Artikel Penelitan Lailil

  • Uploaded by: almeida
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Artikel Penelitan Lailil as PDF for free.

More details

  • Words: 7,597
  • Pages: 12
PENGARUH KUALIFIKASI PENDIDIKAN, MASA KERJA DAN STATUS KEPEGAWAIAN TERHADAP OPTIMALISASI TUGAS POKOK DAN FUNGSI GURU PEMBIMBING KHUSUS DI SD INKLUSIF SURABAYA Lailil Aflahkul Yaum, S.Pd., M.Pd.1 Asrorul Mais, ST., S.Pd., M.Pd. 2 Prodi. Pendidikan Luar Biasa (PLB), FIP, IKIP PGRI Jember ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan GPK dalam menerapkan serta mengaplikasikan peran dan fungsi GPK di sekolah penyelenggara inklusif sesuai dengan pedoman pengadaan pembinaan tenaga didik dan pedoman khusus penyelenggara inklusif tahun 2007 dan mendeskripsikan optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK serta pengaruh kualifikasi pendidikan, masa kerja, dan status kepegawaian terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK di SD inklusif Surabaya. Analisis statistik yang digunakan adalah statistik inferensial melalui ANOVA (Analisa of Variance) menggunakan komputer dengan program SPSS Statistic 17.0 version dengan sampel 62 GPK di SD inklusif Surabaya. Hasil analisis penelitian ditemukan bahwa kualifikasi pendidikan memiliki sig.0,727, masa kerja sig. 0.902 dan status kepegawaian sig. 0,308 sedangkan keterkaitan antara kualifikasi pendidikan, masa kerja dan status kepegawaian dengan hasil sig.0,480 menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh dan keterkaitan yang signifikan ditinjau dari kualifikasi pendidikan, masa kerja dan status kepegawaian terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK di sekolah dasar inklusif Surabaya. Kata-kata Kunci: Optimalisasi Tugas Pokok dan Fungsi, Guru Pembimbing Khusus (GPK), Kualifikasi Pendidikan, Masa Kerja, Status Kepegawaian Pendahuluan Mutu pendidikan inklusi secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: kurikulum, kualitas tenaga pendidik, saranaprasarana, dana, manajemen, lingkungan dan proses pembelajaran. Faktor tenaga pendidik (guru) memiliki peran yang sangat besar dalam pencapaian kualitas pendidikan secara umum. Standar kompetensi guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan berperilaku layaknya seorang guru untuk menduduki jabatan fungsional sesuai bidang tugas, kualifikasi, dan jenjang pendidikan (Majid 2008:06). Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif perlu didukung oleh tenaga pendidik keahlian khusus dalam proses pembelajaran dan pembinaan anak-anak berkebutuhan khusus secara umum. Salah satu tenaga khusus yang diperlukan adalah Guru Pembimbing Khusus (GPK). Menurut Peraturan Gubernur Jatim No.6 tahun 2011 tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif menegaskan bahwa Guru Pembimbing Khusus (GPK) adalah guru yang bertugas mendampingi di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dan memiliki kompetensi dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus. Disamping itu GPK mempunyai latar belakang pendidikan khusus/pendidikan luar biasa (PLB) atau pernah mendapat pelatihan khusus tentang PLB, yang ditugaskan di sekolah inklusif. Buku Pedoman Pembinaan Tendik Direktur PSLB (2007) mengungkapkan Kompetensi GPK selain dilandasi oleh empat kompetensi utama (pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial), secara khusus juga 1 2

Staf Pengajar Prodi. PLB, FIP, IKIP PGRI Jember Staf Pengajar Prodi. PLB, FIP, IKIP PGRI Jember

berorientasi pada tiga kemampuan utama, yaitu: (1) kemampuan umum (general ability) adalah kemampuan yang di perlukan untuk mendidik peserta didik pada umumnya (anak normal), (2) kemampuan dasar (basic ability) adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik berkebutuhan khusus, dan (3) kemampuan khusus (specific ability) adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik kebutuhan khusus jenis tertentu (spesialis). Pedoman Khusus Penyelenggara Inklusi tahun 2007 tugas GPK antara lain adalah (1) Menyusun instrumen asesmen pendidikan bersama-sama dengan guru kelas dan guru mata pelajaran, (2) Membangun system koordinasi antara guru, pihak sekolah dan orang tua peserta didik, (3) Melaksanakan pendampingan ABK pada kegiatan pembelajaran bersama-sama dengan guru kelas/guru mata pelajaran/guru bidang studi, (4) Memberikan bantuan layanan khusus bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas umum, berupa remidi ataupun pengayaan, (5) Memberikan bimbingan secara berkesinambungan dan membuat catatan khusus kepada anak-anak berkebutuhan khusus selama mengikuti kegiatan pembelajaran, yang dapat dipahami jika terjadi pergantian guru, (6) Memberikan bantuan (berbagi pengalaman) pada guru kelas dan/atau guru mata pelajaran agar mereka dapat memberikan pelayanan pendidikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus. Pedoman Tendik (2007) menyatakan bahwa merekrut GPK terdapat tiga alternatif yaitu: pertama, melalui kerjasama guru SLB

terdekat; kedua, merekrut guru dengan kualifikasi PLB dan guru reguler yang memperoleh pelatihan tentang ABK dan ketiga, dari klinik-klinik pendidikan atau pusat pengembangan anak, sehingga dilapangan muncul beragam kualifikasi yang berbeda-beda menjadi GPK. Selain terdapat GPK dengan beragam kualifikasi pendidikan, belum adanya pedoman secara spesifik dan rinci tentang tugas pokok dan fungsi tentang GPK sehingga pada umumnya mengetahui tugas GPK hanya sebagai guru pendamping dan merancang pembelajaran untuk ABK, saat proses pembelajaran belum dilaksanakan team teaching, tidak dilakukan secara terkoordinasi, hal ini disebabkan masih adanya pro dan kontra dan respon terhadap penyelenggara pendidikan inklusif yang beragam seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Yusuf dan Indrianto (2010:148) menyatakan bahwa respon guru terhadap penyelenggara inklusif cukup beragam. Hasil peneltian yang dilakukan Hartono (2010:229) di SDN X Surabaya menunjukkan tenaga pendidik khusus beragam dengan jumlah sebanyak 34 orang atau 89,5%, dan tenaga S1 PLB hanya sebesar 37 % sehingga peran GPK dalam menguasai materi inklusif belum memenuhi standar objektif. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sunanto dalam Sunaryo (2009:13) pada tahun 2009 diantaranya menyatakan bahwa: (1) pada awalnya pembelajaran diterima oleh guru kelas, kini bergeser pada ketergantungan pada guru khusus atau guru pendamping. Hal ini menyebabkan kreativitas guru tidak berkembang, (2) motivasi, kerjasama dalam mengatasi masalah tidak tampak dan tidak dilakukan melalui kolaborasi sebab seluruh aktivitas belajar ABK dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi diserahkan sepenuhnya kepada guru pendamping, (3) guru pendamping yang berkualifikasi PLB belum memiliki keberanian untuk meluruskan sesuai konsepnya. Adapun guru yang berpengalaman seharusnya memiliki kemampuan dalam segi mendidik anak secara umum. Lamanya seorang guru mengajar adalah masa kerja, masa kerja merupakan indikator yang dapat menentukan kematangan pengalaman guru dalam mendidik anak. Penelitian pernah dilakukan untuk guru pendidikan jasmasni yang mempunyai masa kerja diatas 5 tahun, mempunyai tingkat kematangan yang lebih baik dibandingkan guru yang mempunyai masa kerja dibawah 5 tahun (Winarno, 1994;78). Penelitian lain mengungkapkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan pengalaman kerja terhadap motivasi kerja dan keefektifan kerja tim, disebabkan oleh rutinitas sehari-hari yang dikerjakan oleh guru yang telah bekerja disekolah tersebut 20-28 tahun ( Wiyono 2009:10). Sedangkan hasil penelitian dilakukan oleh Prastiti tentang hubungan prestasi kerja guru berkualifikasi PGSD di Kodaya Malang salah satu hasil penelitiannya menyatakan terdapat hubungan positif antara pengalaman mengajar dengan prestasi kerja guru SD yang menunjukkan bahwa semakin lama pengalaman

kerja, semakin baik prestasi kerjanya. dengan demikian tingkat kematangan yang tinggi diiringi dengan kemampuan kerja seseorang secara profesional yang efektif dan efesien. Permasalahan lain, jenis kepegawaian yaitu guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Guru bukan PNS (guru tidak tetap, guru tetap yayasan, guru bantu atau guru honor). Mengutip pendapat Sedarmayanti dan Sukarno, (2009) bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja antara lain adalah tingkat penghasilan dan gaji. kesejahteraan guru dapat terlihat dari status kepegawaian guru diantaranya guru PNS dan Non PNS. Guru tetap (PNS) dengan guru tidak tetap memiliki kesamaan kewajiban mengajar selama 24 jam dalam seminggu namun tingkat penghasilan mereka sangat dibedakan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Stiawan, N (2009) tentang audit kinerja guru akuntasi bersertifikasi menyatakan bahwa tidak adanya perubahan kinerja bagi guru yang bersertifikat. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sari N.F (2009) tentang hubungan motivasi dengan kinerja guru SD Kuta Blangpidie Aceh Barat Daya yang menunjukkan hasil bahwa prosentasi kinerja guru PNS 54,5 % sedangkan guru Honor 63,6%. Hal ini dapat menunjukkan bahwa kinerja dari seorang guru PNS dan guru Non PNS berbeda, padahal jika ditinjau dari segi status PNS seharusnya kinerja dan tanggung jawab guru PNS lebih baik daripada yang bukan PNS karena guru PNS dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka timbul permasalahan untuk diteliti yaitu: (1) apakah kualifikasi pendidikan berpengaruh terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK, (2) apakah masa kerja berpengaruh terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK, (3) apakah status kepegawaian berpengaruh terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK, (4) adakah keterkaitan antara kualifikasi pendidikan, masa kerja dan status kepegawaian terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK di sekolah penyelenggara pendidikan inklusi ditinjau dari kualifikasi pendidikan masa kerja dan status kepegawaian. Kajian Literatur Konsep Pendidikan Inklusi Pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang memiliki hambatan dan memiliki potensi menyatakan bahwa pendidikan inklusif adalah system penyelenggara pendidikan yang memberikan kesempatan anak-anak yang memiliki kelainan dan memliki potensi kecerdasan atau kebakatan untuk mengikuti pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya (Pasal 1 Permendiknas No.70 tahun 2009).

Sekolah inklusi menyediakan lingkungan yang inklusif dalam arti kata bahwa sekolah mampu melayani semua anggota dalam lingkungan tersebut. Inklusi biasanya memberikan penempatan belajar ke arah kelas reguler tanpa menghiraukan tingkat atau tipe kelainannya (Brown dalam Delphie, 2009:16) Menurut Peck dalam Budiyanto (2009:3) Pendidikan inklusif merupakan penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Program inklusi bagi para siswa berkebutuhan khusus memberikan dukungan untuk membuat meraka dapat turut serta dalam kegiatan pendidikan regular sebanyak mungkin (Evertson dan Emmer, 2011:275). Selanjutnya Winter dalam Winter (2007:25) menyatakan bahwa “Inclusion is a commitment that all children, regardless of their differences, shall receive support and accomodation to ensure their succes, and to preserve their right to learn among their peer”. Selain itu, menurut Budiyanto (2009:13) hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggara inklusif yaitu: (1) Sekolah menyediakan kondisi kelas yang ramah, hangat dan menerima serta menghargai keanekaragaman, (2) Guru dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya lain dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, (3) Guru dituntut melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses pendidikan, (4) Kepala sekolah dan guru yang nantinya menjadi GPK harus mendapatkan pelatihan tentang sekolah inklusif, (5) Guru mendapatkan pelatihan teknis memfasilitasi anak ABK, (6) Asessemen dilakukan untuk mengetahui anak dan tindakan yang diperlukan serta mengadakan bimbingan khusus atas kesepahaman dan kesepakatan dengan orang tua, (7) Mengidentifikasi hambatan yang berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan masalah lain yang berhubungan dengan aksesbilitas dan pembelajaran, (8) Melibatkan masyarakat dalam melakukan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak. Definisi Guru Pembimbing Khusus Guru Pembimbing khusus (GPK) merupakan guru khusus yang memiliki keahlian dan kemampuan khusus dalam menangani anak berkebutuhan khusus di sekolah penyelengara inklusif. Menurut Peraturan Gubernur Jatim No.6 tahun 2011 tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif menegaskan bahwa Guru Pembimbing Khusus (GPK) adalah guru yang bertugas mendampingi di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dan memiliki kompetensi dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus. GPK sesuai dengan buku pedoman penyelanggara pendidikan inklusif tahun 2007 adalah guru yang mempunyai latarbelakang pendidikan khusus/Pendidikan luar biasa atau yang pernah mendapat pelatihan tentang pendidikan khusus/luar biasa, yang ditugaskan di sekolah inklusif. Data pedoman penyelenggara Inklusi Tendiknas Dirjen PLB (2007:03) GPK ini ada

beberapa alternatif yaitu; pertama, GPK yang bekerja di Sekolah Luar Biasa (SLB) dapat melayani beberapa Sekolah umum yang ada anak berkebutuhan khusus; yang kedua, GPK yang bekerja pada sekolah umum, yang memiliki latar belakang pendidikan luar biasa, atau latar belakang pendidikan umum namun telah mengikuti sertifikasi tentang pendidikan luar biasa, GPK ini dapat melayani beberapa sekolah umum yang jaraknya terjangkau dari sekolah umum basis. yang ketiga, GPK yaitu guru-guru yang ada di “Klinik-klinik Pendidikan” atau Pusat-pusat Pengembangan Anak. Guru-guru ini lebih banyak berperan sebagai konsultan pendidikan. Anak –anak yang sering ditangani di klinik-klinik pendidikan ini biasanya yang mengalami gangguan perilaku, perhatian, komunikasi misalnya anak-anak autis dan berkesulitan belajar. Peran dan Tugas Guru Pembimbing Khusus (GPK) GPK berkedudukan sebagai guru pendamping khusus. GPK yang bertugas mendampingi guru-guru mata pelajaran di sekolah inklusif dalam proses pembelajaran, memberikan pengayaan, melakukan terapi, dan membimbing anak-anak sesuai dengan kekhususannya. Tugas GPK menurut Budiyanto, (2009:20) antara lain sebagai berikut (1) Mempersiapkan dan menyusun instrumen asesmen pendidikan bersama-sama dengan guru kelas dan guru mata pelajaran, (2) Membangun system koordinasi antara guru kelas, guru mata pelajaran, pihak sekolah dan orang tua peserta didik,(3) Melaksanakan pendampingan anak berkebutuhan khusus pada saat kegiatan pembelajaran bersamasama dengan guru kelas/guru mata pelajaran/guru bidang studi, (4) Memberikan bantuan layanan khusus bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas umum, berupa remidi ataupun pengayaan, (5) Memberikan bimbingan secara berkesinambungan dan membuat catatan khusus kepada anak-anak berkebutuhan khusus selama mengikuti kegiatan pembelajaran, yang dapat dipahami jika terjadi pergantian guru, (6) Memberikan bantuan (berbagi pengalaman) pada guru kelas dan/atau guru mata pelajaran agar mereka dapat memberikan pelayanan pendidikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan uraian diatas, maka GPK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya harus memahami secara utuh dalam dan tidak dapat digantikan oleh guru lain, sebab perannya berbeda dibandingkan dengan guru bidang studi lain. Penilaian Optimalisasi Tugas Pokok dan Fungsi GPK Penilaian seorang guru dalam mengoptimalkan tugas pokok dan fungsinya dapat dilihat kinerjanya. Usman (2011:487) menyatakan bahwa kinerja ialah hasil kerja dan kemajuan yang sudah dicapai seseorang dalam bidang tugasnya. Kinerja merupakan suatu tanda keberhasilan suatu oraganisasi dan orang-orang

yang ada dalam organisasi tersebut ( Hikman Menurut Marwansah (2010:237) penilaian oleh dalam Usman, 2011:487) dan menurut Salim sendiri akan bermanfaat jika dikontraskan dengan dalam Usman (2011:488) mengemukakan bahwa penilaian atasan dalam menyediakan umpan balik kinerja digunakan apabila seseorang menjalankan bagi pegawainya tugas atau proses dengan terampil sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada. Ada beberapa Metode faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Jenis dan Rancangan Penelitian seseorang menurut Rivai, dkk (2011:16) antara Pendekatan yang digunakan pada penelitian lain : (1) harapan mengenal imbalan, (2) ini adalah kuantitatif dengan metode non dorongan, (3) kemampuan, kebutuhan dan sifat, eksperimental yaitu komparatif yang bersifat Ex (4) persepsi terhadap tugas, (5) imbalan internal Post Fakto. Sedangkan untuk mencari perbedaan dan eksternal dan (6) persepsi terhadap imbalan pada masing-masing variabel digunakan teknik uji dan kepuasan kerja. Analisys of variance (ANOVA) multiple Penilaian kerja dapat dilakukan oleh beberapa classification, pengujian dilakukan secara orang yang kemungkinan menjadi penilai kinerja, serempak menggunakan komputer dengan menurut Marwansah (2010:237) terdiri atas (1) program SPSS Statistic 17.0 version. Adapun atasan langsung, (2) Bawahan, (3) Rekan kerja, rancangan yang digunakan pada penelitian ini (4) Penilaian kelompok, (5) Penilaian diri sendiri. dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 1. Rancangan Penelitian Kualifikasi Masa kerja Status Kepegawaian PNS ( Z1 ) Non PNS (Z2) PLB (X1) <5 tahun (Y1) x1, y1,z1 x1, y1, z2 ≥ 5 tahun (Y2) x1, y2, z1 x1, y2, z2 Non PLB (X2) <5 tahun (Y1) x2, y1, z1 x2, y1, z2 ≥ 5 tahun (Y2) x2, y2, z1 x2, y2, z2 Sumber: Fraenkel (2012:256) Variabel Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah optimalisasi tugas pokok dan fungsi guru pembimbing khusus di SD inklusif Surabaya dilihat dari Tugas pokok dan fungsi GPK menurut Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Pendidik Tahun 2007. sedangkan variabel bebas Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah 1) Kualifikasi pendidikan yang terbagi atas PLB dan Non PLB, 2) Masa kerja yang terbagi atas <5 tahun dan ≥ 5 tahun, 3) Status kepegawaian yang terbagai atas PNS dan Non PNS .

Uji coba instrumen melalui tahap (1) pengujian validitas isi dari ahli, (2) Pengujian keterbacaan, (3) pengujian secara statistik validitas, dan reliabelitias secara komputerisasi menggunakan program SPSS Statistic 17.0 version dengan rumus pearson product moment dengan taraf tabel harga kritis dari r Kolerasi product moment pada taraf signifikan 0,05.

Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah semua guru GPK di Sekolah Dasar Inklusif Surabaya berdasarkan data dari Dinas Profinsi Jawa Timur tahun 2010. Sedangkan sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Disproportionate Startified Random Sampling. Terdapat 62 sampel dengan sebaran ditinjau dari kualifikasi PLB terdapat 23 sampel, Non PLB 39 sampel, masa kerja < 5 tahun 26 sampel, ≥ 5 tahun 36 sampel dan PNS terdapat 27 dan Non PNS 35 sampel.

Data hasil nilai rata-rata optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK memiliki skor tertinggi terdapat pada berkualifikasi PLB, ≥ 5 tahun, dan Non PNS memiliki nilai rata-rata 61,27. sedangkan skor terendah terdapat pada GPK yang berkualifikasi PLB, ≥ 5 tahun, dan PNS memiliki nilai rata-rata 55,30. Namun total skor seluruhnya memiliki rata-rata 57, 60. Dengan demikian kinerja GPK berdasarkan tiap kelompok dapat diketahui terdapat pada tingkat kategori rendah.

Pengumpulan Data Pada penelitian ini, peneliti menggunakan angket tertutup. Teknik pengumpulan data secara spesifik jenis data berupa (1) data dengan skala interval pada instrumen angket yang diambil dari GPK, Kepala sekolah dan teman sejawat, (2) observasi sebagai bahan penunjang dari penelitian dengan melihat GPK dalam menjalani tugasnya.

Hasil Data Deskripsi Pengaruh Kualifikasi Pendidikan, Masa Kerja dan Status Kepegawaian terhadap Optimalisasi Tugas Pokok dan Fungsi GPK

Analisis varian (ANOVA) Tiga Faktor Uji Analysis of variance (ANOVA) dalam penelitian ini menggunakan komputerisasi program SPSS Statistic 17.0 version dengan taraf signifikan 0,05. Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menolak H0 jika P- Value < α dan diterima H0 jika P- Value ≥ α (Uyanto, 2009: 204). Adapun hasil analisis varian dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

Tabel 2. Analysis of variance

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Skor Source Corrected Model Intercept Kualifikasi Masa_kerja Status_Kepg Kualifikasi * Masa_kerja Kualifikasi * Status_Kepg Masa_kerja * Status_Kepg Kualifikasi * Masa_kerja * Status_Kepg Error Total Corrected Total

Type III Sum of Squares

df

Mean Square

a

85.916 112933.756 1.404 .176 12.104 31.196 38.239 28.503 5.778

7 1 1 1 1 1 1 1 1

12.274 112933.756 1.404 .176 12.104 31.196 38.239 28.503 5.778

616.713 202859.470 702.630

54 62 61

11.421

F 1.075 9888.584 .123 .015 1.060 2.732 3.348 2.496 .506

Sig. .392 .000 .727 .902 .308 .104 .073 .120 .480

a. R Squared = .122 (Adjusted R Squared = .008) Berdasarkan hasil ANOVA dengan alpha (α) = 0,05 dapat ditemukan bahwa optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK berdasarkan kualifikasi dengan hasil analisis sig. 0,727> α = 0,05, H0 diterima H1 ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK yang berkualifikasi PLB dan Non PLB tidak menunjukkan pengaruh secara siginifikan. Artinya tidak ada pengaruh signifikan antara kualifikasi pendidikan PLB dan Non PLB terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK di SD Penyelenggara Inklusif Surabaya. Optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK berdasarkan masa kerja GPK dengan hasil analisis sig. 0,902 > α = 0,05, H0 diterima H1 ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK dengan masa kerja < 5 tahun dan ≥ 5 tahun tidak menunjukkan pengaruh secara siginifikan. Artinya tidak ada pengaruh signifikan antara masa kerja < 5 tahun dan ≥ 5 terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK di SD Penyelenggara Inklusif Surabaya. Optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK berdasarkan Status Kepegawaian GPK dengan hasil analisis sig. 0,308 > α = 0,05, H0 diterima H1 ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK dengan status PNS dan Non PNS tidak menunjukkan pengaruh secara siginifikan. Artinya tidak ada pengaruh signifikan antara status PNS dan Non PNS terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK di SD Penyelenggara Inklusif Surabaya. Hasil analisis keterkaitan optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK berdasarkan kualifikasi, masa kerja dan status kepegawaian dengan hasil analisis sig. 0,480 > α = 0,05, H0 diterima H1 ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada keterkaitan antara kualifikasi pendidikan, masa kerja dan status kepegawaian terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK di SD Penyelenggara Inklusif Surabaya.

Pembahasan Pengaruh Kualifikasi Pendidikan terhadap Optimalisasi Tugas Pokok dan Fungsi GPK Melalui ANOVA tiga jalur didapat nilai signifikan pengaruh kualifikasi pendidikan PLB dan Non PLB terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK adalah 0,727 lebih besar dari 0,05. Maka H01 “adakah pengaruh kualifikasi pendidikan PLB dan non PLB terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK” ditolak dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan antara kualifikasi pendidikan PLB dan Non PLB terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK di SD Penyelenggara Inklusif Surabaya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kualifikasi GPK dalam menjalankan tugasnya tidak memiliki pengaruh secara signifikan. Saroni (2011:205) menyatakan bahwa para pembimbing dalam proses pendidikan dan pembelajaran yang mempunyai latar belakang kualifikasi pendidikan tentunya mempunyai kelayakan yang lebih dibandingkan dengan yang tidak termasuk dalam bidang pendidikan. Selain itu, kesadaran profesi merupakan landasan menciptakan kinerja yang baik dalam sebuah pekerjaan. Peningkatan kualitas guru dapat dilakukan dengan mengikuti program Lembaga Tenaga Pendidik dan Kependidikan (LPTK), mengikuti kegiatan atau program profesi yang terkait dengan aspek pendidikan atau belajar secara mandiri. Demikian juga dengan adanya bentuk pendidikan inklusif, maka LPTK mulai memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar tentang pelayanan PLB pada guru reguler ( Ambar, 2005:73). Dengan demikian GPK yang berkualifikasi PLB maupun Non PLB telah memiliki prinsip

dasar mengajar yang sama. Hal ini diungkapkan oleh Ambar (2005:138) bahwa Guru reguler dan guru PLB harus memiliki dasar kemampuan yang sama untuk memberikan layanan pendidikan bagi siswa pada umumnya maupun siswa yang membutuhkan layanan khusus. GPK berkualifikasi PLB seharusnya memiliki daya kemampuan mengoptimalkan tugas pokok dan fungsi sebagai GPK lebih karena telah dibekali keilmuan dan pengetahuan khusus pada anak berkebutuhan khusus baik di sekolah khusus maupun sekolah inklusif. Hasil penelitian Dupoux, et all di Haiti tahun 2006 menemukan bahwa kognitif dan kepercayaan diri berpengaruh apda sikap guru terhadap anak berkebutuhan khusus. Penelitian yang dilakukan oleh Bennett, Bruns dan De luca (1997) mengungkapkan bahwa guru diperlukan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk memberikan pengajaran bagi semua anak, dan hasil penelitan yang dilakukan oleh (waligore, 2003:3) bahwa kenyakinan guru tentang pengetahuan dan pelatihan memiliki peran penting dalam menangani anak di kelas inklusif. Senada dengan hasil peneltian diatas, tingkat perkembangan profesional guru secara signifikan dengan sikap pendidikan inklusif ( Avramidis, Bayliss dan Burden, 2000). Temuan hasil observasi yang menunjukkan bahwa GPK PLB dan Non PLB tidak ada perbedaan diakibatkan diantaranya: (1) GPK pada umumnya yang memiliki kualifikasi PLB dan Non PLB belum mengetahui secara utuh tentang tugas pokok dan fungsi sebagai GPK namun, lebih memahami tugasnya pada pendampingan, pemberian layanan berupa remidi dan bimbingan belajar anak berkebutuhan khusus, (2) manajemen sekolah yaitu guru regular atau Non PLB yang menjadi GPK memiliki kemauan untuk menambah wawasan dan bekerja sama, namun pada pembuatan instrumen asessmen cenderung lebih mengutamakan hasil IQ dan nilai rata-rata pada rapot dan perencanaan program pembelajaran secara individual lebih bersifat fleksibel tanpa terencana dengan menurunkan standar yang disesuaikan dengan anak (3) GPK berkualifikasi PLB atau manajemen sekolah yang memiliki khusus GPK dalam sekolah inklusi cenderung kerjasama dengan guru reguler belum nampak. Dengan data temuan lapangan diatas, ditemukan adanya belum memahami konsep secara utuh tentang tugas pokok dan fungsi yang merupakan salah satu hal yang dapat menjadi faktor utama dalam menghambat kinerja seseorang dalam menjalankan tugas. Hal tersebut dinyatakan oleh Rivai, dkk (2011:16) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja adalah persepsi terhadap tugas. Adapun kerjasama yang belum nampak akan membawa dampak pada keberhasilan kelas inklusif. Menurut Smith (2012: 400) keberhasilan pada pada kelas inklusif diantaranya pengajaran tim asisten yaitu guru reguler dan GPK berkerja sebagai tim. Hal lain juga dinyatakan oleh Sapon-

Shevin dalam Budiyanto (2009:12) bahwa aspek terpenting dari pendidikan inklusi adalah pengajaran dengan tim, kolaborasi dan konsultasi dan berbagai cara mengukur keterampilan, pengetahuan, dan bantuan individu yang bertugas mendidik sekelompok anak. Kerjasama antara guru dengan profesi lain dalam suatu tim sangat diperlukan, seperti dengan paraprofesional, ahli bina bicara, petugas bimbingan, guru pembimbing khusus, dan sebagainya. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sunanto dalam Sunaryo (2009:13) pada tahun 2009 diantaranya menyatakan bahwa: (1) pada awalnya pembelajaran diterima oleh guru kelas, kini bergesar pada ketergantungan pada guru khusus atau guru pendamping. Hal ini menyebabkan kreativitas guru tidak berkembang, (2) motivasi, kerjasama dalam mengatasi masalah tidak tampak dan tidak dilakukan melalui kolaborasi sebab seluruh aktivitas belajar ABK dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi diserahkan sepenuhnya kepada guru pendamping, (3) guru pendamping yang berkualifikasi PLB belum memiliki keberanian untuk meluruskan sesuai konsepnya. Penelitian lain menemukan tidak adanya perbedaan yang signifikan pada sikap terhadap pendidikan inklusif antara guru-guru yang menerima pelatihan dan pengalaman dengan guru-guru yang hanya menerima pelatihan Leyser & Lessen (1985). Adapun Perubahan sistem suatu sekolah akan membawa dampak pada tugas dan beban guru. Marentek (2007:127) menyatakan bahwa guru merupakan bagian dari proses pelaksanaan pendidikan inklusif yang memerlukan modifikasi pembelajaran antara lain pembelajaran yang lebih individual, kerja sama antar berbagai profesi, perubahan kondisi fisik sekolah, lingkungan sekolah yang lebih fleksibel dan media pembelajaran khusus. Hal ini yang menyebabkan guru merasa terbebani oleh beberapa perubahan sehingga banyak guru mengeluh dalam melaksanakan tugasnya. Hal tersebut diungkapkan oleh Marsidi (2007:111) bahwa guru dengan kualifikasi PLB sering mengeluh dalam melaksanakan peran bimbingannya baik secara umum maupun dalam proses pembelajaran. Pengaruh Masa Kerja terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK Melalui ANOVA tiga jalur didapat nilai signifikan untuk optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK berdasarkan masa kerja < 5 dan ≥ 5 tahun adalah sebesar 0,902 lebih besar dari 0,05. Maka H02 “ada pengaruh masa kerja yang signifikan terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK” ditolak dan dapat disimpulkan tidak ada pengaruh signifikan antara masa kerja < 5 dan ≥ 5 tahun terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK di SD Penyelenggara Inklusif Surabaya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan ratarata optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK dengan masa kerja masa kerja < 5 dan ≥ 5 tahun berada pada tingkat yang sama pada berkategori

rendah, sehingga guru dengan masa kerja < 5 dan ≥ 5 tahun memiliki kualitas yang sama. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa masa kerja GPK dalam menjalankan tugasnya tidak memiliki pengaruh secara signifikan. Middlebrook dalam Azwar (2009:31) tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sedangkan menurut Sopiah (2008:14) usia terkadang menjadi tolak ukur kedewasaan dan pengalaman yang diperoleh seseorang. Usia biasanya mempengaruhi reaksi individu terhadap keadaan atau masalah yang dihadapi. Sebagai seorang guru, pengalaman dan kemampuan menyelesaikan masalah dengan strategi yang tepat merupakan salah satu persyaratan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Hasil penelitian Marston & Leslie (1983 ) dan Rizzo & Vispoel (1991) dalam Elliot (2008) menunjukkan bahwa sikap guru lebih favorable bila memiliki pengalaman lebih banyak dalam mengajar anak-anak disable. Pengalaman membawa pada perasaan lebih kompeten dan sikap lebih positif terhadap pendidikan inklusif pada guru-guru yang terlibat dalam program inklusif kolaboratif Head Start (Lindeman & Adams, 1997). Hasil penelitian Haider (2008) di Pakistan menunjukkan bahwa guru-guru yang berpengalaman dalam berinteraksi/menangani anak berkebutuhan khusus memiliki sikap lebih positif terhadap pendidikan inklusif dibandingkan dengan yang kurang berpengalaman Dari hasil data lapangan diungkapkan bahwa kinerja GPK tidak ada perbedaan disebabkan guru kurang memiliki pengalaman dalam menangani ABK meskipun guru tersebut dengan pengalaman diatas lima tahun dan minimnya pengetahuan tentang tugas pokok dan fungsi sebagai GPK. Sejalan dengan hal ini, Smith (2012:426) menyatakan bahwa guru kelas, terutama yang mendapatkan pelatihan atau pengalaman sedikit dalam menangani siswa berkebutuhan khusus seringkali resisten terhadap ide mengenai keberadaan siswa berkebutuhan khusus di kelas mereka. Adapun data lapangan yang ditemukan yaitu (1) kurangnya kolaborasi antar guru dan terjadinya antara senior dan yunior dalam satu lembaga serta pro dan kontra terhadap inklusif sehingga menyebabkan terhambatnya kerjasama sehingga semua tugas berkaitan dengan ABK dilimpahkan pada GPK, (2) GPK yang memiliki pengalaman lebih lima tahun tidak menambah wawasan ilmu yang semakin berkembang, (3) ketidakseimbangan dalam menjalankan tugas, dikarenakan sistem manejemennya. Menurut Robbin ( 1999:337) menyatakan bahwa keberhasilan dalam suatu lembaga organisasi tergantung pada personalia atau manajemennya, disamping itu, kurang adanya penilaian secara berkala oleh pihak lembaga secara khusus. Timpe (2002: 58) bahwa penilaian tahunan memberikan umpan balik yang dibutuhkan karyawan untuk memperbaiki atau mempertahankan kinerja.

Hasil penelitian Bennett, Bruns dan De luca dalam Kuntsmann (2003) menemukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara pengalaman praktisi yang menangani anak-anak usia dini yang disable dengan sikapnya terhadap inklusi, sedangkan hasil penelitian Prasetyo, (2007:18) menjelaskan bahwa guru baru yang masa kerjanya kurang dari lima tahun dan guru lama yang lebih dari lima tahun memiliki kinerja yang sama pada kategori baik, sehingga tidak ada perbedaan secara signifikan. Sehingga pada penelitian ini menunjukkan tidak ada pengaruh antara masa kerja masa kerja < 5 dan ≥ 5 tahun terhadap optimlasisi tugas pokok dan fungsi GPK di SD Penyelenggara inklusif Surabaya. Pengaruh status kepegawaia terhadap Optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK Melalui ANOVA tiga jalur didapat nilai signifikan untuk optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK berdasarkan status kepegawaian PNS dan Non PNS adalah sebesar 0,308 lebih besar dari 0,05. Maka H03 “ada pengaruh status kepegawaian yang signifikan terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK”ditolak dan dapat disimpulkan tidak ada pengaruh signifikan antara status kepegawaian PNS dan Non PNS terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK di SD Penyelenggara Inklusif Surabaya. Rata-rata optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK dengan status PNS dan Non PNS berada pada tingkat yang sama pada berkategori rendah, sehingga guru dengan status PNS dan Non PNS memiliki kualitas yang sama. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa status kepegawaian GPK dalam menjalankan tugasnya tidak memiliki pengaruh secara signifikan. Di Indonesia, untuk PNS mendapatkan gaji 100% dari negara. Sedangkan Non PNS mendapatkan gaji atas kesepakatan yang telah disetujui bersama antara lembaga dengan guru, meskipun tugas kewajiban dari PNS dan Non PNS sebagai pendidik adalah sama. Menurut Suwardi (2007:25) untuk menwujudkan profesional dapat ditempuh dengan meningkatkan kesejahteraan guru dan rendahnya gaji guru tentunya berimplikasi pada kualitas guru, oleh karena itu seharusnya guru dengan kompensasi yang lebih tinggi memiliki kinerja yang lebih baik. Hal tersebut dikarenakan sebagai salah satu umpan balik atas kinerja. Temuan hasil observasi yang menunjukkan bahwa PNS dan Non PNS tidak ada perbedaan diakibatkan diantaranya: (1) sistem umpan balik yang tidak sama, meskipun memiliki tugas yang sama, (2) kekwatiran dalam kesejahteraan pada GPK Non PNS masih minim sehingga, GPK cenderung mengambil pekerjaan ditempat lain, sehingga pekerjaan dalam lembaga kurang difokuskan, (3) tidak adanya sistem penilaian berkala pada manajemen sekolah dalam meningkatkan mutu kualitas guru. Rendahnya kualifikasi pendidikan guru disebabkan oleh beragam faktor di antaranya

kesejahteraan guru (Musfah, 2011: 5) dan menurut Mutrofin (2007:66) tingkat praksis pendidikan hal yang berkaitan dengan imbal jasa belum cukup menjamin tumbuh kembangnya profesi tenaga kependidikan yang benar-benar terlindungi secara hukum dari tangan-tangan yang tak bertanggungjawab yang tergolong ilegal, sehingga mengakibatkan pemerosotan kinerja profesional dan keterampilan profesi guru yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja. Ada guru berkependidikan baik, terlatih dengan baik dan memperoleh gaji yang baik, namun ada juga guru tergolong mutu yang tinggi, tapi tidak ada imbalan yang layak, disamping itu ada juga yang tidak memiliki keduanya (Supriadi, 19998:31). Sehingga hal tersebut menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang. Menurut Timpe (2002: 272) bahwa kenaikan yang diberikan kepada pekerja yang berprestasi berkurang, sehingga tidak lagi menggangap bahwa kenaikan gaji sebagai cukup atau menggambarkan kinerja yang relatif. Hasil penelitian Lestari, JTMD (2010) tentang perbedaan kinerja guru ditinjau dari status tidak berpengaruh terhadap kinerja guru SMK di kota Surabaya. Penelitian Oki Aminawa (2008) terhadap kepala sekolah dan guru di Jawa barat yang telah melaksanakan pendidikan inklusif menunjukkan bahwa terdapat pengaruh minat dan pelatihan pada sikap sekolah dan guru terhadap inklusif, sementara factor usia, masa kerja dan status kepegawaian (PNS dan Non PNS) dan tingkat pendidikan tidak berpengaruh. Penelitian Prasetyorini (2007:18) menyatakan bahwa guru PNS dan Non PNS memiliki kinerja yang sama, meskipun guru Non PNS memiliki kecemasan tersendiri dalam memenuhi hidupnya. Sehingga gaji dengan kinerja tidak memiliki hubungan. Sehingga pada penelitian ini menunjukkan tidak ada perngaruh antara kualifikasi PNS dan Non PNS terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK di SD Penyelenggara inklusif Surabaya. Keterkaitan antara Kualifikasi Pendidikan, Masa Kerja dan Status Kepegawaian terhadap Optimalisasi Tugas Pokok Dan Fungsi GPK Melalui ANOVA tiga jalur didapat nilai signifikan untuk interaksi kinerja GPK berdasarkan kualifikasi pendidikan, masa kerja dan status kepegawaian adalah sebesar 0,480 lebih besar dari 0,05. Maka H04, “Terdapat keterkaitan antara kualifikasi pendidikan, masa kerja dan status kepegawaian terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK” ditolak dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada keterkaitan antara kualifikasi pendidikan, masa kerja dan status kepegawaian terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK di SD Penyelenggara Inklusif Surabaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara kualifikasi pendidikan, masa kerja dan status kepegawaian terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK.

GPK wajib memenuhi standar kualifikasi dan memiliki kompetensi akademik, sertifikat pendidik, serta sehat jasmani dan rohani, sebagaimana yang diamanatkan oleh UndangUndang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Rusman (2010:19) guru profesional yang memiliki kinerja baik, merupakan orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang luas dalam bidangnya. Dengan demikian, pengetahuan, pengalaman seseorang dalam mengajar, peningkatan mutu kualitas melalui pelatihan, pengembangan karier, dan penghargaan dalam bekerja merupakan usaha untuk meningkatkan kualitas kinerja GPK. Penelitian yang menyatakan bahwa kualifikasi dan pengetahuan seorang GPK tentang inklusif dan ABK dapat mempengaruhi sikap serta kinerja seseorang dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai guru. Penelitian tersebut dilakukan Feng dan Sass (2010:01) menyatakan Guru yang mendapatkan pelatihan pre sevis mempunyai pengaruh yang signifikan dibandingkan dengan in servis terhadap pengajaran bagi ABK khususnya membaca. Adapun dari sisi lain masih adanya pro dan kontra dan respon terhadap penyelenggara pendidikan inklusi yang beragam dan belum memiliki kesamaan standarisasi kerja yang sama, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan atau pelatihan untuk meningkatkan mutu kualitas kinerja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yusuf dan Indrianto (2010:148) menyatakan bahwa respon guru terhadap penyelenggara inklusi cukup beragam. Selain itu, GPK kurang mengetahui peran dalam sebuah sekolah inklusif, hal tersebut diungkapkan pada hasil peneltian yang dilakukan Hartono (2010:229) di SDN X Surabaya menunjukkan peran GPK dalam menguasai materi inklusi belum memenuhi standar objektif. Kualitas dan tanggung jawab guru yang sangat rendah dapat disebabkan oleh belum mengaktualisasikan dan mengevaluasi diri dari pengalaman selama mengajar. Usman (2010:30) menyatakan bahwa jarang sekali guru menjelaskan bahwa ketidak mampuan murid dalam belajar itu merupakan akibat kelemahan guru dalam mengajar. Sejalan dengan pendapat tersebut, Mulyasa (2011:26) salah satu kesalahan yang sering dilakukan guru dalam pembelajaran adalah mengabaikan perbedaan individu peserta didik dan bersikap. Adapun upaya mengaktualisasikan diri dari segi pengembangan ilmu berjalan dinamis dan belajar untuk menambah wawasan ilmu baru, bukan karena memenuhi konsep ilmu keguruan namun lebih cenderung pada sikap harapan imbal balik. Saroni (2011:206) menyatakan bahwa secara latarbelakang pendidikan sudah memenuhi kualifikasinya, namun dalam aspek kualitas diri masih banyak guru yang belum dapat memenuhi tuntunan dalam bidang keguruan, disamping itu, pendidikan keprofesian dikaitkan dengan sertifikat yang berujung pada harapan kompensasi atas profesinya.

Suwardi (2007:23) ilmu pengetahuan bukanlah suatu hal yang statis dan seorang telah menjadi guru bukan berarti pendidikannya selesai, akan tetapi ilmu pengetahuan selalu berkembang dan mengalami perubahan secara dinamis, jika guru yang tidak mampu mengimbangi perkembangan ilmu pengetahuan akan tertinggal. Sedangkan menurut Suparno (2005:77) dari lapangan banyak guru yang tidak membaca lagi dan tidak mengembangkan pengetahuan dan model mengajar mereka, hal ini nampak dengan banyaknya guru yang lebuh dari 10 tahun mengajar dengan mengajar bahan dan cara yang sama tanpa adanya perubahan sam sekali. Studi di beberapa negara melaporkan bahwa guru berkaitan dengan efektifitas mengajarnya, namun yang efektif ada rentangan 4-20 tahun sedangkan yang lebih dari 20 tahun, pengalaman menjadi kurang efektif karena faktor kejenuhan (Supriadi, 1998: 187). Hasil penelitian ini sejalan dengan Wiyono (2009:10) tidak ada pengaruh yang signifikan pengalaman kerja terhadap motivasi kerja dan keefektifan kerja tim, disebabkan oleh rutinitas sehari-hari yang dikerjakan oleh guru yang telah bekerja disekolah tersebut 20-28 tahun. Saodi & Suherman (2009:24) langkah pemerintah dalam memaksimalkan kinerja guru adalah memberikan kesejahteraan yang layak sesuai dengan kerja guru, selain itu memberikan intensife pendukung sebagai jaminan kebutuhan hidup dan program peningkatan mutu pendidikan jika kesejahteraan guru kurang diperhatikan dapat mempengaruhi kinerja guru sehingga program tersebut tidak akan mencapai hasil yang maksimal. Data dilapangan sangat beragam hambatan dalam meningkatkan kualitas kinerja guru, diantara kualifikasi, pelatihan yang berkesinambungan, iklim kerja serta kesejahteraan guru yang tidak merata. Menurut Danim (2004:46) di lembaga pendidikan yang sering terjadi keluhan salah satunya adalah gaji yang terlalu kecil, tidak ada penambahan diluar profesi, jam mengajar terlalu banyak. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Supriadi (1998 : 31) ada guru berkependidikan baik, terlatih dengan baik dan memperoleh gaji yang baik, namun ada juga guru tergolong mutu yang tinggi, tapi tidak ada imbalan yang layak, disamping itu ada juga yang tidak memiliki keduanya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan keterkaitan antara kualifikasi pendidikan dengan status kepegawaian tidak memiliki hubungan. Hal ini sejalan dengan penelitian Lestari, JTMD (2010) kinerja guru tentang interaksi antara status dengan masa kerja tidak memiliki hubungan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sari N.F (2009) tentang hubungan motivasi dengan kinerja guru SD Kuta Blangpidie Aceh Barat Daya yang menunjukkan hasil bahwa prosentasi kinerja guru PNS 54,5 % sedangkan guru Honor 63,6%. Hal ini dapat menunjukkan status kepegawaian tidak mempunyai perngaruh terhadap kinerja seorang guru.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada keterkaitan antara kualifikasi pendidikan, masa kerja dan status kepegawaian terhadap kinerja GPK di SD penyelenggara pendidikan inklusif Surabaya. Penutup Simpulan Berdasarkan analisis terhadap hasil pengolahan data, disimpulkan bahwa kualifikasi pendidikan baik PLB dan Non PLB tidak ada pengaruh dan terhadap kinerja GPK. Adapun masa kerja baik dibawah lima tahun maupun di atas lima tahun ditemukan tidak ada pengaruh terhadap kinerja GPK. Hal tersebut juga berlaku pada Status kepegawaian baik PNS maupun Non PNS tidak ada pengaruh terhadap kinerja GPK. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian pada keterkaitan antara kualifikasi pendidikan, masa kerja dan status kepegawaian terhadap Kinerja GPK terhadap kinerja GPK ditemukan tidak ada keterkaitan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada keterkaitan antara kualifikasi pendidikan, masa kerja dan status kepegawaian terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, maka diharapkan untuk dapat melakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK di SD inklusif Surabaya ditinjau dari aspek atau faktor-faktor lain diantaranya motivasi, kemampuan, kebutuhan, kepribadian, persepsi terhadap tugas, Imbalan internal dan eksternal, dan kepuasan kerja yang dapat mempengaruhi optimalisasi tugas pokok dan fungsi untuk mengembangkan dan memperdalam kajian temuan penelitian. Dengan mengetahui faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK dapat mengatisipasi faktor-faktor yang dapat mengurangi kinerja GPK dan dapat meningkatkan optimalisasi tugas pokok dan fungsi GPK sehingga kualitas pendidikan semakin meningkat khususnya tercapainya tujuan inklusif. Daftar Rujukan Arifin. 2011. Kompetensi Guru dan Strategi Pengembangannya. Yogyakarja: Lilin Aminawa,O. 2008. “Sikap Sekolah dan guru terhadap Pendidikan Inklusif ( Studi Deskrptif terhadap Kepala Sekolah dan Guru di SD Reguler yang telah Melaksanakan Pendidikan Inklusif di Propinsi Jawa barat)”. Tesis Magister Pendidikan, UPI Bandung. Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Avramidis, E., Bayliss, P., & Burden, R. 2000. A “Survey into Mainstream Teacher’s Attitudes Toward the Inclusion of Children with Special Educational Needs in the Ordinary School in one Local Education Authority”. Journal of

Education Psychology. Vol. 20 No. 2 pp. 191-211, (online),dalam(http://www.enothe.hva.nl/ projects/tuning/fpydee/curriculm/docs/a_ survey_of_mainstream_teachers.pdf) diakses 19 November 2011. Azwar, S.2009. Sikap Manusia, teori dan pengukurannya (edisi 2). Yogyakarta:PT. Pustaka Pelajar. Budiyanto, dkk & TIM MCPM-AIBEO. 2009. Modul Training of Trainers Pendidikan Inklusif. Departemen Pendidikan Nasional. Bunch, G., & Finnegan, K. 2000. Values Teacher’s Find in Inclusive Education. Makalah pada International Special Education Congress 2000 (ISEC 2000), University of Manchester, 24th-28th July 2000. (online) dalam (http://www.isec2000.org.uk/abstract/pap ers_b/bunch_1.htm) diakses 19 November 2011. Carroll Annemaree, Forlin Chris, & Jobling Anne. 2003. “The Impact of Teacher Training in Special Education on the Attitudes of Australian Preservice General Educators towards People with Disabilities”. Annemaree Carroll, Chris Forli. :\Users\KINX\Documents\Downloads\D ocuments\carroll.pdf diakses 12 November 2011. Danim, S. 2004. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Jakarta: Rineka Cipta. Delphie, Bandi. 2009. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi. Sleman: Intan Sejati Klaten. Direktur Pembinaan Luar Biasa. Depdiknas. 2007. Pendoman Penyelenggara Inklusi Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Depdikanas. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional. Emzir. 2008. Metodologi penelitian pendidikan Kuantatif dan Kualitatif. Jakarta: Rajagrafindo. Elliot, S. 2008. “TheEffect of Teacher’s Attitude Toward Inclusion on The Practice and Success Levels of Children With and Without Disability in Physical Education”. International Journal of Special Education. Vol 23. No. 3 pp 4855 (online), dalam (http://internationaljournalofspecialeduca tion.com/issues.cfm) diakses 19 November 2011 Evertson,C & Emmer E. 2011. Manajemen Kelas untuk Guru Sekolah Dasar. Edisi kedelapan. Jakarta: Kencana Fraenkel, Jack R. Wallen, Norman E. & Hyun, Helen H. 2012. How to Design and Evaluate Research in Education 8th

edtion. New York : The McGraw-Hill Companies. Gilang, A. 2009. “Perbedaan motivasi kerja guru taman kanak-kanak ditinjau dari status PNS dan non PNS di Kabupaten Trenggalek”. Univ. Negeri Malang: Perpustakaan Digital. Haider, S.I. 2008. “Pakistani Teacher’s Attitudes Toward Inclusion of Students with Special Educational Needs”. Pakistan Journal of Medical Sciences Quarterly. Vol. 24 No. 4 pp. 632-636, (online), dalam (http:///pjms.com.pk/issues/julsep08/artic le/bc2.html) diakses 19 November 2011. Hartono.“Evaluasi Pelaksanaan Pendidikan Inklusi: Penggunaan Pendekatan Stake Countenance Model pada SDN Klampis Ngasem I/126 Surabaya”. Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdiknas. Vol16 Edisi khusus II.2010.PP.224-232. Herlina. 2010. “Sikap Guru Sekolah Dasar terhadap Penyelenggaraan Sekolah Inklusif”. Tesis Magister Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia. Jackson, Schuler&Wener.2011. Pengelolahan Sumber Daya Manusia: buku 2 edisi 10. Jakarta: Salemba Empat. Katsafanas. 2006.”The Roles and responsibilities of Special Education Teacher”. Dissertation University of Pittsburgh. (online) dalam (http://dscholarship.pitt.edu/10134/1/katsafanasJ D2_ETD_Pitt06) diakses 12 November 2011. Kosko & Wilkins. 2009. “General Educators’ InService Training and Their SelfPerceived Ability to Adapt Instruction for Students With IEPs”. Virginia Polytechnic Institute & State University. Volume 33, No. 2. (online) dalam (http://www.auburn.edu/academic/societi es/professional_educator/articles/Kosco_ final.pdf) diakses 12 November 2011 Kunstmann, A. Hedges. 2003. “A Path Analysis for Factor Affecting Head Start Teacher’s Beliefes About Inclusion”. Doctoral Dissertation, The Ohio State University. (online) dalam (http://etd.ohiolink.edu/send.pdf.cgi/Kun tsmann%20Amanda%20Hedges.pdf? osu1053557205) diakses 19 November 2011. Kurniawan, Albert. 2011. SPSS: Serba-Serbi Analisis Statistika dengan Cepat dan Mudah. Jakarta: Jasakom Lasarie, Ecie. 2009.”Hubungan antara Self Efficacy Guru dengan Sikap terhadap Program Pendidikan Inklusi bagi Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Korelasi pada Guru Sekolah Inklusi di Yogyakarta”. Jurnal Psikologia Vol. 4 No. 2 pp. 42-48, (online), dalam (http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/42 094248.pdf) diakses 19 November 2011

Leatherman, Jane M. 2007. “I Just See All Children as Children”: Teachers’ Perceptions About Inclusion. The Qualitative Report . Vol. 12 No. 4 pp. 594-611, (online), dalam (http://www.nova.edu/ssss/QR/QR124/leatherman.pdf) diakses 19 November 2011 Lestari, JTMD. 2010. “Perbedaan Kinerja Guru Ditinjau dari Status, jenis Kelamin dan Masa Kerja Guru di SMK Sekota Surabaya”. Tesis Magister SPS, Universitas negeri Surabaya. Li Feng Tim dan R. Sass. 2010. “What makes special-education teachers special? Teacher training and achievement of students With disabilities” http://myweb.fsu.edu/tsass/Papers/IES %20Feng%20Sass%20Special%20Ed %20Teacher%20Prep%20004%20june %2021c.pdf diakses 12 November 2011. Majid, A & Muklis (Eds). 2008. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung : Rosdakarya. Marwansyah.2010. Manajemen Sumber Daya Manusia: edisi Kedua. Bandung: Alfabeta. Mutrofin. Ed; Suharso, P. 2007. Otokritik pendidikan: gagasan-gagasan evaluatif. Yogyakarta:Laksbang Mulyasa & Muklis (Eds). 2011. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya Naim, Ngainun. 2008. Menjadi Guru Inspriratif: Memperdayakan dan Mengubah Jalan Hidup Siswa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nazir, M. 2005. Metode Penelitian: cetakan keenam.Bogor: Ghalia Indonesia Noor Marzuki. 2008. “Analisis tentang Profesionalisme dan Kinerja Guru ( Studi di SMP Negeri Kota Metro Lampung)”. Jurnal Aplikasi manajeman. Vol.6.2. Agusutus 2008.(Online) dalam (http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/62 08201216.pdf) diakses 12 November 2011 Ormsbee, Myles, & Simpson. 1999. “General and Special Educators’ Perception of Preassessment team operating procedures”. Jurnal of Developmental and Physical Disabilities, Vol.11. No. 4. (online) Dalam (http://www.springerlink.com/content/n4u 7p33223107330/ .abstrak) diakses 30 Desember 2011. Padriastuti, U. 2010. “Kompetensi Guru Sekolah Inklusi (Studi Situs di SMP N 14 Wonogiri)”. Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdiknas. Vol16 Edisi khusus II.2010.PP.180-190. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Provinsi Jawa

Timur. Surabaya: Dinas Pendidikan Prov. JATIM Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Provinsi Jawa Timur. Surabaya: Dinas Pendidikan Prov. JATIM Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, (online), (http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/Permen16 -2007KompetensiGuru.pdf) diakses 19 November 2011 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2008 Tentang Standar kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendidikan Khusus. Peraturan Pemerintah Nomer 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, (online), (http://www.presidenri.go.id/DokumenU U.php/104.pdf) diakses 19 November 2011 Purwanto. (Ed. Santosa).2007. Metodologi penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan. Yogyakarta: PT. Pustaka Pelajar. Prastiti, D. 2009. “Hubungan Antara Indeks Prestasi Akademik dan Pengalaman Mengajar dengan Prestasi Kerja sebagai Guru SD Bagi Lulusan D-Ii PGSD Di Kodya Malang”. (online) dalam (http://lppm.ut.ac.id/htmpublikasi/22dya h.htm) diakses 12 November 2011. Prasetyorini, L. 2007. “Kinerja ditinjau dari perbedaan gender, status dan masa kerja bagi guru SLB Se Propinsi Sulawesi Tenggara”. Tesis Magister pada SPS, Universitas Negeri Surabaya. Riduwan. 2007. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta Riduwan & Warsiman (Eds).2004. Metode & Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta. Rival, Basri, Sagala, Murni.2005. Performance Appraisal: System untuk Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusaan Edisi Kedua. Jakarta: Rajagrafindo. Riyanto, Yatim. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif. Surabaya: PT.Unesa Press. Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Saodi, O., & Suherman, A. Armasari (Eds). 2009. Etika Profesi Keguruan. Bandung: Refika Aditama. Smith, David J & Sugiarmin (Eds). 2012. Sekolah Inklusif: Konsep Penerapan Pembelajaran. Bandung: Nuansa Subban, P., & Sharma, U. 2006. “Primary School Teachers’ Perception of Inclusive Education in Victoria, Australia”.

International of Special Education. Vol. 21 No. 1 pp. 42-52, (online), dalam (http://www.internationaljournalofspecial education.com/articles.cfm? Y=2006&V=21&N=1) diakses 19 November 2011. Sugiyono.2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta. Sunaryo. 2009. “Manajemen Pendidikan Inklusif: Konsep, Kebijakan dan Implementasinya dalam Perspektif Pendidikan Luar Biasa”. Jurusan PLB FIP UPI. (online) dalam (http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._P END._LUAR_BIASA/19560722198503 1-SUNARYO/Makalah_Inklusi.pdf) diakses 10 November 2011. Supriadi. D. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Mitra Gama Widya Suwardi. 2007. Manajemen Pembelajaran: Mencipta Guru Kreatif dan Berkompetisi. Surabaya: Temprina Media Grafika. Timpe, D. 2002. Seri Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gramedia Asri Media . Undang-Undang Repbublik No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jaringan Dokumentasi dan Informasi hukum Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.( Online ) (http://www.jdih.bpk.go.id). Diakses 25 November 2011 Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2004. Jakarta: Dutajaya. Usman, Husaini. 2011. Manajemen: Teori, Praktik dan Riset Pendidikan. Yogyajarta: Bumi Aksara. Usman, Uzer. 2010. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. Vygotsky.1987. Mind in Society. Amerika: The president and Fellows of Harvard Collage. Waligore, L.R. 2002. “Teacher’s Attitudes Toward Inclusion: What did They Say?”. (online) dalam (http://www.rowan.edu/library/rowan_th eses/RU202/0147TEAC.pdf) diakses 19 November 2011. Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja: edisi ketiga. Jakarta: Rajagrafindo. Winarno. 1994. “Profil Guru Pendidikan Jasmasni SMA di Kotamadya Malang Jawa Timur”. Tesis Program Pascasarjana IKIP Jakarta Winter, Suzanne. M. 2007. Inclusive Early Childhood Education: A Collaborative Approacch. Ohio: Pearson Prentice Hall. Wiyono, Budi. 2009. “Hubungan Struktural Tingkat Pendidikan, Pengalaman Kerja dan Usia guru dengan Motivasi Kerja dan Keefektifan Kerja Tim Guru Sekolah Dasar”. Jurnal Pendidikan Dasar,

Vol.10.No.1.81-91, Maret 2009.(online) dalam (http://litbangkemdiknas.net/datapeneliti an/indexx.php? module=detaildata&id=668) diakses 23 November 2011. Wersch, James. 1985. Vygotsky and the Social Formation of Mind. London, England: Harvard Univerity Press. Yamin, M & Maisah. 2010. Standarisasi Kinerja Guru. Jakarta: Gaung Persada. Yusuf, M & Indiantor. 2010. “Kajian tentang Implementasi Pendidikan Inklusif sebagai Alternatif Pementasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar bagi ABK di Kab. Boyolali”. Badan penelitian dan Pengembangan Kemdiknas.Vol16 Edisi Khusus II.2010.PP.136-148 ______.2005. Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. ______. 2009. Permen PAN Nomor 16 Tahun 2009 tantang Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. ______.2008. Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru.

Related Documents

Artikel Penelitan Lailil
August 2019 35
Artikel
April 2020 61
Artikel
June 2020 55
Artikel
July 2020 41
Artikel
November 2019 56
Artikel
April 2020 44

More Documents from ""

Artikel Penelitan Lailil
August 2019 35
Os-piratas.pdf
November 2019 3
November 2019 5
December 2019 5