HUBUNGAN TINGKAT PERAWATAN DIRI DENGAN OUTCOME TERAPI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DM) TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA
Artikel Ilmiah
untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan program sarjana Strata-1 Farmasi
Oleh : Wilujeng Dwi Prasetyo NIM J1E112037
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU JANUARI 2019
Program Studi Farmasi Fakultas MIPA
2019
HUBUNGAN TINGKAT PERAWATAN DIRI DENGAN OUTCOME TERAPI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DM) TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA
Wilujeng Dwi Prasetyo, Difa Intannia, Noor Hafizah
Program Studi Farmasi Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat Jl. A. Yani Km 36 Banjarbaru, Kalimantan Selatan Email:
[email protected]
Abstract Diabetes mellitus (DM) is one of a chronic disease will suffered for life and having the risk of various diseases complication, so proper efforts need to be made to reach outcome of therapy that is controlled blood sugar levels. One of an effort to reach outcome therapy is by applying self care. The purpose of research is get a description of self care, description of outcome therapy, and the relations among the self care with outcome of therapy in outpatient of diabetes mellitus (DM) type 2 in RSUD Ratu Zalecha Martapura. This research is a non-experimental research with cross sectional approach and analyzed in analytical categorical. Data analysis using chi-square on the software SPSS (Statistic Programme for Social Science). This research involving 63 patients with quota of sampling technique. The research instrument used adopted from the SDSCA (Summary of Diabetes Self Care Activities) questionnaire developed by Toobert et al (2000) and validated . The results of the study illustrate the level of self care obtained quite well category as many as 40 respondents (63.5%), followed by poor categories as many as 22 respondents (34.9%), then the good category as many as 1 respondent (1.6%), and no one respondent (0%) in the very good and very less category. The results of the study illustrate the therapeutic outcome obtained by 40 respondents (63.5%) have been reached and 23 respondents (36.5%) were not achieved. Chi-square analysis between the level of self care and therapeutic outcome had a significance value of p = 0,000 (p <0.05). Based on the results of the analysis, there is a relationship between self care level and therapeutic outcome in outpatient of diabetes mellitus (DM) type 2 in RSUD Ratu Zalecha Martapura. Keywords: diabetes mellitus type 2, self care, outcome of therapy 1
Program Studi Farmasi Fakultas MIPA
2019
Abstrak Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis yang akan diderita seumur hidup dan memiliki resiko terjadinya berbagai penyakit komplikasi, sehingga perlu upaya yang tepat agar pasien dapat mencapai outcome terapinya yaitu terkontrolnya kadar gula darah. Salah satu upaya untuk mencapai outcome terapi yaitu dengan melakukan perawatan diri. Tujuan dari penelitian ini yaitu mendapatkan gambaran tingkat perawatan diri, gambaran outcome terapi, dan hubungan antara tingkat perawatan diri dengan outcome terapi pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Ratu Zalecha Martapura. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan pendekatan cross sectional yang dianalisis secara analitik kategorik. Analisis data menggunakan uji chi-square pada software SPSS (Statistic Programme for Social Science). Penelitian ini melibatkan 63 pasien dengan teknik quota sampling. Instrumen penelitian yang digunakan mengadopsi dari kuesioner SDSCA (Summary of Diabetes Self Care Activities) yang dikembangkan oleh Toobert et al (2000) dan telah dilakukan validasi. Hasil penelitian gambaran tingkat perawatan diri diperoleh kategori cukup baik yaitu sebanyak 40 orang (63,5%), kategori kurang baik yaitu 22 orang (34,9%), kategori baik yaitu 1 orang (1,6%), dan sebanyak 0 orang (0%) pada kategori sangat baik dan sangat kurang. Gambaran outcome terapi diperoleh sebanyak 40 responden (63,5%) telah tercapai dan 23 responden (36,5%) tidak tercapai. Analisis chi-square antara tingkat perawatan diri dan outcome terapi memiliki nilai signifikansi p = 0,000 (p < 0,05). Berdasarkan hasil analisis tersebut menunjukkan terdapat hubungan antara tingkat perawatan diri dan outcome terapi pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Ratu Zalecha Martapura. Kata kunci: diabetes mellitus tipe 2, perawatan diri, outcome terapi PENDAHULUAN Diabetes mellitus (DM) adalah suatu gangguan metabolisme yang ditandai dengan keadaan tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) serta kelainan metabolisme pada karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh kekurangan sekresi insulin, sensivitas insulin, maupun akibat dari keduanya (Dipiro et al., 2009). DM merupakan suatu penyakit kronis yang memerlukan terapi medis yang berkelanjutan. Penyakit ini dalam masyarakat luas lebih dikenal sebagai penyakit kencing manis. Berbagai penelitian menjelaskan terjadi kecenderungan peningkatan prevalensi DM baik di dunia maupun di Indonesia. 2
Program Studi Farmasi Fakultas MIPA
2019
Prevalensi DM dari tahun ke tahun semakin meningkat, berdasarkan data dari IDF (International Diabetes Federation) penderita DM di dunia pada tahun 2014 yaitu sebesar 387 juta orang (IDF, 2014). Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, di Indonesia sebesar 6,9% atau sekitar 12 juta jiwa penduduk Indonesia mengalami DM dengan 30,4% yang telah terdiagnosis sebelumnya dan 69,6% yang tidak terdiagnosis sebelumnya. Prevalensi DM di Kalimantan Selatan sebesar 1,4% dari jumlah penduduk pada usia di atas 14 tahun (2.722.366 orang) dengan jumlah perkiraan 38.113 orang (Kemenkes RI, 2013). Penyakit DM akan mengakibatkan terjadinya berbagai komplikasi seperti gangguan mikrovaskular, makrovaskular, neuropati, retinopati, dan nefropati (Dipiro et al., 2009; Alldredge et al., 2008). Hal tersebut dapat dicegah apabila pasien memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik untuk melakukan perawatan diri (self care) terhadap penyakitnya (Sulistria, 2013). Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis yang akan diderita seumur hidup dan memiliki resiko terjadinya berbagai penyakit komplikasi, sehingga perlu upaya yang tepat agar pasien dapat mencapai outcome terapinya yaitu terkontrolnya kadar gula darah. Salah satu upaya untuk mencapai outcome terapi yaitu dengan melakukan perawatan diri. Perawatan diri adalah aktivitas dan inisiatif dari seseorang yang dilaksanakan oleh dirinya sendiri guna untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan (Asmadi, 2008). Menurut American Association of Diabetes Educator (2014) aktivitas perawatan diri (self care) pada pasien DM meliputi pengaturan pola makan (diet), latihan fisik (olahraga), pemantauan kadar gula darah, terapi obat dan perawatan kaki. Berdasarkan uraian diatas dan tingginya kasus terjadinya penyakit DM di Kalimantan Selatan perlu dilakukan penelitian tentang hubungan tingkat perawatan diri dengan outcome terapi pada pasien DM tipe 2 di daerah Kalimantan Selatan khususnya di Rumah Sakit Umum Daerah Ratu Zalecha Martapura.
3
Program Studi Farmasi Fakultas MIPA
2019
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dan termasuk penelitian non eksperimental. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada pasien DM tipe 2 dengan populasi sebanyak 182 pasien. Sampel dihitung dengan menggunakan rumus lameshow dan diperoleh sebanyak 63 sampel. Kriteria inklusi penelitian ini adalah: 1.
Pasien yang bersedia menjadi responden dalam penelitian
2.
Responden minimal telah menjalani 1 kali terapi rawat jalan
3.
Responden mengerti bahasa Indonesia dan mampu memahami pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner.
Kriteria eksklusi penelitian ini adalah: 1.
Responden yang tidak lengkap data-datanya dalam mengisi kuesioner
2.
Responden yang tidak bisa menulis dan membaca
Responden yang tidak memiliki nomor handphone Instrumen penelitian yang digunakan mengadopsi dari kuesioner SDSCA (Summary of Diabetes Self Care Activities) yang dikembangkan oleh Toobert et al (2000), memiliki 16 item pertanyaan dan telah dilakukan validasi dengan nilai Cronbach Alpha 0,727 dimana semua item pertanyaan telah valid (r hitung >0,361). Kuesioner ini diisi oleh responden sesuai apa yang dilakukan selama 7 hari terakhir pada masa sehat. Setelah didapatkan skor akhir kemudian akan dikategorikan menjadi sangat baik (>6,3 hari), baik (>5,6-6,3 hari), cukup baik (>4,2-5,6 hari), kurang baik (≥2,8-4,2 hari) dan sangat kurang (<2,8 hari) (Novita, 2013). Outcome terapi pasien dilihat dari ketercapaian kadar glukosa darah dengan mengukur nilai GDP (gula darah puasa) pasien dengan menggunakan alat pengukur kadar glukosa darah merk EasyTouch®GCU. Outcome terapi dikategorikan menjadi: 1. Tercapai. Outcome terapi tercapai apabila nilai GDP 80-130 mg/dL 2. Tidak tercapai. Outcome terapi tidak tercapai apabila nilai GDP <80 mg/dL atau >130 mg/dL. (ADA, 2015) 4
Program Studi Farmasi Fakultas MIPA
2019
Data yang diperoleh kemudian dinalasis chi-square antara tingkat perawatan dengan outcome terapi. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Karakteristik Responden Populasi pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Ratu Zalecha Martapura sebanyak 182 pasien dan didapatkan 63 pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi. Tabel 1. Distribusi karakteristik responden Karakteristik
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
2 3 17 15 20 6
3,2 4,8 27 23,8 31,7 9,5
30 33
47,6 52,4
7 14 24 18
11.1 22,2 38,1 28,6
37 26
58,7 41,3
Usia Remaja Akhir (17-25 tahun) Dewasa Awal (26-35 tahun) Dewasa akhir (36-45 tahun) Lansia awal (46-55 tahun) Lansia akhir (56-65 tahun) Manula (>65) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Tingkat Pendidikan SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat Akademi/PT Lama Menderita DM <5 tahun ≥5 tahun
Hasil karakteristik responden berdasarkan usia menunjukkan bahwa responden paling banyak berada pada kelompok usia lansia akhir (56-65 tahun) yaitu sebanyak 20 orang (31,7%). Penyakit DM tipe 2 pada umumnya muncul pada seseorang yang berusia >40 tahun, dimana pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intoleransi glukosa (Depkes RI, 2005). Selain itu, juga disebabkan karena risiko berkembangnya penyakit DM tipe 2 akan meningkat seiring dengan pertambahan usia (PERKENI, 2015). Hasil karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 33 orang (52,4%) dan sisanya berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 30 orang (47,6%). Hal 5
Program Studi Farmasi Fakultas MIPA
2019
yang menyebabkan wanita lebih beresiko terkena DM karena perempuan mengalami siklus menstruasi yang mengakibatkan ketidakstabilan hormon yang dapat menurunkan sensitivitas insulin. Pasca menopouse juga mempengaruhi sensitivitas insulin dikarenakan terakumulasinya distribusi lemak tubuh (Irawan, 2010). Berdasarkan penelitian Haryati (2004), jumlah lemak pada pria berkisar antara 15%20% berat badan total dan pada wanita sekitar 20%-25%, sehingga peningkatan kadar lemak dalam darah pada wanita lebih tinggi dibanding pria yang menyebabkan wanita menjadi 3-7 kali lebih rentan mengalami DM dibandingkan pria. Hasil karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, dimana sebanyak 24 orang (38,1%) menempuh pendidikan terakhir SMA/sederajat. Pendidikan merupakan behavioral investment jangka panjang. Peningkatan pengetahuan saja belum cukup berpengaruh terhadap indikator kesehatan tetapi sebaliknya seseorang dituntut dalam melakukan suatu perilaku kesehatan sehingga indikator kesehatan dapat terwujud melalui tingkat pendidikan yang telah dicapai (Notoadmodjo, 2007). Hasil karakteristik responden berdasarkan lama menderita DM menunjukkan bahwa sebagian besar responden menderita DM <5 tahun yaitu sebanyak 37 orang (58,7%) dan sisanya menderita DM ≥5 tahun yaitu sebanyak 26 orang (41,3%). Biasanya pasien yang memiliki durasi DM lebih lama memiliki perawatan diri yang lebih baik dibandingkan dengan pasien dengan durasi DM yang lebih pendek. Seorang individu yang mengalami DM lebih lama biasanya dapat mempelajari perawatan diri DM berdasarkan pengalaman yang diterimanya selama menjalani penyakit tersebut.
6
Program Studi Farmasi Fakultas MIPA
2019
Gambaran Tingkat Perawatan Diri Tabel 2. Tingkat perawatan diri responden pada masing-masing aspek Aspek SDSCA Pola makan (diet) Aktivitas fisik (olahraga) Pemantauan kadar gula darah mandiri Pengobatan Perawatan kaki Keterangan: Nilai Maksimal = 7
Nilai rata-rata (hari) ± SD 4,64 ± 0,943 4,29 ± 1,105
Kategori Cukup Baik Cukup Baik
0,53 ± 0,652
Sangat Kurang
6,68 ± 0,643 5,09 ± 0,811
Sangat Baik Cukup Baik
Selain itu, juga dilakukan analisis chi-square antara masing-masing aspek kuesioner SDSCA terhadap outcome terapi. Hasil masing-masing analisis tersebut akan ditampilkan pada tebel berikut. Tabel 3. Hubungan masing-masing aspek perawatan diri dengan outcome terapi Aspek SDSCA Pola makan (diet) Aktivitas fisik (olahraga) Pemantauan kadar gula darah mandiri Pengobatan Perawatan kaki
p value 0.000 0.987 0.445 0.000 0.000
Aspek pola makan memiliki nilai rata-rata sebesar 4,64 hari dan termasuk dalam kategori cukup baik. Nilai tersebut menunjukkan masih ada sebagian responden yang kurang baik dalam mengatur pola makannya. Berdasarkan kuesioner, sebagian besar responden belum bisa mengikuti program diet sesuai anjuran walaupun responden telah mengetahui apa saja yang boleh dan yang tidak boleh dimakan. Sebagian besar responden juga belum bisa menghindari makanan tinggi lemak. Hasil analisis menunjukkan nilai p = 0.000 (p < 0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara pengaturan pola makan terhadap outcome terapi. Aspek aktivitas fisik memiliki nilai rata-rata sebesar 4,29 hari dan tergolong dalam kategori cukup baik. Tabel 1 menunjukkan bahwa sebesar 31,7% pasien diabetes termasuk dalam kategori lansia akhir (56-65 tahun), dan sebesar 9,5% pasien termasuk dalam kategori manula (>65 tahun). Hal tersebut yang menyebabkan sebagian pasien memiliki aktivitas fisik yang kurang. Pasien dengan usia ≥60 tahun 7
Program Studi Farmasi Fakultas MIPA
2019
cenderung lebih lemah dan lebih berisiko mengalami komplikasi sehingga menjadi kurang mampu melakukan olahraga sebagaimana mestinya. Hasil analisis menunjukkan nilai p = 0.987 (p > 0,05), sehingga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik terhadap outcome terapi. Aspek pemantauan kadar gula darah mandiri memiliki nilai rata-rata sebesar 0,53 hari dan tergolong dalam kategori sangat kurang. Hal yang dapat menyebabkan rendahnya nilai rata-rata pemantauan kadar gula darah mandiri pada penelitian ini yaitu karena seluruh responden melakukan pemeriksaan setiap 3 bulan sekali di RSUD Ratu Zalecha
dan sangat sedikit responden yang rutin melakukan
pemeriksaan kadar gula darah di Puskesmas, apotek ataupun di rumah responden masing-masing menggunakan alat pengecek glukosa darah mandiri yaitu glukometer. Hal ini bisa saja dikarenakan oleh faktor ekonomi yang menyulitkan sebagian responden jika harus membeli glukometer, Dengan demikian masih kurangnya kesadaran dari pasien DM dalam melakukan pemantauan kadar gula darah mandiri. Hasil analisis menunjukkan nilai p=0.445 (p>0,05), sehingga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemantauan kadar gula darah mandiri terhadap outcome terapi. Aspek pengobatan pada responden tergolong sangat baik dengan nilai ratarata sebesar 6,68 hari dan termasuk dalam kategori sangat baik. Artinya hampir seluruh responden yang terlibat dalam penelitian ini selama 7 hari terakhirnya selalu melakukan terapi pengobatannya dan sangat sedikit responden yang lupa dalam melakukan terapi pengobatannya. Peneliti juga melakukan wawancara pada responden tentang aturan pakai obat yang diresepkan baik OHO maupun insulin. Hasilnya, hampir seluruh responden mengerti tentang aturan pakai obat yang diresepkan. Dengan demikian, responden dapat dikatakan sangat patuh dan sesuai aturan dalam hal meminum obat antidiabetesnya baik itu obat antidiabetes oral maupun injeksi insulin. Hasil analisis menunjukkan nilai p = 0.000 (p < 0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara pengobatan terhadap outcome terapi. 8
Program Studi Farmasi Fakultas MIPA
2019
Aspek perawatan kaki memiliki nilai rata-rata sebesar 5,09 hari dan termasuk dalam kategori cukup baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden peduli terhadap kesehatan kakinya. Salah satu risiko dari DM yaitu neuropati perifer dimana terjadi penurunan sensasi rasa, sehingga meningkatkan risiko terjadinya luka pada kulit yang dapat memicu terjadinya gangren dan kemungkinan terjadinya amputasi (ADA, 2012). Dengan demikian, semua penderita DM sebaiknya melakukan perawatan kaki untuk menghindari terjadinya luka atau agar dapat perawatan secepatnya apabila telah terdapat luka pada kaki. Hasil analisis menunjukkan nilai p = 0.000 (p < 0,05), sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara perawatan kaki terhadap outcome terapi. Setelah didapatkan gambaran perawatan diri pada masing-masing aspek kuesioner SDSCA kemudian dijumlahkan nilai rata pada masing-masing aspek dibagi dengan jumlah aspek untuk setiap responden guna menentukan kategori tingkat perawatan diri. Tabel 4. Distribusi tingkat perawatan diri responden Tingkat Perawatan Diri Sangat baik Baik Cukup baik Kurang baik Sangat kurang Total
Frekuensi (orang) 0 1 40 22 0 63
Persentase (%) 0 1,6 63,5 34,9 0 100
Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden termasuk dalam tingkat perawatan diri kategori cukup baik yaitu sebanyak 40 orang (63,5%), diikuti dengan kategori kurang baik yaitu sebanyak 22 orang (34,9%), kemudian kategori baik yaitu sebanyak 1 orang (1,6%), dan sebanyak 0 orang (0%) pada kategori sangat baik dan sangat kurang. Hal yang menyebabkan tidak adanya responden yang termasuk dalam kategori sangat baik dan sangat kurang dikarenakan rendahnya nilai rata-rata pada aspek pemantauan kadar gula darah mandiri pada hampir seluruh responden sehingga akan mempengaruhi jumlah nilai rata-rata tiap aspek.
9
Program Studi Farmasi Fakultas MIPA
2019
Gambaran Outcome Terapi Tabel 5. Distribusi outcome terapi responden Outcome Terapi Tercapai Tidak tercapai Total
Frekuensi (orang) 40 23 63
Persentase (%) 63,5 36,5 100
Hasil yang diperoleh dari table 5 tentang distribusi outcome terapi responden menunjukkan sebanyak 40 responden (63,5%) telah tercapai dan 23 responden (36,5%) tidak tercapai. Berdasarkan hasil tersebut sebagian besar responden telah tercapai outcome terapinya. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kumalasari (2017) dimana sebagian besar responden yaitu sebanyak 56 pasien (57,73%) cenderung outcome terapinya tidak tercapai yang ditandai dengan tidak terkontrolnya glukosa darah yaitu nilai GDP>130 mg/dL sebanyak 54 pasien dan nilai GDP<80 mg/dL sebanyak 2 pasien. Hasil penelitian ini juga sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hapsari (2014) dimana sebanyak 51 responden (55,4%) tidak tercapai outcome terapinya. Hubungan tingkat perawatan diri dengan outcome terapi Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa sebanyak 34 (85%) dari 40 responden yang memiliki tingkat perawatan diri cukup baik dan telah tercapai outcome terapinya. Sebanyak 17 (77,3%) dari 22 responden yang memiliki tingkat perawatan diri kurang baik dan belum tercapai outcome terapinya. Kemudian terdapat 1 dari 1 responden (100%) responden yang memiliki tingkat perawatan diri baik dan telah tercapai outcome. Nilai signifikansi antara tingkat perawatan diri dengan outcome terapi yaitu p = 0,000 (p < 0,05) sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat perawatan diri pasien dan outcome terapi.
10
Program Studi Farmasi Fakultas MIPA
2019
Tabel 6. Hasil analisis Chi-square tingkat perawatan diri dengan outcome terapi
Tingkat Perawatan Diri
Baik Cukup Baik Kurang Baik
Outcome Terapi Tidak Tercapai (%) Tercapai 1 100 0 34 85 6
Total
(%)
Total (N=63)
Total (%)
0 15
1 40
100 100
5
22,7
17
77,3
22
100
40
63,5
23
36,5
63
100
P
0.000
Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kumalasari (2017) dimana nilai p = 0,133 (p >0,05) sehingga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat perawatan diri dan keberhasilan terapi obat. Hal yang menyebabkan perbedaan hasil ini adalah pada penelitian Kumalasari (2017), jumlah responden dengan tingkat perawatan diri baik, outcome terapinya lebih banyak tidak tercapai yaitu sebanyak 49 (55,1%) dari 89 responden. Tujuan dilakukannya perawatan diri adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan tindakan pengendalian DM yaitu mengupayakan tingkat kadar gula darah tetap dalam kisaran normal yang bisa mencegah terjadinya komplikasi jangka panjang (Kusniyah, 2010). Kelemahan Penelitian Kelemahan dari peneiltian ini yaitu jarak waktu pengambilan data perawatan diri dengan data outcome terapi (nilai gula darah puasa) sekitar 2 minggu, sehingga memungkinkan terjadinya bias. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini yaitu tingkat perawatan diri pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Ratu Zalecha yaitu sebanyak 40 orang (63,5%) termasuk dalam kategori cukup baik, 22 orang (34,9%) termasuk dalam kategori kurang baik, sebanyak 1 orang (1,6%) termasuk dalam kategori baik, dan sebanyak 0 orang (0%) pada kategori sangat baik dan sangat kurang, outcome terapi pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Ratu Zalecha yaitu sebanyak 40 orang (63,5%) telah tercapai outcome terapinya dan sebanyak 23 orang (36,5%) tidak tercapai outcome terapinya, dan 11
Program Studi Farmasi Fakultas MIPA
2019
terdapat hubungan antara tingkat perawatan diri dan outcome terapi dengan nilai p = 0,000 (p <0,05). UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan dan dukungan kepada kedua orang tua Saemuri dan Siti Su’aibah, serta Ibu Difa Intannia, M.Farm-Klin., Apt selaku dosen pembimbing utama dan Ibu Noor Hafizah, M.Sc., Apt selaku dosen pembimbing pendamping, Ibu Valentina Meta Srikartika, MPH., Apt, Ibu Noor Cahaya, M.Sc., Apt, dan Ibu Herningtyas Nautika Lingga, M.Sc., Apt selaku dosen penguji serta semua teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu-persatu baik secara langsung maupun tidak langsung ikut membantu jalannya penyusunan skripsi ini. DAFTAR PUSTAKA American Diabetes Assosiation (ADA). 2013. Diagnosis and Classification of DM (Position Statement). Diabetes Care, 36(1). 67-74. American Diabetes Assosiation (ADA). 2014. Standarts of Medical Care in Diabetes (position Statement). Diabetes Care, 37(1). 14-80. Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. EGC. Jakarta. Departemen Kesehatan R.I. 2005. Rencana Strategi Departemen Kesehatan. Depkes RI. Jakarta. Dipiro,
J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L & C.V Dipiro. 2009. Pharmacotherapy Handbook 7th edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. USA.
Hapsari, P. N. 2014. Hubungan Antara Kepatuhan Penggunaan Obat dan Keberhasilan Terapi Pada Pasien Diabetes Mellitus Instalasi Rawat Jalan di RS.X Surakarta. Naskah Publikasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Haryati, E. 2004. Hubungan Faktor Resiko Umur, Jenis kelamin, Kegemukan, dan Hipertensi Dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas. Jelantik IGMG. Gramedia Pustaka. Jakarta.
12
Program Studi Farmasi Fakultas MIPA
2019
IDF. 2012. Global Guideline for Type 2 Diabetes. Brussels. Belgium. IDF. 2014. IDF Diabetes Atlas Sixth Edition. International Diabetes Federation. Irawan, D. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007). Tesis.Universitas Indonesia. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta. Kumalasari, U. 2017. Hubungan Tingkat Self Care dan Kepatuhan Terhadap Outcome Terapi Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSUD Moewardi Surakarta Februari-Maret 2017. Naskah Publikasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Kusniyah, Y., Nursiswati & Rahayu, U. 2010. Hubungan Tingkat Self Care dengan Tingkat HbA1C Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Klinik Endokrin RSUD Dr. Hasan Sadika. Tesis. Bandung. Notoatmodjo. S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-prinsip Dasar. PT Rineka Cipta. Jakarta. Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. PT Rineka Cipta. Jakarta. Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT RIneka Cipta. Jakarta. Novita. 2013. Profil Penerapan Self-Care dan Status Depresi Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 2(2). 1-16. PERKENI. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia. Jakarta. Sulistria, Y. M. 2013. Tingkat Self Care Pasien Rawat Jalan DM Tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. 2 (2). 1-11.
13