PROBLEM SOLVING TRAINING
Disusun oleh : Selvana Juniarsih S
F100150155
Arnieka Cahya A. I.
F100150034
Nadea Rosi Atini P.
F100150194
Dian Laila Hidayati.
F100150218
Ratna Mustikasari
F100150231
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2018
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Problem Solving Training adalah salah satu intervensi kognitif alternatif dari Congitive Behavioral Therapy (CBT) yang berfokus pada pelatihan dalam sikap pemecahan masalah adaptif dan ketrampilan dalam memecahkan masalah. Tujuan dari intervensi ini adalah untuk mencegah dan mengurangi psikopatologi dan juga untuk meningkatkan kesejahteraan positif dengan membantu individu lebih efektif dalam mengatasi masalah dalam kehidupan sehari-hari (Bell dan D’Zurilla, 2009). Akibat dari pemecahan masalah yang tidak efektif akan menghasilkan stres dan ketidakmampuan psikologis untuk menyelesaikan masalah (Chinaveh, 2013). D’Zurilla dan Nesu (dalam Chinaveh, 2013) menyatakan bahwa proses kognitif dari intervensi ini (a) menyediakan berbagai solusi yang berpotensi efektif untuk suatu hal tertentu masalah, dan (b) meningkatkan kemungkinan untuk memilih solusi yang paling efektif dari antara berbagai alternatif. Seperti yang sudah dijabarkan dalam definisi diatas pemecahan masalah disini dipahami sebagai kesadaran, kegiatan yang rasional, mudah dan terarah (D’Zurilla dan Nesu, dalam Chinaveh, 2013). D’Zurilla dan Nesu, dalam Chinaveh, menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah strategi untuk mengatasi masalah yang meningkatkan kompetensi umum dan adaptasi. Dua proses umum yang menentukan hasil dari problem solving adalah (1) problem orientation dimana proses ini adalah prose emosikognitif yang bertindak sebagai fungsi motivasi dalam pemecahan masalah. (2) problem solving style dimana terdiri dari aktivitas kognitif dan perilaku seseorang yang berusaha untuk memahami masalah dan menemukan "solusi" efektif atau respons penanggulangan (dalam D’Zurilla, Olivares dan Pujol, 2011). D’Zurilla, et. al (dalam D’Zurilla, Olivares dan Pujol, 2011) mengidentifikasikan lima dimensi problem solving yang terbagi dalam dua dimensi problem orientasi dan tiga dimensi problem solving style. Problem orientasi positif melibatkan disposisi umum untuk (a) menilai masalah sebagai "tantangan" yaitu, kesempatan untuk mendapatkan manfaat atau keuntungan, (b) percaya bahwa masalah dapat dipecahkan, dan (c) percaya pada kemampuan pribadi seseorang untuk menyelesaikan masalah dengan sukses. Sedangkan problem orientasi negatif melibatkan kecenderungan umum untuk (a) melihat masalah sebagai ancaman yang signifikan terhadap kesejahteraan, (b) meragukan kemampuan pribadi seseorang untuk menyelesaikan masalah dengan berhasil, dan (c) mudah menjadi frustrasi dan kesal ketika dihadapkan dengan masalah dalam hidup. Disisi lain problem solving style dibagi menjadi
pemecahan masalah rasional, impulsif dan penghindaran. Dimana pemecahan masalah rasional pemecahan masalah rasional didefinisikan sebagai aplikasi yang rasional, disengaja, dan sistematis keterampilan pemecahan masalah yang efektif. Pemecahan masalah impulsif dicirikan oleh upaya aktif untuk menerapkan strategi pemecahan masalah dan teknik, tetapi upaya ini sempit, impulsif, ceroboh, terburu-buru, dan tidak lengkap, dan yang terakhir adalah pemecahan masalah dengan menghindar ditandai dengan prokrastinasi, pasif atau tidak bertindak, dan ketergantungan.
B. Tujuan 1. Untuk memberikan informasi mengenai problem solving skill training 2. Untuk menambah pemahaman dan skill tentang problem solving 3. Untuk melatih kemampuan memecahkan masalah dengan mengabaikan informasi yang tidak relevan 4. Untuk Menambah kemampuan berpikir kritis dalam memandang suatu masalah C. Manfaat 1. Mampu memberikan tambahan informasi kajian teori problem solving skill training 2. Dapat melatih kemampuan memecahkan masalah dengan mengabaikan informasi yang tidak relevan 3. Masalah yang diselesaikan secara tidak langsung meningkatkan kemampuan dalam berpikir kritis dalam memandang suatu masalah
BAB II ISI Menurut J.Dewey dalam winarso (2014) tahapan dalam pemecahan masalah dapat di jabarkan menjadi 6 langkah sebagai berikut: Tabel Tahapan dalam Pemecahan Masalah Tahap – Tahap Merumuskan masalah
Kemampuan yang diperlukan Mengetahui dan merumuskan masalah secara jelas
Menelaah masalah
Menggunakan pengetahuan untuk memperinci menganalisa masalah dari berbagai sudut
Merumuskan hipotesis
Berimajinasi dan menghayati ruang lingkup, sebab – akibat dan alternative penyelesaian Mengumpulkan dan mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian hipotesis
Mengumpulkan dan mengelompokkan data
Kecakapan mencari dan menyusun data
sebagai bahan pembuktian hipotesis
menyajikan data dalam bentuk diagram,gambar dan tabel
Pembuktian hipotesis
Kecakapan menelaah dan membahas data, kecakapan menghubung – hubungkan dan menghitung Ketrampilan mengambil keputusan dan kesimpulan
Menentukan pilihan penyelesaian
Kecakapan membuat altenatif penyelesaian kecakapan dengan memperhitungkan akibat yang terjadi pada setiap pilihan
Selanjutnya ada langkah-langkah penyelesaian masalah menurut (David Johnson dan Johnson dalam winarso, 2014) berikut langkah-langkah nya sebagai berikut : 1. Mendefinisikan Masalah Kegiatanya dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut. a. Kemukakan kepada peserta didik peristiwa yang bermasalah, baik melalui bahan tertulis maupun secara lisan, kemudian minta pada peserta didik untuk merumuskan masalahnya dalam satu kalimat sederhana (brain stroming).
Tampunglah setiap pendapat mereka dengan menulisnya dipapan tulis tanpa mempersoalkan tepat atau tidaknya, benar atau salah pendapat tersebut. b. Setiap pendapat yang ditinjau dengan permintaan penjelasan dari peserta didik yang bersangkutan. Dengan demikian dapat dicoret beberapa rumusan yang kurang relevan. Dipilih rumusan yang tepat, atau dirumuskan kembali (rephrase, restate) perumusan – perumusan yang kurang tepat. Akhirnya ketika proses pembelajaran memilih satu rumusan yang paling tepat dan dipakai oleh semua pihak.
2. Mendiagnosis masalah Setelah berhasil merumuskan masalah langkah berikutnya ialah membentuk kelompok kecil, kelompok ini yang akan mendiskusikan sebab–sebab timbulnya masalah. 3. Merumuskan Altenatif Strategi Pada tahap ini kelompok mencari dan menemukan berbagai altenatif tentang cara penyelesaikan masalah. Untuk itu kelompok harus kreatif, berpikir divergen, memahami pertentangan diantara berbagai ide, dan memiliki daya temu yang tinggi. 4. Menentukan dan menerapkan Strategi Setelah berbagai altenatif ditemukan kelompok, maka dipilih altenatif mana yang akan dipakai. Dalam tahap ini kelompok menggunakan pertimbanganpertimbangan yang cukup cukup kritis, selektif, dengan berpikir kovergen. 5. Mengevaluasi Keberhasilan Strategi Dalam langkah terakhir ini kelompok mempelajari : a) Apakah strategi itu berhasil (evaluasi proses)? b) Apakah akibat dari penerapan strategi itu (evaluasi hasil) ?
Gangguan perilaku adalah gangguan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial yang di sebabkan oleh lemahnya kontrol diri individu, gangguan perilaku ini merupakan kasus yang paling banyak terjadi pada anak-anak, perilaku ini sering di sebut dengan conduct disorder, gambaran perilaku yang di tunjukan anak dengan conduct disorder seperti agresif, kejam kepada orang lain atau hewan, bullying, mengancam, berkelahi secara fisik, menggunakan senjata untuk menyakiti orang lain, sengaja menimbulkan kebakaran, berbohong, mencuri, kabur, dan bolos dari sekolah menurut Coghill dalam septiani dan Ervika (2011),
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa prevalensi dari conduct disorder telah meningkat selama sepuluh tahun terakhir ini yaitu 1% sampai 10%dari semua anak-anak, anak laki-laki jauh lebih mungkin didiagnosis memiliki masalah conduct disorder daripada perempuan, dimana prevelensi terjadinya conduct disorderpada anak laki-laki sekitar 4% sampai 10% sedangkan pada anak perempuan sekitar 1% sampai 5% menurut Hinswa & Lee, dalam septiani dan Ervika (2011). Kemudian menurut masalah di atas peneliti membuat pelatihan keterampilan pemecahan masalah (Problem solving skill training) untuk mengurangi perilaku yang mengganggu pada anak conduct disorder. Adapun tahapan-tahapan problem solving skill training yang akan dilakukannya : 1. Orientasi masalah yaitu anak menyadari masalah bahwa mereka memiliki masalah 2. Menginterpretasi situasi sosial yaitu mendiskusikan gaya berpikir anak yang bias dari perasaaan yang timbul akibat pemikiran mereka tersebut 3. Mengembangkan sesitivitas dan control diri yaitu meningkatkan sensitivitas anak terhadap perasaan orang lain 4. Brainstorming solusi pemecah masalah yaitu menghasilkan dan mengevaluasi solusisolusi yang potensial dan memilih solusi yang paling tepat untuk dapat memecahkan masalah interpersonal 5. Lalu tahap akhir adalah mengevaluasi keberhasilan alternative pemecahan masalah yang di pilih
BAB III PENUTUP Problem solving skill training adalah sebuah metode bagaimana seorang individu menyelesaian masalah dengan menggunakan pikiran/kognitifnya. Hal ini dapat melatih seseorang menjadi lebih efektif dan cepat dalam menyelesaikan masalahnya terutama pada gangguan-gangguan yang berasal dari fikiran yang keliru. Karena setiap individu mempunyai pola pikir yang berbeda-beda, maka cara penyelesaian masalah setiap individupun berbeda. Tujuan dari problem solving skill training ini adalah untuk memberi informasi mengenai PST, menambah pemahaman, meningkatkan kemampuan individu dalam memecahkan masalah melalui PST serta melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang sehingga individu mampu menyelesaikan masalahnya tanpa menimbulkan masalah baru. Dari berbagai tujuan tersebut, maka PST memiliki manfaat yaitu dapat memberikan informasi mengenai PST, meningkatkan kemampuan berpikir kritis individu dalam menyelesaikan masalah serta membantu individu menyelesaikan masalah dengan melihat dari sudut pandang lain. Langkah-langkah yang dilakukan untuk melakukan PST yaitu dengan memahami inti permasalahan dimana seseorang memahami apa yang ia rasakan dan menurutnya hal tersebut merupakan sebuah masalah yang harus diselesaikan. Setelah memahami inti permasalahan, seseorang diminta untuk membuat tujuan dan harapan dari masalah tersebut. Dari membuat tujuan dan harapan, langkah selanjutnya yaitu individu diminta berfikir hal apa yang akan ia lakukan untuk menyelesaikan masalahnya, memikirkan dampak positif dan negatif dari setiap solusi yang ia pikirkan serta menimbang solusi seperti apa yang menurutnya sangat efektif dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Setelah melakukan hal tersebut, individu membuat rencana step by step bagaimana solusi yang akan ia lakukan serta kapan ia akan memulai melakukan rencana tersebut. Setelah menjalankan solusi tersebut, individu mereview apakah solusi tersebut merupakan solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah tersebut. Gangguan yang dapat diselesaikan dengan menggunakan PST seperti stress, depresi dan gangguan kognitif lainnya yang dapat dipecahkan dengan menggunakan solusi-solusi yang difikirkan oleh individu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA Chinaveh, M. (2013). The effectiveness of problem-solving on coping Skills and Psychological Adjustment. Procedia Social and Behavioral Sciences, 84, 4-9 D'Zurilla, T. J., & Nezu, A. M. (1990). Development and preliminary evaluation of the Social Problem-Solving Inventory. Psychological Assessment. A Journal of Consulting and Clinical Psychology, 2, 156-163. D’Zurilla, T.J., Maydeu-Olivares, A. & Gallardo-Pujol, D. (2011). Predicting Social Problem Solving Using Personality Traits. Personality and individual differences, 50, 142147.
Septiani, d. (2012). PERILAKU KOGNITIF PERILAKUAN UNTUK MENGURANGI PERILAKU PADA ANAK conduct disorder. Jurnal Intervensi Psikologi, 1-28. Winarso, W. (2014). Problem Solving Creativity dan Decision Making Dalam pembelajaran Matematika. Tadris Matematika IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 1-16.