Artikeladab9e31f713923df33c8fab1d4df567.doc

  • Uploaded by: Rima Widyaputri
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Artikeladab9e31f713923df33c8fab1d4df567.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 4,871
  • Pages: 12
PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU JATI UNTUK MEDIA TANAM ANGGREK (Dendrobium phalaenopsis L.) SEBAGAI SUMBER BELAJAR BERBASIS PROJECT BASED LEARNING (PjBL) DAN PENERAPANNYA DALAM PROSES PEMBELAJARAN Rizky Pradita Yudhiasri*, Herawati Susilo, dan Dahlia. Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang. Jalan Semarang, 5 Malang 65145 *Email: [email protected] ABSTRAK: Pembelajaran tentang limbah untuk siswa di sekolah pada umumnya hanya berkisar tentang pengenalan dampak buruk limbah terhadap lingkungan secara teoritis. Jarang dilakukan sebuah pembelajaran di luar ruangan untuk membawa siswa merasakan pengalaman langsung terkait usaha pengolahan limbah. Penelitian ini bertujuan memanfaatkan limbah serbuk kayu jati untuk media tanam anggrek, dan menerapkannya sebagai sumber belajar berbasis Project Based Learning untuk memunculkan motivasi belajar siswa di sekolah. Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian yaitu penelitian eksperimen dan penelitian eksplorasi. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh tiga simpulan hasil penelitian sebagai berikut. Pertama, variasi komposisi media tanam serbuk kayu jati berpengaruh terhadap lebar daun dan panjang daun anggrek. Kedua, variasi komposisi media tanam tidak berpengaruh terhadap warna daun dan jumlah daun. Ketiga, penerapan sumber belajar serbuk kayu jati berhasil memunculkan motivasi belajar siswa dengan persentase keberhasilan sebesar 88%. Kata Kunci: limbah, serbuk kayu jati, media tanam, anggrek, Project Based Learning. ABSTRACT: In general, the erudition about waste only given as theory in school. Students never receive direct learning in practice. This research had been conducted toward the main goals utilizing teak sawdust waste for growth medium of orchid, and applying as learning resources in school. The learning resources were taken into Project Based Learning for bringing out students’ motivation, pointing to their outdoor learning activity. This research use two inquisition designs, there were experimental research and exploration research. The data analyze includes Analyze of Covariate, and quantitative analyzing. According to the data analyze could be taken three conclusions either from experimental or exploration research. First, the variations in composition of media using sawdust have effect towards width and length of leaves. Second, the variations in composition have no significant effects towards the amount and the color of leaves. Third, utilization of sawdust as learning resources succeeded because it could bring out students’ motivation regarding to their outdoor learning activity with percentage of success 88%. Keywords: waste, teak sawdust, growth medium, orchid, Project-Based Learning.

1

Pertambahan populasi manusia sangat dekat dengan masalah peningkatan jumlah limbah buangan yang semakin banyak dan semakin bersifat toksik karena terus bertumpuk tanpa ditanggulangi atau dimanfaatkan kembali (Tammemagi, 1999). Limbah dapat didaur ulang, tetapi tidak sedikit jumlah agregat limbah yang pada akhirnya menjadi masalah pelik bagi lingkungan. Padahal, penanganan limbah dapat dilakukan dengan berbagai cara. World Health Organization telah menyatakan bahwa polusi limbah organik yang terbuang percuma sangat berpengaruh pada kelangsungan kehidupan di biosfer karena limbah tersebut akan didegradasi secara berkala oleh siklus alam jika tidak segera ditangani oleh manusia. Proses degradasi bahan organik akan terakumulasi pada atmosfer dan akan terdistribusi secara acak ke berbagai tempat dan dapat bersifat toksik jika terkumpul dalam jumlah yang tidak bisa ditoleransi lagi oleh sistem lingkungan (WHO, 2003). Selama ini, pembelajaran tentang limbah pada siswa sekolah SMP maupun SMA hanya berkisar pada pengenalan secara teoritis dampak lingkungan yang terjadi dan tidak dilakukan pengenalan langsung ke lapangan. Observasi telah dilakukan di dua sekolah, baik di SMP maupun SMA, untuk mengetahui kesesuaian Kompetensi Dasar terkait materi penanganan limbah dengan cara pembelajaran yang ditempuh untuk mencapai kesesuaian KD. Dari observasi pertama yang dilakukan di SMA Negeri 8 Malang pada tanggal 14 Maret 2015, didapatkan hasil bahwa pembelajaran tentang Konservasi Lingkungan hanya dilakukan dengan pembelajaran di dalam kelas menggunakan modul dan buku teks. Kompetensi Dasar terkait materi limbah yang diberikan di SMA kelas X adalah KD 3.4 yaitu menganalisis jenis-jenis limbah dan daur ulang limbah. Namun, dari hasil observasi didapatkan kesimpulan bahwa pembelajaran yang dilakukan masih berupa pembelajaran di dalam kelas dengan menggunakan buku teks dan modul, siswa belum terjun langsung ke lapangan. Observasi kedua yang dilakukan di SMP Negeri 9 Malang mendapatkan hasil bahwa pembelajaran tentang pengolahan limbah dan bahan kimia hanya dilakukan dengan memanfaatkan buku siswa. Kompetensi Dasar yang terkait dengan materi limbah untuk SMP kelas 7 adalah KD 1.7.4. yaitu mengaplikasikan peran manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan. Dalam KD tersebut terdapat konsep aplikasi yang seharusnya dapat menjadi dasar untuk melakukan pembelajaran langsung yang memberikan pengalaman terjun ke lapangan untuk siswa. Untuk jenjang SMP belum diperkenalkan lebih jauh mengenai klasifikasi limbah seperti di SMA. Jika diambil kesimpulan dari isi KD tersebut, pembelajaran tentang limbah di SMP lebih ditekankan pada aplikasi langsung melalui praktik pemanfaatan limbah agar siswa mengenal bahaya limbah sekaligus memanfaatkan kembali untuk mengurangi dampak buruknya. Hasil observasi di dua sekolah dapat dibandingkan untuk diambil kesimpulan pada jenjang sekolah manakah yang cocok untuk dilakukan pembelajaran aplikatif yang mengajak siswa terjun langsung ke lapangan. KD dan pembelajaran limbah untuk taraf SMA ditekankan pada teori untuk menganalisis jenis-jenis limbah, sedangkan untuk SMP lebih ditekankan pada aplikasinya. Dari hasil observasi tersebut, didapatkan kesimpulan bahwa pembelajaran langsung tentang limbah lebih cocok jika diterapkan pada siswa SMP Negeri 9 Malang dibandingkan pada siswa SMA Negeri 8 Malang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Subiantoro (2011) menemukan bahwa pada proses pembelajaran IPA hendaknya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi, menjelajahi dan memahami alam secara ilmiah. Pembelajaran IPA diarahkan pada inkuiri dan berbuat sehingga

2

dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih bermakna tentang alam sekitar. Manajemen penanganan limbah terintegrasi perlu diperkenalkan kepada siswa sejak dini secara langsung dengan terjun ke lapangan. Manajemen penanganan limbah terintegrasi adalah strategi penanganan limbah yang dilakukan dengan cara memanfaatkan limbah dengan cara atau teknologi apapun yang digunakan untuk meminimalisir dampak kerugian limbah (Tammemagi, 1999). Strategi tersebut diharapkan berguna bagi lingkungan sehingga limbah tidak lagi dipandang sebagai produk sisa yang merugikan, melainkan sebagai produk yang masih bisa dimanfaatkan kembali sehingga memberi dampak positif bagi kehidupan. Terkait dengan pemanfaatan limbah untuk lingkungan, sejak tahun 1980 di Indonesia telah dikenal istilah berkebun tanpa tanah atau hidroponik. Pada mulanya istilah hidroponik hanya digunakan untuk merujuk pada penanaman tanaman tanpa tanah yang menggunakan air dan lokasinya hanya dilakukan di laboratorium sebagai bahan uji coba. Namun, kenyataan kini berbalik karena terjadi perdebatan oleh para ahli tanaman bahwa hidroponik bukanlah hanya sekadar bertanam dengan air sebagai pengganti tanah (aquaponik). Aquaponik atau kultur air merupakan bagian dari hidroponik, tetapi di samping aquaponik juga dikenal metode turunan hidroponik yaitu kultur pasir dan kultur porous. Metode kultur porous ini dapat diterapkan dengan memanfaatkan limbah yang ketersediaannya melimpah seperti serbuk kayu, sabut kelapa, kertas, gabus maupun pecahan genteng sebagai media yang cocok untuk bercocok tanam sehingga limbah dapat bermanfaat kembali. Bercocok tanam tanpa tanah dengan menggunakan limbah sebagai media kultur porous dapat digunakan untuk mengenalkan siswa pada strategi pengolahan limbah terintegrasi dan menumbuhkan kecintaan mereka terhadap lingkungan. Aplikasi langsung ini dapat diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran berbasis proyek yang relevan dengan materi pengolahan limbah. Untuk penelitian jangka pendek, tanaman yang digunakan sebagai spesies uji coba dapat diambil komoditas tanaman yang memiliki waktu hidup pendek, ketahanan yang kuat serta bernilai ekonomis sehingga dapat dimanfaatkan langsung oleh pengulturnya, misalnya menggunakan tanaman anggrek. Penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti (2008) menemukan bahwa penggunaan media serbuk kayu sebagai media tanam hidroponik cukup praktis, harganya relatif murah, serta memiliki ketersediaan melimpah. Serbuk kayu jati juga mengandung kelimpahan nutrisi yang relatif lebih baik dibanding media lain sehingga potensial jika digunakan sebagai media tanam. Berdasarkan kenyataan tersebut, perlu dilakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk memanfaatkan limbah serbuk kayu jati sebagai media tanam anggrek (Dendrobium phalaenopsis L.) sebagai sumber belajar berbasis Project Based Learning (PjBL) dan menerapkannya dalam proses pembelajaran. METODE Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimen-eksplorasi karena bertujuan mengetahui pemanfaatan serbuk kayu jati sebagai media tanam anggrek yang digunakan dalam pembelajaran berbasis proyek untuk siswa kelas 7 SMP Negeri 9 Malang. Maka terdapat dua rancangan penelitian untuk penelitian eksperimen sekaligus untuk penelitian eksplorasi. Masing-masing rancangan dijabarkan sebagai berikut.

3

Rancangan Penelitian Eksplorasi Penelitian eksperimen bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi media tanam serbuk kayu jati terhadap pertumbuhan anggrek. Parameter pertumbuhan yang dilihat ada 4 variabel yaitu jumlah daun, warna daun, panjang daun dan lebar daun. Anggrek ditanam dengan 5 perlakuan berbeda yaitu sebagai berikut,. a. 100% media tanam serbuk kayu jati. b. 75% serbuk kayu jati dicampur 25% tanah kompos. c. 50% serbuk kayu jati dicampur 50% tanah kompos. d. 25% serbuk kayu jati dicampur 75% tanah kompos. e. 100% media tanam berupa tanah kompos. Penelitian eksperimen dilakukan di tiga tempat yang berbeda yaitu di Kebun Botani Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang, di SMP Negeri 9 Malang dan penelitian uji di Madiun, Jawa Timur. Penelitian eksperimen di Kebun Botani Jurusan Biologi UM dilakukan sebanyak 5 kali ulangan untuk setiap perlakuan, sedangkan di SMP Negeri 9 Malang dan penelitian uji di Madiun dilakukan sebanyak 1 kali ulangan untuk masing-masing perlakuan. Penelitian eksperimen di sekolah dilakukan dengan memberikan uji variasi komposisi media tanam anggrek sebagai tugas proyek. Kelas yang digunakan sebagai subyek uji yaitu kelas 7A dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 hingga 6 orang siswa. Setiap kelompok melakukan perlakuan yang berbeda dan diberikan petunjuk pelaksanaan proyek yang berbeda sesuai dengan perlakuan yang akan dilakukan terhadap tanaman anggrek. Data yang didapatkan adalah data kompilasi dari 5 kelompok dalam satu kelas tersebut. Siswa secara berkelompok melakukan pengamatan paraneter pertumbuhan tanaman anggrek yang meliputi warna daun, jumlah daun, lebar daun dan panjang daun. Pengukuran panjang dan lebar dilakukan dengan menggunakan penggaris. Waktu pengukuran adalah setiap satu minggu sekali pada hari Sabtu selama satu bulan. Rancangan Penelitian Eksplorasi Implementasi aspek penelitian eksplorasi adalah menggali dan menemukan potensi pemanfaatan limbah kayu jati untuk digunakan sebagai sumber belajar berbasis proyek. Potensi lingkungan yang merugikan berupa limbah akan dieksplorasi untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran agar siswa mampu mendapatkan pengalaman langsung di lapangan terkait pengolahan limbah. Parameter yang dilihat untuk mengetahui keberhasilan pemanfaatan limbah sebagai sumber belajar adalah motivasi yang muncul dari dalam diri siswa yang diukur dengan angket dan lembar observasi pengamat. Pembelajaran ini akan dilakukan dua tahap yaitu pembelajaran pada jam efektif sekolah, serta pengamatan tanaman di luar jam efektif sekolah. Pembelajaran pada jam efektif dilakukan pada kelas 7A SMP Negeri 9 Malang selama satu kali tatap muka (3x40 menit) sesuai jam pelajaran IPA di sekolah. Pembelajaran disusun berdasarkan sintaks Project Based Learning yang terdiri dari: 1) Searching: Guru menghadapkan siswa pada masalah riil di lapangan.mengenai penumpukan limbah. 2) Solving: Siswa memberikan pendapat cara mengatasi masalah limbah. 3) Designing: Siswa merancang proyek pemanfaatan serbuk kayu jati untuk digunakan sebagai media tanam secara berkelompok. 4) Producing: Siswa mulai melaksanakan tugas proyek mereka dengan melakukan penanaman anggrek menggunakan media limbah serbuk kayu.

4

Proses pembelajaran di luar jam efektif dilakukan selama satu bulan setelah dilakukan penanaman anggrek. Pembelajaran di luar ruangan ini meliputi tugas proyek untuk menyiram dan melakukan pengukuran secara berkala terhadap empat parameter pertumbuhan anggrek yang telah ditentukan yaitu warna daun, jumlah daun, lebar daun dan panjang daun. Data dan Analisis Data Data hasil penelitian eksperimen adalah pertumbuhan tanaman anggrek yang meliputi empat parameter pertumbuhan. Data penelitian eksplorasi diambil melalui penyebaran angket yang akan diberikan kepada siswa sebagai responden untuk mengetahui munculnya motivasi belajar mereka selama melaksanakan tugas proyek bercocok tanam menggunakan media limbah. Penyebaran angket dilakukan setelah berakhirnya pembelajaran pada jam pelajaran efektif (setelah siswa melakukan penanaman anggrek). Untuk memperoleh kesimpulan keberhasilan penggunaan sumber belajar limbah serbuk kayu apakah berhasil atau tidak memunculkan motivasi belajar siswa, maka ditetapkan kriteria seperti yang tercantum dalam Tabel 1 sebagai berikut. Tabel 1. Kriteria Keberhasilan Pemanfaatan Limbah Serbuk Kayu Jati sebagai Sumber Belajar Berbasis Proyek Kategori 4 3 2 1

Hasil Uji Presentase 85%—100% 75%—84% 55%—74% < 55%

Kualifikasi Sangat berhasil Berhasil Cukup berhasil Gagal

Dalam angket yang dibagikan, setiap siswa akan diberi 6 pertanyaan yaitu sebagai berikut. 1) Bagaimana jika ide penggunaan media tanam dari limbah kayu jati diterapkan dalam kehidupan? (TIDAK BAGUS/BAGUS) Pertanyaan ini bertujuan mengetahui antusiasme siswa untuk mengimplementasikan kegiatan pemanfaatan limbah yang telah mereka terima di sekolah dalam kehidupan sehari-hari. 2) Bagaimana pendapatmu ketika mengikuti praktik bercocok tanam dengan media limbah? (TIDAK SENANG/SENANG) Pertanyaan ini bertujuan mengetahui munculnya motivasi belajar siswa yang ditandai dengan terdapatnya minat mereka untuk mengikuti kegiatan pembelajaran berbasis proyek. 3) Bagaimana potensi bercocok tanam dengan media limbah untuk mengurangi limbah di lingkungan? (TIDAK BERMANFAAT/BERMANFAAT) Pertanyaan ini bertujuan menggali pengetahuan siswa tentang pentingnya melakukan usaha pengolahan limbah dengan menerapkan berbagai ide kreatif yang membawa dampak positif bagi lingkungan sekitar mereka. 4) Bagaimana tingkat kesulitan ketika melakukan praktik pemanfaatan limbah sebagai media tanam? (SULIT/TIDAK SULIT) Pertanyaan ini bertujuan mengetahui apakah sumber belajar limbah serbuk kayu jati memiliki tingkat kesulitan yang sesuai untuk diterapkan dalam pembelajaran berbasis proyek bagi siswa tingkat SMP.

5

5) Apakah kamu berperan aktif dalam praktik bercocok tanam dengan media limbah hari ini? (PASIF/AKTIF) Pertanyaan ini bertujuan mengetahui munculnya motivasi belajar siswa dengan melihat keaktifan mereka untuk berperan serta dalam kegiatan pembelajaran berbasis proyek. 6) Apakah selama ini kamu berperan serta dalam usaha pengolahan limbah di lingkunganmu? (PASIF/AKTIF) Pertanyaan ini bertujuan mengetahui keterlibatan siswa dalam usaha menanggulangi penumpukan limbah dan pencegahan timbulnya dampak buruk limbah di lingkungan. Uji statistika digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh dari aspek penelitian eksperimen adalah Analisis Kovariansi (ANAKOVA) untuk mengetahui perbedaan pengaruh pertumbuhan tanaman anggrek dari masing-masing komposisi media tanam. Uji ANAKOVA dilakukan untuk seluruh variabel terikat secara terpisah dan dihitung pengaruh untuk setiap minggunya. Apabila hasil uji ANAKOVA menunjukkan perbedaan signifikan, maka dilakukan analisis rerata perubahan setiap parameter pertumbuhan untuk menentukan komposisi media tanam dengan pertumbuhan anggrek yang paling maksimal. Hasil temuan penelitian dari analisis data adalah sebagai berikut. Analisis Data Penelitian Eksperimen Pengaruh Variasi Komposisi Serbuk Kayu Jati terhadap Parameter Pertumbuhan Anggrek Dari hasil temuan penelitian di atas dapat diketahui bahwa variasi komposisi media tanam tidak memberikan pengaruh signifikan pada variabel warna daun dan jumlah daun. Namun, variasi komposisi media memberikan pengaruh signifikan pada lebar daun dan panjang daun. Berdasarkan hasil kesimpulan sementara dari Tabel 1, dilakukan analisis rerata nilai pengaruh setiap variasi komposisi untuk mengetahui nilai komposisi media tanam yang paling berpengaruh terhadap pertambahan lebar daun dan panjang daun selama satu bulan. Hasilnya rerata pertambahan lebar daun dan panjang daun sebagai parameter pertumbuhan anggrek yang bernilai terbesar adalah pada komposisi media tanam campuran 25% serbuk kayu jati dan 75% tanah kompos. Hasil tersebut sama untuk ketiga tempat penelitian yang berbeda yaitu di Kebun Botani Jurusan Biologi UM, di SMPN 9 Malang, maupun di Madiun. Tabel 2. Temuan Penelitian Pengaruh Variasi Komposisi Serbuk Kayu Jati terhadap Pertumbuhan

Anggrek di Kebun Biologi Universitas Negeri Malang

Waktu Pengamatan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

Warna Daun Tidak ada pengaruh Tidak ada pengaruh Ada pengaruh perubahan warna Ada pengaruh perubahan warna

Jumlah Daun Tidak ada pengaruh Tidak ada pengaruh Tidak ada pengaruh

Lebar Daun Ada pengaruh Ada pengaruh Ada pengaruh

Panjang Daun Ada pengaruh Ada pengaruh Ada pengaruh

Tidak ada pengaruh

Ada pengaruh

Ada pengaruh

6

Berdasarkan hasil uji lapangan pada hari penanaman yang dilakukan di jam efektif pelajaran IPA di sekolah, telah didapatkan hasil pengisian angket motivasi siswa yang dimaksudkan untuk menguji keberhasilan sumber belajar serbuk kayu jati untuk mendorong munculnya motivasi belajar siswa apabila diterapkan. Hasil uji sumber belajar di lapangan dengan menggunakan angket siswa mencapai presentase keberhasilan penerapan sebesar 88%. Hal tersebut berarti sumber belajar serbuk kayu jati sebagai media tanam anggrek tergolong sangat layak dan dapat diimplementasikan untuk mendorong munculnya motivasi belajar pada siswa di sekolah. PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi media tanam serbuk kayu jati terhadap pertumbuhan anggrek dilakukan dua kali. Penelitian pertama dilakukan di kebun botani Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang. Penelitian kedua dilakukan di SMP Negeri 9 Malang dan di Madiun, Jawa Timur. Hasil temuan dari dua penelitian yang telah dilakukan mendapatkan kesimpulan sementara bahwa komposisi media tanam memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan anggrek. Dari tiga parameter pertumbuhan, variasi komposisi media tanam memberikan pengaruh signifikan pada lebar dan panjang daun. Sedangkan untuk parameter jumlah daun, variasi komposisi media tidak memberikan pengaruh signifikan. Komposisi yang paling berpengaruh pada kecepatan pertumbuhan anggrek adalah komposisi 25 persen serbuk kayu jati dan 75 persen tanah kompos. Penambahan serbuk kayu jati pada media tanam anggrek memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan karena material organik seperti serbuk kayu jati dapat menjadi nutrisi menguntungkan untuk tanaman jika didekomposisi oleh mikroba tanah. Selain itu, penambahan serbuk kayu jati akan merenggangkan struktur tanah sehingga meningkatkan daya aerasi pada bagian media tanam yang bersentuhan langsung dengan akar anggrek. Keuntungan yang paling vital, serbuk kayu dapat mudah didekomposisi mikroba menjadi humus yang bermanfaat untuk tanaman. Selain itu, serbuk kayu membuat struktur tanah menjadi tidak terlalu padat sehingga sirkulasi air dan udara menjadi lancar. Proses penetrasi dan absorbsi air hasil penyiraman akan lebih mudah terjadi jika struktur tanah memiliki kerenggangan yang cukup. Hal ini akan berpengaruh secara tidak langsung pada kestabilan temperatur tanah sehingga proses degradasi oleh mikroba menjadi humus juga akan berlangsung lebih cepat. Komposisi media tanam yang terbaik adalah pada perlakuan 2 yaitu 25 persen serbuk kayu jati. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan serbuk kayu jati dapat dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan, namun tetap harus diperhatikan kadar penambahannya. Anggrek yang digunakan dalam penelitian ini merupakan anggrek terestrial yang pada proses penyemaiannya terbiasa ditanam dalam media berstruktur renggang yaitu sabut kelapa. Ketika dipindahkan dalam media baru setelah anggrek berusia tiga minggu, anggrek akan mudah untuk beradaptasi pada media tanah kompos biasa seperti cara tumbuh varietasnya di alam liar. Namun, ketika diberikan penambahan serbuk kayu jati, drainase pada tanah akan lebih baik karena struktur tanah lebih renggang sekalipun tidak serenggang saat tanaman tersebut masih berada dalam media sabut kelapa. Hasil temuan ini sesuai dengan pendapat Dewani, dkk. (1997), bahwa tersedianya nutrisi, air tanah serta baiknya kondisi drainase media memungkinkan terjadinya proses metabolisme tanaman dalam menghasilkan glukosa (karbohidrat) dalam sel. Ketersediaan karbohidrat yang tinggi dalam merupakan sumber energi untuk

7

memicu kecepatan pertumbuhan tanaman. Hal ini menjadi alasan pertumbuhan anggrek terjadi paling cepat pada perlakuan 2 dengan 25 persen serbuk kayu jati. Di sisi lain, pertumbuhan anggrek menjadi sedikit terhambat ketika ditanam pada media dengan 50 persen, 75 persen dan 100 persen serbuk kayu jati. Laju pertumbuhan yang lebih lambat ini dapat disebabkan oleh beberapa alasan. Alasan yang pertama adalah karena untuk waktu penelitian yang relatif singkat, degradasi materi organik serbuk kayu jati oleh mikroba belum terjadi secara maksimal. Proses degradasi bertahap ini akan berpengaruh pada ketersediaan humus yang dapat diserap oleh tanaman anggrek. Anggrek lebih mudah tumbuh pada media yang memiliki ketersediaan humus melimpah dari tanah kompos karena untuk mendekomposisi serbuk kayu jati menjadi nutrisi yang dapat diserap juga membutuhkan waktu dan proses yang tidak langsung. Alasan yang kedua karena struktur media yang terlalu renggang akan menjadikan media menjadi lebih rentan terhadap erosi dan ketidakstabilan temperatur. Salah satu parameter pertumbuhan yang juga diamati adalah jumlah daun pada tanaman anggrek. Dari hasil analisis data, tidak didapatkan pengaruh dari variasi komposisi media tanam terhadap jumlah daun tanaman anggrek yang dijadikan obyek pengamatan. Tidak adanya pengaruh ini disebabkan karena secara umum, gugurnya daun anggrek yang menyebabkan pengurangan jumlah kebanyakan disebabkan karena rendahnya tingkat kelembaban media tanam. Tingkat kelembaban dalam sebuah penelitian jangka pendek bukan dipengaruhi secara langsung oleh komposisi media tanam, melainkan oleh rutinitas penyiraman. Dalam penelitian ini, penyiraman dilakukan dua kali seminggu dengan jumlah air yang sama untuk setiap perlakuan dan masing-masing ulangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara umum kelembaban masing-masing media tidak berbeda jauh. Pernyataan ini diperkuat dengan pernyataan dari Biswal (1995) yang menyebutkan bahwa proses kematian dan pengguguran daun dapat disebabkan karena ketiadaan transpor air yang cukup pada jaringan daun tersebut, juga dapat karena pengurangan drastis jumlah klorofil daun sehingga menyebabkan fungsi fotosintesis daun benar-benar berhenti. Kematian jaringan daun ini utamanya juga disebabkan oleh regulasi gen dari masing-masing individu tanaman yang berbeda. Selain itu juga dilakukan pengamatan terhadap warna daun pada masing-masing tanaman. Dari hasil pengamatan, secara umum terjadi perubahan warna daun dari hijau tua menjadi warna hijau muda. Perubahan ini tidak hanya terjadi pada satu tanaman, melainkan pada sebagaian besar anggrek yang diamati. Namun, waktu perubahannya bervariasi. Sebagian besar anggrek yang diuji mengalami perubahan warna daun dari hijau tua menjadi hijau muda dimulai pada minggu pertama pemeliharaan anggrek. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, adanya perubahan warna daun ini terjadi secara serentak dan tidak tergantung pada komposisi media serbuk kayu jati yang digunakan. Pernyataan ini diperkuat dengan hasil penelitian Terashima et al. (2009) yang menyatakan bahwa akan terjadi perbedaan warna daun tumbuhan secara umum ketika ditanam di tempat yang banyak terpapar sinar matahari langsung dibandingkan di tempat yang teduh. Ketika masih berada di tempat penyemaian di Batu, anggrek yang digunakan dalam penelitian ini diletakkan pada tempat yang ternaungi. Ketika dipindah ke tempat penelitian (Kebun Botani Jurusan Biologi UM dan SMP Negeri 9 Malang), ketersediaan sinar matahari menjadi lebih banyak karena anggrek diletakkan di tempat teduh namun terkena sinar matahari langsung secara melimpah. Penelitian Zhao et al. (2013) mendapatkan hasil bahwa Dendrobium adalah tanaman yang relatif tidak tahan pada

8

paparan sinar matahari yang terlalu terik dan lama. Perkembangan Dendrobium paling optimal akan terjadi ketika tanaman ini ditanam di tempat teduh dengan paparan sinar matahari langsung hanya sekitar 30% perhari, yaitu sekitar 4 hingga 5 jam saja. Paparan sinar matahari langsung memang akan memicu pertumbuhan klorofil, tetapi untuk beberapa tanaman tertentu seperti Dendrobium yang relatif tidak tahan terhadap kondisi panas, sinar matahari yang terlalu banyak akan menghambat saturasi klorofil secara bertahap, sehingga menyebabkan warna daun menjadi lebih pudar. Kondisi seperti ini secara khusus disebut sebagai heat shock. Selama dilakukan pemeliharaan, anggrek disiram seminggu dua kali pada hari Rabu dan Sabtu. Frekuensi penyiraman ini dilakukan dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya busuk akar pada tanaman anggrek yang diuji apabila terlalu sering dilakukan penyiraman. Menurut Sutardi dan Hendarta (2010), ketersediaan air yang cukup memang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Namun jika air yang diterima tanaman terlalu berlebihan, hal tersebut akan mempermudah timbulnya serangan jamur yang berefek pada kemunculan penyakit dan pembusukan pada jaringan tanaman. Pembahasan Hasil Penelitian Eksplorasi Dalam penelitian skripsi ini, dilakukan penerapan sumber belajar serbuk kayu jati sebagai media tanam anggrek untuk digunakan dalam pembelajaran di sekolah. Pemanfaatan ini bertujuan untuk mendorong munculnya motivasi siswa untuk terjun langsung ke lapangan melakukan pemanfaatan limbah, serta membelajarkan kepada siswa untuk berlatih melakukan penelitian sederhana dengan proses Learning by Doing melalui pembelajaran berbasis proyek. Analisis data yang telah dilakukan menunjukkan adanya temuan penelitian berupa munculnya respon positif sebesar 88 persen dari hasil pengisian angket siswa yang menunjukkan bahwa media serbuk kayu jati yang digunakan mampu mendorong munculnya motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran. Hasil temuan uji lapangan ini menunjukkan bahwa siswa memerlukan variasi gaya belajar dengan tidak terus-menerus belajar di dalam kelas, melainkan juga perlu diberikan pembelajaran di luar ruangan untuk mendorong munculnya motivasi belajar dengan memanfaat sumber belajar langsung dari lingkungan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Hackathorn et al. (2011) yang menyatakan bahwa sebuah teknik pembelajaran yang aktif di sekolah akan meningkatkan konsentrasi, motivasi, ketertarikan, perhatian dan kesenangan siswa dalam menerima materi pembelajaran. Belajar langsung di luar ruangan dengan menggunakan sumber belajar serbuk kayu jati sebagai salah satu cara pemanfaatan limbah akan memberikan dampak positif untuk siswa karena siswa tidak hanya belajar dengan cara pasif yaitu mendengarkan atau membaca teori, melainkan juga langsung terlibat dalam kegiatan proyek di lapangan. Pembelajaran berbasis proyek yang telah dilakukan juga diobservasi pelaksanaannya dan didapatkan skala 100 persen keefektifan pelaksanaan pembelajaran tersebut. Lembar observasi yang digunakan memuat empat indikator motivasi yaitu perhatian, keterkaitan, kepercayaan diri dan kepuasan yang terus diamati selama berlangsungnya proses pembelajaran. Observasi ini dilakukan ketika dilakukan penanaman anggrek secara bersama-sama oleh lima kelompok pada jam pembelajaran efektif di sekolah. Hasil analisis data menunjukkan temuan penelitian berupa kemunculan motivasi belajar siswa berdasarkan empat indikator motivasi yang telah

9

ditetapkan. Siswa memberikan perhatian dan fokus pada materi pembelajaran, tidak melakukan hal-hal di luar konteks pembelajaran dan antusias dalam mengikuti kegiatan proyek. Perhatian yang ditunjukkan oleh siswa ini utamanya disebabkan karena belajar dengan sumber belajar realia yang bisa disentuh dan dihadapi secara langsung akan membuat mereka lebih mudah terfokus pada materi. Pernyataan ini dikuatkan dengan pendapat Akinbobola (2011) bahwa representasi nyata dari suatu konsep dan fenomena yang dipelajari akan mendorong siswa untuk terfokus pada materi pembelajaran yang disampaikan. Sebuah sumber belajar yang realistis akan mempermudah siswa untuk memasukkan materi pembelajaran tersebut ke dalam memori, dibandingkan hanya membaca dari buku atau mendengarkan guru bercerita di dalam kelas. Salah satu indikator motivasi yang juga diobservasi adalah keterkaitan. Siswa diminta untuk memberikan contoh nyata dari peristiwa yang terjadi pada kehidupan sehari-hari. Di dalam kelas, siswa dapat menyebutkan keterlibatan mereka dalam praktik pemanfaatan limbah sederhana seperti membuat kerajinan dan menjadikan limbah sebagai bahan yang bermanfaat untuk ternak cacing di rumah. Selain itu siswa belajar untuk memberikan kontribusi pada kelompok dengan memberikan ide dan pendapat karena dalam suatu pembelajaran berbasis proyek, tugas harus dilakukan dengan jangka waktu yang relatif lebih panjang dibandingkan dengan tugas bukan proyek. Menurut Baron dan Darling-Hammond (2007), dalam pembelajaran yang meminta siswa untuk terjun langsung menghadapi sumber belajar di lapangan, siswa secara berkelompok dituntut untuk mampu merancang dan membuat keputusan untuk bertanggung jawab pada obyek yang sedang dihadapi. Dalam sebuah pembelajaran faktual berbasis proyek yang dilakukan di luar jam pelajaran efektif, siswa ditantang untuk mampu menjadi pelaksana, sekaligus menjadi penentu keberhasilan dari tugas kelompok mereka. Hal tersebut secara langsung akan menuntut siswa memiliki rasa tanggung jawab, percaya diri mengemukakan pendapat untuk keberhasilan kelompok, serta produktif melaksanakan tugas bersama-sama. Indikator terakhir yang juga diamati adalah kepuasan yang ditunjukkan oleh rasa gembira ketika mengikuti proses pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran berbasis proyek yang telah dilakukan di SMP Negeri 9 Malang, siswa bersemangat dalam mengikuti pembelajaran karena mendapatkan suasana baru dalam belajar yaitu terjun langsung ke lapangan. Kegiatan belajar langsung memanfaatkan sumber belajar dari alam seperti pemanfaatan limbah serbuk kayu sebagai media tanam memberikan mereka pengalaman serta pengetahuan sekaligus untuk mencintai lingkungan. Dalam pembelajaran berbasis proyek dapat dilihat juga adanya usaha kolaboratif siswa dalam menyelesaikan tugas dan belajar secara konstekstual langsung dari sumbernya sehingga akan memicu semangat untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. Dalam tugas proyek yang dilakukan oleh siswa kelas 7 SMP Negeri 9 Malang, pemeliharaan tanaman dilakukan dengan cara melakukan penyiraman dua kali dalam seminggu yaitu pada hari Rabu dan Sabtu. Selain itu juga dilakukan pengukuran oleh setiap kelompok pada tanamannya masing-masing setiap hari Sabtu sepulang sekolah. Kegiatan proyek dengan tugas pemeliharaan ini sengaja dirancang untuk menjadi rutinitas sehingga siswa secara langsung mendapatkan pendidikan karakter untuk bertanggung jawab terhadap apa yang dimiliki oleh kelompok mereka. Pembelajaran berbasis proyek dapat dilakukan untuk memunculkan pembiasaan-pembiasaan diri yang baik dalam diri siswa karena mengedepakan pelaksanaan tugas sebagai suatu bentuk habituasi yang mendorong munculnya kecakapan dalam diri siswa.

10

PENUTUP Limbah serbuk kayu jati telah terbukti dapat dimanfaatkan sebagai media tanam untuk anggrek karena menjadikan struktur tanah akan menjadi lebih renggang dan berpengaruh pada aerasi. Selain itu, serbuk kayu jati mudah didekomposisi oleh mikroba sehingga menambah ketersediaan humus sebagai nutrisi untuk tanaman. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di tiga tempat, komposisi media tanam terbaik untuk memicu pertumbuhan anggrek adalah 25 persen serbuk kayu jati ditambah 75 persen tanah kompos. Selain itu, pemanfaatan limbah serbuk kayu jati sebagai media tumbuh tanaman anggrek juga dapat digunakan sebagai sumber belajar berbasis Project Based Learning berhasil memunculkan motivasi belajar siswa SMP Negeri 9 Malang. Sumber belajar yang bersifat realia seperti ini efektif karena siswa akan mendapatkan pengalaman langsung berinteraksi dengan apa yang mereka pelajari sehingga mereka lebih mudah terfokus pada materi ajar yang disampaikan. Saran Sebaiknya pembelajaran di luar ruangan yang memanfaatkan sumber belajar langsung dari alam berusaha untuk diterapkan oleh para guru di sekolah. Hal tersebut akan mempermudah siswa untuk menyerap materi masuk ke dalam memori jangka panjang karena mereka tidak hanya mendengar dan melihat, melainkan juga melakukan praktik secara langsung. Selain itu, oleh sekolah sebaiknya siswa diberikan fasilitas dan kesempatan untuk belajar tidak hanya di dalam kelas, melainkan juga belajar dari alam seperti penerapan pembelajaran berbasis proyek dalam penelitian ini. Ada baiknya pula siswa juga dilatih untuk berperan aktifc dalam usaha pengolahan limbah sejak dini. DAFTAR RUJUKAN Akinbobola A. O. 2009. Enhancing Students' Attitude Towards Nigerian Senior Secondary School Physics Through the Use of Cooperative, Competitive and Individualistic Learning Strategies. Australian Journal of Teacher Education. 34(1): 1-10. Babalola, A., Ishaku, H.T., Busu, I., Majid, M.R. 2010. The Practice and Challenges of Solid Waste Management in Damaturu, Yobe State, Nigeria. Journal of Environmental Protection, (Online), 10(1): 384-388, (http://www.SciRP.org/journal/jep), diakses 20 November 2014. Biswal, B. 1995. Carotenoid During Leaf Senescence is Controlled by Light. Journal of Photochemistry and Photobiology. 30(1):3-13. Dewani, M., Syehkfani, Bachri, S., Dawam, M., Aini, N. 1994. Rekayasa Paket Teknologi Budidaya dalam Rangka Meningkatkan Produksi dan Kualitas Bunga Krisan. Jurnal Ilmu-ilmu Hayati. 9(1): 9–12. Hackathorn, J, Solomon, E. D, Blankmeyer, K.L, Tennial, R. E, and Garczynski, A. M. 2011. Learning by Doing: An Empirical Study of Active Teaching Technique. Journal of Effective Teaching. 11(12): 40-54. Overholster, J.L. 1985. Sawdust Mulces For Higher Plant and Better Soil. Oregon: Oregon Forest Product Laboratory.

11

Subiantoro, A. W. 2011. Pentingnya Praktikum dalam Pembelajaran IPA. Makalah disajikan pada Kegiatan PPM Pengembangan Praktikum IPA Berbasis Lingkungan. Dalam UNY database, (Online), (http://www.staff.uny.ac.id), diakses pada 1 April 2015. Tammemagi, H. 1999. The Waste Crisis: Landfills, Incineratory and The Search for A Sustainable Future. New York: Oxford University Press. Terashima, I., Fujita, T., Inoue, T., Chow, W. S., Oguchi, R. 2009. Green Light Drives Leaf Photosynthesis More Efficiently than Red Light in Strong White Light: Revisiting the Enigmatic Question of Why Leaves are Green. Oxford Journal. 50(4): 684-697. Widyastuti, N. 2008. Limbah Gergaji Kayu sebagai Media Tanam Jamur Shiitake. Jurnal Teknik Lingkungan. 9(2): 149-155. World Health Organization. 2003. Health Risks of Persistent Organic Pollutants from Long-Range Transboundary Air Pollution. Copenhagen: Joint WHO/Convention Task Force on The Health Aspects of Air Pollution, (Online), (http://www.euro.who.int), diakses 20 November 2014.

12

More Documents from "Rima Widyaputri"