Asal.docx

  • Uploaded by: Frisca Sidabalok
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Asal.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 10,932
  • Pages: 79
Gjhagvfhdkgw4ehutyofiu

Hye Uyh E5tjikr7yk Is7k R7krsko O7s4 Os75k7oos7oa4o

REFERAT TENSION PNEUMOTHORAX

Disusun oleh : BENEDICTA TAMPUBOLON NPM : 213 210 041

Pembimbing : dr. Defry Utama, Sp.BP

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik di SMF Bedah Rumah Sakit Putri Hijau

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA 2019

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ 1 DAFTAR ISI............................................................................................................. 1 BAB. I PENDAHULUAN ........................................................................................ 2 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3 Definisi................................................................................................................ 3 Epidiomologi ...................................................................................................... 3 Anatomi ............................................................................................................. 4 Fisiologi .............................................................................................................. 9 Klasifikasi ........................................................................................................... 11 Etiologi................................................................................................................ 11 Diagnosis ............................................................................................................ 13 Penatalaksanaan .................................................................................................. 20 Komplikasi .......................................................................................................... 24 Prognosis ............................................................................................................. 25 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 26

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cedera. Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/ rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O. 9 Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumotoraks dan non-tension pneumotoraks. Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan. Non-tension pneumothorax tidak seberat Tension pnemothorax karena akumulasi udara semakin bertambah sehingga tekanan terhadap organ di dalam rongga dada juga semakin meningkat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Tension pneumotoraks adalah bertambahnya udara dalam ruang pleura secara progresif, biasanya karena laserasi paru-paru yang memungkinkan udara untuk masuk ke dalam rongga pleura tetapi tidak dapat keluar atau tertahan di dalam rongga pleura. Hal ini dapat terjadi secara spontan pada orang dengan kondisi paru-paru kronis ("primer") dan juga pada mereka dengan penyakit paru-paru ("sekunder"), dan banyak pula yang terjadi setelah trauma fisik ke dada, cedera ledakan , atau

sebagai komplikasi dari

perawatan medis. Ventilasi tekanan positif dapat memperburuk efek “one-way-valve”. Peningkatan progresif tekanan dalam rongga pleura mendorong mediastinum ke hemithorax berlawanan, menghalangi aliran balik vena ke jantung, dan menekan paruparu pada hemithorax kontralateral.. Hal ini menyebabkan ketidakstabilan peredaran darah dan dapat menyebabkan traumatic arrest.

1.2

Epidemiologi Insidensi dari tension pneumotoraks di luar rumah sakit tidak mungkin dapat ditentukan. Revisi oleh Department of Transportation (DOT) Emergency Medical Treatment (EMT) Paramedic Curriculum menyarankan tindakan dekompresi jarum segera pada dada pasien yang menunjukan tanda serta gejala yang non-spesifik. Sekitar 10-30% pasien yang dirujuk ke pusat trauma tingkat 1 di Amerika Serikat menerima tindakan pra rumah sakit berupa dekompresi jarum torakostomi, meskipun pada jumlah tersebut tidak semua pasien menderita kondisi tension pneumotoraks. Insidensi umum dari tension pneumotoraks pada Unit Gawat Darurat (UGD) tidak diketahui. Literatir-literatur medis hanya menyediakan gambaran singkat mengenai frekuensi pnemotoraks desak. Sejak tahun 2000, insidensi yang dilaporkan kepada Australian Incident Monitoring Study (AIMS), 17 pasien yang diduga menderita pneumotoraks, dan 4 diantaranya didiagnosis sebagai tension pneumotoraks. Pada tinjauan yang lebih lanjut, angka kematian prajurit militer dari trauma dada menunjukan hingga 5% dari korban pertempuran dengan adanya trauma dada mempunyai tension pneumotoraks pada saat waktu kematiannya.4, 7.

1.3 Anatomi Batas Rongga Thoraks Penampakan thorax dari luar adalah batas bawah leher dan batas atas abdomen. Namun pada bagian dalam tidaklah demikian, batas rongga thorax adalah : -

Batas belakang thorax setinggi C7, lebih tinggi dari bagian depan karena melalui bidang yang dibentuk oleh iga pertama agak miring kebawah

-

Batas depan thorax setinggi vertebrae thorakal ke-2

-

Batas bawah thorax adalah diafragma yang berbentuk seperti kubah ke atas. Karena bentuk diafragma yang seperti kubah, dari permukaan tidak dapat dipakai peregangan bahwa bawah thorax adalah batas bawah costae.

-

Batas atas thorax dapat diraba di incisura jugularis, yatu cekungan antara caput klavikula kanan dan kiri. Incisura ini berseberangan dengan batas atas bawah dari vertebrae thorakal ke-2.

Tulang dinding dada Dinding dada dibentuk oleh 12 tulang vertebrae thorakalis, 12 pasang iga dan sternum. Vertebrae Persendian vertebrae dengan tulang iga menyebabkan iga ini mempunyai bentuk yang agak spesifik. Vertebrae thorakalis pertama memiliki persendian yang lengkap dengan costae I dan setengah persendian dengan costae II. Selanjutnya costae II-VIII mempunyai dua persendian, di atas dan di bawah korpus vertebrae untuk costae II sampai dengan VIII, sedangkan costae IX-XII hanya satu. 10,12 Costae

Secara umum costae ada 12 pasang kanan dan kiri, Tujuh pasang iga pertama dinamakan costae vera (iga sejati). Costae I-VII bertambah panjang secara bertahap, yang kemudian memendek secara bertahap. Costae VIII-X berfungsi membentuk tepi costal sebelum menyambung dengan tepi bawah sternum, maka disebut costae spuriae (iga palsu). Costae XI-XII disebut costae fluctuantes (iga melayang). 10,12 Sternum Sternum terdiri dari manubrium sterni, korpus sterni dan procesus xiphoideus. Angulus sterni ludovici yang terbentuk antar manubrium dan korpus sterni dapat teraba dan merupakan patokan dalam palpasi iga ke-2 di lateralnya. 10,12

Otot-otot pada dinding thoraks Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan musculus utama dinding anterior thorax. Musculus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan musculus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus dinding posterior thorax. Tepi bawah musculus pectoralis mayor membentuk lipatan / plica aksilaris anterior, lengkungan dari musculus latisimus dorsi dan teres mayor membentuk lipatan axial posterior.10,11

Vaskularisasi dan Persarafan 13

Pleura Pleura adalah membrane aktif serosa dengan jaringan pembuluh darah dan limfatik. Di sana selalu ada pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura viseralis menutupi paru dan sifatnya tidak sensitive. Pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding thorax dan diafragma. Pleura parietalis mendapatkan persarafan dari nerve ending, sehingga ketika terjadi penyakit atau cedera maka timbul nyeri. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada tiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paruparu normal. 10,13 Pleura parietalis hampir semua merupakan lapisan dalam, diikuti tiga lapisan muskulus yang mengangkat iga selama respirasi tenang. Vena arteri, dan nervus dari tiap rongga intercostals berada di belakang tepi bawah iga. Karenanya jarum

torakosintesis atau klem yang digunakan untuk masuk kepleura harus dipasang melewati bagian atas iga yang lebih bawah dari sela iga yang dipilih.10,13

Diafragma Bagian musculus perifer berasal dari bagian bawah iga ke-6 dan kartilago costae, dari vertebrae lumbalis, dan dari lengkung lumbosakral, sedang bagian muscular melengkung

membentuk

tendosentral.

Serabut

ototnya

berhubungan

dengan

M.transverse abdominis di batas costae. Diafragma menempel di bagian belakang costae melalui serat-serat yang berasal dari ligamentum arcuata dan crura. Nervus prenicus mempersarafi motorik dan intercostals bawah mempersarafi sensorik. Diafragma berperan besar pada ventilasi paru selama respirasi tenang.13

1.4

FISIOLOGI PERNAFASAN Gerakan dinding dada Sewaktu inspirasi terjadi pembesaran dinding dada kea rah ventrodirsalis dan lateralis. Pengembangan dada ini dimungkinkan karena mobilitas artikulatio kostovertebralis, elatisitas tulang rawan iga, dank arena sedikit bertambahnya kifosis kolumna vertebralis. Otot-otot yang berperan dalam inspirasi adalah diafragma (otot

primer inspirasi), M intercostalis externa (otot komplementer inspirasi), dan otot-otot leher, yakni M. skalenus dan M. sternokleidomastoideus, keduanya berperan pada inspirasi paksa dengan mengangkat bagian atas rongga thorax. 10 Ekspirasi terjadi akbat proses pasif dengan melemasnya otot-otot inspirasi sehingga rongga dada dan paru kembali ke ukuran prainspirasi. Pada ekspirasi paksa, otot-otot yang berperan adalah otot-otot abdomen dan mm.intercoastalis interna. 10 Gaya yang menggerakkan rangka dada secara umum adalah mm. intercostalis dan mm. scalene. Otot-otot tersebut merupakan otot metametrik primitive yang harus dimasukkan

ke

dalam

golongan

otot

authochthonus

dada.

Termasuk

pula

mm.transverses thoracis dan mm.subcostales. Otot-otot tersebut dipersarafi oleh rami anterior N.spinalis dan N. intercostalis 10

Gambar 1. Anatomi cavum thorax 3.

1.5

Klasifikasi Pneumothorax dapat diklasifikasikan berdasarkan: a. Etiologi b. Ekspansi c. Mekanisme d. Durasi

1.6

Etiologi - Pneumothorax spontan Merupakan kejadian pneumothorax yang paling sering. Dan merupakan patologi sekunder dari kelainan paru atau pleura yang sudah terjadi sebelumnya. Terjadi tanpa didahului oleh trauma. Biasanya terjadi pada usia 20-40 tahun dengan manifestasi nyeri yang tajam, dan sesak nafas. Pada pasien dengan bronkitis kronis dan emfisema yang berusia lebih dari 40 tahun, sudah terjadi destruksi progresif dari

dinding

alveolar dan peningkatan tekanan intrapulmonari yang terus meningkat yang

disebabkan oleh batuk kronisnya dapat berujung pada bocornya dinding paru-paru ke ruang pleura yangbisa menyebabkan pneumothorax spontan. 4 -

Traumatik pneumothorax non-iatrogenik Tejadi pada trauma dada baik langsung maupun tidak langsung seperti pada kecelakaan lalu lintas, luka tusuk, atau luka perang.

-

Iatrogenik pneumothorax Terjadi sebagai hasil atau komplikasi dari tindakan diagnostik atau teraupetic.

Ekspansi 1. Lokal Terjadi setelah pleura parietal dan visceral mengalami adhesi. 2. General Terjadi bila ada lubang pada ruang pleural seperti pada hematopneumothorax.

Mekanisme 1. Pneumothorax terbuka Termasuk kedalam pneumothorax terbuka bila didapatkan adanya pergerakan udara didalam ronga pleura yang dikarenakan adanya hubungan dari dalam rongga ke udara bebas di luar.. hal ini nantinya bisa berlanjut menjadi bronco pneumonial fistula. 2. Pneumothorax tertutup Termasuk kedalam pneumothorax terbuka bila tidak didapatkan adanya pergerakan udara didalam ronga pleura. Jadi udara yang ada di rongga intrapleural seperti terperangkap di dalamnya. 3. Pneumothorax valvular Termasuk kedalam pneumothorax valvular ketika udara bisa masuk kedalam rongga pada saat inspirasi tapi tidak dapat keluar saat ekspirasi. Tipe pneumothorax ini yang nantinya akan sangat bisa menjadi kondisi yang emergensi karena adanya peningkatan tekanan intrapelura yang meningkat dengan pasti dan bisa menyebabkan penekanan mediastinum dan vena-vena besar. Sehingga mediastinum akan menyempit dan tertekan, vena-vena besar akan terjepit sehingga dapat menurunkan arus balik vena ke jantung. Hal ini bisa meningkatkan kerja jantung dan respirasi yang nantinya akan bermanifestasi menjadi tension pneumothorax apabila tidak segera ditangani dengan cepat dan tepat.

Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah karena iatrogenik atau berhubungan dengan trauma. Yaitu, sebagai berikut: - Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi gangguan salah satu pleura visceral atau parietal dan sering dengan patah tulang rusuk (patah tulang rusuk tidak menjadi hal yang penting bagi terjadinya Tension Pneumotoraks) - Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat), biasanya vena subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter subklavia). - Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks sederhana ke Tension Pneumotoraks - Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke pneumothoraks sederhana di mana fungsi pembalut luka sebagai katup satu arah. - Akupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan pneumothoraks 4, 5.

1.7

Diagnosis Diagnosa tension pneumothorax merupakan diagnosa dari klinis, bukan dari

radiologi.Tanda-tanda klasik dari tension pneumotoraks adalah adanya distress nafas, takikardi, hiporensi, adanya deviasi trakea, hilangnya suara nafas unilateral, distensi vena leher, dan bisa menjadi sianosis pada manifestasi lanjutnya. Gelaja klinis dari tension pneumothorax ini mungkin mirip dengan gejala klinis dari cardiac tamponade, tetapi angka kejadian tension pneumotorax ini lebih besar dari cardiac tamponade. Selain itu untuk membedakannya juga bisa dilakukan dengan mengetahui bahwa dari perkusi didapatkan adanya hiperresonansi pada bagian dada ipsilateral, 1 Pada pemeriksaan fisik thorak didapatkan : 1. Inspeksi : a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding dada) b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat 2. Palpasi : a.

Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

b.

Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

c.

Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

3. Perkusi : a.

Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani

b.

Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi

4. Auskultasi : Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang15

a.

Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan pada: 1. Foto Röntgen Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumotoraks antara lain: a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru. b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan. c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.

Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps 2.

Analisa Gas Darah Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.

3.

CT-scan thorax CT-scan thoraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

4.

USG Pneumotoraks dapat juga didiagnosis oleh USG. Udara di rongga pleura ditampilkan pantulan gelombang yang sangat tajam. Tidak seperti udara intrapulmoner, pantulan gelombang tidak bergerak saat respirasi. Bagaimanapun juga, luas pneumotoraks ditentukan dengan radiologis dada9. Menggunakan Linear array transducer (Small parts/high frequency probe) dengan pasien dalam posisi supinasi, scan dipermukaan anterior dinding dada menarik garis sagital (longitudinal). Scan mulai dari anterior axillary line ke para sternal line

Tension pneumotoraks dapat berkembang (memburuk) dengan sendirinya, terutama pada pasien dengan ventilasi tekanan positif. Hal ini bisa segera terjadi atau dalam beberapa jam ke depan. Sebuah takikardi hipotensi, dijelaskan dan peningkatan tekanan udara sangat progresif dari tekanan yang semakin meningkat.

  

Deviasi trakhea menjauh dari sisi dada yang terkena tension. Pergeseran mediastinum. Depresi dari diafragma-hemiselulosa. 7, 8

Dengan derajat tension pneumotoraks, tidak sulit untuk menilai bagaimana fungsi kardiovaskuler dapat terganggu akibat tension, karena terdapat adanya obstruksi pada vena yang kembali ke jantung. Masif tension pneumotoraks memang seharusnya sudah dapat dideteksi secara klinis dan, dalam menghadapi kolaps hemodinamik, telah tatalaksana dengan cara emergency thoracostomy - needle atau sebaliknya. 1, 7, 8.

Tension pneumotoraks kiri Sebuah tension pneumotoraks mungkin berkembang saat pasien menjalani pemeriksaan lanjutan, seperti CT scan (gambar di bawah) atau operasi. kalaupun ada penurunan oksigenasi pasien atau status ventilasi, dada harus kembali diperiksa. 7, 13.

CT dari tension pneumotoraks Adanya (chest tube) bukan berarti pasien tidak bisa berkembang menjadi tension pneumotoraks. Pasien di bawah ini memiliki ketegangan sisi kanan meskipun adanya sebuah chest tube. Sangat mudah untuk menilai bagaimana hal ini dapat terjadi pada gambar CT yang menunjukkan chest tube dalam fisura oblique. Chest tube disini akan ditempatkan bagian belakang dada, sehingga akan di pertahankan tetap disana ketika paru-paru didepannya menekan ke arah atas-belakang. Chest tube pada pasien trauma terlentang harus ditempatkan secara posterior untuk menghindari komplikasi ini. Komplikasi lain dari tension pneumothorax lainnya seperti haemothoraks masih akan di-drainase asalkan paru-paru telah mengembang sepenuhnya. 7, 5, 8, 10, 12. CT scan juga menunjukkan mengapa tension pneumotoraks tidak terlihat pada X-ray dada polos paru yang dikompresi belakang tetapi meluas keluar ke tepi dinding dada, sehingga tanda-tanda paru-paru terlihat di seluruh bidang paru-paru. Namun ada pergeseran garis tengah dibandingkan dengan film sebelumnya. 7, 8.

Foto dada awal

Setelah insersi chest tube dalam ruang mediastinum

Dada bagian atas menunjukkan posisi chest tube

Tension pneumotoraks kanan Tension pneumotoraks juga dapat bertahan jika ada cedera pada jalan napas besar, mengakibatkan fistula bronkhopleura. Dalam hal ini sebuah tabung dada tidak dapat mengatasi kebocoran udara utama. Dalam kasus ini thorakotomi biasanya ditunjukkan untuk memperbaiki saluran udara dan paru-paru yang rusak. 7, 8.

Hati-hati juga pasien dengan tension pneumotoraks bilateral. Trakea merupakan central, ketika perkusi dan suara nafas yang sama di kedua sisi. Pasien-pasien ini biasanya secara haemodinamika terancam atau dalam traumatik arrest. Gawat darurat dekompresi dada bilateral dapat menjadi bagian dari prosedur untuk traumatik arrest dimana hal ini dimungkinkan.

ketegangan Bilateral pneumothoraces 1.8

Penatalaksanaan Needle Thoracostomy Tension pnumothorax membutuhkan dekompresi yang segera. Dekompresi ini dapa dilakukan dengan memasukkan jarum ke ruang intercostal ke dua pada garin midclavicular pada sisi dada yang terkena. Terapi definitifnya biasanya membutuhkan insersi chest tube ke dalam ruang pleural melalui ruang intercostal ke lima (setinggi puting susu) dibagian depan di garis midclavicular. 1 Prinsip terapi dari tension pneumothrax ini adalah menjaga jalan nafas agar tetap terbuka, menjaga kualitas ventilasi, oksigenasi, menghilangkan penyebab traumanya dan menghilangkan udara di ruang pleura, dan mengontrol ventilasi. 4 Keberhasilan dari terapi yang kita lakukan bisa dinilai dari hilangnya udara bebas pada ruang interpleural dan pencegahan pada kekambuhan atau recurensi. 4. Pada kasus tension pneumotoraks, tidak ada pengobatan non-invasif yang dapat dilakukan untuk menangani kondisi yang mengancam nyawa ini. Pneumotoraks adalah kondisi yang mengancam jiwa yang membutuhkan penanganan segera. Jika diagnosis tension pneumotoraks sudah dicurigai, jangan menunda penanganan meskipun diagnosis belum ditegakkan.

Pada kasus tension pneumotoraks, langsung hubungkan pernafasan pasien dengan 100% oksigen. Lakukan dekompresi jarum tanpa ragu. Hal-hal tersebut seharusnya sudah dilakukan sebelum pasien mencapai rumah sakit untuk pengobatan lebih lanjut. Setelah melakukan dekompresi jarum, mulailah persiapan untuk melakukan torakostomi tube. Kemudian lakukan penilaian ulang pada pasien, perhatikan ABCs (Airway, breathing, cirvulation) pasien. Lakukan penilaian ulang foto toraks untuk menilai ekspansi paru, posisi dari torakostomi dan untuk memperbaiki adanya deviasi mediastinum. Selanjutnya, pemeriksaan analisis gas darah dapat dilakukan. Dekompresi sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumothoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara : a.

Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.

b.

Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil : Dapat memakai infus set. Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol. Jarum abbocat, Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol. Pipa water sealed drainage (WSD), Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura (rongga pleura) Tujuan : Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk Mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut. Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura / lubrican.1,15

1. Tindakan bedah a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang menyebabkan pneumothoraks kemudian dijahit b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak bisa mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi. c. Dilakukan reseksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain.

Skema gambar dari seseorang dengan chest tube di rongga dada kiri. Yang terhubung ke segel air.

1.9

Komplikasi Pneumotoraks tension (terjadi pada 3-5% pasien pneumotoraks) dapat mengakibatkan

kegagalan

respirasi

akut.

Pio-pneumotoraks,

hidro-

pneumotoraks/hemo-pneumotoraks, henti jantung paru dan kematian (sangat jarang terjadi); pneumomediastinum dan emfisema subkutan sebagai akibat komplikasi pneumotoraks spontan, biasanya karena pecahnya bronkus, sehingga kelainan tersebut harus ditegakkan (insidensinya sekitar 1%),

pneumotoraks simultan bilateral

(insidensinya sekitar 2%), pneumotoraks kronik (insidensinya sekitar 5 %), bila tetap ada selama waktu lebih dari 3 bulan3. Misdiagnosis adalah komplikasi yang paling umum terjadi dari dekompresi jarum. Jika pneumotoraks tetapi bukan tipe terjadi yang terjadi, dekompresi jarum akan mengubah pneumotoraks menjadi tension pneumotoraks. Jika tidak terdapat pneumotoraks, pasien akan mengalami kondisi pneumotoraks setelah dekompresi jarum dilakukan. Sebagai tambahan jarum akan melukai jaringan paru, yang mungkin pada kasus langka dapat menyebabkan cedera paru atau hemotoraks. Jika jarum yang ditempatkan terlalu dekat ke arah tulang sternum, dekompresi jarum dapat menyebabkan hemotoraks karena laserasi dari pembuluh darah intercosta. Penempatan torakostomi tube dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan saraf intercostae dan dapat menyebabkan kerusakan jaringan parenkim paru, terutama jika menggunakan trokar untuk penempatannya. 7, 8.

1.10 Prognosis Baik, apabila segera dilakukan pertolongan dan pengobatan intensif, terutama yang mengenai penderita muda yang sehat. Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan mengalami kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube toracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks yang dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai komplikasi. Pasien pneumotoraks spontan sekunder prognosisnya tergantung penyakit paru yang mendasari2,3. Lebih dari 50% pasien dengan pneumothorax akan mengalami hal yang sama di kemudian hari. Tidak ada komplikasi jangka panjang setelah terapi yang berhasil. Follow up dilakukan setidak-tidaknya dalam satu tahun setelah pneumothorax teratasi yang dilakukan melalui pengambilan x-ray setiap tiga bulan. 4

DAFTAR PUSTAKA

1. Comittee Of Trauma. Advance Trauma Life Support Chapter 4: Thoracic Trauma P:111-126. United States Og America: American College Of Surgeons. 2. Airlangga University. 2008. Pedoman Teknik Operasi “OPTEK”, Teknik Operasi Sistema Kardiothorax, P:130-148. Surabaya: Airlangga University. 3. Putz,R., Pabst, R., Et All.2007. SOBOTTA Ed.22 Atlas Anatomi Manusia Jilid2. Jakarta: EGC. 4. Jain, Dhruv, Et.All. 2008. Understanding And Managing Tension Pneumothorax. New Delhi. Journal Indian Academy Of Clinical Medicine. 5. Sharma, Anita. Jindad, Parul. 2008. Principles Of Diagnosis And Management Of Traumatic Pneumothorax. Uttarakhand: Journal Of Emergencies. 6. Luh, Shi-Ping. 2010. Diagnosis And Treatment Of Primary Spontaneous Pneumothorax. Zhejiang. Journal Of Zhejiang University Science B. 7. Daley, Brian James, Et.All. 2013. Pneumothorax. Tennesse. Department Of Surgery Division Of Trauma And Critical Care University Of Tennesse Health Science Center College Og Medicine: Emedicine.Mescape.Com. 8. Al-Hameed, Farhan. 2013. Pneumothorax Imaging. Saudi Arabia. Intensive Care Department Of King Abdulaziz Medical City: Emedicine.Medscape.Com 9. Departemen Ilmu Penyakit Paru. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: FK UNAIR – RSD dr.Soetomo. 10. Sideras, Jim. 2011. Tension Pneumothorax: Identification And Treatment. Harvard University: EMS1.com

11. Blaivas, Allen. J. 2007. Tension Pneumotorax. New York: Health Guides The New York Times. 12. Brohi

K.

2006.

Tension

Pneumothorax.

London,

Uk

:Trauma.Org.

13. Moore, O. Forrest, et all. 2011. Blunt traumatic occult pneumothorax: is observation safe? Result of a prospective, AAST multicenter study. The journal of trauma injury, infection, and critical care volume 70 number 5.

REFERAT TENSION PNEUMOTHORAX

Disusun oleh : BENEDICTA TAMPUBOLON NPM : 213 210 041

Pembimbing : dr. Defry Utama, Sp.BP

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik di SMF Bedah Rumah Sakit Putri Hijau

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA 2019

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ 1 DAFTAR ISI............................................................................................................. 1 BAB. I PENDAHULUAN ........................................................................................ 2 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3 Definisi................................................................................................................ 3 Epidiomologi ...................................................................................................... 3

Anatomi ............................................................................................................. 4 Fisiologi .............................................................................................................. 9 Klasifikasi ........................................................................................................... 11 Etiologi................................................................................................................ 11 Diagnosis ............................................................................................................ 13 Penatalaksanaan .................................................................................................. 20 Komplikasi .......................................................................................................... 24 Prognosis ............................................................................................................. 25 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 26

BAB I PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cedera. Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/ rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O. 9 Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumotoraks dan non-tension pneumotoraks. Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan. Non-tension pneumothorax tidak seberat Tension pnemothorax karena akumulasi udara semakin bertambah sehingga tekanan terhadap organ di dalam rongga dada juga semakin meningkat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.4 Definisi Tension pneumotoraks adalah bertambahnya udara dalam ruang pleura secara progresif, biasanya karena laserasi paru-paru yang memungkinkan udara untuk masuk ke dalam rongga pleura tetapi tidak dapat keluar atau tertahan di dalam rongga pleura. Hal ini dapat terjadi secara spontan pada orang dengan kondisi paru-paru kronis ("primer") dan juga pada mereka dengan penyakit paru-paru ("sekunder"), dan banyak pula yang terjadi setelah trauma fisik ke dada, cedera ledakan , atau

sebagai komplikasi dari

perawatan medis. Ventilasi tekanan positif dapat memperburuk efek “one-way-valve”. Peningkatan progresif tekanan dalam rongga pleura mendorong mediastinum ke hemithorax berlawanan, menghalangi aliran balik vena ke jantung, dan menekan paruparu pada hemithorax kontralateral.. Hal ini menyebabkan ketidakstabilan peredaran darah dan dapat menyebabkan traumatic arrest.

1.5

Epidemiologi Insidensi dari tension pneumotoraks di luar rumah sakit tidak mungkin dapat ditentukan. Revisi oleh Department of Transportation (DOT) Emergency Medical Treatment (EMT) Paramedic Curriculum menyarankan tindakan dekompresi jarum segera pada dada pasien yang menunjukan tanda serta gejala yang non-spesifik. Sekitar 10-30% pasien yang dirujuk ke pusat trauma tingkat 1 di Amerika Serikat menerima tindakan pra rumah sakit berupa dekompresi jarum torakostomi, meskipun pada jumlah tersebut tidak semua pasien menderita kondisi tension pneumotoraks. Insidensi umum dari tension pneumotoraks pada Unit Gawat Darurat (UGD) tidak diketahui. Literatir-literatur medis hanya menyediakan gambaran singkat mengenai frekuensi pnemotoraks desak. Sejak tahun 2000, insidensi yang dilaporkan kepada Australian Incident Monitoring Study (AIMS), 17 pasien yang diduga menderita pneumotoraks, dan 4 diantaranya didiagnosis sebagai tension pneumotoraks. Pada tinjauan yang lebih lanjut, angka kematian prajurit militer dari trauma dada menunjukan hingga 5% dari korban pertempuran dengan adanya trauma dada mempunyai tension pneumotoraks pada saat waktu kematiannya.4, 7.

1.6 Anatomi Batas Rongga Thoraks Penampakan thorax dari luar adalah batas bawah leher dan batas atas abdomen. Namun pada bagian dalam tidaklah demikian, batas rongga thorax adalah : -

Batas belakang thorax setinggi C7, lebih tinggi dari bagian depan karena melalui bidang yang dibentuk oleh iga pertama agak miring kebawah

-

Batas depan thorax setinggi vertebrae thorakal ke-2

-

Batas bawah thorax adalah diafragma yang berbentuk seperti kubah ke atas. Karena bentuk diafragma yang seperti kubah, dari permukaan tidak dapat dipakai peregangan bahwa bawah thorax adalah batas bawah costae.

-

Batas atas thorax dapat diraba di incisura jugularis, yatu cekungan antara caput klavikula kanan dan kiri. Incisura ini berseberangan dengan batas atas bawah dari vertebrae thorakal ke-2.

Tulang dinding dada Dinding dada dibentuk oleh 12 tulang vertebrae thorakalis, 12 pasang iga dan sternum. Vertebrae Persendian vertebrae dengan tulang iga menyebabkan iga ini mempunyai bentuk yang agak spesifik. Vertebrae thorakalis pertama memiliki persendian yang lengkap dengan costae I dan setengah persendian dengan costae II. Selanjutnya costae II-VIII mempunyai dua persendian, di atas dan di bawah korpus vertebrae untuk costae II sampai dengan VIII, sedangkan costae IX-XII hanya satu. 10,12 Costae

Secara umum costae ada 12 pasang kanan dan kiri, Tujuh pasang iga pertama dinamakan costae vera (iga sejati). Costae I-VII bertambah panjang secara bertahap, yang kemudian memendek secara bertahap. Costae VIII-X berfungsi membentuk tepi costal sebelum menyambung dengan tepi bawah sternum, maka disebut costae spuriae (iga palsu). Costae XI-XII disebut costae fluctuantes (iga melayang). 10,12 Sternum Sternum terdiri dari manubrium sterni, korpus sterni dan procesus xiphoideus. Angulus sterni ludovici yang terbentuk antar manubrium dan korpus sterni dapat teraba dan merupakan patokan dalam palpasi iga ke-2 di lateralnya. 10,12

Otot-otot pada dinding thoraks Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan musculus utama dinding anterior thorax. Musculus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan musculus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus dinding posterior thorax. Tepi bawah musculus pectoralis mayor membentuk lipatan / plica aksilaris anterior, lengkungan dari musculus latisimus dorsi dan teres mayor membentuk lipatan axial posterior.10,11

Vaskularisasi dan Persarafan 13

Pleura Pleura adalah membrane aktif serosa dengan jaringan pembuluh darah dan limfatik. Di sana selalu ada pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura viseralis menutupi paru dan sifatnya tidak sensitive. Pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding thorax dan diafragma. Pleura parietalis mendapatkan persarafan dari nerve ending, sehingga ketika terjadi penyakit atau cedera maka timbul nyeri. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada tiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paruparu normal. 10,13 Pleura parietalis hampir semua merupakan lapisan dalam, diikuti tiga lapisan muskulus yang mengangkat iga selama respirasi tenang. Vena arteri, dan nervus dari tiap rongga intercostals berada di belakang tepi bawah iga. Karenanya jarum

torakosintesis atau klem yang digunakan untuk masuk kepleura harus dipasang melewati bagian atas iga yang lebih bawah dari sela iga yang dipilih.10,13

Diafragma Bagian musculus perifer berasal dari bagian bawah iga ke-6 dan kartilago costae, dari vertebrae lumbalis, dan dari lengkung lumbosakral, sedang bagian muscular melengkung

membentuk

tendosentral.

Serabut

ototnya

berhubungan

dengan

M.transverse abdominis di batas costae. Diafragma menempel di bagian belakang costae melalui serat-serat yang berasal dari ligamentum arcuata dan crura. Nervus prenicus mempersarafi motorik dan intercostals bawah mempersarafi sensorik. Diafragma berperan besar pada ventilasi paru selama respirasi tenang.13

1.4

FISIOLOGI PERNAFASAN Gerakan dinding dada Sewaktu inspirasi terjadi pembesaran dinding dada kea rah ventrodirsalis dan lateralis. Pengembangan dada ini dimungkinkan karena mobilitas artikulatio kostovertebralis, elatisitas tulang rawan iga, dank arena sedikit bertambahnya kifosis kolumna vertebralis. Otot-otot yang berperan dalam inspirasi adalah diafragma (otot

primer inspirasi), M intercostalis externa (otot komplementer inspirasi), dan otot-otot leher, yakni M. skalenus dan M. sternokleidomastoideus, keduanya berperan pada inspirasi paksa dengan mengangkat bagian atas rongga thorax. 10 Ekspirasi terjadi akbat proses pasif dengan melemasnya otot-otot inspirasi sehingga rongga dada dan paru kembali ke ukuran prainspirasi. Pada ekspirasi paksa, otot-otot yang berperan adalah otot-otot abdomen dan mm.intercoastalis interna. 10 Gaya yang menggerakkan rangka dada secara umum adalah mm. intercostalis dan mm. scalene. Otot-otot tersebut merupakan otot metametrik primitive yang harus dimasukkan

ke

dalam

golongan

otot

authochthonus

dada.

Termasuk

pula

mm.transverses thoracis dan mm.subcostales. Otot-otot tersebut dipersarafi oleh rami anterior N.spinalis dan N. intercostalis 10

Gambar 1. Anatomi cavum thorax 3.

1.11 Klasifikasi Pneumothorax dapat diklasifikasikan berdasarkan: e. Etiologi f. Ekspansi g. Mekanisme h. Durasi 1.12 Etiologi - Pneumothorax spontan Merupakan kejadian pneumothorax yang paling sering. Dan merupakan patologi sekunder dari kelainan paru atau pleura yang sudah terjadi sebelumnya. Terjadi tanpa didahului oleh trauma. Biasanya terjadi pada usia 20-40 tahun dengan manifestasi nyeri yang tajam, dan sesak nafas. Pada pasien dengan bronkitis kronis dan emfisema yang berusia lebih dari 40 tahun, sudah terjadi destruksi progresif dari

dinding

alveolar dan peningkatan tekanan intrapulmonari yang terus meningkat yang

disebabkan oleh batuk kronisnya dapat berujung pada bocornya dinding paru-paru ke ruang pleura yangbisa menyebabkan pneumothorax spontan. 4 -

Traumatik pneumothorax non-iatrogenik Tejadi pada trauma dada baik langsung maupun tidak langsung seperti pada kecelakaan lalu lintas, luka tusuk, atau luka perang.

-

Iatrogenik pneumothorax Terjadi sebagai hasil atau komplikasi dari tindakan diagnostik atau teraupetic.

Ekspansi 3. Lokal Terjadi setelah pleura parietal dan visceral mengalami adhesi. 4. General Terjadi bila ada lubang pada ruang pleural seperti pada hematopneumothorax.

Mekanisme 4. Pneumothorax terbuka Termasuk kedalam pneumothorax terbuka bila didapatkan adanya pergerakan udara didalam ronga pleura yang dikarenakan adanya hubungan dari dalam rongga ke udara bebas di luar.. hal ini nantinya bisa berlanjut menjadi bronco pneumonial fistula. 5. Pneumothorax tertutup Termasuk kedalam pneumothorax terbuka bila tidak didapatkan adanya pergerakan udara didalam ronga pleura. Jadi udara yang ada di rongga intrapleural seperti terperangkap di dalamnya. 6. Pneumothorax valvular Termasuk kedalam pneumothorax valvular ketika udara bisa masuk kedalam rongga pada saat inspirasi tapi tidak dapat keluar saat ekspirasi. Tipe pneumothorax ini yang nantinya akan sangat bisa menjadi kondisi yang emergensi karena adanya peningkatan tekanan intrapelura yang meningkat dengan pasti dan bisa menyebabkan penekanan mediastinum dan vena-vena besar. Sehingga mediastinum akan menyempit dan tertekan, vena-vena besar akan terjepit sehingga dapat menurunkan arus balik vena ke jantung. Hal ini bisa meningkatkan kerja jantung dan respirasi yang nantinya akan bermanifestasi menjadi tension pneumothorax apabila tidak segera ditangani dengan cepat dan tepat.

Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah karena iatrogenik atau berhubungan dengan trauma. Yaitu, sebagai berikut: - Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi gangguan salah satu pleura visceral atau parietal dan sering dengan patah tulang rusuk (patah tulang rusuk tidak menjadi hal yang penting bagi terjadinya Tension Pneumotoraks) - Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat), biasanya vena subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter subklavia). - Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks sederhana ke Tension Pneumotoraks - Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke pneumothoraks sederhana di mana fungsi pembalut luka sebagai katup satu arah. - Akupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan pneumothoraks 4, 5.

1.13 Diagnosis Diagnosa tension pneumothorax merupakan diagnosa dari klinis, bukan dari radiologi.Tanda-tanda klasik dari tension pneumotoraks adalah adanya distress nafas, takikardi, hiporensi, adanya deviasi trakea, hilangnya suara nafas unilateral, distensi vena leher, dan bisa menjadi sianosis pada manifestasi lanjutnya. Gelaja klinis dari tension pneumothorax ini mungkin mirip dengan gejala klinis dari cardiac tamponade, tetapi angka kejadian tension pneumotorax ini lebih besar dari cardiac tamponade. Selain itu untuk membedakannya juga bisa dilakukan dengan mengetahui bahwa dari perkusi didapatkan adanya hiperresonansi pada bagian dada ipsilateral, 1 Pada pemeriksaan fisik thorak didapatkan : 5. Inspeksi : d. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding dada) e. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal f. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat 6. Palpasi : d.

Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

e.

Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

f.

Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

7. Perkusi : c.

Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani

d.

Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi

8. Auskultasi : b.

Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang15

Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan pada: 5. Foto Röntgen Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumotoraks antara lain: d. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru. e. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan. f. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.

Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps 6.

Analisa Gas Darah Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.

7.

CT-scan thorax CT-scan thoraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

8.

USG Pneumotoraks dapat juga didiagnosis oleh USG. Udara di rongga pleura ditampilkan pantulan gelombang yang sangat tajam. Tidak seperti udara intrapulmoner, pantulan gelombang tidak bergerak saat respirasi. Bagaimanapun juga, luas pneumotoraks ditentukan dengan radiologis dada9. Menggunakan Linear array transducer (Small parts/high frequency probe) dengan pasien dalam posisi supinasi, scan dipermukaan anterior dinding dada menarik garis sagital (longitudinal). Scan mulai dari anterior axillary line ke para sternal line

Tension pneumotoraks dapat berkembang (memburuk) dengan sendirinya, terutama pada pasien dengan ventilasi tekanan positif. Hal ini bisa segera terjadi atau dalam beberapa jam ke depan. Sebuah takikardi hipotensi, dijelaskan dan peningkatan tekanan udara sangat progresif dari tekanan yang semakin meningkat.

  

Deviasi trakhea menjauh dari sisi dada yang terkena tension. Pergeseran mediastinum. Depresi dari diafragma-hemiselulosa. 7, 8

Dengan derajat tension pneumotoraks, tidak sulit untuk menilai bagaimana fungsi kardiovaskuler dapat terganggu akibat tension, karena terdapat adanya obstruksi pada vena yang kembali ke jantung. Masif tension pneumotoraks memang seharusnya sudah dapat dideteksi secara klinis dan, dalam menghadapi kolaps hemodinamik, telah tatalaksana dengan cara emergency thoracostomy - needle atau sebaliknya. 1, 7, 8.

Tension pneumotoraks kiri Sebuah tension pneumotoraks mungkin berkembang saat pasien menjalani pemeriksaan lanjutan, seperti CT scan (gambar di bawah) atau operasi. kalaupun ada penurunan oksigenasi pasien atau status ventilasi, dada harus kembali diperiksa. 7, 13.

CT dari tension pneumotoraks Adanya (chest tube) bukan berarti pasien tidak bisa berkembang menjadi tension pneumotoraks. Pasien di bawah ini memiliki ketegangan sisi kanan meskipun adanya sebuah chest tube. Sangat mudah untuk menilai bagaimana hal ini dapat terjadi pada gambar CT yang menunjukkan chest tube dalam fisura oblique. Chest tube disini akan ditempatkan bagian belakang dada, sehingga akan di pertahankan tetap disana ketika paru-paru didepannya menekan ke arah atas-belakang. Chest tube pada pasien trauma terlentang harus ditempatkan secara posterior untuk menghindari komplikasi ini. Komplikasi lain dari tension pneumothorax lainnya seperti haemothoraks masih akan di-drainase asalkan paru-paru telah mengembang sepenuhnya. 7, 5, 8, 10, 12. CT scan juga menunjukkan mengapa tension pneumotoraks tidak terlihat pada X-ray dada polos paru yang dikompresi belakang tetapi meluas keluar ke tepi dinding dada, sehingga tanda-tanda paru-paru terlihat di seluruh bidang paru-paru. Namun ada pergeseran garis tengah dibandingkan dengan film sebelumnya. 7, 8.

Foto dada awal

Setelah insersi chest tube dalam ruang mediastinum

Dada bagian atas menunjukkan posisi chest tube

Tension pneumotoraks kanan Tension pneumotoraks juga dapat bertahan jika ada cedera pada jalan napas besar, mengakibatkan fistula bronkhopleura. Dalam hal ini sebuah tabung dada tidak dapat mengatasi kebocoran udara utama. Dalam kasus ini thorakotomi biasanya ditunjukkan untuk memperbaiki saluran udara dan paru-paru yang rusak. 7, 8.

Hati-hati juga pasien dengan tension pneumotoraks bilateral. Trakea merupakan central, ketika perkusi dan suara nafas yang sama di kedua sisi. Pasien-pasien ini biasanya secara haemodinamika terancam atau dalam traumatik arrest. Gawat darurat dekompresi dada bilateral dapat menjadi bagian dari prosedur untuk traumatik arrest dimana hal ini dimungkinkan.

ketegangan Bilateral pneumothoraces 1.14 Penatalaksanaan Needle Thoracostomy Tension pnumothorax membutuhkan dekompresi yang segera. Dekompresi ini dapa dilakukan dengan memasukkan jarum ke ruang intercostal ke dua pada garin midclavicular pada sisi dada yang terkena. Terapi definitifnya biasanya membutuhkan insersi chest tube ke dalam ruang pleural melalui ruang intercostal ke lima (setinggi puting susu) dibagian depan di garis midclavicular. 1 Prinsip terapi dari tension pneumothrax ini adalah menjaga jalan nafas agar tetap terbuka, menjaga kualitas ventilasi, oksigenasi, menghilangkan penyebab traumanya dan menghilangkan udara di ruang pleura, dan mengontrol ventilasi. 4 Keberhasilan dari terapi yang kita lakukan bisa dinilai dari hilangnya udara bebas pada ruang interpleural dan pencegahan pada kekambuhan atau recurensi. 4. Pada kasus tension pneumotoraks, tidak ada pengobatan non-invasif yang dapat dilakukan untuk menangani kondisi yang mengancam nyawa ini. Pneumotoraks adalah kondisi yang mengancam jiwa yang membutuhkan penanganan segera. Jika diagnosis tension pneumotoraks sudah dicurigai, jangan menunda penanganan meskipun diagnosis belum ditegakkan.

Pada kasus tension pneumotoraks, langsung hubungkan pernafasan pasien dengan 100% oksigen. Lakukan dekompresi jarum tanpa ragu. Hal-hal tersebut seharusnya sudah dilakukan sebelum pasien mencapai rumah sakit untuk pengobatan lebih lanjut. Setelah melakukan dekompresi jarum, mulailah persiapan untuk melakukan torakostomi tube. Kemudian lakukan penilaian ulang pada pasien, perhatikan ABCs (Airway, breathing, cirvulation) pasien. Lakukan penilaian ulang foto toraks untuk menilai ekspansi paru, posisi dari torakostomi dan untuk memperbaiki adanya deviasi mediastinum. Selanjutnya, pemeriksaan analisis gas darah dapat dilakukan. Dekompresi sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumothoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara : c.

Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.

d.

Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil : Dapat memakai infus set. Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol. Jarum abbocat, Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol. Pipa water sealed drainage (WSD), Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura (rongga pleura) Tujuan : Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk Mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut. Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura / lubrican.1,15

2. Tindakan bedah e. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang menyebabkan pneumothoraks kemudian dijahit f. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak bisa mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi. g. Dilakukan reseksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak h. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain.

Skema gambar dari seseorang dengan chest tube di rongga dada kiri. Yang terhubung ke segel air.

1.15 Komplikasi Pneumotoraks tension (terjadi pada 3-5% pasien pneumotoraks) dapat mengakibatkan

kegagalan

respirasi

akut.

Pio-pneumotoraks,

hidro-

pneumotoraks/hemo-pneumotoraks, henti jantung paru dan kematian (sangat jarang terjadi); pneumomediastinum dan emfisema subkutan sebagai akibat komplikasi pneumotoraks spontan, biasanya karena pecahnya bronkus, sehingga kelainan tersebut harus ditegakkan (insidensinya sekitar 1%),

pneumotoraks simultan bilateral

(insidensinya sekitar 2%), pneumotoraks kronik (insidensinya sekitar 5 %), bila tetap ada selama waktu lebih dari 3 bulan3. Misdiagnosis adalah komplikasi yang paling umum terjadi dari dekompresi jarum. Jika pneumotoraks tetapi bukan tipe terjadi yang terjadi, dekompresi jarum akan mengubah pneumotoraks menjadi tension pneumotoraks. Jika tidak terdapat pneumotoraks, pasien akan mengalami kondisi pneumotoraks setelah dekompresi jarum dilakukan. Sebagai tambahan jarum akan melukai jaringan paru, yang mungkin pada kasus langka dapat menyebabkan cedera paru atau hemotoraks. Jika jarum yang ditempatkan terlalu dekat ke arah tulang sternum, dekompresi jarum dapat menyebabkan hemotoraks karena laserasi dari pembuluh darah intercosta. Penempatan torakostomi tube dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan saraf intercostae dan dapat menyebabkan kerusakan jaringan parenkim paru, terutama jika menggunakan trokar untuk penempatannya. 7, 8.

1.16 Prognosis Baik, apabila segera dilakukan pertolongan dan pengobatan intensif, terutama yang mengenai penderita muda yang sehat. Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan mengalami kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube toracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks yang dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai komplikasi. Pasien pneumotoraks spontan sekunder prognosisnya tergantung penyakit paru yang mendasari2,3. Lebih dari 50% pasien dengan pneumothorax akan mengalami hal yang sama di kemudian hari. Tidak ada komplikasi jangka panjang setelah terapi yang berhasil. Follow up dilakukan setidak-tidaknya dalam satu tahun setelah pneumothorax teratasi yang dilakukan melalui pengambilan x-ray setiap tiga bulan. 4

DAFTAR PUSTAKA

1. Comittee Of Trauma. Advance Trauma Life Support Chapter 4: Thoracic Trauma P:111-126. United States Og America: American College Of Surgeons. 2. Airlangga University. 2008. Pedoman Teknik Operasi “OPTEK”, Teknik Operasi Sistema Kardiothorax, P:130-148. Surabaya: Airlangga University. 3. Putz,R., Pabst, R., Et All.2007. SOBOTTA Ed.22 Atlas Anatomi Manusia Jilid2. Jakarta: EGC. 4. Jain, Dhruv, Et.All. 2008. Understanding And Managing Tension Pneumothorax. New Delhi. Journal Indian Academy Of Clinical Medicine. 5. Sharma, Anita. Jindad, Parul. 2008. Principles Of Diagnosis And Management Of Traumatic Pneumothorax. Uttarakhand: Journal Of Emergencies. 6. Luh, Shi-Ping. 2010. Diagnosis And Treatment Of Primary Spontaneous Pneumothorax. Zhejiang. Journal Of Zhejiang University Science B. 7. Daley, Brian James, Et.All. 2013. Pneumothorax. Tennesse. Department Of Surgery Division Of Trauma And Critical Care University Of Tennesse Health Science Center College Og Medicine: Emedicine.Mescape.Com. 8. Al-Hameed, Farhan. 2013. Pneumothorax Imaging. Saudi Arabia. Intensive Care Department Of King Abdulaziz Medical City: Emedicine.Medscape.Com 9. Departemen Ilmu Penyakit Paru. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: FK UNAIR – RSD dr.Soetomo. 10. Sideras, Jim. 2011. Tension Pneumothorax: Identification And Treatment. Harvard University: EMS1.com

11. Blaivas, Allen. J. 2007. Tension Pneumotorax. New York: Health Guides The New York Times. 12. Brohi

K.

2006.

Tension

Pneumothorax.

London,

Uk

:Trauma.Org.

13. Moore, O. Forrest, et all. 2011. Blunt traumatic occult pneumothorax: is observation safe? Result of a prospective, AAST multicenter study. The journal of trauma injury, infection, and critical care volume 70 number 5.

LAPORAN KASUS HERNIA INGUINALIS LATERALIS

Oleh: I Gusti Ayu Dian Ratnasari,S.ked NIM 07700078

Dokter Pembimbing

SMF BEDAH RSD dr. SOEBANDI JEMBER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2012

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ................................................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................................. 1 I.

PENDAHULUAN ...................................................................................... 2 Batasan ……………………………………………………….. .................................. 4 Klasisikasi ……………………………………………………. ................................... 3 Etiologi ………………………………………………………. .................................... 8 Diagnosis ……………………………………………………… .................................. 8 Diagnosis Banding ……………………………………………. .............................. 11 Penatalaksanaan ………………………………………………. ............................. 12 Komplikasi …………………………………………………… .................................. 23 Prognosis …………………………………………………….. .................................. 23

II.

LAPORAN KASUS ……………………………………………. .................................... 24

III.

KEPUSTAKAAN ....................................................................................... 31

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Batasan Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian yang lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri dari cincin, kantong dan isi hernia.

Gambar 1. Anatomi anterior

Gambar 2. Anatomi posterior

1.2

Klasifikasi 1. Berdasarkan terjadinya: a. Hernia kongenital: -

Hernia kongenital sempurna: karena adanya defek pada tempat-tempat tertentu.

-

Hernia kongetital tak sempurna: bayi dilahirkan normal (kelainan belum tampak)

tetapi

mempunyai

defek

pada

tempat-tempat

tertentu

(predisposisi) dan beberapa bulan setelah lahir akan terjadi hernia melalui defek tersebut karena dipengaruhi oleh kenaikan tekanan intra abdominal. b. Hernia akuisita

2. Berdasarkan klinis: a. Hernia reponibilis: bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. Dapat direposisi tanpa operasi. b. Hernia irreponibilis: organ yang mengalami hernia tidak dapat kembali ke cavum abdominal kecuali dengan bantuan operasi. Tidak ada keluhan rasa nyeri atau tanda sumbatan usus. Jika telah mengalami perlekatan organ disebut hernia akreta. c. Hernia strangulata: hernia dimana sudah terjadi gangguan vaskularisasi viscera yang terperangkap dalam kantung hernia (isi hernia). Pada keadaan sebenarnya gangguan vaskularisasi telah terjadi pada saat jepitan dimulai, dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai nekrosis. d. Hernia inkarserata: isi kantong terperangkap, terjepit oleh cincin hernia, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut, dan sudah disertai tanda-tanda ileus mekanis (usus terjepit sehingga aliran makanan tidak bisa lewat). 3. Berdasarkan arah hernia: a. Hernia eksterna: Hernia yang penonjolannya dapat dilihat dari luar karena menonjolnya ke arah luar, misalnya: -

Hernia inguinalis medialis (15%) dan lateralis (60%)

-

Hernia femoralis

-

Hernia umbilicalis

-

Hernia epigastrika

-

Hernia lumbalis

-

Hernia obturatoria

-

Hernia semilunaris

-

Hernia parietalis

-

Hernia ischiadica

Gambar 3. Hernia eksterna

Gambar 4.

b. Hernia interna: Jika isi hernia masuk ke dalam rongga lain, misalnya ke cavum thorax, bursa omentalis, atau masuk ke dalam recessus dalam cavum abdomen. Pada cavum abdominalis: -

Hernia epiploica Winslowi

-

Hernia bursa omentalis

-

Hernia mesenterika

-

Hernia retro peritonealis

Pada cavum thorax: -

Hernia diafragmatika traumatika

-

Hernia diafragmatika non-traumatika: 

Kongenital: misalnya hernia Bochdalek dan hernia Morgagni



Akuisita: misalnya hernia hiatus esophagus

Hernia Regio Inguinalis 1.1 Definisi. Hernia inguinalis adalah hernia yang paling sering kita temui. Menurut patogenesisnya hernia ini dibagi menjadi dua, yaitu hernia inguinalis lateralis (HIL) dan hernia inguinalis medialis (HIM). Ada juga yang membagi menjadi hernia inguinalis direk dan hernia inguinalis indirek. Meskipun terapi terbaik pada hernia ini adalah sama yaitu herniotomi dan herniorafi, tapi penting untuk mengetahui perbedaannya karena akan mempengaruhi pada teknik operasinya nanti. Hernia inguinalis lateralis timbul karena adanya kelemahan anulus intenus sehingga organ-organ dalam rongga perut (omentum, usus) masuk ke dalam kanalis inguinalis dan menimbulkan benjolan di lipat paha sampai skrotum. Sedangkan hernia ingunalis medialis timbul karena adanya kelemahan dinding perut karena suatu sebab tertentu. Biasanya terjadi pada segitiga hasselbach. Secara anatomis intra operatif antara HIL dan HIM dipisahkan oleh vassa epigastrika inferior. HIL terletak di atas vassa epigastrika inferior sedang HIM terletak di bawahnya

a. Kanalis inguinalis Kanalis inguinalis dibatasi di kraniomedial oleh annulus internus yang merupakan bagian terbuka dari fascia transversalis dan apponeurosis m. transverses abdominis. Di medial bawah, di atas tuberkulum pubikum kanal ini dibatasi dibatasi oleh annulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari appoeurosisi m. obliges eksternus. Atapnya adalah apponeurosis m. obliges eksternus , dan di dasarnya terdapat ligamentum inguinale. Kanal berisi tali sperma pada laki –laki dan ligamentum rotundum pada perempuan

1.3

Etiologi

Secara fisiologis, kanalis inguinalis merupakan kanal atau saluran yang normal. Pada fetus, bulan kedelapan dari kehamilan terjadi descensus testiculorum. Penurunan testis yang sebelumnya terdapat di rongga retroperitoneal, dekat ginjal, akan masuk kedalam skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang dikenal sebagai processus vaginalis peritonei. Pada umumnya, ketika bayi lahir telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanal tersebut. Biasanya obliterasi terjadi di annulus inguinalis internus, kemudian hilang atau hanya berupa tali. Tetapi dalam beberapa hal sering belum menutup yang hasilnya ialah terdapatnya hernia didaerah tersebut. Setelah dewasa kanal tersebut telah menutup. Namun karena daerah tersebut ialah titik lemah, maka pada keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan

intraabdomen kanal itu dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis akuisita. Sementara di usia ini seseorang lebih produktif dan melakukan banyak aktivitas. Sehingga penyebab hernia pada orang dewasa ialah sering mengangkat barang berat, juga bisa oleh karena kegemukan, atau karena pola makan yang tinggi lemak dan rendah serat sehingga sering mengedan pada saat BAB. Hernia pada orang tua terjadi karena faktor usia yang mengakibatkan semakin lemahnya tempat defek. Biasanya pada orang tua terjadi hernia medialis karena kelemahan trigonum Hesselbach. Namun dapat juga disebabkan karena penyakitpenyakit seperti batuk kronis atau hipertrofi prostat. . 1.4

Diagnosis 1. Anamnesis Keluhan biasanya berupa benjolan di lipat paha yang hilang timbul, muncul terutama pada waktu melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan tekanan intra-abdomen seperti mengangkat barang atau batuk, benjolan ini hilang pada waktu berbaring atau dimasukkan dengan tangan (manual). Terdapat faktor-faktor yang berperan untuk terjadinya hernia. Dapat terjadi gangguan passage usus (obstruksi) terutama pada hernia inkarserata. Nyeri pada keadaan strangulasi, sering penderita datang ke dokter atau ke rumah sakit dengan keadaan ini.

2. Pemeriksaan Fisik Ditemukan benjolan lunak di lipat paha di bawah ligamentum inguinale di medial vena femoralis dan lateral tuberkulum pubikum. Benjolan tersebut berbatas atas tidak jelas, bising usus (+), transluminasi (-). Obstruksi usus pada hernia

Nekrosis/gangren pada

inkarserata

hernia strangulata

Nyeri

Kolik

Menetap

Suhu badan

Normal

Normal/meninggi

Denyut nadi

Normal/meninggi

Meninggi/tinggi sekali

Leukosit

Normal

Leukositosis

Gejala/tanda

Rangsang peritoneum

Tidak ada

Jelas

Sakit

Sedang/berat

Berat sekali/toksik

Tabel 1. Hernia inkarserata dengan obstruksi usus dan hernia strangulata yang menyebabkan nekrosis atau ganggren

Teknik pemeriksaan Hernia yang melalui annulus inguinalis abdominalis (lateralis/internus) dan mengikuti jalannya spermatid cord di canalis inguinalis serta dapat melalui annulus inguinalis subcutan (externus) sampai scrotum. Mempunyai LMR ( Locus Minoris Resistentie Secara klinis HIL dan HIM dapat dibedakan dengan tiga teknik pemeriksaan sederhana yaitu finger test, Ziemen test dan Tumb test. Cara pemeriksaannya sebagai berikut : Pemeriksaan Finger Test : 1. Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5. 2. Dimasukkan lewat skrortum melalui anulus eksternus ke kanal inguinal. 3. Penderita disuruh batuk: 

Bila impuls diujung jari berarti Hernia Inguinalis Lateralis.



Bila impuls disamping jari Hernia Inguinnalis Medialis. Gambar 6

Pemeriksaan Ziemen Test : 1. Posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu (biasanya oleh penderita). 2. Hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan. 3. Penderita disuruh batuk bila rangsangan pada :



jari ke 2 : Hernia Inguinalis Lateralis.



jari ke 3 : hernia Ingunalis Medialis.



jari ke 4 : Hernia Femoralis. Gambar 7

Pemeriksaan Thumb Test :

1.5



Anulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh mengejan



Bila keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis medialis.



Bila tidak keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis Lateralis.

Diagnosis Banding 1. Limfadenitis yang disertai tanda radang lokal umum dengan sumber infeksi di tungkai bawah, perineum, anus, atau kulit tubuh kaudal dari tingkat umbilikus. 2. Lipoma kadang tidak dapat dibedakan dari benjolan jaringan lemak preperitoneal pada hernia femoralis. 3. Abses dingin yang berasal dari spondilitis torakolumbalis dapat menonjol di fosa ovalis. Untuk membedakannya perlu diketahui bahwa munculnya hernia erat hubungannya dengan aktivitas seperti mengedan, batuk, dan gerak lain yang disertai dengan peninggian

tekanan intra-abdomen, sedangkan penyakit lain seperti limfadenitis femoralis tidak berhubungan dengan aktivitas demikian

1.6

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan 1. Konservatif Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. a.Reposisi Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulate, kecuali pada pasien anak-anak. reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya kearah cincin hernia dengan tekanan lambat tapi menetap sampai terjadi reposisi. Pada anak-anak inkarserasi lebih sering terjadi pada umur dibawah dua tahun. Reposisi spontan lebih sering dan sebaliknya gangguan vitalitas isi hernia jarang terjadi jika dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh cincin hernia

yang

lebih

elastis

dibandingkan

dengan

orang

dewasa.

Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak dengan pemberian sedative dan kompres es diatas hernia. Bila usaha reposisi ini berhasil anak disiapkan untuk operasi pada hari berikutnya. Jika reposisi hernia tidak berhasil dalam waktu enam jam harus dilakukan operasi segera. Pada tindakan reposisi ini posisi penderita dapat dilakukan denagn posisi seperti pada gambar :

Gambar 11 : Reposisi dengan posisi trendelenburg b. Bantalan penyangga ( sabuk Truss) Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harusdipakai seumur hidup. Namun cara yang berumur

lebih

dari

4000

tahun

ini

masih

saja

dipakai

sampai

sekarang.

Sebaiknya cara ini tidak dinjurkan karena mempunyai komplikasi, antara lain merusak kulit dan tonus otot dinding perut didaerah yang tertekan sedangkan strangulasi tetap mengancam. Pada anak-anak cara ini dapat menimbulkan atrofitestis karena tekanan pada funikulus spermatikus yang mengandung pembuluh darah dari testis 2. Operatif Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia adalah hernioraphy, yang terdiri dari herniotomi dan hernioplasti.

a. Herniotomi Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya. Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong. Indikasi : 1. Hernia Inkarserata / Strangulasi (cito) 2. Hernia Irreponabilis ( urgen, 2 x 24 jam) 3. Hernia Reponabilis dilakukan atas indikasi sosial : pekerjaan (elektif) 4. Hernia Reponabilis yang mengalami incarserasi (HIL,Femoralis) Prinsip semua hernia harus dioperasi, karena dapat menyebabkan inkarserasi / strangulasi. Herniotomy pada dewasa lebih dulu faktor-faktor penyebab harus dihilangkan dulu, misal BPH harus dioperasi sebelumnya. Tehnik Operasi 

Incisi inguinal 2 jari medial SIAS sejajar ligamentum inguinale ke tuberculum pubicum



Incisi diperdalam sampai sampai nampak aponeurosis MOE : tampak crus medial dan lateralis yang merupakan anulus eksternus



Aponeurosis MOE dibuka kecil dengan pisau , dengan bantuan pinset anatomis dan gunting dibuka lebih lanjut ke kranial sampai anulus internus dan ke kaudal sampai membuka annulus inguinalis eksternus. Hati2 dengan N.Ilioinguinalis dan N.Iliohypogastrik. M.cremaster disiangi sampai nampak funiculus spermaticus



Funiculus dibersihkan dicantol dengan kain kasa dibawa ke medial, sehingga nampak kantong peritoneum



Peritoneum dijepit dengan 2 bh pinset kemudian dibuka selanjutnya usus didorong ke cavum abdomen dengan melebarkan irisan ke proksimal sampai leher hernia, kantong sebelah distal dibiarkan



Leher hernia dijahit dengan kromik dan puntung ditanamkan di bawah conjoint tendo dan digantungkan



Selanjutnya dilakukan hernioplasty secara :

Ferguson Funiculus spermaticus ditaruh disebelah dorsal MOE dan MOI abdominis. MOI & transversus dijahitkan pada ligamentum inguinale dan meletakkan funiculus di dorsalnya. kemudian aponeurosis

MOE

dijahit

kembali,

sehingga

tidak

ada

lagi

canalis

inguinalis.

Bassini MOI dan transversus abdominis dijahitkan pada ligamentum inguinal, Funiculus diletakkan disebelah ventral,

aponeurosis

MOE

tidak

dijahit,

sehingga

canalis

inguinalis

tetap

ada.

Kedua musculus berfungsi memperkuat dinding belakang canalis,sehingga LMR hilang Gambar 13: Teknik bassini Halsted Dilakukan

penjahitan MOE, MOI dan m.transversus abdominis, untuk memperkuat / menghilangkan LMR. Funiculus

spermaticus

diletakkan

di

subcutis

Cara Ferguson dan Bassini dilakukan pada orang dewasa. Cara Halsted dilakukan pada orang tua, supaya dinding perut lebih kuat 

Kemudian luka ditutup lapis demi lapis

1. Aponeurosis MOE jahit simpul dengan cromic catgut 2. Subcutan fat dijahit simpul dengan catgut 3. Kulit dijahit dengan zyde secara simpul

Tehnik operasi Herniotomi – Herniorafi Lichtenstein

Hernia inguinalis lateralis dan medialis: 1. Penderita dalam posisi supine dan dilakukan anestesi umum, spinal anestesi atau anestesi lokal 2. Dilakukan insisi oblique 2 cm medial sias sampai tuberkulum pubikum 3. Insisi diperdalam sampai tampak aponeurosis MOE (Muskulus Obligus Abdominis Eksternus) 4. Aponeurosis MOE dibuka secara tajam 5. Funikulus spermatikus dibebaskan dari jaringan sekitarnya dan dikait pita dan kantong hernia diidentifikasi 6. Isi hernia dimasukan ke dalam cavum abdomen, kantong hernia secara tajam dan tumpul sampai anulus internus 7. Kantong hernia diligasi setinggi lemak preperitonium , dilanjutkan dengan herniotomi 8. Perdarahan dirawat, dilanjutkan dengan hernioplasty dengan mesh 9. Luka operasi ditutup lapis demi lapis Komplikasi Durante Operasi 

Lesi funiculus spermaticus



Lesi usus, vu, vasa epigastrica inferior, vasa iliaca ekterna



Putusnya arteri Femoralis

Post Operasi 

Hematom, Infeksi, Wound dehisiensi



Atropi testes



Hydrocele



Rekurens

b. Hernioplasti Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting artinya dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal berbagai metode hernioplasti seperti memperkecil

anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan pertemuan m. tranversus internus abdominis dan m. oblikus internus abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon ke ligamentum inguinale poupart menurut metode Bassini, atau menjahitkan fasia tranversa m. transversus abdominis, m.oblikus internus abdominis ke ligamentum cooper pada metode Mc Vay. Bila defek cukup besar atau terjadi residif berulang diperlukan pemakaian bahan sintesis seperti mersilene, prolene mesh atau marleks untuk menutup defek.

Shouldice Menurut Abrahamson (1997) prinsip dasar tehnik Shouldice adalah Bassini multi layer, di klinik khusus hernia Shouldice digunakan kawat baja no 32 atau 34 untuk menjahit defek dinding posterior kanal inguinal. Tetapi penggunaan benang monofilamen sintetis non absorbsi lebih biasa dipakai diluar Toronto. Adapun tahapan hernioplasty menurut Shouldice: Langkah pertama: Setelah dilakukan insisi garis kulit sampai fasia, dengan preparasi saraf ilioinguinal dan iliohipogastrika, bebaskan funikulus dari fasia transversalis sampai ke cincin interna, membuang kantong dan ligasi setinggi mungkin. Dilanjutkan dengan memotong fasia transversalis dan membebaskan lemak pre peritoneal.

Gambar 14 :

Gambar 15 :

Langkah berikutnya dilakukan rekonstruksi dinding belakang inguinal dengan jahitan jelujur membuat suatu flap dari tepi bawah fasia ke bagian belakang flap superior, usahakan titik jahitan tidak segaris dengan jarak 2-4 mm. Bagian flap superior yang berlebih dijahitkan kembali pada lapisan dibawahnya dengan jelujur membentuk lapisan ke dua (gambarA). Demikian seterusnya

gambar 16

dengan menjahit tendon konjoin ke ligamentum inguinal membentuk lapisan ke tiga (gambar B). Kemudiaan penjahitan aponeorosis obliqus eksterna membentuk lapisan ke empat (gambar C). Bagian flap superior yang berlebih dijahitkan kembali pada lapisan dibawahnya dengan jelujur membentuk lapisan ke dua (gambarA). Demikian seterusnya dengan menjahit tendon konjoin ke ligamentum inguinal membentuk lapisan ke tiga (gambar B). Kemudiaan penjahitan aponeorosis obliqus eksterna membentuk lapisan ke empat (gambar C). Lichtenstein Tension free Tehnik pemasangan mesh pada Lichtenstein seperti berikut (Wexler, 1997) : Dilakukan terlebih dahulu herniotomi 2. Letakkan bahan mesh ukuran 10x5 cm diletakkan di atas defek, disebelah bawah spermatik kord. 3. Dilakukan penjahitan dengan benang non absorbsi 3-0 ke arah : - Medial : perios tuberkulum pubikum.

- Lateral : melingkari spermatik kord. - Superior : pada konjoin tendon. - Inferior : pada ligamentum inguinal.

Gambar 17 : setelah pemasangan mesh

Karena penjahitan pada tehnik Shouldice dilakukan cara jelujur tidak terputus pada titik yang berbeda kesegarisannya menyebabkan tarikan yang terjadi menyebar dan terdistribusi dibanyak titik sehingga rasa nyeri menjadi tidak dominan disatu tempat. Hal inilah yang menyebabkan keluhan rasa nyeri pasca operasi menjadi lebih ringan dibanding tehnik konvensional lainnya (Abrahamson, 1997). Penggunaan material sintetis sebagai penutup defek miopektineal dinding belakang kanalis inguinal memerlukan persyaratan tertentu, prostesis yang dipakai harus cukup kuat sebagai penyangga, tidak bersikap alergen, mempunyai potensi untuk menimbulkan respon inflamasi dan cepat berintegrasi dengan jaringan sekitar. Agar integrasi menjadi solid, prostesis berupa anyaman yang berpori sehingga jaringan tumbuh diantara pori-pori tersebut. Polypropylene mesh dikategorikan memiliki sifat tersebut serta mampu bersifat permanen sehingga tidak diperbolehkan kontak langsung dengan organ visera karena akan menimbulkan perlengketan serta obstruksi atau pembentukan fistula. Saat ini polypropylen mesh dipilih sebagai prostesis baku dalam petatalaksanaan hernio plasty (Wexler, 1997). Hernioplasty dengan polypropylene mesh mencegah terjadinya peregangan sewaktu rekonstruksi dinding belakang kanalis inguinal sehingga perasaan nyeri pasca operasi dapat berkurang dengan

nyata. Diikuti pemulihan dan kembali kepada aktivitas rutin yang lebih dini, serta pencegahan rekurensi jangka panjang. Pemulihan dan kemampuan kerja setelah operasi ternyata sangat dipengaruhi oleh rasa sakit (Callesen, 1999). Bax (1999) melaporkan dengan polypropylene mesh lebih dari 60% pekerja kasar dan lebih dari 90% pekerja kantoran telah dapat bekerja dalam 10 hari. Ismail (2000) melaporkan 74 % penderita telah kembali mengemudikan mobil dalam 10 hari, 49 % diantaranya dalam 7 hari. Untuk mencegah rekurensi jangka panjang penggunaan material harus cukup lebar untuk menutup seluruh defek miopektineal (dengan ukuran 10 x 5 cm), tidak terjadi lipatanlipatan, melingkari bagian dari spermatik kord di daerah kanalis inguinal interna

1.7

Komplikasi Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi hernia dapat tertahan di dalam kantong hernia pada hernia irreponibilis, hal ini terjadi jika hernia terlalu besar atau terdiri dari omentum, organ ekstraperitoneal, atau hernia akreta. Di sini tidak timbul gejala klinik kecuali berupa benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulata yang menimbulkan obstruksi usus yang sederhana. Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi oedem organ atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya oedem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudat berupa cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel, atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut. Hernia inguinalis dapat menjadi inkarserata dan strangulata. Mual, muntah, dan nyeri abdomen yang berat dapat terjadi pada hernia strangulata. Hernia strangulata merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa (gawat darurat) yang membutuhkan pembedahan segera.

1.8

Prognosis Prognosis biasanya cukup baik bila hernia diterapi dengan baik. Angka kekambuhan setelah pembedahan kurang dari 3%.

BAB II LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA Nama

: Tn.Hengky

Umur

: 46 tahun

Jenis Kelamin

: laki-laki

Alamat

: Wonosari, Mangli

Agama

: Islam

Suku bangsa

: Madura

Tanggal MRS

: 12 September 2012

Tanggal pemeriksaan

: 13 September 2012

Tanggal KRS

: 14 September 2012

ANAMNESIS Keluhan Utama

: keluar benjolan di lipatan paha kanan

Riwayat Penyakit Sekarang

: Pasien mengatakan kurang lebih 1 tahun yang lalu muncul benjolan dari lipatan paha kanannya, awalnya benjolan tersebut kecil. Jika pasien berdiri dan mengejan benjolan tersebut keluar, namun saat berbaring dapat masuk lagi.. Benjolan tidak pernah nyeri dan tidak pernah merah.

Nafsu makan pasien baik, berat badan tidak pernah menurun. Pasien sering mengejan saat BAB, karena konsistensi yang keras. BAB biasanya 2 hari sekali. Sejak 1 hari yang lalu benjolan tidak dapat dimasukkan lagi. Pasien tidak merasa mual, tidak muntah, tidak mengalami gangguan BAB (BAB seperti biasanya) dan masih bisa kentut. Riwavat Penyakit Dahulu

:Pasien

menyangkal

mempunyai

riwayat

batuk

lama,

DM,

tumor/kanker. Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi. Riwayat Penyakit Keluarga

: tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti pasien.

Riwayat Pengobatan

:-

Riwayat Sosial

: pasien bekerja sebagai seorang kuli bangunan dan sering mengangkat beban berat

PEMERIKSAAN FISIK Rabu, 12 September 2012 (H1) KU : sedang

Kesadaran: Composmentis

VS : TD : 120/80 x/menit

RR

: 20 x/menit

N : 88 x/menit



: 36,4ºC

Status generalis: Kepala: Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung

: tidak ada secret/bau/perdarahan

Telinga

: tidak ada secret/bau/perdarahan

Mulut

: bibir tidak sianosis, tidak ada pigmentasi, mukosa tidak pucat.

Leher: Dalam batas normal

Thoraks: Cor: I: ictus cordis tidak tampak P: ictus cordis teraba di ICS IV MCLS P: batas jantung ICS IV PSL dekstra sampai ICS V MCL sinistra A: S1S2 tunggal

Pulmo: I: Simetris, tidak ada retraksi P: Fremitus raba normal P: Sonor A: Vesikuler +/+, Ronkhi -/- Wheezing -/Abdomen: I: flat A: bising usus (+) normal P: tympani P: soepel, H/L tidak teraba, tidak ada nyeri tekan Ekstremitas: Akral hangat

+ + +

+

Oedem

-

- -

Status Lokalis: Regio inguinalis D : Inspeksi: terdapat benjolan di bawah lig.inguinale, diameter 8 cm x 4 cm, permukaan rata, warna sesuai warna kulit, tidak kemerahan.

Palpasi: tidak teraba hangat, kenyal, batas atas tidak jelas, tidak dapat dimasukkan, transluminasi (-), tidak nyeri. Auskultasi : bising usus (+).

Massa (+) diameter ± 8cmx4c,kenyal, mobile, nyeri ()hiperemi(-) ,transluminasi (-)

ASSESMENT Hernia inguinalis lateralis dextra inkarserata

PLANNING -Infus RL 1000 cc/24 jam -injeksi Ceftiaxon 1x2 gr -injeksi Antrain 1x1 ampul -pro herniotomi

PEMERIKSAAN PENUNJANG Hasil Laboratorium (12 september 2012): Hematologi Hb

: 15,2 gr/dl

(13,4-17,7 gr/dL)

Lekosit

: 18,0 x 109 /L

(4,3-10,3 x 109/L)

Hematokrit Trombosit

: 34%

(38-42%) : 371 x 109 /L

(150-450 x 109/L)

Faal Hati SGOT

: 25 u/L

(10-35 u/L)

SGPT

: 28 u/L

(9-43 u/L)

Faal Ginjal Serum Kreatinin

: 1,4 mg/dL

(0,6-1,3mg/dl)

BUN

: 65 mg/dL

(6-20 mg/dl)

Urea

: 139

(10-50 mg/dl)

As. Urat

: 8,2

(3,4-7 mg/dl)

LAPORAN OPERASI HERNIOTOMY + HERNIOPLASTY (Rabu,12 September 2012)

Kami s, 13 Sept emb er 2012 (H3) S: flatus (+) O:

KU: seda ng VS : TD : 120/70 x/menit RR

: 20 x/menit

N : 92 x/menit



Status generalis: Thorak: cor : S1S2 tunggal Pulmo: vesikuler +/+ , Rh -/-, Wh -/Abdomen:

I: flat A: bising usus (+) normal P: tympani P: soepel, nyeri tekan (-)

: 36,5ºC

Ekstremitas: Akral hangat

+ + +

Oedem +

- - -

Status lokalis: regio inguinalis D: Luka operasi tertutup verband, rembesan darah (+), nyeri (-)

Verban (+), nyeri (+) darah (+) pus (-)

A: Hernia inguinalis lateralis dextra inkarserata post hernioraphy (H1) P: -inf RL : D5 = 1:1 -injeksi cefrtiaxon 2x1 gr -injeksi antrain 3x1 ampul -injeksi ranitidin 3x1 ampul -mobilisasi mika miki nanti malam duduk lalu jalan - MSS lalu diet bebas

Jumat, 14 September 2012(H3) S: Perut kembung O:

KU: cukup

Kesadaran: Composmentis

VS : TD : 110/80 x/menit RR

: 20 x/menit

N : 80 x/menit



: 36,4ºC

Status generalis: Thorak: cor : S1S2 tunggal Pulmo: vesikuler +/+ , Rh -/-, Wh -/Abdomen:

I: flat A: bising usus (+) normal P: tympani P: soepel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas: Akral hangat

+ + +

Oedem +

- - -

Status lokalis: regio inguinalis S: Luka operasi tertutup verband, rembesan darah (-), nyeri (-)

Verban (+), nyeri (+) darah (-) pus (-)

A: Hernia inguinalis lateralis dextra inkarserata post hernioraphy(H2)

P: - inf RL : D5 = 1:1 -injeksi cefrtiaxon 2x1 gr -injeksi antrain 3x1 ampul -injeksi ranitidin 3x1 ampul -mobilisasi duduk lalu jalan - diet TKTP Pasien minta pulang paksa

DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi, F.C, et al. 2006. Schwartz’s Manual of Surgery. United States of America: The McGrawHill Companies.

Grace, P.A. 2002. Surgery at a Glance Second Edition. United Kingdom: Blackwell Publishing Company.

Dugdale,

David

C,

et

al.

2008.

Femoral

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001136.htm

Sari, D.K, et al. 2005. Chirurgica. Yogyakarta: Tosca Enterprise.

Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Jakarta: EGC.

Hernia.

More Documents from "Frisca Sidabalok"

Cover (3).docx
May 2020 12
Tabel Dummy.docx
May 2020 12
Asal.docx
May 2020 31
Silga.doc
May 2020 10
Tul.docx
May 2020 0