MENGEMBANGKAN MASALAH SEDERHANA MENCARI LUAS BANGUN DATAR MENJADI MASALAH OPEN-ENDED KONSEPTUAL YANG MENANTANG Gatot Muhsetyo Dosen Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang Abstrak: Tujuan penulisan artikel adalah untuk memaparkan pengalaman nyata pembelajaran dalam mengembangkan masalah sederhana mencari luas bangun menjadi masalah open-ended yang menuntut berfikir dan bernalar matematis. Sasaran pembelajaran adalah 27 orang guru matematika SD di Kota Malang yang berijazah sarjana tidak linier, dan sedang mengambil program S-1 PGSD di Universitas Terbuka. Pembelajaran dilaksanakan pada bulan Nopember 2014 selama 100 menit. Satu minggu sebelum pembelajaran, mereka diminta membuat rangkuman satu halaman tentang materi pengukuran luas dari bahan ajar yang tersedia. Proses pembelajaran menunjukkan bahwa mereka belum mempunyai kepekaan dalam kreativitas mencari luas. Mereka cenderung menggunakan cara yang lazim digunakan, dari bangun-bangun datar yang diposisikan “baik”. Setelah pembelajaran mereka merasa memperoleh pengetahuan “baru” dalam pembelajaran menghitung luas bangun datar di SD. Kata kunci: bangun datar, luas, open-ended, kreatif
Open-ended adalah strategi pembelajaran matematika di sekolah yang dikembangkan pertama kali di Jepang sejak ratusan tahun yang lalu. Ciri khas dari strategi diakhiri terbuka (open-ended) adalah pertanyaan atau soal yang mempunyai (a) jawaban tunggal tetapi cara memperoleh jawaban tidak tunggal (multiple methods of solution), (b) jawaban tidak tunggal (multiple solutions), dan (c) jawaban tidak tunggal dan cara memperoleh jawaban tidak tunggal (multiple solutions and multiple methods of solution). Strategi pembelajaran matematika di Indonesia cenderung tidak open-ended, yaitu strategi pembelajaran yang menuntut jawaban tunggal dan cara memperoleh jawaban tunggal. Untuk mampu melaksanakan pembelajaran matematika open-ended, guru perlu arahan yang jelas sehingga tidak menyimpang dari kriteria atau pedoman baku yang ada. Kemudian, agara lebih terampil, guru perlu masukan, melalui kemauan membaca dari sumber-sumber yang relevan, melalui kemauan untuk mencari dan mencoba sendiri, dan melalui tukar pengalaman dengan guru lain. Langkah-langkah pembelajaran matematika yang open-ended di Jepang merupakan tuntutan kurikulum dengan empat arahan yaitu (a) memberi permasalahan, yaitu menyampaikan kepada siswa suatu soal, dan meminta mereka menanyakan hal-hal yang belum jelas dari soal yang mereka baca, (b) mengerjakan soal secara perseorangan, untuk memberi kesempatan kepada siswa agar secara mandiri mampu mengembangkan potensi, (c)
mendiskusikan kelas hasil mengerjakan soal, dipimpin oleh guru, untuk memberi kesempatan mengkomunikasikan penalaran, memahami dan menghargai pekerjaan siswa lain, dan membuka wawasan kreatif untuk menanggapi pekerjaan siswa lain, dan (c) memverifikasi jawaban yang masih belum benar, mencari jawaban yang relatif memiliki kelebihan (mudah, sederhana, cepat), dan (d) memperluas (extending) masalah yang ada, dengan bahasan yang lebih menuntut pemikiran dan penalaran. Persoalan mencari luas bangun datar meliputi dua situasi, yaitu (1) membagi, memilah, atau memisahkan bangun datar menjadi banyak bangun datar lain. Masing-masing bagian bangun datar diusahakan merupakan bangun datar yang sudah dikenal cara menghitung luasnya. Bangun-bangun datar yang sudah dikenal rumus luasnya adalah bangun-bangun datar yang khas, yaitu persegi, persegi panjang, segitiga, jajar genjang, belah ketupat, layang-layang, dan trapezium. Luas bangun datar merupakan gabungan luas dari bangun-bangun datar khas pembentuknya, (2) memandang bangun datar sebagai bagian dari satu atau lebih bangun datar lain yang melingkupi. Luas bangun datar dapat dicari dengan mencari keseluruhan luas dari satu atau lebih bagian yang melingkupi bangun datar yang diketahui, dikurangi keseluruhan luas dari daerah bangun-bangun datar di luar bangun datar yang diketahui tetapi di dalam daerah bangun datar yang melingkupi. Meskipun cukup mudah memilah atau memisahkan suatu bangun datar menjadi bagian-bagian, namun masih diperlukan kecermatan agar tidak terjadi kesalahan yang disebabkan oleh tidak terbentuknya bangun datar yang dimaksud. Demikian pula, mencari bangun yang sesuai dan melingkupi (memuat) bangun yang diketahui, memerlukan kemampuan melihat keseluruhan (gestalt) terhadap bagian. PEMBAHASAN Pembelajaran dimulai dengan apersepsi, yaitu mengingatkan kembali tentang bahan ajar sebelumnya, aturan mencari luas bangun-bangun datar khas. Bangun-bangun datar khas yang dimaksud adalah persegi panjang (L = p x l), persegi (L = s x s), segitiga (L =
1 2 1
a x t), jajar
genjang (L = a x t), belah ketupat (L = d x d, L = s x t), dan trapezium (L = L = 2(a + b) x t). Kemudian satu soal tentang luas bangun datar ditampilkan di papan putih.
A
F Carilah luas bangun datar di samping dengan paling 3 cm
sedikit dua cara, dan jelaskan cara yang digunakan. D
3 cm 3 cm
B
2 cm
C
E
Semua mahasiswa dapat menjawab dengan benar. Mereka menjelaskan dua cara yang digunakan sebagai berikut: Cara 1
Cara 2
G A
F 3 cm
D
3 cm
A
F 3 cm
G
E
D
3 cm B
2 cm
3 cm
E
3 cm
C
B
2 cm
C
L = LABCG + LDEFG = (2 x 6) + (3 x 3)
L = LGBCD + LGDEFA = (2 x 3) + (5 x 3)
L = 21 cm2
L = 21 cm2
Hampir semua dari 27 mahasiswa mempunyai dua jawaban di atas, dan hanya 2 orang yang mencoba menjawab lebih dari dua jawaban. Setelah mahasiswa merasakan kepuasan atas jawaban benar yang telah dikerjakan, langkah berikutnya adalah menantang mereka untuk mencarai cara yang lain. Sebagian besar mahasiswa, lebih dari separuh dari mereka, nampak kebingungan karena mereka belum terbiasa untuk menjawab soal dengan sebanyak-banyaknya cara yang dapat mereka temukan, Untuk lebih memfokuskan pemikiran mahasiswa, seorang mahasiswa yang dipandang mampu, diminta untuk mau mengerjakan di depan kelas. Bantuan hasil (product help) diberikan kepadanya, untuk membuat garis bantu sehingga terbentuk dua bagian bangun trapesium. Pada awalnya ia mengalami kesulitan, tetapi setelah diminta memperhatikan titik D, maka ia dengan cepat membuat garis lurus yang menghubungkan titik A dan titik D, sehingga terbentuk dua daerah trapesium, yaitu trapesium ADEF dan trapesium ADCB. A
F 3 cm
D
3 cm 3 cm
B
2 cm
C
E
Ia agak bingung untuk mencari luas masing-masing trapesium. Ketika ditanya mengapa ia bingung, ia mengatakan bahwa ia sulit memutuskan garis sejajar dan tinggi trapesium karena gambarnya “terbalik, alasnya di atas”, dan gambarnya “tegak, berarti tidak mempunyai alas, dan juga sulit menentukan garis tingginya”. Setelah ia diberitahu bahwa alas dan tinggi dari bangun datar trapesium tidak ditentukan oleh posisi gambar trapesium yang “mendatar” dan alas trapesium tidak terkait dengan letaknya yang “di bawah”. Ia mulai menyadari kesalahannya, dan berhasil menghitung dengan benar luas bangun datar yang dicari, yaitu: 1
1
L = LADEF + LADCB = 2(3 + 5).3 + 2(3 + 6).2 = 12 + 9 = 21 L = 21 cm2 Untuk melengkapi pemahaman mereka tentang luas bangun datar yang dibentuk oleh gabungan luas bangun datar segitiga, mereka diminta memikirkan cara lain menghitung luas bangun dengan menggunakan gabungan luas bangun segitiga, dan/atau gabungan luas bangun segitiga dan luas bangun bukan segitiga. Seperti pengalaman menentukan panjang garis tinggi trapesium, ternyata mereka juga ada kebingungan untuk menentukan garis tinggi segitiga dan panjang garis tinggi segitiga. Beberapa cara memisahkan menjadi bagian-bagian luas daerah yang melibatkan segitiga adalah sebagai berikut: A
F 3 cm
D
3 cm
A
F 3 cm
D
E
3 cm B
B
A
F 3 cm
D
3 cm
2 cm
C
C
2 cm
A
F 3 cm
D
E
3 cm B
E
3 cm
C
2 cm
3 cm
3 cm 3 cm
B
2 cm
C
E
Untuk memperdalam pemahaman mereka tentang luas bangun datar, mereka juga perlu diajak mengalami keadaan yang “ seolah-olah “ benar, tetapi keadaan yang sesungguhnya adalah salah. Prinsip utama yang perlu dikembangkan adalah bagaimana mereka dapat mencari letak “ kesalahan “ tentang keadaan khusus ini. Mereka diminta menggunakan gabungan dari luas gabungan bangun datar yang ditunjukkan oleh gambar berikut:
A
F 3 cm
III II D
E
3 cm
I B
3 cm
C
2 cm
Semua mahasiswa menyetujui bahwa luas bangun datar ABCDEF dapat dicari sebagai jumlah luas daerah I, daerah II, dan daerah III: LABCDEF = LJ + LII + LIII Kemudian mereka diminta menghitung LABCDEF menggunakan LJ + LII + LIII . Hasil perhitungan yang mereka lakukan adalah: LABCDEF = LJ + LII + LIII 1
1
1
= ( 2 x 5 x 6) + (2 x 2 x 3) + (2 x 3 x 3) 1
1
= 15 + 3 + 42 = 222 cm2 1
LABCDEF = 222 cm2 Mereka nampak tidak percaya karena hasilnya berbeda dengan hasil sebelumnya yaitu 21 cm2. Berkali-kali mereka mencoba menghitung ulang, tetapi hasilnya tetap saja, tidak berubah, yaitu 1
luasnya adalah 222 cm2 . Tentu tidak mungkin luas bangun datar yang sama mempunyai hitungan yang berbeda karena perbedaan cara mencari jumlah luas bagian. Ketika ditanya tentang alasannya, mereka semua tidak bisa menjawab, mereka kesulitan untuk bisa melihat
dengan teliti atau cermat keadaan bagian III. Bantuan diberikab kepada mahasiswa melalui pertanyaan “ apakah bangun ABDF merupakan bangun segitiga ? “. Pada awalnya mereka menganggukkan kepala tanda setuju. Pertanyaan berikutnya untuk membimbing mereka adalah “ apakah garis BDF merupakan garis lurus? “. Mereka kemudian memperhatikan gambar dengan lebih cermat, dan pada akhirnya bisa menyatakan bahwa garis BDF bukan garis lurus, tetapi garis patah, gabungan dua garis lurus BD dan garis lurus DF yang mana titik-titik B, D, dan F tidak segaris. Dengan demikian bangun ABDF bukan bangun segitiga tetapu bangun segiempat. Mereka tidak bisa menyebutkan alasan mengapa titik-titik B, D, dan F tidak segaris, atau menyebutkan alasan bahwa bangun ABDF bukan bangun segitiga. Tidaklah mudah mencari Type equation here.alasan logis tentang terbentuknya suatu bangun adalah segitiga karena memerlukan pengetahuan tentang kesebangunan (similarity). Mereka kemudian diajak melihat masalah yang lebih sederhana untuk menjelaskan kesebangunan segitiga.
Segitiga ABC sebangun dengan segitiga DEC karena sudutsudut yang bersesuaian sama (sd,sd,sd), yaitu :
C
sudut A = sudut D = 900 sudut B = sudut E D
E
A
(sd,sd,sd)
sudut C = sudut C
B
Akibatnya perbandingan sisi-sisi yang bersesuaian dari segitiga ABC dan segitiga DEF adalah sama, yaitu : CD CA
=
CE CB
=
DE AB
Dari proses menggambar segitiga ABC dan segitiga DEC, yaitu dimulai dengan membuat segitiga ABC siku-siku di A, dilanjutkan menentukan titik D pada sisi AC, kemudian membuat garis lurus dari D yang sejajar AB dan memotong BC di E, dapat ditentukan bahwa titik-titik A, D, dan C adalah segaris, serta titik-titik B, E, dan C adalah juga segaris. Sebaliknya, jika titik D pada sisi AC dari segitiga ABC , dan titik E memenuhi hubungan : CD CA
=
CE CB
=
DE AB
maka titik E terletak pada garis BC. jika titik D pada sisi AC dari segitiga ABC , dan titik E tidak memenuhi hubungan :
CD CA
=
CE CB
=
DE AB
, yaitu
CD CA
CE
≠
≠
CB
DE AB
maka titik E tidak terletak pada garis BC, artinya titik-titik B, E, dan C tidak segaris Setelah memperoleh penjelasan tentang perbandingan sisi-sisi dari dua segitiga yang sebangun di atas, mahasiswa diminta mengamati ulang bangun ABDF. Ternyata mereka masih juga merasa sulit untuk menyebutkan alasan (antara lain karena gambarnya “terbalik”). Nampaknya diperlukan penegasan agar tidak salah pemahaman mereka tentang penggunaan prinsip perbandingan dalam kesebangunan. Mereka tidak tahu bahwa untuk memperoleh alasan bahwa titik-titik B, D, dan F tidak segaris, perlu dibuat garis (bantu) DE yang sejajar FA.
A
F 3 cm
III II E D
BE BA BE BA
C
2 cm
= ≠
3 6
1
=
DE FA
E
3 cm
I B
3 cm
2
dan
DE FA
=
2 5
, maka titik-titik B, D, dan F adalah tidak segaris
Karena titik-titik B, D, dan F tidak segaris, maka bangun ABDF bukan segitiga tetapi segiempat, sehingga luasnya tidak boleh dicari sebagai luas segitiga BFA, dan boleh dicari dengan menggunakan gabungan luas segitiga BDE dan trapesium EDFA.
A
F 3 cm
III II E D
IV I B
2 cm
3 cm 3 cm C
E
1
1
1
1
L = LI + LII + LIII + LIV = ( 2 x 2 x 3) + (2 x 3 x 3) + {2(2 + 5) x 3} + (2 x 3 x 2) L = 3 + 4,5 + 10,5 + 3 = 21 cm2 1
Mahasiswa juga dimintai pendapat tentang tambahan luas 12 cm2 , atau pendapat tentang situasi gambar jika garis BD diteruskan, dan jika BF langsung dihubungkan. Mereka pada umumnya ragu-ragu untuk menjawab, sehingga perlu bantuan bimbingan untuk menjawabnya. Dengan meminta seorang mahasiswa membuat garis lurus dari B ke D, dan “langsung” diteruskan ke F. maka mereka segera tahu bahwa garis yang dibuat memotong garis AF di suatu titik yang terletak di sebelah kiri F. misalnya di titik G. G A
F 3 cm
III II E D
IV
E
3 cm
I B
3 cm
C
2 cm
Karena BDG segaris, segitiga BDE sebangun dengan segitiga BGE, dan DE = CB = 2 cm, maka: BE BA
=
DE GA
sehingga GA =
BA x DE BE
=
6x2 3
= 4 cm , dan GF = 1 cm
LABCDEF = LI + LII + LIII + LIV = 3 + 6 + 9 + 3 = 21 cm2 Sekarang, jika B langsung dihubungkan dengan F, maka posisi gambar menjadi: G A
F 3 cm
III II E D
IV I B
2 cm
3 cm 3 cm C
E
1
Mahasiswa pada akhirnya tahu bahwa tambahan luas 12 cm2 berasal dari tambahan daerah yang diarsir (diwarna, diblok), yang diperoleh jika titik B langsung dihubungkan dengan titik F. Mereka nampak puas dengan penjelasan tentang asal tambahan luas. Untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran, mahasiswa ditantang untuk mencari satu cara lain yang tidak menggunakan luas gabungan bangun datar. Tantangan ini mendapatkan tanggapan yang baik, mereka bersemangat untuk mencarinya, tetapi nampak mereka kurang terlatih untuk mengamati sesuatu secara keseluruhan, baru kemudian melihat bagian-bagian. Seorang mahasiswa ditunjuk untuk maju kedepan papan putih (white board), kemudian ia diminta menggambar ulang bangun datar yang dicari luasnya. A
F 3 cm
D
3 cm
E
3 cm B
2 cm
C
Ketika ia diminta melengkapi gambar sehingga menjadi gambar “utuh” , maka ia mulai menyadari bahwa ada “gambar besar utuh” yang berupa bangun persegi panjang ABGF, yaitu : A
F 3 cm D
3 cm
3 cm
E
C B
2 cm
G
Ukuran persegi panjang ABGF adalah panjang 6 cm dan lebar 5 cm, sehingga luas ABCDEF dapat dicari sebagai berikut: LABCDEF = LABGF – LCGED = (6 x 5) – (3 x3) = 30 – 9 = 21 cm2
LABCDEF = 21 cm2