Artikel Lingkungan Pertambangan Di daerah Bangka belitung
Sudah kita ketahui bahwa Bangka Belitung terkenal dengan hasil tambangnya atau biasanya masyarakat Belitung menyebutnya dengan istilah IT(Tambang Inkonvensional).Semua kepala keluarga dan masyarakat Bangka Belitung menghasilkan nafkah untuk keluarga dengan pekerjaan menambang timah.Timahadalah sumber daya alam yang sangat penting bagi masyarakat sekitar.Karena itulah lingkungan di Bangka belitung khususnya belitungTimur sudah sangat memprihatinkan.Dimana setiap tanah yang dulunya hutan-hutan sangat rimbun dan lebat sekarang hutan tersebut sudah gundul.Ini semua adalah ulah masyarakat sekitar yang telah mengambil lahan untuk mereka jadikan pekerjaan mereka mengambil timah sebanyak-banyaknya tanpa mereka ketahui bahwa bila semua tanah digali dan lingkungan sudah tidak ada yang baik pulau belitung tercinta akan hancur dengan sendirinya. Sulit mencari titik temu tata kelola pertambangan timah yang baik, minimal ramah lingkungan dan jaminan penambangan legal bagi masyarakat. Kebijakan pusat, mulai dari Undang-Undang Minerba yang sudah di uji di Mahkamah Konstiusi sampai terakhir Permendag Nomor 32 tahun 2013 juga dinilai daerah bermasalah. Permasalahan makin kompleks ketika Polda dan jajarannya sampai Polsek melakukan razia PETI, yang ternyata hasilnya tidak sia-sia karena mampu menjaring pelaku illegal mining beserta barang bukti 37 ton timah. Setiap tahun selalu terjadi peraturan untuk menertibkan penambang timah tetapi itu semua sia-sia karena mereka terkadang lebih pintar dibanding para polda di sekitar. Bagi saya sebagai mahasiswa yang berasal dari pulau penambang tersebut sangat khawatir dengan keadaan ini,sebenarnya para penduduk tidak ingin menghancurkan pulau mereka dengan cara seperti itu tetapi mereeka tidak ada pilihan lain karena pekerjaan itu yang bisa menjadi tempat mereka mencari kehidupan walaupun mereka harus bersusah payah bersembunyi pada saat razia terjadi.Kesalahan penduduk belitung adalah mereka tidak pernah mau mengembalikan tanah seperti semula,seharusnya bila sudah digali mereka harus menimbun lobang galian tersebut agar tidak terjadi kerusakan pada lingkungan daerah tersebut.Saya yakin bila mereka
mempunyai prinsip untuk menimbun kembali lingkungan tanah diskitar tidak akan buruk.Kegiatan penambangan memang sangat memerlukan lahan yang luas dan juga terkadang bahan kimia yang digunakan dalam proses penambangan bisa menyebabakan polusi dengan skala yang besar di dalam lingkungan. Banyak sekali dampak bagi lingkungan bila kita tidak peduli dengan hal seperti itu bukan hanya dampak pada tanah tetapi juga dampak pada air di lingkungan belitung daerah itu sendiri dan mungkin saja itu bisa mneyebabkan penyakit. Dampak negatif pada lingkungan tanah yang akan terjadi adalah 1. Hutan yang di tebang untuk keperluan pertambangan merupakan rumah bagi sejumlah penduduk di daerah tersebut.Dengan adanya penambang yang melahap habis hutan menyebabkan musnahnya habitat besar hewan,dan mempertaruhkan kelangsungan hidup hewan tersebut. 2. Setiap penambang memiliki mesin-mesin dan bahan-bahan kimia yang dijadikan bahan bakar pada alat tertentu,sejumlah besar bahan kimia tersebut bila tercecer ketanah,masuk kedalam tanah.Itu bisa mengubah komposisi kimia dari tanah.Bukan hanya itu bahan kimia yang beracun membuat tanah menjadi tidak subur atau mungkin tidak bisa lagi untuk ditanami tanaman. 3. Bila tanah yang digali tidak ditimbun seperti awal bisa menyebabkan tanah longsor karena pada saat penggalien tanah-tanah hasil galien tersebut biasanya penduduk meletakkannya seperti tumpukan pasir sehingga semakin besar tumpukan itu semakin rawan juga terjadi longsor.
Kemudian dampak negatif pada lingkunga air yang akan terjadi adalah 1. Pelepasan bahan kimia beracun ke dalam air jelas berbahaya bagi flora dan fauna di air,selain polusi proses pertambangan timah ini membutuhkan air dari sumber air di dekatnya.Misalnya air yang digunakan untuk mencuci timah.Hasilnya adalah kadar air dari sungai maupun air sumur yang digunakan untuk itu akan berkurang dan menjadi kering.Bahkan bisa membuat air tersebut tercemar dan air menjadi tidak bersih(keruh).Air lubang tambang mengandung berbagai logam berat yang dapat merembes ke sistem air tanah dan dapat mencemari air
tanah sekitar. Potensi bahaya akibat rembesan ke dalam air tanah seringkali tidak terpantau akibat lemahnya sistem pemantauan perusahaan-perusahaan pertambangan tersebut. Di pulau Bangka dan Belitung banyak di jumpai lubang-lubang bekas galian tambang timah (kolong) yang berisi air bersifat asam dan sangat berbahaya.
Dalam penambangan ini juga bisa menyebabkan air yang tergenang didalam lubang tambang akan membuat bersarangnya penyakit-penyakit yang terbawa oleh air ke airair tempat penduduk mandi ataupun lainnya,dan menyebabkan nyamuk berkembang,sehingga penyakit malaria di pulau bangka sangat tinggi. Sebelum terjadinya hal-hal yang jauh lebih buruk kita harus mencari jalan keluarnya maka seharusnya rakyat dan pemerintah di bangka belitung melakukan perbaikan seperti dengan cara reklamasi.Reklamasi adalah pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya.Dan para penambang harus memiliki prinsip dalam pekerjaannya seperti berikut : 1. Total Mining, dalam arti recovery penambangan harus maksimal sehingga tidak ada cadangan yang tersisa. 2. Pembukaan lahan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemajuan tambang. 3. Menerapkan tatacara penimbunan kembali bekas tambang/back filling. 4. Menerapkan sirkulasi tertutup air kerja dan air proses (clossed circuit). 5. Segera melakukan reklamasi lahan bekas tambang.
Bagi pemerintah harus melakukan pengecekan lahan pada tambang yang sudah rusak,dan nantinya pemerintah melakukan penanaman kembali tanaman-tanaman agar bisa menutupi
kerusakan tambang tersebut seperti mencari tanaman yang mudah tumbuh dan tumbuhan yang mnjadi penutup tanah,seperti semak maupun herba. Jenis-jenis yang diutamakan adalah dari jenis kacang-kacangan, dapat bersimbiosa dengan bakteri penambat nitrogen, memiliki perakaran yang kuat, serta banyak menghasilkan serasah,seperti: Centrosema, Tephrosia, Crotalaria, Indigofera, Eupatorium, dan jenis lain yang sesuai. Tanaman-tanaman ini berguna untuk mengurangi laju aliran permukaan (run-off), memperbaiki profil tanah khususnya bagian topsoil, dan juga diharapkan akan ikut memperbaiki iklim mikro.Pemerintah juga harus tegas dalam memberikan peraturan agar tidak ada lagi penambang ilegal yang merusak tanah pulau tersebut.Dan pemerintah sebaiknya memberikan lapang pekerjaan kepada rakyat di belitung agar para penduduk yang bekerja ilagel tidak terjadi lagi di penambangan ini,agar mengurangi penambangan liar seperti sekarang ini.
Terima Kasih
Pentingnya Kesehatan dan Keselamatan Kerja Tambang Bawah Tanah Pekerja tambang bawah tanah merupakan keahlian langka sekaligus salah satu profesi yang membahayakan pekerja itu sendiri maupun orang lain yang berada disekitarnya. Banyak faktor yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Faktor-faktor yang harus diwaspadai tersebut diantaranya adalah ruang kerja yang kecil, keterbatasan cahaya, gas berbahaya, hingga yang paling sering menjadi penyebab longsor yaitu batuan-batuan yang rapuh. Batuan yang rapuh sering ditemui dalam tambang bawah tanah. Selain itu, debu juga merupakan faktor penyebab kecelakaan kerja. Dalam hal ini debu yang dimaksud adalah debu yang mengandung partikel-partikel silika, sehingga berbahaya bagi paru-paru seorang pekerja tambang bawah tanah. Oleh karena itu, setiap penambang harus mengutamakan kesehatan dan keselamatan kerjanya. Kesehatan dan keselamatan kerja sangat dibutuhkan setiap pekerja lapangan agarbekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat disekelilingnya sehingga diperoleh produktifitas kerja yang optimal sejalan dengan perlindungan tenaga kerja. “Ditinjau dari sudut keilmuan, kesehatan dan keselamatan kerja adalah ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja” (Husni, 2003: 138). Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan bagian yang sangat penting dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itu, dibuatlah berbagai ketentuan yang mengatur tentang kesehatan dan keselamatan kerja. Berawal dari adanya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Ketenagakerjaan yang dinyatakan dalam Pasal 9 bahwa “setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan dan pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan harkat, martabat, manusia, moral dan agama”. Undang-Undang tersebut kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Banyak aspek kesehatan dan keselamatan kerja yaitu, peralatan pekerja dan kesehatan atau stamina pekerja. Tujuan dari kesehatan dan keselamatan kerja yang utama adalah setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis. Hal ini
dimaksudkan agar pekerja dapat bekerja dengan nyaman tanpa adanya gangguan. Yang kedua adalah terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja, seperti gas-gas beracun yang sering terdapat dalam aktivitas penggalian bawah tanah. Kemudian terciptanya rasa aman bagi para pekerja, yang dapat meningkatkan produktifitas kerja meningkat. Dan yang terakhir adalah setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya dan seefektif mungkin telah dipastikan aman dan jauh dari hal-hal yang mengganggu pekerjaan. Kesehatan dan keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja. “Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan pelaksanaan kerja yang disebabkan karena faktor melakukan pekerjaan” (Suma’mur, 1981: 5). Hal ini perlu diwaspadai pekerja tambang bawah tanah karena kecelakaan kerja bisa berasal dari pekerja itu sendiri. Oleh karena itu pekerja harus menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Pekerja tambang bawah tanah seharusnya terampil dan memiliki pengetahuan yang tinggi tentang tambang bawah tanah dan harus mengerti dengan metode bekerja. Pekerja tambang bawah harus teliti akan alat yang akan digunakan dalam bekerja nanti. Solusi dalam meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja dikemukaan oleh (Slamet Saksono, 1988: 104-111) berikut ini. Lingkungan kerja meliputi faktor udara, suara, cahaya dan warna. Udara yang baik dalam suatu ruangan kerja juga akan berpengaruh pada aktivitas kerja. ...untuk mesin-mesin yang menimbulkan kebisingan, tempatkan di ruangan yang dilengkapi dengan peredam suara. Pencahayaan disesuaikan dengan kebutuhan dan warna ruang kerja disesuaikan dengan macam dan sifat pekerjaan. Kesimpulan yang dapat diambil adalah kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi kesehatan dan keselamatan kerja tidak melulu berkaitan dengan masalah fisik pekerja, tetapi juga mental, psikologis dan emosional. Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur yang penting dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak berbagai peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk mengatur nmasalah kesehatan dan keselamatan kerja. Meskipun banyak ketentuan yang mengatur mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, tetapi masih banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja yang disebut sebagai bahaya kerja dan bahaya nyata. Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan kerja. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja yang dalam hal ini tentu melibatkan peran bagi semua pihak. Karena banyak faktor yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja tambang bawah tanah. DAFTAR PUSTAKA Husni, Lalu. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Slamet Saksono. 2007. Prosedur Keamanan, Keselamatan, & Kesehatan Kerja. (online),(http://jurnalsdm.blogspot.com/2009/10/kesehatan-dan keselamatan-kerja-k3.html, diakses 5 Januari 2013). Suma’mur. 1981. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: Gunung Agung.
Permasalahan Tambang di Indonesia – 12114051 Muhammad Naufal F Permasalahan Tambang di Indonesia Pertambangan merupakan pilar penting pembangunan di Indonesia. Sektor ini telah lama menjadi sektor utama penyumbang pemasukan kas negara. Namun, mulai tahun 2011 hingga saat ini sektor ini sedang mengalami tren penurunan. Harga komoditi barang tambang mineral dan batubara mengalami pemerosotan dan belum menunjukkan tanda-tanda kenaikan. Indonesia sebagai negara yang kaya akan komiditi tambangnya pun merasakan pengaruhnya. Mirisnya, Indonesia tidak dapat menentukan harga komoditi-komodi tambangnya sendiri. Harga semua komoditi tersebut ditentukan oleh pasar sehingga harga komoditi sangat rentan terhadap dinamika permintaan dan penawaran dunia. Selain itu, perang, iklim ekonomi, embargo ekonomi, kebijakan luar negeri, dan harga komoditi energi lain seperti minyak bumi juga dapat turut memengaruhi penentuan harga pasar. Dilihat dari segi peran pelaku pertambangan di Indonesia, permasalahan pertambangan di Indonesia dapat dibagi menjadi dua, yakni permasalahan yang dimiliki oleh pemerintah selaku pemilik lahan dan regulator dan perusahaan selaku pengeksploitasi lahan , pengelola, pengekspor dan pihak yang menaati regulasi komoditi tambang. Masing-masing memiliki kepentingan dan tujuan. Kepentingan dan tujuan tersebut mungkin berbeda, tetapi dibutuhkan kerjasama yang sinergis dari kedua pihak tersebut demi pembangunan bangsa Indonesia. Hal tersebut yang menjadi tantangan Indonesia saat ini dan di masa depan. Pemerintah dan perusahaan harus saling berkompromi memecahkan permasalahan yang timbul tanpa ada pihak yang dirugikan.
Permasalahan bagi perusahaan-perusahaan tambang ditimbulkan dari luar maupun dari dalam perusahaan. Dari luar berkaitan dengan permintaan pasar dan berlakunya UU Minerba No.4 tahun 2009. Dari komoditi batubara misalnya, harganya sedang turun di Indonesia karena ekonomi dunia juga sedang turun. Indonesia memproduksi sekitar 450 juta mton batubara pertahun, tetapi hanya 30% yang digunakan di dalam negeri, sisanya diekspor. Namun, sejak tahun 2011 permintaan batubara dari luar negeri seperti Eropa dan Asia Timur yang dahulu merupakan pasarnya Indonesia sangat jauh lebih sedikit daripada produksi batubara negara-negara pengekspor seperti Indonesia. Itu berakibat dengan penurunan harga komoditi batubara hingga saat ini. Saat ini, nikel dan bauksit sendiri pasarnya tidak ada (minim). Dahulu, harga nikel dan bauksit sempat naik tinggi saat ada pembangunan di negara-negara lain. Efeknya ekspor tambang nikel dan bauksit juga semakin meningkat. Tujuan negara penerima ekspor utama saat itu Cina. Namun, sejak Cina memberlakukan kebijakan larangan impor dan menggenjot pemanfaatan sumber daya mereka sendiri, nilai ekspor nikel dan bauksit jadi turun kembali dan berdampak kepada turunnya harga keduanya. UU Minerba No.4 tahun 2009 juga memberikan pengaruh yang besar bagi perusahaan tambang di Indonesia, yaitu izin pertambangan atau IUP berlaku menjadi persepuluh tahun dengan maksimal tiga kali perpanjangan kontrak dan diperketat proses pengajuannya, barang tambang harus diolah terlebih dahulu tidak boleh langsung dijual, kecuali batubara boleh langsung dijual karena termasuk barang tambang non-processing, dan hutan lindung tidak boleh ditambang secara terbuka dan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu untuk tambang bawah tanah dengan memperhatkan Good Mining Practices. Sejak adanya UU Minerba Tahun 2009 dan peraturan pemerintah tentang larangan ekspor, revenue perusahaan-perusahaan tambang menurun drastis bahkan ada yang rugi. Contohnya adalah yang dialami PT ANTAM. Tahun lalu (2014), ANTAM merugi sebesar 200 Milyar rupiah. Untuk tahun 2015 ini, pada kuartal pertama saja ANTAM sudah merugi 50 Miliyar rupiah. Itu disebabkan ANTAM juga membangun smelter-smelternya sendiri. Di Pemala, Sulawesi Tenggara, ada tiga smelter milik ANTAM yang ketiganya adalah
tempat pengolahan nikel. Modal untuk membangun ketiga smelter ini sebesar 750 Milyar USD. Itu alasan mengapa pembangunan smelter oleh perusahaan-perusahaan tambang sampai saat ini belum dilakukan? Hal ini dikarenakan pemabangunan smelter itu biayanya besar. Setiap perusahaan tambang memiliki feasibility study. Contohnya adalah Valley. Valley ini sampai saat ini punya Kontrak Karya yang besar sekali di Pemala. Lebih besar dari yang dimiliki ANTAM. Namun, mereka tetap saja sampai saat ini belum membangun smelter. Mengapa? Karena berdasarkan feasibility study yang mereka lakukan memang memberikan kesimpulan ketidaklayakan untuk membangun smelter disana. Hal yang sama juga dialami PT Freeport Indonesia di Mimika. Mereka terpaksa menjalin kerjasama dengan perusahaan lainnya di Gresik untuk ekspansi smelter di sana. Karena Freeport adalah perusahaan yang memiliki sumber daya yang besar , mereka dapat bertahan. Perusahaan tambang yang kecil dengan modal minim banyak gulung tikar. Selain masalah smelter, permasalahan utamanya adalah masalah regulasi proyek pertambangan. Di Indonesia regulasi cepat sekali berubah. Contohnya, mengurus IUP sering kali berubah. Awalnya melalui pemerintah daerah. Namun, kemudian regulasi meminta para pelaku industri untuk mengurus IUP secara terpusat. Padahal kan menjaga hubungan baik dengan Pemda itu kan mahal. Yang paling disakiti itu para pelaku industri tambang. Apalagi yang modalnya paspasan. Terkait tambang emas, Indonesia memiliki permasalahannya sendiri berkaitan dengan regulasi sistem penambangan. Permasalahannya adalah tidak ada daerah di Indonesia yang boleh dilakukan penambangan secara open pit. Padahal tambang emas dengan kadar yang tinggi biasanya dapat dimaksimalkan dengan tambang open pit. Kalaupun ada, tambang open pit tersebut pasti langsung dijadikan hutan lindung. Salah satu contoh kasusnya di Jambi. Pada awalnya sudah ada IUP yang mengizinkan pertambangan Open Pit di daerah tersebut dan sudah ada pernyataan bahwa di daerah tersebut tidak akan ada area yang akan dijadikan hutan lindung. Namun, pada akhirnya tambang tersebut akhirnya ditutup dan dijadikan hutan lindung. Jadi, tambang open pit
sebenarnya secara regulasi tidak diperbolehkan di Indonesia. Apalagi di Pulau Jawa. Kebanyakan tambang open pit yang masih beroperasi adalah tambang-tambang ilegal. Lain halnya dengan permasalahan yang terjadi dalam IUP yang ditenderkan. Kalau dulu, pemerintah daerah masih memiliki keberpihakan kepada perusahaan dalam negeri. Kalau sekarang, jika peserta tender ada dua, maka yang diprioritaskan adalah BUMN. Jika peserta tender sudah ada tiga atau lebih, maka posisi BUMN menjadi setara dengan perusahaan-perusahaan tambang swasta lain yang ikut menjadi peserta tender. Jadi, BUMN saat ini berusaha untuk bisa menjadi perusahaan swasta juga. Padahal, dari awal sudah ditekankan bahwa BUMN seharusnya lebih diprioritaskan. Karena kita kan shareholder-nya pemerintah. Jadi, kalau kita untung, pemerintah yang paling untung. Yang paling riskan dalam industri pertambangan itu adalah terkait permasalahan perizinan. Baik itu IUP, IPPKH, dan semua izin dan regulasi lainnya. Perusahaan tambang mengeluhkan beberapa masalah internal, umumnya seperti musim penghujan yang berkepanjangan selama berbulan-bulan sehingga produksi kami tidak optimal, masalah pembebasan lahan masyarakat yang tidak menyetujui adanaya pertambangan di wilayah tempat tinggal mereka, dan adanya kesulitan negosiasi dengan perusahaan-perusahaan di bidang lain, seperti perusahaan kelapa sawit yang memiliki lahan prospek tambang. Selain itu ada perusahaan yang memiliki masalah khusus, seperti PT Freeport Indonesia. Pertama, keterbatasan infrastruktur papua yang menyulitan untuk melakukan operasi penambangan. Kedua, tentang pelayanan publik dan sosial yang mana permasalahan penduduk sekitar seutuhnya diserahkan kepada PT Freeport Indonesia. Karena kota Mimika merupakan kota berkembang, banyak penduduk papua dan luar papua yang migrasi ke Mimika dan memicu masalah sosial. Ketiga, penetapan regulasi (masalah kepemilikan tanah) masih lemah. Keempat, terdapat banyak pendulang emas ilegal yang menggunakan bahan berbahaya terhadap lingkungan.
Kelima, permasalahan keamanan banyak terjadi kasus penembakan yang meresahkan para pekerja di PT. Freeport Indonesia. Tidak hanya perusahaan saja yang memiliki masalah, tetapi pemerintah juga kerap memiliki masalah. Setiap perusahaan pertambangan harus memiliki amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) agar lingkungan tidak rusak dan dapat dijadikan tempat yang dapat bermanfaat. Jadi, Good Mining Practice seharusnya dapat terlaksana. Namun kenyataannya, banyak yang meninggalkan tempat bekas penambangan dalam kondisi tidak layak, karena penegakan hukum di Indonesia belum maksimal. Dinas sebenarnya hanya akan memberikan perizinan jika rancangan pertambangan sesuai dengan kriteria. Izin juga mempermudah pengawasan terhadap aktivitas penambangan. Penambangan liar yang mengatasnamakan rakyat adalah penambangan yang tidak bisa diawasi, karena rakyat merasa tanah yang ditambang merupakan milik sendiri dan bukan milik negara. Dinas tidak bisa menjamin keselamatan kerja rakyat, serta aktifitas penambangannya sehingga tidak dapat memastikan apakah penambangan yang dilakukan secara liar itu aman bagi masyarakat maupun lingkungan. Kurangnya SDM di instansi pemerintah turut memperlemah fungsi pengawasan pemerintah khususnya di daerah. Permasalahan di Dinas ESDM Jabar yaitu kurangnya SDM lulusan tambang. Hanya ada 5-10 lulusan tambang dari 200 karyawan yang mengurusi 800 perusahaan tambang. Pemerintah merekrut orang berdasarkan anggaran dan prioritas. Misalnya, gubernur mempunyai program yang condong ke pendidikan maka anggaran lebih banyak ke pendidikan. Lalu jika 1 orang mengawasi pertambangan selama 1 hari dengan anggaran sebesar sesuatu, maka kalikan dengan 1000 hari kerja hasilnya akan sangat banyak. Kadang media juga salah kaprah tentang pengawasan pertambangan yang diisukan hanya “jalan-jalan”. Padahal pengawasan harus ada di lapangan dan mengawasi lereng, teknik, alat, safety ,dsb. Sistem pengawasan juga membingungkan karena adanya beberapa instansi yang bertumpang tindih kepentingan. Masalahnya UU itu tidak berkoordinasi dengan UU
sektor lain, misalnya kehutanan dan lingkungan. Banyak tambang yang berada di dalam hutan lindung. Terkait tentang Dinas ESDM yang merupakan pemerintahan atau koordinator instansi tambang di Indonesia, hal pertama yang harus dibenahi adalah pemerintahan. Walaupun program pemerintah tidak condong ke industri tambang, sudah sepantasnya mereka membuat suatu anggaran yang mendukung berjalan lancarnya pertambangan Indonesia. Banyak universitas yang menyediakan lulusan tambang sehingga SDM bisa diambil. Di dalam satu Kementrian ESDM harusnya sudah ada koordinasi dengan baik agar dapat berkoordinasi dengan kementrian lain dengan baik. Masalah lingkungan akan teratasi jika dokumen amdal dilaksanakan dengan baik disertai pengawasan ketat oleh Dinas ESDM sendiri. Perizinan mengenai kegiatan penambangan serta penegakan hukum di Indonesia harus dibenahi, agar kekayaan alam di Indonesia dapat dimanfaatkan sepenuhnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3, yang berbunyi “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”. Industri-industri tambang harus bertahan dengan tindakan kreatif yang mereka ciptakan. Sebagai contoh, di PT ANTAM sudah ada usaha untuk menjadikan kegiatan eksplorasi sebagai profit center bukan lagi sebagai cost center. Masa depan dunia pertambangan kelak juga akan ditentukan oleh REE (Rare Earth Element) atau elemen mineral jarang. Kelak, REE ini akan menggantikan hegemoni migas yang kelak pasti akan habis. Kebutuhan energi dunia akan bergantung kepada sumber daya REE ini seperti uranium, plutonium, thorium dan unsur-unsur radioaktif lainnya. Ahli ekonomi pertambangan pernah berkata bahwa siapa yang menguasai REE, maka ia akan menguasai dunia menggantikan semboyan siapa yang menguasai migas, maka ia akan menguasai dunia. Riset-riset harus digalakkan untuk dilakukan terkait REE ini. Jika riset minim, eksplorasi juga minim, kedua hal tersebut adalah efek dari produksi dan revenue industri tambang yang
rendah. Jadi, industri-industri pertambangan mendapatkan tantangan untuk bertahan dan bertindak kreatif.
Kerusakan Lingkungan Akibat Tambang Batubara Terus Berlanjut, Apa Solusinya? oleh Dedek Hendry, Bengkulu di 17 May 2017
Negara tidak hadir dalam mengawasi dan menindak perusahaan batubara yang terindikasi kuat melanggar hak asasi manusia (HAM) dan aturan. Sehingga, perusahaan tambang batubara merasa leluasa beroperasi. Direktur Eksekutif Daerah Walhi Bengkulu Beni Ardiansyah mengemukakan hal tersebut kepada Mongabay Indonesia. “Kami (Walhi Bengkulu) akan menggugat negara, dalam hal ini pemerintah daerah, melalui jalur hukum. Ini sangat perlu dilakukan. Tidak terlihat itikad pemerintah daerah untuk menghormati, melindungi termasuk memulihkan hak asasi manusia, khususnya hak atas lingkungan hidup, dan menegakan aturan terhadap kejahatan lingkungan hidup,” kata Beni, Senin (8/05/2017). Kerusakan lingkungan hidup akibat limbah batubara di sepanjang DAS Air Bengkulu hingga pesisir pantai di Kota Bengkulu dan Bengkulu Tengah yang terjadi sejak 1980-an hingga kini adalah nyata dan bukan kasat mata. Kendati demikian, pemerintah daerah tidak pernah berupaya menemukan perusahaan tambang untuk dimintai pertanggungjawaban. “Indikasi lainnya seperti lubang bekas tambang tidak direklamasi, kerusakan kawasan hutan, kewajiban membayar jaminan reklamasi dan jaminan paska tambang yang tidak dipenuhi juga terkesan dibiarkan. Bahkan, masalah izin terindikasi masuk kawasan hutan konservasi dan lindung yang terungkap dalam surat Direktorat Jenderal Palonologi Kementerian Kehutanan No. S.706/VIIPKH/2014 bertanggal 10 Juli 2014 pun belum ditindaklanjuti,” tambah Beni.
Baca: Aktivitas Tambang Batubara yang Meresahkan di Hulu DAS Air Bengkulu
Setidaknya, 12 IUP tambang batubara terindikasi masuk kawasan hutan konservasi dan lindung yang tidak jelas tindaklanjutnya. “Misalnya, IUP terindikasi masuk hutan konservasi, apakah dicabut, tidak jelas. Begitu pula IUP terindikasi masuk hutan lindung, khususnya IUP operasi dan produksi, boleh jadi sudah berproduksi, kendati belum punya izin pinjam pakai kawasan hutan. Kalau sudah produksi, tapi belum punya izin pinjam pakai kawasan hutan, tentunya itu adalah pelanggaran aturan,” kata Beni.
Bongkahan batubara yang dikumpulkan di aliran DAS Air Bengkulu di Desa Penanding, Bengkulu Tengah, Bengkulu. Foto: Dedek Hendry
Data Yayasan Genesis dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional menunjukkan, hanya 8 perusahaan tambang batubara yang menunaikan kewajiban membayar jaminan reklamasi dan paskatambang. Yakni, PT. Bumi Arma Sentosa, PT. Injatama, PT. Kaltim Global, dan PT. Rekasindo Guriang Tandang. Sedangkan
empat perusahaan lainnya, yakni PT. Bara Adhipratama, PT. Firman Ketahun, PT. Krida Darma Andika, dan PT. Ferto Rejang hanya membayar jaminan reklamasi. “Banyak perusahaan tambang tidak membayar jaminan reklamasi dan paska tambang. Padahal kewajiban itu diatur UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara. Ini bisa disebut pelanggaran aturan telah dilakukan,” kata Manager Kampanye Yayasan Genesis Uli Arta Siagian, Jumat (28/04/2017). Belum lagi mengenai kewajiban melakukan reklamasi dan paska tambang, sambung Uli, yang tidak dilakukan. “Berdasarkan citra satelit dan overlay IUP tambang batubara, setidaknya ada 22 lubang tambang yang tidak direklamasi. Lubang-lubang bekas galian tambang yang masih menganga menjadi bukti nyata ketidakhadiran negara dan bukti kejahatan ekologi yang dilakukan perusahaan,” tambahnya.
Ruang untuk menggugat Hak atas lingkungan yang sehat dan baik tertuang dalam Pasal 28H UUD 1945, Pasal 9 Ayat (3) UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 65 Ayat (1) UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sehingga, negara (pemerintah) dan pelaku usaha wajib untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak tersebut. “Masyarakat atau lembaga lingkungan hidup berhak memperjuangkan hak tersebut. Bahkan, Pasal 66 UU No 32/2009 menyatakan setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat perdata. Saya berharap, ada yang menggugat karena hukum memberi ruang,” kata Dosen Pengajar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Bengkulu Edra Satmaidi, Jumat (28/04/2017).
Jalur masyarakat atau lembaga lingkungan hidup memperjuangkan hak atas lingkungan hidup terkait indikasi pencemaran batubara, pendangkalan sungai, kerusakan kawasan hutan dan lainnya, sambung Edra, bisa non-hukum dan hukum. Untuk jalur hukum, dapat melakukan gugatan administrasi, perdata dan pidana. “Bisa melalui PTUN agar izin dicabut, atau perbuatan melawan hukum? Kalau perdata, tinggal menghitung kerugian masyarakat, kerugian lingkungan. Atau pidana
bila ada korban, misalnya masyarakat terkena penyakit, penyakit kulit atau meninggal, atau hewan yang mati, ikan atau lainnya.” Mengenai indikasi pencemaran batubara dan kerusakan DAS Air Bengkulu, lanjut Edra, memang menimbulkan pertanyaan besar. “Kita anggap saja prosedur perizinan sudah oke, ada Amdal, RPL dan RKL. Tapi bagaimana pelaksanaan izin, apakah sesuai Amdal, RPL dan RKL? Kalau sesuai, mengapa batubara sampai di muara? Apakah karena kolam pengendapan tidak baik atau kesengajaan? Mengapa terjadi sendimentasi atau pendangkalan DAS Air Bengkulu?” kata Edra.
Dosen Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Fajrin Hidayat mengatakan, untuk persoalan ini tidak terlihat adanya itikad pemerintah daerah menyikapi indikasi pelanggaran HAM dan aturan. Padahal, untuk menemukan siapa yang bertanggungjawab, tidak susah. “Kalau tidak ketemu, itu agak aneh. Khusus masalah pencemaran dan pendangkalan, sudah termasuk masalah besar, tapi sampai sekarang tidak ada satupun institusi atau lembaga negara bisa menjawab siapa yang harus bertanggungjawab, ini kan aneh. Ibarat kriminal, korban sudah ada, namun tidak diketahui siapa pelakunya,” ujar Fajrin, Kamis (27/4/2017).
Tunggakan masalah Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bengkulu Ahyan Endu mengakui, cukup banyak tunggakan masalah pertambangan batubara yang akan ditata dan dibenahi. “Kami tidak bisa sendirian, harus bersama organisasi perangkat daerah lainnya. Itu pesan yang terus disampaikan Gubernur Bengkulu,” kata Ahyan yang ditemui bersama Sekretaris Dinas ESDM Provinsi Bengkulu Oktavino, Selasa (25/4/2017). Misalnya terkait tunggakan royalti. “Ke depan, mudah-mudahan tidak menjadi masalah lagi, karena kalau mau mengirim atau operasi, bayar dulu royalti dulu. Termasuk pengangkutan batubara menggunakan jalan umum, yang biasanya menimbulkan kerusakan jalan, harus ada kompensasi,” tutur Ahyan.
Lubang bekas tambang batubara di Kabupaten Bengkulu Tengah. Foto: Dedek Hendry
Oktaviano menambahkan, saat diserahkan kepada pemerintah provinsi, tercatat sebanyak 76 IUP. Setelah ditata, tersisa 39 IUP. “Penataan terus dilakukan. Misalnya terkait lokasi, IUP yang masuk kawasan konservasi akan dicabut atau dikecilkan luas izinnya. Untuk kawasan hutan lindung dan produksi, mereka diminta
untuk mengurus izin pinjam pakai kawasan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.” Untuk masalah jaminan reklamasi, jaminan paska tambang dan lubang yang tidak direklamasi, ESDM akan mengurusnya setelah masalah royalti selesai. “Tidak mungkin aktivitas tambang tidak menyisakan lubang. Paska tambang, perusahaan wajib melakukan penataan lahan kembali. Kewajiban mengembalikan kawasan hutan sesuai fungsinya. Kami sedang menginventarisasi, nanti akan ditata.” Menurut Oktaviano, optimalisasi sektor pertambangan batubara di Provinsi Bengkulu sangat perlu dilakukan. Data Dinas ESDM menyebutkan cadangan batubara di Bengkulu mencapai 150 juta ton metrik. “Kenapa (pertambangan batubara) di Provinsi Bengkulu jalan? Karena pengangkutannya bisa melalui laut. Secara ekonomi, lebih murah. Kualitasnya juga lebih bagus dibandingkan di Musi Rawas, Sumatera Selatan.”
Peta Sebaran Tambang Batubara di Bengkulu. Dok. Walhi Bengkulu
Mengutip Rosyid, F.A. and Adachi, T. (2016), jumlah cadangan batubara di Cekungan Bengkulu terendah dibandingkan di Cekungan Ombilin, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan, Kutai dan Tarakan, serta Barito. Cadangan batubara di Cekungan Bengkulu hanya 19 juta ton metrik lagi. Namun, kadar kalori cadangan batubara di Cekungan Bengkulu termasuk terbaik dibandingkan cekungan lainnya. Di lain pihak, Achmadi Rosyid, Fadhila and Adachi, Tsuyoshi menunjukkan bahwa produksi rata-rata batubara di Cekungan Bengkulu adalah 6,8 juta ton, dan tahun puncak pertambangan batubara di Bengkulu telah berlalu, yakni pada 2011.
Referensi tambahan
Rosyid, F.A. and Adachi, T. (2016) Forecasting on Indonesian Coal Production and Future Extraction Cost: A Tool for Formulating Policy on Coal Marketing. Natural Resources, 7, 677-696 Sofyan, Suid (2016), Peran dan Fungsi Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu Dalam Pembangunan Industri Ekstraktif di Provinsi Bengkulu dalam Dialog Kebijakan Multipihak : Dampak dan Manfaat Industri Ekstraktif di Provinsi Bengkulu, 21 Desember 2016
MASALAH LINGKUNGAN DALAM PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN ENERGI Jumlah penduduk dunia terus meningkat setiap tahunnya, sehingga peningkatan kebutuhan energi pun tak dapat dielakkan. Dewasa ini, hampir semua kebutuhan energi manusia diperoleh dari konversi sumber energi fosil, misalnya pembangkitan listrik dan alat transportasi yang menggunakan energi fosil sebagai sumber energinya. Secara langsung atau tidak langsung hal ini mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan makhluk hidup karena sisa pembakaran energi fosil ini menghasilkan zat-zat pencemar yang berbahaya.Pencemaran udara terutama di kota-kota besar telah menyebabkan turunnya kualitas udara sehingga mengganggu kenyamanan lingkungan bahkan telah menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Menurunnya kualitas udara tersebut terutama disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil yang tidak terkendali dan tidak efisien pada sarana transportasi dan industri yang umumnya terpusat di kotakota besar, disamping kegiatan rumah tangga dan kebakaran hutan. Hasil penelitian dibeberapa kota besar (Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya) menunjukan bahwa kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara. Hasil penelitian di Jakarta menunjukan bahwa kendaraan bermotor memberikan kontribusi pencemaran CO sebesar 98,80%, NOx sebesar 73,40% dan HC sebesar 88,90% (Bapedal, 1992). Secara umum, kegiatan eksploitasi dan pemakaian sumber energi dari alam untuk memenuhi kebutuhan manusia akan selalu menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (misalnya udara dan iklim, air dan tanah). Berikut ini disajikan beberapa dampak negatif penggunaan energi fosil terhadap manusia dan lingkungan: Dampak Terhadap Udara dan Iklim Selain menghasilkan energi, pembakaran sumber energi fosil (misalnya: minyak bumi, batu bara) juga melepaskan gas-gas, antara lain karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx),dan sulfur dioksida (SO2) yang menyebabkan pencemaran udara (hujan asam, smog dan pemanasan global). Emisi NOx (Nitrogen oksida) adalah pelepasan gas NOx ke udara. Di udara, setengah dari konsentrasi NOx berasal dari kegiatan manusia (misalnya pembakaran bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik dan transportasi), dan sisanya berasal dari proses alami (misalnya kegiatan mikroorganisme yang mengurai zat organik). Di udara, sebagian NOx tersebut berubah menjadi asam nitrat (HNO3) yang dapat menyebabkan terjadinya hujan asam. Emisi SO2 (Sulfur dioksida) adalah pelepasan gas SO2 ke udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan peleburan logam. Seperti kadar NOx di udara, setengah dari konsentrasi SO2 juga berasal dari kegiatan manusia. Gas SO2 yang teremisi ke udara dapat membentuk asam sulfat (H2SO4) yang menyebabkan terjadinya hujan asam. Emisi gas NOx dan SO2 ke udara dapat bereaksi dengan uap air di awan dan membentuk asam nitrat (HNO3) dan asam sulfat (H2SO4) yang merupakan asam kuat. Jika dari awan tersebut turun hujan, air hujan tersebut bersifat asam (pH-nya lebih kecil dari 5,6 yang merupakan pH “hujan normal”), yang dikenal sebagai “hujan asam”. Hujan asam menyebabkan tanah dan perairan (danau dan sungai) menjadi asam. Untuk pertanian dan hutan, dengan asamnya tanah akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman produksi. Untuk perairan, hujan asam akan menyebabkan terganggunya makhluk hidup di dalamnya. Selain itu hujan asam secara langsung menyebabkan rusaknya bangunan (karat, lapuk). Smog merupakan pencemaran udara yang disebabkan oleh tingginya kadar gas NOx, SO2, O3 di udara yang dilepaskan, antara lain oleh kendaraan bermotor, dan kegiatan industri. Smog dapat menimbulkan batuk-batuk dan tentunya dapat menghalangi jangkauan mata dalam memandang.
Emisi CO2 adalah pemancaran atau pelepasan gas karbon dioksida (CO2) ke udara. Emisi CO2 tersebut menyebabkan kadar gas rumah kaca di atmosfer meningkat, sehingga terjadi peningkatan efek rumah kaca dan pemanasan global. CO2 tersebut menyerap sinar matahari (radiasi inframerah) yang dipantulkan oleh bumi sehingga suhu atmosfer menjadi naik. Hal tersebut dapat mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut. Emisi CH4 (metana) adalah pelepasan gas CH4 ke udara yang berasal, antara lain, dari gas bumi yang tidak dibakar, karena unsur utama dari gas bumi adalah gas metana. Metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang menyebabkan pemasanan global. Batu bara selain menghasilkan pencemaran (SO2) yang paling tinggi, juga menghasilkan karbon dioksida terbanyak per satuan energi. Membakar 1 ton batu bara menghasilkan sekitar 2,5 ton karbon dioksida. Untuk mendapatkan jumlah energi yang sama, jumlah karbon dioksida yang dilepas oleh minyak akan mencapai 2 ton sedangkan dari gas bumi hanya 1,5 ton DAMPAK TERHADAP PERAIRAN Eksploitasi minyak bumi, khususnya cara penampungan dan pengangkutan minyak bumi yang tidak layak, misalnya: bocornya tangker minyak atau kecelakaan lain akan mengakibatkan tumpahnya minyak (ke laut, sungai atau air tanah) dapat menyebabkan pencemaran perairan. Pada dasarnya pencemaran tersebut disebabkan oleh kesalahan manusia. Dampak Terhadap Tanah Dampak penggunaan energi terhadap tanah dapat diketahui, misalnya dari pertambangan batu bara. Masalah yang berkaitan dengan lapisan tanah muncul terutama dalam pertambangan terbuka (Open Pit Mining). Pertambangan ini memerlukan lahan yang sangat luas. Perlu diketahui bahwa lapisan batu bara terdapat di tanah yang subur, sehingga bila tanah tersebut digunakan untuk pertambangan batu bara maka lahan tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk pertanian atau hutan selama waktu tertentu.
TAHAP PERSIAPAN PENAMBANGAN (MINING DEVELOPMENT) Pembukaan atau pembersihan lahan (land clearing) sebaiknya dilaksanakan secara bertahap, artinya hanya bagian lahan yang akan langsung atau segera ditambang. Setelah penebasan atau pembabatan selesai, maka tanah pucuk (top soil) yang berhumus dan biasanya subur jangan dibuang bersama-sama dengan tanah penutup yang biasanya tidak subur, melainkan harus diselamatkan dengan cara menimbun ditempat yang sama, kemudian ditanami dengan tumbuhtumbuhan penutup yang sesuai (rumput-rumputan dan semak-semak), sehingga pada saatnya nanti masih dapat dimanfaatkan untuk keperluan reklamasi lahan bekas tambang. Pada saat mengupas tanah penutup (striping of overburden) jalan-jalan angkut yang dilalui alat-alat angkut akan berdebu, oleh sebab itu perlu disiram air secara berkala. Bila keadaan lapangan memungkinkan, hasil pengupasan tanah penutup jangan diibuang kearah lembah-lembah yang curam, karena hal ini akan memperbesar erodibilitas lahan yang berarti akan menambah jumlah tanah yang akan terbawa air sebagai lumpur dan menurunkan kemantapan lereng ( slope stability). Bila tumpukan tanah tersebut berada ditempat penimbunan yang relatif datar, maka tumpukan itu harus diusahakan berbentuk jenjang- jenjang (benches) dengan kemiringan keseluruhan (overall
bench slope) yang landai. Disamping itu cara pengupasan tanah penutup sebaiknya memakai metoda nisbah pengupasan yang konstan (constant stripping ratio method) atau metoda nisbah
pengupasan yang semakin besar (increasing stripping ratio method) sehingga luas lahan yang terkupas tidak sekaligus besar.
TAHAP PENAMBANGAN Untuk metoda penambangan bawah tanah (underground mining) dampak negatifnya terhadap lingkungan hidup agak terbatas. Yang perlu diperhatikan dan diwaspadai adalah dampak pembuangan batuan samping (country rock/waste) dan air berlumpur hasil penirisan tambang (mine
drainage). Kecuali untuk metode ambrukan (caving method) yang dapat merusak bentang alam (landscape) atau morfologi, karena terjadinya amblesan (surface subsidence). Metoda penambangan bawah tanah yang dapat mengurangi timbulnya gas-gas beracun dan berbahaya adalah penambangan dengan “auger” (auger mining), karena untuk pemberaiannya (loosening) tidak memakai bahan peledak. Untuk menekan terhamburnya debu ke udara, maka harus dilakukan penyiraman secara teratur disepanjang jalan angkut, tempat-tempat pemuatan, penimbunan dan peremukan (crushing). bahkan disetiap tempat perpindahan (transfer point) dan peremukan sebaiknya diberi bangunan penutup serta unit pengisap debu Untuk menghindari timbulnya getaran (ground vibration) dan lemparan batu (fly rock) yang berlebihan sebaiknya diterapkan cara-cara peledakan yang benar, misalnya dengan menggunakan detonator tunda (millisecond delay detonator) dan peledakan geometri (blasting geometry) yang tepat. Lumpur dari penirisan tambang tidak boleh langsung dibuang ke badan air (sungai, danau atau laut), tetapi harus ditampung lebih dahulu di dalam kolam-kolam pengendapan (settling pond) atau unit pengolahan limbah (treatment plant) terutama sekali bila badan air bebas itu dipakai untuk keperluan domestik oleh penduduk yang bermukim disekitarnya Segera melaksanakan cara-cara reklamasi/ rehabilitasi/restorasi yang baik terhadap lahan-lahan bekas penambangan. Misalnya dengan meratakan daerah-daerah penimbunan tanah penutup atau bekas penambangan yang telah ditimbun kembali (back filled areas) kemudian ditanami vegetasi penutup (ground cover vegetation) yang nantinya dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi lahan pertanian atau perkebunan. Sedangkan cekungan-cekungan bekas penambangan yang berubah menjadi genangan-genangan air atau kolam-kolam besar sebaiknya dapat diupaya kan agar dapat dikembangkan pula menjadi tempat budi-daya ikan atau tempat rekreasi.
PENYEHATAN LINGKUNGAN PERTAMBANGAN Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan system kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan. Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi: 1. Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar 2. Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan 3. Pengendalian dampak risiko lingkungan
4. Pengembangan wilayah sehat. Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat dimana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu dari hulu berbagai lintas sector ikut serta berperan (Perindustrian, KLH, Pertanian, PU dll) baik kebijakan dan pembangunan fisik dan Departemen Kesehatan sendiri terfokus kepada hilirnya yaitu pengelolaan dampak kesehatan. Sebagai gambaran pencapaian tujuan program lingkungan sehat disajikan dalam per kegiatan pokok melalui indikator yang telah disepakati serta beberapa kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut: 1. Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang ditandatangani oleh Bappenas, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri serta Departemen Pekerjaan Umum sangat cukup signifikan terhadap penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah. Strategi pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola pendekatan kegiatan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi. Direktorat Penyehatan Lingkungan sendiri guna pencapaian akses air bersih dan sanitasi diperkuat oleh tiga Subdit Penyehatan Air Bersih, Pengendalian Dampak Limbah, Serta Penyehatan Sanitasi Makanan dan Bahan Pangan juga didukung oleh kegiatan dimana Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan donor agency internasional, seperti ADB, KFW German, WHO, UNICEF, dan World Bank yang diimplementasikan melalui kegiatan CWSH, WASC, Pro Air, WHO, WSLIC-2 dengan kegiatan yang dilaksanakan adalah pembinaan dan pengendalian sarana dan prasarana dasar pedesaan masyarakat miskin bidang kesehatan dengan tujuan meningkatkan status kesehatan, produktifitas, dan kualitas hidup masyarakat yang berpenghasilan rendah di pedesaan khususnya dalam pemenuhan penyediaan air bersih dan sanitasi. Pengalaman masa lalu yang menunjukkan prasarana dan sarana air minum yang tidak dapat berfungsi secara optimal untuk saat ini dikembangkan melalui pendekatan pembangunan yang melibatkan masyarakat (mulai dari perencanaan, konstruksi, kegiatan operasional serta pemeliharaan). Disadari bahwa dari perkembangan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan serta didukung oleh berbagai lintas sektor terkait (Bappenas, Depdagri dan PU) melalui kegiatan CWSH, WASC, Pro Air, WSLIC-2 terdapat beberapa kemajuan yang diperoleh khususnya dalam peningkatan cakupan pelayanan air minum dan sanitasi dasar serta secara tidak langsung meningkatkan derajat kesehatan. Berdasarkan sumber BPS tahun 2006, pada tabel berikut: akses rumah tangga terhadap pelayanan air minum s/d tahun 2006, terjadi peningkatan cakupan baik di perkotaan maupun perdesaan, yaitu di atas 70%. Bila dibandingkan dengan tahun 2005 terjadi penurunan hal ini disebabkan oleh adanya perubahan kriteria penentuan akses air minum. Terlihat pada grafik 2.97 berikut: Grafik 2.97 Akses Rumah Tangga Terhadap Air Minum Tahun 1995 s/d 2006 Dari segi kualitas pelayanan Air Minum yang merupakan tupoksi dari Departemen
Kesehatan, Direktorat Penyehatan Lingkungan telah melakukan berbagai kegiatan melalui pelatihan surveilans kualitas air bagi para petugas Provinsi/Kabupaten/Kota/Puskesmas, bimbingan teknis program penyediaan air bersih dan sanitasi kepada para pengelola program di jajaran provinsi dan kabupaten/kota hal ini bertujuan untuk peningkatan kualitas pengelola program dalam memberikan air yang aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Untuk indikator kualitas air yang dilaporkan baik dari air bersih maupun air minum yang dilihat dari aspek Bakteriologis (E.Coli dan Total Coliform) terlihat adanya penurunan pencapaian cakupan, hal ini karena baru 11 provinsi yang melaporkan dan terlihat masih dibawah nilai target cakupan yang ditetapkan tahun 2006 (Target Air minum 81% dan air bersih 56,5%) dengan keadaan ini perlu adanya penguatan dari jajaran provinsi melalui peningkatan kapasitas (pendanaan, laboratorium yang terakreditasi, kemampuan petugas) dan regulasi sehingga daerah dapat lebih meningkatkan kegiatan layanan terkait kualitas air minum. PENCEMARAN DAN PENYAKIT-PENYAKIT YANG MUNGKIN TIMBUL KARENA AKTIFITAS PERTAMBANGAN Menurut saya pertambangan memang sangat berperan penting bagi jaman sekarang. Soalnya semua kehidupan di bumi ini menggunakan bahan-bahan yang ada di pertambangan. Contohnya; a.Biji besi digunakan sebagai bahan dasar membuat alat-alat rumah tangga,mobil,motor,dll b.Alumunium digunakan sebagai bahan dasar membuat pesawat c.Emas digunakan untuk membuat kalung,anting,cincin d.Tembaga digunakan sebagai bahan dasar membuat kabel e.Dan masih banyak lagi seperti perak,baja,nikel,batu bara,timah,pasir kaca,dll Seperti yang dikatakan bahwa dimana ada suatu aktivitas pasti disitu ada kerusakan lingkungan. Dan kerusakan lingkungan di pertambangan adalah; 1. Pembukaan lahan secara luas Dalam masalah ini biasanya investor membuka lahan besar-besaran,ini menimbulkan pembabatan hutan di area tersebut. Di takutkan apabila area ini terjadi longsor banyak memakan korban jiwa. 2. Menipisnya SDA yang tidak bisa diperbarui. Hasil petambangan merupakan Sumber Daya yang Tidak Dapat diperbarui lagi. Ini menjadi kendala untuk masa-masa yang akan datang. Dan bagi penerus atau cicit-cicitnya. 3. Masyarakat dipinggir area pertambangan menjadi risih. Biasanya pertambangan membutuhkan alat-alat besar yang dapat memecahkan telinga. Dan biasanya kendaraan berlalu-lalang melewati jalanan warga. Dan terkadang warga menjadi kesal. 4. Pembuangan limbah pertambangan yang tidak sesuai tempatnya. Dari sepenggetahuan saya bahwa ke banyakan pertambangan banyak membuang limbahnya tidak sesuai tempatnya. Biasanya mereka membuangnya di kali,sungai,ataupun laut. Limbah tersebut tak jarang dari sedikit tempat pertambangan belum di filter. Hal ini mengakibatkan rusaknya di sector perairan. 5. Pencemaran udara atau polusi udara. Di saat pertambangan memerlukan api untuk meleburkan bahan mentah,biasanya penambang tidak memperhatikan asap yang di buang ke udara. Hal ini mengakibatkan rusaknya ozon. Sejauh mana Anda mengetahui tentang cara pengelolaan pembangunan Pertambangan
Dari petinjauan saya,bahwa pengelolaan pembangunan pertambangan membutuhkan dana dari investor,tenaga kerja yang terlatih,alat-alat pertambangan,dan area pertambangan. Dari survey saya, pertambangan di Indonesia ada dua jenis, yang pertama lewat jalan illegal,yang kedua non-ileggal. Biasanya yang membedakan illegal dan non-illegal adalah hak pertambangan meliputi pajak negara. Penanaman modal untuk pertambangan terhitung milyaran ataupun trilyunan. Sedangkan area pertambangan di Indonesia tersebar dimana-mana. Investor-investor yang menanamkan modalnya biasanya takut bangkrut,dikarenakan rupiah sangat kecil nilainya. Sebutkan beberapa jenis kecelakaan yang sering terjadi di pertambangan Dari pengalaman yang terjadi, di area pertambangan biasanya tertimbun dalam area tersebut. Ini biasanya dikarenakan gempa atau retaknya lapisan tanah. Adapun kecelakaan dikarenakan lalai atau ceroboh disaaat bekerja. Hal ini sering terjadi di area pertambangan,dan tak ada satu orang pun yang tewas karena hal seperti itu. Biasanya dapat dilihat bahwa dari sisi keamanan belum terjamin keselamatannya. Hal ini menjadi bertambahnya angka kematian di area pertambangan. Memang jelas berbeda dari pertambangan yang terdapat di negara meju. Negara mereka menggunakan alat-alat yang lebih canggih lagi dari pada negara kita. Dan tingkat keselamatan jauh lebih aman dari pada di negara ini.
Daftar Pustaka: Afrianto. 2010. Masalah Lingkungan Dalam Pembangunan Pertambangan
Energi. http://afryandisini.blogspot.com/2010/11/masalah-lingkungan-dalam-pembangunan.html
Jakarta - Para pendiri bangsa menginginkan kekayaan alam dikuasai dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, cita-cita ini tertuang dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945. Tapi realitanya, Indonesia masih membutuhkan kehadiran asing di sektor pertambangan. Modal, teknologi, dan pengelolaan wilayahwilayah pertambangan yang dikuasai korporasi asing. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta nasional belum mampu menguasai semuanya sendirian. Demikian disampaikan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar, dalam sambutannya saat membuka Indonesia Mining Outlook yang diselenggarakan Majalah Tambang di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Rabu (1/3/2017).
"Founding fathers jelas sekali, pasal 33, bumi, air, segala isinya dimanfaatkan negara. Digunakan untuk kemakmuran rakyat. Tapi yang terjadi sekarang, apakah kita mampu mengelola tambang undergrounddibanding negara lain? Apakah kita punya dana mengelola tambang sendiri, tidak perlu dana asing, pekerja asing?" kata Arcandra. Kondisi ini tidak ideal, pemerintah sekarang sedang berupaya untuk agar realita bisa
mendekati ideal yang dicita-citakan para pendiri bangsa lewat berbagai kebijakan, misalnya hilirisasi mineral. Tapi ternyata tak mudah, ada faktor politis yang menghambat. "Jadi ada kondisi ideal, ada kondisi rill, kita punya gap. Nah sekarang cita-cita kita harus mempersempit gap ini. Gap-nya harus semakin dipersempit. Ada yang mau kita ubah, tapi ada yang terganggu. Lalu ada lagi masalah politik," ujar Arcandra. Selain faktor politis, menurut Arcandra, ada 2 persoalan utama lagi yang harus dipecahkan supaya cita-cita para pendiri bangsa bisa diwujudkan di sektor pertambangan, yaitu penguasaan teknologi dan faktor komersial. "Persoalan pertama, engineering dan teknologi. Kedua, masalah komersial. Ketiga, masalah politik. Tapi yang terjadi sekarang, kita lebih berputar di sisi yang ketiga, politik," tukasnya. Arcandra berharap 3 persoalan ini dapat diselesaikan bersama-sama oleh semua pihak sehingga kekayaan sumber daya mineral dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. "Persoalan ini tidak bisa diselesaikan dengan satu kementerian saja. Tidak bisa eksekutif saja. Harus legislatif dan yudikatif juga," tutupnya. (mca/hns)
DAMPAK PERTAMBANGAN DAN SOLUSI DAMPAK PERTAMBANGAN BATU BARA
Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003).
a.
Dampak Terhadap Lingkungan
Setiap kegiatan penambangan baik itu penambangan Batu bara, Nikel dan Marmer serta lainnya pasti menimbulkan dampak positif dan negatif bagi lingkungan sekitarnya.
Dampak
positifnya adalah meningkatnya devisa negaradan pendapatan asli daerah serta menampung tenaga kerja sedangkan dampak negatif dari kegiatan penambangan dapat dikelompokan dalam bentuk kerusakan permukaan bumi, ampas buangan (tailing), kebisingan, polusi udara, menurunnya permukaan bumi (land subsidence), dan kerusakan karena transportasi alat dan pengangut berat. Karena begitu banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penambangan maka perlu kesadaran kita terhadap lingkungan sehingga dapat memenuhi standar lingkungan agar dapat diterima pasar. Apalagi kebanyakan komoditi hasil tambang biasanya dijual dalam bentuk bahan mentah sehingga harus hati-hati dalam pengelolaannya karena bila para pemakai mengetahui bahan mentah yang dibeli mencemari lingkungan, maka dapat dirasakan tamparannya terhadap industri penambangan kita. Sementara itu, harus diketahui pula bahwa pengelolaan sumber daya alam hasil penambangan adalah untuk kemakmuran rakyat. Salah satu caranya adalah dengan pengembangan wilayah atau community development. Perusahaan pertambangan wajib ikut mengembangkan wilayah sekitar lokasi tambang termasuk yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia. Karena hasil tambang suatu saat akan habis maka penglolaan kegiatan penambangan sangat penting dan tidak boleh terjadi kesalahan. Seperti halnya aktifitas pertambangan lain di Indonesia, Pertambangan batubara juga telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup besar, baik itu air, tanah, Udara, dan hutan, Air . Penambangan Batubara secara langsung menyebabkan pencemaran antara lain ;
1. Pencemaran air Permukaan batubara yang mengandung pirit (besi sulfide) berinteraksi dengan air menghasilkan Asam sulfat yang tinggi sehingga terbunuhnya ikan-ikan di sungai, tumbuhan, dan biota air yang sensitive terhadap perubahan pH yang drastis. Batubara yang mengandung uranium dalam konsentrasi rendah, torium, dan isotop radioaktif yang terbentuk secara alami yang jika dibuang akan mengakibatkan kontaminasi radioaktif. Meskipun senyawa-senyawa ini terkandung dalam konsentrasi rendah, namun akan memberi dampak signifikan jika dibung ke lingkungan dalam jumlah yang besar. Emisi merkuri ke lingkungan terkonsentrasi karena terus menerus berpindah melalui rantai makan dan dikonversi menjadi metilmerkuri, yang merupakan senyawa berbahaya dan membahayakan manusia. Terutama ketika mengkonsumsi ikan dari air yang terkontaminasi merkuri.
2.
Pencemaran udara Polusi/pencemaran udara yang kronis sangat berbahaya bagi kesehatan. Menurut logika
udara kotor pasti mempengaruhi kerja paru-paru. Peranan polutan ikut andil dalam merangsang penyakit pernafasan seperti influensa,bronchitis dan pneumonia serta penyakit kronis seperti asma dan bronchitis kronis.
3. Pencemaran Tanah Penambangan batubara dapat merusak vegetasi yang ada, menghancurkanprofil tanah genetic, menggantikan profil tanah genetic, menghancurkan satwa liar dan habitatnya, degradasi kualitas udara, mengubah pemanfaatan lahan dan hingga pada batas tertentu dapat megubah topografi umum daerah penambangan secara permanen. Disamping itu, penambangan batubara juga menghasilkan gas metana, gas ini mempunyai potensi sebagi gas rumah kaca. Kontribusi gas metana yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, memberikan kontribusi sebesar 10,5% pada emisi gas rumah kaca.
Aktivitas pertambangan batubara juga berdampak terhadap peningkatan laju erosi tanah dan sedimentasi pada sempadan dan muara-muara sungai. Kejadian erosi merupakan dampak tidak langsung dari aktivitas pertambangan batubara
melainkan
dampak
dari
pembersihan lahan
untuk
bukaan tambang
dan
pembangunan fasilitas tambang lainnya seperti pembangunan sarana dan prasarana pendukung seperti perkantoran, permukiman karyawan,Dampak penurunan kesubur an tanah oleh aktivitas pertambangan batubara terjadi pada kegiatan pengupasan tanah pucuk (top soil) dan tanah penutup (sub soil/overburden). Pengupasan tanah pucuk dan tanah penutup merubah sifat-sifat tanah terutama sifat fisik tanah dimana susunan tanah yang terbentuk secara alamiah dengan lapisan-lapisan yang tertata rapi dari lapisan atas ke lapisan bawah akan terganggu dan terbongkar akibat pengupasan tanah tersebut.
b.
Dampak Terhadap manusia
akan
Dampak pencemaran Pencemaran akibat penambangan batubara terhadap manusia, munculnya berbagai penyakit antara lain : 1. Limbah pencucian batubara zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan
manusia jika airnya
dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit. Kaarena Limbah tersebut mengandung belerang ( b), Merkuri (Hg), Asam Slarida (Hcn), Mangan (Mn), Asam sulfat (H2sO4), di samping itu debu batubara menyebabkan polusi udara di sepanjang jalan yang dijadikan aktivitas pengangkutan batubara. Hal ini menimbulkan merebaknya penyakit infeksi saluran pernafasan, yang dapat memberi efek jangka panjang berupa kanker paru-paru, darah atau lambung. Bahkan disinyalir dapat menyebabkan kelahiran bayi cacat. 2. Antaranya dampak negatifnya adalah kerusakan lingkungan dan masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh proses penambangan dan penggunaannya. Batubara dan produk buangannya, berupa abu ringan, abu berat, dan kerak sisa pembakaran, mengandung berbagai logam berat : seperti arsenik, timbal, merkuri, nikel, vanadium, berilium, kadmium, barium, cromium, tembaga, molibdenum, seng, selenium, dan radium, yang sangat berbahaya jika dibuang di lingkungan. 3. Seperti halnya aktifitas pertambangan lain di Indonesia, Pertambangan batubara juga telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup parah, baik itu air, tanah, Udara, dan hutan, Air Penambangan Batubara secaralangsung menyebabkan pencemaran air, yaitu dari limbah penducian batubara tersebut dalam hal memisahkan batubara dengan sulfur. Limbah pencucian tersebut mencemari air sungai sehingga warna air sungai menjadi keruh, Asam, dan menyebabkan pendangkalan sungai akibat endapan pencucian batubara tersebut. Limbah pencucian batubara setelah diteliti mengandung zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi. Limbah tersebut mengandung belerang ( b), Merkuri (Hg), Asam Slarida (Hcn), Mangan (Mn), Asam sulfat (H2sO4), dan Pb. Hg dan Pb merupakan logam berat yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit.
c.
Dampak Sosial dan kemasyarakatan
1. Terganggunya Arus Jalan Umum a.
Banyaknya lalu lalang kendaraan yang digunakan untuk angkutan batubara
berdampak pada
aktivitas pengguna jalan lain. Semakin banyaknya kecelakaan, meningkatnya biaya pemeliharaan jembatan dan jalan, adalah sebagian dari dampak yang ditimbulkan.
2. Konflik Lahan Hingga Pergeseran Sosial-Budaya Masyarakat Konflik lahan kerap terjadi antara perusahaan dengan masyarakat lokal yang lahannya menjadi obyek penggusuran. Kerap perusahaan menunjukkan kearogansiannya dengan menggusur lahan tanpa melewati persetujuan pemilik atau pengguna lahan. Atau tak jarang mereka memberikan ganti rugi yang tidak seimbang denga hasil yang akan mereka dapatkan nantinya. Tidak hanya konflik lahan, permasalahan yang juga sering terjadi adalah diskriminasi. Akibat dari pergeseran ini membuat pola kehidupan mereka berubah menjadi lebih konsumtif. Bahkan kerusakan moralpun dapat terjadi akibat adanya pola hidup yang berubah.
Nilai atau dampak positif dari batubara itu sendiri, Sumber wikipedia.com mengatakan Tidak dapat di pungkiri bahwa batubara adalah salah satu bahan tambang yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Indonesia adalah salah satu negara penghasil batubara terbesar no.2 setelah Australia hingga tahun 2008. Total sumber daya batubara yang dimiliki Indonesia mencapai 104.940 Milyar Ton dengan total cadangan sebesar 21.13 Milyar Ton. Nanun hal ini tetap memberikan efek positif dan negatif, dan hal positifnya Sumber wikipedia.com mengatakan. Hal positifnya adalah bertambahnya devisa negara dari kegiatan penambanganya. Secara teoritis usaha pertambangan ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Para pekerja tambang selayaknya bekerja sama dengan masyarakat sekitar. Salah satu bentuknya dengan cara memperkerjakan masyarakat sekitar dalam usaha tambang sekitar, sehingga membantu kehidupan ekonomi masyarakat sekitar.
v Pembakaran batubara dan ancaman terbesar terhadap iklim kita Pembakaran batubara meninggalkan jejak kerusakan yang tak kalah dasyat. Air dalam jumlah yang besar dalam pengoperasian PLTU mengakibatkan kelangkaan air di banyak tempat. Polutan beracun yang keluar dari cerobong asap PLTU mengancam kesehatan masyarakat dan lingkungan sekitar. Partikel halus debu batubara adalah penyebab utama penyakit pernapasan akut, merkuri perusak perkembangan saraf anak-anak balita dan janin dalam kandungan ibu hamil yang tinggal di sekitar PLTU. Dan yang tak kalah penting, pembakaran batubara di PLTU adalah sumber utama gas rumah kaca penyebab perubahan iklim seperti karbon dioksida, sulfur dioksida, nitrogen dioksida, dan metana yang memperburuk kondisi iklim kita. v Pertambangan batubara yang ditinggalkan dan limbah pembakaran batubara
Jejak kerusakan yang ditinggalkan oleh batubara tidak berhenti di saat pembakarannya. Di ujung rantai kepemilikannya, terdapat pertambangan batubara yang ditinggalkan setelah dieksploitasi habis, limbah pembakaran batubara, dan hamparan alam yang rusak tanpa pernah akan bisa kembali seperti sediakala. Pertambangan yang ditinggalkan pasca dieksploitasi habis, meninggalkan segudang masalah untuk lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Lubang-lubang raksasa, drainase tambang asam, dan erosi tanah hanya sebagian dari masalah. Hamparan alam yang rusak adalah adalah kondisi permanen yang tak akan pernah pulih , sekeras apapun usaha yang dilakukan untuk mengembalikannya. Limbah pembakaran batubara sangat beracun, dan membahayakan kesehatan masyarakat, tembaga, cadmium dan arsenic adalah sebagian dari zat toksik yang dihasilkan dari limbah tersebut, yang masing-masing memicu keracunan, gagal ginjal, dan kanker. Setiap rantai dalam siklus pemanfaatan batubara meyumbangkan kerusakan yang diakibatkan oleh energi kotor ini—masing-masing dengan caranya sendiri. Kerusakan ini nyata dan mematikan. v lingkungan pasca tambang Kegiatan pasca tambang pembangunan yang berkelanjutan semestinya menghasilkan output yaitu pemanfaatan yang optimal dan bijak terhadap sumberdaya alam yang tak terbaharukan, serta berkesinambungan terhadap keseterdiaan sumber daya alam. Adanya dampak ekologis dari kegiatan pasca tambang memacu untuk dipikirkan terlebih dahulu, serta dilakukan penelitian dan penaatan ruang karena bila tidak dilakukan kompehensip, maka penutupan tambang hanya akan meninggalakan kerusakan bentang alam dan lingkungan. Untuk itu diperlukan upaya penanggulanan pencemaran dan kerusakan lingkungan pada saat operasi maupun pasca ditutupnya usa tambang sebagai berkesinambungan yang pada intinya adalah upaya yang bisa untuk menghilangkan dampak dari kegiatan tambang dengan melakukan suaru gran desain dan krontruksi kegiatan tambang yang berdampak lingkungan yang dikenal dengan AMDAL. Dalam kaitan dengan hal ini pemerintah harus meyeleksi secara ketat para pemegang Kuasa Penambangan sehingga betul-betul melaksanakan AMDAL sesuai dengan peraturan yang berlaku. Peraturan perundangan mengenai dampak lingkungan berkembang sejak diundangkannya UndangUndang No. 4/1982, Undang-Undang No. 23/1997 serta Surat Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 389K/008/MPE/1995 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL). Untuk menyederhanakan prosedur, pemerintah harus membuat daftar kegiatan yang sudah berjalan atau yang disebut listing, yang didasarkan ada luas jangkuan kegiatan dan skala produksinnya. Semua kegiatan penambangan yang termasuk dalam daftar diharuskan membuat
AMDAL, sedangkan tidak termasuk dalam daftar diharuskan membuat UKL dan UPL. Kegiatan yang menyusun AMDAL adalah kegiatan penambangan yang berada di lokasi yang sensitif terhadap lingkungan seperti hutan lindung, daerah cagar budaya dan cagar alam. Dalam undang-undang No. 11/1967 mengenai pertambangan telah dicantumkan pula daerah yang tidak diperkenankan untuk dijadikan ajang kegiatan penambangan antara lain kuburan, cagar budaya, bangunan penting seperti jembatan, instalasi militer dan sebagainya.
v SOLUSI TERHADAP DAMPAK DAN PENGARUH PERTAMBANGA BATUBARA
Tidak dapat di pungkiri bahwa pemerintah mempunyai peran yang penting dalam mencari solusi terhadap dampak dan pengaruh pertambangan batu bara yang ada di indonesia. Pemerintah harus menyadari bahwa tugas mereka adalah memastikan masa depan yang dimotori oleh energi bersih dan terbarukan. Dengan cara ini, kerusakan pada manusia dan kehidupan sosialnya serta kerusakan ekologi dan dampak buruk perubahan iklim dapat dihindari. Sayangnya, Pemerintah Indonesia ingin percaya bahwa batubara jawaban dari permintaan energi yang menjulang, serta tidak bersedia mengakui potensi luar biasa dari energi terbarukan yang sumbernya melimpah di negeri ini. Upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh penambang batu bara dapat ditempuh dengan beberapa pendekatan, untuk dilakukan tindakan-tindakan tertentu sebagai berikut : 1.
Pendekatan teknologi, dengan orientasi teknologi preventif (control/protective) yaitu pengembangan sarana jalan/jalur khusus untuk pengangkutan batu bara sehingga akan mengurangi keruwetan masalah transportasi. Pejalan kaki (pedestrian) akan terhindar dari ruang udara yang kotor. Menggunakan masker debu (dust masker) agar meminimalkan risiko terpapar/terekspose oleh debu batu bara (coal dust).
2.
Pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan sehingga akan terhindar dari kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan. Upaya reklamasi dan penghijauan kembali bekas penambangan batu bara dapat mencegah perkembangbiakan nyamuk malaria. Dikhawatirkan bekas lubang/kawah batu bara dapat menjadi tempat perindukan nyamuk (breeding place).
3.
Pendekatan administratif yang mengikat semua pihak dalam kegiatan pengusahaan penambangan batu bara tersebut untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku (law enforcement)
4.
Pendekatan edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta dikembangkan untuk membina dan memberikan penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi perubahan perilaku dan membangkitkan kesadaran untuk ikut memelihara kelestarian lingkungan.
KESIMPULAN
Setiap kegiatan pastilah menghasilkan suatu akibat, begitu juga dengan kegiatan eksploitasi bahan tambang, pastilah membawa dampak yang jelas terhadap lingkungan dan juga kehidupan di sekitarnya, dampak tersebut dapat bersifat negatif ataupun positif, namun pada setiap kegiatan eksploitasi pastilah terdapat dampak negatifnya, hal tersebut dapat diminimalisir apabila pihak yang bersangkutan bertanggung jawab terhadap pengolahan sumber daya alamnya dan juga memanfaatkannya secara bijaksana. Sebagai contoh adalah kegiatan pertambangan batubara di pulau Kalimantan yang bisa dibilang telah mencapai tahap yang kronis, dengan menyisakan lubang-lubang besar bekas kegiatan pertambangan dan juga dampak-dampak yang lainnya. Hal tersebut setidaknya dapat diminimalisir dan dikurangi dampaknya apabila kita melakukan tindakan perbaikan dan juga memanfaatkan SDA secara bijaksana
DAFTAR PUSTAKA
Agus,
F.
2004.
Pengelolaan
DTA
Danau
dan
Dampak
Hidrologisnya.
Bogor. http://www.litbang.deptan.go.id/artikel/one/56/pdf [16 Juni 2006].
Balai
Penelitian
Tanah.
Agus F, Farida, Noordwijk Van Meine, editor. 2004. Hydrological Impacts of Forest, Agroforestry and Upland Cropping as a Basis for Rewarding Environmental Service Providers in Indonesia. Proceedings of a workshop in Padang/Singkarak, Weat Sumatra, Indonesia, 25-28 February 2004. ICRAF-SEA. Bogor
Latifa, S. 2000. Keragaan Accacia mangium wild pada Lahan Bekas Tambang Timah (Studi kasus di areal PT. Timah). Tesis Sekolah Pascasarjana.IPB. Boger.
Pusat Penelitian ttan Pengembangan (Puslitbang) Teknologi Mineral dan Batubara. Departemen ESDM. 2006. Batubara Indonesia. Departemen ESDM. Jakarta.
Sitorus. S.R.P. 2000. Pengembangan Sumberdaya Tanah Berkelanjutan. Jurusan Tanah.Fakultas pertanian lnstitut Pertanian Bogor (IPB). Boger.
Soemarwoto, 0 . 2005. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gadjah Mada Uversity
Press.
Yogyakarta. Suhala, S, A. F. Yoesoef dan Muta'alim. 1995. Teknologi Pertambangan Indonesia. Pusat Penelitlan dan Pengembangan Teknologi Mineral,Direktorat Jenderal Pertamban gan Umum Departemen Pertambangan dan Energi. Jakarta. Wardana. W. A. 2001 . Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi Yogyakarta.Yogyakarta.