi Dan Reaktivitas
1. Reaktivitas (6) Dapat bereaksi dengan memancarkan panas jika kontak dengan air. Reaksi yang timbul jika asam sulfat bercampur dengan :
Asetaldehid : terpolimerisasi oleh asam pekat
Anhidrid asetat : suhu dan tekanan meningkat dalam wadah tertutup
Aseton + asam nitrat : terdekomposisi
Aseton + Kalium dikromat : menimbulkan percikan api
Aseton + sianhidrin : tekanan meningkat dengan kemungkinan ledakan
Alkohol : reaksi eksoterm dan kontraksi volume (memuai)
Alkohol dan hidrogen peroksida : dapat terjadi ledakan
Alil alkohol : suhu dan tekanan meningkat dalam wadah tertutup
Alil klorida : polimerisasi
Alkil nitrat : dapat menyebabkan reaksi
2-aminoetanol : suhu dan tekanan meningkat dalam wadah tertutup
Amonium hidroksida : suhu dan tekanan meningkat dalam wadah
tertutup
35
Amonium besi (III) sulfat dodekahidrat : reaksi eksoterm pada
pemanasan
Amonium triperkromat : menimbulkan api atau bahaya ledakan
Basa : bereaksi kuat
Benzil alkohol : dapat menimbulkan ledakan dan terdekomposisi pada
suhu 1800C
Bromat + logam : dapat menimbulkan percikan api
2. Kondisi yang Harus Di Hindari (4) Panas berlebih, bahan yang mudah terbakar, bahan organik, udara lembab atau air, oksidasi, amina, basa. Selalu tambahkan asam ke air, tidak pernah sebaliknya.
2.5.8 Tatalaksana Pertolongan Pertama Pada Korban Keracunan 1. Terhirup (2-5) Pindahkan korban ke tempat berudara segar. Longgarkan pakaian yang melekat seperti kerah, dasi, ikat pinggang. Berikan pernapasan buatan jika dibutuhkan. Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat. 2. Kontak dengan Kulit (2-5) Segera tanggalkan pakaian, perhiasan, dan sepatu yang terkontaminasi. Cuci kulit, kuku, dan rambut menggunakan sabun dan air yang banyak sampai dipastikan tidak ada bahan kimia yang tertinggal, sekurangnya selama 15-20 menit. Bila perlu segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat. 3. Kontak dengan Mata (2-5) Segera cuci mata dengan air yang banyak, sekurangnya selama 15-20 menit dengan sesekali membuka kelopak mata bagian atas dan bawah sampai
36
dipastikan tidak ada lagi bahan kimia yang tertinggal. Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitass kesehatan terdekat. 4. Tertelan (2-5) Segera bilas mulut dengan air. Jangan merangsang muntah. Jangan pernah memberikan apapun melalui mulut kepada orang yang tidak sadar. Lepaskan pakaian yang ketat seperti kerah, dasi atau ikat pinggang. Jangan memberikan cairan secara oral. Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat. Penatalaksanaan Pada Korban Keracunan 1. Resusitasi dan Stabilisasi (9) a. Penatalaksanaan jalan napas, yaitu membebaskan jalan napas untuk menjamin pertukaran udara.
b. Penatalaksanaan fungsi pernapasan untuk memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernapasan buatan untuk menjamin cukupnya kebutuhan oksigen dan pengeluaran karbon dioksida.
c. Penatalaksanaan sirkulasi, bertujuan mengembalikan fungsi sirkulasi darah. 2. Dekontaminasi 1. Dekontaminasi Mata (9)
Posisi pasien duduk atau berbaring dengan kepala tengadah dan miring ke sisi mata yang terkena atau terburuk kondisinya.
Secara perlahan, bukalah kelopak mata yang terkena dan cuci dengan sejumlah air bersih dingin atau larutan NaCl 0,9% diguyur perlahan selama 15-20 menit atau sekurangnya satu liter untuk setiap mata.
Hindarkan bekas air cucian mengenai wajah atau mata lainnya.
Jika masih belum yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit.
Jangan biarkan pasien menggosok matanya.
37
Tutuplah mata dengan kain kassa steril dan segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat dan konsul ke dokter mata.
b. Dekontaminasi Kulit (termasuk rambut dan kuku) (9)
Bawa segera pasien ke pancuran terdekat.
Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir yang
dingin atau hangat serta sabun minimal 10 menit.
Jika tidak ada air, sekalah kulit dan rambut pasien dengan kain
atau kertas secara lembut. Jangan digosok.
Lepaskan pakaian, arloji, dan sepatu yang terkontaminasi atau
muntahannya dan buanglah dalam wadah/plastik tertutup.
Penolong perlu dilindungi dari percikan, misalnya dengan menggunakan sarung tangan, masker hidung, dan apron. Hati- hati untuk tidak menghirupnya.
Keringkan dengan handuk yang kering dan lembut.
c. Dekontaminasi Gastrointestinal (6)
Dekontaminasi tidak dianjurkan.
Segera bilas agar bahan keluar dari mulut dengan air. Cairan
melalui mulut (oral) harus dihindari karena risiko muntah, dengan risiko membantu aspirasi dan terpapar ulang dari kerongkongan ke zat korosif ini.
Aspirasi nasogastrik, lavage lambung, dan irigasi seluruh usus merupakan kontraindikasi. Tidak ada manfaat yang telah dibuktikan dari prosedur ini, dan ada risiko yang signifikan dari perforasi selama intubasi lambung.
3. Antidotum (6)
Tidak ada antidotum khusus untuk pengobatan keracunan ini. Pengobatan didasarkan pada perawatan simptomatik dan suportif.
38
2.5.9
Batas Paparan Dan Pelindung Diri
1. Ventilasi (2,3,4) Sediakan sistem ventilasi penghisap udara setempat. Sediakan ventilasi
yang memadai di tempat penyimpanan atau ruangan tertutup. 2. Perlindungan Mata (4) Kacamata pengaman dengan pelindung bagian sisi wajah atau kenakan penutup seluruh wajah jika ada kemungkinan terpercik bahan kimia. Sediakan kran pencuci mata darurat serta semprotan air deras dekat dengan tempat kerja. 3. Pakaian (4) Kenakan pakaian pelindung yang tahan bahan kimia. Perlindungan tubuh disesuaikan dengan aktivitas serta kemungkinan terjadinya paparan, misalnya pelindung kepala, apron, sepatu boot, pakaian yang tahan bahan kimia. 4. Sarung Tangan (4) Sarung tangan yang tahan bahan kimia. Sarung tangan pelindung yang dipilih harus memenuhi spesifikasi standar EU Directive 89/686/EEC dan 374 EN. 5. Respirator (4) Kenakan pelindung pernapasan jika ventilasi tidak memadai. Kenakan respirator partikel/ uap organik yang direkomendasikan NIOSH (atau yang setara).
2.6 Asam Nitrat 2.6.1
Definisi Asam Nitrat (HNO3) atau yang biasa dikenal sebagai aqua fortis adalah
suatu zat yang bersifat asam kuat, sangat korosif, tidak berwarna, beracun, dan dapat menyebabkan luka bakar.. Hal ini terutama digunakan dalam pembuatan amonium nitrat (NH4NO3) untuk pupuk. Selain itu asam juga digunakan untuk pembuatan bahan peledak (seperti nitrogliserin), nitrocotton atau guncotton,
39
plastik, dan pewarna. Asam nitrat pertama kali disintesis sekitar 800 M oleh alkimiawan Jabir ibnu Hayyan yang juga menemukan distilasi modern dan proses kimiawi dasar lainnya yang masih digunakan sekarang ini.1 Asam nitrat murni (100 %) merupakan cairan tak berwarna dengan berat jenis 1.522 kg / m³. Asam nitrat akan membeku pada suhu - 42 °C, membentuk kristal - kristal putih, dan mendidih pada 83 °C. Ketika mendidih pada suhu kamar, terdapat dekomposisi sebagian dengan pembentukan nitrogen dioksida sesudah reaksi yang berarti bahwa asam nitrat anhidrat sebaiknya disimpan di bawah 0 °C untuk menghindari penguraian. Asam nitrat bercampur dengan air dalam berbagai proporsi dan distilasi menghasilkan azeotrop dengan konsentrasi 68 % HNO3 dan titik didih 120,5 °C pada 1 atm.8 Tabel 1. Sifat Fisik Asam Nitrat1 Bentuk Cair Warna
Tidak berwarna
Bau
Berbau Kuat
pH
1.0
Tabel 2. Karakteristik Asam Nitrat1 Titik lebur
-41,59°C
Titik didih/rentang didih 121 °C Berat Jenis
1,408
Tekanan Uap (mmHg)
6.8
Kelarutan dalam air
20°C
Dalam pengunaan sehari-hari, asam nitrat memiliki beberapa Manfaat dari asam nitrat sendiri yaitu : a. Sebagai nitrating agent, oxidazing agent, pelarut, katalis dan hydrolyzing agent. b. Sebagai bahan baku industri syntetic fibre dan industri plastik. c. Di laboratorium digunakan sebagai pelarut bijih mineral atau sebagai pengoksidasi (pengabuan basah).
40
d. Dalam aneka industri, HNO3 encer untuk membuat pupuk buatan {NaNO3, Ca(NO3)2}. Sebagai oksidator dalam pembuatan asam sulfat (cara bilik-asam Glover).7 2.6.2
Epidemiologi Asam Nitrat pada dasarnya adalah zat yang jarang ditemukan pada rumah
tangga, asam nitrat lebih sering dijumpai pada sektor industri. Menurut data Pelaporan Peters et al, dari 12 kelompok yang terpapar asam nitrat ditemukan peningkatan prevalensi penyakit paru-paru. Ada kemungkinan terpaparnya pekerjaan terhadap Asam Nitrat melalui inhalasi di tempat-tempat di mana zat tersebut diproduksi atau disimpan.1
2.6.3
Patogenesis Asam nitrat adalah agen oksidasi tidak berwarna yang bisa menjadi potensi sebagai peledak ketika kontak dengan senyawa tertentu. Asam Nitrat dapat memiliki dua bentuk utama yakni bentuk uap dan cair. Batas paparan untuk manusia adalah 1.6 ppm (4,13 mg/m3). Asam nitrat juga bersifat sangat korosif sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada kulit serta bagian lain, tergantung dari cara masuknya asam nitrat tersebut, antara lain: 1. Ketika dihirup, uap dari asap asam nitrat dapat menyebabkan kesulitan bernafas. Bahkan jika ada pemaparan, bahkan bisa mendapatkan edema paru-paru dan berakibat sangat fatal. Iritasi tenggorokan, hidung dan saluran pernapasan, dapat menyebabkan rasa tersedak dan batuk yang merupakan indikasi yang jelas bahwa seseorang tersebut telah menghirup uap asam nitrat. 2. Ketika tertelan, dapat menyebabkan efek langsung seperti sensasi menyakitkan dan rasa terbakar dalam saluran pencernaan seperti mulut, tenggorokan, kerongkongan, dan saluran pencernaan lainnya. Pada beberapa kasus dilaporkan adanya syok akibat hipotensi secara mendadak.
41
3. Kontak pada kulit
juga dapat menyebabkan luka bakar,
kemerahan, nyeri dan bahkan ulkus jika tidak ditangani secara cepat. 4. Luka
bakar
dan
kerusakan
permanen
pada
mata
juga
memungkinkan jika asam nitrat masuk ke mata. Demikian juga uap yang dapat menyebabkan iritasi mata.3 2.6.4
Gejala klinis Pada gejala paparan terhadap Asam Nitrat, gejala umum yang sering terjadi adalah Dispnoe, wheezing, batuk, palpitasi, dan nyeri dada. Namun tidak menutup kemungkinan adanya gejala-gejala lain seperti pusing dan rasa mual-muntah dapat terjadi tergantung dari durasi paparan. Gejala tersebut dapat terjadi dalam beberapa menit hingga beberapa jam dan bertahan hingga beberapa minggu. Gejala laten dapat muncul hingga 1 jam setelah paparan dan biasanya berkaitan dengan laringospasm dan bronchospasm. Gejala klinis lainnya menunjukkan adanya kasus klinis yang parah seperti pneumonitis kimiawi, edema paru, dan kegagalan pernafasan.4 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lehmann et al, seseorang mulai dapat mengalami gejala klinis yang berarti setelah terpapar asam nitrat sebesar 158 ppm (408 mg/m3) selama 10 menit. Kemudian akan mengalami batuk-batuk, rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan, lakrimasi, sekresi mukus berlebih pada hidung, rasa tercekik, nyeri kepala, pusing, dan muntah-muntah.7,8
2.6.5
Penegakan diagnosis
Penegakan diagnosis pada kejadian paparan Asam Nitrat dapat dilakukan dengan cara berikut ini:7
Tentukan diagnosis klinis dengan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik diagnostik dan pemeriksaan penunjang.
Tentukan pajanan terhadap faktor risiko dengan melakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaan secara cermat dan teliti yang mencakup: kapan
42
pertama kali bekerja, sudah berapa lama bekerja, apa yang dikerjakan, bahan yang digunakan, informasi bahan yang digunakan (Material Safety Data Sheet/MSDS), bahan yang diproduksi, jenis bahaya yang ada, jumlah pajanan, kapan mulai timbul gejala, kejadian sama pada pekerja lain, pemakaian alat pelindung diri, cara melakukan pekerjan, pekerjaan lain yang dilakukan, kegemaran (hobi) dan kebiasaan lain (merokok, alkohol)
Membandingkan gejala penyakit sewaktu bekerja dan dalam keadaan tidak bekerja
Pada saat bekerja maka gejala timbul atau menjadi lebih berat, tetapi pada saat tidak bekerja atau istirahat maka gejala berkurang atau hilang
Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja
Informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesis atau dari data penyakit di perusahaan
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan catatan:
Tanda dan gejala yang muncul mungkin tidak spesifik
Pemeriksaan laboratorium penunjang membantu diagnostik klinis
Dugaan adanya penyakit akibat kerja dilakukan juga melalui pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis
Pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis
Pemeriksaan spirometri dan rontgen paru
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan CT Scan Thoraks
Pemeriksaan atau pengujian lingkungan kerja atau data hygiene perusahaan yang memerlukan:
Pengenalan secara langsung sistem kerja, intensitas dan lama pemajanan
Kerja sama dengan tenaga ahli hygiene perusahaan
Kemampuan mengevaluasi faktor fisik dan kimia berdasarkan data yang ada
Konsultasi keahlian medis dan keahlian lain
43
2.6.6 Tatalaksana Pada paparan terhadap asam nitrat dapat dilakukan beberapa tindakan tatalaksana, seperti : Apabila menghirup uap asam nitrat, segera pindahkan ke tempat berudara segar dan hirup udara segar. Bila pernapasan tidak teratur atau berhenti, berikan pernapasan buatan dan segera hubungi dokter. Bila terjadi kontak dengan kulit, mulai tanggalkan segera semua pakaian dan sepatu yang terkontaminasi. Bilaslah kulit dengan air mengalir atau pancuran air. Setelah itu cuci pakaian yang tercemar. Jika iritasi kulit berlanjut, segera hubungi dokter. Pengobatan khusus dapat dilakukan secara sistemik dengan menggunakan antihistamin (AH1) generasi pertama atau kedua, antibiotik bila terdapat infeksi sekunder (amoksisilin 3x500mg atau klindamisin 2x300 mg selama 5-10 hari), kortikosteroid (prednison 15-40 mg) bila lesi luas atau secara topikal bergantung dengan jenis lesi. Jika lesinya basah dapat menggunakan KMnO4, sedangkan bila kering dapat diberikan kortikosteroid. Pada keadaan akut dapat diberikan kompres asam salisilat 1%, subakut dengan pemberian krim kortikosteroid potensi lemah-sedang, seperti hidrokortison 2,5%, serta keadaan kronik dengan pemberian salep kortikosteroid potensi kuatsangat kuat, seperti klobetasol propionate 0,05%, betametason dipropionat 0,05%. Jika iritasi ringan, dapat diberikan pelembab (salep/krim lanolin 10%, krim urea 10%). Setelah terjadi kontak pada mata: bilaslah dengan air mengalir selama sekitar 15 menit. Jika iritasi berlanjut, segera hubungi dokter mata. Setelah menelan asam nitrat : Perhatikan jika korban muntah, jangan dibiarkan risiko pengeluaran jika kondisi tidak sadar, dan pertahankan agar aliran udara tetap bebas.5,7,8
2.6.7
Pencegahan
Berikut ini adalah penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit (five level of prevention disease) pada penyakit akibat kerja pada Masyarakat, yaitu:6
44
Peningkatan kesehatan (health promotion), seperti penyuluhan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pendidikan kesehatan, meningkatkan gizi yang baik, pengembangan kepribadian, perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi, lingkungan kerja yang memadai, penyuluhan perkawinan dan pendidikan seksual, konsultasi tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodik
Perlindungan khusus (specific protection), seperti imunisasi, hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, serta proteksi terhadap bahaya dan kecelakaan kerja dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti helm, kacamata kerja, masker, penutup telinga (ear muff dan ear plug) baju tahan panas, sarung tangan, dan sebagainya
Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan segera serta pembatasan titik-titik lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi
Membatasi kemungkinan cacat (disability limitation), seperti memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara komprehensif, mengobati tenaga kerja secara sempurna, dan pendidikan kesehatan.
Pemulihan
kesehatan
(rehabilitation),
seperti
rehabilitasi
dan
mempekerjakan kembali para pekerja yang menderita disabilitas dan mencoba menempatkan di jabatan dan pekerjaan yang sesuai.
2.7
Karbon Disulfida
2.7.1 Definisi Sinonim termasuk karbon bisulfida, karbon sulfida, dan anhidrida dithiocarbonic.. Orang yang hanya terpapar uap karbon disulfida tidak berisiko terhadap kontaminasi sekunder. Orang-orang yang kulit atau pakaiannya terkontaminasi
dengan
cairan
karbon
disulfida
dapat
secara
sekunder
mengkontaminasi penyelamat melalui kontak langsung atau melalui uap dengan uap. Pada suhu kamar, karbon disulfida adalah cairan yang sangat mudah terbakar yang siap menguap saat terpapar udara. Disulfida karbon gas dua kali lebih berat dari udara. Cairan karbon disulfida murni tidak berwarna dengan bau
45
yang menyenangkan. Karbon disulfida yang paling banyak digunakan di industri berwarna
kekuning-kuningan
dan
memiliki
bau
belerang
yang
tidak
menyenangkan yang diberikan oleh pengotor. Bau karbon disulfida biasanya memberikan peringatan yang memadai tentang keberadaannya. Karbon disulfida mudah diserap melalui saluran pernapasan bagian atas. Karbon disulfida juga dapat dengan mudah diserap melalui saluran pencernaan atau kulit. 2.7.2 Rute Paparan Inhalasi Inhalasi adalah rute utama paparan karbon disulfida. Uap mudah diserap oleh paru-paru. Ambang bau sekitar 200 hingga 1.000 kali lebih rendah daripada OSHAPEL-TWA (20 ppm). Aroma karbon disulfida murni atau komersial biasanya memberikan peringatan yang memadai tentang konsentrasi berbahaya. Eksposur signifikan terhadap karbon disulfida terjadi terutama dalam pengaturan pekerjaan. Paparan akut uap karbon disulfida dapat mengiritasi mata, selaput lendir, dan epitel pernapasan. Paparan akut konsentrasi yang urutan besarnya lebih tinggi dari batas paparan OSHA dapat menyebabkan efek neurologis yang parah seperti sakit kepala, kebingungan, psikosis, koma, dan bahkan kematian. Menjadi lebih dari dua kali lebih berat dari udara, uap karbon disulfida mungkin lebih terkonsentrasi di daerah dataran rendah. (3) Kontak kulit atau mata Kontak dengan uap karbon sulfida cair atau pekat dapat menyebabkan iritasi pada kulit, mata, dan selaput lendir. Dalam kasus paparan ekstrem, kontak langsung dapat menyebabkan pembakaran kimia pada kulit, mata, atau selaput lendir. Kontak langsung dapat menyebabkan penyerapan kulit yang signifikan. Penghirupan atau paparan kulit secara signifikan terhadap karbon disulfida kemungkinan besar akan ditemui di lingkungan industri, khususnya selama produksi rayon. (3) Tertelan Menelan karbon disulfida dalam jumlah sekecil 15 mL dapat menyebabkan kematian orang dewasa. Gejala premortem termasuk kesulitan
46
pernapasan, tremor, kejang, dan koma. Manusia tidak mungkin terpapar karbon disulfida dalam jumlah besar dalam makanan atau air. (3)
2.7.3 Sumber Penggunaan Karbon disulfida adalah produk alami dari biodegradasi anaerob. Ini juga disintesis melalui reaksi katalis antara sulfur dan metana pada 600 ° C. Karbon disulfida digunakan dalam pembuatan rayon viskosa, selofan, karbon tetraklorida, pewarna, dan karet. Beberapa pelarut, lilin, dan pembersih mengandung karbon disulfida. Itu juga digunakan sebagai insektisida. (3)
2.7.4 Standarisasi Pedoman
OSHA PEL (batas pemajanan yang diizinkan) = 20 ppm (rata-rata lebih dari 8 jam kerja); 30 ppm (konsentrasi plafon yang dapat diterima; 100 ppm (puncak maksimum 30 menit)
NIOSH IDLH (segera berbahaya bagi kehidupan atau kesehatan) = 500 ppm
AIHA ERPG-2 (konsentrasi udara maksimum di bawah yang diyakini bahwa hampir semua orang dapat terpapar hingga 1 jam tanpa mengalami atau mengembangkan efek atau gejala kesehatan serius yang tidak dapat dibalikkan atau lainnya yang dapat mengganggu kemampuan mereka untuk mengambil tindakan perlindungan) = 50 ppm. (3)
2.7.5 Efek Paparan Akut Mekanisme toksisitas belum dijelaskan dengan jelas untuk karbon disulfida, tetapi dianggap sebagai hasil dari pembentukan metabolit karbon disulfida seperti dithiocarbamates dan / atau turunannya. Karbon disulfida yang paling banyak diserap dengan cepat dimetabolisme; tampaknya tidak ada penundaan substansial dalam timbulnya efek samping setelah paparan akut tingkat karbon disulfida yang tinggi.
47
Pada Sistem saraf Penyerapan karbon disulfida dalam jumlah besar menghasilkan timbulnya gejala neurologis berat yang cepat seperti mual, pusing, sakit kepala, delusi, halusinasi, delerium, mania, psikosis, penglihatan kabur, kejang, dan koma. Gejala-gejala ini tergantung pada konsentrasi dan durasi paparan dan dapat terjadi setelah inhalasi, oral, atau paparan kulit. Kematian telah dilaporkan karena terpapar dengan konsentrasi uap 4.815 ppm selama 30 menit. Paparan 500 ppm selama 30 menit dapat menyebabkan situasi yang segera berbahaya bagi kehidupan dan kesehatan. Kematian akibat keracunan karbon disulfida dapat terjadi, sebagian, sebagai akibat kelumpuhan pernapasan. (3) Pada Sistem Pernapasan Paparan akut konsentrasi uap karbon disulfida beberapa ratus bagian per juta dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan bagian atas. (3) Anak-anak mungkin lebih rentan terhadap paparan gas karena ventilasi menit yang lebih tinggi per kg dan kegagalan untuk mengevakuasi area dengan segera ketika terpapar. (3) Pada Mata Konjungtivitis dan luka bakar kornea dapat terjadi akibat efek iritasi dari uap karbon disulfida dan dari paparan langsung ke cairan. Perubahan degeneratif retina dan saraf optik juga dapat terjadi akibat paparan akut. (3) Pada Kulit Carbon disulfide adalah iritasi kulit yang menyebabkan rasa sakit, kemerahan, dan lepuh, terutama pada selaput lendir. Karbon disulfida melarutkan lapisan lemak epidermis. Oleh karena itu, luka bakar kimia tingkat kedua dan ketiga dapat terjadi akibat kontak langsung selama paparan tingkat tinggi. (3) Karena luas permukaannya yang relatif lebih besar: rasio berat badan, anak-anak lebih rentan terhadap racun yang mempengaruhi kulit. (3) Pada Sistem Pencernaan Mual, muntah, dan nyeri perut telah dilaporkan setelah paparan akut karbon disulfida. (3)
48
Efek Paparan Jangka Panjang Paparan kronis terhadap karbon disulfida dapat menghasilkan efek neurologis yang serupa dengan yang dialami selama paparan akut, tetapi pada tingkat paparan yang jauh lebih rendah. Selain itu, paparan kronis dapat menyebabkan efek seperti kerusakan sistem saraf pusat dan perifer permanen, kecenderungan
aterosklerotik,
kelainan
EKG,
gangguan
gastrointestinal,
degenerasi lemak pada hati, kerusakan ginjal, disfungsi seksual, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, mikroaneurisme retina, dan darah. diskrasia. Paparan kronis mungkin lebih serius bagi anak-anak karena potensi mereka untuk periode laten yang lebih lama.(3,4) Mayoritas studi epidemiologi yang tersedia adalah pekerja di industri produksi viscose rayon, di mana terdapat paparan karbon disulfida udara, bersama dengan jumlah hidrogen sulfida yang lebih sedikit, 1 pada beberapa tahap selama proses. Konsentrasi karbon disulfida dalam industri ini diketahui telah menurun secara substansial selama beberapa dekade yang dicakup oleh studi epidemiologi yang tersedia, dan hasil studi epidemiologis menunjukkan bahwa beberapa efek yang disebabkan oleh karbon disulfida (misalnya, pengurangan kecepatan konduksi saraf perifer) tidak sepenuhnya reversibel. Selain itu, jelas bahwa paparan jauh lebih tinggi untuk tugas-tugas tertentu (mis., Operator mesin pemintalan) daripada untuk tempat kerja secara keseluruhan. Konsekuensinya, bila memungkinkan, studi-studi di mana paparan dan / atau proses dilaporkan tetap sama selama bertahun-tahun, dan studi-studi yang mengumpulkan data pemantauan pribadi, telah disorot dalam bagian-bagian berikut. (3,4)
2.7.6 Manajemen Pre-Hospital Orang yang terpapar dengan uap disulfida karbon tidak berisiko terhadap kontaminasi sekunder terhadap penyelamat. Orang-orang yang kulit atau pakaiannya terkontaminasi dengan cairan karbon disulfida dapat secara sekunder mengkontaminasi personel respons melalui kontak langsung atau melalui uap uap. (3)
Karbon disulfida sangat mengiritasi mata, selaput lendir, dan kulit. Efek
neurologis akut dapat terjadi dari semua rute paparan dan mungkin termasuk sakit
49
kepala, kebingungan, psikosis, dan koma. Paparan akut pada tingkat karbon disulfida yang sangat tinggi dapat menyebabkan kegagalan pernapasan dan kematian.
(3)
Tidak ada penangkal karbon disulfida. Perawatan terdiri dari
pengangkatan korban dari area yang terkontaminasi, dukungan fungsi pernapasan dan kardiovaskular, dan irigasi mata atau kulit yang terkontaminasi. (3)
Area Paparan Tim penyelamat harus dilatih dan mengenakan pakaian yang tepat sebelum memasuki Zona Panas. Jika peralatan yang tepat tidak tersedia, atau jika penyelamat belum dilatih dalam penggunaannya, mintalah bantuan dari tim bahan berbahaya lokal (HAZMAT) atau organisasi respons yang dilengkapi dengan baik. (3) Poteksi Penyelamat Karbon disulfida inhalasi mudah diserap dan merupakan iritasi saluran pernapasan. Kontaminasi kulit atau mata dapat menyebabkan luka bakar kimia. Karbon disulfida mudah diserap melalui kulit. (3) Perlindungan pernafasan: Alat bantu pernapasan SCBA tekanan-positif dan positif direkomendasikan untuk menanggapi situasi yang melibatkan pajanan terhadap tingkat gas karbon disulfida yang berpotensi tidak aman. (3) Perlindungan kulit: Pakaian pelindung bahan kimia yang dikemas penuh disarankan karena karbon disulfida dapat menyebabkan iritasi kulit dan terbakar. (3)
2.7.7 Tindakan Cepat membangun jalan napas paten, memastikan pernapasan dan denyut nadi yang memadai. Pertahankan sirkulasi yang memadai. Berikan oksigen tambahan jika diduga ada kardiopulmonarycompromise. Jika diduga ada trauma, pertahankan imobilisasi serviks secara manual dan oleskan kerah serviks dan papan bila memungkinkan. Berikan tekanan langsung untuk menghentikan pendarahan. (3) 2.7.8 Manajemen Gawat Darurat
50
Orang yang terpapar dengan uap disulfida karbon tidak berisiko terhadap kontaminasi sekunder terhadap penyelamat. Orang-orang yang kulit atau pakaiannya terkontaminasi dengan cairan karbon disulfida dapat secara sekunder mengkontaminasi personel respons melalui kontak langsung atau melalui uap uap. (3)
Karbon disulfida sangat mengiritasi mata, selaput lendir, dan kulit. Efek neurologis akut dapat terjadi dari semua rute paparan dan mungkin termasuk sakit kepala, kebingungan, psikosis, dan koma. Paparan akut pada tingkat karbon disulfida yang sangat tinggi dapat menyebabkan kegagalan pernapasan dan kematian. (3) Tidak
ada
penangkal
karbon
disulfida.
Perawatan
terdiri
dari
pengangkatan korban dari area yang terkontaminasi, dukungan fungsi pernapasan dan kardiovaskular, dan irigasi mata atau kulit yang terkontaminasi. (3)
DAFTAR PUSTAKA
1. Ansarikimia, Asam hidroklorida dan kegunaannya. Jakarta. 2014 2. S Bull. Hydrochloric acid. Toxicological overview. Health Protection Agency. 2008 3. Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR). Hydrogen chloride (HCl). Medical Management Guidelines. US Department of Health and Human Services. Atlanta, US. 2014 4. International Programme on Chemical Safety (IPCS) (2002). Hydrogen chloride. Screening Information Data Sets (SIDS). Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD). WHO. Geneva.
51
5. Office of Environmental Health Hazard Assessment (OEHHA). Hydrogen chloride. Chronic toxicity summary. OEHHA. California. 6. Medical Management. Hydrogen chloride. In: Klasco RK (Ed): TOMES® System. Thomson Micromedex, Greenwood Village, Colorado). 7. Expert Panel on Air Quality Standards (EPAQS) (2006). Guidelines for halogens and hydrogen halides in ambient air for protecting human health against acute irritancy effects: Hydrogen chloride. Department for Environment, Food and Rural Affairs. 8. Andrew M, Pope, David P. Environmental medicine:Integrating a Missing Elemet into Medical Education. Washington DC: The National Academies Press. 1995. http://doi.org/10.17226/4795 9. Chromic
Acid.
Toxicology
Data
Network.
Accessed
at:
https://toxnet.nlm.nih.gov/cgibin/sis/search/a?dbs+hsdb:@term+@DOCNO+6769. Accessed on: 16 Januari 2019 10. Baresic M, Gornik I, Radonic R, et al. Survival after severe acute chromic acid poisoning complicated with renal and liver failure. Inter Med. 2009;48:711-5. 11. Chromic Acid. Material Safety Data Sheet. 2000. 12. Teklay A. Physiological effects of chromium exposure: A review. Int J Food Sci Nutr Diet. 2016;001:1-11. 13. Neghab M, Azad P, Honarbakhsh M, et al. Acute and chronic respiratory effects of chromium mist. J Health Sci Surveillance Sys. 2015;3:3. 14. Ray RR. Adverse hematological effects of hexavalent chromium: an overview. Interdiscip Toxicol. 2016;9(2):55-65. 15. Shekhawat K, Chatterjee S, Joshi B. Chromium toxicity and its health hazards. Int J Adv Res. 2015;3:167-72. 16. Salawati L. Penyakit akibat kerja dan pencegahan. JKS 2015;2:91-5. 17. Departement of Health and Human Services, Centers for Disease Control and Prevention, National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). NIOSH pocket guide to chemical hazards, 3rd edition. DHHS (NIOSH) Publication 2015; 183-5
52
53