Mei 2009
PEMUPUKAN NITROGEN PADA TANAMAN TEBU UNTUK MENCAPAI HASIL MAKSIMUM Memet Hakim1) & Sulya Djakasutami2) 1) Mahasiswa Program Doktor, Fakultas Pertanian Unpad 2) Profesor, Dosen Pasca Sarjana, Fakultas Pertanian, Unpad, Anggota Promotor
ABSTRAK Nitrogen merupakan salah satu unsur utama yang sangat diperlukan oleh tanaman tebu. Dosisnya tergantung pada tingkat kesuburan tanah, bahan organik, kandungan liat dan pasir, KTK serta jumlah biomas yang dihasilkan. Kelebihan dan kekurangan pupuk nitrogen menyebabkan gangguan pada pertumbuhan tanaman, produksi dan kwalitasnya. Efisiensi penyerapan nitrogen ditentukan juga oleh jumlah frekuensi, cara dan waktu aplikasi pemupukan. Analisa daun, analisa tanah dan percobaan pemupukan dilapangan merupakan dasar pembuatan rekomendasi pemupukan yang terintegrasi pada pengelolaan yang baik I.
PENDAHULUAN Indonesia kini masih menjadi negara pengimpor gula, keinginan agar Indonesia tidak melaksanakan impor gula mulai tahun 2010, sebenarnya dapat dicapai, dengan syarat seluruh stakeholder mempunyai komitmen bersama untuk mengutamakan kepentingan nasional. Nahdodin (1999), menjelaskan bahwa pada lahan sawah usaha tani tebu mengalami penurunan produktivitas yaitu sekitar 16 sampai 17 ton hablur pada tahun 1930-an menjadi 5 sampai 7 ton hablur pada tahu 1990-an. Pemupukan memberikan pengaruh penting pada pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Pada tanaman ratoon kondisi tanah telah mulai mengeras karena tanah menjadi padat akibat lalu lalang kendaraan pengangkutan tebu dan perakaran yang telah menyebar kesegala arah, sehingga daya cekam air dan daya tembus oksigen dalam tanah berkurang. Itulah sebabnya pemberian pupuk kimia diperlukan selain pupuk organik. Pupuk kimia mempunyai keunggulan dalam jumlah kandungan hara yang tinggi, sedang pupuk organik dapat membantu perbaikan sifat fisik tanah dan biologi untuk memelihara perkembangan mikroba dalam tanah. Masalah dosis yang tepat per satuan luas, bagaimana caranya memupuk, berapa frekuensi aplikasi dan jenis apa yang paling efisien akan berbeda disetiap tempat, karena adanya perbedaan jenis tanah, kandungan hara dalam tanah, iklim
1
Mei 2009
mikro, dan lain lain. Pemberian pupuk nitrogen sangat menentukan pertumbuhan tanaman. Indikatornya terlihat jelas pada ukuran daun, tinggi batang, luas permukaan daun dan jumlah tunas. Kekurangan unsur ini membuat pertumbuhan tanaman merana, ukuran daun mengecil, kurus dan berwarna kekuningan. Penyebab rendahnya produktivitas pada tanaman tebu memang cukup banyak, salah satu yang cukup dominan adalah masalah pemupukan. Pemberian pupuk buatan yang terus menerus ternyata membuat tanah menjadi keras dan kecenderungan produktivitasnya semakin rendah. Penggunaan pupuk organik secara terus menerus tanpa dibantu oleh pemberian pupuk buatan mempunyai kecenderungan produktivitasnya menjadi rendah juga. Namun penggunaan keduanya akan menghasilkan sinergi positip yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Pemberian pupuk nitrogen dalam bentuk urea, ZA masih diperlukan dalam jumlah yang cukup banyak, akibat biomas yang dihasilkan tanaman tebu banyak sekali, setiap tahunnya tidak kurang dari 100 ton biomas per ha yang dihasilkan tanaman dan tidak kembali ke tanah lagi. Permasalahan timbul seberapa banyak dosis pupuk organik dan pupuk kimia yang diperlukan tanaman tebu untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman, kandungan hara dalam daun dan produktivitas maksimum ? Masalah inilah yang akan dibahas lebih lanjut, khususnya pupuk nitrogen. Selain itu seberapa jauh analisa daun hasilnya dapat diterapkan pada pembuatan rekomendasi pemupukan atau yang dikenal dengan ”diagnosis and recommendation integrated system (DRIS)”, menggantikan cara lama yakni dengan analisa tanah saja. Tulisan ini diharapkan ini dapat membahas bagaimana mendapatkan dosis optimum untuk tanaman tebu pada satuan lahan yang dianggap homogen dan bagaimana menggunakannya dalam proses “diagnosis and recommendation integrated system” (DRIS) yakni dengan menggunakan ratio-ratio nutrien. DRIS merupakan suatu metoda pembuatan rekomendasi pemupukan dalam suatu system yang terintegrasi melalui diagnosis kandungan hara daun, hasil analisa tanah, hasil percobaan lapangan dan pengamatan gejala defisiensi di lapangan. Metoda ini belum biasa digunakan pada tanaman tebu di Indonesia.
II.
KAJIAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan Produksi Tanaman tebu mayoritas bukan lagi merupakan tanaman semusim karena dipelihara ratoonnya, sehingga menjadi lebih dari 4 tahun umurnya, bahkan ada yang sampai 25 tahun. Dengan demikian perlakuan dan pemikiran terhadap tanaman ini harus bersifat jangka menengah dan jangka panjang. Pemikiran dan perlakuan jangka pendek seperti pada pola tanaman semusim perlu diperbaiki. 2
Mei 2009
Membuat target
Sulam batang/ha
Tahun
Tahun
ke 1
Ke 2
Tahun Ke 3
batang/ha
batang/ha
m/batang
m/batang
m/batang
Gambar 1 : Skema membuat target produksi Dari gambar diatas, terlihat jelas kapan pembuatan rencana produksi harus dilakukan. Umur tanaman ratoon, tidak perlu dibatasi sampai umur tahun ketiga atau keempat misalnya, karena sepanjang tanaman tersebut menghasilkan produktivitas maksimal, belum ada gejala serangan penyakit yang membahayakan tanaman, selama itu tanaman ratoon dapat dipertahankan. Untuk memperoleh produksi maksimal, tentu harus dibahas pula bagaimana caranya mempertahankan kondisi tanaman sebaik baiknya, seperti populasi tanaman, pemupukan, pengairan, serangan organisma pengganggu tanaman, dan lain lainnya. Analisa Daun sangat bermanfaat dalam ”melihat” kondisi tanaman pada masa pertumbuhan. Analisa daun ini efektif dan efisien khususnya dalam menetapkan jumlah pupuk yang nilainya sangat besar. Pengamatan tanaman dilakukan lebih detil dan lebih terarah. Produktivitas dapat diatur sesuai dengan keinginan kita (pada batas-batas tertentu tentunya sesuai dengan hukum ”the law of diminishing return” yakni suatu hukum yang memperlihatkan kecenderungan turunnya produktivitas setelah titik efisiensi teknis tercapai. Untuk itu diperlukan perubahan paradigma dalam mengelola tanaman tebu. Tanaman tebu adalah tanaman tahunan, bukan tanaman semusim masih banyak dipertentangkan atau kontroversi dikalangan masyarakat pergulaan, walau realitanya memang tebu telah menjadi tanaman tahunan hanya saja panennya setahun sekali. 2.2.Kandungan Hara dalam Daun Kandungan hara nitrogen pada daun yang dinyatakan medium adalah 1.70 %, jika nilai analisa memperlihatkan angka yang lebih tinggi dari 1.70 % (tapi dibawah 2.00 % kandungan haranya dikatagorikan “medium plus” atau “baik minus” , apabila nilainya diantara 1.40 % sampai 1.70 % kandungan
3
Mei 2009
haranya dinyatakan “medium minus” atau “kurang plus”. Apabila nilainya dibawah 1.40 % , kandungan haranya dinyatakan “kurang minus”, sedang jika kandungan haranya diatas 2.0 %, dinyatakan “baik plus”. Standar kandungan hara rupanya tidak selalu sama disetiap daerah, seperti contohnya pada tabel dibawah ini, sebagai berikut : Tabel 1 : Standar Kandungan Hara pada Daun Tebu di India Kandungan Unsur Hara N P K Kriteria (%) (ppm) (mg/100 g) + Baik -
2.00
0.12
+ Medium 1.70 0.10 + Kurang 1.40 0.08 Sumber : Diolah dari Sundara (1998).
Mg (me/100g)
2.30
0.12
2.20
0.10
2.10
0.80
Pembacaan nilai analisa dapat juga dikatakan jika nilainya diatas antara 1.85 % sampai 2.15 % dikatakan baik, diatas 2.15 % dinyatakan baik sekali. Dikatakan medium atau cukup jika kandungan haranya berada diantara 1.55 % sampai 1.85 % dan dikatakan kurang jika kandungan haranya berada diantara 1.25 % sampai 1.55 %. Dibawah itu dikatakan sangat kurang (kekurangan hara). Data analisa daun yang bergerak diantara norma diatas mempengaruhi pertimbangan pemberian pupuk nitrogen, sebagai tindakan korektif pada tanaman ratoon berikutnya. Tabel 2 : Unsur hara Kritis dan Optimum pada daun Tebu di Australia Unsur Hara
Nilai Kritis
Nitrogen (% N) 1.80 Fosforus ( ppm P) 0.19 Kalium ( mg/100g K) 0.90 Sumber : Anderson dan Bowen (1990)
Kadar Optimum 2.00-2.60 0.22-0.30 1.00-1.60
4
Mei 2009
Di Australia kandungan hara dalam daun yang dijadikan acuan sebagai titik kritis adalah 1.80 %, sedang yang dianggap cukup atau medium adalah 2.00 % dan yang baik adalah 2.60 %. Bandingkan dengan di India titik kritis 1.40 % yang dianggap cukup atau medium 1.70 % dan yang dianggap baik adalah 2.00 %. Penentuan nilai acuan tadi sangat tergantung pada hasil analisa daun dan percobaan di lapangan.Kandungan hara daun di Brazil, ternyata sama dengan di Australia yakni titik kritis kandungan nitrogen berada pada nilai 1.80 % Dari tabel 5 ini tanah yang dianggap mengandung nitrogen cukup adalah lahan yang mempunyai kandungan nitrogen antara 1.00 sampai 2.00, diatas itu kandungan nitrogennya dianggap baik sekali, sedang jika dibawahnya dianggap sedang dan kurang. Sampai saat ini masih banyak yang berpendapat kandungan hara dalam tanah relatif mantap, padahal tidak demikian dengan nitrogen yang sifatnya mobil. Oleh karena itu pendekatan analisa tanah untuk nitrogen tidak cukup akurat, harus dilengkapi dengan analisa daun. Hasil analisa daun merupakan proyeksi hara yang dapat diserap oleh tanaman. Kekeliruan dalam analisa segera dapat dibandingkan dengan pengamatan secara visual (Gambar 2). Didalam teknik melaksanakan DRIS (Diagnosis and Reccomendation Integrated System), diperlukan catatan khusus tentang sejarah pemupukan yang “up to date”. Data tersebut diperlukan sebagai pertimbangan dalam menentukan rekomendasi pemupukan. Catatan ini dinamakan kartu tanaman.
2.3.Pemberian Pupuk Organik Bokhtiar et al. (2002), dalam penelitiannya di Bangladesh, memperlihatkan pengaruh yang nyata dari pemberian pupuk organik dan pupuk kimia pada produktivitas tanaman seperti pertumbuhan tunas, batang dan kualitas jus sebesar 22 sampai 74 %. Penambahan campuran pupuk kandang dan blotong saja meningkatkan produktivitas tanaman sebesar 12.5 ton/ha, sedang penambahan blotong sendiri, hanya dapat meningkatkan produktivitas tanaman sebesar 16 sampai 20 % saja. Arifin dan Prahardini (2005), menyimpulkan dalam penelitiannya tentang adanya peningkatan produksi hablur dan efisiensi biaya pemupukan an-organik pada tanaman tebu Plant Cane dicapai dengan menggunakan pupuk Mixed G (pupuk organik) 1400 kg/ha + Urea 150 kg/ha + ZA 200 kg/ha. Pada pertanaman tebu Ratoon Cane menggunakan pupuk Mixed-G 1400 kg/ha + Urea 150 kg/ha + ZA 200 kg/ha diperoleh pengurangan biaya pemupukan, namun terjadi penurunan produksi hablur sehingga pendapatan usahatani tebu lebih rendah dibanding pemupukan an-organik standard pabrik gula (ZA 800 kg/ha + SP-36 100 kg/ha + KCl 100 kg/ha).
5
Mei 2009
Adanya kandungan bahan organik tanah sering dikaitkan sebagai indikator kesuburan tanah. Tanah subur apabila kandungan C-organik tanah diatas diatas 3 %. Bahan organik dalam tanah mempunyai peranan langsung dengan tanaman, karena kemampuannya untuk menjadi media yang cocok bagi perkembangan mikroba, terutama yang “dapat melarutkan hara”, sehingga unsur hara yang tadinya tidak tersedia buat tanaman, menjadi tersedia buat tanaman. Keunggulan lainnya adalah memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah.
2.4.Perbandingan Unsur Makro Unsur hara makro yang diambil oleh tanaman tebu dapat dihitung per ton tebu, sehingga pada lahan yang produktivitasnya berbeda kebutuhan unsur makro ini akan berbeda pula (Tabel 6). Untuk melakukan pendekatan perhitungan kebutuhan pupuk untuk tebu, kita perlu mengetahui berapa zat hara yang diperlukan setiap ton tebu yang diambil ke pabrik. Jika produktivitas yang direncanakan sudah diketahui, maka perkiraan kebutuhan hara dapat diketahui, namun tentu saja tidak cukup dengan cara tersebut, masih ada pertimbangan lainnya. Setelah itu ternyata masih diperlukan perhitungan lebih lanjut apabila produktivitas masih ingin ditingkatkan pada level yang lebih baik. Perhitungan pertambahan produktivitas dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 6 : Perbandingan unsur hara makro yang diambil tebu dari dalam tanah URAIAN
UNSUR HARA YANG DIAMBIL TEBU( DALAM KG) 1 ton tebu 70 ton tebu 100 ton tebu 150 ton tebu N (Nitrogen) 1.0 70 100 150 4.76 333 476 714 ZA 2.10 146 210 315 Urea P2O5 (Fosfat) 0.6 42 60 90 2.31 161 231 346 RP 1.68 117 168 252 SP 36 K2O (Kalium) 2.25 157 225 337 3.82 262 382 573 KCl(MoP) Sumber : Diolah dari Sundaran (1998) Hasil analisa daun terutama pada tiga unsur hara makro (unsur N,P,K) harus dicross check dengan “gejala defisiensi“ pada pemeriksaan visual di lapangan sebagai hasil akhir atau respon tanaman terhadap perlakuan yang 6
Mei 2009
terlihat oleh mata, sehingga jika terdapat kesalahan dalam proses analisa daun akan terlihat. Tabel 7 : Kebutuhan hara pada peningkatan produktivitas tebu lebih lanjut Perkiraan kasar Unsur Hara yang diperlukan untuk URAIAN meningkatkan setiap ton tebu (dalam kg) 1 ton 40 ton 70 ton 100 ton N (Nitrogen) 2.25 90 157 225 ZA 10.7 43 749 1.070 4.9 20 343 490 Urea P2O5 (Fosfat) 0.6 24 42 60 RP 3.3 13 23 33 1.7 7 12 17 SP 36 K2O (Kalium) 1.25 50 87 125 2.0 80 140 200 KCl (MoP) Sumber : Diolah dari Sundaran (1998) International Plant Nutrient Institute (2008), dalam penelitiannya di Guangdong, China memperlihatkan pengaruh berbagai dosis nitrogen pada tanah yang miskin dan sedang terhadap produksi Pupuk nitrogen walaupun diberikan sendiri memberikan peningkatan hasil yang nyata dibandingkan dengan kontrol. Lahan dengan penambahan P dan K saja tanpa nitrogen ternyata hanya menambah 9.2 %, dibandingkan dengan penambahan nitrogen saja yang mampu meningkatkan produksi sebesar 37.6 %, namun apabila penambahan nitrogen diikuti dengan penambahan fosfat dan kalium , maka penambahannya menjadi 67.7 % Table 8. Pengaruh perlakuan nitrogen terhadap pertumbuhan dan hasil tebu. Perlakuan
Jumlah Tinggi Diameter Berat Hasil Pertambahan batang (cm) batang batang (t/ha) (%) (batang/ha) (cm) (kg) Kontrol 61,400 196 2.6 1.19 72.11 _ N450 72,700 230 2.9 1.35 99.21 37.6 P135K450 61,400 216 2.6 1.30 78.75 9.2 N450P135K450 77,300 234 3.0 1.50 115.95 60.7 N600P135K450 79,500 244 3.0 1.52 120.90 67.7 Sumber : International Plant Nutrient Institute (2008) Terlihat dalam tabel diatas penambahan nitrogen meningkatkan jumlah dan berat batang serta hasil sebesar antara 37.6 % sampai 67.7 %.
7
Mei 2009
2.5.Pemberian Pupuk Nitrogen Peran unsur nitrogen, sebagai unsur utama adalah (a) meningkatkan produksi dan kualitasnya, (b) untuk pertumbuhan vegetatif (pertumbuhan tunas, daun, batang), (c) Pertumbuhan vegetatif berarti mempengaruhi produktivitas. Tanah yang gembur memungkinkan udara masuk ke dalam ruanganruangan yang terbentuk, demikian juga air akan tertahan dalam ruangan tersebut. Ujung akar akan mudah tumbuh pada kondisi demikian. Bulu akar adalah organ terdepan tanaman yang menyerap unsur hara dan air di dalam tanah. Jumlah bulu akar ini sangat dipengaruhi antara lain oleh (a) jumlah akar yang tumbuh,(b) diameter akar, (c) diameter batang,(d) Panjang akar. Jadi semakin banyak jumlah bulu akar, akan semakin tinggi kemampuan akar dalam menyerap tanaman. Pada tanah yang subur pelapukan bahan organik akan terus terjadi secara berkelanjutan, sehingga kebutuhan nitrogen mudah dipenuhi. Berbeda pada tanah berpasir atau tanah miskin bahan organik, tanpa penambahan pupuk organik akan sulit menahan dan melepaskan N tanah. Itulah sebabnya pada tanah yang demikian perlu penambahan frekuensi pemupukan nitrogen dan perlu pemberian pupuk organik. Apabila mikroba tumbuh dengan baik di sekitar tudung akar, maka unsur hara yang tersedia dapat diserap oleh tanaman melalui akar dengan baik. Nitrogen yang diserap akan semakin banyak jumlahnya. Apalagi jika ditunjang oleh perakaran yang baik dan jumlah akar aktif maka kemampuan penyerapan unsur hara semakin tinggi. Dengan demikian tanaman dapat tumbuh lebih baik dan menghasilkan produksi yang lebih baik. Gejala Defisiensi unsur hara ini antara lain (a) daun berwarna kuning pucat, (b) ruas lebih pendek, (c) pertumbuhan daun semakin lambat, (d) batang lebih pendek dan kurus, (e) akar lebih panjang, tapi lebih kecil, (f) jika defisiensi berkelanjutan, ujung daun dan daun yang terbawah menjadi nekrosis. Kelebihan unsur nitrogen dapat berakibat negatif juga yakni (a) efek racun untuk tanaman, (b) pertumbuhan vegetatif memanjang, (c) memperlambat kemasakan, (d) mengurangi kadar gula, (e) mengurangi kualitas jus (nira), (f) Menambah nitrogen yang larut pada jus dalam stasiun klarifikasi, (g) mudah roboh, (h) lebih mudah terserang hama dan penyakit. Dengan bantuan mikroba yang banyak terdapat pada pupuk organik, semua pupuk nitrogen, apakah berbentuk ammonium, amida ataupun dalam bahan organik diubah (konversi) menjadi bentuk nitrat. Proses perubahannya banyak tergantung pada iklim dan kondisi tanahnya. Konversi berjalan cepat apabila kadar air, aerasi, temperatur dan pH nya sesuai. Mabry McCray et al. (2005), menyatakan bahwa gejala visual dari defisiensi hara dan adanya toksisitas sering dijumpai dilapangan, yang 8
Mei 2009
mengalami masalah penyerapan unsur hara. Berbagai gejala defisiensi N dapat dilihat pada gambar 2.
Sumber : Potash Corp, 2008
Sumber : Memet Hakim, 2009 Sumber : Anderson & Bowen, 1990
Gejala Defisiensi N Gambar 2 : Gejala defisiensi nitrogen
Gejala yang terlihat perlu segera dikoreksi dengan penambahan dosis pupuk korektif. Seberapa banyak gejala ini diketemukan dilapangan dibandingkan dengan hasil analisa daun, menentukan dosis korektif, karena ada saja kemungkinan hasil analisa daun di laboratorium tidak sama dengan pengamatan visual. Gejalanya terlihat dari warna daun yang pucat kekuningan, ruas batang lebih pendek, lilit batang makin kecil, pertumbuhan akar terganggu sampai menjadi nekrotik apabila defisiensi berkelanjutan. Namun kelebihan nitrogen dapat menyebabkan keracunan, memperpanjang pertumbuhan vegetatif, memperlambat kemasakan, mengurangi kadar gula, mudah roboh dan lebih peka terhadap hama dan penyakit. Rice, et al (2006), menyatakan pada tanah yang subur, dimana kandungan bahan organiknya tinggi (muck soil), jarang ditemukan defisiensi nitrogen. Nitrogen tersedia secara terus menerus bersamaan dengan proses pelapukan yang berjalan secara berkelanjutan dan dapat diserap tanaman. Defisiensi baru akan timbul jika proses pelapukan N organik tidak berjalan seperti pada daerah yang tergenang banjir atau juga seperti pada tanah berpasir (sandy soil) yang miskin bahan organik. Frekuensi aplikasi pemupukan nitrogen seringkali diperlukan selama penanaman. Kegagalan aplikasi nitrogen tepat 9
Mei 2009
waktu akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil, masak sebelum waktunya dan mengurangi jumlah biomas. Analisa tanah sebagai alat kontrol umumnya tidak dapat diandalkan karena N tersedia dapat berubah dengan cepat akibat berubahnya iklim (temperatur, hujan) dan faktor manajemen tanaman. Kehilangan nitrogen dapat dikurangi dengan memperbanyak frekuensi aplikasi pemupukan. Secara garis besar pupuk nitrogen dapat dipisahkan kedalam 3 bentuk yakni: 1. Pupuk Nitrat (Nitrate), misalnya Sodium Nitrate; Calcium Nitrate; Potasium
Nitrate. 2. Pupuk Amomonium, misalnya A. Sulphate (S.A./Z.A.); A. Chloride; A. Anhydride. 3. Pupuk Amida (Amide), misalnya Urea; Calcium Cyamnamide. diantara pupuk-pupuk diatas ada juga yang mempunyai/mengandung lebih dari satu bentuk nitrogen antara lain Ammonium Nitrat; Kalsium Ammonium Nitrat; Ammonium Sulphate Nitrat. Tanaman mengabsorpsi nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3‾), walaupun ternyata ammonium (NH4+) dapat juga langsung diabsorpsi tanaman. Efisiensi relatif absorpsi ammonium dan nitrat dipengaruhi oleh pH (keasaman) tanah atau mungkin sistem pengambilan haranya yang berbeda. Pupuk Nitrat bersifat sangat mobil, cepat di-absorbsi dalam bentuk ion nitrat (NO3-), mudah tercuci. Nitrat lebih cocok dibawah kondisi agak basa (pH 79). Nitrogen dalam bentuk nitrat lansung tersedia bagi tanaman, tetapi juga mudah tercuci. Kemungkinan tercucinya sangat tergantung pada iklim dan jenis tanah. Nitrogen dalam bentuk nitrat bergerak keatas bersama air kapiler selama musim kemarau atau musim kering (De Geus, 1967 dalam Memet Hakim, 2007). Pupuk Ammonium tidak mudah tercuci karena ion ion nya diikat oleh partikel partikel liat (clay), pengikatan ini kuat walaupun dalam keadaan basah atau hujan. Di-absorbsi oleh tanah dalam bentuk ion Ammonium (NH4+), serupa dengan ion K (K2O). Selanjutnya terjadi nitrifikasi, sehingga (NO3-) terbentuk. Mobilitasnya tidak secepat ion–ion nitrat. Pada tanah-tanah yang banyak mengandung bakteri, ammonium cepat diubah menjadi bentuk nitrat. Pupuk ammonium sulphat memberikan juga sulphur. Pemakaian yang terus menerus dapat mengasamkan tanah. Pupuk Amida, sukar tercuci, sebagian dari pupuk ini tidak langsung tersedia untuk tanaman tetapi harus melalui beberapa perubahan kimia dahulu. Hasil akhirnya antara lain dalam bentuk Ammonium (NH4+) dan Nitrat (NO3-). Jenis pupuk ini berkadar N tinggi, misalnya Urea = 46%. Sifatnya yang cepat larut dalam air dan dapat dipakai sebagai pupuk daun, namun kadar bioretnya dapat mempengaruhi kualitas hasil pertanian pada tanaman tertentu.
10
Mei 2009
Dengan bantuan mikroba, semua pupuk nitrogen, apakah berbentuk ammonium, amida ataupun dalam bahan organik diubah (konversi) menjadi bentuk nitrat. Proses perubahannya banyak tergantung pada iklim dan kondisi tanahnya. Konversi berjalan cepat apabila kadar air, aerasi, temperatur dan pH nya sesuai. Penelitian Lenny (2008), memperlihatkan bahwa penambahan zeolit akan meningkatkan kandungan unsur K, Na, Ca dan Mg yang tersedia karena kationkation dalam zeolit didorong keluar oleh H+ dan kation tersebut dilepaskan ke dalam larutan tanah yang dapat menyebabkan adanya suplai basa-basa dan meningkatkan “kapasitas tukar kation” (KTK) tanah. Pencampuran zeolite dengan urea, dapat meningkatkan KTK, sehingga dapat menambah efisiensi penyerapan pupuk nitrogen. Sifat zeolit antara lain sebagai penyerap, penukar kation dan pembenah tanah sangat baik untuk memperlambat pelepasan nitrogen pada urea misalnya. 2.6.Waktu Pemupukan
50 0
Januari Februari Mart April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Mart April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Mart April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Hari dan mm Hujan
Faktor lain seperti ketersediaan air, amat membantu pertimbangan saat tanam, dan waktu serta jumlah pemupukan. Tanpa air tentu translokasi nitrogen dan unsur lainnya tidak dapat berjalan, jadi ketersediaan air ini sangat penting. Aplikasi irigasi dapat mengandalkan perhitungan water defisit, hasilnya akan lebih efisien dibanding tanpa pedoman. Diperkirakan setiap 100 mm air hujan (1.000.000 liter air/ha) menghasilkan 5-15 ton tebu/ha (Bristow, 2002). Metoda pengairan sangat bervariasi antar lokasi sesuai dengan kondisi wilayah masingmasing. Mengingat umur tanaman diatas 4 tahun, maka perhitungan produksi minimal harus tiga tahun kedepan, sehingga kalkulasi usaha tani dapat diketahui lebih awal. Tiga bulan pertama setelah pemupukan dasar, pertumbuhan tunas (tillering) yang diharapkan, kemudian setelah pemupukan berikutnya akan mempengaruhi tinggi dan lilit batang. Tahun kedua dan tahun ketiga perlu penyulaman untuk mengembalikan populasi tanaman. Berat batang, tinggi dan jumlah batang tebu sebagai faktor pokok produksi sudah dapat diprediksi sesuai dengan input yang direncanakan. aktu kemarau Pemupukan Pada daerah denganWmusim diatas 3 Ideal bulan, aplikasi pemupukan harus disesuaikan dengan kondisi perakaran tebu, misalnya pada akhir musim 250 kemarau, akar dipermukaan tanah (0 – 30 cm) biasanya kering dan mati sehingga 200 harus 150 menunggu perkembangan akar terlebih dahulu. Itulah sebabnya pada 100 kondisi demikian diperlukan irigasi.
2005
2006
2007
Bu l an /Tahu n
Sumber : Memet Hakim (2008) : Waktu
Keterangan
:
Waktu
11
Mei 2009
Gambar 3 : Skema Waktu Pemupukan Waktu pemupukan ideal adalah pada saat kandungan air tanah dibawah kapasitas lapang, kandungan air diatasnya menyebabkan hara tercuci dan hanyut,
Aplikasi pemupukan sebaiknya 3 sampai 4 kali yakni pada saat sebelum tanam (pupuk dasar), setelah perakaran tumbuh (1-2 bulan), pada masa pertumbuhan tunas (tillering, 3 bulan) dan masa pertumbuhan, namun minimal dua kali setahun. Semakin sering frekuensi aplikasi hasilnya akan semakin baik, terutama bagi jenis pupuk yang cepat larut dalam air seperti pupuk nitrogen..Pada akhir musim kemarau panjang, akar banyak yang mati , itulah sebabnya waktu pemupukan harus menunggu pada saat akar mulai tumbuh kembali sekitar 1 sampai 1.5 bulan setelah hujan pertama datang. Semakin rendah kandungan bahan organik dalam tanah, semakin banyak mengandung pasir dan liat, maka dosis nitrogen yang dibutuhkan akan semakin besar. Dosis akan tergantung juga dari jumlah aplikasi, karena nitrogen yang sifatnya sangat mobil mudah run off, tercuci (leaching) dan menguap (volatile). Cara aplikasi menentukan efisiensi pemupukan nitrogen, misalnya ”disebar (broadcast)” akan lebih boros dibanding dengan ”dibenam (placement)”. Waktu aplikasi tidak dapat setiap saat dilakukan, karena curah hujan dan kelembaban tidak setiap saat cocok. Pada prinsipnya, semakin tinggi kandungan bahan organik, semakin tinggi KTK akan semakin banyak nitrogen yang tersedia dan dapat diserap tanaman. Itulah sebabnya analisa daun dibutuhkan untuk melihat sejauh mana nitrogen dapat diserap oleh tanaman, karena analisa tersebut dapat segera dibandingkan dengan hasil pengamatan secara visual. Analisa tanah saja tidak dapat diandalkan, karena pergerakan nitrogen dalam tanah yang begitu cepat sebagai akibat perubahan iklim (suhu, hujan) yang selalu bergerak. Perpaduan analisa daun dan analisa tanah yang didukung oleh percobaan lapangan, merupakan dasar pembuatan rekomendasi pemupukan. Cara ini disebut dengan ”diagnosis and recommendation integrated system” (DRIS). Selanjutnya
12
Mei 2009
praktek ”best management practice (BMP)” yang memadukan semua unsur agronomis praktis untuk mencapai produktivitas maksimum III.
SIMPULAN Nitrogen merupakan salah satu dari unsur utama (major element) yang sangat diperlukan oleh tanaman tebu untuk pertumbuhan vegetatif (tunas, batang dan daun) dan meningkatkan hasil dan kualitasnya. Kekurangan nitrogen dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat seperti pertumbuhan batang, daun mengecil. Gejalanya terlihat dari warna daun yang pucat kekuningan, ruas batang lebih pendek, lilit batang makin kecil, pertumbuhan akar terganggu sampai menjadi nekrotik apabila defisiensi berkelanjutan. Namun kelebihan nitrogen dapat menyebabkan keracunan, memperpanjang pertumbuhan vegetatif, memperlambat kemasakan, mengurangi kadar gula, mudah roboh dan lebih peka terhadap hama dan penyakit. Untuk meningkatkan efisiensi penyerapan nitrogen, perlu diperhatikan dosis, frekuensi, cara dan waktu aplikasi. Pencampuran dengan zeolite dapat meningkatkan “kapasitas tukar kation” (KTK) tanah. Demikian juga pemberian pupuk organik secara bersamaan dapat menghasilkan sinergi positip. Analisa daun, analisa tanah dan percobaan di lapangan merupakan dasar perhitungan “diagnosis and recommendation integrated system” agar pertumbuhan dan produktivitas optimium dapat dicapai.
13