Artikel Jurnal Revisi 11mei 2008

  • Uploaded by: Ignatius Hapsoro Wirandoko,MD,M.Sc
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Artikel Jurnal Revisi 11mei 2008 as PDF for free.

More details

  • Words: 4,153
  • Pages: 20
DETERMINAN STATUS GIZI ANAK USIA 2-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TLOGOSARI WETAN KECAMATAN PEDURUNGAN, KOTA SEMARANG Tahun 2007 Ignatius Hapsoro Wirandoko Abstraksi. Di Kota Semarang khususnya, prevalensi gizi kurang tertinggi terjadi di Kecamatan Pedurungan. Prevalensi anak usia 2-5 tahun yang tergolong sangat kurus dan kurus di kecamatan tersebut masing-masing sebanyak 8,24% dan 11,11%. Metode Penelitian ini menggunakan studi cross sectional. Populasi penelitian ini anak usia 2-5 tahun berjumlah 776 anak. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 73 anak. Metode Multi Stage Sampling terdiri dua tahap yaitu Purposive dan Proportional Random Sampling. Data dianalisis secara univariat menggunakan distribusi frekuensi dan tendensi central, secara bivariat menggunakan uji korelasi Pearson dan Rank Spearman, dan multivariat menggunakan Regresi linear berganda. Hasil. Status gizi anak usia 2-5 tahun normal yaitu 79,5%, status gizi kurus yaitu 12,3% dan status gizi gemuk 8,2%. Tingkat kecukupan energi kurang sebanyak 39 orang (53,4 %) dan tingkat kecukupan energi baik sebanyak 34 orang (46,6 %). Tingkat kecukupan protein kurang sebanyak 1 orang (1,4 %) dan tingkat kecukupan protein baik sebanyak 72 orang (98,6 %). Anak usia 2-5 tahun 32 orang (43,8 %) dan jumlah anak usia 2-5 tahun yang tidak menderita penyakit infeksi sebanyak 41 orang (56,2 %). Tidak ada hubungan status ekonomi dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (r = 0,017 p = 0,884). Ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (ρ =,0,301; p = 0,010). Ada hubungan pengetahuan gizi dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (r = 0,289 p = 0,013). Tidak ada hubungan antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (r = 0,187 p = 0,113). Tidak ada hubungan tingkat kecukupan protein terhadap status gizi anak usia 2-5 tahun (r = 0,134 p = 0,260). Tidak ada hubungan infeksi diare dan ISPA terhadap status gizi anak usia 2-5 tahun (r = 0,119 p = 0,318 dan r = 0,131 p = 0,268 ). Simpulan Ada determinan status gizi pada anak usia 2-5 tahun yaitu pendidikan ibu dan pengetahuan gizi ibu. Kata kunci : determinan, status gizi anak usia 2-5 tahun, Puskesmas Tlogosari Wetan, Kota Semarang.

A. Pendahuluan Di Kota Semarang prevalensi gizi kurang tertinggi terjadi di Kecamatan Pedurungan. Prevalensi anak usia 2-5 tahun yang

1

tergolong sangat kurus dan kurus di kecamatan tersebut masingmasing sebanyak 8,24% dan 11,11% (DKK Kota Semarang, 2001). Pemberian gizi yang tidak seimbang dengan kebutuhan anak usia 2-5 tahun dapat mempengaruhi status gizi. Status gizi yang kurang akan menurunkan kualitas sumber daya manusia, sedangkan bagi anak usia 2-5 tahun dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat dan mudah terjangkit penyakit. Berdasarkan hasil penelitian Arnelia dan Sri Muljati (1991) menemukan bahwa, anak pada usia 2-5 tahun mulai terjadi pergeseran status gizi, dari gizi kurang ke gizi buruk. Hal ini diduga karena anak sudah tidak mendapatkan ASI, sedangkan makanan yang dikonsumsi belum memenuhi kebutuhan gizi yang semakin meningkat seiring dengan pertambahan umur. Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi anak usia 25 tahun, sehingga berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti “Determinan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogosari Wetan, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang”. Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah ” Determinan status gizi pada anak usia 2-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogosari Wetan, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang?“ Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan status gizi pada anak usia 2-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogosari Wetan, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang. Lebih lanjut, penelitian ini juga memiliki tujuan khusus sebagai berikut : a) Mendeskripsikan karakteristik keluarga anak usia 2-5 tahun yaitu status ekonomi, pendidikan ibu, pengetahuan gizi ibu di Wilayah

Kerja

Pedurungan,

Puskesmas

Kota

Tlogosari

Semarang.

b)

Wetan,

Kecamatan

Mendeskripsikan

tingkat 2

kecukupan energi, tingkat kecukupan protein, dan kejadian infeksi (diare dan ISPA) pada

anak usia 2-5 tahun di Wilayah

Kerja Puskesmas Tlogosari Wetan, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang. c) Mendeskripsikan status gizi anak usia 2-5 tahun berdasarkan skor Z indeks BB/TB. d) Menganalisis hubungan karakteristik

keluarga

(status

ekonomi,

pendidikan

ibu,

pengetahuan gizi ibu) dengan status gizi anak usia 2-5 tahun di Wilayah

Kerja

Puskesmas

Tlogosari

Wetan,

Kecamatan

Pedurungan, Kota Semarang. e) Menganalisis hubungan tingkat kecukupan energi, tingkat kecukupan protein, dan kejadian infeksi dengan status gizi anak usia 2-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas

Tlogosari

Wetan,

Kecamatan

Pedurungan,

Kota

Semarang. f) Menganalisis determinan status gizi anak usia 2-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogosari Wetan, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang. B. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan studi cross Sectional, karena melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak usia 2-5 tahun pada saat yang bersamaan. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pedurungan Tengah dan Pedurungan

Kidul

wilayah

kerja

Puskesmas

Tlogosari

Wetan,

Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan atas pertimbangan : 1. Berdasarkan hasil pemantauan status gizi anak usia 2-5 tahun yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2006 didapatkan data bahwa prevalensi gizi buruk tertinggi (5,34 %) di Kecamatan Pedurungan. 2. Puskesmas Tlogosari Wetan mempunyai prevalensi gizi kurang tertinggi di Kecamatan Pedurungan.

3

3. Pedurungan Tengah dan Pedurungan Kidul memiliki jumlah anak usia 2-5 tahun yang terbanyak, mewakili dua karakteristik masyarakat ekonomi rendah dan menengah ke atas. Populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak usia 2-5 tahun yang berjumlah 776 anak dan bertempat tinggal di Kelurahan

Pedurungan

Tengah

dan

Pedurungan

kidul

yang

merupakan wilayah kerja Puskesmas Tlogosari Wetan. Sampel dan Subyek Penelitian. Sampel pada penelitian ini adalah anak usia 2-5 tahun sedangkan responden adalah ibu dari anak usia 2-5 tahun yang menjadi sampel. Pengambilan sampel menggunakan metode Multi Stage Sampling meliputi dua tahap yaitu Purposive dan Proportional Random Sampling. Tahap Pertama dengan cara purposive yaitu dengan memilih 2 Kelurahan dari 8 Kelurahan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tlogosari Wetan yaitu Kelurahan Pedurungan Tengah dan Kelurahan Pedurungan

Kidul

dengan

alasan

kedua

kelurahan

tersebut

mempunyai jumlah anak usia 2-5 tahun yang terbanyak, serta mewakili

dua

karakteristik

masyarakat

ekonomi

rendah

dan

menengah ke atas. Kemudian dari 2 kelurahan tersebut, didata semua anak usia 2-5 tahun berdasar catatan posyandu tiap-tiap RW. Berdasarkan pendataan yang telah dilakukan, diperoleh anak balita usia 2-5 tahun sebanyak 776 anak. Adapun besar sampel minimal

pada

penelitian

ini

dihitung

berdasarkan

rumus

:

(Sastroasmoro, 1995) 2

Zα + Z β   n=  +3  0,5 ln[ (1 + r ) / (1 − r ) ]  Keterangan : n = Besar sampel minimal Zα = 1,96 Zβ = 0,842

4

r

= 0,328

Dengan demikian dapat dihitung jumlah sampel minimal yaitu : 2

  1,96 + 0,842 n=  +3  0,5 ln[ (1 + 0,328) / (1 − 0,328) ]  n = 70,6 balita = 70,6 dibulatkan menjadi 71. Tahap Kedua dengan cara proportional random sampling. Pada penelitian ini dari 776 anak diambil 73 anak usia 2-5 tahun. Besarnya sampel tiap-tiap RW diambil secara proportional random sampling. Rumus perhitungannya adalah :  ∑RW  S =  × SM ∑total   

Keterangan : S = Jumlah sampel tiap-tiap RW. ∑ RW = Jumlah anak usia 2-5 tahun tiap RW. ∑ total = Jumlah total anak usia 2-5 tahun. SM = Jumlah sampel yang dikendaki. Setelah dilakukan perhitungan tiap-tiap RW maka didapatkan hasil seperti pada tabel 4.

Tabel 4 Besar Sampel Anak Usia 2-5 Tahun JUMLAH POSYANDU ANAK PEDURUNGAN KIDUL RW 81

PROP ORSI 7.62

SAMPEL 8

5

1 PEDURUNGAN KIDUL RW 2 45 PEDURUNGAN KIDUL RW

4.23

4

3 28 PEDURUNGAN KIDUL RW

2.63

3

4 ts PEDURUNGAN KIDUL RW

_

_

5 43 PEDURUNGAN KIDUL RW

4.00

4

6 34 PEDURUNGAN KIDUL RW

3.19

3

7 26 PEDURUNGAN KIDUL RW

2.44

2

8 ts PEDURUNGAN KIDUL RW

_

_

9 ts PEDURUNGAN KIDUL RW

_

_

10 12 PEDURUNGAN KIDUL RW

1.12

1

11 19 PEDURUNGAN KIDUL RW

1.78

2

12 PEDURUNGAN

ts

_

_

TENGAH

RW 1 PEDURUNGAN

81

7.62

8

TENGAH 26

2.44

2

42

3.95

4

24

2.29

2

29

2.72

3

57

5.36

5

49

4.60

5

RW 2 PEDURUNGAN

TENGAH

RW 3 PEDURUNGAN

TENGAH

RW 4 PEDURUNGAN

TENGAH

RW 5 PEDURUNGAN

TENGAH

RW 6 PEDURUNGAN RW 7

TENGAH

6

PEDURUNGAN

TENGAH

RW 8 PEDURUNGAN

TENGAH

RW 9 PEDURUNGAN

45

4.23

4

114

10.72

11

1.97 73

2 73

TENGAH

RW 10 21 JUMLAH 776 Keterangan : ts = data tidak tersedia Setelah

memperoleh

frekuensi

di

masing-masing

wilayah

dilakukan Propotional Random Sampling untuk menentukan namanama anak usia 2-5 tahun yang akan menjadi sampel. Adapun kriteria sampel adalah sebagai berikut : a) Kriteria Inklusi, yaitu semua anak usia 2-5 tahun yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Tlogosari

Wetan

yaitu

Kelurahan

Pedurungan

Tengah

dan

Pedurungan Kidul. b) Semua anak usia 2-5 tahun yang terdaftar dalam buku register anak usia 2-5 tahun di Posyandu yang menjadi tempat penelitian. c) Kriteria eksklusi, yaitu anak yang pada saat lahir mempunyai kelainan bawaan. Sebelum melakukan pengumpulan data di lokasi penelitian, dilakukan uji reliabilitas dan validitas terhadap kuesioner penelitian. Data yang diperoleh selanjutnya diuji dengan korelasi product moment terhadap masing-masing butir pertanyaan. Nilai r hitung pada uji korelasi selanjutnya dibandingkan dengan r tabel. Bila nilai r hitung lebih kecil dari r tabel maka butir pertanyaan tersebut dapat dipakai pada penelitian. Bila nila r hitung lebih besar dari r tabel maka butir pertanyaan tidak dipakai (Sugiyono, 2003 dan Notoatmodjo 1993). Sedangkan kuesioner recall konsumsi makanan 3 hari tidak berturut – turut dianalisis dengan program nutrsoft. Variabel Penelitian. Variabel bebas penelitian meliputi status ekonomi rumah tangga, pendidikan ibu, pengetahuan ibu tentang gizi. Sementara variabel antara dalam penelitian ini meliputi tingkat

7

kecukupan energi, tingkat kecukupan protein, dan infeksi yaitu diare dan ISPA anak usia 2-5 tahun. Sedangkan variabel terikat penelitian adalah status gizi anak usia 2-5 tahun yang diukur dengan skor Z indeks BB/TB. Definisi Operasional, Beberapa konsep yang dipakai dalam penelitian ini di definisikan secara operasional sebagai berikut : 1) Status Ekonomi Rumah Tangga 1. Adalah

pendapatan

perkapita

yang

diukur

dengan

jumlah

pendapatan tetap maupun sampingan dari kepala keluarga, ibu dan anggota keluarga lainnya dalam satu bulan dibagi dengan jumlah anggota keluarga. 2) Pendidikan Ibu. Adalah jenjang pendidikan formal yang dicapai oleh ibu yang diukur dalam tahun tanpa tahun mengulang. 3) Pengetahuan Gizi Ibu adalah gambaran

pemahaman

gizi

ibu

terutama

dengan

materi

karbohidrat, protein, dan lemak yang diukur dengan menghitung persentase skor jawaban benar dari total pertanyaan yang diajukan. 4) Tingkat Kecukupan Energi Anak Usia 2-5 Tahun adalah total asupan energi sehari yang dibandingkan dengan angka kecukupan energi sehari anak usia 2-5 tahun dan dinyatakan dalam persen dengan metode recall 24 jam selama 3 hari tidak berturut-turut. 5) Tingkat Kecukupan Protein Anak Usia 2-5 tahun adalah total asupan protein sehari dibandingkan dengan angka kecukupan protein sehari anak usia 2-5 tahun dan dinyatakan dalam persen dengan metode recall 24 jam selama 3 hari tidak berturut-turut. 6) Kejadian Diare Anak Usia 2-5 Tahun adalah keadaan buang air besar dengan konsistensi cair anak usia 2-5 tahun ≥ 3 kali/hari, yang dialami dalam dua minggu terakhir. 7) Kejadian ISPA Anak Usia 2-5 Tahun adalah salah satu dari gejala batuk, pilek, panas, yang dialami anak usia 2-5 tahun dalam dua minggu terakhir. 8) Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun adalah keadaan kesehatan anak usia 2-5 8

tahun yang dilihat dari hasil pengukuran antropometri dengan menggunakan indeks BB/TB berdasarkan rujukan WHO/NCHS. Prosedur

Pengambilan

Data.

Jenis

data

yang

dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Alat pengumpulan data yang dipakai adalah 1) Kuesioner : untuk mengumpulkan data identitas responden dan anak, status ekonomi rumah tangga, pendidikan ibu, pengetahuan gizi ibu, tingkat kecukupan energi, tingkat kecukupan protein, penyakit infeksi dan status gizi anak usia 2-5 tahun. 2) Recall : konsumsi pangan 24 jam anak usia 2-5 tahun selama tiga hari tidak berturut-turut. 3) Dacin kapasitas 25 kg dengan ketelitian 0,1 kg : digunakan untuk mengukur berat badan anak usia 2-5 tahun. 4) Microtoise : digunakan untuk mengukur tinggi badan anak balita usia ≥ 2 tahun. Karakteristik Responden. Penelitian dilakukan pada sampel yang memenuhi kriteria penelitian dengan total responden 73 dari anak usia 2-5 tahun. Responden yang dimaksud adalah ibu yang mempunyai anak usia 2-5 tahun dan tinggal di Kelurahan Pedurungan Tengah dan Pedurungan Kidul. Adapun gambaran umum responden yang diperoleh.

9

B. Hasil Penelitian Tingkat Kecukupan Energi dan Protein. Tingkat Kecukupan Energi (TKE) anak usia 2-5 tahun adalah total asupan energi sehari yang dibandingkan dengan angka kecukupan energi sehari anak dan dinyatakan dalam persen. Tingkat Kecukupan Protein anak usia 2-5 tahun adalah total asupan protein sehari dibandingkan dengan angka kecukupan protein sehari anak dan dinyatakan dalam persen. Nilai minimal TKE adalah

rata-rata tingkat kecukupan

energi pada sampel sebesar 105,8 % (± SD 27,02). Tingkat kecukupan energi yang baik pada sampel disebabkan oleh konsumsi

makanan

sampel

yang

banyak

mengandung

karbohidrat terutama yang berasal dari beras dengan asupan perbalita perhari rata-rata 105,8 gram dan asupan minimal 68,1 gram serta maksimal 166,4 gram. Pada sampel rata-rata tingkat kecukupan protein sebesar 179,7 % (± SD 56,4). Asupan protein pada sampel minimal 94,9 gram melebihi angka kecukupan gizi bagi anak berusia 25 bulan sampai dengan 59 bulan yaitu sebanyak 39 gram. Tingginya tingkat kecukupan protein disebabkan oleh perilaku anak dalam membeli makanan jajanan. Akhir-akhir ini banyak makanan jajanan baru yang digemari anak-anak. Antara lain tempura, sosis, nuget, ataupun burger. Berdasarkan data recall konsumsi makanan, makanan jajanan tersebut cukup banyak

dikonsumsi

oleh

anak-anak.

Hal

ini

menyebabkan

tingginya kecukupan protein. Karena, pada dasarnya bahan pembuatan

makanan

jajanan

tersebut

merupakan

bahan

makanan protein hewani. Tabel 11 Konsumsi Energi dan Protein Karakteristi

Rata-

Min

Maks

SD 10

k Konsumsi

Rata 105,8

68,1

166,4

( ± 27,02)

Energi (%) Konsumsi

179,7

94,9

388,0

( ± 56,44)

Protein (%)

Berdasarkan

data

konsumsi

energi,

kemudian

di

klasifikasikan tingkat kecukupan energinya. Sebanyak 39 sampel memiliki tingkat kecukupan energi yang kurang. Dan sebanyak 34 orang memilki tingkat kecukupan energi yang baik.

baik 47%

kurang 53%

Gambar 7 Klasifikasi Kecukupan Energi Sampel Distribusi sampel berdasarkan tingkat kecukupan protein dapat dilihat pada tabel 12. Tabel 12 Klasifikasi Tingkat Kecukupan Protein Pada Anak Usia 2-5 Tahun Tingkat

Frekuensi

Persentase (%)

Kecukupan Protein 11

Kurang

1

1,4

Baik Jumlah

72 73

98,6 100,0

Soekirman (2000) berpendapat bahwa kekurangan energi protein merupakan masalah gizi yang disebabkan oleh berbagai faktor,

terutama

faktor

makanan

yang

tidak

memenuhi

kebutuhan anak akan energi dan protein serta karena infeksi, yang berdampak pada penurunan status gizi anak dari bergizi normal menjadi bergizi kurang. Penyakit Infeksi Pada Anak Usia 2-5 Tahun. Penyakit infeksi pada anak usia 2-5 tahun yang diteliti adalah kejadian diare dan ISPA dalam dua minggu terakhir. Data dikumpulkan

dengan

menggunakan

kuesioner.

Dari

hasil

penelitian diperoleh bahwa sebanyak 35,6% anak menderita ISPA pada dua minggu terakhir. Sebanyak 12,3% menderita diare dalam dua minggu terakhir. Penyakit infeksi merupakan penyebab dari kekurangan energi porotein. Hal ini sesuai pendapat yang dikemukakan oleh Soekirman (2000) mengemukakan penyebab langsung dari kekurangan energi dan protein adalah makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita oleh anak. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya akan menderita Kurang Energi Protein (KEP). Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik daya tahan tubuhnya dapat melemah, dalam keadaan demikian mudah diserang infeksi, kurang nafsu makan, dan akhirnya mudah terserang KEP. Infeksi ini meliputi penyakit diare atau ISPA,dan distribusi anak usia 2-5 tahun yang terkena diare dan ISPA dapat dilihat pada Tabel 13.

12

Hubungan Status Ekonomi Rumah Tangga dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun. Tidak ada hubungan status ekonomi dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (r= 0,017 p= 0,884). Hal ini tidak sejalan dengan Soekirman (1994) yang mengemukakan ketahanan pangan di keluarga adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi pangan seluruh anggota keluarga anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya. Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan,

harga

pangan

dan

daya

beli

keluarga,

serta

pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Semakin baik status ekonomi keluarga maka semakin baik dalam memenuhi pangan seluruh anggota keluarga terutama memenuhi gizi bagi anak usia 2-5 tahun. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Status Gizi. Ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status gizi anak usia 25 tahun (ρ= 0,297; p = 0,011). Artinya semakin baik pendidikan ibu maka gizi anak usia 2-5 tahun akan semakin baik, dan sebaliknya. Tingkat

pendidikan

sangat

berpengaruh

terhadap

perubahan sikap dan perilaku hidup. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplimentasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Graham dan Bairagi (1980) menemukan bahwa semakin tinggi pendidikan ibu semakin baik status gizi anaknya. Pendidikan

formal

ibu

merupakan

faktor

yang

ikut

menentukan mudah tidaknya ibu menyerap dan memahami informasi gizi dan kesehatan dengan baik. Pendidikan yang tinggi akan dapat menentukan daya tanggap ibu terhadap adanya 13

masalah gizi dalam keluarga dan mampu mengambil tindakan secepatnya.

Dari

penelitian

lain

mengemukakan

bahwa

masyarakat dengan pendidikan cukup tinggi maka prevalensi gizi kurang umumnya rendah, sebaliknya bila pendidikan orang tua rendah prevalensi gizi kurang tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

semakin

tinggi

tingkat

pendidikan

ibu

akan

lebih

memudahkan menyerap dan mengimplementasikan berbagai informasi mengenai asupan gizi yang baik pada anak. Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun. Ada hubungan pengetahuan gizi dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (ρ= 0,288; p = 0,013). Artinya semakin baik pengetahuan ibu mengenai gizi maka gizi anak usia 2-5 tahun akan semakin baik, dan sebaliknya. Pengetahun

tentang

gizi

berkaitan

pendidikan terutama pendidikan ibu. Tingkat

dengan

tingkat

pendidikan yang

lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari dalam hal kesehatan dan gizi. (Soekirman, 1994). Orang yang mempunyai pendidikan rendah pada umumnya mempunyai pengetahuan yang masih kurang sehingga dalam mengasuh

anak

cenderung

menggunakan

emosinya

dan

memaksakan kehendak (otoriter). Sedangkan seseorang yang berpendidikan

atau

telah

mendapatkan

pelatihan,

lebih

memahami dan mengerti tentang pengasuhan anak. Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun. Dari penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (r= 0,187 p = 0,113).

14

Hubungan Tingkat Kecukupan Protein dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun. Dari penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan tingkat kecukupan protein terhadap status gizi anak usia 2-5 tahun (r= 0,134; p = 0,260). Pola konsumsi protein pada anak usia 2-5 tahun cukup bervariasi. Adanya kecenderungan anak untuk mengkonsumsi jajanan hewani, semisal tempura dan siomay, mengakibatkan tingginya asupan protein. Akan tetapi anak yang tidak pernah jajan jajanan hewani, hanya mendapat asupan protein dari lauk menu makanan pokok saja. Hal ini membuat asupan protein cukup tinggi variasinya. Hubungan Penyakit Infeksi dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun. Tidak ada hubungan infeksi diare dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (ρ= -0,121 p = 0,309) dan tidak ada hubungan ISPA dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (ρ= 0,149; p= 0,207). Karena dalam penelitian ini tidak ada status gizi sangat kurus dan jumlah keluarga miskin hanya 4% serta tingkat kecukupan energi 105,8% baik

dan tingkat kecukupan

protein 98,6% baik, sehingga daya tahan tubuh anak kuat. Hasil penelitian Chandra (1979) bahwa kekurangan asupan berhubungan erat dengan tingginya kejadian penyakit diare, karena anak yang kurang gizi mungkin mengalami penurunan daya

tahan

tubuh

dan

dengan

adanya

penyakit

infeksi

menyebabkan anak tidak mempunyai nafsu makan. Akibatnya terjadi kekurangan makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh sehingga anak menderita kurang gizi. (Chandra, 1979, Bahl, et.al, 1998; Depkes R.I, 1997) Determinan

Status

Ekonomi

Rumah

Tangga,

Tingkat

Pendidikan Ibu, Pengetahuan Gizi Ibu, Tingkat Kecukupan Energi, Tingkat Kecukupan Protein, Penyakit Diare dan 15

ISPA dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun. Analisa multivariat dilakukan untuk melihat determinan status ekonomi rumah tangga, tingkat pendidikan ibu, pengetahuan gizi ibu, tingkat

kecukupan

energi,

tingkat

kecukupan

protein

dan

penyakit diare dan ISPA secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat. Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai signifikansi < 0,05 adalah tingkat pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa variabel tersebut layak untuk memprediksi probabilitas status gizi anak usia 2-5 tahun. Sehingga tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi anak usia 2- 5 tahun dengan nilai probababilitas 0,020. D. Keterbatasan Penelitian Dalam melakukan penelitian ada beberapa keterbatasan antara lain : 1. Penelitian ini dilakukan di kota besar pada anak usia 2-5 tahun dengan status gizi anak 79,5% normal sehingga tidak tepat sasaran. 2. Tidak tersedia data pada beberapa RW, karena masalah yang ada di lapangan, seperti kader pergi keluar kota jangka waktu cukup lama, atau metode pencatatan yang masih tidak lengkap dan seadanya. E. Kesimpulan a. Rata-rata pendapatan perkapita sebesar Rp 322.579,90 per orang per bulan. b. Sebagian

besar

ibu

telah

menyelesaikan

pendidikan

menengah atau tamat SLTA, sebanyak 49,3 %. c. Sebanyak 60,3 % ibu memiliki pengetahuan tingkat sedang, dan 39,7 memilki pengetahuan yang baik. 16

d. Rata-rata tingkat kecukupan energi anak usia 2-5 tahun sebesar 105,7 %. e. Rata-rata tingkat kecukupan protein anak usia 2-5 tahun sebesar 179,6 %. f. Sebanyak 12,3 % anak usia 2-5 tahun menderita diare. g. Sebanyak 35,6 % anak usia 2-5 tahun menderita ISPA. h. Sebanyak 79,5 % anak usia 2-5 tahun termasuk ke dalam status gizi normal, 12,3 % status gizi kurus dan 8,2 % status gizi gemuk. i. Sebanyak 4% keluarga termasuk kategori miskin. j. Ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (ρ= 0,297; p = 0,011). k. Ada hubungan pengetahuan gizi dengan status gizi anak usia 2-5 tahun (ρ= 0,288; p = 0,013). B. Saran a. Pemerintah Daerah Kota Semarang berperan aktif dengan selalu memberikan

pengetahuan-pengetahuan

tata

cara

merawat

balita agar tercukupi gizinya, khususnya pada daerah yang berpotensi terjadi gizi buruk. b. Para orang tua agar lebih memperhatikan balitanya terutama dalam

hal

kecukupan

protein

maupun

energinya.

Dengan

tercukupinya kebutuhan energi maupun protein maka balita dapat tumbuh dengan sehat. c. Pemerintah Daerah Kota Semarang lebih memperhatikan sarana pelayanan kesehatan di daerah-daerah terutama di Kelurahan Pedurungan Tengah dan Pedurungan Kidul.

17

DAFTAR PUSTAKA Atmarita dan Falah, 2004, Analisis situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, LIPI, Jakarta. Azwar A. 2004, Aspek Kesehatan dan Gizi dalam Ketahanan Pangan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, LIPI, Jakarta. Berg A. 1988, Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional (Zahara, Penterjemah), CV. Rajawali, Jakarta. Coaster RJ, and Monteith CP. 1997 Assessment of Food Frequency Questionnares in Minority Population. Am J Clin Nutr : 65 (Suppl) : 1108S – 15S Dwyer JT and Kay A Coleman, 1997, Insights into dietary recall form a Longitudinal study : accuracy Over Four Decades. Am J Clin Nutr ; 62 (suppl) : 1153S – 8S Hardinsyah. 1996. Angka Kecukupan Energi Protein, Lemak dan Serat Makanan, Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, LIPI, Jakarta : 317-330 Hidayat S, 2004, Masalah Gizi di Indonesia : Kondisi Gizi Masyarakat Memprihatinkan. http:/www.Suara Pembaruan Online download 26 April 2005 Hurlock, 1993, Perkembangan Anak, Erlangga, Bandung Jahari, 2002, Status Gizi Balita di Indonesia Sebelum dan Selama Krisis, Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII, LIPI, Jakarta. Jeliliffe ED dan Jeliliffe EFP, 1989, Community Nutritional Assesment. Oxford. Oxford University Press. Khomsan A. 2000, Makan Sehat dan Kaya Gizi, dalam Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. PT. Gramedia Widiasarana, Jakarta. Kodyat BA. Et, al. 1994, , Pokok-pokok kegiatan Program Perbaikan Gizi Pada PJP II Untuk Menanggulangi Masalah Gizi Salah, dalam Risalah Widyakarya Pangan dan gizi V, LIPI, Jakarta.

18

Kumaya SK. Et,al, 1997, Dietary Assessment Using a Picture – sort approach. Am J Clin Nurt 1 : 65 (Suppl) : 1123s-9S Lemeshow S, et al, 1997 Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan, UGM Press. Madanijah S, 2004, Pola Konsumsi Pangan, dalam Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar swadaya, Jakarta. Madiyono, 2002. Perkiraan Besar Sampel dalam Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Sastroasmoro dan Ismael. CV. Sagung Seto, Jakarta. Martianto, 2004 Analisis Perubahan Konsumsi dan Pola Konsumsi Pangan Masyarakat dalam Dekade Terakhir, Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan gizi VIII, LIPI, Jakarta, 183207 Megawangi, 1989, Structural Models of Family Social Health Theory. Strengtening The Family Imp. Pellokila M.R dan Picauky I. 2004, Pola Konsumsi Pada Anak Balita di Kecamatan Nusawine Kota ambon, jurnal media Gizi dan Keluarga , Desember Volume 28 No. 2 : 17-23, IPB, Bogor Rimbawan dan Baliwati YF, 2004, Masalah Pangan dan Gizi dalam Pengantar Pangan dan Gizi, Penebar swadaya, Jakarta. Rocket JRH and Colditz GA, 1997, Assessing diets of Children and Adolescenst. Am J Clin Nutr ; 65 (suppl) : 1116S-22S. Sayekti, 1984, Pola Asuh dalam Hubungannya dengan Penyesuaian Diri Anak. Tesis. Pascasarjana IKIP, Bandung Tidak dipublikasikan Sayogyo (ed), 1994, Kemiskinan dan Pembangunan di Propinsi Nusa Tenggara timur, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Sediaoetama AD, 2004, Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi, Jilid I Dian Rakyat, Jakarta. Soekirman 1991, Menghadapi masalah gizi ganda dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua : Agenda Repelita VI dalam Risalah Widyakarya Pangan dan Gizi V, LIPI, Jakarta. Sugiyono, 2003, Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung. 19

Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor Sumantri, S. 1994, Survei Kesehatan Rumah Tangga 1992 : Keragaman dan Kecenderungan Sebab Kematian di Indonesia dalam Risalah Widyakarya Pangan dan Gizi V, LIPI, Jakarta. Supariasa, 2002, Penilaian status Gizi, ECG, Jakarta. Suradi, 2002, Penelitian Kasus Kontrol, dalam Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Sastroasmoro dan Ismael, Cv. Sagung Seto, Jakarta. Tee ES, Dop MC, and Winichangon P. 2004. Future Challenger, Food Nutr Bull, 25 : 407-14 Tumbelaka AR, dkk, 2002, Pemilihan Uji Hipotesis dalam DasarDasar Metodologi Penelitian Klinis, Sastroasmoro dan Ismael. CV. Sagung Seto, Jakarta.

20

Related Documents


More Documents from "Ulul Azmi"

Bab Ii.docx
June 2020 15
Indice Cancionero.docx
December 2019 24
Textos U3 Stotomas.doc
December 2019 21
Kader.docx
May 2020 15