Artritis Septik Word.docx

  • Uploaded by: farah bachmid
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Artritis Septik Word.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,172
  • Pages: 21
BAB 1 PENDAHULUAN

Arthritis septik pada anak merupakan suatu penyakit radang sendi yang disebabkan oleh bakteri atau jamur. Infeksi dapat terjadi akibat penyebaran secara hematogeneous atau disebabkan oleh inokulasi langsung akibat trauma termasuk pembedahan. Penyakit ini lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dan predileksi terbanyak terdapat pada sendi-sendi besar diekstremitas bawah. Septik arthritis dapat mengenai berbagai usia, tetapi anak-anak dan orang tua lebih mudah terkena, terutama jika mereka sudah mempunyai kelainan pada sendi seperti riwayat trauma atau kondisi seperti hemofilia, osteoarthritis, atau rheumatoid arthritis. Pasien immunocompromise untuk beberapa alasan dan penyakit seperti diabetes mellitus, alkoholisme, sirosis, kanker, dan uremia meningkatkan resiko infeksi. Kejadian septik arthritis tidak dipengaruhi oleh ras. Infeksi sendi mengenai 55% laki-laki dan 45% berusia lebih dari 65 tahun. Kejadian artritis septik sekitar 2-10 kasus tiap 100.000 populasi per tahun. Insiden ini meningkat seiring dengan semakin banyaknya pasien dengan gangguan sistem imun seperti rheumatoid arthritis dan sistemik lupus eritematosus dimana terdapat sekitar 30-70 kasus per 100.000 populasi. Diagnosis arthritis septik ditegakkan berdasarkan hasil kultur yang diperoleh dari sendi yang terinfeksi dan didukung dengan pemeriksaan C-reactive protein serta ultrasound. Bakteri Staphylococcus Aureus merupakan penyebab paling banyak dan merupakan target utama dari pengobatan empiris. Cephalosporin generasi pertama dan clindamycin adalah antibiotic yang cocok.1,2

1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Arthritis septik adalah infeksi bakteri pada synovial dan struktur lain pada sendi yang menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi sehingga mengakibatkan destruksi dari cartilago articularis dan kemudian seluruh sendi. (Erich Rutz, 2013). Kebanyakan kasus terjadi akibat penyebaran bakteri secara hematogen, dan hanya beberapa kasus yang terjadi oleh karena inokulasi langsung dari pathogen. 1,3

2.2 Anatomi dan Metabolisme Sendi A. Rawan Sendi Rawan sendi adalah jaringan ikat khusus yang menutupi permukaan sendi yang memungkinkan gerakan antar tulang dengan kecepatan tinggi namun rendah gesekan. Rawan sendi terdiri atas jaringan elastik dengan komposisi sebagian besar matriks ekstraseluler dan hanya 2% dari berat keseluruhannya adalah kondrosit. Rawan sendi merupakan jaringan aktif, selalu menjaga keseimbangan komposisinya baik selularitas maupun matriks. Hal ini penting karena untuk mempertahankan fungsinya yang elastik yang berguna untuk meredam beban atau tekanan pada sendi. Kondrosit memegang peranan dalam menjaga keseimbangan ini. Kondrosit dalam rawan sendi hidup dalam keadaan terisolasi, tunggal atau dalam kelompok kecil volumenya hanya 1-2% dari seluruh rawan sendi, kondrosit mempunyai peran cukup besar karena bertanggung jawab terhadap terhadap sintesis dan rumatan seluruh matriks rawan. Kondrosit dapat mensintesis kolagen proteoglikan dan berbagai enzim inhibitor. Fungsi sintesisnya berubah-ubah sebagai reaksi terhadap berbagai rangsangan biokimia, struktural dan fisik. Rawan sendi normal adalah jaringan avaskuler sehingga kondrosit hidup dalam kondisi hipoksia dan asidosis serta menggunakan proses glikolisis anaerob untuk sumber energinya, sumber utama nutrisi rawan sendi berasal dari cairan sinovial. Dalam kondisi normal kondrosit jarang dijumpai mengadakan proliferasi, meskipun aktif melakukan metabolisme sehingga seluleritas rawan sendi kondisi

2

normal selalu dipertahankan konstan. Pada usia lanjut pada umumnya ditemukan seluleritas rawan sendi berkurang sehingga didapatkan kualitas dan kuantitas rawan sendi menurun. Matriks ekstraseluler mengandung komposisi spesifik, seperempatnya merupakan matriks organik, jaringan kolagen sekiter sepertiganya, yang didominasi kolagen tipe 2. Bila ditinjau antara komposisi matriks dan sel kondrosit, maka rawan sendi ini terbagi dalam tiga lapis. Lapisan superfisial (tangensial zone) jumlah sel kondrosit tidak padat berbentuk pipih dan mempunyai kapasitas sintesis matriks rendah dibanding dengan lapisam lainnya, matriks terdiri dari serat kolagen tipis yang tersusun secara tangensial disertai banyak proteoglikan

kecil

dan sedikit

agrecan.

Lapisan tengah (mid

zone/transititional zone), merupakan 40-60% berat rawan sendi, bentuk kondrosit bulat dan sekitarnya dipenuhi kolagen tebal yang tersusun secara radial, dan pada lapisan dalam (radial zone) kondrosit tersusun prependikuler dan kolagen yang paling tebal. Konsentrasi proteoglikan makin ke dalam makin besar.3,4 Arthritis septik merupakan suatu penyakit yang menyerang bagian persendian dari tubuh. Sendi dapat diklasifikasikan berdasarkan jaringan ikat yang menghubungkan kedua tulang, yaitu:4 a. Sendi fibosa : kedua tulang dihungkan oleh jaringan ikat padat fiborsa, contohnya seperti antara gigi dan rahang (gomphosis), sutura lambdoidea, sendi antara radius dan ulna, serta tibia dan fibula (syndesmosis). b. Sendi kartilago : kedua tuang dihubungkan oleh kartilago, seperti pada epiphyseal plate pada tulang yang sedang bertumbuh, sendi kostokondral, simpifisis pubis, dan sendi diskus intervertebralis. c. Sendi synovial : merupakan sendi yang berisi cairan synovial di dalam cavum sinovium. Bagian permukaan tulang yang berartikulasi dilapisi oleh kartilago. Keseluruhan bagian sendi dilapisi oleh suatu kapsul sendi yang diperkuat

3

dengan berbagai macam ligament dan tendon yang membantu untuk menggerakkan dan menstabilkan sendi dalam proses bergerak

gambar 1. anatomi sendi Pada artrhritis septik lebih sering mengenai sendi-sendi sinovial (diartrodial) yang ada pada tubuh. Sendi sinovial memiliki rongga sendi dan juga permukaan sendi yang ditutupi oleh tulang rawan hyalin. Kapsul sendi terdiri dari suatu selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalam yang terbentuk dari jaringan ikat dengan struktur pembuluh darah yang banyak dan sinovium yang membentuk suatu kantung yang melapisi seluruh bagian sendi dan membungkus tendontendon yang melintasi sendi.4 Sinovium tidak meluas melampaui seluruh sendi sehingga memungkinkan sendi untuk bergerak secara penuh, sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi seluruh permukaan sendi. Cairan sinovial yang normal berwarna bening, tidak membeku, tidak berwarna ataupun kekuningan. Cairan sinovial juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi.Kartilago hyalin merupakan bagian yang menutupi bagian tulang yang menanggung beban tubuh pada sendi sinovial. Rawan sendi tersusun dari sedikit sel dan sejumlah besar zat-

4

zat dasar yang terdiri dari kolagen tipe II dan proteoglikan yang dihasilkan oleh sel-sel rawan. Proteoglikan yang ada bersifat hidrofilik sehingga mampu menahan kerusakan waktu sendi menerima beban yang berat dari tubuh.Aliran darah ke sendi banyak yang menuju ke sinovium. Pembuluh darah masuk melalui tulang subkondral pada tingkat tepi kapsul. Sendii dipersarafi oleh saraf-saraf perifer yang melintasi sendi, terutama sensoris nyeri dan propioreseptor.4

B. Matriks Ekstraseluler a. Kolagen Elemen terbanyak jaringan rawan sendi yang merupakan kolagen tipe 2. Disintesis kondrosit dalam bentuk prokolagen yang selanjutnya proses sintesisnya dilanjutkan di luar sel kondrosit. Kolagen tipe 2 merupakan susunan kompleks dan gambaran yang spesifik. Pembentukan serabut serta kekencangan dari kolagen terorganisasi secara teratur dan berbeda-beda pada masing-masing rawan sendi. Serabut yang tipis biasanya terletak pada daerah teritorial yang berdekatan dengan sel kondrosit serta didapatkan pada lapisan superfisial. Secara gradual ketebalan dari serabut kolagen ini semakin meningkat.3,4

b. Proteoglikan Matriks non kolagen yang terbanyak di dalam rawan sendi adalah agrecan yang berupa molekul besar dan berinti protein yang tersusun dari 2000 asam amino dan saling berikatan dengan glikosaminoglikan. Sedangkan glikosaminoglikan sendiri tersusun dari keratin sulfat dan kondroitin sulfat. Pada larutan komplek glikosaminoglikan bermuatan negatif dan bertanggung jawab terhadap hidrasi dan tekanan pada rawan sendi. Struktur molekul agrecan relatif dipertahankan stabil, proses ini diregulasi oleh sel secara intra maupun ekstraseluler. Di setiap rawan sendi komposisi molekul agrecan ini tidak sama, hal ini dipengaruhi oleh letak sendi, jenis spesies dan lapisan rawan sendi. Proses penuaan atau degeneratif makan terjadi perubahan komposisi,stabilitas agrecan sehingga ukuran molekul agrecan berubah. Umumnya ukurannya lebih kecil. Menurunnya konsentrasi link protein pada agrecan menyebabkan sifat agregasi terhadap hyaluronan menurun.

5

Molekul agrecan sangat sensitif terhadap enzim proteinase. Dengan demikian dalam keadaan normal atau patologi turnover matriks rawan sendi, maka akan terjadi pelepasan fragmen proteoglikan ke dalam cairan sinovial.3,4

c. Proteoglikan kecil (small proteoglikan) Lebih dikenal dengan Leucine-rich repeat protein (LRP-protein) mempunyai 4 jenis yaitu Decorin, fibromodulin, lumican, dan byglikan, dimana semua jenis protein ini mempunyai kemampuan mengikat kolagen. Matriks lain yang juga dapat ditemukan pada rawan sendi yaitu COMP suatu protein dengan berat molekul besar, ditemukan jumlahnya banyak pada rawan sendi yang sedang tumbuh, disintesis dan disimpan oleh kondrosit pada daerah teritorial, diduga protein ini berfungsi sebagai kontrol pertumbuhan dan proliferasi sel kondrosit.3,4

C. Metabolisme rawan sendi Organisasi matriks makromolekul sangat unik. Mempunyai kapasitas mentransfer tekanan yang menimpa sendi, yang mana kemampuan ini diperankan komponen agrecan, dan kemampuan peregangan diperankan kolagen tipe 2. Normal, rawan sendi

mempertahankan

kemampuan

ini

dengan

menjaga

keseimbangan

komposisinya, dengan cara melakukan balans (turnover) antara degradasi dan sintesis matriks, yang mana proses ini berjalan lamban. Saat ini telah diketahui peran enzim proteolitik pada proses degradasi matriks. Enzim ini disekresi dalam bentuk proenzim yang dapat diaktifkan oleh enzim lainnya. Pada osteoarthritis terdapat peningkatan enzim-enzim ini yaitu antara lain streptomyolysin 1 (MMP3), gelatinase A (MMP2), gelatinase B (MMP9), kolagenase 1 (MMP1), kolagenase 2 (MMP2), kolagenase 3 (MMP13),MT1-MMP, plasminogen aktivator dan kaptesin B. Setiap enzim mempunyai spesifitas dalam memecah matriks,ada beberapa enzimproteolitik yanng dikenal antara lain metalloproteinase (MMPs), streomyolisine, gelatinase A, B, Kaptesin. Metalloproteinase merupakan enzim

yang

mempunyai

peranan

penting

dalam

pemecahan

matriks

makromolekul.3,4

6

2.3. Epidemiologi Insiden arthritis septic di Afrika Selatan pada anak yaitu 1:20.000. Penyakit ini paling sering terkena pada balita dan anak-anak. Anak laki-laki lebih sering terkena dibanding anak perempuan dengan ratio 2:1. Insiden di negara berkembang yaitu 4-5 kasus per 100.000 anak pertahun. Predileksi terbanyak ditemukan pada sendi-sendi besar di ektremitas bawah, sendi panggul, lutut,dan sendi pergelangan kaki.1 Beberapa penulis juga mengemukakan mengenai epidemiologi dari arthritis septic seperti yang tertera dalam table berikut. Tabel 1. Epidemiologi arthritis septik

Riccio V, 2012 Lechevalier melaporkan frekuensi arthritis septik berdasarkan usia di Amerika Serikat, yaitu sebanyak 63% untuk anak usia < 5 tahun, 49% untuk anak usia < 3 tahun, dan 31% untuk anak usia < 2 tahun. Sedangkan menurut Valdiserri, sebesar 80% untuk anak usia < 4 tahun dan 50% untuk anak usia < 1 tahun.2,6

2.4. Etiologi Bakterial atau supuratif artritis dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu, gonokokal dan non-gonokokal. Neisseria gonorrhoeae merupakan patogen tersering (75%) pada pasien dengan aktifitas seksual yang aktif. Penyebab tersering dari arthritis septik adalah bakteri Staphylococcus Aureus dan bakteribakteri pada saluran pernapasan. Kingella Kingae merupakan bakteri pathogen lokal yang teridentifikasi meningkat dan merupakan penyebab tersering pada 7

anak-anak usia 6-36 bulan. Selain Staphylococcus Aureus, bakteri yang paling sering menyebabkan arthritis septik pada orang dewasa adalah Streptococcus spp. Sedangkan untuk bakteri gram negatif yang menjadi penyebab terbanyak arthritis septik

adalah

Pseudomonas

Aerogenosa

dan

Escherichia

Coli.

Dulu,

Haemophilus influenza merupakan salah satu penyebab terbanyak arthritis septik terutama pada anak usia lebih dari 2 tahun, tetapi seiring dengan berkembangnya vaksin terhadap Haemophilus influenza insidennya makin menurun. Berikut beberapa spesies yang paling banyak menyebabkan arthritis septik.3,6,7 Tabel 2. Mikroorganisme penyebab arthritis septik

2.5. Sumber Penularan Sinovium merupakan struktur yang kaya dengan vaskular yang kurang dibatasi oleh membran basal sehingga memungkinkan masuknya bakteri secara hematogen dengan lebih mudah. Lingkungan di dalam ruang sendi yang sangat avaskular (karena banyaknya fraksi kartilago hyalin), aliran cairan sendi yang lambat, menciptakan suasana yang nyaman dan baik bagi bakteri untuk berdiam dan berproliferasi.3,5,6 Sumber infeksi pada artritis septik dapat melalui beberapa cara yaitu sebagai berikut. 3,5,6

8

a. Secara hematogen Penyebaran secara hematogen ini terjadi pada 55% kasus dewasa dan 90% kasus anak-anak. Sumber bakterimia dapat berasal dari infeksi atau tindakan invasif pada kulit, saluran nafas, saluran kencing, rongga mulut. Selain itu, pemasangan kateter intravaskular termasuk pemasangan vena sentral, kateterisasi arteri femoral perkutaneus serta injeksi obat intravenus dapat menjadi sumber bakteremia. 3,5,6

b. Inokulasi langsung bakteri ke ruang sendi Inokulasi langsung bakteri ke dalam ruang sendi terjadi sebesar 22%-37% pada sendi tanpa prostetik dan sebesar 62% terjadi pada sendi dengan prostetik. Pada sendi dengan prostetik, inokulasi bakteri biasanya terjadi pada saat prosedur operasi dilakukan. Pada sendi yang intak, inokulasi bakteri terjadi selama tindakan operasi sendi atau sekunder dari trauma penetrasi, gigitan binatang, atau tusukan benda asing ke dalam ruang sendi. 3,5,6

c. Infeksi pada jaringan muskuloskeletal sekitar sendi Kebanyakan kasus artritis bakterial terjadi akibat penyebaran kuman secara hematogen ke sinovium baik pada kondisi bakteremia transien maupun menetap. Penyebaran infeksi dari jaringan sekitarnya terjadi pada kasus osteomyelitis yang sering terjadi pada anak-anak. Pada anak yang berusia kurang dari 1 tahun, pembuluh darah memperforasi diskus pertumbuhan epifisal yang menimbulkan lanjutan infeksi dari tulang ke ruang sendi. Pada anak yang lebih lanjut, infeksi pada tulang dapat merusak bagian korteks dan menyebabkan artritis septik sekunder jika tulang berada di dalam kapsul sendi, seperti pada sendi koksae dan bahu. Pada orang dewasa penyakit dasar infeksi kulit dan penyakit kaki diabetik sering sebagai sumber infeksi yang berlanjut ke ruang sendi. 3,6,8

2.6. Patofisiologi Tarjadinya suatu arthritis septik diketahui sebagai akibat adanya infeksi dari suatu organisme tertentu. Organisme dapat menyerang sendi oleh inokulasi 9

langsung, penyebaran yang berdekatan dari jaringan periarticular yang terinfeksi, atau melalui aliran darah (rute yang paling umum).6,9 Sendi yang normal memiliki beberapa komponen pelindung. Sel-sel sinovial sehat memiliki aktivitas fagosit dan aktivitas bakterisida yang signifikan. Adanya penyakit lain yang mendasari misalnya rheumatoid arthritis dan lupus eritematosus sistemik dapat menghambat fungsi defensif dari cairan sinovial dan mengurangi

efek

kemotaksis

dan

fungsi

fagositosis

dari

leukosit

polimorfonuklear. 6,9 Sendi yang sebelumnya rusak akibat dari rheumatoid arthritis adalah sendi yang paling rentan terhadap infeksi. Membran sinovial pada sendi yang rusak sulit membentuk neovaskularisasi dan akan meningkatkan faktor adhesi, kedua kondisi ini akan mempermudah terjadinya bakteremia yang merupakan penyebab utama terjadinya infeksi sendi. Pada orang dewasa, anastomosis arteriolar antara epiphysis dan sinovium memungkinkan penyebaran osteomyelitis ke dalam ruang sendi. 6,9 Konsekuensi utama dari invasi bakteri adalah kerusakan tulang rawan artikular. Hal ini mungkin terjadi karena sifat patologis dari organisme tertentu. Sel-sel yang ada dapat merangsang sintesis sitokin dan produk inflamasi lainnya, yang mengakibatkan terjadinya hidrolisis kolagen esensial dan proteoglikan. 6,9 Karena proses destruktif yang terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan pembentukan pannus dan erosi tulang rawan pada margin lateral sendi. Efusi bahkan dapat terjadi pada infeksi sendi panggul, merusak suplai darah dan mengakibatkan nekrosis aseptik tulang. 6,9 Patogenesis terjaidnya artritis septik merupakan suatu proses yang multifaktorial dan tergantung pada interaksi patogen bakteri dan respon imun hospes. Proses yang terjadi pada sendi

dapat dibagi pada tiga tahap yaitu

kolonisasi bakteri, terjadinya infeksi, dan induksi respon inflamasi hospes. 6,9

10

Gambar 1. Patofisiologi Artritis Septik

Kolonisasi bakteri Sifat tropism jaringan dari bakteri merupakan hal yang sangat penting untuk terjadinya infeksi sendi. S. aureus memiliki reseptor bervariasi (adhesin) yang memediasi perlengketan efektif pada jaringan sendi yang bervariasi. Adhesin ini diatur secara ketat oleh faktor genetik, termasuh regulator gen asesori (agr), regulator asesori stafilokokus (sar), dan sortase A. 6,9

Faktor virulensi bakteri Selain adhesin, bahan lain dari dinding sel bakteri adalah peptidoglikan dan mikrokapsul polisakarida yang berperan mengatur virulensi S. aureus melalui pengaruh terhadap opsonisasi dan fagositosis. Mikrokapsul (kapsul tipis) penting pada awal kolonisasi bakteri pada ruang sendi yang memungkinkan faktor adhesin stafilokokus berikatan dengan protein hospes dan selanjutnya produksi kapsul akan ditingkatkan membentuk kapsul yang lebih tebal yang lebih resisten terhadap pembersihan imun hospes. Jadi peran mikrokapsul disini adalah resisten terhadap fagositosis dan opsonisasi serta memungkinkan bakteri bertahan hidup intraseluler. 6,9

11

Respon imun hospes Sekali kolonisasi dalam ruang sendi, bakteri secara cepat berproliferasi dan mengaktifkan respon inflamasi akut. Awalnya sel sinovial melepaskan sitokin proinflamasi termasuk interleukin-1b (IL-1b), dan IL-6. Sitokin ini mengaktifkan pelepasan protein fase akut dari hepar dan juga mengaktifkan sistem komplemen. Demikian juga terjadi masuknya sel polymorphonuclear (PMN) ke dalam ruang sendi. Tumor necrosis factor-a (TNF-a dan sitokin inflamasi lainnya penting dalam mengaktifkan PMN agar terjadi fogistosis bakteri yang efektif. Kelebihan sitokin seperti TNF-a, IL-1b, IL-6, dan IL-8 dan macrophage colony-stimulating factor dalam ruang sendi menyebabkan kerusakan rawan sendi dan tulang yang cepat. Sel-sel fagosit mononoklear seperti monosit dan makrofag migrasi ke ruang sendi segera setelah PMN, tetapi perannya belum jelas. Komponen lain yang penting pada imun inat pada infeksi stafilokokus adalah sel natural killer (NK), dan nitric oxide (NO). Sedangkan peran dari limfosit T dan B dan respon imun didapat pada artritis septik tidak jelas. 6,9

2.7. Manifestasi Klinis Secara umum, manifestasi klinis yang ditemukan pada pasien arthritis septik diantaranya yaitu adanya nyeri, pembengkakan, rasa hangat, dan keterbatasan gerak pada sendi yang terlibat. Ada beberapa kesalahan yang mengira bahwa arthritis septik hanya terkena pada satu sendi saja, padahal terdapat beberapa bukti yang menyatakan bahwa lebih dari 22% arthritis septik terkena pada banyak sendi (poliartrikular). Sendi-sendi besar lebih sering terkena dibanding sendi-sendi kecil, lebih dari 60% arthritis septik akan menyerang sendi panggul dan lutut. Infeksi sendi multipel banyak terjadi pada anak-anak. Pemeriksaan yang teliti untuk menentukan apakah mengenai monoartikuler atau poliartikuler dibutuhkan sebelum direncanakan terapi. Arthritis septik dapat menjadi sukar untuk terdiagnosa pada neonatus karena respon inflamasi tidak jelas, dan gejala seperti demam, bengkak, eritema, dan nyeri mungkin minimal atau bahkan tidak ada. Pada neonatus, gejala yang bisa didapatkan adalah infeksi

12

di tempat lain seperti kateter umbilkal, iritabilitas, gagal tumbuh, limb position tidak simetris.

Gambar 2. Manifestasi Klinis Artritis Septik

Adapun, gejala sistemik yang sering terjadi adalah demam, keringat dingin, malaise. Adakalanya berkembang mengenai sendi lain sehingga menyebabkan poliatralgia. Nyeri progresif dan seperti ditekan bila pasien bergerak. Ketegangan lokal dan rasa hangat juga menyertai akibat pembengkakan soft tissue. Gejala klinis sesuai usia dapat dilihat pada tabel di bawah ini : 7,8 Tabel 3. Manifestasi klinis arthritis septik berdasarkan usia Usia Bayi

Anak-anak Dewasa

Manifestasi Klinis Septisemia, bayi sangat rewel, tidak mau menetek, demam tinggi, iritabel dan hambatan gerak sendi yang terkena Demam ringan, nyeri, cenderung rewel dan tidak mau menggerakkan sendi yg terkena Nyeri, pembengkakan serta gejala-gejala inflamasi sendi yang bersangkutan, gerakan sendi menjadi terbatas dan terdapat nyeri tekan

2.8. Diagnosis Meskipun arthritis septik mempunyai gambaran klinis yang bervariasi, tetapi gejala klasiknya berupa bengkak, kemerahan, nyeri, dan keterbatasan gerak pada sendi yang terlibat. Adapun gejala-gejala sistemik yang muncul yaitu,

13

demam, menggigil, dan malaise. Demam biasanya terjadi pada kasus-kasus yang disebabkan oleh methicillin-resistance S. aureus (MRSA). Sedangkan kasus-kasus yang disebabkan oleh Kingella Kingae biasanya gejala lebih ringan, bahkan demam kadang tidak ditemukan. Algoritma diagnostik artrithis septik pada anak dapat dilihat pada gambar berikut.1,3,8

Gambar 3. Algoritma diagnostik artrithis septik pada anak

Jika seorang anak dengan gejala akut terjadi peningkatan nilai CRP (>20mg/dl) atau erythrocyte sedimen rate atau ESR (>20 mm/h), maka dilakukan punksi sendi untuk menilai cairan sendi dan setelah itu diambil sampel untuk pemeriksaan bakteriologi, dan kultur darah. Penemuan cairan synovial tidak spesifik, tetapi jika didapatkan leukosit >50.000/uL dan polimorfonuklear > 75% maka perlu dipertimbangkan telah terjadi arthritis septik. Pewarnaan gram dan kultur juga merupakan pemeriksaan yang penting. Pada pewarnaan gram biasanya pertama dapat diberikan antibiotik sambil menunggu hasil sensitivitas kultur. Pyarthrosis tanpa adanya organisme yang terlihat pada pewarnaan gram biasanya

14

merupakan suatu gonokokus. Spesimen kultur untuk organisme yang sulit harus diberikan segera kepada laboratorium mikrobiologi untuk ditempatkan pada media yang sesuai dan diinkubasi dalam karbondioksida 5%. Tingkat sedimentasi eritrosit biasanya selalu meningkat, demikian pula dengan perhitungan sel darah putih. Kultur darah kadang-kadang positif bahkan ketika organisme tidak diambil dari cairan sendi.1,3,8 Banyak teknik pemeriksaan radiologi yang tersedia untuk membantu mendeteksi adanya infeksi sendi, dan walaupun dapat membantu dalam kecurigaan terhadap septik arthritis, tetapi pemeriksaan ini bukanlah diagnosa pasti (gold standart). Tampakan signifikan pada pemeriksaan X-ray tergantung dari durasi dan virulensi dari infeksi itu sendiri. Selama 2 minggu pertama, kapsul sendi akan tampak distended, penebalan soft tissue, dan jaringan lemak tidak terlihat. Pada neonatus, terjadi peningkatan tekanan intraartikuler dari efusi yang menyebabkan pelebaran celah sendi pada gambaran radiologik. Dengan kemungkinan progresifitas yang mengarah ke dislokasi patologik. Adanya hiperemia yang menetap dan tidak digunakan lagi, terjadilah demineralisasi tulang subkondral dan meluas ke proksimal dan distal sendi. Struktur trabekular secara progresif akan menghilang, dan kompaksitas dari tulang subkondral tampak tertekan. Destruksi dari kartilago dicerminkan dari penyempitan dari celah sendi sampai tulang subkondral tidak berada di tempatnya. Radiografi dapat digunakan untuk memonitor respon terapi dan deteksi ketidakadekuatan mengatasi stadium dari penyakit, sperti destruksi sendi general, osteomielitis, osteoarthritis, joint fusion, atau hilangnya tulang.1,2,8 Ultrasonografi (USG) dapat digunakan untuk mendeteksi cairan sendi yang terletak lebih dalam. Gambaran khas dari septik arthritis pada pemeriksaan USG berupa non-echo-free effusion yang berasal dari bekuan darah. USG dapat digunakan sebagai panduan dalam melakukan aspirasi dan drainase serta untuk memonitor status kompartmen intrartikuler, kapsul sendi, tidak mahal, dan mudah digunakan, tetapi pemeriksaan ini sangat tergantung dari operator yang mengerjakannya.1,2,8

15

Gambar 4. terlihat adanya efusi sendi dan peningkatan echogenitas dari iliopsoas muscle pada anak berusia 3 tahun dengan arthritis septik disertai pyomyositosis. CT Scan, MRI, dan bone scans juga dapat digunakan untuk diagnosa septik arthritis, akan tetapi pemeriksaan ini tidak selalu diperlukan. CT lebih sensitif disbanding radiografi. CT dapat menunjukkan penebalan soft-tissue, efusi sendi, dan formasi abses pada stadium awal infeksi. Selain itu, CT dapat pula digunakan sebagai panduan salam melakukan aspirasi, monitor terapi, dan membantu dalam pendekatan operatif.

Gambar 5. CT-Scan dari sendi panggul kiri, terjadi penipisan korkteks yang menandakan terjadinya suatu proses infeksi

16

MRI dapat mendeteksi infeksi dan perluasannya, dan sangat berguna untuk mendiagnosa infeksi yang sulit dicapai. MRI mempunyai resolusi yang lebih besar daripada CT dan menunjukkan gambaran anatomi yang lebih detail daripada bone scans. Dapat digunakan untuk membedakan apakah itu suatu infeksi tulang atau infeksi dari soft tissue dan menunjukkan efusi sendi.1,2

Gambar 6. MRI potongan sagital pada pasien arthritis septik pada sendi lutut kiri, tampak efusi sendi, synovial thickening, dan subcutaneous edema 2.9. Penatalaksanaan Semua kasus arthritis septik harus ditangani dengan antibiotik yang sesuai. Penanganan non medikamentosa juga dibutuhkan untuk menangani arthritis septik. Sefalosporin generasi pertama dan clindamisin merupakan antibiotic yang cocok untuk arthritis septik, tetapi harus diberikan dengan dosis yang besar yaitu 4 kali dalam sehari. Di daerah-daerah yang memiliki prevalensi MRSA yang tinggi, clindamisin merupakan pilihan yang tepat jika prevalensi resistensi terhadap clindamisin <10%. Jika terjadi resistensi terhadap clindamisin, maka dapat diganti dengan vancomisin sebagai pilihan utama, meskipun penetrasi ke tulang kecil. Monoterapi penisilin cocok untuk bakteri Streptococcus Pyogenes dan S. Pneumoniae, yang diberikan dalam dosis besar. Bakteri Kingella Kingae rentan terhadap sebagian besar penisilin dan sefalosporin. Floroquinolone atau

17

sefalosporin generasi ketiga merupakan pilihan yang tepat untuk bakteri Salmonella spp.1,6 Gambar dibawah ini menunjukkan waktu yang optimal untuk pemberian antibiotic dalam penanganan arthritis septik.

Gambar 7. Durasi pemberian antibiotik untuk arthritis septik pada anak

Setelah 2-4 hari pemberian antibiotik secara intravena, antibiotic dapat diteruskan secara oral apabila pasien mulai pulih dan kadar CRP mulai menurun. Pada arthritis septik yang tidak ada komplikasi, antibiotik diberikan dalam 2 minggu. Jika telah terjadi osteomyelitis, maka durasi pemberian antibiotik menjadi 3 minggu. Pada kasus-kasus dengan methicilin-resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), antibiotic diberikan selama 3-4 minggu. Deksametason dapat diberikan untuk mengurangi proses peradangan dan mengurangi lama perawatan di rumah sakit. Sedangkan pemberian anti inflamasi nonsteroid diberikan untuk meredakan nyeri.1,6 Serangkaian pemeriksaan CRP dapat memberikan informasi yang berguna untuk monitor penyembuhan. Kadar CRP < 20mg/L adalah indikator yang kuat dari pemulihan dan sekaligus memberikan informasi kepada dokter untuk secara aman menghentikan penggunaan antibiotik. 1,6 18

Drainase pus dari sendi yang terinfeksi can didapat dengan cara punksi sendi (closed needle aspiration), arthroscopy atau open arthrotomy. Open arthrotomy dapat dilakukan pada kasus-kasus yang tidak berespon terhadap aspirasi berulang. Sedangkan arthrosopy lebih menguntungkan dilakukan pada arthritis septik di bahu, lutut, ataupun panggul. Setelah dilakukan drainase sendi, respon terhadap terapi harus di monitor kembali dengan melakukan analisa pada cairan synovial, dimana akan terlihat cairan sendi yang steril dan total leukosit berkurang. Jika hal ini tidak terjadi, maka perlu dilakukan drainase ulang dan atau mengganti regimen antibiotik. Penurunan dari penanda inflamasi seperti LED atau CRP merupakan tanda respon yang baik terhadap terapi.1,6,9

2.10. Komplikasi Infeksi berulang jarang terjadi jika telah mendapat antibiotik dalam dosis besar jangka pendek. Komplikasi terdiri dari destruksi sendi, osteomielitis, dan penyebaran ke tempat lain baik secara langsung ataupun secara hematogen. Semakin cepat diagnosis dan diterapi dilaksanakan, maka kemungkinan terjadinya komplikasi akan semakin kecil. Komplikasi yang dapat ditimbulkan termasuk kerusakan sendi berupa osteoarthritis. Pada anak-anak, keterlibatan dari growth plates dapat meningkatkan progresifitas dari deformitas dan pemendekan dari segment yang terkena. Selain itu, komplikasi lain yang dapat terjadi yaitu dislokasi sendi, epifisiolisis, ankilosis, dan osteomielitis.4,9

2.11. Prognosis Prognosis dari arthritis septik tergantung pada faktor host, seperti kerusakan sendi sebelumnya, tingkat virulensi, dan kecepatan penanganan yang adekuat dimulai. Hasil yang memuaskan dicapai sekitar 70% atau bahkan lebih pada beberapa pasien septik arthritis dengan diagnosis dan pengobatan dini. Destruksi sendi terutama sendi panggul pada neonatus dan kekakuan sendi pada orang tua merupakan penyebab umum dari kegagalan terapi. Arthritis septik jarang menyebabkan kematian. Bakteri penyebab juga menjadi faktor yang menentukan prognosis. Pasien dengan infeksi Pneumococcus, 95% akan terjadi

19

keterbatasan gerak sendi ringan setelah terapi. Disisi lain, pasien dengan infeksi S. Aureus menunjukkan bahwa 45%-50% memiliki prognosis yang buruk.1,9

20

DAFTAR PUSTAKA 1. Paakkonen M. 2017. Septic arthritis in children : diagnosis and treatment. Pediatric Health, Medicine and Therapeutics. Diakses tanggal 26-01-2019 dari : http://www.dovepress.com/ 2. Rutz E, Muriel Spoerri. 2013. Septic arthritis of the paediatric hip–A review of current diagnostic approaches and therapeutic concepts. University Children’s Hospital Basle UKBB, Switzerland. Acta Orthop. Belg.,

2013,

79,

123-134.

Diakses

tanggal

26-01-2019

dari

:

www.actaorthopaedica.be/acta/download/2013-2/01-rutz.pdf 3. Riccio V, I. Riccio, G. Porpora, et al. 2012. Septic Arthritis in Children. Department of Orthopaedics Traumatology Rehabilitation and PlasticSurgery, Second University of Naples, Italy. Diakses tanggal 26-01-2019 dari : http://www.pediatrmedchir.org/index.php/pmc/article/download 4. Canale, S Terry, James H Beaty. Infection arthritis, In: Campbell;s Operative Orthopaedics Volume One 11th Edition. Philadelphia: Mosby Elsevier. 2008. pp 723-728 5. Wooley PH, Michele J. Grim, Eric L. Radin. 2009. The Structure and Function

of

Joint.

Diakses

08-02-2019

dari

:

https://www.researchgate.net/publication/226788729 6. Shirtliff ME and Jon T. Mader. 2012. Acute Septic Arthritis. American Society

for

Microbiology.

Diakses

tanggal

26-01-2019

dari

:

https://www.researchgate.net/publication/11094303 7. Mathews CJ and Gerald Coakley. 2008. Septic arthritis: current diagnostic and therapeutic algorithm. Department of Rheumatology, Queen Elizabeth Hospital NHS Trust, Stadium Road, Woolwich, London, UK. Diakses tanggal 27-01-2019 dari : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18525361 8. De Jong, Wim, R Sjamsuhidajat. Artritis Septik akut, Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC. 2005. Hal 905-907 9. Cho Hyung J, Leah A Burke, Mikyung Lee. 2014. Septic Arthritis. New York City Health and Hospitals Corporation. Diakses tanggal 27-01-2019 dari : https://www.researchgate.net/publication/266148942 21

Related Documents

Artritis
November 2019 33
Artritis
May 2020 20
Artritis
June 2020 25
Artritis
May 2020 20
Septik Tank-model.pdf
December 2019 4

More Documents from "Azhari Mohd"